active sludge charlin zahra vanda rio

46
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan dengan metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut. Dewasa ini lumpur aktif (activated sludge) merupakan pengolahan air limbah yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti industri pangan, Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan lain sebaginya. Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat

Upload: riza-afifuddin

Post on 29-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

BAB IPENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode Biologi.

Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan dengan metode Kimia dan

Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan

mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air

limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material,

juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Pengolahan

lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang

memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.

Dewasa ini lumpur aktif (activated sludge) merupakan pengolahan air limbah yang paling

banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat

dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti industri pangan,

Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan lain sebaginya.

Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa

organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan

kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan sistem

daur ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi

kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air.

Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri

selanjutnya. Air daur ulang yang kami kerjakan dapat dimanfaatkan dengan aman untuk

kebutuhan konsumsi air seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman

tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan kebutuhan air yang lainnya.

2.      RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang penulisan makalah diatas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai

berikut

         Apa pengertian Lumpur Aktif (Activated Sludge) ?

         Bagaimana proses penggolahan limbah dengan Lumpur Aktif (Activated Sludge ?

Page 2: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

3.      TUJUAN PENULISAN

         Untuk memenuhi tugas pembuatan makalah

         Untuk mengetahui apa itu Lumpur Aktif

         Agar kita mengetahui proses pengolahan limbah dengan Lumpur Aktif

 BAB II

STUDI PUSTAKA

Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang

pertama kali dilakukan di Inggris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia

sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya

merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O,

NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui

aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan

(Gariel Bitton, 1994).

Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi dalam

batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan demikian akan

memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek

yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan

oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan

Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari

bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S).

Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam

pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh

mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama

pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada

permukaan flok.

Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi

bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok

tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok,

Page 3: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor

lumpur anaerobik.

Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif

baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water

(liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan

mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian lain

dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam

bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif.

Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4 yang

digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi dalam lumpur aktif akan berkurang setelah

memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri

heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas

kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan.

Page 4: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

 BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Activated Sludge (Lumpur aktif)

Merupakan proses pengolahan secara biologis aerobik dengan mempertahankan jumlah

massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen

adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator dan blower, karena selain berfungsi untuk

suplai oksigen juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa

mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan pembuangan lumpur dalam

jumlah tertentu.

Pengaturan jumlah massa mikroba dalam sistem lumpur aktif dapat dilakukan dengan baik

dan relatif mudah karena pertumbuhan mikroba dalam kondisi tersuspensi sehingga dapat

terukur dengan baik melalui analisa laboratorium. Tetapi jika dibandingkan dengan sistem

sebelumnya operasi sistem ini jauh lebih rumit. Khususnya untuk limbah industri dengan

karakteristik khusus.

3.2 Proses Activated Sludge (Lumpur Aktif)

Proses lumpur aktif (pertumbuhan tersuspensi) dan pengolahan film biologi (pertumbuhan

lekat). Proses lumpur aktif memiliki beragam tipe , yakni tipe konvensional /standar, aerasi

diperluas (extended aeration), parit oksidasi (oxidation ditch), proses nitrifikasi dan denitrifikasi.

Proses lumpur aktif pada prakteknya adalah mengalirkan air limbah kedalam bak yang di

aliri udara (bak aerasi). Selanjutnya dalam bak tersebut akan tumbuh koloni bakteri berwarna

kelabu hingga coklat-kehitaman. Koloni bakteri inilah yang disebut sebagai lumpur aktif. Koloni

bakteri akan terus tumbuh membesar sehingga membentuk gumpalan (flok). Gumpalan –

gumpalan ini kemudian di endapkan di bak pengendap II, dengan cara mengalirkan air limbah

dari bak aerasi.

Endapan lumpur yang terbentuk di bagian bawah bak pengendap sebagian dibuang dan

sebagian yang lain dikembalikan ke bak aerasi, dan cairan yang ada dibagian atas bak pengendap

akan tampak jernih. Cairan yang jernih ini adalah air limbah yang sudah bersih dari bahan

organik pencemar.

Page 5: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

3.2.1 Sistem Lumpur Aktif Konvensional

Sistem ini terdiri dari tangki aerasi, secondary clarifier dan recycle sludge. Selama

berlangsungnya proses, terjadi adsorbsi, flokulasi dan oksidasi bahan organic. System flow yang

digunakan adalah model plug flow dengan recycle. Proses ini mampu mengatasi shock loading

dari buangan toxic/buangan berkekuatan tinggi karena beban tidak didistribusikan ke sepanjang

tangki aerasi, melainkan terkonsentrasi pada tempat masuknya limbah.

  Tangki aerasi

Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan

tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat LAB

membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar

1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif

adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel

(biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988).

Keadaan tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik

dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.

  Tangki Sedimentasi

Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama

fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam

tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya

dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).

  Parameter

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;

Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

1.      Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut

sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total

dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalah

mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas

Page 6: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 1050C, dan berat padatan dalam

contoh ditimbang.

2.      Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili

oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan

hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel

filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

3.      Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban organik

yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram BOD per

kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya

sebagai berikut :

F/M =

dimana :

Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)

BOD5 = BOD5 (mg/l)

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)

V = Volume tangki aerasi (Gallon)

4.      Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif

lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb

BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni

(Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki

aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.

5.      Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang

dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya

berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).

HRT = 1/D = V/ Q

dimana :

V = Volume tangki aerasi

Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi

Page 7: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

D = Laju pengenceran.

6.      Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam

sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki

aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan

mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan

Hawkes, 1983) :

Umur Lumpur (Hari) =

dimana :

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).

V = Volume tangki aerasi (L)

SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)

SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)

Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)

Qw = Laju influent limbah (m3/hari).

7.      Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada musim

dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter penting yang

mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan

pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi:

penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus mengukur laju

pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI = Sludge Volume Index),

Voster dan Johnston, 1987.

 

3.2.2        Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional

Ada beberapa modifikasi dari proses lumpur aktif konvensional (Nathanson, 1986; US.

EPA, 1977), Lihat Gambar 2.

Page 8: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif.

2. Sistem aerasi lanjutan.

3. Parit oksidasi (US EPA, 1977, dalam Bitton, 1994)

2.  Sistem Aerasi Lanjutan

Proses ini dipakai dalam instalasi paket pengolahan dengan cara sebagai berikut :

1.      Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur juga

lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari.

2.      Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan primer.

3.      Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih rendah (umumnya <0,1 lb BOD/hari/lb MLSS)

dari sistem konvensional (0,2 - 0,5 lb BOD/hari/lb MLSS).

4.      Sistem ini membutuhkan membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan pengolahan

konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang menggunakan paket

pengolahan.

Page 9: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

3. Parit Oksidasi (Oxidation Ditch)

Pengolahan air limbah yang banyak diterapkan, baik untuk air limbah domestik maupun air

limbah industri, apalagi air limbah yang kaya warna seperti tekstil, adalah activated sludge.

Meskipun relatif lebih mahal biaya investasi dan operasi-rawatnya, namun activated sludge lebih

banyak dibuat daripada proses pengolahan air limbah secara anaerob. Sebabnya adalah

kemudahan dalam “beternak” bakteri aerob dibandingkan dengan bakteri anaerob yang sensitif

terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti temperatur, pH, materi toksik dalam air limbah,

variasi beban organik dan hidrolis, dll. Selain itu, variasi activated sludge juga sangat banyak,

mencapai belasan varian sehingga banyak pula peluang untuk memilihnya. Salah satunya adalah

oxidation ditch.

Secara etimologis, frase tersebut berasal dari dua kata dasar, yaitu oxide dan ditch. Oxide

berkaitan dengan oksigen dan ditch berarti saluran, selokan, parit, kanal. Menurut istilah,

oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk mengolah air limbah dengan

memanfaatkan oksigen (kondisi aerob). Namun istilah ini sering disalah artikan atau

dipertukarkan dengan istilah oxidation pond yang merupakan kolam oksidasi atau sering juga

disebut stabilization pond. Di unit ini oksigen yang diperoleh bakteri berlangsung secara alami

tanpa bantuan alat mekanis semacam aerator sehingga di bagian bawahnya terjadi kondisi

anaerob. Kondisi septic ini tidak terjadi pada ditch yang bekerja optimal. Begitu pula, di dalam

ditch terjadi pengadukan yang nyaris sempurna (complete mixing), jauh lebih teraduk daripada

pond, terutama di sekitar rotornya.

Rotor inilah yang mendukung pengadukan, sirkulasi, aerasi dan oksidasi air limbah dan

merupakan modifikasi Kessener brush aerator (jenis aerator yang dipasang memanjang di pinggir

saluran).Rotor itu pun menentukan kapasitas oksigenasi khususnya yang berkenaan dengan

bentuk, ukuran, dan kedalaman celupan (depth of immersion). Kedalaman celupan ini ada nilai

optimumnya, tidak boleh kurang atau lebih karena kapasitas transfer oksigennya akan menurun

dan nilainya ditentukan oleh kedalaman kritisnya (critical depth).

Begitu pula, makin cepat putaran rotornya, makin banyak oksigen yang masuk ke dalam air

limbah. Agar tidak terjadi endapan, kecepatan minimum yang diharapkan antara 0,25 s.d 0,3

m/d. Dengan kecepatan ini, partikel dan bioflok berada dalam kondisi tersuspensi. Dalam

praktiknya, jumlah rotor ikut mempengaruhi kecepatan yang dihasilkan. Makin banyak rotor,

Page 10: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

makin banyak juga oksigen yang ditransfer ke dalam massa air limbah dan bioflok tetapi makin

mahal biaya investasi dan perawatannya.

Umumnya, konsentrasi oksigen sangat tinggi di sekitar rotor. Air limbah yang baru saja

melewati rotor kaya akan oksigen dan sebaliknya, miskin oksigen ketika kembali ke rotor setelah

berkeliling sepanjang parit oksidasi. Hal ini berlaku untuk parit oksidasi yang hanya memiliki

satu rotor. Jumlah unit rotor yang dipasang dipengaruhi oleh taraf pencemaran air limbah dan

debitnya.

Konstruksi dan Operasi

Parit oksidasi berbentuk lingkaran, oval atau ellips dengan beberapa variasi pada salah satu

ujungnya. Air limbah yang diolah di unit ini harus diskrin dulu dengan coarse screen (MAM

edisi Januari 2009) dan dikominusi dengan comminutor agar ranting dan sampah menjadi

berukuran kecil dan dapat disisihkan. Setelah itu air limbah dialirkan ke dalam grit chamber

untuk menyisihkan pasirnya.

Tahap selanjutnya adalah primary settling tank yang berfungsi mengendapkan partikel yang

lolos dari grit chamber. Efluen settling tank ini selanjutnya masuk ke parit oksidasi. Pada setiap

unitnya, air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi) otomatis ketika kembali mengalir

melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa mencapai nilai 20 s.d 30 sehingga nyaris teraduk

sempurna meskipun bentuk baknya mendukung aliran plug flow, yakni hanya teraduk pada arah

radial saja dengan aliran yang searah (unidirectional). Influennya serta merta bercampur dengan

air limbah yang sudah dioksigenasi dan mengalami fase kekurangan oksigen. Pengulangan ini

berlangsung terus-menerus selama pengoperasian parit oksidasi.

Bahan parit bisa berupa pasangan batu kali, batu-bata, atau beton. Pilihan bahan bergantung

pada besar kecilnya debit yang diolah dan kondisi air tanah setempat serta jauh-dekatnya dengan

permukiman. Pada instalasi yang besar, parit oksidasi selalu dilengkapi dengan secondary

settling tank yang difungsikan untuk mengendapkan bioflok dan air limbahnya dialirkan secara

kontinyu. Untuk menambah efisiensi pengolahannya, dilengkapi juga dengan fasilitas resirkulasi

lumpur (returned sludge). Berbagai macam cara dapat diterapkan untuk mengembalikan lumpur

endapan di secondary settling tank ini. Yang biasa dilakukan adalah dengan memasang pompa

lumpur ulir (screw pump).

Page 11: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Endapan lumpur (sludge) dialirkan secara hidrolis ke bak penampung lumpur. Karena secara

hidrolis maka elevasi alas bak screw pump berada di bawah taraf muka air di secondary settling

tank. Resirkulasi ini berlangsung kontinyu 24 jam sehari. Untuk mengatur konsentrasi lumpur

yang masuk ke dalam parit oksidasi maka di unit penampung lumpur ini dilengkapi juga dengan

kanal untuk membuang kelebihan lumpur (excess sludge) yang dialirkan ke unit pengering

lumpur (sludge drying bed).

Modus kedua pengoperasian parit oksidasi adalah secara berkala. Parit oksidasi ini tidak

dilengkapi dengan secondary settling tank. Bioflok dibiarkan mengendap di dalam parit sampai

endapannya terkumpul cukup banyak di lantai parit dalam tempo tertentu. Di sini parit

difungsikan juga sebagai sedimentor. Setelah mayoritas biofloknya mengendap maka air

olahannya dialirkan ke outlet, lalu dibuang ke saluran atau sungai sedangkan sludge-nya

dipompakan ke bak pengering lumpur. Tentu saja tidak semua lumpurnya disedot dan

dikeringkan tetapi ada porsi tertentu yang disisakan untuk starter pada periode pengolahan air

limbah selanjutnya. Modus operasi seperti ini mengingatkan kita pada pola operasi sequencing

batch reactor (MAM, edisi Oktober 2006) yang hanya diterapkan untuk kapasitas kecil, biasanya

untuk pabrik kecil atau pabrik besar dengan kuantitas air limbah sedikit.

Agar pertumbuhan bakterinya optimum, sebaiknya air limbah pabrik (terutama pabrik yang

air limbahnya sedikit mengandung zat organik) digabung dengan air limbah domestik dari kamar

mandi dan kloset, juga dicampur dengan air limbah dapur asalkan di bagian awalnya dilengkapi

dengan penangkap lemak (grease trap).

Pada instalasi besar, bentuk penampang melintang parit berupa trapezium. Bentuk segiempat

juga bisa tetapi hanya untuk IPAL berkapasitas kecil. Kedalaman parit antara 1,5 – 2 m,

bergantung pada besar-kecilnya debit yang diolah dan luas lahan yang tersedia. Lebar paritnya

biasanya disesuaikan dengan panjang rotor yang dibuat oleh pabrik. Dengan demikian, saat

mendesain parit oksidasi, perancang harus berhubungan dengan vendor atau pabrikan rotor dan

mempelajari spesifikasi teknis rotornya.

Rotor yang biasa digunakan adalah cage rotor, berisi lembaran pelat logam yang dipasang

mirip sikat yang biasa digunakan untuk membersihkan tabung reaksi di laboratorium. Poros

(shaft) rotor ini diputar oleh motor berkecepatan tertentu sesuai dengan spesifikasinya.

Putarannya bisa mencapai 72 rpm (revolution per minute, putaran per menit) dengan kedalaman

celupan 13,5 cm.

Page 12: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

  Aerasi Bertingkat

Limbah hasil dari pengolahan primer (pengendapan) masuk dalam tangki aerasi melalui

beberapa lubang atau saluran, sehingga meningkatkan distribusi dalam tangki aerasi dan

membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen. Proses ini dapat meningkatkan kapasitas

sistem pengolahan.

  Stabilisasi Kontak

Setelah limbah dan lumpur bercampur dalam tangki reaktor kecil untuk waktu yang

singkat (20-40 menit), aliran campuran tersebut dialirkan ke tangki penjernih dan lumpur

dikembalikan ke tangki stabilisasi dengan waktu tinggal 4 - 8 jam. Sistem ini menghasilkan

sedikit lumpur. terdiri dari dua fase, yaitu :

         Fase Adsorbs

dimana bahan organic terlarut secara koloidal dan dissolved diadsorbsi oleh activated sludge.

         Vase oksidasi

Yaitu asimilasi bahan organic secara metabolic. Keuntungannya adalah pengurangan volume

tangki aerasi dan baik untuk pengolahan limbah domestic.

  Sistem Aerasi Campuran

Pada sistem ini limbah hanya diaerasi dalam tangki aerasi secara merata. Sistem ini dapat

menahan shock load dan racun.

  Lumpur Aktif Kecepatan Tinggi

Sistem ini digunakan untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan dioperasikan untuk

beban BOD yang sangat tinggi dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. Proses ini

mempunyai waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem ini beroperasi pada konsentrasi MLSS

yang tinggi.

  Aerasi Oksigen Murni

Sistem aerasi dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer oksigen

lebih tinggi pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini menghasilkan kemampuan

oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan efisiensi pengolahan dan

mengurangi produksi lumpur.

  Nitrifikasi yang Menggunakan Proses Lumpur Aktif Dua Tingkat

Proses nitrifikasi bakteri berkembang lambat dengan syarat waktu tinggal lumpur lama

dan konsentrasi pembentukan oksigen tinggi. Dalam penjumlahan diperkirakan rintangan oleh

Page 13: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

bidang luas dari senyawa-senyawa pada konsentrasi juga tinggi rendahnya temperatur

mempengaruhi bakteri berbagai daerah tropis.

Untuk alasan ini, dapat dilihat jalan terbaik untuk memisahkan proses pembersihan yang

mengandung karbon dan proses pembersihan nitrogen dalam memisahkan reaktor-reaktor,

seperti perbedaan operasi dapat berlaku dalam setiap kondisi, dengan pertambahan efisiensi

proses dan penghematan tempat keseluruhan dalam penjumlahan mungkin bahwa senyawa-

senyawa pengganggu tidak akan berbahaya disumbangkan pada tingkat pertama pada proses

metabolisme, pengikatan dan pencairan membentuk kelompok, maka dari itu nitrifikasi pada

tingkat kedua tidak akan terhalang. Skema diagram dari tipe proses kedua digambarkan dalam

Grafik 2.1. Luas susunan kebebasan didapatkan dengan tipe proses tingkat kedua dan proses

konvensi aerasi dengan mesin digabungkan oleh kedua penyebaran aerator tingkat kedua dan

proses nitrifikasi filter cairan.Dalam penjumlahan tingkat pertama dapat juga berubah-ubah di

antara sistem oksigen murni seperti proses VITOX, mesin aerator dan penyebaran udara.

Dalam pandangan luas, susunan kombinasi-kombinasi dan fakta-fakta bahwa tumbuhan

tingkat kedua sangan sedikit dalam operasi, sangat sedikit disain informasi yang tersedia. Suatu

masalah sistem tingkat ke-2 bahwa mutlak hasil pertumbuhan rendah dari konsentrasi solid

nutifiens dalam reaktor tingkat ke-2 sangat rendah. Frekuensi ini menunjukkan kemampuan

mengendap lumpur lemah disertai dengan kerugian-kerugian padatan. Frekuensi resirkulasi solid

hanya berkurang dari tangki sedimentasi tingkat pertama. Dalam penjumlahan penyebaran udara

sistem operasi pada konsentrasi solid rendah digabungkan dengan masalah busa dan

pertumbuhan anti busa dan frekuensinya.

Page 14: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Grafik 2.1 Skema dengan proses nitrifikasi cara lumpur aktif tingkat ke-2. Tingkat ke-1 adalah

proses pembersihan karbon dengan mesin aerasi, mengingat tingkat ke-2 adalah proses difusi

nirtifikasi udara.

Nitrifikasi Dalam Saringan-Saringan Aliran

Dalam sebuah saringan tunggal, proses nitrifikasi bakteri akan bersaing dengan bakteri

berbagai tropik untuk menyediakan kebutuhan oksigennya. Tersedianya oksigen dalam saringan

berfungsi dalam konsentrasi BOD dan bakteri berbagai tropik tersedia akan mengatasi nutrifien

ketika BOD tersedia dengan mudah.

Tampaklah bahwa BOD yang dapat larut sekitar 20mg/l dibutuhkan sebelum oksigen

cukup menyediakan nitrifikasi yang tersedia, seperti sangant sedikitnya saringan-saringan yang

dapat menyediakan effluen berkualitas, saringannya tidak ada atau dibatasinya nitrifikasi

menyebabkan lebih rendahnya jangkauan saringan. Dalam mencapai nitrifikasi tetap oleh

saringan adalah penting untuk membatasi jumlah beban organik untuk grafik media mineral

antara 0,16 – 0,19 kg/m3.d, dipakai guna pembersihan amonia hingga 75 %

Beban orgaanik (kg BOD/1000 m2.d)

Page 15: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Grafik 1.2 Pengaruh Jumlah Beban Organik Pada Pembesihan Amonia Dalam Saringan Aliran.

  Denitrifikasi

Dalam suatu keadaan di mana tanpa pemberian oksigen yang telahn larut, maka kegunaan

dari oksigen sebagai penerima elektron yang terakhir untuk pernafasan terhambat. Dalam keadaan

seperti ini, maka kebanyakan dari mikroorganisme fakultatif harus bertumpu pada fermentasi guna

menimbulkan lagi NAD+. Bagaimanapun, tentu chemoorganotrops mampu di dalam menempatkan

O2 dengan NO3- sebagai penerima elektron terakhir dan respirasi dapat dilakukan dengan cara

mereduksi nitrat ke dalam bentuk nitrit, oksidasi nitrit dan oksidasi nitrous atau nitrogen

sebagaimana yang ditunjukkan pada reaksi 2.1.

(2.1) Reaksi Redoks

+5 +3 +2 +1 0

Pernyataan dari Nitrogen

No3-

Nitrat

No2-

Nitrit

NO Oksidasi Nitrit

N2O

Oksidasi Nitrous

N2Nitrogen

Di mana produksi akhir asterik ditunjukkan seperti gas diketahui sebagai anaerob atau

respirasi nitrat dan dibawa ke luar oleh pergantian bakteri tertentu seperti Alcaligenes,

Achromobacter, Micrococcuss dan Pseudomonas. Tidak semua genera ini mempunyai kemampuan

untuk melengkapi oksidasi ke dalam bentuk nitrogen dan juga berbagi jenis produksi seperti gas

tertentu dapat dihasilkan.

Page 16: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Pernyataan reaksi redoks sebagai perantara dalam denitrifikasi (Reaksi 2.1), menunjukkan

bahwa reaksi dapat diproses dengan jalan menserikan suatu langkah-langkah tertentu, di mana tiap-

tiap langkah (bentuk) dengan mendapat sutu elektron. Suatu donor elektron kemudian dibutuhkan

sebagai suatu suatu sumber dari elektron-elektron ini. Dalam perlakuan air selokan (limbah), reaksi

dibawa ke luar secara awal oleh bakteri heterotopic dan juga sumber karbon organik dapat

digunakan. Walaupun air limbah itu sendiri memuat suatu sumber yang sesuai dari karbon organik,

namun hal ini tidak mencukupi (sebanding) untuk aliran-aliran anak sungai yang telah diperlakukan

(perlakuan air limbah), dengan demikian dalam dua sistem pemberhentian suatu sumber pelengkap

dari karbon harus dihasilkan hal ini secara berulang-ulang dapat dicapai dengan penggunaan limbah-

limbah industri, dan pertanian seperti limbah buah-buahan, cairan gula atau selasi biji-bijian. Dalam

keadaan suatu alternatif maka methanol secara umum dapat diterima sebagai sesuatu yang sempat

tidak sesuai, secara komersial sesuai dengan sumber karbon. Stoikiometri dari pertumbuhan

methanol sebagai kedua dari suatu karbon dan sumber energi diberikan dengan rumus :

NO3- + 1,08 CH3OH + H+ ��0,065 C5H7O2N + 0,47 N2 + 0,76 CO2 + 2,44 H2O (2.2)

Reaksi nyala terang ini berbeda di antara pertumbuhan bakteri penitritan (Persamaan 2.1) dan

pendenitrifikasi. Oksigen ini tidak dibutuhkan untuk denitrifikasi,sesungguhnya ketika ia ada, hal ini

lebih cocok dieksploitasi sebagai suatu penerima elektron yang terakhir. Dalam tambahan, sebagai

suatu kegunaan proton-proton organisme dalam suatu reduksi nitrat, kemudian air limbah akan

menuju kepada menjadi alkali yang dibandingkan dengan produksi jenis-jenis asam selama nitrifikasi

akhirnya sebagai pendenitrifikasi adalah bakteri heterotopic, bakteri-bakteri ini lebih bersumber daya

dan lebih banyak efisiensinya dan penitrifikasi dengan demikian daerah dan rata-rata

pertumbuhannya akan lebih memuncak.

Kinetika Reaksi Nitrifikasi

Dua faktor penting yang mempengaruhi rata-rata dari penitrifikasi, adalah substarsi (donor

elektron) konsentrasi dan konsentarsi nitrat. Kedua pengaruh ini dapat dibentuk dengan penggunaan

kinetik Monod Standard, dan pertumbuhan rata-rata dijalankan oleh suatu persamaan Monod ganda

dengan rumus:

Page 17: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Di mana μm adalah rata-rata pertumbuhan spesifik maksimum dari bakteri penitrat dan N

adalah konsentrasi nitrat.

Nilai-nilai untuk koefisien jenuh nitrat (KN) secara umum sangat rendah, dalam jangkauan

0,08 – 0,1 g/l dan dengan demikian N >> KN dan istilah Monod untuk konsentrasi nitrat dalam

persamaan 2.3 mendekati pada satu. Oleh karena itu, rumus ini dapat ditulis : 

Hal ini berarti bahwa denitrifikasi adalah suatu reaksi orde pertama denagn cenderung kepada konsentrasi biomas dan orde nol cenderung kepada konsentrasi nitrat. Untuk suatu kelengkapan mencampur pereaksi dari volume V, di mana persamaan keseimbangan dari suatu tipe yang telah dilukiskan oleh persamaan 2.3 dapat dibentuk sekarang(2.5)

Pada ketetapan menyatakan d[NO3]/dt = 0, maka :

Dalam hal ini, istilah μm sering disebut rata-rata denitrifikasi spesifik (q)DN.Hal ini dihubungkan

dengan temperatur dengan persamaan empiris :

Page 18: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Dengan demikian, penerimaan temperatur dari bulan-bulan yang sangat dingin diketahui, suatu

volume reaksi dihitung dari persamaan (2.6) sekali suatu penambahan pengoperasian akan

melemahkan konsentrasi buat yang telah diseleksi.

Proses Konfigurasi Untuk Pemindahan Nitrogen

Pemindahan nitrogen yang lengkap dari air limbah membutuhkan bahwa kedua nitrifikasi

dan kejadian denitrifikasi, sebagai denitrifikasitidak dapat terjadi tanpa keberadaan suatu nitrat.

Sebagaimana dua reaksi tampak, yang secara fundamental sangat bertentangan dengan kebutuhan

lingkungan. Secara utama cenderung kepada oksigen, lantas hal ini sangat sulit untuk dilihat dalam

hal bagaimana keduanya dapat terjadi dalam reaksi tunggal.

Bagaimanapun, oleh daerah perlengkapan bersamaan dengan reaktor dimana aerator tidak

dihubungkan, dan hanya penambahan kejadian-kejadian, kondisi anoxin secara cepat ditetapkan dan

diidentifikasi akan terjadi. Hal ini dapat dicapai dengan sangat mudah dalam penarik yang aliranya

tertahan ke tangki-tangki buangan, atau parit oksidasi yang merupakan saluran yang tidak berakhir.

Daerah anoxik secara umum dipilih terbuka menuju sasaran dimana air limbah menetap dan

berpaling ke dalam bentuk menuju suatu reaksi guna menyakinkan bahwa di tempat itu terdapat

suatu tempat yang cukup untuk menampung donorr elektron di dalam suatu tempat limbah, dan nitrat

melalui suatu bentuk lupur yang terrecycle.

Supaya dapat meyakinkan bahwa konsentrasi aliran-aliran nitrat dapat ditemukan, yang

demikian itu penting untuk recycle. Suatu fraksi yang sangat besar dari lumpur yang akan ditemui

dan suatu bilangan recycle dari 1,5 – 1 selalu dibutuhkan. Setelah periode anoxik,permulaan aerasi

dan nitrifikasi secara cepat dapat diringkas. Diagram aliran untuk khusus pemindahan pereaksi

lumpur nitrogen tunggal ditunjukkan dalam Gambar 2.1

Suatu rata-rata perpindahan nitrogen yang tinggi secara umum dapat dicapai dalam suatu

sistem pemisahan lumpur dalam suatu aliran dari tingkat nitrifikasi, yang kadar nitratnya tinggi

adalah bentuk pemisahan pereaksi anoxik untuk denitrifikasi (Gambar 2.2) rata-rata pemindahan

yang lebih tinggi berarti bahwa volume pereaksi yang karena dikehendaki, tetapi perbekalan dari dua

penambah berarti bahwa kebutuhan penambahan tersebut ditambah dalam penambahan, sebagai

suatu aliran dari masa penambahan petama ditambah dengan penuh, hal ini juga mempunyai BOD

yang rendah dan secara tegas tidak cukup dalam donor elektron, suatu sumber tambahan karbon

Page 19: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

dikehendaki oleh karena tersebut. Akhirnya rata-rata denitrifikasi yang tinggi selalu dihasilkan dalam

suatu tambahan pH dan dengan demikian pengontrolan pH ini harus dilengkapi. Sistem lumpur

tunggal lantas secara umum menyebabkan biaya yang efektif dan membutuhkan proses pengontrolan

yang berkurang.

 

Gambar 2.1 Pemindahan Nitrogen dalam suatu pereaksi lumpur yang terbuat dari lumpur tunggal. Kantong pertama adalah anoksik dan menerima lumpur yang kembali dalam tempat limbah. Kantong peninggalan adalah anaerobik dan dijalankan pada suatu umur lumpur yang lama supaya dapat menjamin nitrifikasi penuh

Page 20: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Sistem dua tempat kejadian untuk pemindahan Nitrogen. Bagan I adalah suatu pereaksi aerobik

yang dioperasikan dengan suatu lumpur yang berumur panjang untuk meyakinkan nitrifikasi.

Bagan II adalah suatu penambahan pemersatuan dari suatu sumber karbon untuk meyakinkan

denitrifikasi

Page 21: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

3.2.3        Biologi Lumpur Aktif

Dua tujuan dari sistem lumpur aktif pertama adalah oksidasi material organik yang

biodegradable dalam tangki aerasi kemudian dikonversi menjadi bentuk sel yang baru, kedua

flokulasi, memisahkan biomassa yang baru terbentuk dari air effluent.

Survei Organisme Dalam Lumpur Aktif

Flok dalam aktifitas lumpur mengandung sel bakteri disamping partikel anorganik dan

organik. Ukuran flok bervariasi antara <1 m m (ukuran beberapa sel bakteri) sampai dengan 1

000 m m atau lebih (Parker et al., 1971; U.S.EPA, 1987a), Lihat Gambar 3. Sel hidup dalam flok

dapat diukur dengan analisis ATP dan aktifitas dehidrogenase, berjumlah 5-20% dari total sel

(Weddle dan Jenkins, 1971). Beberapa peneliti menjaga agar fraksi aktif bakteri dalam lumpur

aktif mewakili hanya 1-3% bakteri total (Hanel, 1988). 

Gambar 3. Distribusi ukuran partikel dalam lumpur aktif (Parker et al, 1971, dalam Bitton,

1994).

Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme yang dapat diamati dalam flok lumpur aktif :

  Bakteri

Page 22: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri yang

dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi

material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan material

polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah :

Zooglea,Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter,

Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula

mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat

menyebabkan sludge bulking.

Karena tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun karena

ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif besar membuat kondisi

berkembangnya bakteri anaerobik seperti metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan

dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu

terhdap oksigen (Wuetal., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk

material bibit bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.

Tabel 1. Distribusi Bakteri Heteropik Aerobik Dalam Lumpur Aktif Standard

(Hiraishi et al. (1989).

GENUS KELOMPOK

PERSENTASI DARI TOTAL ISOLAT

Comamonas-Pseudomonas 50

Alkaligenes 5,8

Pseudomonas (Kelompok Florescent) 1,9

Paracoccus 11,5

Unidentified (gram negative rods) 1,9

Aeromomas 1,9

Flavobacterium - Cytophaga 13,5

Page 23: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Bacillus 1,9

Micrococcus 1,9

Coryneform 5,8

Arthrobacter 1,9

Aureobacterium-Microbacterium 1,9

Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. Tabel 1.

menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur aktif. Sebagian besar

bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies Comamonas-Psudomonas.

Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik,

dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah, khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit,

1991). 

Gambar 4. Distribusi

Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi

khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah dan lingkungan yang kaya bahan

organik (Norberg dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams dan Unz, 1983). Zoogloea

diisolasi dengan menggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai

Page 24: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya

hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983). Kepentingan

relatif bakteri ini dalam air limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri

nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia menjadi nitrat dan bakteri

fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada

konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat

kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai BOD dalam

lumpur aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).

  Fungi

Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi

berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpur aktif. Fungi dapat tumbuh pesat

dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan nitrogen. Genus yang

dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum, Penicillium, Cephalosporium,

Cladosporium, dan Alternaria (Pipes dan Cooke, 1969; Tomlinson dan Williams, 1975). Lumpur

ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum,

yang dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam.

  Protozoa

Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam lingkungan akuatik

alam (Curds, 1982; Drakides, 1980; Fenchel dan Jorgensen, 1977; LaRiviere, 1977). Pemakanan

bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi

14C atau 35C atau flouresen (Hoffmann dan Atlas, 1987; Sherr et al, 1987). Pemakanan bakteri

tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca costata yang memakan bakteri dalam

lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas, 1987). Protozoa paling sering

ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp, Opercularia sp, Chilodenella

sp, Vorticella sp, Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980, Edeline, 1988; Eikelboom dan van

Buijsen, 1981).

Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel makanan

kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas (free), merayap (creeping), dan

Page 25: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri bebas yang terbang. Genus

yang paling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium,

Blepharisma, Euplotes, Paramecium, Lionotus, Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata

merayap memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif.

Dua genus penting, yaitu : Aspidisca dan Euplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya

pada flok. Tangkai mempunyai myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh siliata bertangkai

adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.

  Rotifers

Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi dari 100 mm -

500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut dari permukaan flok

(Doohan, 1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers ditemukan dalam instalasi

pengolahan air limbah termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp.,

Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.). Peranan rotifers

dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang tidak

membentuk flok; (2) memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet kotoran yang

dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan limbah sistem lumpur

aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang menolong

dalam mencari makan dan menurunkan jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan

aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.

3.2.4        Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi

Air limbah domestik mempunyai rasio C:N:P sebesar 100 : 5 : 1, yang mencukupi untuk

kebutuhan sebagian besar mikroorganisme. Bahan organik dalam air limbah terdapat dalam

bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik terlarut sebagai sumber makanan bagi

mikroorganisme heterotrophik dalam mixed liquor. Bahan organik ini cepat hilang oleh adsorpsi

dan proses flokulasi, dan juga oleh absorpsi dan oksidasi oleh mikroorganisme.

Aerasi dalam beberapa jam dapat membuat perubahan dari BOD terlarut menjadi

biomassa mikrobial. Aerasi mempunyai dua tujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme

Page 26: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untuk melaksanakan kontsak

yang cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang pada sistem pengolahan limbah.

Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan untuk aktifitas mikroorganisme heterotrophik

dan autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat oksigen terlarut harus antara 0,5 - 0,7 mg/l.

Proses nitrifikasi berhenti jika oksigen terlarut dibawah 0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds

dan Hawkes (1983) membuat ringkasan reaksi degradasi dan biosintesis yang terjadi dalam

tangki aerasi dalam proses lumpur aktif (Gambar 5). 

Gambar 5. Penghilangan Bahan Organik Dalam Proses Lumpur Aktif

(Curds dan Hawkes, 1983 dalam Gabriel Bitton, 1994.

3.2.5        Pengendapan Lumpur

Campuran air dan lumpur (mixed liqour) dipindahkan dari tangki aerasi ke tangki

pengendapan, tempat lumpur dipisahkan dari air yang telah diolah. sebagian lumpur aktif

dikembalikan ke tangki aerasi dan sebagian lagi dibuang dan dipindahkan ke pengolahan

aerobik. Sel mikrobial terjadi dalam bentuk agregat atau flok, densitasnya cukup untuk

mengendap dalam tangki penjernih. Pengendapan lumpur tergantung ratio F/M dan umur

Page 27: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

lumpur. Pengendapan yang baik dapat terjadi jika lumpur mikroorganisme berada dalam fase

endogeneous, yang terjadi jika karbon dan sumber energi terbatas dan jika pertumbuhan bakteri

rendah. Pengendapan lumpur yang baik dapat terjadi pada rasio F/M yang rendah (contoh :

tingginya konsentrasi MLSS). Sebaliknya, Rasio F/M yang tinggi mengakibatkan pengendapan

lumpur yang buruk.

Dalam air limbah pemukiman, rasio F/M yang optimum antara 0,2 dan 0,5 (Gaudy dan

Gaudy, 1988; Hammer, 1986). Rata-rata waktu tinggal sel yang diperlukan untuk pengendapan

yang efektif adalah 3 - 4 hari (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengendapan yang tidak baik dapat

terjadi akibat gangguan yang tiba-tiba pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan makanan

(contoh N, suhu, mikronutrien), dan kehadiran zat racun (seperti logam berat) yang dapat

menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Chudoba, 1989). Cara

konvensional untuk monitoring pengendapan lumpur adalah dengan menentukan Indeks Volume

Sludge (Sludge Volume Index = SVI). Caranya adalah sebagai berikut : Lumpur campuran dari

tangki aerasi dimasukkan dalam silinder volume 1 liter dan dibiarkan selama 30 menit. Volume

sludge dicatat. Volume lumpur yang mengendap adalah SV, MLSS adalah mixed liqour

suspended solid (mg/l). Dalam pengolahan lumpur yang konvensional (MLSS < 3 500 mg/l)

nilai SVI berkisar 50 - 150 ml/g.

SVI (ml/g) =

Permasalahan dalam lumpur aktif antara lain :

1.      Dispersed Growth

         Mikroorganisme tidak dapat membentuk flok dan tetap terurai (hanya membentuk rumpun kecil

atau sel tunggal.)

         Bakteri yang tidak membentuk flok umumnya dikonsumsi oleh protozoa. akibatnya antara lain

effluent tetap keruh, tidak terbentuk daerah pengendapan sludge.

2.      Non-filamentous bulking

Page 28: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

         Disebut juga “zoogleal bulking” dan disebabkan oleh pembentukan exopolysaccharida yang

berlebihan oleh Zooglea dalam activated sludge.

         Akibat yang terjadi antara lain menurunkan kemampuan pengendapan dan flok kurang padat.

Bulking tipe ini agak jarang ditemui dan dikoreksi oleh khlorinasi. (Chudoba, 1989)

3.      Rising sludge

         Sludge naik ke permukaan sebagai akibat dari denitrifikasi berlebihan, sebagai hasil dari kondisi

anoxic dalam tangki sedimentasi.

         Partikel sludge mengikat gelembung nitrogen dan membentuk sludge blanket di permukaan

clarifier.

         Sludge lolos ke effluent sehingga menjadi keruh dan meningkatkan kembali kadar BOD5.

         Salah satu solusi problem ini adalah mengurangi waktu tinggal sludge seperti dengan menaikkan

kapasitas sirkulasi sludge.

4.      Terbentuknya foam dan scum

Problem ini disebabkan oleh tidak terurainya surfactan serta adanya mikroorganisme Nocardia sp

dan kadang-kadang juga disebabkan oleh adanya Microthhrix parvicella.

Solusi :

1.      Menggunakan antifoam

2.      Menghilangkan busa secara mekanis sebelum masuk Clarifier

Page 29: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

5.      Filamentous bulking

         Bulking merupakan problem berupa lambatnya pengendapan dan tidak kompaknya padatan di

clarifier.

         Filamentous bulking umumnya disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari

mikroorganisme filamentous seperti Thiothrix sp

Thiothrix sp.

6.      Pinpoint-flok

         Adalah suatu keadaan dimana flok yang dihasilkan sangat tipis

         Hal ini disebabkan karena kurangnya bakteri filamentous yang berfungsi ibaratnya sebagai

“tulang belakang” dalam proses pembentukan flok sehingga flok kehilangan strukturnya, serta

mempunyai kemampuan pengendapan yang rendah, akibatnya effluent tetap keruh.

7.      Efek Pertumbuhan Filamentous Bakteri

a.       Pinpoint- floc

b.      small, weak flocs

c.       flocs contining filamentous organisms

d.      flocs containing filamentous organism “network" or “backbone."

Proses lumpur aktif (activated sludge) pada pengolahan air limbah memiliki kelebihan dan

kekurangan apabila diterapkan untuk pengolahan air limbah.

1.      Keuntungan

Sifatnya yang beragam dapat memungkinkan pemanfaatan dari skala kecil hingga untuk

skala besar, dapat mengeliminasi bahan organic, dicapainya oksidasi dan nitrifikasi, proses

nitrifikasi secara biologis tanpa menambahkan bahan kimia, eliminasi fosfor biologis, pemisahan

padatan/cairan, stabilisasi lumpur, mampu mengurangi padatan tersuspensi sebesar 97%, dan

proses activated sludge merupakan proses pengolahan air limbah yang paling banyak digunakan.

Page 30: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

2.      Kekurangan

Tidak menghilangkan warna dari limbah industri dan dapat meningkatkan warna melalui

oksidasi, tidak menghilangkan nutrient sehingga memerlukan penanganan tersier, daur ulang

biomassa menyebabkan konsentrasi biomassa yang tinggi di dalam tanki aerasi sehingga

diperlukan teknologi penerimaan waktu tinggal, Membutuhkan energi yang besar, Membutuhkan

operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba dalam reactor dan

Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.

BAB IV

PENUTUP

Page 31: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

4.1  KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah kami buat, dapat kita simpulkan bahwa: pengolah limbah dengan

sistem lumpur aktif (Activated Sludge System) , dapat membersihkan air yang dulunya tercemar

oleh lumpur dapat dibersihkan dengan melalui teknologi pengolah limbah ini, sehingga dapat

memudahkan masyarakat untuk mengambil air bersih.

4.2  SARAN

         Untuk kedepannya agar pembaca dapat melengkapi pembahasan tentang Activated Sludge

dengan sumber yang lebih akurat.

         Dengan adanya pembahasan tentang Activated Sludge agar pembaca dapat mempraktekkan di

lapangan dalam pengolahan limbah secara biologi.

DAFTAR PUSTAKA

Benedict, R. G. and Carlson, D. A. (1971) “Aerobic Heterotrophic Bacteria in Activated

Sludge,” Water Research, v. 5, pp. 1023-1030.

Page 32: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio

Curds, C. R. and Cockburn, A. (1970) “Protozoa in Biological Sewage-Treatment Processes—I.

A Survey of the Protozoan Fauna of British Percolating Filters and Activated-Sludge Plants,”

Water Research, v. 4, pp. 225-236.

Curds, C. R. and Fey, G. J. (1969) “The Effect of Ciliated Protozoa on the Fate of Escherichia

coli in the Activated-Sludge Process,” Water Research, v. 3, pp. 853-867.

Curtis, E. J. C. (1969) “Sewage Fungus: Its Nature and Effects,” Water Research, v. 3, pp. 289-

311.

Grabow, W. O. K. (1968) “The Virology of Waste Water Treatment,” Water Research, v. 2, pp.

675-701.

Jenkins, D., Richard, M. G., and Daigger, G. T. (1993) Manual on the Causes and Control of

Activated Sludge Bulking and Foaming, 2nd ed. Boca Raton: Lewis Publishers.

Laubenberger, G. and Hartmann, L. (1971) “Physical Structure of Activated Sludge in Aerobic

Stabilization,” Water Research, v. 5, pp. 335-341.

Painter, H. A. (1970) “A Review of Literature on Inorganic Nitrogen Metabolism in

Microorganisms,” Water Research, v. 4, pp. 393-450.

Siebert, M. L. and Toerien, D. F. (1969) “The Proteolytic Bacteria Present in the Aerobic

Digestion of Raw Sewage Sludge,” Water Research, v. 3, pp. 241-250.

Spellman, F. R., Ph.D. (1997) Microbiology for Water/Wastewater Operators. Lancaster, PA:

Technomic Publishing Co. Inc.

Toerien, D. F. (1967) “Direct-Isolation Studies on the Aerobic and Facultative Anaerobic

Bacteria Flora of Anaerobic Digesters Receiving Raw Sewage Sludge,” Water Research, v. 1,

pp. 55-59.

Toerien, D. F. (1970) “Population Description of the Non-methanogenic Phase of Anaerobic

Digestion—I. Isolation characterization and identification of Numerically Important Bacteria,”

Water Research, v. 4, pp. 129-148.

http://agoengoetomo.blogspot.com/2011/01/rebecca-dohse-dan-amy-heywood-dalam.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1346/1/tkimia-salmah2.pdf

http://eprints.upnjatim.ac.id/1244/2/%286%29_Luluk_edahwati.pdf

http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/message/15160

http://www.scribd.com/doc/53189398/KIMIA

Page 33: Active Sludge Charlin Zahra Vanda Rio