syarifa zahra tablet glipizide fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting
dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam
bidangmanufcturing obat. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia
kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
manusia melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu
memproduksi obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi
harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang
memenuhi standard kualitas yang dipersyaratkan.
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat,lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Jika
1
kekurangan produksi insulin atau terdapat resistensi insulin maka kadar
glukosa dalam darah akan meninggi (melebihi nilai normal).
Insulin adalah suatu zat yang dihasilkan oleh sel beta pankreas.
Insulin diperlukan agar glukosa dapat memasuki sel tubuh, di mana gula
tersebut kemudian dipergunakan sebagai sumber energi. Jika tidak ada
insulin, atau jumlah insulin tidak memadai, atau jika insulin tersebut cacat ,
maka glukosa tidak dapat memasuki sel dan tetap berada di darah dalam
jumlah besar.
Penyakit diabetes melitus atau kencing manis disebabkan oleh
multifaktor, keturunan merupakan salah satu faktor penyebab. Selain
keturunan masih diperlukan faktor-faktor lain yang disebut faktor pencetus,
misalnya adanya infeksi virus tertentu, pola makan yang tidak sehat, stres,
makan obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar gula darah dan
sebagainya.
Glipizid termasuk obat golongan sulfonylurea secara penggunaan
glipizid dapat diindikasikan untuk anti diabete tipe 2 berat dan ringan. Glipizid
tidak diakumulasi dalam plasma pada pemberian berulang per oral. Absorpsi
total dan disposisi tidak dipengaruhi oleh makanan, namun waktu absorpsi
akan tertunda lebih kurang 40 menit.
2
Oleh sebab itu glipizid lebih efektif jika diberikan 30 menit sebelum
makan/sarapan. Di dalam plasma sebagian besar glipizid terikat pada
protein, sekitar 98-99% satu jam setelah pemberian. Volume distribusi glipizid
setelah pemberian intra vena sebesar 11 liter. Glipizid dengan cepat
dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit turunan hidroksilasi dan konjugat
polar yang tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10% glipizida utuh diekskresikan
melalui ginjal. Pola metabolisme dan ekskresi sama, baik pada pemberian
per oral maupun intra vena, menunjukkan bahwa first pass effect tidak
signifikan.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dari glipizid
dengan teknik dipersi padat dengan menggunakan pembawa hidrofilik PEG
6000, yang kemudian memformulasi dengan preformulasi yang terbaik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dispersi padat
Teknik dispersi padat merupakan metode yang paling banyak
dilakukan pada dua dekade terakhir dalam peningkatan laju disolusi
obat yang sukar larut. Peningkatan laju disolusi terjadi karena
pengurangan ukuran partikel, terbentuknya polimorfi atau amorf,
terjadinya kompleksasi dan terbentuknya larutan padat. Pembentukan
titik eutektik melalui penggunaan sistem biner atau terner secara
signifikan dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi dari obat yang
sukar larut (anonim, 2013).
Sistem dispersi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang salah
satu zatnya adalah fase terdispersi kedalam zat atau fase pendispersi.
Klasifikasi sistem dispersi dalam farmasi dilakukan berdasarkan
keadaan fisik medium dispersi, fasa terdispersi, serta ukuran partikel
fasa terdispersi. Klasifikasi ketiga sistem dispersi dibatasi pada
medium cair berdasarkan interaksi antara fasa terdispersi dan medium
dispersi. Dari bermacam bentuk sediaan farmasi , sistem dispersi
cairan merupakan sistem yang paling kompleks. Faktor metode
manufaktur, pendekatan formulasi, pemilihan bahan formulasi, dan
efek faktor lingkungan, seperti terperatur dan waktu, sangat
mempengaruhi variabilitas ketersediaan hayati produk, karakteristik,
dan variabel lain. Contoh dari bentuk sediaan cair adalah suspensi
yang dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung pertikel
obat yang terbagi secara halus disebarkan secara merata dalam
4
pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum
(Anonim, 2013).
Metode pembuatan dispersi padat
1. Metode Peleburan (melting method)
Dispersi padat yang dibuat dengan metode peleburan dilakukan
dengan cara memanaskan secara langsung campuran obat dan
pembawa hingga melebur, kemudian leburan ini didinginkan dengan
cepat hingga memadat. Selanjutnya massa padat dihaluskan dan diayak.
Keuntungan metode ini yaitu sederhana dan ekonomis sedangkan
kerugiannya tidak sesuai untuk bahan yang tidak tahan pemanasan
(Anonim,2013).
2. Metode Pelarutan (solvent method)
Dispersi padat yang dibuat dengan metode pelarutan dilakukan
dengan cara melarutkan campuran fisika dua komponen padat didalam
pelarut yang sama, kemudian diikuti dengan menguapkan pelarutnya.
Keuntungan metode ini yaitu dapat mencegah peruraian bahan obat atau
pembawa, karena penguapan pelarut organik dilakukan pada suhu
rendah. Sedangkan kerugiannya yaitu tidak ekonomis, sukarnya
menguapkan pelarut secara sempurna, adanya pengaruh pelarut pada
terhadap kestabilan kimia bahan obat dan sukarnya menghasilkan bentuk
kristal (Anonim,2013).
3. Metode Campuran (melting-solventmethod)
Suatu senyawa cair dapat disatukan kedalam polietilenglikol 6000
tanpa kehilangan yang berarti sifat padatnya, oleh sebab itu dispersi
padat dapat dibuat dengan cara ini yaitu mula-mula melarutkan bahan
obat dalam pelarut yang cocok, kemudian larutan tersebut disatukan
5
secara langsung kedalam leburan polietilenglikol pada suhu dibawah 70ᵒC
tanpa diikuti penguapan pelarut. Keuntungan metode ini merupakan
gabungan kentungan metode peleburan dan metode pelarutan , tetapi
metode ini secara praktis hanya dapat digunakan untuk obat yang
mempunyai dosis terapeutik yang rendah, misalnya dibawah 50 mg
(Anonim,2013).
Keuntungan Dispersi Padat
Keuntungan dari dispersi padat dikemukakan oleh Vasconcelos dan
kawan-kawan (2007) yaitu (4) :
1. Penyiapan dispersi padat dihasilkan dengan mengurangi ukuran partikel
sehingga luas permukaannya meningkat dan meningkatkan laju disolusi.
Akibatnya meningkatkan bioavailabilitas
2. Kemampuan terbasahi meningkat selama produksi dispersi padat
sehingga meningkatkan kelarutan. Disini pembawa memainkan peranan
untuk meningkatkan pembasahan dari partikel
3. Partikel pada dispersi padat ditemukan memiliki derajat porositas yang
lebih tinggi. Peningkatan porositas dari partikel dispersi padat
meningkatkan profil pelepasan obat. Peningkatan porositas juga
tergantung pada sifat pembawa
4. Pada obat dispersi padat memberikan larutan supersaturasi yang
dianggap menjadi bentuk polimorfik metastabil. Akibatnya dihasilkan obat
dalam bentuk amorf yang kelarutan partikelnya meningkat.
II.2 Tablet
Tablet merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa
cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya
6
rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan (yuliarti,2011).
Pemberian obat melalui mulut (per-oral) merupakan cara
pemberian yang paling utama untuk memperoleh efek sistemik. Lebih
dari 90% obat untuk system sistemik diberikan secara per-oral. Bila
suatu obat baru ditemukan, perusahaan farmasi mula-mula akan
menanyakan apakah obat tesebut dapat efektif seperti yang
diharapkan bila diberikan melalui mulut. Dari obat-obat yang diberikan
melalui mulut, maka sediaan padat (misalnya tablet/kaplet atau kapsul)
merupakan bentuk yang lebih disenangi (yuliarti,2011).
Di samping mengandung satu atau lebih bahan aktif, bisanya
tablet terdiri dari salah satu atau lebih bahan-bahan tambahan yang
sering disebut dengan excipients (bahan penolong). Terdapat dua
kelompok bahan tambahan berdasarkan fungsinya. Kelompok yang
pertama berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik bahan aktif agar lebih
memudahkan proses pembuatannya. Termasuk dalam kelompok ini
adalah bahan-bahan sebagai pengisi (diluent), pengikat
(binders),pelicin (glidant), pelincir (lubricants). Sedangkan kelompok
kedua dimaksudkan untuk memperbaiki penampilan fisik tablet yang
dibuat. Termasuk dalam kelompok ini adalah bahan-bahan
penghancur (disintegrants), pewarna (colouring agents), pemanis
(sweetening agents), dan perasa (flavouring agents). Salah satu syarat
yang harus dipenuhi oleh seluruh bahan tambahan ini adalah memiliki
sifat inert, artinya bahan-bahan tambahan tersebut tidak bereaksi
dengan zat aktifnya (yuliarti,2011).
7
Secara umum, tablet dapat dibuat dengan 3 cara atau metode,
yaitu (yuliarti, 2011) :
1. Metode Granulasi Kering (Dry Granulation)
Metode granulasi kering merupakan salah satu metode
pembuatan tablet yang efektif terutama pada dosis efektif terlalu
tinggi untuk pencetakan langsung, dan obatnya peka terhadap
pemanasan, kelembaban, atau keduanya. Metode ini banyak
digunakan untuk membuat tablet aspirin atau vitamin. Pada proses
ini, komponen tablet dikompakkan dengan mesin cetak tablet atau
mesin khusus (roller comactor).
Setelah serbuk dicampur, campuran serbuk ditekan ke
dalam die, yang besar dan dikompakkan dengan punch
berpermukaan datar. Massa yang diperoleh disebut slugh dan
prosesnya disebut slugging. Slugh kemudian diayak dan diaduk
untuk mendapatkan bentuk granul yang daya mengalirnya lebih
seragam dibandingkan serbuk (bahan) awal.
Keuntungan metode granulasi kering :
Alat dan ruangan lebih sedikit daripada granulasi basah
Tidak memerlukan bahan pengikat
Prosesnya lebih cepat, tidak memerlukan proses pemanasan sehingga
biaya produksi dapat ditekan
Untuk obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan pemanasan,
misalnya vitamin E akan menghasilkan produk yang stabil
Memperbaiki waktu hancur, karena partikel-partikel serbuk tidak terikat
oleh adanya bahan pengikat.
Memperbaiki kelarutan dan bioaviabilitas
8
Memperbaiki homogenitas, karena tidak terjadi peristiwa migrasi obat
atau bahan pewarna
Kerugian metode granulasi kering
Memerlukan mesin heavy duty (harganya mahal)
Zat warna sukar homogen (tidak terdispersi merata)
Cenderung menghasilkan partikel-partikel halus (fines) yang lebih banyak
dibanding dengan metode granulasi basah, sehingga tablet sering rapuh
atau kurang kuat dan resiko kontaminasi lebih tinggi.
Alat/mesin chilsonator tidak bisa digunakan untuk obat yang tidak larut
karena adanya kemungkinan hambatan kecepatan disolusi (adanya
tekana merubah sifat obat)
2. Metode Cetak Langsung (Direct Compress)
Terdapat beberapa bahan yang memiliki sifat kompabilitas atau
kompresibilitas (kemampuan untuk bisa dicetak) yang tinggi serta memiliki
sifat alir yang baik. Pada bahan dengan sifat-sifat demikian, maka
pembuatan granul tidak diperlukan lagi, artinya bahan bisa dicetak
langsung atau yang sering disebut dengan metode pembuatan tablet
cetak langsung (direct compress). Pada proses ini campuran obat dan
semua bahan tambahan (pengisi, penghancur, pelincir) dicampur
kemudian dicetak. Syarat agar campuran tersebut dapat dicetak, antara
lain : mempunyai sifat alir yang baik, kompressibilitas tinggi dan
mempunyai efeklubricant yang baik.
Keuntungan metode cetak langsung :
9
Lebih ekonomis dibanding kedua metode yang lain
Tidak terpengaruh oleh panas dan kelembaban
Stabilitas produk terjamin
Ukuran patikel seragam
Kerugian :
Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara obat dengan pengisi
dapat menimbulkan stratifikasi diantara granul yang selanjutnya dapat
menimbulkan tidak seragamnya isi obat dalam tablet
Pada obat dosis besar, perlu tambahan bahan pengisi sehingga tablet
menjadi besar
Bahan pengisi yang bisa dicetak langsung, biasanya harganya mahal
Masalah yang sering dihadapi dalam metode cetak langsung antara
lain :
Masalah teknis, yaitu sulitnya menemukan bahan dengan sifat alir dan
kompressibilitas yang baik
Masalah ekonomis, dimana bahan-bahan dengan sifat alir dan
kompressibilitas yang baik tersebut biasanya harganya mahal, bahkan
bisa beberapa kali lipat.
3. Metode Granulasi Basah (Wet Granulation)
Metode granulasi merupakan metode tertua yang paling luas
dan paling banyak digunakan dalam proses pembuatan tablet. Hal
tersebut disebabkan oleh karena semua bahan obat dapat dicetak
dengan metode ini dan memenuhi semua persyaratan tablet dengan
baik. Tujuan granulasi adalah untuk meningkatkan waktu aliran
campuran dan atau kemampuan kempa.
10
Proses-proses pokok dalam granulasi basah :
Pengayakan dan pencampuran serbuk
Penambahan larutan bahan pengikat ke campuran serbuk untuk
membentuk massa dengan ukuran yang cukukp basah (plastis)
Pengayakan dengan ukuran granul yang sesuai
Pengeringan
Pengayakan kering
Penambahan bahan pelicin, bahan penghancur atau bahan tambahan lain
Pengempaan/ pentabletan
Keuntungan metode granulasi basah :
Terbentuknya granul sehingga akan memperbaiki sifat alir dan
kompresibilitas, proses kompaksasi lebih mudah karena pecahnya granul
membentuk permukaan baru yang lebih aktif
Obat-obat dosis tinggi yang mempunyai sifat alir dan kompresibilitas jelek
maka dengan proses granulasi basah hanya perlu sedikit bahan pengikat
Untuk bahan dengan dosis rendah dengan pewarna, maka distribusi lebih
baik dan menjamin keseragaman isi zat aktif
Granulasi basah mencegah segregasi componen-komponen campuran
yang sudah homogen
Memperbaiki disolusi obat yang bersifat hidrofob
Kelemahan Metode Granulasi Basah :
Proses lebih panjang dibanding dengan dua metode lanilla sehinga
secara ekonomis lebih mal
Peralatan yang digunakan lebih banyak sehingga secara otomatis lebih
banyak pula personalia yang diperlukan
11
Tidak bisa digunakan untuk obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban
dan pemanasan
Pada tablet berwarna dapat terjadi peristiwa migrasi dan
ketidakhomogenan sehingga tablet berbintik-bintik
Incompabilitas antar komponen didalam formulasi akan
diperbesar, terutama untuk obat-obat campuran (multivitamin dan lain-
lain)
II.2 Evalusi Tablet Kompresi
1. Sifat dan kualitas
Bentuk dan garis tengah ditentukan oleh punch dan die yang
digunakan mengkompresi (menekan) tablet. Bila punchnya kurang
cembung maka tablet yang dihasilkan lebih datar, sebaliknya semakin
cekung punch semakin cembung tablet yang dihasilkan. Dibagi dua
atau empat bagian sehingga mudah dipotong potong secara tepat
untuk klien.Ketebalan tablet dipengaruhi oleh ketebalan obat yang
dapat diisikan dalam cetakan dalam jumlah tekanan waktu diwaktukan
kompresi. Termasuk dalam hal ini, belah tablet, tebal tablet, kekerasan
tablet, daya hancur tablet, keseragaman dan isi/kandungan dan untuk
beberapa tablet dan kelarutan tablet. Faktor faktor ini harus diperiksa
dan diproduksi satu batch tablet seperti juga dilakukan dari suatu
12
batch produksi kebatch produksi berikutnya untuk menjamin
keseragaman bukan hanya penampilan saja tapi efek terapinya.
2. Berat tablet
Jumlah bahan yang diisikan didalam cetakan yang akan
dimasukan akan ditekan menentukan berat tablet yang dihasilkan.
Volume bahan yang diisikan (granul/serbuk) yang mungkin masuk
dalam cetakan harus disesuaikan beberapa tablet yang
diharapkan.Sebenarnya ukuran tablet yang diproduksi tidak hanya
tergantung volume dan berat bahan yang diisikan tapi juga tergantung
pada garis tengah cetakan dan tekanan pada bahan yang diisikan
waktu ditekan (kompresi).
3. Ketebalan tablet
Untuk mendapatkan tablet yang seragam tebalnya selama
produksi dan diantara produksi untuk formula yang sama, harus
dilakukan pengawasan supaya volume bahan yang diisikan dan
tekanan yang diberikan. Tablet diukur dengan jangka lengkung selama
proses produksi, supaya yakin ketebalanya sudah selesai. Maka
berbeda bedanya ketebalan tablet lebih dipengaruhi oleh ukuran
cetakan dan bahan yang dapat dimasukan dari pada oleh tekanan
yang diberikan.
13
4. Kekerasan tablet
Tidak jarang tablet kompresi menggunakan tekanan lebih kecil
dari 3000 dan lebih besar 40000 pound dalam produksi. Umumnya
semakin besar tekanan semakin keras tablet yang dihasilkan,
walaupun sifat dari granul menentukan kekerasan tablet. Pada
umumnya tablet harus cukup keras untuk tahan pecah waktu dikemas,
dikirim dengan kapal dan waktu ditangani secara normal, tapi juga
tablet ini akan cukup lunak untuk melarut akan menghancur dengan
sempurna begitu digunakan atau dapat dipertahankan diantara jari jari
bila memang tablet ini perlu dibagi untuk pemakaianya.Dalam bidang
industry kekuatan tekanan minimum yang sesuai untuk tablet adalah 4
kg. Penentuan kekerasan tablet ditetapkan waktu produksi supaya
penyesuaian tekanan yang dibutuhkan dapat diatur pada peralatanya.
Alat lain untuk menentukan kekerasan tablet ini dengan memakai
sebuah friabilator. Ketahanan terhadap kehilangan bera, menunjukan
tablet tersebut untuk bertahan terhadap goresan ringan/kerusakan dan
penaganan, pengemasan dan penglepasan.
5. Daya hancur tablet
Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk di absorpsi
dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan
14
obatnya kedalam cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet
juga penting untuk tablet yang mengandung bahan obat (seperti
antasida dan antidiare) yang dapat dimaksudkan untuk di absorpsi
tetapi lebih banyak bekerja setempat dalam saluran cerna, dalam hal
ini daya hancur tablet memungkinkan partikel obat menjadi lebih luas
untuk bekerja secara lokal didalam tubuh.
6. Disolusi tablet
Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dan kapsul
dinyatakan dalam masing masing monografi obat. Pengujiaan
merupakan alat yang objektif dalam menentukan sifat disolusi suatu
obat yang berada dalam sediaan padat. Karena absoropsi dan
kemampuan obat berada dalam tubuh dan tergantung pada adanya
obat dalam keadaan melarut, karakteristik disolusi biasa merupakan
sifat yang penting dari produk obat yang memuaskan.Dengan
bertambahnya perhatian dan pengujiannya disolusi dan penetuanya
bioavaibilitas dari obat dengan bentuk sediaan padat menuju pada
pendahuluan dari sistem yang sempurna bagi analisis dan pengujian
disolusi tablet.
15
II.3.1 Preformulasi
Tabel 1. Formulasi Dispersi padat Glipizid
Kode Perbandingan Glipizid dan PEG 6000
G -
P1 1:1
P2 1:2
P3 1:3
P4 1:4
P5 1:5
II.3.2 Formula Tablet
Formula sediaan glipizid
1. Formulasi asli : Tablet anti diabetes
2. Rancangan formula
Nama produk : gypizide tablet
Jumlah produk : 1000 tablet @ 50 mg
Tanggal formulasi : 10 november 2013
Tanggal produksi : 20 november 2013
No.reg : DBL 1315100110 A1
No.bartch : M 121 001
Komposisi : tiap 50 mg mengandung
Glipizide 5 mg
Metil selulosa 5 %
16
Asam alginat 5%
Talk 5%
Amylum maydis @ 50 mg
3. Master formula
Kode bahan Nama bahan kegunaan perdosis Perbatch
(1000 tablet)
01 – GI Dispersi
padat
Glipizide
Zataktif 25 mg 25 g
02 - MS Metil
selulosa
Zat pengikat 2,5 mg 2,5 g
03 – TA Talk Zat pelincir 2,5 g 2,5 g
04 – AG Asam aglinat Zat
pengahncur
2,5 g 2,5g
05-AM Amylum
maydis
Zat pengisi 17,5 mg 17,5 g
4. Alasan pemilihan zat aktif
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat
yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan
farmeseutia yang sesuai ( ansel, 1985).
17
Diabetes melitus (DM) didefenisikan sebgai suatu penyakt atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengn tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipd dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dpat disebabkan oleh
gangguan arau defisiensi produksi unsulin dapat disebabkan oleh sel-
selbeta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO,1999)
Pada 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang didunia
mengidap diabetes melitus, jumlah ini di perkirakan kan meningkat
menjadi dua kali lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar
peningkatan itu akan terjadi di negra-negara yang sedang berkembang
seperti indonesia. Populasi penderita diabetes di indonesia berkisar
antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di manado 6%. Dengan jumlah
penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih krang 3 – 5 juta penduduk
indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah
penderita diabetes diindonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada tahun2006
diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita (promosi kesehatan
online, 2013)
Walaupun diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang
tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat
fatl bila pengelolaan DM memerlukan penangan secara multidisiplin
18
yang mencakup terapi non obat dan terapi obat (promosi kesehatan
online, 2013).
Pada dasarny ada 2 pendekatan dalam penatalaksaan
diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan kedua adalah
pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat
berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan langkah
pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insluin
atau obat hipoglikemik oral atau kombinasi keduanya. (promosi
kesehatan online, 2013).
Ada 5 golongan antidibetik oral (ADO) yang dapat digunakan
untuk DM dan telah dipasarkan diindonesia yakni golongan :
sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat alfa glikooksidasedan
tiazodilidenion. Kelima golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2
yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja.
(sukandar,2009)
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin
dikelenjar pankreas, oleh sebab itu, hanya efektif apabila sel-sel beta
lengerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar
glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa
sulfonilurea disebabkan olehperangsangan sekresi insulin oleh
19
kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pasa saat glukosa atau
konisi hiperglikemia gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-
senyawaobat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh
sebab itu, obat-obt golongan sulfonil urea sangat bermanfaat untuk
penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu
memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya.
Pada penderita dengan kerusakan sel-sel beta langerhans kelenjar
pankreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea
tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat
degradasi insulin oleh hati.
Absorbsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui su cukup baik,
sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagan terikat pada
protein plasma terutama albumin (70 -90%). (pharmautical care, 2010)
Ada 3 metode dalam pembuatan tablet yaitu kempa langsung,
granulasi basah, dan granulasi kering. Untuk tablet ini saya
menggunakan metode granulasi kering karena dosis glipizide yang
kecil yaitu 5 mg. menurut literatur banyak obat lain yang berdosis kecil
tidak bercampur merata dengan zat aktifa dan pengisinya bila dikempa
langsung. Oleh sebab itu dalam pembuatannya terlebh dahulu dibuat
granul.
20
5. Alasan penambahan
a. Zat aktif
Glipizid absorbsinya lengkap, masa paruhnya 3 – 4 jam.
Dalam darah 98% terkait protein plasma, potensinya 100 kali
lebih kuat dari talbutamid, tetapi hipeglikemik maksimalnya mirip
dengan sulfonilurea lain. Metaboliemesnya di hepar, menjadi
metabolit yang tidak aktif sekitar 10% di ekresi melalui ginjal
dalam keadaan utuh (gunawan,2007).
Glipizid adalah derivate pirazin dan glibenkelamid
termasuk generasi kedua. Khasiat hipoglikemis dan pola
kerjaya sama dengan glibenkelamida, daya kerjanya bertahan
12 – 24 jam, meskipun plasm 1 ½ nya hanya 2 – 4 jam (tjay,
2010).
Mempunyai masa kerja yang lebih lama dibandingan
glibenkelamida tetapi lebih pendek dibandingkan klorpropamid.
Kekuatan hipoglikrmiknya jauh lebih besar dibandingkan
dengan talbutamida. Mempunyai efek menekan produksi
glukosa hati danmeningkatkan jumlah reseptor insulin. Glipizida
diabsorbsi lengkap sesudah pemberian oral dan dengan cepat
di metabilosme dalam hati menjadi metabolit yang tidak aktif.
Metabolit yang kira-kira 10% glipizida utuh diekskresikan
melalui ginjal (handoko dkk, 1995)
21
b. Zat tambahan
1. Amylummaydis – pengisi
Pati adalah bahan tambahan yang digunakan
sebagai bahan pengisi pada sediaaan tablet (excipient ,
1996)
Tepung yang dapat diperoleh dari jagung dapat
digunakan sebagai pengisi tablet ( lachman, 1986)
2. Metil selulosa – pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah
atau retak dapat merekat. Biasanya yang digunakan
adalah mucilage, gummi arabici dan methylselulosum 5%
(arief,2009)
Metil selulosa adalah pengikat dan perekat yang
umum dipakai. Dalam keadaan kering pada pencetakan
langsung, bahan ini mempunyai kemampuan sebagai
pengikat (lachman, 1986)
3. Talk – pelincir
Pelincir kedua yang paling banyak dipakai adalah
talk (lachman, 1986).
Talk pada sediaan oral digunakan sebagai bahan pengisi
dan bahan pelincir (excipient,1996).
22
4. Asam alginat – penghancur
Agar dapat digunakan sebagai penghancur
diperlukan asam alginat sebanya 1- 5% (excipient,1996)
Asam alginat berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan (syamsul, 2007)
Perhitungan bahan
Perdosis
Glipizide 25 mg
Metil selulosa = 5 / 100 x 50 mg = 2,5 mg
Asam alginat = 5 / 100 x 50 mg = 2,5 mg
Talk = 5 / 100 x mg = 2,5 mg
Amylum maydis = 50 – ( 25 + 2,5 + 2,5 + 2,55 ) = 17,5 mg
Perbatch
Glipizide = 25 mg x 1000 tablet = 25000 mg
Metilselulosa = 2,5 mg x 1000 tablet = 2500 mg
Asam alginat = 2,5 mg x 1000 tablet = 2500 mg
23
Talk = 2,5 x 1000 tablet = 2500 mg
Tepung jagung = 17,5 x 1000 tablet = 17500 mg
II.5 Uraian Bahan
1. Glipizid (martindale,)
Nama Resmi : GLIPIZIDE
Nama lain : glipisidi, glipizid, glipizida, glipizidas,
glipizidum, glypizid, Glydiazinamide, K –
4024, 1 – cyclohexil-3 – {4-[2-(5- methylpirzine
2– carboxamido)ethyl] bezensulphonilu}rea
Pemerian : sebuah Kristal putih atau hamper putih bubuk,
praktis tidak larut dalam air dan alcohol, sangat
sedikit larut dalam aseton diklorometana. larut
dalam encer solusi hidroksida alkali.
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2 ringan –sedang
Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala
hematologic termasuk trombositopenia,
agranulositosis dan anemia aplastik dapat
terjadi walau jarang sekalu. (sukandar, 2009)
24
2. Amylum maydis ( Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : amylum maydis
Nama lain : pati jagung
Pemerian : tidak berbau dan tidak berasa serbuk halus dan
putih
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol 95% dan air
dingin
Kegunaan ; sebagai pengisi
Income : dengan zat pengoksidasi kuat dan iodine
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Stabilitas : dijaga agar tetap kering dengan perlindungan
dan kelembapan tinggi
3. Metal selulosa (excipient, 1996 )
Nama resmi : methylcellulose
Nama lain : benecel, cellacol, culminal, MC, E461 ; mapolse,
methocel, methylcellulosum, metolose, tylose,
viscol.
Pemerian : bubuk putih berserat atau utiran, praktis tidak
berbau dan berasa.
Kegunaan :sebagai pengikat
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
25
Stabilitas : tetep kompak walaupun bersifat higroskopis
Range : 1 – 5 %
4. Asam alginate (Dirjen POM,1979)
Nama Resmi : ACIDUM ALGINICUM
Nama lain : Asam aginate, acidum alginicum, E400, kelacid,
L – gulo- manoglycuronan polymannuronic acid,
protacid satialgine H - 8
Pemerian : serbuk berserat putih hingga kekuningan, tidak
berbau tidak berasa
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organic
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Income : terhadap zat pengoksidasi
Range : 1 – 5 %
5. Talk (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : TALCUM
Nama Lain : Altalc, E553b ; Hydrous magnesium calcium
silicate, hydrous magnesium silicate; imperial ;
Luzenac pharma ; magnesium hydrogen
metalsilicate, magsil osmanthus ; magsil star,
powdered talc
26
Pemerian : serbuk hablur, sangat halus licin, mudah
melekat pada kulit, bebas dari butiran ; warna
putih atau putih kelabu
Kegunaan : sebagai pelincir
Income : terhadap ammonium
Range : 1 – 10 %
6. Polietilen glikol (PEG) (Dirjen POM, 1979 )
Nama Resmi : Polyethylrnglycolum
Sinonim : makrogol, poliglikol
Pemerian : Serbuk putih atau putih kuning gading,
praktis tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)
p dan dalam kloroform p.
Kegunaan : Pembawa Dispersi padat
Stabilitas : Stabil dalam konsisi normal, bersifat
higroskopis
Penyimpanan : harus disimpan Dalam wadah tertutup
rapat
Inkompatibilitas : PEG Inkompabilitas senyawa peroksida,
fenol, asam tanik, dan asam salisilat.
27
BAB III
METODE PENELTIAN
III.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik,
spektrofotometer UV-VIS, spektrofotometer inframerah, difraktometer
Sinar-X, Differential scanning calorimetry (DSC), , Blender, Oven
vakum (Hotpack), Alat pencetak tablet, Ayakan mesh 16, Jangka
sorong, Flowmeter, Alat uji kompresibilitas (bulk density), Alat uji
kekerasan, Alat penentu kadar air, Termometer, alat uji disolusidan
alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
Bahan yang digunakan adalah glipizid metilselulosa, PEG
6000, metil selulosa, asam alginat, talk dan amylum maydis.
III.2 Pembuatan Dispersi Padat glipizide
Formula dispersi padat dapat dilihat pada tabel 1. Dispersi
padat glipizid dibuat dengan metode peleburan. Glipizid dicampurkan
dengan PEG 6000 dengan rasio 1:1, 1:2, 1:3 hingga homogen,
kemudian dileburkan dalam wadah yang sesuai pada waterbath
dengan pemanasan yang bertingkat sampai campuran melebur
sepenuhnya, hasil leburan kemudian didinginkan secara cepat dengan
28
pengadukan konstan. Hasil campuran yang telah mengering kemudian
digerus lalu diayak dengan ayakan no.100. Hasil ayakan kemudian
disimpan didesikator untuk pengujian selanjutnya.
III.3 Analisis homogenitas obat
Masing-masing formula dispersi padat dihitung persentase
homogenitas obatnya. Sejumlah 50mg glipizid ekivalen tiap formula
dilarutkan dalam sejumlah metanol dan volumenya dicukupkan hingga
100 ml dengan buffer fosfat 7,4. Larutan kemudian disaring dengan
whatman filter no.42 dan perhitungan kandungan obat diukur dengan
spektroskopi UV pada panjang gelombang 276 nm.
III.4 Uji kelarutan.
Kelarutan glipizid murni dan dispersi padatnya diukur dalam air
destilasi dan buffer fosfat 7,4. Sejumlah 10 mg glipizid ekivalen baik
murni dan dispersi padatnya dilarutkan dalam 100 ml air destilasi dan
buffer fosfat 7,4 tersebut dan diaduk di magnetik stirer. Seluruh smapel
dilindungi dari cahaya matahari dengan membungkusnya dengan
alumunium foil. Setelah 24 jam sampel kemudian sampel disaring
dengan Whatman filter no.42 dan larutan diukur dengan spektroskopi
UV pada panjang gelombang 276 nm.
29
III.5 Uji disolusi in vitro
Uji disolusi dilakukan pada seperangkat alat destilasi. Sampel
diuji selama 2 jam dengan kecepatan 100 rpm. Medium yang
digunakan adalah buffer fosfat 900 ml dengan suhu 37±5°C.
Pengukuran sampel dilakukan pada menit ke 5,10,15, 30,45,60 dan
120 dan diukur dengan spektroskopi UV pada panjang gelombang 276
nm.
III.6 Karakterisasi dispersi padat
Formula terbaik dari uji kelarutan dan disolusi in vitro kemudian
dilakukan uji lanjutan yaitu Analisis FTIR, Analisis Differential scanning
calorimetry (DSC), Analisis pola difraksi sinar X, dan Uji Scanning
Elektron Mikroskop (SEM).
1. Analisis FTIR
Sampel murni, pembawa murni dan dispersi padat campuran
obat dan pembawa diukur dengan alat spektroskpi IR sari 400-
4000 cm-1.
2. Analisis Differential scanning calorimetry (DSC)
Sampel murni, pembawa murni dan dispersi padat campuran
obat dan pembawa diukur dengan alat DSC pada suhu 25-400ºC
30
dengan kecepatan scan 10ºC/menit dan pembersih gas nitrogen 40
mL/menit.
3. Analisis pola difraksi sinar X
Penetapan pola difraksi sinar X serbuk dispesi padat
dilakukan dengan menggunakan difraktometer. Kondisi
pengukuran sebagai berikut, sumber Cu Kα, voltase 45 kV, arus 25
mA dan kecepatan scanning 0,08º per detik dengan kecepatan
scan 2,4˚/menit dari 2θ.
4. Uji Scanning Elektron Mikroskop (SEM)
Obat murni pada dispersi padat dilapisi pelco gold
palladium ciater. Permukaan morfologi pada lapisan sampel
diperiksa dengan menggunakan SEM. Sampel ditempatkan dalam
sebuah ruang tertutup dan diamati dengan mengontrol pola sinar
elektronnya
III.7 Pembuatan Tablet dispersi padat glipizid
Formulasi tablet dapat dilihat pada tabel. Setelah menimbang
semua bahan dengan berat yang sesuai,dispersi padat glpizid sebagai
bahan aktif ditambahkan bahan pengisi dan bahan penghancur
sampai homogen, dibentuk granul dengan penambahan bahan
pengikat, bahan yang telah tercampur kemudian dikempa/dicetak,
31
tablet kemudian diayak dengan yakan yang sesuai dan ditambahkan
pelincir lalu dikempa kembali.
III.8 Evaluasi granul
1. Sifat alir
Secara langsung dengan menimbang 25 gram granul.
Ditempatkan pada corong alat, diuji waktu alir dalam wadah tertutup,
dibiarkan granul menggalir, dicatat waktu dengan menggunakan
stopwatch. Secara tidak langsung dengan cara granul ditampung
pada kertas grafik millimeter, dicatat tinggi (h) dan diameter anggokan
granul. Diitung sudut α (sudut istirahat ) menggunakan persamaan tg α
= h/r ( Lachman)
2. Kompresibilitas
DItimbang 100 gram granul , dimasukkan ke dalam gelas ukur
dari alat Joulting volumemeter, dicatat volumenya. Motor dihidupkan,
dihitung hingga 10 ketukan, dilakukan selanjutnya untuk 50,100,500
ketukan.
% Kp =( Vo – Vn)/ Vn x 100%
Vo = volume awal
Vn = volume pada tiap jumlah ketukan
32
3. Evaluasi Kadar Lembab
Ditimbang seksama 5,0 gram granul. DIpanaskan dalam lemari
pengering bobot konstan (40-60 derajat Celcius )
% kadar lembab = (Wo-Wi )/Wo x 100%
Wo = bobot granul awal
Wi = bobot granul setelah pengeringan
Persyaratan = 3-5 % Vorght, 2-4 % Lachman
III.9 Evaluasi Tablet
1. Keseragaman bobot tablet
Ditimbang 20 tablet, dihitung rata-rata tiap tablet.. Bobot rata-
rata tidak boleh menyimpang dari bobot rata-rata yang ditetapkan.
Persyaratan :
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata
A B
<25> 15% 30%
26-150mg 10% 20%
151-300mg 7,5% 15%
>300mg 5% 10%
2. Keseragaman ukuran
diambil 20 tablet, diukur diameter dan ketebalannya
menggunakan jangka sorong. dihitung rata-rata dan standar
33
deviasinya. Syarat : kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak boleh
lebih dari 3 kali dan tidak boleh kurang dari ⅟3 tebal tablet.
3. Kekerasan
Diambil 20 tablet, ukur kekerasan dengan alat Hardness Tester.
Dihitung rata-rata dan Standar deviasinya, Syarat : 4-8 kg/cm
4. Friabilitas
Diambil 20 tablet, dibersihkan dari seluruh serbuk halus.
Ditimbang dan di masukkan ke alat uji friabilator. dilakukan 100
putaran. Dikeluarkan tablet dan di bersihkan dari serbuk halus yang
terlepas dan timbang kembali. Dihitung persentase friabilitasnya.
% F =( Wo – Wi )/ Wo x 100%
Wo = bobot awal
Wi = bobot setelah pengujian
Syarat F ≤ 1% atau F≤ 0,8%
5. Waktu hancur
Dimasukkan masing – masing 1 tablet ke dalam tabung dari alat
uji tersebut. Dimasukkan 1 cakram pada tiap tabung dan jalankan alat.
Digunakan air sebagai media dengan ssuhu 37˚± 2. Semua tablet
harus hancur sempurna, bila 1 atau 2 tablet tidak hancur ulangi
pengujian dengan 12 tablet lainnya. Tidak kurang 16 sari 18 tablet
harus sempurna.
34
BAB IV
Hasil Dan pembahasan
Glipizid merupakan obat yang diindikasikan untuk anti diabetes
dengan dosis minimum 5 mg/ sehari. Glipizid memiliki bentuk kristal yang
menunjukan kelarutan yang sukar larut dalam air. Dalam klasifikasinya
glipizid merupakan golongan sulfonilurea yang diindikasikan untuk diabetes
tipe 2.
Telah dilakukan upaya peningkatan kelarutan glipizid dengan metode
dispersi padat dengan menggunakan polimet hidrofilk yaitu PEG 6000,
polimer ini dipilih berdasarkan efektivitasnya sesuai hasil peneltian dari
berbagai preformulasi senyawa yang sukar larut dalam air dengan
menggunakan metode dispersi padat.
Teknik dispersi padat terbagi atas 3 metode yaitu metode peleburan
(melting method), metode pelarutan (solvent method), dan metode campuran
(melting-solvent method). Pada penelitian ini telah dilakukan dispersi padat
glipizid dengan metode peleburan pada formulasi dengan pembawa PEG ,
metode ini berdasarkan hasil penelitian yang menujukkan efisensi disolusi
dispersi padat masing-masing pembawa dengan metode tersebut.
Setelah di buat dalam dispersi padat dilakukan karakterisasi dispersi
padat dengan berbagai parameter
:
35
1. Analisis homogenitas
Hasil analisis homogenitas tiap formula dapat dilihat pada tabel
2. Seluruh formula dispersi padat menunjukkan homogenitas dengan
kisaran 96-99 %. Hal ini membuktikan adanya homogenitas glipizid
dalam tiap formula.
Tabel 2. Homogenitas Glipizid formula dispersi padat glipizid
Kode
2. Uji kelarutan
Hasil uji kelarutan dapat dilihat pada tabel 3. Kelarutan Glipizid
murni pada air destilasi dan buffer fosfat yaitu sebesar 0,0365 mgml-1
dan 0,05586 mgml-1. Kelarutan glipizid meningkat secara linier
sebanding dengan peningkatan konsentrasi polimer. Semua formula
dispersi padat menunjukkan kenaikan kelarutan jika dibandingkan
dengan glipizid murni. Dari semua formula, formula P5 yaitu
36
perbandingan 1:5 menunjukkan kelarutan terbesar yaitu 0, 137 mgml-
1dalam medium air dan 0, 193 mgml-1 dalam buffer fosfat.
Tabel 3. Hasil uji kelarutan dispersi padat glipizid
Kode Kelarutan dalam Air
destilasi
Kelarutan dalam buffer
fosfat
3. Uji disolusi in vitro
Hasil uji disolusi dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 1. Hasil
uji disolusi glipizid murni ditemukan sebesar 35,98 % pada menit ke
120, jika dibandingkan dengan formulasi dispersi padat dapat
disimpulkan bahwa formulasi dispersi padat meningkatkan kelarutan
glipizid secara signifikan jika dibandingkan glipizid murni, kenaikan
profil disolusi sebanding dengan kenaikan pembawa dispersi padat.
Formula P5 dengan perbandingan 1:5 memperlihatkan disolusi
terbesar sebesar 94,20 %.
37
Tabel 4. Hasil uji disolusi in vitro dispersi padat glipizid
Waktu
(menit)
Persentase Disolusi (%)
G P1 P2 P3 P4 P5
5 8,56 14,83 16,61 15,17 15,69 16,98
10 19,22 36,86 39,03 39,07 45,41 45,08
15 24.90 44,14 46,81 47,74 59,01 67,00
30 33,45 48,78 53,47 54,51 64,48 82,87
45 35,00 50,50 54,64 56,73 68,59 91,05
60 35,45 50,09 56,86 57,12 68,90 94,81
120 35,98 51,64 58,81 59,68 71,30 94,20
38
0 20 40 60 80 100 120 1400
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
GP1P2 P3P4P5
Gambar 1. Profil disolusi in vitrodispersi padat glipizid
Karakterisasi dispersi padat
Berdasarkan hasil uji kelarutan dan disolusi diketahui bahwa formula
P5 yaitu perbandingan glipizid dan PEG 6000 1:5 sebagai formulasi terbaik.
Formula P5 kemudian dilanjutkan karakterisasi dispersi padatnya. Analisis
FTIR dan DSC dilakukan untuk melihat adanya intraksi antara pembawa dan
zat aktif glipizid, dan analisis SEM dan difraksi sinar X untuk menganalisis
perubahan bentuk morfologi dari glipiziid.
1. Analisis FTIR
Hasil FTIR glipizid murni, PEG 6000, dan dispersi padatnya dapat
dilihat gambar 2.Spektrum infra merah sangat sensitive terhadap
perubahan struktur dan konformasi molekul, sehingga dapat digunakan
untuk membandingkan struktur senyawa dalam fase padat yang
39
berbeda.Seperti terlihat pada gambar.2 pita-pita absorpsi utama pada
Glipizid dan PEG 6000 tetap muncul pada bilangan gelombang yang
sama, hal ini menunjukkan tidak terjadi interaksi kimia antara PEG 6000
dan Glipizid.
Gambar 2. Hasil FTIR glipizid, PEG 6000, dan dispersi padat Glipizid
2. Analisis DSC
Gambar 3 menunjukkan profil DSC dari glipizid murni, PEG 6000 dan
dispersi padat. Glipizid dan PEG 6000 menunjukkan puncak endothermic
masing-masing pada suhu 379,5°C dan 80°C. Pada dispersi padat
memperlihatkan puncak endothermik pada suhu yang sama dengan
Glipizid dan PEG 6000 yang menunjukkan tidak ada interaksi yang kuat
terjadi diantara keduanya, tetapi terjadi pelebaran atau penurunan
intensitas puncak yang menunjukkan perubahan morfologi glipizid
menjadi bentuk amorf.
40
Gambar 3. Hasil DSC glipizid, PEG 6000, dan dispersi padat Glipizid
3. Analisis SEM
Hasil analisis SEM dapat dilihat pada gambar 4. Glipizid murni
menunjukkan bentuk kristal dengan permukaan yang halus.
Sedangkan pada dispersi padatnya menunjukkan suatu bentuk yang
homogen permukaan yang lebih kasar dan amorf dan menunjukkan
penurunan bentuk krista.
41
Gambar 4. Hasil SEM glipizid, PEG 6000, dan dispersi padat Glipizid
4. Analisis difraksi sinar X
Hasil difraksi glipizid, PEG 6000 dan dispersi padatnya dapat
dilihat pada gambar 5. Pola difraksi pada Glipizid menunjukkan bentuk
kristal yang tinggi berdasarkan intensitas puncak yang tinggi dan tajam.
PEG 6000 sendiri menjukkan dua puncak dengan intensitas yang tinggi
pada 19° dan 23°. Kurangnya intensitas beberapa puncak pada dispersi
padat menunjukkan tingginya konsentrasi obat yang terbawa matriks
pembawa dalam bentuk amorf.
42
Gambar 5. Hasil difraksi sinar x glipizid, PEG 6000, dan dispersi padat
Glipizid
Formula P5 dengan profil disolusi terbaik yang telah dikarakterisasi
telah menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang kuat diantara zat aktif
glipizid dan PEG 6000. Penggunaan PEG 6000 sebagai pembawa dispersi
padat terbukti dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi dari glipizid, hal ini
dikarenakan perubahan morfologi dari glipizid dari kristal menjadi bentuk
amorf yang lebih mudah larut.
Formula P5 kemudian dikembangkan menjadi sediaan tablet.
Formulasi tablet dispersi padat glipizid diformulasi sebesar 50 mg pertablet
dengan penambahan bahan yaitu metil selulosa sebagai pengikat, asam
43
alginat sebagai penghancur, talk sebagai pelincir, dan amylum maydis
sebagai pengisi.
Tablet dibuat dengan metode granulasi basah. Metode ini dipilih
karena memiliki beberapa kelebihan yaitu memiliki sifat alir dan komprebilitas
yang tinggi. Pada proses pembuatan tablet terjadi dua proses evaluasi yaitu
evaluasi granul dan evaluasi tablet. Pada tahap awal fase granulasi telah
terbentuk suatu massa granul yang kompak yang harus dievaluasi untuk
menguji kelayakannya sebelum dibentuk menjadi tablet.
Berikut hasil evaluasi granul dispersi padat glipizid :
1. Sifat alir
Hasil Sifat alir dapat pada tabel 6. Dari hasil evaluasi dapat
disimpulkan bahwa granulasi dispersi padat glipizid memiliki sifat alir
langsung yang baik dengan rata-rata 7,33 g/detik dan kecepatan alir tidak
langsung yang baik sebesar 26,66º sesuai dengan persyaratan sifat alir.
Tabel 6. Hasil evaluasi sifat alir granulasi dispersi padat glipizid
Ulangan Kecepatan alirLangsung(g/detik)
Kecepatan alir tidak langsung(º)
1 7 26
2 8 27
3 7 27
Rata-rata 7,33 26,66
44
Persyaratan kecepatan mengalir ( secara langsung )
Kecepatan mengalir Aliran
>10 g/dtk Bebas mengalir
4-10 g/dtk Mudah mengalir
1,6-4 g/dtk Sukar mengalir
<1,6> Sangat sukar mengalir
Persyaratan kecepatan mengalir (secara tidak langsung ) :
A (angle of repose ) Tipe aliran
<25 Excellent
25-30 Good
30-40 Passable
>40 Very poor
2. Kompresibilitas
Dari hasil evaluasi dapat dilihat bahwa granulasi dispersi padat
memiliki sifat kompresibilitas yang baik dengan rata-rata 15,66 % sesuai
dengan persyaratan kompresibiltas .
Tabel 7. Hasil evaluasi Kompresibilitasgranulasi dispersi padat glipizid
Ulangan Persentase
Kompresibilitas
(%)
1 16
2 16
3 15
45
Rata-rata 15,66
Persyaratannya :
Kompresibilitas Keterangan
5-15 Excellent
12-16 Good
18-21 Fair to passable
23-25 Poor
35-38 Very poor
>40 Extremely poor
3. Evaluasi Kadar Lembab
Hasil evaluasi Kadar lembab dapat dilihat pada tabel 8. Dari hasil
evaluasi dapat dilihat bahwa granulasi dispersi padat memiliki kadar
lembab sebesar 3,66 % yang memenuhi syarat kadar lembab granul yang
baik sebesar 3-5 % (17).
Tabel 8. Hasil evaluasi Kompresibilitas granulasi dispersi padat glipizid
Ulangan Persentase
Kadar lembab
(%)
1 4
2 3
3 4
Rata-rata 3,66
46
Dari Hasil evaluasi granul, granul dispersi padat glipizid memenuhi
persyaratan dan layak untuk dibentuk menjadi tablet. Granul kemudian
ditambahkan asam alginat,, talk dan amylum maydis lalu kemudian dikempa
menjadi tablet dan dilakukan evaluasi tablet. Berikut hasil evaluasi tablet.
1. Uji keseragaman ukuran
Hasil evaluasi keseragaman ukuran menujukkan bahwa ukuran
tablet dispersi padat glipizid itu seragam dan sesuai dengan persyaratan
berdasarkan FI III yaitu diameter tablet tidaklebihdari 3 kali
dantidakkurangdari 1 1/3 tebal tablet (14).
2. Uji Friabilitas
Hasil uji friabilitas dapat dilihat pada tabel 12, hasil uji
menunjukkan tablet dispersi padat glipizid memiliki persentase friabilitas
rata-rata sebesar 0,5% yang masih memenuhi persyaratan friabilitas ≤
0,8%.
Tabel 9. Hasil uji friabilitas tablet dispersi padat glipizid
Tablet Persentase Friablitas
(%)
Tablet Persentase Friablitas
(%)1 0,6 11 0,6
2 0,7 12 0,5
3 0,5 13 0,4
4 0,5 14 0,3
5 0,5 15 0,5
6 0,7 16 0,6
7 0,7 17 0,4
8 0,6 18 0,5
9 0,4 19 0,5
10 0,5 20 0,6
47
Rata-
rata
0,53
3. Kekerasan Tablet
Hasil uji kekerasan tablet dapat dilihat pada tabel 13, hasil uji
menunjukkan tablet dispersi padat glipizid memiliki kekerasan rata-rata
sebesar 7,05 kg/cmyang masih memenuhi Syarat kekerasan tablet yang
baikyaitu 4-8 kg/cm (18).
Tabel 10. Hasil uji kekerasan tablet dispersi padat glipizid
Tablet Kekerasan tablet Tablet Kekerasan tablet
1 7 11 7
2 8 12 8
3 6 13 6
4 7 14 8
5 6 15 8
6 6 16 7
7 7 17 7
8 7 18 6
9 8 19 6
10 8 20 8
Rata-
rata
7,05
4. KeseragamanBobot
Bobot yang diinginkan dari tablet dispersi padat yaitu 50 mg dan
berdasarkan persyaratan FI III(14) sesuai pada tabel 6 tidak boleh ada
48
dua tablet yang melewati yaitu 10 % dari bobot rata-ratanya atau 5
mg±50,45 mg dan tidak boleh ada satu tablet yang melewati20% bobot
rata-rata yaitu 10 ± 50,45 mg. Berdasarkan hasil uji keseragaman
bobotsemua tablet masih dibawah persyaratan penyimpangan baik A dan
B sehingga tablet dispersi padat memenuhi kriteria keseragaman bobot.
Tabel 11. Hasil uji keseragaman bobot tablet dispersi padat glipizid
Tablet Bobot Tablet (mg) Tablet Bobot Tablet (mg)
1 52 11 52
2 47 12 50
3 51 13 47
4 45 14 48
5 48 15 49
6 50 16 51
7 49 17 53
8 51 18 54
9 55 19 48
10 54 20 46
Rata-
rata
50,45
5. Waktu Hancur
Hasil uji waktu hancur tablet dispersi padat glipizidyaitu 18 tablet
yang diuji hancur semua dalam waktu 15 menit, hal memenuhi
persyaratan berdasarkan FI IV (16) tidakkurang 16 tablet dari 18 tablet
yang diuji harus hancur sempurna.
6. Uji Disolusi
49
Hasil uji disolusi tablet dispersi padat glipizid dapat dilihat pada tabel
15 dan gambar . Dari hasil uji pada menit 60 persentase disolusi
mencapai 93,76 % dan pada menit 120 mencapai 95,89%.
Tabel 12. Hasil uji disolusi tablet dispersi padat glipizid
Waktu Persentase disolusi
(%)5
10
15
30
60
120
0 10 20 30 40 50 60 700
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
waktu (Menit)
Pers
enta
se D
Isolu
si (%
)
Gambar 6. Profil Disolusi Tablet dispersi padat glipizid
50
Formulasi tablet dispersi padat glipizid telah dilakukan dan telah
dievaluasi. Hasil evaluasi tablet telah bahwa tablet memenuhi persyaratan
tablet. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa tablet terdisolusi sebesar
93,76% setelah 60 menit.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Telah dilakukan upaya peningkatan kelarutan Glipizid denganh
metode dispersi padat. Dispersi padat dilakukan dengan pembawa
PEG 6000 dengan metode peleburan dan dilakukan dengan berbagai
variasi konsentrasi yaitu P1(1:1). P2(1:2), P3(1:3), P4(1:4), dan
P5(1:5). Formula P5 dinyatakan sebagai formula terbaik dengan profil
disolusi sebesar 94,81 pada menit ke 60.
Formulasi P5 telah diformulasi dalam bentuk tablet 50 mg
dengan bahan tambahan. Hasil formulasi telah memenuhi persyaratan
uji evaluasi granul dan tablet dan juga memiliki persentase disolusi
93,76% pada menit ke 60.
IV.2 Saran
Dilakukan pengembangan preformulasi dispersi padat glipizid
dengan pembawa dispersi yang lain.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Dispersi padat. [serial on the internet].[Diakses tanggal 15 oktober 2013]. Available from :http://apotikmakassar.wordpress.com/dispersi-padat/
Anonim. Tablet : Bahan Pengisi. .[serial on the internet].[Diakses tanggal 15 oktober 2013]. Available from : http://gi-healthy.blogspot.com/2013/03/tablet-bahan-pengisi.html
Ansel, Howard. 2008. Pengantar bentuk sediaan farmasi. Jakarta UI press
Banker, G. S. and Anderson, N. R..Tablet, Dalam Lachman, L.,Lieberman, H. A., Kanig, J. L. (Eds), Teori dan Praktek Farmasi Industri,UI Press,Jakarta. 1994
Dirjen pom. 1979. Farmakope Indonesia. Jakarta : DEPKES RI
Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi. Ed. V. Bagian Farmakolgi. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. 1995
Lachman L,1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri Ed 2.Gadjah Mada Universit: Yogyakarta
Rowe.R.C.. Handbook of Pharmaceutical excipients. PharmaceuticalPress. London. 2006
Sukandar, Elin yulinah, 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta ; PT ISFI
Tjay.dkk.2010.”Obat-Obat Penting”edisi keenam.PT elex media komposimida
Wade,A & Weller,P.J.1995. Handbook of Pharmacetuical Excipient. Pharmaceutical Press : London
Wagh V. T, dkk. Formulation and Evaluation of Glimepiride Solid Dispersion Tablets for Their Solubility Enhancement. 2012. Available as PDF file
52
Wahyu. Tablet :pengaruh Pengisi. [serial on the internet]. [Diakses tanggal 4 oktober 2013]. Available fromhttp://wahyutensai.blogspot.com/2010/11/pengaruh-pengikat.html
Yandi S, dkk. Peningkatan Laju Disolusi Furosemida Melalui Pembentukan Dispersi Padat dengan Polietilen Glikol (PEG), Talkum dan Kombinasi PEG-Talkum. 2006.Available as PDF file
Yuliarti S. 2011. Farmasi Industri : Tablet.. Available as PDF file
53