laporan kasus miopia

23
BAB I KASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. Choiriyah Usia : 50 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku Bangsa : Jawa Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (Pembuat Gorangan) Alamat : Tempuran, Magelang Tanggal Masuk : 3 Oktober 2012, Pukul 10.00 WIB B. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RST Dr.Soedjono Magelang pada hari Rabu tanggal 3 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB. Keluhan Utama :mata kanan dan kiri kabur, pegal setelah membaca, terasa ada yang mengganjal dan kemerahan. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan mengeluhkan penglihatan kabur terutama saat melihat jauh sejak 10 hari yang lalu. Bila membaca dekat kabur dan setelah selesai 1

Upload: nurul-ardianti

Post on 03-Jan-2016

411 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kedokteran Mata

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Miopia

BAB I

KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Choiriyah

Usia : 50 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

(Pembuat Gorangan)

Alamat : Tempuran, Magelang

Tanggal Masuk : 3 Oktober 2012, Pukul 10.00 WIB

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RST Dr.Soedjono Magelang

pada hari Rabu tanggal 3 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB.

Keluhan Utama :mata kanan dan kiri kabur, pegal setelah membaca, terasa

ada yang mengganjal dan kemerahan.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan mengeluhkan penglihatan kabur terutama saat

melihat jauh sejak 10 hari yang lalu. Bila membaca dekat kabur dan

setelah selesai akan terasa pegal dan pusing. Tidak ada riwayat

mennggunakan kacamata sebelumnya.Pasien merasa ada yang mengganjal

pada mata kanan dan kiri sejak 4 minggu yang lalu.Riwayat sering

terpapar debu dan sinar matahari saat mengendarai sepeda motor tanpa

kacamata pelindung saat bepergian.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.Tidak ada

penyakit lainnya.

1

Page 2: Laporan Kasus Miopia

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.Tidak ada riwayat

menggunakan kacamata dalam keluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Kesadaran : Compos mentis

Aktifitas : Normoaktif

Kooperatif : Kooperatif

Status Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 120/90 mmHg

No. Pemeriksaan OD OS

1. Visus 6/20

Koreksi S -1,25 6/6

Add S +2,00

6/30

Koreksi S -1,50 6/6

Add S +2,00

2. Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3. Palpebra Superior :

- Ptosis

- Hematom

- Vulnus Laserasi

- Edema

- Hiperemi

- Silia

- Entoprion

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Trikiasis (-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Trikiasis (-)

(-)

2

OCULUS DEXTER OCULUS SINISTer

Pterigium (+)

Page 3: Laporan Kasus Miopia

4. Palpebra Inferior :

- Edema

- Hiperemi

- Silia

- Entoprion

(-)

(-)

Trikiasis (-)

(-)

(-)

(-)

Trikiasis (-)

(-)

5. Konjungtiva :

- Injeksi konjungtiva

- Injeksi siliar

- Pertumbuhan

fibrovaskular

(-)

(-)

Tampak selaput

berbentuk segitiga

dari arah nasal

menuju limbus

(belum sampai

limbus, + 3mm)

(-)

(-)

Tampak selaput

berbentuk segitiga

dari arah nasal

menuju limbus

(belum sampai

limbus, + 3mm)

6. Kornea :

- Kejernihan

- Infiltrat

- Sikatrik

Jernih

(-)

(-)

Jernih

(-)

(-)

7. COA :

- Kedalaman

- Hifema

- Hipopion

Cukup

(-)

(-)

Cukup

(-)

(-)

8. Iris :

- Sinekia

Regular

(-)

Regular

(-)

9. Pupil :

- Bentuk

- Diameter

- Reflek

- Isokori

Bulat

2 mm

+/+

(+)

Bulat

2 mm

+/+

(+)

10. Lensa Jernih Jernih

11. Korpus Vitreum Jernih Jernih

12. Fundus refleks Cemerlang Cemerlang

3

Page 4: Laporan Kasus Miopia

13. Funduskopi

Miopik kresen

Normal

-

Normal

-

14. TIO Normal Normal

D. DIAGNOSIS BANDING

ODS:

Refraksi Anomali :

1. Miopia: dipertahankan karena pasien mengeluh kabur pada penglihatan

jauh dan saat dilakukan koreksi dengan lensa sferis (-) penglihatan

membaik.

2. Hipermetropia: disingkirkan karena pasien terutama mengeluhkan kabur

pada penglihatan jauh dan setelah dilakukan koreksi lebih nyaman dengan

lensa sferis (-).

3. Astigmatisme: disingkirkan karena setelah dilakukan koreksi tidak butuh

lensa silindris.

Kelainan Akomodasi:

Presbiopia: dipertahankan karena mengeluh kabur saat membaca dan terasa

pegal, usia 50 tahun dan setelah dilakukan koreksi kacamata untuk membaca

sesuai umur yaitu + 2,00 membaca menjadi lebih jelas dan nyaman.

Mata merah:

1. Pterigium: dipertahankan karena terdapat jaringan fibrovaskular yang

berbentuk segitiga dari daerah nasal menuju limbus + 3mm Derajat 1.

2. Pinguekula: disingkirkan karena kelainan pada mata terutama berbentuk

segitiga dan tidak terdapat benjolan pada konjungtiva bulbi.

3. Pseudopterigium: disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat

cedera pada kornea dan tidak ada perlekatan anatara konjungtiva dan

kornea.

E. DIAGNOSIS KERJA

ODSMiopia, Presbiopia dan Pterigium Derajat I

4

Page 5: Laporan Kasus Miopia

F. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa:

a. Topical:

- Cendo Lyteers ED bt.I

∫ 3dd gttI ODS

b. Oral:

- Neurodex

∫ 1dd tabI

2. Pemberian Kacamata:

OD S -1,25

OS S -1,50

Add S +2,00

G. PROGNOSIS ODS

1. Quo ad vitam : bonam

2. Quo ad sanam : bonam

3. Quo ad cosmeticam : bonam

4. Quo ad functionam : bonam

5. Quo ad visam : Dubia ad bonam

H. EDUKASI

1. Penerangan yang baik dan cukup saat membaca.

2. Atur jarak baca minimal + 30 cm.

3. Hindari membaca sambil tidur berbaring.

4. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian.

Misalnya setelah membaca, melihat gambar atau menggunakan komputer

lama, berhenti dahulu 15 – 20 menit, beristirahat sambil melakukan

aktifitas lain.

5. Berkendara sebaiknya memakai kacamata pelindung atau helm yang ada

kacanya.

6. Hindari pajanan langsung dengan debu, sinar matahari dan angin.

5

Page 6: Laporan Kasus Miopia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. KELAINAN REFRAKSI

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak terbentuk

pada retina.Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada

mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur.Pada mata normal kornea dan

lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.Keadaan

ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola

mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan

tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu

titik yang tajam.

Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan

kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola

mata.Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga

pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak

pada retina.Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun

jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.

II.2. AKOMODASI

Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak tak berhingga atau jauh

akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh tersebut didekatkan, hal

ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada

retina. Jika berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan

terfokus pada retina.

Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung

yang terjadi akibat kontraksi otot siliar.Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa

yang mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan

kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks

akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat dekat.

Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut

6

Page 7: Laporan Kasus Miopia

didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini

didekatkan penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan

mencembungkan lensa. Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri

(D), lensa 1 D mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.

Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi

akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan

berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia.

II.3. MIOPIA

II.3.1. Definisi

Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk

melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik.

II.3.2. Etiologi

Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga

membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar

yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum

remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.Berdasarkan

penyebabnya, miopia dapat dibedakan menjadi myopia aksialis dan refraktif.

1. Miopia aksialis

Terjadi karena panjangnya sumbu bola mata anteroposterior sehingga

bayangan benda difokuskan di depan retina.

2. Miopia refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan sehingga bayangan benda

terletak di depan retina. Penyebabnya terletak pada:

- Kornea: Kongenital: keratokonus dan keratoglobus. Didapat: karatektasia,

karena menderita keratitits, kornea menjadi lemah. Oleh karena tekanan

intraokuler, kornea menonjol ke depan.

- Lensa: Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa atau subluksasi

lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung. Pada

katarak imatur, akibat masuknya humor akueus, lensa menjadi cembung.

7

Page 8: Laporan Kasus Miopia

- Cairan mata: pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati, kadar

gula dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya meninggi pula.

II.3.3. Klasifikasi

Berdasarkan derajat beratnya, dibedakan menjadi :

1. Miopia ringan :<3 D.

2. Miopia sedang : 3-6 D.

3. Miopia tinggi :> 6 D.

Berdasarkan perjalanan miopia, dibedakan menjadi :

1. Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologis

Timbul pada usia masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit

pada waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit

sampai usia 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5 D, atau -6 D. Tajam

penglihatan dengan koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal.

2. Miopia progresif

Dapat ditemukan pada semua usiadan mulai sejak lahir. Kelainan

mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai usia 25

tahun atau lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 D.

3. Miopia maligna

Miopia progresif yang lebih ekstrim.Miopia progresif dan miopia maligna

disebut juga miopia patologis atau degeneratif, karena disertai kelainan

degeneratif di koroid dan bagian lain dari mata, dapat mengakibatkan

ablasi retina dan kebutaan.

II.3.4. Gejala Miopia

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat,

sedangkan melihat jauh kabur atau disebut rabun jauh.

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, mempunyai

kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk

mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien mempunyai pungtum remootum

yang dekat (titik terjauh) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau

berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia

konvergensi.

8

Page 9: Laporan Kasus Miopia

II.3.5. Koreksi Miopia

Miopia dikoreksi dengan menggunakanbeberapa metode yang dapat

digunakan untuk koreksi miopia dan juga kelainan refraksi lainnya.

a. Lensa kacamata: lensa sferis konkaf (minus) yang dapat memindahkan

bayangan mundur ke retina

b. Lensa kontak :Lensa kontak mengurangi masalah penampilan atau kosmetik

akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain

masalah pemakaiannya, perlu diperhatikan masalah lama pemakaian, infeksi,

dan alergi terhadapbahan yang dipakai.

c. Bedah keratorefraktif :mencakup serangkaian metode untuk mengubah

kelengkungan permukaan anterior mata.

d. Lensa intraocular

e. Ekstraksi lensa

II.3.6. Komplikasi

Pada penderita miopia yang tidak dikoreksi dapat timbul komplikasi,

antara lain ablasio retina dan strabismus esotropia. Ablasio retina karena miopia

yang terlalu tinggi terbentuk stafiloma sklera posterior, maka retina harus meliputi

permukaan yang lebih luas sehingga teregang.Akibat regangan mungkin dapat

menyebabkan ruptur dari pembuluh darah retina dan mengkibatkan perdarahan

yang dapat masuk ke badan kaca, mungkin dapat terjadi ablasio retina akibat

robekan karena tarikan.Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien tersebut

memiliki pungtum remotum yang terdekat sehingga mata selalu dalam keadaaan

konvergensi yang dapat menimbulkan astenopia konvegensi. Bila kedudukan bola

mata ini menetap maka kedudukan akan terlihat juling kedalam atau esotropia.

Bila terdapat juliing keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau

terdapat ambliopia.

9

Page 10: Laporan Kasus Miopia

II.4. PRESBIOPIA

II.4.1. Definisi

Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin

meningkatnya umur.Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan

perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya

elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.

II.4.2. Etiologi

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:

- Kelemahan otot akomodasi

- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis

lensa

II.4.3. Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi

mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan

kapsul sehingga lensa menjadi cembung.Dengan meningkatnya umur maka lensa

menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi

cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

II.4.4. Gejala Klinis

- Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,

akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair

dan sering terasa pedas.

- Kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.

- Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung

menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga

mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.

II.4.5. Penatalaksanaan

Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca

dekat yang biasanya berhubungan dengan umur:

10

Page 11: Laporan Kasus Miopia

- 40 tahun: + 1.0 dioptri

- 45 tahun: + 1.5 dioptri

- 50 tahun: + 2.0 dioptri

- 55 tahun: + 2.5 dioptri

- 60 tahun: + 3.0 dioptri

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa

positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak

melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca

terletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.

II.5. PTERIGIUM

II.5.1. Definisi

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang

bersifat degeneratif dan invasif, penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang

tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea.Pterigium berasal

dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya “wing” atau sayap. Insidens

pterigium di Indonesia yang terletak digaris ekuator, yaitu 13,1%. Diduga bahwa

paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.

Gambar 1. Pterigium

II.5.2. Faktor Resiko

Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :

1. Usia

Prevalensi pterigium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada

usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak, pterigium terbanyak

pada usia dekade dua dan tiga.

11

Page 12: Laporan Kasus Miopia

2. Pekerjaan

Pertumbuhan pterigium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar

UV.

3. Tempat tinggal

Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan

setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki

angka kejadian pterigium yang lebih tinggi.

4. Jenis kelamin

Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.

5. Herediter

Pterigium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal

dominan.

6. Infeksi

Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterigium.

7. Faktor risiko lainnya

Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu

seperti asap rokok, pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

pterigium.

II.5.3. Klasifikasi

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan

pterigium dibagi menjadi :

1. Derajat I : hanya terbatas pada limbus 

2. Derajat II : Sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati

kornea.

3. Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil

mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm) 

4. Derajat IV : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga

mengganggu penglihatan.

12

Page 13: Laporan Kasus Miopia

II.5.4. Gejala klinik

Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa

mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma

yang memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat

menimbulkan diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang

tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik,

Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal.

II.5.5. Diagnosis Banding

Pterigium harus dapat dibedakan dengan

pseudopterigium.Pseudopterigium terjadi akibat pembentukan jaringan parut pada

konjungtiva yang berbeda dengan pterigium, dimana pada pseudopterygium

terdapat adhesi antara konjungtiva yang sikatrik dengan kornea dan

sklera.Penyebabnya termasuk cedera kornea, cedera kimiawi dan

termal.Pseudopterygium menyebabkan nyeri dan penglihatan ganda.Penanganan

pseudopterygium adalah dengan melisiskan adhesi, eksisi jaringan konjungtiva

yang sikatrik dan menutupi defek sklera dengan graft konjungtiva yang berasal

dari aspek temporal.

Selain itu pterigium juga didagnosis banding dengan pinguekula yang

merupakan lesi kuning keputihan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal atau

temporal limbus. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun

karena kualitas air mata yang kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi

tetapi pada kasus tertentu dapat diberikan steroid topikal.

II.5.6. Penatalaksanaan

1. Konservatif

Pemberian obat-obatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan

tindakan bedah dilakukan pada pterigium yang melebihi derajat 2.Tindakan

bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 atau 2 yang telah

mengalami gangguan penglihatan.Bila pterigium meradang dapat diberikan

steroid atau suatu tetes mata dekongestan.Lindungi mata yang terkena

pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata

13

Page 14: Laporan Kasus Miopia

pelindung.Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat

diberikan steroid.Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan

dalam bentuk salep.Bila diberi vasokonstriktor maka perlu kontrol dalam 2

minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.

2 . Tindakan operatif

Adapun indikasi operasi menurut Ziegler dan Guilermo Pico, yaitu :

1.      Mengganggu visus

2.      Mengganggu pergerakan bola mata

3.      Berkembang progresif

4.      Mendahului suatu operasi intraokuler

5.      Kosmetik

Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan

pterygium di antaranya adalah:

1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan

permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat

rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.

2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka,

diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.

3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi

untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas

eksisi untuk  membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian

diletakkan pada bekas eksisi.

5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari

konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka

kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat

jaringan (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).

6. Amniotic membrane transplantation

Ada juga teknik lain yaitu Amniotic membrane transplantation, yaitu

teknik grafting dengan menggunakan membran amnion, yang merupakan

lapisan paling dalam dari plasenta yang mengandung membrana basalis

14

Page 15: Laporan Kasus Miopia

yang tebal dan matriks stromal avaskular. Cara kerja teknik ini adalah

dimana komponen membran basalis dari membran amnion ini serupa

dengan komposisi dalam konjungtiva.

II.5.7. Komplikasi

Komplikasi pterigium meliputi sebagai berikut:

1.Pra-operatif

a. Astigmatisme

Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmatisme

karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat

adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran

daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya

astigmat.Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga

akibat “tear meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterigium.

b. Kemerahan dan iritasi

c. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea.

2. Intra-operatif

Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning) dan

perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi

dengan conjunctival autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat

sementara dan tidak mengancam penglihatan.

3. Pasca-operatif

Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:

a. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft

konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.

b. Pterigium rekuren.

II.5.8. Prognosis

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien

dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterygium

rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau

transplantasi membran amnion.

15

Page 16: Laporan Kasus Miopia

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.

Vaugan, Daniel G dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Ed 14. Penerbit EGC: Jakarta.

Nabila, http://www.scribd.com/doc/96263200/MIOPIA

Sandha, http://www.scribd.com/doc/54316495/Pterigium-Final

http://www.docstoc.com/docs/42221231/refrat-Miopia

http://www.scribd.com/doc/82305401/PRESBIOPIA-thea

16