ara miopia
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Retina
Anatomi
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen
retina dan terdiri atas lapisan:4,5
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan susunan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf
optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kecil.
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hamper sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya
2
di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6.5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5.7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran
Bruch, koroid, dan sklera. Retina mempunyai tebal 0.1 mm pada ora serrata dan
0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah- tengah retina posterior terdapat makula.
Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.4,5
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang berada tepat di
luar membrane Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina, serta cabang- cabang dari retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga
sebelah dalam.4,5
Fisiologi
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu
reseptor kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf
optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk
ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian
besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal
ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem
pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa
makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna ( penglihatan
fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).4,5
3
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk
sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton
cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi
menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang
separuh terbenam di lempeng membram lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh retina terjadi pada panjang
gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum
cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut
memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm
masing-masing untuk sel kerucut peka-biru, hijau, dan merah. Fotopigmen sel
kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa
abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi
penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi
rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan
berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap
panjang-panjang gelombang dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan
panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700
nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senja
hari oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh
fotoreseptor batang.4,5
Defenisi Miopia Patologik
4
Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar- sinar sejajar sumbu
penglihatan yang datang dari jarak tak terhingga yang memasuki bola mata
difokuskan di depan retina. Kelainan refraksi ini terjadi karena daya bias kornea dan
lensa terlalu kuat, panjang aksis bola mata lebih besar dari normal, atau keduanya.
Pada beberapa kasus miopia, aksis bola mata sangat panjang, sehingga sinar yang
masuk difokuskan jauh di depan retina.1
Miopia patologik merupakan miopia yang lebih besar dari miopia 8 dioptri.
Miopia patologik lebih banyak diderita oleh wanita, tapi tidak ada perbedaan yang
signifikan antara penderita pria dan wanita pada miopia derajat ringan dan sedang.
Perbedaan antara miopia fisiologis dan miopia patologik tidak hanya berkorelasi
dengan derajat kesalahan refraksi, namun kemungkinan adanya perubahan patologis
di fundus meningkat pada mata dengan miopia lebih dari 6 sampai 8 dioptri. Pada
miopia fisiologis atau miopia simpleks, berat kelainan refraktif kurang dari -6 dioptri,
kelainan fundus ringan dapat ditemukan namun biasanya tidak terjadi perubahan
organik, tajam penglihatan dapat mencapai normal dengan koreksi yang sesuai.6,7
Miopia patologik dapat pula disebut miopia maligna, miopia degeneratif,
miopia derajat tinggi, atau miopia progresif. Pada miopia patologik, panjang aksis
bola mata ≥ 32.5 mm dengan karakteristik adanya perubahan atau degenerasi
korioretina akibat elongasi bola mata. Dimana berat ringan perubahan korioretina
tersebut tidak tergantung derajat miopianya.8 Ada yang berpendapat bahwa miopia
patotologik ini adalah suatu keadaan degeneratif atau bukan merupakan suatu
diagnosis, karena merupakan bagian dari progresivitas miopia dan biasanya terjadi
pada usia dewasa muda.9,10 Namun ada juga yang berpedapat bahwa miopia patologik
menggambarkan perubahan histopatologis dan abnormalitas fundus pada penderita
miopia.11, 12
Etiologi Miopia Patologik
5
Etiologi dari miopia maligna sampai saat ini masih belum jelas. Biasanya
faktor utama untuk menentukan tipe miopia adalah kelemahan dan ketidakmampuan
sklera untuk mempertahankan tekanan intraokuler tanpa kontraksi dan relaksasi.
Umumnya perubahan fundus disebabkan oleh kontraksi tetapi perubahan ini lebih
dipengaruhi kelainan perkembangan genetik yang mempengaruhi seluruh segmen
posterior mata. Perubahan yang terjadi tidak begitu berbeda dengan miopia simpleks.
Miopia patologik berhubungan dengan penyakit sistemik seperti Marfan’s syndrome,
prematur retinopati, Ehler’s- Danlon syndrome, dan albinisme.13
Patogenesis Miopia Patologik
Patogenesis dari perubahan degeneratif makula pada mata miopi tidak jelas
diketahui, meskipun lesinya diperkirakan merupakan hasil dari keabnormalan
biomekanik atau faktor heredodegeneratif.14 Sebelumnya pernah diidentifikasi adanya
lokus autosomal dominan miopia pada gen 18p11, 3i. Pada penemuan selanjutnya,
ditemukan adanya gen heterogen miopia maligna yang terkait dengan lokus kedua
dari gen 12q2123.15
Miopia patologik terdiri dari dua stadium:17
1. Stadium development
Kerusakan pada stadium ini disebabkan oleh pemanjangan dari aksis
diikuti dengan kerusakan vaskular. Pemanjangan dari aksis bola mata,
yang disebut staphyloma posterior, timbul akibat penipisan sclera. Ektasia
yang progresif terbentuk pada polus posterior (diskus nervus optikus dan
makula), bagian inferior, nasal, atau dalam bentuk multiple. Kerusakan
pada membran Bruch disertai dengan atrofi koroid membentuk lesi yang
disebut Lacquer cracks. Hal ini berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya neovaskularisasi pada koroid.
2. Stadium degenerasi
6
Stadium ini merupakan tahap akhir dari stadium development.
Blacharski mengelompokkan perubahan korioretina pada miopia patologik
berdasarkan patofisiologinya yaitu akibat biomekanik (lacquer cracks, stafiloma
posterior), neovaskularisasi koroid (Fuch’s spot) dan degenerasi (atrofi korioretina,
degenerasi kisi- kisi dan degenerasi batu paving).18
Perubahan- perubahan abnormal yang dapat ditemukan pada miopia patologik
adalah:
Perubahan pada badan kaca
Pada miopia patologik, dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters atau benda- benda yang mengapung dalam
badan kaca. Hal ini tampak sebagai bintik- bintik atau pita yang melayang- layang.
Bila diikuti pelepasan badan kaca, akan tampak efek atau pantuan sinar berupa garis
terang yang menyebar disebut “Reflex streak of Weiss”. Kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang hubungannya belum jelas diketahui dengan keadaan miopia.13,15,17
Perubahan pada polus posterior
- Perubahan pada Optic Disc
Pada papil saraf optik, terlihat pigmentasi peripapil, miopia crescent, papil
lebih pucat meluas kearah temporal. Miopia crescent (optic disc crescent) merupakan
gambaran daerah berwarna putih di temporal atau di sekeliling papil. Biasanya
dimulai pada tepi temporal diskus optikus, meskipun bisa juga terjadi di region yang
lain. Miopia crescent ini dapat keseluruh lingkaran papil sehingga seluruh lingkaran
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
Perubahan pada diskus optikus ini merupakan “great interest” sebagai tanda awal dan
perubahan organik paling sering, akibat peregangan koroid dan RPE.13,15,18
7
Curting dan Karlin dalam penelitiannya menemukan optic disc crescent ini
pada semua penderita miopia dengan panjang aksis ≥ 28.5 mm. Peneliti lain
mengemukakan hubungan yang sangat erat antara luas atau lebarnya crescent dengan
derajat miopia.18
Pada mata miopia diskus optikus tampak besar dan pucat. Terjadi penipisan
jaringan glia prekribrosa, sehingga cupping melebar menyerupai excavatio
glaucomatosa. Terjadi nasal supertraction, sehingga diskus tertutup oleh retina dan
batas nasal diskus tampak kabur.9,18
Gambar 1. Myopic crescent
- Perubahan pada korioretina
Pada miopia patologik, secara klinik tampak perubahan fundus menyeluruh,
yang pada oftalmoskopi tampak sebagai penipisan koroid. Proses ini diawali dengan
sklerosis kapiler diikuti pembuluh darah besar dan akhirnya terjadi atrofi koroid
akibat obliterasi pembuluh darah. Atrofi koroid akan memperberat degenerasi retina
dan sklera.17,18
Proses degenerasi sesungguhnya adalah proses sekunder akibat dari atrofi
koroid. Atrofi retina menyebabkan terbentuknya lesi- lesi fokal diikuti pembentukan
8
jaringan parut yang dikelilingi timbunan pigmen, sehingga memberikan gambaran
mirip radang kronis (myopic chorio retinitis).7,9,19
Terjadi perubahan pada RPE dimana sel- sel pigmen retina menjadi pipih dan
penyebarannya menjadi tidak merata, akibat hipopigmentasi dan gangguan sirkulasi
koroidretina. Keadaan ini menimbulkan gambaran pucat mirip mozaik, disebut
fundus tigroid.20
Gambar 2. Fundus Tigroid
- Stafiloma posterior
Daerah koroid yang telah mengalami atrofi sempurna tampak pucat,
dikelilingi daerah gelap akibat timbunan pigmen dan merupakan lokus minoris untuk
teradinya ektasia sklera ke arah posterior (stafiloma posterior). Stafiloma ditandai
dengan daerah atau bercak pucat pada daerah fundus yang terkena. Secara klinis
stafiloma sangat penting karena sering berkembang progresif dan mengakibatkan
penurunan visus (visual loss).9,18
9
Gambar 3. Staphyloma Posterior
- Degenerasi makula
Pada makula, berupa pigmentasi di daerah retina, kadang- kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula. Pada stadium dini, tampak bercak
pigmentasi irregular yang merupakan proliferasi sel heksagonal. Bila terjadi
pelepasan membran Bruch akan tampak bintik- bintik perdarahan subretinal yang
sulit diabsorasi (karena macula bersifat avaskuler), berwarna kehijauan dan
dikelilingi pigmen disebut “Circular Forster Fuch’s spot”.9,15,16,17,18
- Lacquer Cracks
10
Merupakan robekan berbentuk linier pada RPE- membrana Bruch- komplek
koriokapiler, dan terjadi pada 4% penderita miopia tinggi. Robekan ini sering terjadi
bersamaan dengan stafiloma posterior dan >30% disertai terbentuknya membran
neovaskuler. Lacquer cracks, seperti juga stafiloma posterior, sering berkembang
progresif dan mengakibatkan perubahan fundus yang lebih berat. Penderita miopia
dengan lacquer cracks atau Fuch’s spot, perlu menjalani pemeriksaan lengkap
dengan FTA. Bila didapattkan neovaskularisasi, dilakukan terapi dengan
fotokoagulasi laser, untuk mencegah visual loss.9,17,18
Perubahan fundus perifer
Ancaman visus yang utama pada miopia adalah ablasio retina terutama akibat
Posterior Vitreous Detachment (PVD) dan degenerasi kisi- kisi. Akiba dalam
penelitiannya memperkirakan bahwa insiden PVD pada penderita miopia derajat
tinggi meningkat dengan bertambahnya usia dan meningkatkan dioptri miopia, dan
terjadi 10 tahun lebih awal dibandingkan emetropia.18
Pada penelitian terhadap 218 penderita miopia ≥ -6, Celotio dan Pruett
menemukan insiden degenerasi kisi- kisi pada 1/3 kasus, dengan prevalensi tertinggi
pada penderita dengan derajat miopia -6 sampai -9 D. Degenerasi kisi- kisi terjadi
pada ±40% penderita dengan ablasio retina. Degenerasi fundus perifer yang lain
adalah degenerasi pigmentasi, degenerasi batu paving, degenerasi kistik.18
Diagnosis Miopia Patologik
Dalam menegakkaan diagnosis miopia patologik, harus dilakukan dengan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien
mengeluh penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau melihat
benda dari jarak dekat. Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan
refraksi yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan cara
11
objektif. Cara subjektif dapat dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snellen
atau trial lenses dan cara objektif dengan oftalmoskopi direk dan pemeriksaan
retinoskopi.21,22,23
Dalam perjalanan klinisnya, miopia patologis terutama pada dewasa muda
biasanya berkembang progresif, dan ditandai dengan seringnya penderita miopia
harus mengganti kacamata dengan kekuatan dioptri yang lebih besar. Penderita
miopia patologik mempunyai risiko yang lebih besar untuk berkembang progresif
dibanding miopia fisiologis dan intermediet.24 Pada anak- anak diagnosis ini sudah
dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dengan waktu yang relatif
pendek, kelainan refraktif yang didapat biasanya lebih dari -6 dioptri.7
Tanda- tanda miopia patologik adalah adanya progresifitas kelainan fundus
yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Kelainan ini ditandai dengan
pemanjangan mata progresif yang disertai penipisan dan atrofi pada koroid dan epitel
pigmen retina di makula. Pada funduskopi, ditemukan atrofi korioretina (“lacquer
cracks”) sebagai temuan khas dari miopia patologik. Lesi khas pada miopi patologik
adalah lesi sirkular, berpigmen, dan meninggi di macula yang disebut bercak Fuch.1,2
. Sebagian besar pasien sudah berusia lima puluh tahunan saat kelainan
makula degeneratif menimbulkan gangguan penglihatan yang berlangsung cepat
biasanya disebabkan oleh pelepasan makula hemoragik dan serosa di atas membran
neovaskular koroid, yang terjadi pada 5-10% pasien.1
Angiografi fluoresens memperlihatkan perlambatan pengisian pembuluh-
pembuluh darah koroid dan retina. Angiografi berguna untuk mengidentifikasi dan
menentukan lokasi neovaskularisasi subretina pada pasien yang mengalami pelepasan
makula serosa atau hemoragik.1
Pada pemeriksaan retinoskopi penderita miopia, didapatkan arah gerak reflex
fundus yang berlawanan dengan arah gerak cermin, maka perlu ditambahkan dengan
12
lensa konkaf (minus), sampai reflex pupil mengisi seluruh aperture pupil dan tidak
lagi terdeteksi adanya gerakan (titik netralisasi). Selain itu, pemeriksa juga pelru
memperhatikan terang, bentuk, dan kecepatan fundus. Refleks yang terang,
pinggirnya tegas, dan gerak yang cepat menunjukkan kelainan refraksi yang ringan,
sedangkan reflex yang suram, pinggir tidak tegas, dan gerak lamban menunjukkan
adanya kelainan refraksi yang tinggi seperti pada miolpia patologik.22
Secara skematis perubahan fundus pada miopia patologik dibedakan menurut
lokasiya yaitu pada polus posterior dan fundus perifer (tabel 1). 18
Tabel 1: gambaran skematik kelainan fundus pada miopia patologik.18
Diagnosis Banding Miopia Patologik25
13
- ARMD, kelainan degeneratif pada epitel pigmen makula mirip dengan yang
dijumpai pada pasien tua yang mengalami degenerasi makula terkait-usia.
- Neovaskularisasi koroidal idiopatik
- Central serous choroidopathy
- Katarak
- Glaukoma kronik
Penatalaksanaan Miopia Patologik
1. Koreksi miopia tinggi dengan kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.Meskipun banyak
pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan
kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah
cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk
mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. Pengguanaan indeks material lensa yang
tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa.
Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa
dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.26
2. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak
Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak.
Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang
telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri.26
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa
kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa
kontak lunak disusun olehhydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan
vinylcopolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA
( polymethylmetacrylate).26
Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi
pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai
14
untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman
penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi
astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit..26
Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang
baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi
astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama,
serta memberikan rasa yang kurang nyaman.26
Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada
kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas
O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient ), semakin tinggi Dk-nya semakin
besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut.26
3. Koreksi Miopia tinggi dengan LASIK
LASIK (laser-assisted in-situ keratomileusis) adalah suatu tindakan koreksi kelainan
refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser )
dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. LASIK direkomendasikan
untuk penderita miopia derajat ringan sampai berat.16 Setelah dilakukan tindakan LASIK,
penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara
permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata
silinder (astigmatisme).26
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:27
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri. Hipermetropia +
1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri.
c. Usia minimal 18 tahun.
d. Tidak sedang hamil atau menyusui.
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun.
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam)
bulan.
15
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma
dan ambliopia.
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu
dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:27
a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.
b. Sedang hamil atau menyusui.
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen.
h. Pasien Monokular.
i. Kelainan retina atau katarak
4. Tatalaksana neovaskularisasi koroid subfovea dengan terapi fotodinamik
menghasilkan stabilitas penglihatan pada 50-70% pasien. Keuntungan
penglihatan ini dipertahankan hingga 3 tahun, respons yang lebih baik terlihat
pada pasien- pasien yang lebih muda dengan ketajaman penglihatan praterapi
yang lebih baik. Kegagalan terapi berhubungan dengan peningkatan atrofi
epitel pigmen retina, yang lebih banyak terjadi pada pasien yang lebih
tua.Terapi anti-VEGF tampaknya efektif karena dibutuhkan lebih sedikit
penyuntikan dibandingkan pada degenerasi makula terkait-usia, tetapi
penelitiannya masih terus berlanjtut.1
Komplikasi Miopia Patologik28,29
1. Visual loss
2. Glaucoma (POAG)
16
3. Katarak subkapsularis
4. Perdarahan vitereous
5. Strabismus esotropia
Terjadi karena pada pasien miopia memiliki pungtum remontum yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau kedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini tetap,
maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi salah satu mata telah berkurang atau terdapat
ambliopia.
6. Ablatio retina
Pada miopia patologik, kelainan terjadi pada korioretina sehingga
mempermudah terjadinya robekan retina dan demikian mempermudah ablatio
retina. Pada retina perifer, mungkin ditemukan degenerasi batu-trotoar,
degenerasi pigmentasim dan degenerasi lactice. Robekan retina biasanya
terjadi di daerah- daerah yang terkena lesi korioretinam tetapi dapat juga
muncul di daerah- daerah retina yang tampak normal. Sebagian dari robekan
ini terutama jenis robekan retina yang bundar dan “tapal kuda”, akan berlanjut
menjadi ablatio retina regmatogenosa.
Prognosis Miopia Patologik
17
Kacamata dan lensa kontak dapat mengkoreksi (tetapi tidak selalu)
penglihatan pasien menjadi 6/6. Operasi mata dapat memperbaiki pada orang- orang
yang memenuhi syarat.29
Tidak ada kejadian dalam penelitian yang menyebutkan bahwa kacamata dan
lensa kontak dapat menghentikan progresifitas miopia. Pemeriksaan teratur pada
miopia, khususnya miopia patologik sangatlah penting karena mempunyai risiko
besar untuk terjadinya ablation retina, degenerasi retina atau masalah lainnya.29, 30
18