#miopia almost fix

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penglihatan merupakan indera yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Indera penglihatan yang dimaksud adalah mata. Tanpa mata, manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada disekitarnya. Miopia merupakan suatu gangguan tajam penglihatan, di mana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi yang memiliki prevalensi tinggi di dunia. Kelainan refraksi jenis ini merupakan jenis kelainan mata yang menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat benda dari jarak jauh dengan baik (Linda J. dan Vorvick, 2012). Pelajar merupakan salah satu subyek yang mempunyai prevalensi tinggi menderita miopia, hal ini dikarenakan meningkatnya aktivitas penggunaan monitor yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi lain. Penggunaan monitor secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan penglihatan termasuk miopia. Karena adanya peningkatan daya akomodasi mata, mata miopia sulit untuk disembuhkan 1

Upload: temperature456

Post on 10-Dec-2015

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SDH

TRANSCRIPT

Page 1: #Miopia Almost Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penglihatan merupakan indera yang sangat penting dalam menentukan

kualitas hidup manusia. Indera penglihatan yang dimaksud adalah mata. Tanpa

mata, manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada

disekitarnya.

Miopia merupakan suatu gangguan tajam penglihatan, di mana sinar-

sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

retina. Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi yang memiliki

prevalensi tinggi di dunia. Kelainan refraksi jenis ini merupakan jenis kelainan

mata yang menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat benda dari jarak

jauh dengan baik (Linda J. dan Vorvick, 2012).

Pelajar merupakan salah satu subyek yang mempunyai prevalensi tinggi

menderita miopia, hal ini dikarenakan meningkatnya aktivitas penggunaan

monitor yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi lain. Penggunaan

monitor secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan penglihatan

termasuk miopia. Karena adanya peningkatan daya akomodasi mata, mata

miopia sulit untuk disembuhkan serta cenderung bertambah parah, sehingga

diperlukan pencegahan terhadap terjadinya miopia (Ilyas, 2012).

Menurut WHO (2012) umumnya penyebab utama kebutaan di dunia

karenakan oleh kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, 43% berasal dari

miopia, 33% katarak dan 2% glaukoma. Diperkirakan terdapat 19 juta kasus

kebutaan pada anak dan 12juta diantaranya disebabkan oleh kelainan refraksi.

Faktor risiko yang paling nyata adalah berhubungan dengan aktivitas jarak

dekat, seperti membaca, menulis, menggunakan komputer dan bermain video

game.

Selain aktivitas, miopia juga berhubungan dengan genetik. Anak

dengan orang tua yang miopia cenderung mengalami miopia. Prevalensi

miopia pada anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9%, sedangkan

1

Page 2: #Miopia Almost Fix

18,2% pada anak dengan salah satu orang tua yang miopia dan kurang dari

6,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia.

Prevalensi miopia pada anak usia 5 sampai dengan 15 tahun di daerah

perkotaan di India sebesar 7,4 % (Tiharjo dkk, 2008). Menurut WHO (2004)

Miopia biasanya berkembang pada usia 10-15 tahun. Intervensi lebih dini

harus diutamakan pada anak-anak kelompok usia ini dengan menggunakan tes

sederhana.

Sebuah penelitian terbaru yang melibatkan mahasiswa tahun pertama di

Inggris menemukan bahwa terdapat 50% masyarakat berkulit putih di Inggris

dan 53,4% masyarakat British Asia menderita miopia. Di Australia, prevalensi

keseluruhan miopia telah diperkirakan 17%. Dalam satu studi baru, kurang

dari 8,4% anak-anak Australia antara usia 4 dan 12 ditemukan memiliki

miopia lebih dari -0,5 dioptri. Prevalensi miopia telah dilaporkan setinggi 70-

90% di beberapa negara Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika Serikat, dan 10-

20% di Afrika.

Menurut Saw, prevalensi miopia yang tinggi pada beberapa kelompok

etnik tertentu (Cina dan Jepang) menunjukkan bahwa genetik memainkan

peranan penting, namun perubahan prevalensi pada beberapa generasi terakhir

menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga merupakan faktor penting

(Fachrian dkk, 2009).

Terdapat teori yang menyatakan bahwa faktor gaya hidup yaitu

aktivitas melihat dekat yang terlalu banyak, seperti membaca buku, melihat

layar komputer, bermain video game, menonton televisi, dapat menyebabkan

lemahnya otot siliaris mata sehingga mengakibatkan ganguan otot mata untuk

melihat jauh. Daerah perkotaan yang padat juga mengakibatkan sempitnya

ruang bermain sehingga anak cenderung melakukan aktivitas bermain di

dalam ruangan yang jarang menggunakan penglihatan jauh (Fachrian dkk,

2009).

Pada beberapa penelitian yang dilakukan di Cina, tinggi badan memiliki

pengaruh terhadap kejadian miopia, khususnya pada orang dewasa. Penelitian

lain melaporkan bahwa terdapat hubungan tinggi badan dengan kelainan

refraksi diantara anak laki-laki Cina, namun tidak ditemukannya hubungan

2

Page 3: #Miopia Almost Fix

yang bermakna pada anak perempuan Cina, sedangkan pada penelitian yang

dilakukan pada anak laki-laki yang berusia 17-19 tahun di Israel

menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tinggi badan

dengan kejadian miopia. Oleh sebab itu hubungan antara tinggi badan dengan

kejadian miopia masih belum dapat dipastikan (Jung, et al. 2012).

Miopia pada anak-anak akan berefek terhadap karir, sosial ekonomi,

pendidikan bahkan juga terhadap tingkat kecerdasan. Seiring dengan

perjalanan penyakit ini, semakin bertambah miopia pada anak juga akan

meningkatkan berbagai resiko komplikasi kebutaan, seperti glaukoma dan

ablasio retina (Tiharjo dkk, 2008).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,menunjukkan

bahwa terdapat kecenderungan, makin tinggi tingkat pendidikan formal dan

kuintil indeks kepemilikan penduduk, maka makin tinggi pula proporsi

penduduk yang memiliki kaca mata atau lensa kontak untuk melihat jauh.

Keadaan tersebut dapat berkaitan dengan kebutuhan penduduk akan tajam

penglihatan optimal yang makin besar sesuai dengan prioritas subjektif

penduduk dalam memenuhi kebutuhan sosial sehari-hari mereka. Diasumsikan

bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan formal atau kuintil indeks

kepemilikan lebih tinggi, cenderung memilih jenis pekerjaan formal, seperti

menjadi pegawai/karyawan, sehingga butuh visus maksimal untuk melihat

jauh sesuai jenis dan aktivitas utama pekerjaan formalnya (Rif'ati, L., et all,

2013).

Data dari hasil Riskesdas juga menunjukkan angka proporsi

ketersediaan koreksi refraksi (penggunaan kacamata/lensa kontak) pada

penduduk berusia >6 tahun tanpa/dengan koreksi optimal di Indonesia adalah

4,6 % dengan angka tertinggi ditemukan di DKI Jakarta (11,9% dari seluruh

Indonesia). Dari hasil Riskesdas ini pula didapati angka proporsi ketersediaan

koreksi refraksi di Sumatera Selatan adalah 4,5% dibanding seluruh Indonesia.

Di Indonesia masih sedikit sekali penelitian yang menunjukkan

besarnya pengaruh aktivitas melihat dekat (nearwork), faktor genetik, dan

postur tubuh yang merupakan suatu faktor risiko terjadinya miopia. Oleh

sebab itu dilakukan penelitian mengenai angka kajadian dan faktor risiko

3

Page 4: #Miopia Almost Fix

miopia di kota Palembang yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana faktor

resiko miopia pada pelajar pesantren Palembang dan selain itu penelitian ini

juga bertujuan untuk mendeskripsikan diantara kegiatan membaca, menonton

televisi dan bermain video game, kegiatan apa yang paling berperan terhadap

kejadian miopia, serta mengetahui jarak melihat dan lama melihat yang sehat

terhadap mata dengan harapan data yang diperoleh nantinya bisa menjadi

upaya pencegahan terhadap kejadian miopia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat

dirumuskan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut

1. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan umur?

2. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan jenis kelamin?

3. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan lamanya aktivitas melihat

dekat?

4. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan jenis monitor yang digunakan?

5. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan lama menggunakan kacamata?

6. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan faktor keturunan?

7. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan jarak mata saat menonton tv?

8. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan jarak mata saat bermain video

game?

9. Bagaimana distribusi miopia berdasarkan jarak mata saat membaca?

10. Bagaimana hubungan faktor genetik dengan faktor-faktor miopia

lainnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Mendeskripsikan faktor risiko terhadap terjadinya miopia di kota

Palembang sehingga dapat digunakan sebagai tindakan preventif dan

mengurangi dampak negatif dari miopia pada anak

4

Page 5: #Miopia Almost Fix

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan umur.

2. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan jenis kelamin.

3. Mendeskripisikan kejadian miopia berdasarkan lamanya aktivitas

melihat dekat.

4. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan jenis monitor yang

digunakan.

5. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan lama menggunakan

kacamata.

6. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan faktor keturunan.

7. Mendeskripsikan kejadiaan miopia berdasarkan jarak mata saat

menonton tv.

8. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan jarak mata saat bermain

video game.

9. Mendeskripsikan kejadian miopia berdasarkan jarak mata saat

membaca.

10. Mendiskripsikan hubungan genetik dan faktor risiko miopia lainnya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademis

1. Menambah pengetahuan mengenai faktor risiko miopia dan menambah

kemampuan dalam melakukan penelitian.

2. Menjadi sumber pustaka bagi penitian yang akan datang.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Memberi informasi kepada masyarakat mengenai dan faktor risiko

miopia.

2. Memberi informasi kepada masyarakat mengenai besarnya pengaruh

aktivitas melihat dekat (nearwork), sebagai faktor risiko terhadap

kesehatan mata.

5

Page 6: #Miopia Almost Fix

3. Memberi informasi mengenai durasi dan jarak aktivitas melihat dekat

(nearwork) yang berpengaruh terhadap terjadinya miopia pada anak

sehingga dapat dijadikan sebagai upaya pencegahan terjadinya miopia.

6

Page 7: #Miopia Almost Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Miopia

Miopia merupakan suatu gangguan tajam penglihatan, di mana sinar-sinar

sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina.

Miopia merupakan salah satu gangguan refraksi yang memiliki prevalensi tinggi

di dunia. Kelainan refraksi jenis ini merupakan jenis kelainan mata yang

menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat benda dari jarak jauh dengan baik

(Linda J. dan Vorvick, 2012).

Miopia terjadi karena panjang bola mata anteroposterior terlalu besar atau

kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat (Ilyas, 2012). Selain itu miopia

terjadi karena kornea dan lensa yang terlalu melengkung dari panjang bola mata.

Miopia biasanya mulai terjadi pada masa kanak-kanak dan resiko terjadinya

miopia lebih tinggi pada anak yang kedua orang tuanya menderita miopia (Bailey,

2012).

2.1.1.1 Faktor risiko

Ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya miopia,

diantaranya:

a. Keturunan (Herediter)

Didapatkan bukti yang signifikan bahwa miopia dapat terjadi karena

adanya faktor herediter, jika kedua orang tua menderita miopia maka

kecenderungan anaknya 40% akan menderita miopia, dan anak yang salah

satu orang tuanya menderita miopia memiliki risiko 20-25% menderita

miopia, sedangkan anak yang kedua orang tuanya tidak menderita miopia

hanya memiliki risiko 10% menderita miopia (Rebekah, 2005).

b. Stres penglihatan

7

Page 8: #Miopia Almost Fix

Selain faktor herediter, miopia sangat dipengaruhi terhadap bagaimana

cara seseorang menggunakan matanya. Seseorang yang menghabiskan

terlalu banyak waktu untuk membaca, menonton Televisi dan melakukan

pekerjaan dengan menggunakan penglihatan dekat cenderung mengalami

miopia (American Optometric Assosiation, 2013).

c. Aktivitas melihat dekat yang terlalu lama.

Anak yang melakukan aktivitas melihat dekat seperti membaca yang

terlalu lama >30 menit cenderung mengalami miopia dari pada anak yang

membaca <30 menit. Anak yang membaca dengan jarak <30cm cenderung

mengalami miopia 2,5 kali dari anak yang membaca dengan jarak >30cm

(Pan, Ramhamurty, dan Saw, 2011).

Singapore Cohort Study of the risk factors for myopia (SCORM)

menemukan bahwa anak-anak yang membaca > 2 buku per minggu 3 kali

lebih mungkin menderita miopia dibandingkan dengan yang membaca

<2 buku per minggu. Anak-anak yang membaca selama > 2 jam 1,5 kali

lebih mungkin untuk menderita miopia dibandingkan dengan yang

membaca <2 jam, namun hal ini tidak signifikan. Setiap buku yang dibaca

per minggu, dikaitkan dengan pemanjangan aksial bola mata dari 0,04mm.

Anak-anak yang membaca lebih dari dua buku per minggu memiliki

Panjang aksial 0,17mm lebih panjang dibandingkan dengan anak-anak

yang membaca dua buku atau lebih sedikit per minggu (Pan, Ramhamurty,

dan Saw, 2011).

d. Pada beberapa penelitian yang dilakukan di Cina, tinggi badan memiliki

pengaruh terhadap kejadian miopia, khususnya pada orang dewasa.

Penelitian lain melaporkan bahwa terdapat hubungan tinggi badan dengan

kelainan refraksi diantara anak laki-laki Cina, namun tidak ditemukannya

hubungan yang bermakna pada anak perempuan Cina. Sedangkan pada

penelitian yang dilakukan pada anak laki-laki yang berusia 17-19 tahun di

Israel menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

8

Page 9: #Miopia Almost Fix

tinggi badan dengan kejadian miopia. Oleh sebab itu hubungan antara

tinggi badan dengan kejadian miopia belum dapat dipastikan.

Penelitian terakhir yang menunjukkan hubungan antara tinggi badan

dengan kejadian miopia dilakukan oleh Jung dkk dan menyimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara tinggi badan dengan kejadian

miopia (Jung, et al. 2012).

2.1.1.2 Klasifikasi

Menurut ciri anatomisnya miopia dibagi menjadi :

a. Miopia refraktif, dimana bertambahnya indeks bias media penglihatan

seperti yang terjadi pada katarak intumensen dimana lensa menjadi lebih

cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau

miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan

kornea dan lensa yang terlalu kuat.

b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan

kelengkungan kornea dan lensa yang normal. (Ilyas, 2012)

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil dari pada 1-3 dioptri.

b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri.

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut perjalanan penyakitnya miopia dikenal dalam bentuk :

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa

akibat bertambah panjangnya bola mata

c. Miopia maligna, miopia berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan

ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa =

miopia maligna = miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau miopia

maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada

9

Page 10: #Miopia Almost Fix

fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk

stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai

dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah

terjadi atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch

yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi

subretina.

Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada

mata, miopia dapat dibagi menjadi:

1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan

fundus yang ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan

berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik

dan dengan lensa koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam

penglihatan normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya

kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.

 

2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia

maligna atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada

semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna

adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada

pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah

dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia

dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat

pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Ilyas, 2012). 

Menurut David A.Goss miopia patologi adalah miopia tinggi yang

terkait dengan perubahan patologi terutama di segmen posterior

mata. Tingginya derajat miopia ini disebabkan peningkatan

panjang aksial bola mata.

Grosvenor mengklasifikasikan miopia berdasarkan umur menjadi :

10

Page 11: #Miopia Almost Fix

1. Miopia kongenital, miopia yang terjadi sejak lahir dan menetap

pada masa kanak-kanak. 

2. Miopia onset anak-anak, miopia yang terjadi saat usia 6 tahun

sampai 10 tahun.

3. Miopia onset dewasa muda, yaitu miopia yang terjadi antara usia

20 dan 40 tahun.

4. Miopia onset dewasa, yaitu miopia yang terjadi diatas usia 40

tahun.  

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara

klinis dapat dibagi menjadi :

1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata

yang terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa yang

terlalu kuat.

2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di

sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata

seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada.

Penyebab miopia ini adalah pupil yang membuka terlalu lebar

untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan

aberasi dan menambah kondisi miopia. 

3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan

terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada

otot-otot siliaris yang memegang lensa. Di Indonesia, disebut

dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya

sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan.

Untuk kasus ini, tidak boleh terburu-buru memberikan lensa

koreksi. 

4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif,

miopia maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia

derajat tinggi dan tajam penglihatannya di bawah normal meskipun

telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari

waktu ke waktu. 

11

Page 12: #Miopia Almost Fix

5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat-

obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada

nukleus lensa dan sebagainya. 

2.1.1.3 Patofisiologi

Struktur refraktif mata yang paling penting dalam kemampuan refraktif

mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur

pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut memasuki mata

berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan

dalam densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada

perbedaan dalam densitas antara lensa dan cairan disekitarnya. Kemampuan

refraktif kornea seseorang tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan

refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai

dengan kebutuhan untuk melihat dekat atau jauh (Sherwood, 2007).

Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi.

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang selanjutnya dikendalikan

oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang

melekat pada lensa melalui ligamentum suspensorium. Pada mata normal, otot

siliaris melemas dan lensa menjadi gepeng untuk melihat jauh, tetapi saat

melihat dekat otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih

kuat (Sherwood, 2007).

Pada miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat,

maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi

(meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda

dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak

kabur ( Sherwood, 2007).

Pada aktivitas melihat dekat seperti saat membaca, menonton TV, dan

bermain video game yang terlalu lama dapat menyebabkan miopia melalui efek

fisik langsung secara terus menerus, hal ini disebabkan oleh mata terlalu lama

12

Page 13: #Miopia Almost Fix

berakomodasi pada saat melihat dekat sehingga otot siliaris akan terus

berkontraksi yang menyebabkan tonus otot siliaris menjadi tinggi dan lensa

menjadi cembung (Medicinesia, 2013). Namun berdasarkan teori terbaru

aktivitas melihat dekat yang lama menyebabkan terbentuknya bayangan buram

di retina (retinal blur) yang terjadi selama fokus dekat. Bayangan buram ini

memulai proses biokimia pada retina untuk menstimulasi perubahan biokimia

dan struktural pada sklera dan koroid yang menyebabkan pemanjangan axis

bola mata (Fredrick, 2002).

Hal yang menginisiasi pemanjangan axis bola mata merupakan peran

neuromodulator seperti dopamin, serotonin, dan neuropeptida. Pelepasan

neuromodulator akan menyebabkan perubahan struktur sklera yang dimodulasi

oleh pembentukan proteoglikan. Meningkatnya jumlah proteoglikan

menyebabkan peningkatan pertumbuhan panjang axis bola mata. Akibat dari

spasme otot siliaris, maka tidak diperlukan lagi akomodasi sewaktu melihat

dekat sehingga akan menurunkan pelepasan dari neuromodulator. Hal inilah

yang mengakibatkan pemanjangan axis bola mata (Troilo, Nickla dan

Wallman, 2000).

Penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Sorbsy dkk, menemukan bahwa

selama masa kanak-kanak terjadi peningkatan panjang bola mata dan

penurunan kekuatan indeks bias mata (Benjamin, 2006).

13

Page 14: #Miopia Almost Fix

Gambar 1. Mata normal, bayangan jatuh tepat di retina

Sumber : IVO (Institute of Vision and Optics) Myopia, 2012.

Gambar 2. Mata penderita miopia, bayangan jatuh di depan retina.

Sumber : IVO (Institute of Vision and Optics) Myopia, 2012

2.1.1.4 Prevalensi

Insiden miopia dalam populasi sering bervariasi sesuai dengan usia, ras,

jenis kelamin, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan faktor lainnya. Di beberapa

daerah, seperti Cina, India dan Malaysia, memiliki prevalensi miopia sebesar

41% dari populasi orang dewasa. Sebuah penelitian terbaru di inggris yang

melibatkan mahasiswa tahun pertama menemukan bahwa 50% dari mahasiswa

14

Page 15: #Miopia Almost Fix

inggris yang berkulit putih dan 53,4% mahasiswa British Asia menderita

miopia. Di Australia, prevalensi keseluruhan miopia telah diperkirakan 17%.

Dalam satu studi baru, kurang dari 8,4% anak-anak Australia antara usia 4 dan

12 ditemukan memiliki miopia lebih dari -0,5 dioptri. Prevalensi miopia telah

dilaporkan setinggi 70-90% di beberapa negara Asia, 30-40% di Eropa dan

Amerika Serikat, dan 10-20% di Afrika. Di Yunani, ditemukan 36,8% anak

yang berusia 15 sampai 18 tahun menderita miopia. (Medical News, 2012)

2.1.1.5 Tatalaksana

Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata

maupun lensa kontak sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman

penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0

memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi S-3.25 maka

sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar memberikan istirahat mata dengan

baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2012).

Pengobatan miopia dengan menggunakan lensa kontak dari kaca atau

plastik dapat diletakkan di permukaan kornea. Lensa ini dipertahankan di

tempatnya oleh lapisam tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak

dan permukaan depan mata.

Sifat khusus lensa kontak dapat menghilangkan hampir semua pembiasan

yang terjadi di permukaan anterior kornea. Karena air mata mempunyai indeks

bias yang hampir sama dengan kornea menyebabkan permukaan anterior

kornea tidak lagi berperan penting sebagai bagian dari sistem optik mata.

Dengan demikian permukaan luar lensa kontaklah yang lebih berperan penting.

Jadi, pembiasan oleh permukaan lensa kontak ini menggantikan pembiasan

yang biasanya dilakukan oleh kornea. Hal ini penting tetutama pada kelainan

refraksi mata yang disebabkan oleh abnormalitas bentuk kornea, misalnya

bentuk kornea yang aneh dan menonjol yang disebut keratokonus (Guyton,

2008).

15

Page 16: #Miopia Almost Fix

Ilmuwan Universitas New South Wales, Australia, menemukan lensa

kontak khusus yang dapat digunakan untuk menyembuhkan miopia.

Lensa khusus tersebut diberi nama lensa kontak Orthokeratology dan hanya

dikenakan pada waktu malam hari. Desain lensa kontak Orthokeratologi

dikenal dengan nama ”reverse geometri / reverse zone” dimana fitting lensanya

adalah flat pada bagian tengahnya. Fitting ini bertujuan untuk menghasilkan

tekanan pada sentral kornea sehingga dapat membentuk kembali atau

meredistribusi lapisan kornea. Lensa kontak tersebut akan menghasilkan

perubahan pada kelengkungan kornea bagian anterior. Perubahan ini terjadi

karena adanya penipisan pada epitel sentral kornea dan penebalan pada storma

midpheriper. Ini akan menghasilkan pengurangan pada sagital kornea dan

terjadi pengurangan pada power miopia. Pada Orthokeratologi tidak terjadi

perubahan kelengkungan kornea posterior (Veronica, 2010).

Pengobatan miopia juga dapat menggunakan prosedur bedah yang

disebut dengan LASIK. LASIK merupakan prosedur bedah dengan

menggunakan sebuah laser untuk mengurangi ketebalan kornea, sehingga

cahaya jatuh tepat di retina (Vorvick et al, 2012).

2.1.1.6 Preventif

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan

terjadinya miopia seperti :

a. Saat membaca jarak buku minimal 30 sentimeter dari mata.

b. Hindari membaca atau menulis dalam kendaraan yang bergerak atau

sambil berbaring di tempat tidur.

c. Hindari bekerja terlalu lama di depan layar komputer dan gunakan

waktu 5 sampai 10 menit untuk beristirahat setelah 40 menit bekerja

di depan layar komputer.

d. Gunakan pencahayaan yang baik saat membaca jarak dekat.

Dianjurkan menggunakan lampu 40 sampai 60 watt lampu pijar di

sisi meja saat malam hari atau ketika berada diruangan yang gelap.

Lampu pijar mengeluarkan cahaya yang lembut dan memiliki

16

Page 17: #Miopia Almost Fix

perkembangan warna yang baik untuk menjaga otot mata tetap rileks

dan mencegah kelelahan mata.

e. Nutrisi memiliki peranan penting untuk menjaga mata agar tetap

sehat. Rajinlah mengkonsumsi Vitamin A, C dan E dan perlu diingat

bahwa makanan seperti susu dan kuning telur, hati, sayuran berdaun

hijau dan wortel juga sehat untuk mata (Prmob, 2012).

2.1.2 Jarak melihat dekat.

2.1.2.1 Jarak sehat saat melihat dekat.

Saat menonton Televisi ada aturan-aturan yang harus ditaati agar tidak

menimbulkan efek yang tidak baik pada mata. Salah satunya adalah jarak

layar monitor Televisi ke mata harus mengikuti perhitungan standar yang

berlaku secara internasional. Rumus jarak layar Televisi ke mata penonton

adalah 5 kali diagonal layar.

Jika aturan jarak tersebut dilanggar maka kesehatan mata bisa terancam.

Terutama pada anak-anak, jarak menonton yang terlalu dekat dapat

menyebabkan terjadinya miopia.

Rumus menghitung jarak layar Televisi terhadap mata penonton :

berikut ini jarak aman menonton Televisi berdasarkan rumus tersebut dan

hanya terpaut dari ukuran layar televisi yang populer di Indonesia:

1. 14 inchi = 1,78 meter

17

Besar ukuran layar Televisi (inchi) x 5

Page 18: #Miopia Almost Fix

2. 17 inchi = 2,16 meter

3. 20 inchi = 2,54 meter

4. 21 inchi = 2,67 meter

5. 29 inchi = 3,67 meter

6. 32 inchi = 4,07 meter

7. 50 inchi = 6,35 meter

Keterangan :

- Diagonal layar adalah jarak ujung layar kiri atas ke ujung layar kanan

bawah.

- Inchi (") adalah satuan jarak non standar internasional dimana 1 inch sama

dengan 0.0254 meter.

- Untuk ukuran layar Televisi yang lain bisa dihitung dengan mengalikan

diagonal layar dengan 5 lalu dikali lagi 0,0254 (Godam, 2009).

Jarak dan posisi saat membaca sangat erat kaitannya dengan kesehatan

mata. Apabila terbiasa melihat dari jarak dekat (kurang dari 30 cm) secara terus

menerus, maka otot mata akan terus berkontraksi dan bekerja terus menerus,

sehingga akan menyebabkan lensa mata semakin cembung, dan akan

menyebabkan terjadinya miopia, atau mata tidak dapat melihat objek yang

jauh. Menurut Julie, jarak aman (dihitung dari mata ke objek yang dilihat)

untuk membaca minimum 30 cm atau lebih.

Ketajaman penglihatan yang menurun, selain disebabkan karena posisi

membaca atau menonton Televisi yang terlalu dekat, dapat diakibatkan karena

18

Page 19: #Miopia Almost Fix

pencahayaan yang kurang. Hal ini bisa saja karena memang lampu yang redup

atau karena posisi pada saat membaca, misalnya sambil berbaring. Kebiasaan

membaca sambil berbaring, akan mengakibatkan mata bekerja lebih keras,

karena cahaya akan terhalang oleh buku atau kepala, sehingga mata kurang

mendapat pencahayaan yang cukup. Maka, posisi yang baik pada saat

membaca adalah duduk (Nestle, 2012).

2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Monitor CRT dan LCD

a) Chatode-ray tube (CRT)

Chatode-ray tube atau disingkat CRT merupakan perangkat yang

mengubah signal listrik menjadi signal optical melalui proses

penembakan electron (electron beam). CRT banyak dipakai

sebagai peralatan televisi, osiloskop, radar sistem dan lain

sebagainya. Pada monitor CRT radiasinya cukup besar dibanding

dengan monitor LCD sehingga cepat menimbulkan kelelahan mata.

b) Liquid Crystal Display (LCD)

Liquid Crystal Display adalah teknologi display yang

menggunakan sifat isotropic dari suatu bahan material organic

yang berbentuk liquid-crystal karena pengaruh medan listrik.

Setiap pixel dari suatu LCD terdiri dari lapisan liquid-crystal

yang diapit oleh 2 elektrode transparan (transparent electrodes)

yang terbuat dari Indium Tin Oxide (ITO) dan 2 filter polarisasi

(polarizing filter). Tanpa adanya liquid-crystal di lapisan tengah

makan 2 filter polarisasi akan saling menghalangi masuknya

cahaya sehingga tampak sebagai warna hitam. Dengan

mengalirkan listrik melalui kedua elektrode transparan akan

memberikan medan listrik pada liquid-crystal sehingga partikel

didalamnya akan mempolarisasi (memutar) gelombang cahaya

yang masuk dan dapat melalui filter polarisasi pada kedua lapisan

19

Page 20: #Miopia Almost Fix

sehingga cahaya dapat menembus filter dan tampak warna yang

ada dilapisan akhir LCD. Pada monitor LCD radiasinya lebih kecil

dibanding dengan CRT sehingga tidak menyebabkan mata mudah

lelah dan lebih nyaman di mata (Bambang, 2011).

2.1.3 Durasi melihat jarak dekat

Waktu yang dihabiskan untuk menonton Televisi, membaca dan kegiatan

yang membutuhkan penglihatan jarak dekat sangat mempengaruhi kesehatan

mata. Saat membaca waktu yang dihabiskan sebaiknya tidak lebih dari satu

jam. Bila ingin lebih, harus diselingi istirahat minimal 15 menit sebelum

membaca kembali. Namun, waktu yang dihabiskan anak saat membaca sangat

bervariasi, bergantung 'jenis' matanya. Anak yang kemampuan otot-otot

fokusnya sangat kuat bisa membaca lebih dari 2 jam tanpa istirahat. Mereka

biasanya mampu membaca lebih lama tanpa ada tanda-tanda kelelahan mata

seperti pedih, atau mengedip-kedip mata. Disarankan setelah selesai membaca

pandangan dialihkan pada benda-benda berwarna hijau. Pengalihan ini

membantu lapisan dalam bola mata yang bertugas menangkap warna dan

cahaya hingga terbentuk zona rodopsin. Adanya zona ini akan mengaktifkan

pengikatan rodopsin (salah satu senyawa vitamin A) sekaligus membantu

metabolisme di retina (Melawai Optik, 2012).

2.1.4 Pencahayaan ruangan

Pencahayaan di ruangan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi

benda-benda diruangan. Pencahayaan dapat berasal dari cahaya alami dan

cahaya buatan. Selain itu pencahayaan yang memadai memberikan kesan

pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan.

Permasalahan pencahayaan meliputi kemampuan manusia untuk melihat

sesuatu. Pada aktivitas membaca, menulis, dan pekerjaan yang menggunakan

penglihatan dekat akan menyebabkan semakin tinggi kerja mata, oleh sebab itu

cahaya yang dibutuhkan lebih besar. Kualitas cahaya yang baik apabila cahaya

mampu menampilkan warna asli objek. Pada saat menonton TV atau melihat

20

Page 21: #Miopia Almost Fix

layar komputer tingkat cahaya layar sangat berbeda dari tingkat cahaya di

lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu perlu disesuaikan tingkat cahaya layar

TV atau komputer yang berguna untuk menjaga kesehatan mata.

Menurut Prabu (2009), Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai

dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai

dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di ruangan dapat dibedakan

menjadi 5 macam yaitu:

A. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda

yang perlu diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur

pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta

kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena

pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding

serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak

menyegarkan.

B. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang

perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding.

Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.

Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki

effiesien pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien pemantulan

antara 5-90%

C. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)

Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang

perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dindng.

Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni

memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini

masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.

21

Page 22: #Miopia Almost Fix

D. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding

bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang

optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan

baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat

dikurangi.

E. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding

bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar

seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian

dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan

bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya

total yang jatuh pada permukaan kerja.

22

Page 23: #Miopia Almost Fix

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan

rancangan penelitian serial kasus.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Palembang yang berlangsung selama bulan

Juli 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita miopia yang menggunakan

kacamata dengan lensa spheris negatif.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah penderita miopia yang

menggunakan kacamata dengan lensa spheris negatif. Penetapan sampel pada

penelitian ini dengan menggunakan metode multistage consecutive sampling.

Perhitungan jumlah sampel adalah sebagai berikut:

n = Z2 p (1-p)

d2

n = (1,96)2 x 0,045 x 0,955

(0,05)2

n = 3,8416 x 0,045 x 0,455

0,0025

n = 66,03

23

Page 24: #Miopia Almost Fix

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan = derajat kepercayaan

p = Proporsi pengguna kacamata spheris negatif

1-p = Proporsi non pengguna kacamata spheris negatif

d = Limit dari error atau presisi absolut

3.3.3 Kriteria Inklusi

- Penderita miopia dan menggunakan kacamata dengan lensa spheris negatif

- Penderita yang memiliki kartu ukuran lensa dari optik.

- Bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan.

3.3.4 Kriteria eksklusi

Kelainan refraksi selain miopia seperti hipermetropi atau strabismus.

3.4 Variabel penelitian

Berikut beberapa variabel dalam penelitian ini :

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Faktor herediter

4. Perilaku

Aktivitas melihat dekat

Durasi membaca

Jarak membaca

Durasi menggunakan komputer/laptop

Pencahayaan saat membaca

3.4 Definisi Operasional

No. Kriteria Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

1 Usia Data

kuisioner

Data

kuisioner

a. ≤ 2tahun

b. 3-6 tahun

c. 7-21 tahun

d. ≥ 22 tahun

24

Page 25: #Miopia Almost Fix

2 Jenis kelamin Data

kuisioner

Data

kuisioner

a. Laki-laki

b. Perempuan

3 Faktor herediter Data

kuisioner

Data

kuisioner

a. Ayah menderita Miopia

b. Ibu menderita myopia

c. Ayah dan ibu menderita

miopia

3 Perilaku

- Aktivitas

melihat dekat

- Durasi

membaca

- Jarak

membaca

- Durasi

menggunakan

laptop

- Pencahayaan

saat membaca

Data

kuisioner

Data

kuisioner a. <30 cm

b. >30 cm

a. <1 jam

b. 1-2 jam

c. >3 jam

a. <30 cm

b. >30 cm

a. <1 jam

b. 1-2 jam

c. >3 jam

a. Baik

b. Cukup

c. Kurang

3.6 Cara pengumpulan data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode survei

yaitu dengan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden.

25

Page 26: #Miopia Almost Fix

Peneliti menggunakan kuesioner yang merupakan suatu teknik pengumpulan data

dan informasi dengan membuat daftar pertanyaan yang diajukan kepada

responden.

3.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan secara deskriptif

dalam bentuk tabel frekuensi, dan persentase yang disertai kalimat-kalimat narasi

untuk memperjelas.

26

Page 27: #Miopia Almost Fix

3.8 Kerangka Operasional

27

Penentuan populasiSeluruh seluruh penderita miopia yang menggunakan kacamata dengan lensa spheris negatif.

Penentuan sampel

Penderita miopia yang menggunakan kacamata dengan lensa spheris negatif yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Pengumpulan data

Menggunakan kuesioner

Pengolahan data

Data-data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi, dan persentase

Hasil

Page 28: #Miopia Almost Fix

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah 66 orang yang telah

terdiagnosis miopia dan menggunakan kacamata dengan lensa spheris negatif.

Subjek penelitian terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan usia bervariasi

dengan usia terendah 18 tahun dan usia tertinggi 53 tahun. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juli 2015.

4.1. Distribusi Subjek Penelitan Berdasarkan Usia

Dalam penelitian ini, sampel penelitian dibagi menjadi 5 kelompok

usia. Kelompok usia 15-24 tahun merupakan kelompok usia dengan frekuensi

tertinggi (83,3%), diikuti oleh kelompok usia 25-34 tahun (9,1%), kelompok

usia 35-44 tahun dan kelompok usia 45-54 tahun yang memiliki frekuensi

yang sama (3,03%), dan frekuensi yang yang paling rendah pada kelompok

usia 6-14 tahun (1,51%). Distribusi frekuensi berdasarkan usia dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Kelompok Umur Jumlah Persentase (%)

6-14 tahun 1 1.5

15-24 tahun 55 83.3

25-34 tahun 6 9.1

35-44 tahun 2 3

45-54 tahun 2 3

Total 66 100

4.2. Distribusi Subjek Penelitan Berdasarkan Jenis Kelamin

28

Page 29: #Miopia Almost Fix

Pada penelitian ini, didapatkan jumlah penderita miopia berjenis

kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki, yakni 44 perempuan

(66,67%) dan 22 laki-laki (33,33%). Perbandingan frekuensi antara

perempuan dan laki-laki mendekati 1:2. Distribusi frekuensi penderita miopia

berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 22 33.3

Perempuan 44 66.7

Total 66 100

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fachrian dkk (2009), tidak ada

hubungan bermakna antara jenis kelamin responden dengan kejadian

kelainan tajam penglihatan (p=0,927). Hasil penelitian didapatkan bahwa

persentase kejadian kelainan tajam penglihatan lebih banyak pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki (perempuan 53,2% dan laki-laki 46,8%). Hal

ini sesuai dengan pernyataan Supartoto bahwa penderita kelainan tajam

penglihatan pada anak perempuan lebih besar daripada laki-laki dengan angka

perbandingan 1,4 : 1 Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan di Brazil tahun 2006 oleh Onuki Haddad dkk,

dimana prevalensi kelainan tajam penglihatan pada anak laki-laki lebih besar

(51%) dibandingkan anak perempuan (49%). Perbedaan kedua hasil ini dapat

disebabkan oleh perbedaan ras dimana ras kaukasiod yang diwakili oleh

Amerika Serikat lebih tinggi (43%) daripada ras melanesoid (37,8%);

perbedaan budaya yang mempengaruhi kebiasaan dan aktivitas sehari-hari;

perbedaan lingkungan serta status gizi.

4.3. Distribusi Subjek Penelitan Berdasarkan Pemakaian Kacamata Pada

Orang Tua

29

Page 30: #Miopia Almost Fix

Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita miopia memiliki ayah dan

ibu yang memakai kacamata (45.5%) sedangkan paling sedikit penderita

miopia dengan orang tua yang tidak memakai kacamata (16.7%). Hasil

penelitian dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Pemakaian Kacamata pada

Orang tua

Kriteria Jumlah Persentase (%)

Kedua orang tua tidak

memakai kacamata

11 16.7

Ayah memakai kacamata 13 19.7

Ibu memakai kacamata 12 18.2

Ayah dan ibu memakai

kacamata

30 45.5

Total 66 100

Beberapa penelitian menunjukkan faktor resiko keturunan adalah faktor

terpenting yang menyebabkan miopia. Orang tua yang miopia cenderung

memiliki anak miopia. Penelitian Goss menyebutkan, prevalensi miopia 33-

60% pada anak dengan kedua orangtua miopia, pada anak yang memiliki

salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40%, dan hanya 615% anak

mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua myopia (Goss, 2006).

Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, ada faktor keturunan yang

mendasari seseorang mengalami miopia, dan hal ini cenderung mengikuti

pola dose respons pattern. Penelitian secara genetik juga pernah dilakukan

untuk mengidentifikasi lokus genetik yang berhubungan dengan kejadian

miopia, terutama miopia ekstrim. Penelitian secara genetik, telah

mengindentifikasi lokus gen untuk miopia (2q, 4q, 7q, 12q, 15q,17q, 18p,

22q, dan Xq), dan gen 7p15, 7q36, dan 22q11 dilaporkan ikut mengatur

kejadian myopia (Alexander, 2011). Dari penelitian lain juga didapatkan

30

Page 31: #Miopia Almost Fix

bahwa orang yang mempunyai polimorfisme gen PAX6 akan mengalami

myopia yang ekstrim sedangkan orang yang tidak mempunyai gen ini hanya

mengalami myopia tinggi (6-10 D) dengan sampel mahasiswa kedokteran

tahun pertama di Universitas Kedokteran Chung Shan, Taiwan. Penelitian di

Australia terhadap anak kembar yang mengalami myopia juga menunjukan

50% faktor genetic mempengaruhi pemanjangan aksis bola mata (Dirani, dkk

2008). Penelitian lain juga menemukan 7q36 berhubungan dengan kejadian

miopia berat (> - 6D) (Klein, dkk. 2011). Hal ini membuktikan bahwa

riwayat miopia di keluarga merupakan faktor resiko yang penting dalam

kejadian miopia.

4.4. Distribusi Subjek Penelitan Berdasarkan Lama Penggunaan Kacamata

Pada penelitian yang telah dilakukan, responden kebanyakan telah

memakai kacamata lebih dari 5 tahun, yaitu sebanyak 46 orang (69.7%).

Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Monitor yang

digunakan

Lama Penggunaan Kacamata Jumlah Persentase (%)

< 1 tahun 3 4.5

1-5 tahun 17 25.8

>5 tahun 46 69.7

Total 66 100

4.5. Distribusi Subjek Penelitan Berdasarkan Jenis Monitor yang digunakan

Dari hasil penelitian didapatkan jumlah penderita miopia terbanyak

adalah menggunakan jenis monitor LCD (92.4%) pada saat melihat dekat,

dan yang paling sedikit menggunakan monitor CRT (7.6%) pada saat melihat

dekat. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 distribusi penderita miopia

31

Page 32: #Miopia Almost Fix

berdasarkan jenis monitor yang digunakan saat menggunakan laptop atau

komputer.

Tabel 5. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Monitor yang

digunakan

Jenis Monitor Jumlah Persentase (%)

LCD 61 92.4

CRT 5 7.6

Total 66 100

Komputer pada awalnya menggunakan jenis Cathode Ray Tube (CRT)

yang lebih banyak dikenal sebagai layar cembung. Monitor jenis ini terdiri

dari titik-titik kecil (pixels) yang membuat mata sulit untuk fokus. Titik-titik

tersebut juga harus dilakuan rechargeyang menimbulkan suatu flicker yang

akan membuat otot mata berulang kali mengatur dan memfokuskan

penglihatan. Oleh karena efek yang dapat menimbulkan kelelahan mata

tersebut, komputer jenis ini sudah jarang digunakan. Sebagai gantinya

digunakan komputer layar datar atau menggunakan Liquid Crystal Display

(LCD). Komputer jenis ini sudah tidak ada flicker pada monitor sehingga

dapat meminimalisasi kelelahan mata. Selain itu juga tidak ada lagi efek halo

sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya, tidak memancarkan radiasi, dan

oleh karena bentuknya yang datar maka pantulan cahaya dari luar lebih

sedikit (Firdaus, 2013).

4.6. Distribusi Subjek Penelitan Berdasarkan Hobi

Berdasarkan hasil penelitian, didapati 47 orang dari seluruh sampel

hobi membaca (71,2%), dan 19 orang tidak hobi membaca (28,8%). 53 orang

dari seluruh sampel menyatakan hobi menonton (80,3%), sementara 13 orang

sisanya tidak senang menonton (19,7%). Saat ditanya mengenai hobi bermain

video game, 35 orang dari seluruh sampel menyatakan tidak hobi bermain

32

Page 33: #Miopia Almost Fix

video game (53,0%), sementara 31 orang sisanya hobi bermain video game

(47,0%). Hasil penelitian berdasarkan hobi dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Hobi

Hobi Jumlah Persentase (%)

Membaca

Ya

Tidak

19

47

28.79

71.21

Menonton

Ya

Tidak

13

53

19.7

80.3

Bermain Video Game

Ya

Tidak

35

31

53.0

47.0

Total 66 100

Faktor gaya hidup yaitu aktivitas melihat dekat yang terlalu banyak,

seperti membaca buku, melihat layar komputer, bermain video game,

menonton televisi, dapat menyebabkan lemahnya otot siliaris mata sehingga

mengakibatkan ganguan otot untuk melihat jauh. Daerah perkotaan yang

padat juga mengakibatkan sempitnya ruang bermain sehingga anak cenderung

melakukan aktivitas bermain di dalam ruangan yang jarang menggunakan

penglihatan jauh. Faktor gaya hidup ini didukung tingginya akses terhadap

33

Page 34: #Miopia Almost Fix

media akivitas visual. Pada penelitian ini, aktivitas melihat dekat dan lama

yang paling banyak dilakukan adalah menonton televisi. Tingginya akses

terhadap media visual ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan waktu

dan jarak menonton anak oleh orang tua dapat meningkatkan kelainan tajam

penglihatan. Menurut sebuah penelitian menonton televisi lebih dari 2 jam

sehari dengan jarak 2 meter dapat meningkatkan resiko terjadinya kelainan

tajam penglihatan.

4.6. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Lamanya Aktivitas Melihat

Dekat

Dari hasil penelitian waktu minimum yang di habiskan responden

dalam melakukan aktivitas melihat dekat adalah 2 jam, dan waktu maximum

yang dihabiskan responden dalam melakukan aktivitas melihat dekat adalah

15 jam selama sehari.

Sebanyak 18,8% responden menghabiskan waktu sebanyak 4 jam

dalam melakukan aktivitas melihat dekat, menyusul para responden yang

menghabiskan waktu sebanyak 6, 7, dan 8 jam yang masing-masing sebanyak

12,12%. Responden yang menghabiskan waktu sebanyak 3 dan 5 jam

masing-masing sebanyak 9,09%. Responden yang menghabiskan waktu

sebanyak 2, 9, 11, dan 15 jam dalam melakukan aktivitas melihat dekat

masing-masing sebanyak 4,55%, responden yang menghabiskan waktu

sebanyak 10 dan 12 jam masing-masing sebanyak 3,03% dan selama 13 dan

14 jam masing-masing sebanyak 1, 52%.

Distribusi penderita Miopia berdasarkan lamanya aktivitas melihat

dekat dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1. Distribusi penderita Miopia berdasarkan lamanya aktivitas melihat dekat

34

Page 35: #Miopia Almost Fix

4.10 Faktor Genetik dan Faktor-Faktor lainnya

35

Page 36: #Miopia Almost Fix

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Kelompok usia 15-24 tahun merupakan kelompok usia dengan frekuensi

tertinggi (83,3%).

2. Jumlah penderita miopia berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari

laki-laki (66,67%).

3. Subjek penelitian kedua orang tua yang memakai kacamata paling banyak

(45.5%).

4. Subjek penelitian kebanyakan telah memakai kacamata lebih dari 5 tahun

(69.7%).

5. Jumlah penderita miopia terbanyak menggunakan jenis monitor LCD

(92.4%) pada saat melihat dekat.

6. Subjek penelitian memiliki hobi membaca (71,2%), menonton (80,3%),

dan bermain video game (47,0%).

7. Sebanyak 18,8% responden menghabiskan waktu sebanyak 4 jam dalam

melakukan aktivitas melihat dekat

5.2. Saran

1. Bagi Responden

‒ Agar mengurangi lamanya kegiatan menggunakan penglihatan dekat

seperti membaca, menonton televisi dan bermain video game.

‒ Atur jarak mata dengan monitor Televisi ketika menonton dan saat

bermain video game dengan menghitung jarak yang aman untuk

mata yaitu besar layar monitor dalam inc dikali lima.

‒ Saat membaca gunakan jarak yang baik yaitu lebih dari 30 cm dari

mata dan hindari posisi berbaring saat menonton TV, bermain video

game, dan saat membaca.

36

Page 37: #Miopia Almost Fix

‒ Hindari aktivitas terlalu lama di depan layar monitor seperti TV

maupun video game dan gunakan waktu 5 sampai 10 menit untuk

beristirahat setelah 40 menit beraktivitas di depan layar monitor.

‒ Dalam melakukan aktivitas melihat dekat seperti membaca,

menonton TV dan bermain video game usahakan tidak lebih dari 4-6

jam sehari untuk menghindari risiko miopia.

2. Bagi Akademik

‒ Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai faktor risiko

terhadap kejadian miopia.

‒ Diperlukan pembahasan mengenai pencahayaan yang digunakan saat

melakukan aktivitas melihat dekat.

‒ Data mengenai besar dioptri sebaiknya diperoleh dari pemeriksaan

langsung.

‒ Diperlukan jumlah sampel yang lebih banyak untuk lebih mewakili

semua populasi

‒ Publikasi penelitian ini perlu dilakukan untuk meningkatkan

kesadaran para anak agar lebih menjaga mata tidak terkena miopia.

37