kewenangan komisi pengawas persaingan usaha...
TRANSCRIPT
KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Ahmad Husein
11140480000001
K O N S E N T R A S I H U K U M K E L E M B A G A A N N E G A R A
P R O G R A M S T U D I ILM U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2018 M
ii
KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
AHMAD HUSEIN
NIM: 11140480000001
Pembimbing
Prof. Dr. H. A Salman Maggalatung S.H, M.H.
NIP.195403031976111001
K O N S E N T R A S I H U K U M K E L E M B A G A A N N E G A R A
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2018 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN USAHA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
INDONESIA” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 7 September 2018.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, September 2018
Mengesahkan Dekan,
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA
NIP.19691216 199603 1 001
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
1. Ketua : Dr. Asep Saepudin Jahar, MA (...............) NIP.19691216 199603 1 001
2. Sekretaris : Indra Rahmatullah, S.H.I.,M.H (...............)
3. Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H (..............) NIP. 19540303 197611 1 001
4. Penguji I : Dwi Putri Cahyawati, SH, M.H (..............) NIDN. 0306047002
5. Penguji II : Indra Rahmatullah, S.H.I.,M.H (...............)
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
1. Nama : Ahmad Husein
2. NIM : 11140480000001
3. Prodi/ Konsentrasi : Ilmu Hukum/ Kelembagaan Negara
4. Tempat/Tanggal Lahir : Rantau Prapat/ 15 agustus 1996.
5. Alamat : Jalan Padat Karya, Rantau Prapat, Labuhan Batu.
6. Nomor Kontak : 082311658535
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil kaya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Agustus 2018
Ahmad Husein
v
ABSTRAK
Ahmad Husein, NIM 11140480000001. Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H /2018M. ix + 64 halaman + 2 halaman daftar pustaka. Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah adanya perdebatan eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dan permasalahan lainnya yaitu hal yang menjadi kendala KPPU dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yuridis. Normatif yuridis adalah penelitian hukum kepustakaan, penelitian terhadap data primer yang mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan. Kesimpulan analisis yang ditemukan adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan Implementasi fungsi cabang kekuasaan eksekutif dan yang menjadi kendala KPPU dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yaitu hukum acara yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kata Kunci: KPPU, Pemisahan Kekuasaan, Kewenangan.
Pembimbing: Prof. Dr. H.A.Salman Maggalatung S.H, M.H.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala RahmatNya, hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat
dan salam selalu tecurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Peneliti karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu bagian syarat
untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana
Hukum (S.H) di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi peneliti secara pribadi
adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada keluarga peneliti, dan pihak-
pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Sebagai bentuk penghargaan yang tidak terlukiskan, peneliti sampaikan ucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Djahar, M.A Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Thamrin S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah
memberikan peneliti berupa saran dan masukan terhadap kelancaran proses
penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Salman Maggalatung S.H, M.H , Dosen Pembimbing yang telah bersedia
menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan arahan,
masukan, dan bimbingan terhadap kelancaran proses penyusunan skripsi ini.
4. Ayahanda tercinta Bapak Adlin Tanjung dan Ibunda tersayang ibu Erlina
Pasaribu yang telah memberikan dukungan secara moril, materil, serta doa
yang selalu dipanjatkan sehingga peneliti diberi kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Adik dan kakakku tersayang, Ahmad Fauzan Tanjung dan Dian Nanda Sari
Tanjung yang juga terus memberikan motivasi dan dukungan baik dalam
vii
bentuk moril dan materil serta kasih sayangnya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dengan ini peneliti ucapkan terimakasih dan mohon maaf apabila terdapat
kata-kata didalam peneliti skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-
pihak tertentu. Semoga skeisi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
bagi penelti dan umumnya bagi pembaca.
Wassalamualaikum. Wr.wb.
Jakarta, 18 Agustus 2018
Ahmad Husein
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................... 6 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7 E. Metode Penelitian .......................................................................................... 7 F. Rancangan Sistematika Penelitian ................................................................ 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................. 11 A. Kerangka Konseptual .................................................................................... 11
1. Pengertian Kewenangan .......................................................................... 11 2. Pengertian Sistem Ketatanegaraan ........................................................... 12
B. Kerangka Teori .............................................................................................. 14 1. Teori Pemisahan kekuasaan ..................................................................... 14 2. Teori Negara Hukum ............................................................................... 22
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................................ 30
BAB III KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 .................................................................. 31 A. Sejarah Pembentukan Lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha ........... 31 B. Kedudukan, susunan keanggotaan, Tugas dan Kewenangan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha .......................................................................... 35 1. Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha .................................... 35 2. Susunan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha .................... 37 3. Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha .............................................. 38 4. Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ................................... 40 5. Mekanisme Pertanggung Jawaban Komisi Pengawas Persaingan
Usaha ......................................................................................................... 41
BAB IV KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN iNDONESIA .................................................................. 43 A. Analisis Tugas Dan Kewenangan KPPU Dalam Perspektif Teori
Pemisahan Kekuasaan .................................................................................. 43 1. Tugas Dan Kewenangan KPPU Dalam Perspektif Teori Pemisahan
Kekuasaan John Locke .............................................................................. 48 2. Tugas Dan Kewenangan KPPU Dalam Perspektif Teori Pemisahan
Kekuasaan Montesquieu........................................................................... 51 3. Tugas Dan Kewenangan KPPU Dalam Perspektif Teori Pemisahan
Kekuasaan Van Vollenhoven .................................................................... .51 B. Analisis Tugas Dan Kewenangan Dalam Memutus Perkara Di Tinjau Dari
Perspektif Teori Negara Hukum...................................................................... 53
ix
1. Tugas Dan Kewenangan Dalam Memutus Perkara Ditinjau Dari Perspektif Negara Hukum Menurut Jimly Assiddiqie .............................. 54
2. Tugas Dan Kewenangan Dalam Memutus Perkara Ditinjau Dari Perspektif Negara Hukum Menurut A.V.Dicey ....................................... 55
C. Analisis Kedudukan KPPU Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia ........... 56 1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Sebagai Lembaga Negara Bantu .... 56 2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Sebagai Lembaga Pemerintahan .... 59
D. Kendala Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Menjalankan Tugas dan Wewenang ................................................................................................ 60
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 64 A. Kesimpulan .................................................................................................... 64 B. Rekomendasi .................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran tentang
pengorganisasian kekuasaan dan tentang organisasi negara berkembang sangat
pesat. Variasi struktur dan fungsi organisasi dan institusi-institusi kenegaraan
itu berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya, baik di tingkat pusat atau
nasional maupun ditingkat daerah atau lokal1.
Pasca amandemen Undang-Undang Dasar, begitu banyak perubahan dan
variasi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Seperti misalnya MPR yang
tadinya sebagai lembaga tertinggi negara berubah menjadi lembaga tinggi
negara. Artinya, posisi MPR telah sama dengan lembaga-Lembaga tinggi
negara lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK dan lain-lain2. Variasi dan
perubahan lembaga negara bukan hanya pada lembaga tinggi negara saja
melainkan juga menghadirkan variasi lembaga-lembaga negara baru seperti
Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Komisi pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan sebuah lembaga
Negara yang lahir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembentukan
lembaga KPPU secara eksplisit disebutkan dalam pasal 30 (1) yang
menyebutkan “untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk
Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut komisi”.
Selanjutnya ditegaskan lagi dalam keputusan presiden Republik Indonesia
nomor 75 tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Pembentukan lembaga negara tersebut dapat dilihat dalam pasal 1 (1)
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tersebut.
1Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006 ), h.1.
2 Salman Maggalatung, Desain Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: gramata publishing, 2015), h.23.
2
Salah satu pertimbangan dibentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha
adalah untuk mengawal terselenggaranya dalam bidang ekonomi yang
menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi warga negara untuk
berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dana atau jasa,
dalam usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar3
Berdirinya komisi tersebut bukanlah tanpa perdebatan dikalangan ahli
hukum yang begitu ramai membicarakannya. Dalam sudut pandang ahli
hukum tatanegara perdebatan mengenai lembaga tersebut berada disekitaran
dimana letak atau posisi komisi tersebut dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. KPPU menjadi perdebatan dikarenakan posisisnya yang cenderung
bersentuhan dengan bebarapa cabang kekuasaan.
Ada beberapa kewenangan komisi tersebut yang mengesankan 2 sisi
cabang kekuasaan sekaligus. Dalam pasal 36 butir 3 disebutkan “melakukan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan komisi “. Dalam pasal tersebut disebutkan wewenang
KPPU untuk melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan, hal tersebut
menunjukkan atau mengasankan bahwa KPPU merupakan lembaga pelaksaan
cabang kekuasaan eksekutif layaknya Kepolisian dan Kejaksaan. Hal tersebut
dikarenakan fungsi penyelidikan identik dengan fungsi dari cabang kekuasaan
eksekutif. Namun dalam pasal 36 butir 6 dikatakan bahwa KPPU berwenang
memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak pelaku usaha
lain atau masyarakat. Pasal tersebut justru menunjukkan bahwa KPPU sedang
menjalankan fungsi yudikatif atau kekuasaan kehakiman. Lantas bagaimana
posisi KPPU dalam sistem ketatangeraan kita sebenarnya ?
3Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
h.258.
3
Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan usaha dalam menyelidiki
hingga memutus suatu perkara merupakan hal yang sangat potensial untuk
terjadinya abuse of power. Selain permasalahan tersebut, kewenangan KPPU
dalam memutus perkara juga menambah keruwetan posisi KPPU dalam sistem
tata negara Indonesia khusunya berkenaan dengan posisinya sebagai lembaga
negara bantu atau auxiliary state organs.
Didalam pasal 24 (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
peradilan umum,lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Jika benar KPPU merupakan lembaga yang termasuk dalam
lingkup kekuasan kehakiman, maka KPPU posisinya ada dalam lingkungan
peradilan apa? Kewenangan KPPU dalam menyelidiki hingga memberikan
putusan telah menjadikan lembaga tersebut berdiri diatas 2 cabang kekuasaan
sekaligus. Selain berposisi sebagai lembaga negara bantu yang melekat sifat
eksekutif, juga telah berdiri diatas cabang kekuasaan yudikatif
Salah satu ciri negara hukum, yang dalam Bahasa inggris disebut legal
state atau state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda dan Jerman
disebut rechstaat, adalah adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara. Meskipun kedua istilah rechstaat dan rule
of law itu memiliki latar belakang sejarah dan pengertian berbeda , tetapi
sama-sama mengandung ide pembatasan kekuasaan4. Dalam pasal 3 (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa
negara Indonesia adalah Negara hukum, oleh sebab itu Negara Indonesia
seharusnya juga menundukkan diri terhadap ciri negara hukum seperti yang
telah di uraikan.
Perdebatan mengenai kedudukan KPPU dalam sistem ketatanegaraan tentu
tidak dapat dilepaskan dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli
4Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2009 ), h. 281.
4
tentang konsep pemisahan kekuasaan. John locke seorang sarjana Inggris
membagi fungsi negara atas tiga fungsi, yaitu :
1. Fungsi legislatif, untuk membuat peraturan
2. Fungsi eksekutif, untuk melaksanakan peraturan
3. Fungsi federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang
dan damai5
Selanjutnya ada juga pembagian beberapa fungsi negara atau konsep
pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu. Tiga fungsi
negara menurut
Montesquieu ialah :
1. Fungsi legislatif, membuat undang-undang
2. Fungsi eksekutif, melaksanakan undang-undang dan
3. Fungsi yudikatif, untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati ( fungsi
mengadili ), yang popular dengan trias politika6
Mirip dengan itu, sarjana belanda, Van Vollenhoven membagi fungsi
kekuasaan juga dalam empat fungsi, yang kemudian biasa disebut dengan
“catur Praja “, yaitu ;
1. Regeling (pengaturan) yang kurang lebih identik dengan fungsi legislatif
menurut Montesquieu
2. Bestuur yang identik dengan fungsi pemerintahan eksekutif
3. Rechpraak (peradilan) dan
4. Politie yang menurutnya merupakan fungsi untuk menjaga ketertiban
dalam masyarakat (social order) dan peri kehidupan bernegara7
Pada saat ini teori pemisahan kekuasaan yang dicetuskan oleh
Montesquieu atau yang dikenal dengan teori trias politika lebih mendapat
sambutan dan hingga saat ini negara di dunia cenderung menggunakan teori
tersebut. Tujuan awal adanya dari tiga poros kekuasaan ini pada mulanya
5 Abu Daud Busrah, Ilmu Negara, (Palembang: PT Bumi aksara, 1989 ), h. 84.
6 Abu Daud Busrah, Ilmu Negara, h. 85.
7 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 284.
5
adalah mencegah agar supaya kekuasaan negara tidak terpusat pada satu
tangan saja, melainkan harus dipisah-pisah antara kekuasaan yang satu dengan
kekuasaan yang lainnya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan
kekuasaan, yang biasanya berakibat pada lahirnya kekuasaan yang sewenang-
wenang8
Tujuan agar tidak terjadinya penumpukan kekuasaan dan berujung
pada terjadi kekuasaan yang sewenang-wenang seharunsya juga berlaku pada
lembaga Negara Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Wewenang yang
dimiliki oleh komisi atau lembaga tersebut memiliki potensi terhadap
terjadinya kesewang-wenangan. Bagaimana mungkin dalam satu lembaga
memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan serta juga memiliki
kewenangan untuk memutus suatu kasus.
Kewenangan yang terkesan super power dan cenderung
memperlihatkan ambiguitas tersebut juga dianggap beberapa kalangan
bertentangan dengan prinsip atau mekanisme check and balances yang selama
ini dipraktikkan di banyak Negara. Meskipun ada mekanisme keberatan atau
banding yang dapat diajukan ke pengadilan negeri dan bahkan dapat
mengajukan kasasi, namun hal tersebut dianggap masih belum cukup untuk
melaksanakan prinsip check and balances atau saling control antar organ
Negara.
Menurut Jimly Asshiddiqie ada 12 prinsip pokok yang menjadi pilar
utama penyangga negara hukum, namun dalam hal ini penulis hanya mengutip
satu prinsip yang berkaitan dengan posisi KPPU sebagai lembaga independen
atau non-struktural seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999. Prinsip tersebut yaitu prinsip organ pendukung yang independen.
Prinsip ini merujuk pada pengaturan adanya lembaga pendukung yang bersifat
independen dalam rangka pembatasan kekuasaan, misalnya bank sentral,
organisasi tentara, Kepolisian dan Kejaksaan serta lembaga-lembaga baru
seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum,
8 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Refika Aditama,
2011), h. 152.
6
Ombudsman, Komisi Penyiaran, dan lain-lain. Sifat independen dari lembaga-
lembaga tadi menjadi penting sebagaimana jaminan bahwa demokrasi tidak
akan disalahgunakan oleh pemerintah9
Melihat bersoalan yang telah peneliti uraikan, mendorong peneliti
untuk melakukan penelitian skripsi dengan mengangkat judul : Kewenangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Dugaan penumpukan fungsi cabang kekuasaan dalam Komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
b. Dugaan Kerancuan kewenangan lembaga KPPU dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
c. Potensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
d. Kerancuan identifikasi lembaga KPPU.
e. Kendala yang dihadapi KPPU
2. Batasan masalah
Agar masalah yang peneliti bahas tidak terlalu meluas sehingga
mengakibatkan kerancuan, maka dalam hal ini peneliti melakukan
pembatasan masalah yaitu hanya pada kewenangan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia
3. Perumusan Masalah
a. Bagaimana eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia?
b. Apa yang menjadi kendala Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia.
9Dewa Palguna, Pengaduan Konstitusional (constitutional complaint) Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, ( Batubulan: Sinar Grafika, 2013), h. 108.
7
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi kendala Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Secara akademis penelitian ini dapat memberikan wawasan ilmu
pengetahuan hukum kelembagaan negara dari lingkup hukum
tatanegara khususnya berkaitan dengan kedudukan sebuah lembaga
negara yaitu Komisi pengawas Persaingan Usaha yang ditinjau dari
kewenangan serta dari konsep atau teori pemisahan kekuasaan. Diluar
daripada itu tulisan ini juga diharapkan memberikan sebuah kontribusi
dalam perbendaharaan karya ilmiah bagi perkembangan ilmu hukum
tata negara atau hukum kelembagaan negara di Indonesia.
Tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi sebuah landasan dan
kerangka bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian
di bidang hukum Kelembagaan Negara. Dengan adanya penelitian
skripsi ini, peneliti berharap dapat memudahkan peneliti lanjutan yang
akan mengangkat permasalahan lembaga KPPU.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
landasan operasional bagi berjalannya lembaga Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha. Dan peneliti berharap dapat memberi sebuah
masukan atau rekomendasi bagi lembaga KPPU
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam peneliitan
hukum normatif, Yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan
kasus, pendekatan historis, pendekatan perbandingan dan pendekatan
konseptual. Akan tetapi cara pendektaatan tersebut dapat digabung
sehingga dalam suatu peneliitan hukum normatif dapat saja menggunakan
8
dua pendekatan atau lebih yang sesuai, misalnya pendekatan perundang-
undangan, pendekatan historis, dan pendekatan perbandingan10. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan pendekatan konseptual digabung
dengan pendekatan perundang-undangan.
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh peneliti, maka peneliti
menggunakan Jenis penelitian hukum normatif yuridis. Jenis penelitian
hukum normatif yuridis adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum
sebagai bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas, norma, kaidah dari perturan perundangan-undangan
,putusan pengadilan , perjanjian serta doktrin (ajaran)11.
Dalam buku penelitian hukum di Indonesia pada akhir abad ke-20
yang ditulis Sunaryati Hartono, ia mengatakan Penelitian hukum seperti
itu, tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang
diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai
library based, focusing on reading and analysis of the primary and
secondary materials. Jika demikian, maka lebih tepat digunakan istilah
kajian ilmu hukum sebagaimana yang dapat ditemukan dalam kepustakaan
hukum di Belanda.12
3. Sumber dan Data Penelitian
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui
wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen.13 Serta
10Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia Publishing, 2005 ), h. 300-301.
11Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme penelitian hukum normative dan empiris, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2010 ), h.34.
12Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, h.46.
13 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), h. 106.
9
bahan pustaka berisikan pengertian ilmiah tentang fakta yang diketahui
maupun suatu gagasan, mencakup buku-buku, seminar dan majalah.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan buku-buku sebagai bahan
hukum.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk
laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan
maupun kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan keputusan
hakim. Dalam Penelitian ini Peneliti menggunakan peraturan
Perundang-undangan dan skripsi sebagai bahan hukum.
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus (hukum), ensiklopedia.14
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Library Research yaitu pengumpulan data melalui penelitian kepustaakan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
dokumen resmi dan hasil penelitian.
5. Teknik Pengolahan Data
Adapun teknik yang dilakukan melalui seleksi data yaitu setelah
memperoleh data dan bahan-bahan dari library research data diperiksa
kembali guna mencegah kekeliruan dan juga melalui klasifikasi data yaitu
setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk jenis tertentu,
kemudian diambil suatu kesimpulan.
6. Pedoman Penulisan
14 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed. 1, cet. 1,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 32.
10
Pedoman yang digunakan dalam skripsi ini disesuaikan kaidah-kaidah
karya ilmiah dan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, skripsi ini dibagi menjadi lima bab dengan beberapa
sub-bab, dengan uraian singkat sistem penelitian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar
belakang masalah, identifikasi masalah,pembatasa masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II KAJIAN PUSATAKA: Dalam bab ini akan diuraikan beberapa
sub-bab. sub-bab pertama menjelaskan mengenai kerangka Konseptual, sub-
bab kedua menjelaskan kerangka teori, dan sub-bab ketiga menjelaskan review
terdahulu
BAB III, KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 : Dalam bab ini akan
diuraikan kedudukan, fungsi dan tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dengan menggunakan perspektif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
BAB IV, KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM
SISTEM KETATANEGRAAN INDONESIA : Dalam bab ini penulis akan
melakukan analisis terhadap eksistensi KPPU didalam sistem ketatanegaraan
Indonesia.
BAB V PENUTUP : Dalam bab terakhir ini peneliti akan mengemukakan
beberapa kesimpulan serta rekomendasi dari peneliti
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Kewenangan
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tatanegara
dan hukum administrasi Negara. begitu pentingnya kedudukan kewenangan
ini sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Stenbeek menyebutnya sebagai konsep
inti dalam hukum Tata negara dan hukum administrasi Negara1. Menurut
Bagir Manan dalam makalahnya yang berjudul wewenang Provinsi,
Kabupaten dan Kota yang disampaikan pada seminar Nasional Fakultas
Hukum UNPAD, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan
kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau
tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban
(rechten en plichten)2.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kewenangan berasal dari kata
wenang yang berarti mempunyai (mendapat) hak dan kekuasaaan untuk
melakukan sesuatu. Sehingga dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan kewenangan adalah hak dan kekuasaan untuk
melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.
Sedangkan yang dimaksud oleh peneliti dalam melakukan penelitian
skripsi ini adalah berkaitan dengan adanya kewenangan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yang dianggap rancu dalam sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Kerancuan tersebut diakibatkan adanya kewenangan yang dimiliki
1 Ridman HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta:Rajawali Pers,2010), h. 99.
2 Ridman HR, Hukum Administrasi Negara, h. 99.
12
oleh lembaga negara Komisi Pengawas Persaingan Usaha dianggap saling
bertentangan fungsi antara satu dengan yang lainnya.
2. Pengertian Sistem Ketatanegaraan
Sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan. Fritjof
Capra dalam bukunya yang berjudul titik balik peradaban mengatakan, sistem
adalah keseluruhan yang terintegrasi dan sifat-sifatnya tidak dapat direduksi
menjadi sifat-sifat yang lebih kecil. Pendekatan sistem tidak memusatkan
pada balok-balok bangunan dasar atau zat-zat dasar melainkan lebih
menekankan pada prinsip-prinsip organisasi dasar3.
Dalam kamus besar bahasa indonesia yang dimaksud dengan sistem adalah
1. Perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk
suatu totalitas: telekomunikasi 2. Susunan yang teratur dari pandangan, teori
asas dan sebagainya: pemerintahan negara (demokrasi, totaliter, parlementer,
dan sebagainya ). Dari 2 sumber pengertian tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa sistem merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan
sehingga membentuk sesuatu hal tertentu.
Secara epistimologi menurut J.H A Logemen sebagaimana dikutip Titik
Triwulan Tutik dari buku A. Ahsin Thohari dalam bukunya yang berjudul
Komisi Yudisial Dan Reformasi Peradilan mendefinisikan sistem
ketatanegaraan yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk
suatu totalitas yang mencakup beberapa hal antara lain :
a. Pembentukan jabatan-jabatan dan susunannya
b. Penunjukan para pejabat
c. Kewajiban-kewajiban, tugas-tugas, yang terikat pada jabatan
3 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, (Bandung:
fokusmedia, 2009), h.67.
13
d. Wibawa, wewenang hukum, yang terikat pada jabatan
e. Lingkungan daerah dan personel, atas nama tugas dan wewenang jabatan
itu meliputinya
f. Hubungan wewenang dari jabatan-jabatan antara satu sama lain
g. Peralihan jabatan, dan
h. Hubungan antara jabatan dan pejabat4.
I Gde pantja dalam seminar penguatan lembaga demokrasi DPD-RI
Provinsi Jawa Barat mengatakan apabila pengertian sistem dikaitkan dengan
sistem ketatanegaraan maka sistem ketatanegraan diartikan susunan
ketatanegaraan, yaitu segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi
negara, baik yang menyangkut tentang susunan dan kedudukan lembaga–
lembaga Negara maupun yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya
masing-masing maupun hubungan satu sama lain5.
Menurut Joniarto dalam bukunya yang berjudul Sejarah Ketatanegaraan
Republik Indonesia, sistem ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD
1945, tidak menganut suatu sistem Negara manapun, tetapi adalah suatu
sistem khas menurut kepribadian bangsa Indonesia6.
Secara umum, suatu sistem ketatanegaraan berdasarkan pembagian
kekuasaan, membagi kekuasaan pemerintahan ke dalam “tri-chotomy system”
yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudisial dan biasa disebut dengan
trias politica. Pembagian ini sering kali ditemui, kendatipun batas pembagian
4 Titik Triwulan Titik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945, (Surabaya : Kencana,, 2008), h.8.
5 Abdy Yuhana, sistem ketatanegaraan indonesia pasca perubahan UUD 1945, h.67.
6Abdy Yuhana, sistem ketatanegaraan indonesia pasca perubahan UUD 1945, h.69.
14
itu tidak selalu sempurna7. Sistem ketatanegaraan di Indonesia bisa dikatakan
berkembang begitu dinamis. Hal tersebut dapat dilihat dari terbentuknya
berbagai macam lembaga baru. Lembaga-lembaga baru tersebut tentunya lahir
atau terbentuk untuk mengakomodir dari kebutuhan dalam bernegara.
B. Kerangka Teori
1. Teori Pemisahan Kekuasaan
Salah satu ciri negara hukum , yang dalam bahasa inggris disebut legal
state atau state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda dan Jerman
disebut rechstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara. Meskipun kedua istilah rechstaat dan
rule of law itu memiliki latar belakang sejarah dan pengertian yang
berbeda, tetapi sama-sama mengandung ide pembatasan kekuasaan8.
Teori pemisahan kekuasaan tidak terlepas dari beberapa pendapat para
ahli yang membagi kedalam beberapa cabang kekuasaan. Akan tetapi
dalam praktiknya pendapat atau teori yang paling sering digunakan adalah
teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu. Teori
dari Montesquieu dapat dikatakan merupakan teori yang paling termahsyur.
Seperti misalnya Titik Triwulan Tutik yang mengutip dari buku Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim yang berjudul Pengntar Hukum Tata
Negara Indonesia mengatakan, berbicara tentang pembagian kekuasaan
selalu dihubungkan dengan Montesquieu. Menurutnya, dalam setiap
pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu : legislatif, eksekutif,
yudikatif, dimana ketiga-tiga jenis kekuasaan itu mesti terpisah satu sama
7 Titik Triwulan Titik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945, h.8-9.
8 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, ( Jakarta : PT Rajagrafindo persada, 2009 ), h. 281
15
lainnya, baik mengenai tugas (functie), maupun mengenai alat
perlengkapan (orgaan) yang melakukannya9
Fungsi Negara pertama kali dikenal pada abad XVI di Prancis yaitu :
a. Diplomacie
Di indoenesia sama dengan departemen luar negeri . Tugasnya
adalah penghubung antar negara, dulu penghubung antar Raja.
b. Difencie
Di Indonesia sama dengan Departemen pertahanan dan kemanan.
Tugas uang di jalankannya adalah masalah keamanan dan
pertahanan negara.
c. Financie
Di indonesia sama dengan Departemen keuangan, yang bertugas
menyediakan keuangan Negara
d. Justicie
Di Indonesia sama dengan departemen kehakiman dan Departemen
Dalam Negeri, tugasnya menjaga ketertiban perselisihan antar
warga negara dan urusan dalam Negara.
e. Policie
Bertugas mengurus kepentingan negara yang belum menjadi
wewenang dari Departemen lainnya (keempat departemen diatas)10.
John Locke membagi kekuasaan negara dalam tiga fungsi, tetapi
berbeda isinya. Menurut John Locke, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu
meliputi :
9 Titik Triwulan Titik, Eksistensi, Kedudukan dan wewenang Komisi Yudisia Sebagai
Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, h.48.
10 Abu Daud Busrah, ilmu Negara, , ( Palembang : PT Bumi aksara, 1989 ), h. 84
16
1) fungsi legislatif.
2) fungsi eksekutif.
3) fungsi federatif.11
Fungsi legislatif merupakan fungsi kekuasaan negara yang memiliki
kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan. Fungsi
eksekutif memiliki peran sebagai pelaksana dari peraturan yang telah
dibentuk oleh legislatif. Sedangkan fungsi federatif merupakan cabang
kekuasaan yang memiiki kewenangan untuk berhubungan dengan luar
negeri. menurut John Locke fungsi mengadili adalah termasuk tugas dari
eksekutif. Teori John locke diatas kemudian disempurnakan oleh
Montesquieu. Dia membagi negara menjadi 3 fungsi tetapi masing-masing
fungsi itu terpisah dan dilaksanakan oleh lembaga yang terpisah pula12.
Monstequieu membagi tiga cabang kekuasaan negara yang memiliki
perbedaan dengan teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh John
Locke. Adapun tiga cabang kekuasaan tersebut yaitu :
a) Kekuasaan Yudikatif
Montesquieu menganalisis kekuasaan yudikatif, menyatakan
bahwa kekuasaan seperti itu harus dilaksanakan oleh para hakim
dan bahwa para tertuduh memiliki hak untuk diadili oleh orang-
orang yang kedudukannya setara dengan mereka dan bahwa ada
pengecualian tertentu mengenai jabatan hakim ini. Ia menambahkan
11 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 283
12 Abu Daud Busrah, ilmu Negara, h. 84
17
bahwa hanya dalam kasus-kasus yang sangat khusus hak habeas
corpus bisa dicabut13.
b) Kekuasaan Legislatif
Montesquieu selanjutnya membahas tentang kekuasaan
legislatif. Ia mengawali dengan mendisusikan bahwa dalam cabang
legislatif pemerintahan diperlukan adanya perwakilan, suatu ciri
yang jelas tidak terdapat terdapat dalam demokrasi langsung14.
Dalam cabang kekuasaan ini Montesquie menghendaki satu cabang
kekuasaan yang berisikan perwakilan rakyat. Hal tersebut tentu
berbeda dengan model demokrasi langsung yang mengidealkan
bahwa roda pemerintahan dijalankan oleh seluruh warga negara.
Untuk memastikan peran serta orang-orang yang berkecukupan
dan berasal dari keturunan istimewa dalam cabang legislatif
pemerintahan, Montesquieu menganjurkan sistem legislatif dua
kamar, berupa satu majelis rendah dan satu majelis tinggi yang
terdiri atas orang-orang dari keturunan tinggi.15. Dalam kekuasaan
legislatif ini memiliki kewenangan untuk membentuk undang-
undang. Hal tersebut tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh
pemikiran pemisahan kekuasan yang dicetuskan John Locke
c) Kekuasaan Eksekutif
Montesquieu melakukan analisis kekuasaan eksekutif.
Sebelumnya Montesquieu berpendapat bahwa demi efisiensi,
kekuasaan eksekutif harus berada ditangan seorang individu,
seorang raja. Sekarang Montesquieu membahas tentang hak
13 Montesquieu, The Spirit of Laws Dasar-dasar Ilmu Hukum dan ilmu politik (Bandung:
Nusamedia,2007). h. 187.
14 Montesquieu, The Spirit of Laws Dasar-dasar Ilmu Hukum dan ilmu politik. h. 187.
15 Montesquieu, The Spirit of Laws Dasar-dasar Ilmu Hukum dan ilmu politik, h. 187.
18
eksekutif untuk memveto undang-undang, terutama undang-undang
mengenai keuangan.16Perbedaan pemisahan kekuasaan yang
dikemukakan oleh Montesquieu terletak pada fungsi cabang
kekuasaan federatif dan yudikatif. Oleh Montesquieu fungsi
federatif disatukan dengan fungsi eksekutif, dan fungsi mengadili
dijadikan fungsi yang berdiri sendiri. Hal tersebut dapat dimengerti
bahwa tujuan dari Montesquieu untuk memperkenalkan trias
politica adalah untuk kebebasan berpolitik (melindungi hak-hak
asasi manusia) yang hanya dapat dicapai dengan kekuasaan
mengadili (lembaga yudikatif) yang berdiri sendiri17.Sedangkan
dalam konsep pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh John
Locke, fungsi mengadili adalah termasuk tugas dari eksekutif18dan
fungsi federatif atau mengurusi urusan luar negeri dan urusan
perang dan damai berdiri sendiri dalam satu cabang kekuasaan.
Selanjutnya teori atau konsep pemisahan kekuasaan juga dikemukakan
oleh seorang sarjana hukum dari Negeri Belanda, yaitu van Vollen Hoven.
Menurut Van Vollen Hoven fungsi negara itu dibagi menjadi 4 fungsi
cabang kekuasaan, yaitu:
a) Regeling (membuat peraturan )
b) Bestuur ( menyelenggarakan pemerintahan )
c) Rechtpraak ( fungsi mengadili )
d) politie ( fungsi ketertiban dan keamanan )19
16 Montesquieu, The Spirit of Laws Dasar-dasar Ilmu Hukum dan ilmu politik. h. 188.
17 Abu Daud Busrah, ilmu Negara. h. 85.
18 Abu Daud Busrah, ilmu Negara. h. 84.
19 Abu Daud Busrah, ilmu Negara. h. 85.
19
Ajaran dari Van Vollen Hoven ini dikenal dengan teori atau ajaran
catur praja. Jika kita perhatikan dalam ajaran atau teori pemisahan
kekuasaan yang dikemukakan oleh Van Vollen Hoven adanya satu cabang
kekuasan baru yang berdiri sendiri yaitu fungsi menjaga ketertiban dan
keamanan.
Dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli yang telah
disebutkan. Mereka memiliki pandangan masing-masing mengenai fungsi
cabang kekuasaan. Dalam perbedaan tersebut tentu juga masih ada
persamaan. Seperti misalnya antara Montesquie dan John locke yang hanya
memiliki sedikit perbedaan, jika John locke menganggap bahwa kekuasaan
mengadili dijalankan oleh cabang kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
untuk berhubungan dengan dunia Internasional dilakukan oleh satu cabang
tersendiri. Sedangkan menurut dari montesquie kekuasan mengadili
dilakukan oleh satu cabang kekuasaan tersendiri yang disebut cabang
kekuasan yudikatif. Dan kekuasaan untuk berhubungan dengan dunia
Internasional dilakukan oleh cabang kekuasaan ekesekutif.
Disamping itu ada juga yang membagi cabang kekuasaan menjadi
beberapa bagaian. Seperti yang dikutip dari Astim Riyanto dalam bukunya
yang berjudul teori konstitusi, C.F. Strong membaginya menjadi 6 cabang
kekuasaan, yaitu :
a) Kekuasaan Eksekutif
b) Kekuasaan Legislatif
c) Kekuasaan Yudikatif
d) Kekuasaan Administratif
e) Kekuasaan Militer/Pertahanan Negara
20
f) Kekuasaan Diplomatic20.
Kemudian, tidak diragukan lagi bahwa teori trias politica sangat perlu
diaplikasikan dalam suatu sistem pemerintahan yang baik. Tujuannya
penerapan teori trias politica dalam suatu sistem pemerintahan antara lain
untuk mencapai hal-hal sebagai berikut :
a) Menjaga pelaksanaan prinsip demokrasi dan perlindungan hak-hak
rakyat dengan tidak memberikan atau menumpukkan kewenangan
pada satu tangan. Jadi menghindari kemungkinan terjadinya tirani
dalam suatu pemerintahan.
b) Efisiensi pelaksanaan roda pemerintahan, dengan masing-masing
cabang pemerintahan menjalankan tugas sesuai fungsi dan
keahliannya.
c) Pemberian kewenangan kenegaraan kepada pihak-pihak yang
berbeda menyebabkan adanya saling bersaing secara sehat antara
satu cabang pemerintahan dengan cabang pemerintahan lainnya,
sehingga masing-masing akan memberikan prestasi secara sebaik
mungkin.
d) Memberikan kewenangan kenegaraan kepada pihak yang berbeda-
beda memungkinkan cabang pemerintahan yang satu saling
mengawasi terhadap cabang pemerintahan yang lain, sehingga
dapat dideteksi dan dicegah secara dini terhadap kemungkinan
adanya penyalahgunaan kewenangan.
e) Menjaga agar sistem pemerintahan berjalan dengan objektif,
dengan menghindari dipengaruhinya kekuasaan negara oleh
sekelompok orang tertentu yang mempunyai bargaining position.
Tipis kemungkinan pihak-pihak tersebut dapat mempengaruhi
20 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat), (Jakarta, refika aditama, 2011).
h.106.
21
pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus. Tapi jka untuk
hanya mempengaruhi satu cabang pemerintahan saja masih
mungkin terjadi21
Namun demikian, harus diakui pula bahwa meskipun penerapan
prinsip pemisahan kekuasaan dalam suatau negara demokratis sudah menjadi
suatu kebutuhan yang nyata, tetapi banyak juga kritikan dari segi
penerapannya yang ditujukan terhadap konsep pemisahan kekuasaan.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Dengan menerapkan doktrin trias politica, sistem pemerintahan
menjadi tidak efisien, karena roda pemerintahan sulit atau lamban
dapat dijalankan oleh pihak eksekutif, karena terlalu banyak
batasan atau campur tangan pihak pemerintahan yang lain.
Konsensus tidak selamanya mudah dicapai, dan kalaupun dapat
tercapai, prosesnya panjang dan memerlukan waktu yang lama.
Dari segi tertentu, ajaran trias politica bertentangan dengan konsep
demokrasi itu sendiri. Sebab, ajaran trias politica ini dapat
mengambat pendapat popular dalam masyarakat untuk
mengadakan perubahan tertentu. Karena, dalam hal ini, terhadap
banyak hal, bukan hanya para wakil rakyat saja yang berbicara dan
memutuskan.
b) Trias politica mengintervensi proses demokratis, karena dapat
menghambat pelaksanaan pendapat mayoritas yang populer untuk
melakukan perubahan yang cepat
c) Pemberian kekuasaan yang relatif besar terhadap parlemen sebagai
badan legislatif dapat menyebabkan terjadinya pemerintahan sesuai
pesanan pihak pressure group atau interest group, karena
seringkali parlemen dipengaruhi oleh group group tersebut.
21 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat) .h.106.
22
d) Adanya kecenderungan universal untuk memberikan kekusaan
yang lebih besar kepada badan eksekutif, sehingga parlemen
seyogiyanya hanya dikembalikan kepada status asalnya yang hanya
memformulasikan suatu undang-undang dengan atau tanpa
prsetujuan presiden.
e) Penerapan ajaran trias politica cenderung kepada pembentukan
banyak lembaga negara, yang umumnya dilakukan oleh badan
eksekutif (padahal lembaga tersebut termasuk juga memiliki
kewenangan legislatif atau judicial), yang telah menyebabkan
pergesaran dari framework dasar dari ajaran trias politica22
Teori pemisahan kekuasaan dalam penelitian ini begitu sangat penting
untuk di ulas untuk mejawab pertanyaan dalam permasalahn penelitian ini.
Peneliti juga tidak hanya menyajikan teori pemisahan kekuasaan oleh satu
ahli hukum saja, melainkan juga menyertakan beberapa pendapat untuk
menjadikan permasalahan dijawab secara komprehensif.
2. Teori Negara Hukum
Pemikiran tentang negara hukum sudah ada sejak zaman Yunani kuno,
hal tersebut dapat kita lihat di antaranya karya Aristoteles dan Plato.
Aristoteles mengartikan negara hukum sebagai negara yang berdiri diatas
hukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya. Dalam pengertian
Aristoteles tentang negara hukum ini warga negara dikonsepsikan ikut serta
dalam permusyawaratan negara (ecclesia). Dengan kata lain, warga negara
secara aktif ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan negara23. Latar
belakang timbulnya pemikiran negara hukum itu merupakan reaksi
22 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat) .h.107. 23 Dewa Palguna, Pengaduan Konstitusional ( constitutional complaint ) Upaya Hukum
Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, ( Batubulan: Sinar Grafika, 2013 ), h. 43.
23
terhadap kesewenang-wenangan di masa lampau. Oleh karena itu, unsur-
unsue negara hukum mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah dan
perkembangan masyarakat dari suatu bangsa.24
Moh. Kusnardi dalam bukunya yang berjudul ilmu negara
mengatakan, Keadilan menjadi penekanan dalam Negara Hukum, menurut
Aristoteles, karena merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan warga
negara. Sementara itu,sebagai dasar dari keadilan itu perlu diajarkan rasa
susila kepada setiap manusia. Bagi Aristoteles, peraturan yang sebenarnya
adalah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar-warga
negara. Dengan jalan pikiran demikian, maka dalam pandangan Aristoteles
yang memerintah dalam negara itu sesungguhnya bukanlah manusia
melainkan pikiran yang adil yang tertuang dalam peraturan hukum,
sedangkan penguasa hanyalah memegang hukum dalam keseimbangan
saja25.
Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan
dengan menggunakan dengan menngunakan istilah Jerman, yaitu
rechtstaat antara lain oleh Immanuel Kant, Paul laband, Julius Stahl,
Fichte. Adapun dalam tradisi Anglo Amerika konsep negara hukum
dikembangkan dengan sebutan the rule of law yang dipelopori oleh
A.V.Dicey. selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah
nomokrasi (nomocratie) yang berarti penentu dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara adalah hukum. Menurut Stahl, konsep negara hukum
yang disebut dengan istilah rechtstaat mencakup empat elemen penting
yaitu :
24 Ni’matil Huda, Ilmu Negara, (Yogyakarta, Rajawali Pers, 2010). h. 10
25 Dewa Palguna, Pengaduan Konstitusional (constitutional complaint ) Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, h. 44.
24
a. Perlindungan hak asasi manusia
b. Pembagian kekuasaan .
c. Pemerintah berdasarkan undang-undang
d. Peradilan tata usaha negara26
Sejak kelahirannya, konsep negara hukum atau rule of law ini memang
dimaksudkan sebagai usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa negara
agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas rakyatnya
(abuse of power, abus de droit)27. Dengan demikian berarti setiap
lembaga negara yang ada dalam sistem ketatanegaraan juga harus
semaksimal mungkin diupayakan agar tidak terjadi penumpukan
kekuasaan dalam satu lembaga negara sekaligus. Jimly Assiddiqie
kemudian membagi prinsip-prinsip penting untuk mewujudkan negara
hukum , yaitu :
a. Supremasi Hukum
b. Persamaan dalam Hukum (equality before the law).
c. Asas Legalitas (due process of law).
d. Pembatasan Kekuasaan.
e. Organ-organ penunjang independen.
f. Peradilan bebas dan tidak memihak.
g. Peradilan tata usaha negara.
h. Mahkamah Konstitusi (constitutional court).
i. Perlindungan hak asasi manusia.
j. Bersifat demokratis (democratishe rechtsstaat).
26 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011). h. 130.
27 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat) h.2.
25
k. berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare
rechtsstaat).
l. Transparansi dan kontrol sosial28
Selanjutnya, pengakuan terhadap teori trias politica dan teori check
and balances merupakan dokrin inti dari suatu negara hukum. Doktrin yang
berasal dari negara-negara Eropa barat ini kemudian dikembangkan dengan
baik di Amerika Serikat dan selanjutnya menyebar ke seluruh dunia dengan
berbagai variasi dan graduasi. Salah satu fase dari penjabaran doktrin trias
politica dan doktrin check and balances tersebut adalah penciptaan konsep-
konsep hukum agar dapat membatasi kekuasaan pihak eskekutif (Raja,
Perdana Menteri atau Presiden) yang cenderung sewenang-wenang. Antara
lain di implementasikan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Meningkatkan fungsi pengontrolan dari parlemen terhadap
Pemerintah.
b. Meningkatkan peran dari badan-badan pengadilan, antara lain
dengan memperkuat fungsi judicial review
c. Pengakuan terhadap due process of law, baik yang bersifat
prosedural maupun substantif.
d. Kesamaan perlakuan di antara rakyat dalam hukum dan
pemerintahan.
e. Prosedur pengadilan yang terbuka, adil, jujur, murah, cepat dan
efisien .
f. Pelaksanaan law enforcement yang baik dan benar.
g. Larangan terhadap penangkapan dan penahanan yang tidak sesuai
prosedur, penyitaan hak perorangan secara tidak sah, penyiksaan
dalam tahanan, denda yang berlebihan, hukuman yang kejam dan
28 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. h. 132
26
tidak lazim (cruel and unusual punishment), hukum yang berlaku
surut (ex post facto laws), dan lain-lain.
h. Perlindungan terhadap kaum marginal, orang terlantar, kaum
lemah, dan sebagainya.
i. Persamaan perlakuan tanpa melihat gender, warna kulit, suku,
golongan, agama, adat istiadat, dan sebagainya.
j. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya, seperti hak
bicara, berkumpul, berorganisasi, kebebasan beragama, hak pilih,
hak privasi, dan sebagainya.29
Jika kekuasaan negara terlalu dominan, maka demokrasi tidak akan
tumbuh karena selalu didikte dan dikendalikan oleh negara dimana yang
berkembang adalah otorianisme. Jika kekuasaan pasar terlalu kuat, melampaui
civil society dan Negara, berarti kekuatan modal (capital) dan kaum kapitalis
yang menentukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Demikian
pula jika kekuasan yang dominan adalah civil society, sedangkan pasar lemah,
maka yang akan terjadi adalah situasi chaos, messy, government-less, tanpa
arah yang jelas30. Tentang bagaimana seharusnya wajah sistem dalam suatu
negara hukum, ahli hukum terkenal, Lon Fuller dalam bukunya morality of
law The, menyebutkan sebagai berikut :
a. Hukum harus dituruti oleh semua orang, termasuk oleh penguasa
negara.
b. Hukum harus dipublikasikan
c. Hukum harus berlaku kedepan, bukan untuk berlaku surut.
d. Kaidah hukum harus ditulis secara jelas, sehingga dapat diketahui
dan diterapkan secara benar.
e. Hukum harus menghindari diri dari kontradiksi-kontradiksi
29 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat) .h.8-9.
30 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. h. 134.
27
f. Hukum jangan mewajibkan sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi
g. Hukum harus bersifat konstan sehingga ada kepastian hukum.
Tetapi hukum harus juga diubah jika situasi politik dan sosial telah
berubah.
h. Tindakan para aparat Pemerintah dan penegak hukum haruslah
konsisten dengan hukum yang berlaku31
Selain itu Munir Fuady menambah 7 elemen lagi agar suatu hukum
menjadi hukum yang baik dalam suatu tatanan negara hukum, yaitu :
a. Hukum yang dibuat secara sah oleh pihak yang memiliki
kewenangan yang sah.
b. Hukum harus memenuhi persyaratan yuridis, sosiologis, ekonomis,
moralitas. Filosofis, dan modern
c. Hukum harus selalu rasional.
d. Hukum harus bertujuan untuk mencapai kebaikan, keadilan,
kebenaran, ketertiban, efisiensi, kemajuan, kemakmuran, dan
kepastian hukum.
e. Hukum harus komunikatif, dan terbuka untuk diakses oleh
masyarakat.
f. Hukum harus aplikatif.
g. Hukum lebih baik mencegah pelanggaran daripada menghukum
pelanggaran. Hukum lebih baik mencegah daripada menghukum32
I Dewa Palguna mengutip dari Brian Z. Tamanaha dalam bukunya yang
berjudul on the rule of law. History, politics, theory, mengatakan terdapat
tiga hal yang menjadi substansi sentral dan saling berhubungan satu dengan
yang lainnya dalam gagasan negara hukum, baik yang berkembang dalam
31 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat) .h.9.
32 Munir Fuady, Negara Hukum Modern (rechtstaat) .h.10.
28
teori dan praktik di negara-negara Eropa Daratan (sebagaimana tampak
konsepsi rechtstaat dan etat de droit ) maupun negara-negara Anglo-saxon,
dalam hal ini Inggris dan Amerika Serikat ( sebagaimana tampak konsepsi
rule of law). Ketiga substansi sentral tersebut adalah :
a. Substansi yang memuat gagasan bahwa pemerintah (dalam arti
luas dibatasi oleh hukum).
b. Substansi yang memuat gagasan tentang legalitas formal.
c. Substansi yang memjuat gagasan bahwa hukumlah yang
memerintah atau berkuasa, bukan manusia33
Kemudian secara terperinci Munir Fuady, menyebutkan unsur-unsur
minimal yang penting dari suatu negara hukum,yaitu :
a. Kekuasaan lembaga negara tidak absolut
b. Berlakunya prinsip tria politica
c. Pemberlakuan sistem check and balances
d. Mekanisme pelaksanaan kelembagaan negara yang demokratis
e. Kekuasaan lembaga kehakiman yang bebas.
f. Sistem pemerintahan yang transparan.
g. Adanya kebebasan pers.
h. Adanya keadilan dan kepastian hukum
i. Akuntabilitas public dari pemeritntah dan pelaksanaan prinsip
good governance.
j. Sistem hukum yang tertib berdasarkan konstitusi.
k. Keikutsertaan rakyat untuk memilih para pemimpin di bidang
eksekutif, legislatif, bahkan juga judikatif sampai batas-batas
tertentu.
33 Dewa Palguna, Pengaduan Konstitusional ( constitutional complaint ) Upaya Hukum
Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara. h. 94
29
l. Adanya sistem yang jelas terhadap pengujian suatu produk
legislatif, eksekutif maupun judikatif untuk disesuaikan dengan
konstitusi. Pengujian tersebut dilakukan oleh pengadilan tanpa
menyebabkan pengadilan menjadi super body.
m. Dalam negara hukum, segala kekuasaan negara harus dijalankan
sesuai konstitusi dan hukum yang berlaku.
n. Negara hukum harus melindungi hak asasi manusia.
o. Negara hukum harus memberlakukan prinsip due process yang
substansial.
p. Prosedur penangkapan, penggeledahan, pemeriksaan, penyidikan,
penuntutan, penahanan, penghukuman, dan pembatasan-
pembatasan hak-hak si tersangka pelaku kejahatan haruslah
dilakukan secara sesuai dengan prinsip due process yang
procedural.
q. Perlakuan yang sama di antara warga negara di depan hukum.
r. Pemberlakuan prinsip majority rule minority protection.
s. Proses impeachment yang fair dan objektif
t. Prosedur pengadilan yang fair, efisien, reasonable, dan transparan.
u. Mekanisme yang fair, efisien, reasonable, dan transaparan tentang
pengujian terhadap tindakan aparat Pemerintah yang melanggar
hak-hak warga masyarakat, seperti melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Penafsirannya yang kontemporer terhadap konsep negara hukum
mencakup juga persyaratan penafsiran hak rakyat yang luas (termasuk hak
untuk memperoleh pendidikan dan tingkat hidup berkesejahteraan),
pertumbuhan ekonomi yang bagus, pemerataan pendapatan, dan sistem politik
dan pemerintahan yang moder.34
34 Munir Fuady, Negara Hukum Modern (rechtstaat) .h.11
30
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Adapun skripsi, buku, dan jurnal yang terkait dengan judul penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Skripsi Mohammad Fadloly, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011, dengan mengangkat judul “Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam “.
Dalam skripsi tersebut Mohammad Fadloly membahas KPPU yang ditinjau
dari sudut pandang tata negara Islam. Yang membedakan dengan penelitian
penulis adalah terkait sudut pandang atau perspektifnya. Penelitian ini
meninjau dari perspektif tatanegara Indonesia sedangkan skripsi Mohammad
Fadloly dari perspektif tatanegara Islam
2. Buku yang ditulis oleh Hermansyah dalam bukunya yang berjudul “Pokok-
Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia “. Dalam buku itu beliau
menguraikan mengenai tugas, wewenang serta fungsi KPPU berdasarkan
undang-undang. Yang membedakan dengan penelitian peneliti adalah,
peneliti membahas dari sudut pandang hukum kelembagaan negara,
sedangkan Hermansyah fokus terhadap sudut pandang hukum bisnis.
3. Jurnal yang ditulis oleh Rain mantili dkk, dengan judul
“PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA
di INDONESIA DALAM RANGKA MENCIPTAKAN KEPASTIAN
HUKUM”. Dalam jurnal tersebut diuraikan peran KPPU dalam penegakan
hukum persaingan usaha. Sedangkan penelitian ini hanya membahas
mengenai struktur kedudukan KPPU dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
31
BAB III
KOMISI PENGAWAS PERSAIANGAN USAHA MENURUT UNDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
A. Sejarah Pembentukan Komisi pengawas Persaingan Usaha
Untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, kompetetif dan mencegah
praktik-praktik monopoli (monopolistik) serta persaingan usaha tidak sehat,
pada tahun 1999 diadakan pengaturan mengenai hukum persaingan
usahasebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat1
Sejarah lahirnya Undang-undang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat tidak dapat dilepaskan dari peristiwa reformasi.
Pada dasarnya reformasi jualah yang melahrikan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999. Pada tahap-tahap awal reformasi muncul ketakutan rakyat
terhadap fakta bahwa perusahan-perusahaan besar yang disebut konglomerat
menikmati pangsa pasar terbesar dalam perekonomian Indonesia, dan dengan
berbagai cara berusaha untuk mengatur supply barang atau jasa serta
menetapkan harga secara sepihak. Koneksi yang dibangun dengan birokrat
membuka kesempatan luas untuk menjadi pemburu rente dengan
memanfaatkan proteksi dan berbagai fasilitas dari negara, akibatnya ketika
guncangan ekonomi datang nyaris semua ekonomi rontok2.
Andi Fahmi, dkk dalam bukunya yang berjudul Hukum Persaingan Usaha
Antara Teks dan Konteks mengatakan bahwa latar belakang penyusunan
undang-undang anti monopoli adalah perjanjian yang dilakukan antara dana
1 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Banjarmasin,sinar Grafika, 2012). h. 42
2 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, h. 43
32
moneter internasional (IMF) dengan pemerintah Republik Indonesia pada
tanggal 15 januari 1998. Dalam perjanjian tersbut, IMF menyetujui pemberian
bantuan keuangan negara Republik Indonesia sebesar US$ 43 milliar yang
bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi, akan tetapi dengan syarat
Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu3.
Jika kita perhatikan pada dasarnya pembentukan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tidak dapat kita pisahkan dari tujuan-tujuan praktis yaitu untuk
mendapatkan kucuran keuangan dari IMF. Namun hal tersebut bukan berarti
undang-undang tersebut menjadi peraturan yang tidak baik. Undang-undang
tersebut merupakan hal sangat positif bagi berlangsungnya kegiatan usaha di
Indonesia meskipun kita akui masih banyak kekurangan yang harus
diperbaiki.
Lembaga yang akan menjadi penjaga untuk tegaknya peraturan persaingan
merupakan syarat mutlak agar peraturan persaingan usaha dapat lebih
operasional. Pemberian kewenangan khusus kepada suatu komisi untuk
melaksanakan suatu peraturan di bidang persaingan usaha merupakan suatu
hal yang lazim dilakukan oleh kebanyakan negara4. Di Amerika serikat, sudah
lama sekali berlaku undang-undang yang melarang praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Bahkan sebelum berlakunya undang-undang itu,
pengadilan Amerika Serikat telah memberikan putuan-putusan mengenai
larangan praktik monopoli dan persainghan usaha tidak sehat bedasarkan
common law5. Diawali dengan the Sherman antitrust act pada tahun 1980,
3 Muhammad Fadloly, “Komisi prngawas persaingan usaha dalam perspektif ketatanegaraan
islam”, skripsi, (Perpustakaan Uin jakarta, 2011). h. 39
4 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Banjarmasin,sinar Grafika, 2012). h. 44
5 Rachmadi usman, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, (Banjarmasin, Sinar Grafika, 2013). h. 16.
33
yang mengatur hukum antimonopoli dan persaingan usaha pertama kali di
Amerika Serikat, yang kemudian dibarui dan dilengkapi berturut-turut dengan
perundang-undangan lainnya.6.
Sejak 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia mengenai
perlunya perundang-undangan antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang
luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980,
dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang dianggap sangat
kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau
partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan menyingkirkan pelaku
usaha kecil dan menengah melalui praktik usaha yang kasar serta berusha
untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang serta
pasar keuangan.7 Di beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 yang mengadopsi ketentuan dalam hukum persaingan usaha
negara barat misalnya berkaitan dengan ketentuan monopoli yang dilarang
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tidak didasarkan pada struktur
pasar akan tetapi didasarkan kepada perilaku dari pelaku usaha yang
melakukan praktek monopoli seperti halnya yang juga terdapat dalam hukum
anti monopoli dibeberapa negara lain. Begitu juga halnya dengan dengan
beberapa jenis perjanjian yang yang dilarang dalam dalam undang-undang
nomor 5 tahun 1999 seperti oligopoli, penetapan harga, pembagaian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust oligopsoni, integrase vertical, perjanjian tertutup,
perjanjian dengan pihak asing yang memuat ketentuan mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli yang memiliki
6 Rachmadi usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, h. 16.
7 Muhammad Fadloly, “Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”,.h. 39.
34
persamaaan dengan ketentuan hukum persaingan usaha seperti dalam
UNCTAD model law competition
Susanti Adi Nugroho mengatakan bahwa Undang-Undang larangan
paraktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan kelengkapan
hukum yang diperlukan dalam suatu perekonomian yang menganut
mekanisme pasar. Disatu pihak undang-undang ini diperlukan untuk
menjamin agar kebebasan bersaing dalam perekonomian dapat berlangsung
tanpa hambatan, dan di lain pihak UU ini juga berfungsi sebagai rambu-rambu
untuk memagari agar tidak terjadi praktik-praktik ekonomi yang tidak sehat
dan tidak wajar8. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang juga
melahirkan sebuah lembaga negara independen tidak terlepas dari masa
pemerinatahan orde baru, dimasa itu sangat banyak terjadi monopoli,
oligopoli, dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang, seperti
monopoli, terigu, monopoli cengkeh, monopoli jeruk, monopoli pengedaran
film, dan masih banyak lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan
beberapa konglomerat besar di Indonesia juga bermula dari tindakan
monopoli dan persaingan usaha curang lainnya, yang di biarkan saja bahkan
didorong oleh pemerintah saat itu9.
Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila banyak sekali akademisi
dan praktisi hukum dan ekonomi yang menginginkan untuk di bentuk suatu
undang-undang tentang anti monopoli meskipun permintaan tersebut tidak
langsung di sambut atau di realisasikan oleh pemerintahan saat itu.
Sebagaimana alasan yang telah di uraikan sehingga perlu kiranya di
bentuk suatu lembaga negara yang sifatnya independen untuk menegakkan
8 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta, Kencana,2012).
h.2.
9 Rachmadi usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, h. 23.
35
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Selain undang-undang tersebut,
keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha di pertegas lagi oleh
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Dalam Pasal 30 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor Tahun 1999 dikatakan “untuk mengawasi
pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha
yang selanjutnya disebut komisi”. Kemudian dalam pasal 34 (1) mengatakan
bahwa “pembentukan komisi serta susunan organisasi, tugas dan fungsinya
ditetapkan dengan keputusan presiden”. Selanjutnya pembentukan komisi
pengawas persaingan usaha di pertegas lagi dalam pasal 1 (1) yang berbunyi
“dengan keputusan ini dibentuk komisi pengawas persaingan usaha yang
selanjutnya disebut komisi”. Keputusan Presiden nomor 75 tahun 1999 telah
di ubah melalui Peraturan Presiden nomor 80 tahun 2008.
B. Kedudukan, susunan keanggotaan, Tugas dan Kewenangan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
1. Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KPPU dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dipertegas lagi melalui Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1999
sebagaimana yang telah diubah melalui peraturan presiden nomor 80
tahun 2008. Pembentukan komisi pengawas persaingan usaha dalam
rangka melarang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.10
Pada konteks kelembagaan suatu negara, keberadaan KPPU
merupakan lembaga negara yang bersifat komplementer (state auxiliary)
yang mempunyai tugas multi kompleks dalam mengawasi gerak, langkah,
dan praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku
10 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta, Sinar Grafika,2010). h. 220.
36
usaha11. Lembaga KPPU dibentuk berdasarkan alasan filosofis dan
sosiologis, alasan filosofis yang dijadikan dasar pembentukan yaitu dalam
mengawasi pelaksaanaan suatu aturan hukum di perlukan suatu lembaga
yang mendapat kewenangan dari negara (Pemerintah dan rakyat), dengan
kewenangan yang berasal dari rakyat ini diharapkan lembaga KPPU dapat
menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik baiknya serta dapat
sedapat mungkin mampu bertindak secara independen. Adapun alasan
sosiologis yang dijadikan dasar pembentukan KPPU, Karena menurunnya
citra pengadilan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara serta
beban perkara pengadilan yang sudah menumpuk12.
Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi
Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana yang telah di ubah melalui
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 mengatakan bahwa :
ayat (1) komisi berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
ayat (2) apabila diperlukan, komisi dapat membuka kantor perwakilan di
provinsi.
ayat (3) persyaratan dan tata kerja kantor perwakilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di atur lebih lanjut oleh komisi.
Dalam pasal 3 tersebut di atur secara jelas bahwa Komisi Pengawas
Persaingan Usaha merupakan sebuah lembaga atau komisi negara yang
berkedudukan di ibu Kota negara Republik Indonesia. Kemudian dalam
ayat selanjutnya membuka kemungkinan untuk dibukanya suatu kantor
perwakilan di sebuah provinsi. Kata dapat dalam ayat tersebut memiliki
makna fakultatif atau bersifat pilihan.
11 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, h. 49
12 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, h. 49
37
2. Susunan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Pengaturan mengenai susunan keanggotaan atau organisasi KPPU di
sebutkan dalam ketentuan pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
yang menyatakan bahwa:
(1) komisi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil
ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang
anggota.
(2) Anggota komisi diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(3) Masa jabatan anggota komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan
dalam keanggotaan komisi, maka masa jabatan anggota dapat
diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Kemudian dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
diatur persyaratan keanggotaan komisi :
1. Warga negara republik Indonesia, berusia sekurang kurangya 30 (tiga
puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat
pengangkatan.
2. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
4. Jujur, adil, dan berkelakuan baik.
5. Bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia
6. Berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan
keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi.
7. Tidak pernah dipidana.
8. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, dan
38
9. Tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga mengatur
alasan mengenai berhentinya keanggotaan komisi, yaitu dalam pasal 33:
a. Meninggal dunia.
b Mengundurkan diri atas permintaan sendiri.
c. Bertempat tinggal diluar wilayah negara Republik Indonesia.
d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.
e. Berakhirya masa jabatan keanggotaan komisi, atau
f. Diberhentikan.
Kemudian dalam pasal 34 dikatakan bahwa:
(1). Pembentukan komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya
ditetapkan dengan keputusan presiden.
(2). Untuk kelancaran tugas, komisi dibantu oleh sekretariat.
(3). Komisi dapat membentuk kelompok kerja
(4). Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat
dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan komisi.
3. Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha diatur di dalam pasal 35
undang-undang nomor 5 tahun 1999, yaitu :
a. Melakukan Penilaian terhadap perjanjian yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana di atur dalam pasal 4 sampai dengan
pasal 16.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dana tau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di
atur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya
penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan
39
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28
d. Mengambil tindakan sesuai dengan dengan wewenang komisi
sebagaimana di atur dalam pasal 36
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat
f. Menyusun pedoman dana tau publikasi yang berkaitan dengan
undang-undang ini
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada
Presiden dari Dewan Perwakilan Rakyat
Tugas Komisi pengawas persaingan usaha dipertegas lagi oleh Keppres
nomor 75 tahun 1999 sebagaimana yang telah di ubah melalui Peraturan
Presiden Nomor 80 Tahun 2008. Dalam keputusan presiden tersebut yang
telah diubah melalui Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tidak ada
perubahan, penambahan maupun pengurangan mengenai tugas komisi
pengawas persaingan usaha sebagaimana yang di atur dalam Undang-
Unndang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Adapun fungsi komisi pengawas Persaingan usaha hanya di atur dalam
Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah
melalui Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2008. Pasal 5 Keputusan
Presiden Nomor 75 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan
Peraturan Presiden nomor 80 tahun 2008:
a. Penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyakahgunaan
posisi dominan
b. Pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan
c. Pelaksanaan administratif
40
Dengan demikian pada prinsipnya, tugas dan fungsi KPPU tersebut
melalukan kegiatan penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha dan
penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan para pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dana tau persaingan usaha tidak
sehat13
4. Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Kewenangan komisi Pengawas Persaingan Usaha diatur dalam pasal 36
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, kewenangannya meliputi :
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak
sehat
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adaanya kegiatan usaha dana tau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dana tau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku
usaha, saksi, ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan
huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi.
4. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang ini ini
5. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.
6. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
pelaku usaha lain atau masyarakat.
13 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia. h. 76.
41
7. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat
8. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Jika kita perhatikan dari 8 poin kewenangan yang dimiliki oleh
lembaga KPPU mencerminkan bahwa kewenangannya tersebut sangat
luas, karena ada unsur wewenang administratif, ada unsur quasi legislative
power, dan unsur quasi judicial power14.
5. Mekanisme Pertanggungjawaban KPPU
Komisi Pengawas Persaingan usaha merupakan sebuah lembaga
negara bantu yang juga memiliki sistem pertanggung jawaban. Sistem
pertanggungjawaban KPPU dapat kita lihat dalam pasal 30 undang-undang
nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Pasal 30 mengatakan:
(1). Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut komisi.
(2). Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain.
(3). Komisi bertanggung jawab terhadap presiden.
Dari pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut dapat kita
pahami bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha bertanggung jawab
terhadap Presiden. Sejauh ini belum ada pola atau sistem tetap mengenai
pertanggung jawaban sebuah lembaga negara, khususnya lembaga negara
bantu. Sebagai perbandingan, lembaga komisi pemberantasan korupsi juga
merupakan lembaga negara bantu dan juga memiliki sistem
pertanggungjawaban. Dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
14 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia. h. 78
42
disebutkan sistem pertanggungjawaban Komisi Pemberantasan Korupsi,
yaitu:
(1). Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada publik atas
pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan
berkala kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Berdasarkan undang-undang tersebut dapat kita lihat perbedaan
perbandingan sistem pertanggung jawaban antara komisi pengawas
persaingan usaha dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai undang-
undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, KPPU bertanggung jawab kepada Presiden.
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan Undang-Undang
nomor 30 tahun 2002 bertanggung jawab kepada publik. Dengan begitu
hingga saat ini memang belum ada suatu konsep baku mengenai mekanisme
pertanggung jawaban sebuah lembaga negara, khususnya lembaga negara
bantu.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 maupun Keputusan
Presiden nomor 75 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah melalui
Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2008 tidak dijelaskan secara rinci
mengenai mekanisme pertanggung jawaban Komisi Pengawas Persaingan
usaha tersebut. Mekanisme pertaggungjawaban Komisi Pengawas Persaingan
Usaha hanya disebutkan dalam satu ayat di dalam pasal 30 undang-undang
nomor 5 tahun 1999.
43
BAB IV KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA
A. Analisis Tugas dan Kewenangan KPPU Dalam Perspektif Teori Pemisahan
Kekuasaan
Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan disebutkan lagi dalam Keputusan Presiden nomor
75 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah melalui Peraturan Presiden Nomor 80
Tahun 2008. Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha diatur dalam pasal 36
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, kewenangannya meliputi:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adaanya kegiatan usaha dana tau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dana tau
persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, ahli, atau setiap
orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan komisi.
4. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini
5. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dana tau pemeriksaan
6. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat
7. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat
44
8. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang ini.
Tugas komisi pengawas persaingan usaha diatur di dalam pasal 35 Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu:
a. Melakukan Penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di atur
dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dana tau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha
tidak sehat sebagaimana di atur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan
pasal 28.
d. Mengambil tindakan sesuai dengan dengan wewenang komisi sebagaimana di atur
dalam pasal 36.
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Memperhatikan kewenangan yang di miliki oleh lembaga KPPU maka dapat
diklasifikasikan dalam berbagai kewenangan sebagai berikut:
1. Menerima Pengaduan Masyarakat
Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang menerima dan menindaklanjuti
berbagai pengaduan masyarakat berkaitan dengan adanya kegiatan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat1. Kewenangan menerima pengaduan
dari masyarakat yang dimiliki oleh KPPU tersebut merupakan sebagai
1 Muhammad Fadloly, “Komisi prngawas persaingan usaha dalam perspektif ketatanegaraan islam”,
skripsi, (Ciputat), 2011). h 61.
45
implementasi dari kedudukan KPPU sebagai lembaga negara yang memiliki
fungsi untuk menjaga kondusifitas dari persaingan usaha yang ada di Indonesia.
2. Investigatif
Selain “menunggu” pengaduan dari masyrarakat, Komisi Pengawas Persaingan
usaha (KPPU) juga memiliki kewenangan aktif yaitu melakukan langkah-langkah
investigasi terhadap adanya dugaan dan atau patut diduga berkaitan dengan
kegiatan yang mengarah terjadinya praktek-praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat2. Kewenangan yang dimiliki oleh KPPU tersebut merupakan
sebuah langkah lanjutan dari kewenangan menerima pengaduan dari masyarakat
yang dimiliki oleh KPPU. Kewenangan Investigatif lembaga KPPU tersebut
dapat kita lihat dalam kewenangannnya untuk melakukan penelitian,
penyelidikan, dan juga pemeriksaan.
3. Eksekutor
Dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), memiliki
kewenangan untuk mengajukan tuntutan melalui pemanggilan terhadap pelaku
usaha yang diduga melanggar, pemanggilan saksi-saksi yang diperlukan serta
menjatuhkan sanksi administrative bagi pelaku usaha yang terbukti melanggar
undang-undang anti monopoli3. Kewenangan KPPU dalam memberikan sanksi
seringkali dipermasalahkan oleh berbagai kalangan dengan alasan utama yaitu
terlampau besarnya kewenangan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Meskipun
begitu yang perlu kita ketahui bahwa putusann administrative yang di jatuhkan
oleh lembaga KPPU tersebut masih dapat di ajukan keberatan terhadap
Pengadilan Negeri dan selanjutnya ke Mahkamah Agung. Pengajuan keberatan
bagi pihak yang tidak menerima putusan KPPU tersebut di atur dalam pasal 44
dan 45 Undang-Undaang Nomor 5 Tahun 1999.
4. Koordinatif
2 Muhammad Fadloly, “Komisi prngawas persaingan usaha dalam perspektif ketatanegaraan islam”..h. 61
3 Muhammad Fadloly, “Komisi prngawas persaingan usaha dalam perspektif ketatanegaraan islam”. h. 62
46
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, Komisi Pengawas Persaingan
Usaha berwenang berkoordinasi (bekerjasama dengan pihak-pihak yang di
butuhkan termasuk dengan pihak penyidik)4 kewenangan melakukan koordinasi
dengan pihak-pihak terkait merupakan sebuah kewenangan yang di butuhkan
dalam rangka menjalankan tugas serta kewenangan yang di miliki oleh lembaga
tersebut.
Setelah peneliti mengklasifikasikan kewenangan yang di miliki oleh lembaga
KPPU, peneliti juga akan mengklasifikasikan beberapa tugas yang di miliki oleh
lembaga tersebut:
1. Monitoring
Salah satu tugas pokok Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah
melakukan monitoring (pengawasan) bagi setiap pelaku usaha di indonesia
untuk tidak mempraktekkan segala bentuk tindakan monopoli dan
persaingan usaha yang tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 19995
2. Publikasi
Sebagai salah satu langkah prefentif sekaligus memberikan edukasi
terhadap masyarakat, KPPU memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi
mengenai penyusunan pedoman regulasi dan publikasi undang-undang
nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat6
3. Konsultatif
Dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha memiliki tugas untuk
memberikan saran dan pertimbangan KPPU diperlukan untuk mengawal
setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian
4 Muhammad Fadloly, “Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”. h.
62.
5 Muhammad Fadloly, “Komisi Prngawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”. h. 57.
6 Muhammad Fadloly, “Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”. h.58.
47
agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat7
4. Pelaporan
Komisi pengawas persaingan usaha sesuai dengan pasal 35 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Laranga Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam huruf g disebutkan salah satu tugas
lembaga tersebut adalah melakukan pelaporan secara berkala terhadap
presiden dan juga Dewan Perwakilan Rakyat Indonesa.
Konsep trias politica, berasal dari bahasa Yunani yang artinya politik tiga
serangkai. Menurut Montesquieu, ajaran trias politica dikatakan bahwa dalam tiap
pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang
oleh satu tangan saja, melainkan harus masing-masing kekuasaan itu terpisah. Ismail
suny dalam bukunya yang berjudul pembagian kekuasaan negara mengatakan teori
pemisahan kekuasaan pertama kali dipopulerkan secara ilmiah oleh John Locke
seorang filsof berkebangsaan inggris (1632-1704) dalam bukunya Two treatises of
government, yang terbit tahun 1690. John Locke membagi kekuasaan dalam negara
menjadi tiga yaitu : pertama, kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif);
kedua, kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif); dan ketiga, kekuasaan
mengenai perang dan damai, membuat perserikatan dan aliansi serta segala tindakan
dengan semua orang dan badan-badan diluar negeri8
Selanjutnya teori atau konsep pemisahan kekuasaan juga dikemukakan oleh
seorang sarjana hukum dari Negeri Belanda, yaitu van Vollen Hoven. Menurut Van
Vollen Hoven fungsi negara itu dibagi menjadi 4 fungsi cabang kekuasaan, yaitu:
a. Regeling (membuat peraturan)
b. Bestuur (menyelenggarakan pemerintahan)
c. Rechtpraak (fungsi mengadili)
7 Muhammad Fadloly, “Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”.
h.58.
8 Suparto,” Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi Dan Kekuasaan Kehakiman Yang Independen Menurut Islam”, Jurnal Selat, IV, 1 (oktober, 2016).
48
d. politie ( fungsi ketertiban dan keamanan )9
1. Tugas dan kewenangan KPPU ditinjau dalam perspektif pemisahan
kekuasan John Locke
Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha diatur di dalam pasal 35 undang
undang nomor 5 tahun 1999, yaitu:
a. Melakukan Penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di atur
dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dana tau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana di atur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan
pasal 28.
d. Mengambil tindakan sesuai dengan dengan wewenang komisi sebagaimana di
atur dalam pasal 36.
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
f. Menyusun pedoman dana tau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang
ini
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dari
Dewan Perwakilan Rakyat
Kewenangan komisi pengawas persaingan usaha di atur dalam pasal 36
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, kewenangannya meliputi:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat
9 Abu Daud Busrah, ilmu Negara, , ( Palembang : PT Bumi aksara, 1989 ), h. 85
49
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adaanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dana tau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh
masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi,
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan komisi.
4. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini ini
5. Mendapatkan, meneliti, dana tau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dana tau pemeriksaan.
6. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat.
7. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
8. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang ini.
John Locke membagi kekuasaan negara dalam tiga fungsi. Adapun tiga
fungsi cabang kekuasaan tersebut yaitu:
1. Fungsi legislatif
2. Fungsi eksekutif
3. Fungsi federatif10
Fungsi legislatif merupakan sebuah fungsi yang dimiliki oleh cabang
kekuasaan atau organ kekuasaan untuk membentuk sebuah peraturan atau
undang-undang. Jika perhatikan dalam pasal 36 undang-undang nomor 5 tahun
1999 yang merinci kewenangan lembaga KPPU, maka jelas bahwa KPPU tidak
memiliki kewenangan dalam membentuk sebuah peraturan perundang-undangan.
10 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, ( Jakarta : PT Rajagrafindo persada, 2009 ), h.
283.
50
Selanjutnya fungsi eksekutif yang merupakan sebuah organ negara yang
memiliki fungsi untuk menjalankan sebuah undang-undang yang telah dibentuk
oleh organ atau cabang kekuasaan legislatif. Jika kita perhatikan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang merinci kewenangan KPPU. Dalam pasal 36
butir 3 disebutkan bahwa salah satu kewenangan KPPU melakukan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku
usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, ahli, atau setiap orang sebagaimana
dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi.
Penyelidikan merupakan sebuah kewenangan yang melekat dengan fungsi
eksekutif seperti halnya lembaga negara lain. Contoh lembaga negara lain yang
juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan adalah Kepolisian
Republik Indonesia.
Yang selalu menjadi perdebatan mengenai lembaga KPPU adalah
kewenangannya untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat dan juga menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
undang-undang ini. Sanksi administratif merupakan suatu kewenangan yang
melekat pada fungsi kekuasaan eksekutif, akan tetapi yang menjadi permasalahan
adalah terlampau besarnya kewenangan yang dimiliki oleh lembaga KPPU
sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Fungsi federatif menurut John Locke merupakan fungsi cabang kekuasaan
untuk melakukan suatu hubungan luar negeri. Abu Daud Busrah dalam buku ilmu
negara mengatakan bahwa fungsi federatif untuk mengurusi urusan luar negeri
dan urusan perang dan damai11. KPPU jelas tidak memiliki fungsi dalam
menjalankan hubungan luar negeri dan urusan perang dan damai.
11 Abu Daud Busrah, ilmu Negara, h. 84.
51
2. Tugas dan kewenangan KPPU ditinjau dalam perspektif pemisahan
kekuasan Montesquieu
Montesquieu dan John Locke hanya memiliki perbedaan pada fungsi
federatif dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Dalam bidang legislative dan
eksekutif, pendapat kedua sarjana ini tampaknya mirip12. Montesquieu lebih
menekankan tentang hak asasi manusia, sedangkan John locke cenderung
menekankan tentang hubungan luar negeri sebuah negara.
Jika diperhatikan berkaitan dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki
oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha, maka pada dasarnya KPPU
merupakam sebuah lembaga atau organ negara yang masuk dalam cabang
kekuasaan eksekutif. Meskipun dalam ketentuan yang diatur Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat diberikan sebuah kewenangan untuk memutus serta
memberikan sanksi administratif, kewenangan itu tidak mengubah esensi bahwa
lembaga tersebut masih bagian dari cabang kekuasaan eksekutif. Dalam buku
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara yang di tulis oleh Jimly Assidiqie,
Montesquieu membagi cabang kekuasaan menjadi 3 bagian, yaitu legislatif (the
legislative function), eksekutif (the executive or administrative function), dan
yudisial ( the judicial function )13. Oleh karena itu meskipun KPPU memiliki
kewenangan untuk memutus sebuah perkara yang berkaitan tentang praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, kewenangan tersebut tidak lebih dari
sebuah kewenangan administrative (the executive or administrative function).
3. Tugas Dan Kewenangan KPPU Ditinjau Dalam Perspektif Pemisahan
Kekuasan Van Vollenhoven
Sarjana dari Belanda, Van Vollenhoven membagi cabang kekuasaan
dalam empat fungsi yang dikenal dengan istilah catur praja. Adapun ke empat
cabang kekuasaan tersebut yaitu:
12 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 283.
13 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 283.
52
a. Regeling (membuat peraturan)
b. Bestuur (menyelenggarakan Pemerintahan)
c. Rechtpraak (fungsi Mengadili)
d. Politie (fungsi ketertiban dan keamanan)14.
Dibanding dengan 2 ahli hukum sebelumnya, Van Vollenhoven lebih
banyak dalam membagi cabang atau fungsi kekuasaan dalam suatu negara. Fungsi
regeling yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven sebenarnya tidak berbeda
dengan pendapat ahli hukum sebelummya yaitu suatu cabang kekuasaan yang
memiliki fungsi untuk membuat sebuah peraturan dalam suatu negara. Bestuur
juga tidak berbeda dengan cabang kekuasaan eksekutif yaitu cabang yang
berperan menjalankan roda pemerintahan atau yang menjalankan sebuah
peraturan yang telah dibentuk oleh cabang kekuasaan legislatif. Begitupun dengan
rechtpraak mirip dengan cabang kekuasaan yudikatif atau fungsi mengadili
seperti yang telah dikemukakan oleh Montesquieu, mesikipun pendapat John
locke bahwa kewenangan mengadili termasuk kedalam fungsi eksekutif atau
fungsi menjalankan hukum. Dan yang terakhir Van Vollenhoven juga
mencetuskan satu cabang kekuasaan daalam suatu negara yang tidak disebutkan
oleh dua ahli hukum sebelumnya, yaitu politie. Politie merupakan cabang
kekuasaan yang berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban dalam Negara.
jika kita amati sekarang ini fungsi menjaga keamanan dan ketertiban yang
dikemukakan oleh ahli tersebut mirip dengan fungsi yang dimiliki oleh lembaga
kepolisian di sebuah negara.
Peneliti melakukan analisa terkait tugas dan kewenangan yang dimiliki
oleh lembaga KPPU dikaitkan dengan teori pemisahan kekuasaan yang di
sebutkan oleh Van Vollenhoven, maka peneliti berpendapat bahwa KPPU
merupakan sebuah lembaga atau organ negara yang termasuk kedalam cabang
kekuasaan bestuur (menyelenggarakan Pemerintahan). Pada dasarnya KPPU
merupakan sebuah lembaga negara yang sifatnya bantu atau biasa disebut
lembaga negara bantu. Lembaga negara bantu pada umunya di bentuk untuk
14 Abu Daud Busrah, ilmu Negara, , h. 85.
53
membantu tugas pemerintah yang dianggap tidak efektif atau masih belum efektif
apabila tugas tersebut dilakukan oleh sebuah lembaga negara utama.
B. Analisis Tugas Dan Kewenangan KPPU Dalam Memutus Perkara Ditinjau Dari
Perspektif Teori Negara Hukum
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih dalam bukunya yang berjudul Ilmu Negara
mengatakan bahwa pemikiran tentang negara hukum sudah ada sejak zaman Yunani
kuno, sebagaimana dapat dilihat diantaranya dalam karya Aristoteles dan Plato15.
Aristoteles memberikan arti bahwa Negara hukum sebagai negara yang berdiri di
atas hukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya.
Kemudian konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan
dengan menggunakan istilah Jerman yaitu rechtsstaat antara lain oleh Immanuel
Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fictie. Adapun dalam tradisi Anglo Amerika kinsep
negara hukum dikembangkan dengan sebutan The Rule of law yang dipelopori oleh
A.V.Dicey. selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi (
nomocratie) yang berarti penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah
hukum16
Teori atau konsep negara hukum begitu berkembang dan bisa dikatakan menjadi
salah satu teori hukum yang terbesar dalam bidang ketatanegraan. Setiap ahli hukum
memiliki kriteria masing-masing dalam menggambarkan bentuk ideal dari suatu
negara hukum. Menurut Stahl, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah
rechtsstaat mencakup empat elemen penting, yaitu :
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintah berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha negara17
15 Dewa Palguna, Pengaduan Konstitusional ( constitutional complaint ) Upaya Hukum Terhadap
Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, ( Batubulan: Sinar Grafika, 2013 ), h. 43.
16Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, ( Jakarta, Sinar Grafika, 2011). h. 130.
17 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, h. 130.
54
Jimly Assiddiqie bahkan menjabarkan 12 prinsip pokok sebagai pilar-pilar utama
yang menyangga berdirinya negara hukum, Yaitu:
1. Supremasi Hukum (supremacy of law)
2. Persamaan dalam hukum (equality before the law)
3. Asas legalitas (due process of law)
4. Pembatasan kekuasaan
5. Organ-organ penunjang yang independen
6. Peradilan bebas dan tidak memihak
7. Peradilan tata usaha negara
8. Mahkamah konstitusi (constitutional court)
9. Perlindungan hak asasi manusia
10. Bersifat demokratis (Democratishe court)
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare Rechtsstaat)
12. Transparansi dan control sosial
Teori negara hukum merupakan suatu teori atau konsep yang sangat relevan
dikaitkan dengan struktur tatanegara Indonesia. Negara kesatuan Republik Indonesia
merupakan sebuah negara yang menyebutkan secara eksplisit dalam undang-undang
dasarnya bahwa negara Indonesia merupakan Negara yang berasaskan hukum. Hal
tersebut dapat kita lihat dalam pasal 1 ayat (3).
1. Tugas dan kewenangan KPPU ditinjau dalam perspektif Negara Hukum Jimly
Asshiddiqie
Tugas dan Kewenangan KPPU disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kewenangan KPPU di sebutkan dalam pasal 36, sedangkan tugas KPPU dijabarkan
dalam pasal 35 undang-undang tersebut.
Jimly menjabarkan 12 prinsip pokok sebagai pilar penyangga berdirinya negara
hukum. Dalam 12 prinsip pokok tersebut ada beberapa butir yang peneliti anggap
relevan dengan penelitian skripsi ini dan juga kerapkali di anggap bertentangan dengan
konsep negara hukum. Yang pertama adalah berkaitan dengan prinsip ke 4 yaitu
adanya pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan dalam suatau negara
55
merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan dalam menkalankan suatu negara.
Sebenarya permasalahan pembatasan kekuasaan yang disebutkan oleh Jimly ini mirip
dengan konsep pemisahan kekuasaan yang telah di uraikan sebelumnya dan juga
peneliti analisa. Berkaitan dengan tugas dan kewenangan yang di miliki oleh lembaga
KPPU, menurut peneliti tidak bertentangan dengan prinsip pembatasan kekuasaan.
Karena meskipun KPPU diberikan tugas dan kewenangan dari menerima, menyelidiki,
meemriksa, hingga memutus perakara, hal tersebut masih dalam satu domain cabang
kekuasaan yaitu kekuasaan eksekutif atau administrative function. Sekalipun KPPU
memiliki kewenangan dalam memutuskan perkara hingga menjatuhkan sanksi, namun
sanksi yang diberikan adalah sanksi administrasi.
Prinsip selanjutnya yang menurut peneliti juga relevan adalahb prinsip organ-
organ penunjang yang independen. Seperti kita ketahui KPPU merupakan lembaga
negara bantu atau lembaga negara yang bersifat penunjang. Pertanyaannya adalah
apakah KPPU merupakan lembaga negara independen atau tidak? Pertanyaan tersebut
dijawab oleh pasal 30 (2) undang-undang nomor 5 tahun 1999. Bunyi pasal tersebut
yaitu Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Dengan di penuhinya prinsip-prinsip tesebut
maka peneliti berpendapat bahwa KPPU tidak bertentangan dengan prinsip negara
hukum.
2. Tugas Dan Kewenangan KPPU Ditinjau Dalam Perspektif Negara Hukum
A.V. Dicey
Seperti yang telah peneliti uraian sebelumnya, A.V. Dicey menggambarkan
konsep negara hukum dengan mencakup empat elemen:
1. Perlindungan hak asasi manusia
2. Pembagian kekuasaan
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang
4. Peradilan tata usaha negara.
Elemen yang di sebutkan oleh Dicey tentu kalah banyak dengan yang disebutkan oleh
Jimly Asshiddiqie, akan tetapi kita dapat melihat persamaan antara dua ahli hukum
tersebut. Salah satu ciri utama yang selalu di sebutkan oleh para ahli hukum dalam
56
menggambarkan negara hukum yaitu adanya pemisahan kekuasaan ataupun
pembagian kekuasaan.
Menurut peneliti keberadaan lembaga KPPU tidak beretentangan dengan elemen
atau prinsip adanya pemisahan kekuasaan. Tugas dan kewenangan yang di miliki oleh
KPPU peneliti anggap merupakan bagian dari fungsi menjalankan tugas dan
kewenangan eksekutif.
C. Analisis Kedudukan KPPU Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam struktur ketatanegaraan
Indonesia kerapkali menjadi perdebatan di kalangan ahli hukum dan praktisi hukum
di Indonesia. Kewenangan menerima laporan menyelidiki, hingga memutus suatu
perkara di anggap merupakan suatu kewenangan yang menyebabkan terjadinya
ambiguitas kedudukan KPPU dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena
itu peneliti akan menjelaskan posisi atau kedudukan KPPU dalam struktur
ketatanegaraan Indonesia.
1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai Lembaga Negara Bantu
Dewasa ini banyak sekali bermunculan lembaga-lembaga negara yang
mengemban tugas dan wewenang tertentu. Lembaga-lembaga tersebut muncul
dengan variasi kewenangan, tugas, dan juga mekanisme kerja serta
pertanggung jawaban yang berbeda- beda pula. Munculnya lembaga- lembaga
tersebut merupakan bentuk dari tuntutan kebutuhan masyarakat.
Lembaga negara adalah sebuah institusi negara menjalankan kewenangan,
peran, fungsi, dan jabatan tertentu dalam hubungannya dengan kegiatan atau
negara atau pemerintahan. Pasca amandemen sejumlah lembaga negara telah
terbentuk, ada lembaga negara di bentuk berdasarkan undang-undang dasar
(konstitusi), ada juga lembaga negara di bentuk berdasarkan undang-undang
atau peraturan perundang-undangan. Selain itu, ada juga lembaga Negara yang
dibentuk secara lebih khusus dengan undang-undang sebagai peraturan teknis
pelaksanaan18
18 Salman maggalatung, desain kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta, Gramata
publishing, 2015) h. 24
57
Tumbuh pesatnya berbagai lembaga negara baru baik yang disebut komisi,
lembaga, badan, komite dan lain-lain di dorong oleh kenyataan bahwa birokrasi
di lingkungan pemerintahan dinilai tidak dapat lagi memenuhi tuntutan
kebutuhan akan pelayanan umum dengan standar mutu yang semakin
meningkat dan di harapakan semakin efisien dan efektif19.
Selain berkaitan dengan birokrasi yang gemuk dan tidak efisien untuk
kepentingan pelayanan umum, lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya
dianggap cenderung korup, tertutup, dan juga dianggap tidak lagi dapat
menampung aspirasi rakyat yang terus berkembang20. Dengan berbagai alasan
itulah maka kehadiran lembaga-lembaga negara baru dengan variasi sebutan
yang berbeda-beda seakan hal yang tidak dapat terelakkan.
Untuk membedakan antara lembaga negara utama dengan lembaga negara
bantu, kita dapat membedakannya dengan dua segi, yaitu yang pertama dari
segi fungsinya. Yang kedua dari segi hirarkinya21. Dari segi fungsinya, kita
dapat membedakan apakah lembaga tersebut memiliki sifat lembaga utama
atau primer, atau hanya bersifat peunjang atau sekunder. Sedangkan dari segi
hierarkinya, kita dapat membedakan ke dalam 3 lapis. Organ pertama disebut
lembaga tinggi negara, lapis kedua disebut lembaga negara saja, dan yang
ketiga di sebut dengan organ daerah22.
Jimly mengatakan dalam cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan
negara ada Presiden dan Wakil Presiden yang merupakan satu kesatuan
institusi kepresidenan. Dalam bidang kekuasaan kehakiman, meskipun lembaga
pelaksana atau pelaku kekuasaan kehakiman ada dua, yaitu Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi, tetapi disamping keduanya ada pula Komisi
19 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta, Sinar
Grafika,2010). h. 24.
20 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, h. 24
21 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, h. .90
22 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan konsolidasi Lembaga negara pasca reformasi, h. 90.
58
Yudisial sebagai lembaga pengawas martabat, kehormatan, dan perilaku hakim.
Keberadaan fungsi Komisi Yudisial ini bersifat penunjang23
Sedangkan dalam fungsi pengawasan dan kekuasaan legislative, terdapat
empat organ atau lembaga, yaitu DPR, DPD, MPR, dan BPK. Pada dasarnya
pembedaan lembaga-lembaga negara tersebut bertujusn untuk membedakan
hak-hak protokoler dan keuangan lembaga negara utama dengan lembaga
negara yang sifatnya penunjang.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa selain lembaga negara
Presiden, Wakil Presiden, MA, Mk, DPR, DPD, MPR, dan BPK, maka
lembaga tersebut merupakan lembaga negara yang bersifat penunjang atau
lembaga negara bantu, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Dari segi hierari terdapat 8 organ atau lembaga negara yang yang
kemudian disebut sebagai lembaga tinggi negara:
1. Presiden dan wakil Presiden
2. Dewan Perwakilan Rakyat
3. Dewan Perwakilan Daerah
4. Majelis Permusyawaratan Rakyat
5. Mahkamah Konstitusi
6. Mahkamah Agung
7. Badan Pemeriksa Keuangan.
Kemudian organ lapis kedua disebut lembaga negara saja. Ada yang
mendapatkan kewenangannya dari Undang-Undang Dasar, dan ada pula yang
mendapatkan kewenangannya dari undang-undang. Yang mendapatkan
kewenangannya dari Undang-undang Dasar misalnya Komisi Yudisial, Tentara
Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia. Sedangkan lembaga
negara yang sumber kewenangannya dari undang-undang misalnya, Komnas
Ham, Komisi Penyiaran Indonesia, dan sebagainya24. Komisi Pengawas
Persaingan Usaha termasuk dalam organ lapias kedua.
23 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan konsolidasi Lembaga negara pasca reformasi, h. 96.
24 Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan konsolidasi Lembaga negara pasca reformasi, h . 91.
59
Kemudian organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Lembaga daerah
di atur dalam BAB VI UUD 1945 tentang pemerintahan daerah. Lembaga
lembaga daerah itu, yaitu :
1. Pemerintah daerah Provinsi
2. Gubernur
3. DPRD Provinsi
4. Pemerintah Daerah Kabupaten
5. Bupati
6. DPRD Kabupaten
7. Pemerintah Daerah Kota
8. Walikota
9. DPRD kota.
2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Sebagai Lembaga Pemerintahan
Komisi pengawas persaingan usaha kerap kali di perdebatkan apakah bagian
dari pemerintahan atau sebuah lembaga negara yang berada diluar kekuasaan
pemerintahan atau eksekutif. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan maka
peneliti berpendapat bahwa KPPU merupakan lembaga yang masih bagian dari
kekuasaan eksekutif. Hal tersebut tidak terlepas dari teori-teori pemisahan
kekuasan yang telah di uraikan sebelumnya, dengan membandingkan
kewenangan dan tugas yang di miliki oleh lembaga KPPU.
Sebagai lembaga negara yang masih bagian dari pemerintahan atau eksekutif,
tentu memiliki implikasi atau konsekuensi hukum. Misalnya dalam undang-
undang nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah
memberikan 3 hak kepada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Hak pertama
yaitu hak interpelasi, hak kedua yaitu hak angket, dan yang ketiga yaitu hak
menyatakan pendapat.
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta
60
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hak
angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan/ atau kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan hak
menyatakan pendapat yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas :
a. Kebijakan pemerintah atau mengenai kebijakan luar biasa yang terjadi di
tanah air atau di dunia internasional
b. Tindak lanjut pelaksaan hak interpelasi dan hak angket
c. Dugaan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran
hukum.
Sebagai lembaga negara yang masih berada dalam lingkungan kekuasaan
pemerintahan atau kekuasaan eksekutif, maka DPR dapat menjalankan haknya
tersebut kepada Komisi Pengawas Persaingan usaha. Itu merupakan implikasi atau
konsekuensi hukum dari KPPU yang masih bagian dari cabang kekuasaan
eksekutif.
Meskipun demikian peneliti juga berpendapat bahwa masih terdapat
ruang untuk memperdebatkan kedudukan KPPU dalam struktur atau sistem
ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut merupakan akibat dari belum adanya
norma atau landasan yuridis yang secara eksplisit menyatakan KPPU berada di
dalam kekuasaan eksekutif, atau di luar kekuasaan eksekutif.
D. Kendala Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Menjalankan Tugas dan
Wewenang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat menurut peneliti hadir karena dua sebab. Sebab yang
pertama karena alasan praktis, karena Indonesia membutuhkan dana dari
International Monetery Fund (IMF) dalam rangka mengatasi krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada saat itu. Kemudian IMF memberikan salah satu syaratnya
yaitu membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut. Alasan kedua
61
yaitu alasan idealis untuk melakukan perbaikan atau melakukan reformasi hukum di
bidang ekonomi pasar sehingga menciptakan iklim usaha yang sehat kepada pelaku
usaha serta kepadaa konsumen.
Akan tetapi karena alasan yang pertama tersebut sehingga memunculkan kesan
bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk tidak dengan pemikiran yang
matang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak sehat dianggap meninggalkan jejak kekurangsiapan
dalam pembentukannya sehingga menimbulkan kekurangan yang patut untuk segera
di perbaiki.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan sebuah lembaga Negara yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kekurangan yang ada
dalam Undang-Undang tersebut tentu berdampak kepada lembaga KPPU yang
diberikan tugas sebagai penegak dan pengawal dalam menjalankan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Permasalaahn utama yaitu belum jelasnya rambu-rambu hukum acara Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yang diatur baik dalam Undang-Undang Nomor Tahun
1999 maupun dalam Keputusan Presiden nomor 75 Tahun 1999 sebagaimana yang
telah diubah melalui Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2008 Tentang Perubahan
Atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas
Persaingan usaha. Hingga saat ini hukum acara yang digunakan oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yaitu dengan membentuk suatu Keputusan Komisi dan
juga melalui Peraturan Komisi. Kewenangan untuk membentuk suatu hukum acara
melalui Keputusan Komisi maupun Peraturan Komisi merupakan hasil interpretasi
dari pasal 35 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akan tetapi dengan
membentuk hukum acara melalui Keputusan Komisi maupun Peraturan Komisi yang
dibentuk langsung oleh KPPU dianggap belum menjawab permasalahan keselurahan.
Bahkan hal tersebut dianggap menimbulkan suatu permasalahan baru. Permasalaahn
baru yag dimaksud adalah berkaitan dengan posisi KPPU dalam struktur
Ketatangeraan Indonesia yang dianggap semakin Ambigu. Kewenangan dalam
membentuk hukum acara sendiri dianggap merampas kewenangan yang harusnya
melekat kepada pembentuk undang-Undang. Selain itu kewenangan dalam
62
membentuk hukum acara atau peraturan sendiri seolah menjadikan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha sebagai lembaga yang nmemiliki fungsi regulasi. Fungsi regulasi
seharusnya terdapat pada lembaga Legislatif yang merupakan representatif dari
masyarakat.
Membentuk hukum acara sendiri yang berlaku kepada pihak lain seperti pelaku
usaha juga dinilai berbahaya dan sangat berpotensi untuk terjadinya kesewenang-
wenangan atau abuse of power. Oleh karena itu untuk menghindari perdebatan
berkepanjangan yang justru menguras energi dan terkesan tidak produktif,
seharusnya di lakukan perbaikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dengan menambah norma yang secara jelas dan detail berkaitan dengan hukum acara
Komisi Pengawas Persaingan usaha.
Merskipun kekokosongan hukum acara KPPU telah ditambal melalui keputusan
Komisi maupun peraturan Komisi, hal tersebut masih menyisakan celah-celah yang
justru menghambat kinerja dari Komisi tersebut. Seperti misalnya kewenangan
Komisi dalam memanggil pelaku usaha. Meskipun Komisi Pengawas Persaingan
Usaha memiliki kewenangan untuk memanggil pelaku usaha, akan tetapi KPPU tidak
dapat melakukan pemanggilan secara paksa apabila pelaku usaha yang dipanggil
tersebut tidak mau menghadiri. Hal tersebut tentu saja menjadi kendala tersendiri
bagi Komisi dalam rangka menjalankan tugasnya.
Kendala lain yang dapat disebutkan oleh Susanti Adi Nugroho dalam bukunya
yang berjudul Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktek Serta
Penerapan Hukumnya25 yaitu :
1. Walaupun KPPU berwenang untuk melakukan penelitian dan penyelidikan ,
namun KPPU tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penggeledahan
terhadap pelaku usaha yang diindikasikan melakukan pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
2. Dalam melakukan penelitian dan penyelidikan , KPPU sering kali terkendala
dengan sifat kerahasiaan perusahaan sehingga KPPU tidak bisa mendapatkan data
perusahaan yang diperlukan.
25 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta, kencana,2012). h.546-547.
63
3. Walaupun KPPU berwenang untuk meminta keterangan dari instansi Pemerintah,
namun sampain sekarang belum terjalin kerjasama yang baikn antara KPPU dan
instansi pemerintah dalam hal penyelidikan terhadap dugaan persaingan Usaha
tidak sehat. Sehingga, KPPU sering kali mengalami kesulitan dalanm
melaksanakan tugasnya karena kurangnya data pendukung.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Eksistensi atau keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia merupakan implementasi dari fungsi cabang kekuasaan
eksekutif, dapat dilihat dari tugas dan wewenang yang dimiliki oleh KPPU.
2. Hukum acara Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat sehingga menjadi kendala Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya.
B. Rekomendasi
1. Diharapkan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, untuk melakukan revisi terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perlu menambah pasal yang secara tegas menyatakan
bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan Lembaga Negara yang berada pada
kekuasaan eksekutif atau pemerintah.
2. Perlu melakukan penguatan terhadap lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan mengatur secara ekspilisit hukum acara
Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
65
DAFTAR PUSTAKA BUKU Ali, zainudin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2010
Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006
________________. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta, Sinar Grafika, 2011
________________. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2009
Busrah , abu daud. Ilmu Negara, Palembang: PT Bumi aksara, 1989
Fajar Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme penelitian hukum normatif dan empiris, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2010
Fuady Munir, Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat), (Jakarta, refika aditama, 2011
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2006
Huda Ni’matil. Ilmu Negara.Yogyakarta: Rajawali Pers, 2010.
Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia Publishing, 2005
Indra Mexsasai. Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Refika Aditama, 2011.
Maggalatung, salman. Desain Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: gramata publishing, 2015
Montesquieu, The Spirit of Laws Dasar-dasar Ilmu Hukum dan ilmu politik. Bandung: Nusamedia,2007
Nugroho, Susanti Adi. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta : Kencana,2012
Palguna, Dewa, Pengaduan Konstitusional (constitutional complaint) Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Batubulan: Sinar Grafika, 2013
Tutik Triwulan Titik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Surabaya : Kencana,, 2008
66
________________., Eksistensi, Kedudukan dan wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Usman, Rachmadi. Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Banjarmasin,sinar Grafika, 2012.
________________, Hukum persaingan Usaha di Indonesia,Banjarmasin, Sinar Grafika, 2013
Yuhana abdy, sistem ketatanegaraan indonesia pasca perubahan UUD 1945, Bandung: fokusmedia, 2009.
JURNAL
Suparto, “Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi Dan Kekuasaan Kehakiman Yang Independen Menurut Islam”, Jurnal Selat, IV, 1 (oktober, 2016)
SKRIPSI
Fadloly Muhammad, “Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”, Skripsi, (Ciputat : skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha