refleksi kasus syarifa 2 (miopia ambliopia makula kornea)

48
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. Nunung A. M. Umur : 44 tahun Agama : Islam Alamat : Jambewangi, RT 02/015, Secang, Magelang Pekerjaan : Guru Status Perkawinan : Sudah menikah II. ANAMNESIS (Anamnesis dilakukan dengan penderita sendiri pada tanggal 4 Juli 2013 di poli mata RST dr.Soedjono) Keluhan Utama : Penglihatan tidak jelas saat melihat jauh Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak ± 6 bulan yang lalu pasien merasakan pandangan kedua matanya tidak jelas pada saat melihat jauh. Pasien juga merasakan kedua matanya terasa cepat lelah dan pegal terutama setelah membaca. Selain itu pasien juga mengeluhkan kepala nya terasa berat. Pasien memiliki kebiasaan sering berada berjam-jam di depan komputer. Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat memakai kacamata sebelumnya disangkal 1

Upload: nurhidayah

Post on 07-Feb-2016

137 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Nunung A. M.

Umur : 44 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jambewangi, RT 02/015, Secang, Magelang

Pekerjaan : Guru

Status Perkawinan : Sudah menikah

II. ANAMNESIS

(Anamnesis dilakukan dengan penderita sendiri pada tanggal 4 Juli 2013 di

poli mata RST dr.Soedjono)

Keluhan Utama : Penglihatan tidak jelas saat melihat jauh

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak ± 6 bulan yang lalu pasien merasakan pandangan kedua matanya

tidak jelas pada saat melihat jauh. Pasien juga merasakan kedua matanya

terasa cepat lelah dan pegal terutama setelah membaca. Selain itu pasien juga

mengeluhkan kepala nya terasa berat. Pasien memiliki kebiasaan sering berada

berjam-jam di depan komputer.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat memakai kacamata sebelumnya disangkal

- Tidak ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus sebelumnya

- Tidak ada riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang memakai kacamata yang dipakai

sehari-hari sebelumnya.

- Ayah, ibu serta suami dari pasien menggunakan kacamata untuk

membaca

- Tidak ada anggota keluarga memiliki riwayat Diabetes Mellitus

1

Page 2: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien adalah seorang guru. Biaya pengobatan ditanggung oleh Askes.

Kesan : sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis (Tanggal 4 Juli 2013)

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital : TD : 120/70 mmHg Suhu : 36,80C

Nadi : 76x/menit RR : 20x/menit

Pemeriksaan fisik : Kepala/leher : tidak ada kelainan

Thoraks : Cor : tidak ada kelainan

Paru : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Status Oftalmologi (Tanggal 4 Juli 2013)

Oculus Dexter PEMERIKSAAN Oculus Sinister

6/9 Visus 6/12

S - 0,75 6/6

Add S + 1,50

Koreksi S - 0,75 6/6

Add S + 1,50

Gerak bola mata normal

Enoftalmus (-)

Eksoftalmus (-)

Strabismus (-)

Bulbus Oculi Gerak bola mata normal

Enoftalmus (-)

Eksoftalmus (-)

Strabismus (-)

Edema (-), hiperemis (-), nyeri

tekan (-), blefarospasme (-),

lagoftalmus (-)

Palpebra Edema (-), hiperemis (-), nyeri

tekan (-), blefarospasme (-),

lagoftalmus (-)

Edema (-), injeksi konjungtiva Konjungtiva Edema (-), injeksi konjungtiva

2

Page 3: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

(-), injeksi siliar (-), bangunan

patologis (-)

(-), injeksi siliar (-), bangunan

patologis (-)

Normal, warna putih Sklera Normal, warna putih

Bulat, edema (-), infiltrat (-),

sikatriks (-)

Kornea Bulat, edema (-), infiltrat (-),

sikatriks (-)

Jernih, kedalaman cukup,

hipopion (-), hifema (-)

COA Jernih, kedalaman cukup,

hipopion (-), hifema (-)

Kripta ( ), warna cokelat,

edema (-), sinekia (-), atrofi (-)

Iris Kripta ( ), warna cokelat,

edema (-), sinekia (-), atrofi (-)

Reguler, letak sentral, diameter

3 mm, refleks pupil L/TL (+/+)

Pupil Reguler, letak sentral, diameter

3 mm, refleks pupil L/TL (+/+)

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreus Jernih

+ cemerlang Fundus Refleks + cemerlang

tidak ditemukan adanya

gambaran bulan sabit di polus

posterior fundus (miopik

kresen), tidak ditemukan

adanya degenerasi makula &

retina perifer

Retina tidak ditemukan adanya

gambaran bulan sabit di polus

posterior fundus (miopik

kresen), tidak ditemukan

adanya degenerasi makula &

retina perifer

Tonometri digital normal TIO Tonometri digital normal

IV. DIAGNOSIS BANDING

Oculus Dexter Sinister

ODS Miopia

Dipertahankan karena pada pasien terdapat keluhan melihat jauh dan

kabur, juga disertai keluhan nyeri kepala, serta dapat dokoreksi dengan lensa

sferis negatif.

ODS Presbiopia

Dipertahankan karena pasien berusia lebih dari 40 tahun, memiliki

keluhan mata cepat lelah dan pegal setelah membaca, dan dapat dikoreksi

dengan lensa add S+1,50

3

Page 4: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

ODS Hipermetropia

Disingkirkan karena pada hipermetropia melihat jarak jauh dan dekat

penglihatan menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa sferis positif.

ODS Astigmatisma

Disingkirkan karena pada astimatisma melihat jarak jauh penglihatan

menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa silindris.

Oculus Dexter Sinister

ODS Presbiopia

Dipertahankan karena pasien berusia lebih dari 40 tahun, memiliki

keluhan mata cepat lelah dan pegal setelah membaca, dan dapat dikoreksi

dengan lensa add S+1,50

ODS Miopia

Dipertahankan karena pada pasien terdapat keluhan melihat jauh dan

kabur, juga disertai keluhan nyeri kepala, serta dapat dokoreksi dengan lensa

sferis negatif.

ODS Hipermetropia

Disingkirkan karena pada hipermetropia melihat jarak jauh dan dekat

penglihatan menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa sferis positif.

ODS Astigmatisma

Disingkirkan karena pada astimatisma melihat jarak jauh penglihatan

menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa silindris.

V. PEMERIKSAAN LAIN

Autorefraksi dengan autorefraktometer

VI. DIAGNOSA KERJA

ODS Miopia

ODS Presbiopia

VII. TATALAKSANA

- Medikamentosa : -

- Non medikamentosa : -

4

Page 5: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

o Resep kacamata sesuai dengan koreksi

o Miopia

OD : S – 0,75

OS : S – 0,75

o Presbiopia

Add S + 1,50 Dioptri

- Edukasi

o Untuk ODS Miopia

Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang

dialami salah satunya disebabkan oleh bentuk bola

mata yang panjang.

Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang

terjadi dapat diperbaiki dengan kaca mata.

Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber

pencahayaan saat membaca, terutama pada malam hari

dan menyarankan untuk lebih sering melihat ke

kejauhan, jangan terlalu berlama-lama di depan

komputer dan jangan membaca sambil tiduran.

Menyarankan kepada pasien untuk melakukan kontrol

visus setiap tahun.

o Untuk ODS Presbiopia

Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang

dialami salah satunya disebabkan oleh melemahnya

otot mata karena usia tua

Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang

terjadi dapat diperbaiki dengan kaca mata baca

Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang

terjadi dapat terjadi perubahan terus sehingga pasien

harus sering kontrol dan menyesuaikan ukuran kaca

mata baca pasien dengan pertambahan usia.

Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber

pencahayaan saat membaca, terutama pada malam hari

5

Page 6: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

VIII. PROGNOSIS

OD OS

Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

IX. KOMPLIKASI

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi

retina dan juling ke dalam (esotropia)

X. RUJUKAN

Dalam kasus ini tidak dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran

Lainnya, karena dari pemeriksaan klinis dan laboratorium tidak ditemukan kelainan

yang berkaitan dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

6

Page 7: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MIOPIA

2.1.1. Definisi

Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan dekat) yaitu

seseorang tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas tapi bisa melihat dengan

jelas benda-benda yang dekat. Hal ini terjadi apabila bayangan dari benda yang

terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.2,8,9

2.1.2. Klasifikasi

Borish and Duke-Elder membagi beberapa bentuk miopia menjadi :

a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti

terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung

sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia

indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan

lensa yang terlalu kuat.

b. Miopia aksial, miopia akibat penjangnya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

Miopia diukur dalam satuan dioptri dapat dibagi menurut derajat

beratnya yaitu :

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri.

b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri. Pasien dengan

miopia sedang lebih cenderung terkena sindrom penyebaran pigmen atau

glukoma pigmentasi.

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Pasien

dengan miopia berat atau tinggi lebih cenderung mengalami pelepasan retina

dan glukoma primer sudut terbuka. Pasien dengan miopia berat atau tinggi

juga sering melihat floaters , bentuk seperti bayangan yang terlihat tunggal

atau berkelompok pada lapang pandang. Pada mata dengan miopia tinggi

akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti miopik kresen yaitu bercak

atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada bagian temporal yang

berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi

7

Page 8: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa

kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau yang disebut

fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer

(degenerasi latis). Degenerasi latis adalah degenerasi vitreoretina herediter

yang paling sering dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval

atau linear, disertai pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik-

bintik kuning keputihan. Perkiraan insiden sebesar 7% dari populasi umum.

Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai

ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina. Tanda

utama penyakit adalah retina yang tipis yang ditandai oleh batas tegas

dengan perlekatan erat vitreoretina di tepinya. Secara garis besar, 30% dari

pasien yang menderita miopia adalah kelompok miopia berat atau tinggi.

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata

c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan

ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia

maligna = miopia degeneratif.

Miopia dibagi berdasarkan usia terjadinya miopia yaitu:

a. Kongenital miopia atau infantil miopia, muncul pada saat lahir dan menetap

selama masa infant.

b. Miopia onset usia muda, terjadi sebelum usia 20 tahun

c. Miopia masa sekolah, biasanya terjadi pada masa anak-anak, ketika usia

sekolah. Bentuk miopia ini diakibatkan penggunaan mata untuk bekerja

secara dekat selama masa sekolah.

d. Miopia onset usia tua

a. Miopia onset usia dewasa awal, terjadi antara usia 20 dan 40 tahun.

b. Miopia onset usia dewasa akhir, terjadi setelah usia 40 tahun.

2.1.3. Patogenesis

Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat

untuk panjangnya bola mata akibat:

8

Page 9: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior

yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia

aksial.

2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung

atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia

kurvatura/refraktif.

3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.

Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks

4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior,

misalnya pasca operasi glaukoma.

2.1.4. Tanda dan Gejala Klinis

Gejala subjektif miopia antara lain:

1. Kabur bila melihat jauh.

2. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.

3. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan

akomodasi).

4. Astenovergens

Gejala objektif miopia antara lain

Miopia simpleks :

a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang

relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.

b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat

disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf

optik.

Miopia patologik :

a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.

b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-

kelainan pada.

Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau

degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang

mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi

badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan

miopia.

9

Page 10: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil

terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen

miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil

dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak

teratur.

Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang

ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.

Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer.

Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid

dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih

jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

2.1.5. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis,

pasien mengeluhkan penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat

membaca, atau melihat benda dari jarak dekat. Berikut ini gejala utama yang

terjadi pada:2,8

a. Miopia simpel

Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur yang menetap saat

melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat biasanya normal. Gejala selain

pemandangan kabur mungkin saja muncul.

b. Miopia malam

Gejala utamanya adalah pandangan jauh kabur saat pencahayaan kurang.

Pasien sering mengeluhkan sulit melihat rambu-rambu lalu lintas saat

berkendaraan malam hari.

c. Pseudomiopia

Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat setelah melakukan

pekerjaan yang dekat. Hal ini mengindikasikan tidak cukup baiknya

fungsi akomodasi.

d. Miopia degeneratif

Pada miopia degeneratif terdapat pemandangan jauh yang sangat kabur

karena derajat miopia sangat signifikan. Pasien harus meletakkan objek

sangat dekat dengan matanya. Pasien mungkin mengeluhkan adanya

10

Page 11: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

kilatan cahaya atau benda-benda yang mengapung akibat perubahan dari

vitreoretinalnya. Jika patologi dari segmen posterior berubah maka akan

mengakibatkan gangguan fungsi retina, pasien akan mengeluhkan

memiliki riwayat hilangnya penglihatan atau riwayat menggunakan alat

optik dengan koreksi tinggi.

e. Miopia terinduksi

Pasien dengan miopia terinduksi juga melaporkan adanya pandangan jauh

yang kabur. Waktu kaburnya itu sesuai dengan agen atau kondisi yang

mempengaruhi miopia tersebut. Pupil konstriksi saat penyebab dari

miopia ini adalah agen agonis kolinergik.

Setelah melakukan anamnesis, pada pasien dilakukan pemeriksaan

mata sebagai berikut:2,8,10-12

a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus, refraksi subjektif)

Cara subjektif dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen dan lensa

coba. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak 5-6

meter dari kartu Snellen dan pemeriksaan ini harus dilakukan dengan

tenang. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan

atau visus yang dinyatakan dengan bentuk pecahan.Visus yang terbaik

adalah 5/5 (20/20), yaitu pada jarak pemeriksaan 5 meter dapat terlihat

huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 5 meter.

Gambar 7. Snellen Chart10

11

Page 12: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka

pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari

pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal terlihat

pada jarak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m, maka

visusnya sebesar 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak

dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa

menggerakkan tangannya pada bermacam-macam arah dengan jarak

bermacam-macam dan meminta penderita mengatakan arah gerakan

tersebut. Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat pada jarak 300

m, jika penderita hanya dapat melihat gerakkan tangan pada jarak 1 m,

maka visusnya 1/300.Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat

pada jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan

menggunakan cahaya dari senter pemeriksa dan mengarahkan sinar

tersebut pada mata penderita dari segala arah, dengan salah satu mata

penderita ditutup. Pada pemeriksaan ini penderita harus dapat melihat arah

sinar dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar dan arahnya

benar, maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan

visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat

melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan benar atau pada

beberapa tempat tidak dapat terlihat maka retina tidak berfungsi dengan

baik dan dikatakan sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama sekali

tidak terlihat oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina

secara keseluruhan dan dikatakan visus nol atau buta total.

b. Retinoskopi atau refraksi objektif

Pemeriksaan retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan jarak

pemeriksa dan penderita sejauh 0,5 meter. Sumber cahaya terletak di atas

penderita agak kebelakang dan cahaya ditujukan kepada pemeriksa yang

memegang cermin, dimana cermin kemudian memantulkan cahaya

tersebut ke arah pupil penderita, sehingga pemeriksa dapat melihat refleks

fundus pada pupil penderita melalui lubang pada bagian tengah cermin.

12

Page 13: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Gambar 8. Reflek Fundus pada Retinoskopi12

Kemudian cermin tersebut digerak-gerakkan dan pemeriksa

memperhatikan gerakan dari refleks fundus pada mata penderita. Pada

penderita miopia akan didapatkan arah gerak refleks fundus yang

berlawanan dengan arah gerak cermin, maka perlu ditambahkan dengan

lensa konkaf (minus), sampai reflek pupil mengisi seluruh apertura pupil

dan tidak lagi terdeteksi adanya gerakan (titik netralisasi). Pemeriksaan

dilakukan dengan memasangkan lensa sferis +2 D, selanjutnya dilakukan

koreksi yang sesuai sampai dicapainya titik netralisasi.

Gambar 9. Gerak Reflek Fundus yang Berlawanan Arah12

Selain itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk dan

kecepatan gerak fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan gerak

yang cepat menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks

yang suram, pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan adanya

kelainan refraksi yang tinggi.

13

Page 14: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Pada pasien dewasa, pemeriksaan subjektif dan objektif harus dilakukan.

Setelah melakukan pemeriksaan mata, dapat dilakukan pemeriksaan

tambahan untuk mengidentifikasi keadaan yang berhubungan serta

memantau perubahan retina pada pasien dengan miopia degeneratif atau

progresif, yaitu melalui:12

a. Fundus fotografi

b. A- dan B-scan ultrasonografi

c. Lapangan pandang

d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain.

2.1.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis miopia ditegakkan secara subyektif dan obyektif. Menegakkan

diagnosis secara subyektif melalui gejala klinis pada miopia dan menggunakan

cara trial and error. Diagnosis secara obyektif menggunakan pemeriksaan

penunjang berupa funduskopi, streak retinoskopi dan autorefraksi. Diagnosis

banding dari miopia adalah hipermetropi, astigmatisma, dan kelainan pada

segmen belakang mata

2.1.7. Penatalaksanaan

a. Koreksi optikal

Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kaca mata atau lensa

kontak yang memberikan penglihatan jauh yang baik. Derajat miopia

diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan

demikian, titik jauh sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa koreksi

sekitar minus 4 dioptri.

Beberapa keuntungan menggunakan kaca mata yaitu:

Kaca mata lebih hemat dalam beberapa kasus.

Kaca mata memberikan beberapa perlindungan pada mata, terutama ketika

lensanya berbahan policarbonat.

Kaca mata bisa digunakan bersamaan dengan terapi gangguan mata lain,

seperti prisma, bifokal, atau lensa progresif tambahan.

Kaca mata membutuhkan akomodasi yang kurang dibandingkan dengan

lensa kontak untuk miopia.

Kaca mata memberikan koreksi yang lebih baik pada beberapa tipe astigmat.

Beberapa keuntungan lensa kontak yaitu:

14

Page 15: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Lensa kontak lebih baik dari segi kosmetik

Lensa kontak memberikan gambaran pada retina yang lebih besar dan

ketajaman pemandangan yang sedikit lebih bagus pada miopia berat.

Lensa kontak mengurangi kejadian anisikonia pada anisometropia.

Lensa kontak mengurangi masalah tentang berat kaca mata dan keterbatasan

lapangan pandang pada penggunaan kaca mata.

Lensa kontak (rigid gas-permeable lenses) bisa mengurangi progresivitas

miopia.

b. Farmakoterapi

Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon

akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin

topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan onset usia

muda. Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar, penambahan lensa positif

tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan dekat. Untuk pasien yang

memiliki potensi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik,

maka penggunaan atropin dalam jangka waktu lama dapat memberikan efek

kebalikannya pada retina. 11-13

c. Operasi refraktif

1) Radial keratotomi (RK)

Insisi dengan pola seperti jari-jari radial pada parasentral kornea untuk

melemahkan bagian dari kornea. Bagian yang curam pada kornea akan

menjadi lemah sedangkan bagian central kornea akan mendatar. Hasil dari

perubahan refraktif tergantung pada ukuran zona optiknya dan jumlah serta

dalamnya insisi.

15

Page 16: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Gambar 10. Radial Keratotomi13

2) Photorefraktive Keratektomi (PRK)

PRK adalah suatu prosedur dimana kekuatan kornea dikurangi dengan

menggunakan ablasi laser pada central kornea. Data dari beberapa penelitian

menyatakan bahwa 48-92% pasien mendapatkan ketajaman penglihatan 6/6

setelah melakukan prosedur ini. Pasien kadang-kadang menyatakan tidak ada

perbaikan setelah PRK, namun PRK ini lebih baik daripada RK. Baik RK

maupun PRK ini diindikasikan untuk miopia ringan dan sedang.

Gambar 11. Photorefractive Keratectomy14

3) Laser Assisted In situ Keratomileusis (LASIK)

16

Page 17: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Gambar 12. Operasi Metode LASIK14

LASIK merupakan metode terbaru didalam operasi mata, direkomendasikan

untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK digunakan

laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratom untuk memotong

flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga

terlihat lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser

untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.

4) Ekstraksi Lensa Mata (Lensektomi)

Ekstraksi lensa mata (extraction of clear crystalline lens, lensektomi)

dianjurkan pada miopia dengan -16 D sampai -18 D, khususnya pada

anisometropia miopia. Ekstraksi lensa mata pada anisometropia miopia yang

berat dikenal dengan operasi Fucala. Setelah ekstraksi lensa mata, dilakukan

implantasi lensa intraokular artifisial dengan kekuatan 0 D. Ekstraksi lensa

mata dengan implantasi lensa intraokular artifisial baru-baru ini

direkomendasikan untuk miopia dengan -12 D.

17

Page 18: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Gambar 13. Lensektomi dengan Implan Lensa Intraokuler13

5) Implantasi Lensa Kontak Intraokuler (Phakic IOLs) 11,13

Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk LASIK karena memiliki miopia

yang sangat tinggi atau kornea yang sangat tipis adalah calon potensial untuk

operasi implan lensa kontak. Fungsi lensa kontak ini sama dengan lensa

kontak yang dipakai di ekstraokular, namun ditempatkan antara kornea dan

iris. Beberapa ahli bedah mata menganggap metode ini merupakan pilihan

terbaik untuk miopia ekstrim. Lensa mata pasien tetap ada sehingga fungsi

akomodasi tidak terganggu.

Gambar 14. Koreksi Refraktif dengan Phakic IOLs13

6) Intracorneal Ring (ICR) Implantation

Implantasi cincin intrakorneal dilakukan pada kira-kira dua per tiga

kedalaman stroma menggunakan implan dari plastik sintetik yang berbentuk

dua buah setengah lingkaran. Tindakan ini dianjurkan pada miopia dengan

usia di atas 2 tahun. Adapun hasil yang diharapkan yaitu sentral kornea lebih

datar dan mengurangi miopia.

18

Page 19: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Gambar 15. Intracorneal Ring Implantation13

2.1.8. Komplikasi

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya

ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat

mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi

satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

2.1.9. Prognosis

Prognosis dari miopia simpel sangatlah bagus. Pasien dapat memperoleh

penglihatan jauh yang baik dengan menggunakan koreksi. Hal ini tergantung

juga dengan derajat miopianya, astigmat, anisometropia dan fungsi akomodasi

dari pasien. Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk penderita

degeneratif miopia karena mereka mempunyai faktor risiko untuk terjadinya

ablasio retina, degerasi retina atau masalah lainnya.10

2.2. AMBLIOPIA

2.2.1. Definisi

Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan yang terjadi secara

unilateral maupun bilateral tanpa defek anatomik yang nyata pada mata atau

jaras-jaras penglihatan sekalipun telah dikoreksi kelainan refraksinya akibat

deprivasi penglihatan dan/atau interaksi binokular yang abnormal.

2.2.2. Etiologi

Ambliopia dapat terjadi akibat banyak hal, diantaranya yaitu deprivasi

penglihatan, strabismus, dan kelainan refraksi yang tidak setara

(anisometropia). Sering pula keadaan ini disebabkan oleh lebih dari satu

etiologi. Selain itu intoksikasi zat seperti tembakau dan alkohol serta kelainan

organik juga dapat menimbulkan ambliopia.

19

Page 20: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

2.2.3. Klasifikasi

Beberapa tipe dari ambliopia adalah sebagai berikut:

1. Ambliopia strabismik

Ambliopia strabismik terjadi akibat interaksi binokular abnormal yang

menimbulkan supresi monokular berkelanjutan pada mata yang mengalami

deviasi.

2. Ambliopia anisometropik

Ambliopia anisometropik disebabkan oleh perbedaan kesalahan

refraksi di antara kedua mata dengan rentang perbedaan sferis 1 D. Keadaan

ini biasanya berhubungan dengan mikrostrabismus atau muncul bersamaan

dengan ambliopia strabismik.

3. Ambliopia deprivasi stimulus

Ambliopia deprivasi stimulus terjadi akibat deprivasi penglihatan yang

terjadi unilateral atau bilateral biasanya disebabkan oleh kekeruhan media

refraksi (misalnya katarak) atau ptosis yang menghalangi cahaya masuk

melalui pupil.

4. Ambliopia ametropik bilateral

Ambliopia ametropik bilateral terjadi akibat kesalahan refraksi

simetris, biasanya hipermetropi.

5. Ambliopia meridional

Ambliopia meridional disebabkan oleh gambar yang kabur pada satu

meridian. Keadaan ini dapat terjadi secara unilateral atau bilateral dan

biasanya muncul akibat astigmatisma ( biasanya lebih dari 1 dioptri) yang

tidak dikoreksi dalam waktu lama dan muncul pada awal masa kanak-kanak.

2.2.4. Patofisiologi

Meskipun ambliopia memiliki banyak tipe sesuai dengan penyebab

munculnya, dari hasil penelitian didapatkan bahwa mekanisme terjadinya

ambliopia pada setiap tipe adalah sama walaupun masing-masing faktor

berperan dalam intensitas yang berbeda. Secara umum, ambliopia terjadi

akibat nirpakai (disuse) fovea yang rusak atau stimulasi perifer retina dan/atau

interaksi binokular yang abnormal sehingga menyebabkan input visual yang

berbeda pada fovea.

Pada ambliopia, sistem saraf pusat menjadi tidak dapat

mengidentifikasi stimulus visual; yaitu sinyal dikirimkan oleh mata namun

20

Page 21: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

tidak dikenali di otak. Strabismus, deprivasi, dan gangguan refraksi dapat

menyebabkan ambliopia. Hal ini dapat terjadi karena perkembangan normal

visual talamus dan korteks penglihatan memerlukan stimulus visual binokular

selama periode kritis perkembangan.

Periode kritis perkembangan visual tersebut adalah:

Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 hingga 20/20 yang terjadi

saat lahir hingga usia 3-5 tahun

Risiko tertinggi terjadinya ambliopia deprivasi terjadi pada masa beberapa

bulan hingga usia 7-8 tahun

Pemulihan ambliopia dapat dicapai mulai masa terjadinya deprivasi hingga

usia remaja sampai dewasa.

Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat

belum jelas, hasil penelitian menunjukkan ambliopia berkembang karena

gangguan sistem penglihatan dan fungsi neuron yang besar akibat pengalaman

melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan

kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel

yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga

terjadi pada neuron corpus geniculatum lateral. Sedangkan keterlibatan retina

belum dapat dibuktikan.

Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama

interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada korteks visual

untuk berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir,

tapi mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka

harus belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan

kedua mata bersamaan.

Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada

kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak

sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang

dengan baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan

“mematikan” mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada

satu mata untuk melihat.

2.2.5. Diagnosis

Diagnosis ambliopia ditegakkan melalui langkah-langkah berikut:

1. Anamnesa

21

Page 22: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

Anamnesa dilakukan untuk menggali informasi yang mendukung seseorang

menderita ambliopia. Biasanya pasien akan mengeluh pandangannya kabur

pada sebelah atau kedua mata. Perlu juga ditanyakan mengenai riwayat

menjalani terapi oklusi (patching) atau penggunaan obat tetes mata

sebelumnya sebagai upaya mengurangi gejala pandangan kaburnya dan

seberapa patuh pasien menjalani terapi tersebut.

Pasien juga perlu ditanyakan mengenai riwayat operasi mata atau riwayat

menderita penyakit mata sebelumnya. Riwayat keluarga dengan strabismus

atau gangguan penglihatan lainnya juga dapat ditanyakan sebagai informasi

tambahan.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Tajam Penglihatan

Penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun

linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita

lakukan dengan meletakkan balok di sekitar huruf tunggal. Hal ini disebut

Crowding Phenomenon.

Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada

huruf isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk

(contour interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang juga muncul

sewaktu pasien sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh

lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia

belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.12

b. Neutral Density Filter Test

Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan

organik. Filter densitas netral dengan densitas yang cukup untuk menurunkan

tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12)

ditempatkan di depan mata yang ambliopia.12,14 Bila pasien menderita

ambliopia, maka tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus

semula atau sedikit membaik.

Jika ada ambliopia orgaanik, tajam penglihatan menurun dengan nyata

bila digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau

lambaian tangan. Keuntungan dari dilakukannya tes ini adalah skrining cepat

sebelum dilakukkannya terapi oklusi bila penyebab ambliopia belum

diketahui.

22

Page 23: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

c. Menentukan Sifat Fiksasi

Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan

sentral terletak pada fovea; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan adalah

daerah retina parafoveal – ini sering dijumpai pada pasien ambliopia

strabismik daripada pasien ambliopia anisometropik. Fiksasi eksentrik ditandai

dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Sifat fiksasi

tidak cukup hanya dinilai dengan posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi

didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat diddokumentasikan

dengan kamera fundus Zeiss. Tes lainnya dapat dilakukan dengan alternate

cover test untuk fiksasi eksentrik bilateral.

Visuskop

Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang

memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup.

Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat makula, dan pasien

mengarahkan pandangnnya ke tanda bintik hitam (asterisk/*).13,14 . Posisi tanda

asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulangi beberapa kali untuk

menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda

asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga

asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina.

Alternate Cover Test

Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai

dan terjadi pada pasien-pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah mata

dan dalam hal ini, pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama.

Misalnya bila kedua mata eksotropia atau esotropia, maka bila mata

kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada

usaha untuk refiksasi bayangan. Tes visuskop akan menunjukkan adanya

fiksasi eksentrik pada kedua belah mata.

2.2.6. Penatalaksanaan

Ambliopia pada sebagian besar kasus dapat ditatalaksana dengan

efektif selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapetik dilakukan,

maka akan semakin besar pula peluang keberhasilannya.

Pada prinsipnya, penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah-langkah

sebagai berikut:

23

Page 24: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

1. Menghilangkan (bila ada dan memungkinkan) semua penghalang

penglihatan seperti katarak

2. Koreksi kelainan refraksi

3. Memaksa penggunaan mata yang ambliopik dan membatasi penggunaan

mata yang lebih baik.

Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi.

Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan,

sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada

kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua

sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat

dan akut pada anak di bawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa

minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan, karena katarak

traumatik sangat bersifat ambliopiogenik.9 Kegagalan dalam menjernihkan

media, memperbaiki optikal, dan penggunaan reguler mata yang terluka akan

mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat-lambatnya

pada usia 6 hingga 8 tahun.12

Pada ambliopia yang disebabkan oleh kelainan refraksi dapat diterapi

dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kacamata untuk mata ambliopia

diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan siklopegik. Bila dijumpai

miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai

kacamata akan terasa berat dan penampilannya akan buruk.12

Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi

cenderung menurun, maka ia tidak dapat mengompensasi hiperopia yang tidak

dikoreksi seperti pada mata anak normal. Koreksi afakia pada anak dilakukan

sesegera mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan

akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik

dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi

kacamata beberapa bulan.9

Selanjutnya untuk tujuan memaksa penggunaan mata ambliopik dan

mengurangi penggunaan mata yang normal dapat dilakukan melalu terapi

oklusi dan degradasi optikal. Terapi oklusi (patching) telah dilakukan sejak

abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan pada ambliopia yang

keberhasilannya cukup baik dan cepat. Patching dapat dilakukan penuh waktu

(full time) atau paruh waktu (part time).1,4,14

24

Page 25: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

a. Terapi Oklusi

Oklusi Full Time

Oklusi dilakukan pada mata sehat untuk setiap saat kecuali 1 jam

berjaga. Penutup mata yang digunakan biasanya berupa adhesive patch. Patch

dapat dibiarkan terpasang pada malam hari saat akan tidur atau dapat pula

dilepaskan. Selain adhesive patch, penggunaan kacamata okluder atau lensa

kontak opak juga dapat digunakan sebagai pilihan terapi ini. Teknik oklusi full

time baru akan dilakukan hanya bila strabismus konstan menghambat

penglihatan binokular, karena oklusi full time mempunya sedikit risiko, yaitu

bingung dalam penglihatan binokular.9

Oklusi full time, berdasarkan aturannya, diberikan selama 1 minggu

per tahun usia. Misalnya, seorang anak ambliopia mata kanan berusia 3 tahun,

diterapi oklusi pada mata kiri selama 3 minggu, lalu dilakukan evaluasi untuk

menghindari terjadinya ambliopia pada mata yang masih sehat.4

Oklusi Part Time

Oklusi part time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan

memberikan hasil sama dengan oklusi full time. Durasi interval buka-tutup

patch tergantung pada derajat ambliopia.9

Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu menjelaskan

peranan oklusi full time dibandingkan dengan oklusi part time. Dari hasil

penelitian tersebut disampaikan bahwa pasien usia 3-7 tahun dengan

ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 dan 20/400) akan

menunjukkan hasil yang sama baik dengan terapi oklusi full time maupun part

time selama 6 jam per hari. Dalam penelitian lainnya juga didapatkan bahwa

kemajuan tajam penglihatan pada terapi oklusi 2 jam/hari sama efektifnya

dengan terapi oklusi 6 jam/hari pada pasien ambliopia sedang (tajam

penglihatan lebih baik dari 20/100) usia 3-7 tahun. Pada penelitian ini, teknik

oklusi dikombinasikan dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/hari.4

Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat

atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing-masing

mata. Hasil ini tidak selalu dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan

kemajuan, maka penatalaksanaannya harus tetap dilanjutkan .12

25

Page 26: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

b. Degradasi Optikal

Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan

menurukan kualitas bayangan pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih

buruk dari mata yang ambliopia, yang sering disebut sebagai teknik penalisasi.

Siklopegik (biasanya atropine 1%) diberi satu kali dalam sehari pada mata

yang lebih baik sehingga tidak dapat sehingga tidak dapat berakomodasi dan

kabur bila melihat dekat.9

ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya

dengan patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik

daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3-7 tahun. ATS juga

memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu memberi

perbaikan tajam penglihatan sama dengan ambliopia sedang. Ada juga studi

terbaru yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak

usia 3-7 tahun menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga,

ahli mata yang tadinya masih ragu-ragu, memilih atropine sebagai pilihan

pertama daripada patching.

2.2.7. Komplikasi

Komplikasi utama dari ambliopia yang tidak diterapi adalah hilangnya

penglihatan permanen. Sebagian besar ambliopia dapat reversibel jika

dideteksi dan diterapi secepatnya sehingga komplikasi ini dapat dicegah.

2.2.8. Prognosis

Beberapa faktor mempengaruhi prognosis dan keberhasilan terapi

ambliopia, yaitu:

1. Tipe ambliopia; pasien dengan anisometropia tinggi dan kelainan organik

memiliki prognosis yang lebih buruk, sedangkan ambliopia strabismik

memiliki prognosis yang lebih baik.

2. Umur saat terapi dimulai; semakin muda usia pasien saat memulai terapi,

semakin baik prognosisnya.

3. Tajam penglihatan awal; semakin baik tajam penglihatan awal pada mata

ambliopia, maka semakin baik pula prognosisnya.

2.3. Sikatrik Kornea

2.3.1. Definisi

Sikatriks kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea oleh berbagai

sebab.

26

Page 27: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

2.3.2. Epidemiologi

Prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumbar (2,5%),

terendah di Provinsi di Sumut, Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Papua Barat

dan Papua (0,3%). Prevalensi sikatrik kornea pada salah salah satu mata tertinggi di

Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Sulawesi Tengah (0,9%), terendah di Provinsi

DKI Jakarta dan Kepulauan Riau (0,1%). Prevalensi sikatrik kornea pada dua mata

maupun satu mata terendah dijumpai pada kelompok umur 20-29 tahun (0,1%)

sedangkan prevalensi tertinggi ditemui pada kelompok umur ≥ 75 tahun (8.7%).

Sikatrik kornea dua mata dan sikatrik kornea satu mata berdasar gender hampir sama

prevalensinya, sedangkan menurut pekerjaan tertinggi pada petani (1,8%) dan

terendah pada pekerja di sektor swasta (0,4%); lebih tinggi pada kelompok yang tidak

bersekolah (4,1%) dan terendah pada kelompok pendidikan tamat SLTA (0,4%); lebih

tinggi di pedesaan baik dua mata (1,2%) maupun satu mata(0,6%) dibanding

perkotaan. Prevalensi sikatrik kornea dua mata (1,1%) lebih tinggi ditemui pada 

tingkat pengeluran rumah tangga yang rendah sedangkan sikatrik kornea pada satu

mata (0,4%) persentasenya lebih rendah pada tingkat pengeluran rumah tangga yang

tinggi. Gangguan penglihatan berat  (10,4%) kebutaan (9,8%).

2.3.3. Patofisologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam

perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan

seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di

permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,

segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya

kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang

hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5

Sikatriks sendiri penyebab paling banyak dikarenakan ulkus kornea, maka dalam

perjalanannya menjadi penyakit dapat menimbulkan jaringan parut.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera

datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka

badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,

segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh

darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru

terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear

(PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak

27

Page 28: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,

kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel

leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua

arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka

akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika

lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan

ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

2.3.4. Etiologi

Kondisi medis berikut adalah beberapa kemungkinan penyebab luka kornea .

Abrasi kornea Laserasi kornea Burns Herpes simpleks Neurotrophic keratitis Syphilis

Kornea cedera Cedera mata Bisa disebabkan oleh luka pada kornea (abrasi, laserasi,

luka bakar, atau penyakit), tergantung pada tingkat jaringan parut, visus dapat berkisar

dari blur ke kebutaan total walaupun sangat menyakitkan atau penyembuhan

transparan (tidak meninggalkan bekas luka). Lecet yang lebih dalam dan ulcerations /

luka mengakibatkan hilangnya jaringan kornea, yang diganti oleh jaringan parut.

Sikatrik dari penyakit (biasanya peradangan) biasanya merupakan hasil dari

proliferasi pembuluh darah baru ke dalam kornea jelas, untuk membantu dalam proses

penyembuhan. Penyakit yang menyebabkan vaskularisasi termasuk herpes simpleks,

sifilis, dan keratitis. 

2.3.5. Klasifikasi

 Sikatrik Kornea dibagi menjadi tiga menurut ketebalannya yaitu : Nebula (bentuk

paling ringan, tidak terlihat jika tidak menggunakan senter), Makula (terlihat dengan

menggunakan senter), dan Lekoma (sangat kelihatan sekali seperti kekeruhan pada

kornea).

2.3.6. Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada sikatriks kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Pandangan kabur

Gejala Objektif

– Nebula

• Penyembuhan akibat

keratitis superfisialis 

28

Page 29: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

• Kerusakan kornea pada m.Bowman sampai 1/3 stroma

• Pada pemeriksaan, terlihat kabut di kornea, hanya dapat dilihat di kamar

gelap dengan Slit-lamp dan bantuan kaca pembesar

– Makula

• Penyembuhan akibat ulkus kornea

• Kerusakan kornea pada 1/3 stroma sampai 2/3

ketebalan stroma

• Pada pemeriksaan, putih di kornea, dapat dilihat di

kamar gelap dengan slit-lamp tanpa bantuan kaca

pembesar

– Leukoma

• Penyembuhan akibat ulkus kornea

• Kerusakan kornea lebih dari 2/3

ketebalan stroma

• Kornea tampak putih, dari jauh sudah

kelihatan

Apabila ulkus kornea sampai ke endotel

akan mengakibatkan perforasi, dengan tanda :

o Iris prolaps

o COA dangkal

o TIO menurun

kemudian sembuh menjadi leukoma adheren (leukoma disertai sinekia

anterior)

2.3.7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya

riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,

misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.

Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti

29

Page 30: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus

terutama keratitis herpes simplek.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya debula, makula,

leukoma.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon reflek pupil

2.3.8. Penatalaksanaan

Ketika jaringan parut kornea cukup padat untuk mempengaruhi penglihatan,

sebuah transplantasi kornea ditunjukkan. Prosedur ini 90% berhasil karena laju

penolakan minimal (karena kurangnya pasokan darah pada kornea). Implikasi:

Pengobatan terbaik adalah pencegahan (penyakit dan cedera). Edukasi kebutuhan

akan bervariasi, tergantung kondisi individu (luas dan Iocation jaringan parut kornea).

2.3.9. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa kebutaan parsial atau komplit

2.3.10. Prognosis

Prognosis sikatris tergantung pada tingkat keparahannya namun siktriks

kornea prognosisnya buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE, 2006. Sifat Optik Mata. Dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran, terj. Edisi ke-11. Jakarta: EGC. 2008; h.641-53.

30

Page 31: Refleksi Kasus Syarifa 2 (Miopia Ambliopia Makula Kornea)

2. Riordan-Eva P, Whitcher JP, 2008. Optik dan Refraksi. Dalam: Vaughan &

Ashbury Oftalmologi Umum, terj. Edisi ke-17. Jakarta: EGC. 2010; Widya

Medika: Jakarta. 2000. h.382-98.

3. Dandona R, Dandona L, 2001. Refractive error blindness. Bulletin in The World

Health Organization. 79(3): h.237-43.

4. Sirlan, F. 2006. Blindness reduction rate: Is it important to evaluate?

MajalahOphtalmologicaIndonesiana. 3(3): h.241.

5. Depkes RI,Ditjen Binkenmas, 2005. Hasil Survey InderaPenglihatan dan

Pendengaran. h.189-99.

6. Schlote T, 2006. Pocket Atlas of Ophtalmology.Jerman: Georg Thieme Verlag.

h.20-43

7. Crick R, Khaw PT, 2003. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3rd edition.

London: World Scientific Publishing. 2003. h.97-135.

8. The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of Ophtalmology.

Section 2.San Francisco: American Academy of Ophtalmology. 2012. h.67-78.

9. Myrowitz EH, 2012. Juvenile Myopia Progression, Risk Factors and Intervention.

Saudi Journal of Ophthalmology. 2012; 26: h.293-7.

10. David A. Goss, OD, 2006. Optometric Clinical Practice Guidline: Care of The

Patient with Myopia. American Optometric Association. 2006; h.3-31.

11. William AL, 2003. Basicand Clinical Science Course: Optics, Refraction, and

Contac Lens. Section 3. USA: American Academy of Ophtalmology. 2003; 118-9.

12. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, 2009. Basic and Clinical Science Course:

Clinical Optics. Section 3. USA: American Academy of Ophtalmology. 2009;

121-64.

13. David A. Goss, OD, 2006. Optometric Clinical Practice Guidline: Care of The

Patient with Hyperopia. American Optometric Association. 2006; h.2-23.

14. David A. Goss, OD, 2006. Optometric Clinical Practice Guidline: Care of The

Patient with Presbiopia. American Optometric Association. 2006; h.2-26.

31