mherdin_31109026_14090416562_jurnal

6
Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 1 PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KACANG KEDELAI DAN KERSEN (Muntingia calabura L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN Nata De Munti Mochamad Herdi Nurzaman, Lilis Tuslinah, Tresna Lestari Prodi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada ABSTRACT Research has been conducted through the manufacture of Nata de Munti fermentation method using Acetobacter xylinum at inoculum concentrations of 30%, 35% and 40% are first converted into ammonium sulfate as a nitrogen source and cherry fruit in ivertation into glucose as carbon source. The results were obtained on the fiber content nata inoculum concentration of 30%, 35% and 40% respectively 1.31%, 1.63%, 1.99% and total plate count, respectively is 12.23 x 102 cfu / grams, 12.59 x 102 cfu / g, 12.89 x 102 cfu / g and the thickness of nata respectively 12.64 mm, 14.52 mm, 16.16 mm. Based on comparisons with products traded optimum inoculum concentration was 30%. Keywords : Skin soybeans waste, cherry fruit and Nata de Munti. ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pembuatan Nata de Munti melalui metode fermentasi dengan menggunakan Acetobacter xylinum pada konsentrasi inokulum 30%, 35% dan 40% yang terlebih dahulu dirubah menjadi ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen dan buah kersen yang diinvertasi menjadi glukosa sebagai sumber karbon. Hasil penelitian diperoleh kadar serat nata pada konsentrasi inokulum 30%, 35% dan 40% masing- masing adalah 1,31%, 1,63%, 1,99% dan angka lempeng total masing-masing adalah 12,23 x 10 2 cfu/ gram, 12,59 x 10 2 cfu/ gram, 12,89 x 10 2 cfu/ gram serta ketebalan nata masing-masing 12,64 mm, 14,52 mm, 16,16 mm. Berdasarkan perbandingan dengan produk yang diperdagangkan konsentrasi inokulum optimum adalah 30%. Kata kunci : limbah kulit kacang kedelai, buah kersen dan Nata de Munti PENDAHULUAN Serat merupakan komponen makanan yang harus dipenuhi karena serat sangat diperlukan pada sistem pencernaan. Kurangnya asupan serat bisa berdampak pada banyak hal, seperti sembelit atau konstipasi (susah buang air besar), wasir, penyakit divertikulosis, kanker usus besar, radang apendiks, kencing manis, jantung koroner, dan kegemukan (obesitas). Pola makan masyarakat modern nampaknya tidak sadar serat, hal ini disebabkan karena masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan instan (junk food) yang relatif sedikit mengandung serat. Menurut data dari Indonesia Vegetarian Society (IVS), "Warga Indonesia baru mampu memenuhi kebutuhan serat sekitar 10 gram-15 gram per hari”. Sedangkan menurut Food and Nutrition Board dari US National Academy of Sciences merekomendasikan konsumsi serat sekitar 25-35 gram per hari untuk setiap individu. (Gaya Hidup Sehat No. 555 / 5-11 Maret 2010http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id) Nata berupa lapisan putih, kenyal (agak liat), dan padat sebagai hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Jenis makanan ini mirip dengan kolang-kaling, dapat digunakan sebagai manisan, pengisi es krim, yoghurt, jelli, agar-agar, dan sebagai campuran cocktail. Nata dapat dibuat dari air kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu atau sari buah (Sutarminingsih, 2004). Acetobacter xylinum dapat hidup dan berkembang biak dalam suatu media dengan suhu 28 °C, pH 3- 5,5, dengan tersedia sumber karbon dan nitrogen (Dwiari, 2008). Kersen atau talok (Muntingia calabura L.) merupakan salah satu jenis buah yang terdapat di Indonesia, mempunyai penyebaran yang merata. Tanaman kersen yang terdapat di sepanjang sungai Cimulu, Cilolohan kota Tasikmalaya banyak tumbuh dengan subur, tetapi selama ini pemanfaatannya belum optimal, buah kersen yang mempunyai rasa manis hanya dimakan ataupun dibiarkan begitu saja sampai membusuk di atas pohon. Tempe merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia hasil fermentasi kacang kedelai, kandungan dan manfaat yang ditawarkan makanan ini menjadikan banyak negara asing yang mulai memproduksi tempe dengan membangun industri-industri tempe di negara mereka. Semakin banyaknya kacang kedelai yang diolah maka makin banyak limbah yang dihasilkan, tidak adanya

Upload: dian-eka-nugraha

Post on 15-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

  • Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 1

    PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KACANG KEDELAI DAN KERSEN (Muntingia

    calabura L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN Nata De Munti

    Mochamad Herdi Nurzaman, Lilis Tuslinah, Tresna Lestari

    Prodi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada

    ABSTRACT

    Research has been conducted through the manufacture of Nata de Munti fermentation method using Acetobacter

    xylinum at inoculum concentrations of 30%, 35% and 40% are first converted into ammonium sulfate as a

    nitrogen source and cherry fruit in ivertation into glucose as carbon source. The results were obtained on the

    fiber content nata inoculum concentration of 30%, 35% and 40% respectively 1.31%, 1.63%, 1.99% and total

    plate count, respectively is 12.23 x 102 cfu / grams, 12.59 x 102 cfu / g, 12.89 x 102 cfu / g and the thickness of

    nata respectively 12.64 mm, 14.52 mm, 16.16 mm. Based on comparisons with products traded optimum

    inoculum concentration was 30%.

    Keywords : Skin soybeans waste, cherry fruit and Nata de Munti.

    ABSTRAK

    Telah dilakukan penelitian pembuatan Nata de Munti melalui metode fermentasi dengan menggunakan

    Acetobacter xylinum pada konsentrasi inokulum 30%, 35% dan 40% yang terlebih dahulu dirubah menjadi

    ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen dan buah kersen yang diinvertasi menjadi glukosa sebagai sumber

    karbon. Hasil penelitian diperoleh kadar serat nata pada konsentrasi inokulum 30%, 35% dan 40% masing-

    masing adalah 1,31%, 1,63%, 1,99% dan angka lempeng total masing-masing adalah 12,23 x 102 cfu/ gram,

    12,59 x 102 cfu/ gram, 12,89 x 10

    2 cfu/ gram serta ketebalan nata masing-masing 12,64 mm, 14,52 mm, 16,16

    mm. Berdasarkan perbandingan dengan produk yang diperdagangkan konsentrasi inokulum optimum adalah

    30%.

    Kata kunci : limbah kulit kacang kedelai, buah kersen dan Nata de Munti

    PENDAHULUAN

    Serat merupakan komponen makanan yang

    harus dipenuhi karena serat sangat diperlukan pada

    sistem pencernaan. Kurangnya asupan serat bisa

    berdampak pada banyak hal, seperti sembelit atau

    konstipasi (susah buang air besar), wasir, penyakit

    divertikulosis, kanker usus besar, radang apendiks,

    kencing manis, jantung koroner, dan kegemukan

    (obesitas). Pola makan masyarakat modern

    nampaknya tidak sadar serat, hal ini disebabkan

    karena masyarakat lebih memilih untuk

    mengkonsumsi makanan instan (junk food) yang

    relatif sedikit mengandung serat. Menurut data dari

    Indonesia Vegetarian Society (IVS), "Warga

    Indonesia baru mampu memenuhi kebutuhan serat

    sekitar 10 gram-15 gram per hari. Sedangkan menurut Food and Nutrition Board dari US

    National Academy of Sciences merekomendasikan

    konsumsi serat sekitar 25-35 gram per hari untuk

    setiap individu. (Gaya Hidup Sehat No. 555 / 5-11

    Maret 2010http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id)

    Nata berupa lapisan putih, kenyal (agak liat),

    dan padat sebagai hasil fermentasi oleh bakteri

    Acetobacter xylinum. Jenis makanan ini mirip

    dengan kolang-kaling, dapat digunakan sebagai

    manisan, pengisi es krim, yoghurt, jelli, agar-agar,

    dan sebagai campuran cocktail. Nata dapat dibuat

    dari air kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair

    tebu atau sari buah (Sutarminingsih, 2004).

    Acetobacter xylinum dapat hidup dan berkembang

    biak dalam suatu media dengan suhu 28 C, pH 3-

    5,5, dengan tersedia sumber karbon dan nitrogen

    (Dwiari, 2008).

    Kersen atau talok (Muntingia calabura L.)

    merupakan salah satu jenis buah yang terdapat di

    Indonesia, mempunyai penyebaran yang merata.

    Tanaman kersen yang terdapat di sepanjang sungai

    Cimulu, Cilolohan kota Tasikmalaya banyak

    tumbuh dengan subur, tetapi selama ini

    pemanfaatannya belum optimal, buah kersen yang

    mempunyai rasa manis hanya dimakan ataupun

    dibiarkan begitu saja sampai membusuk di atas

    pohon.

    Tempe merupakan salah satu makanan

    tradisional Indonesia hasil fermentasi kacang

    kedelai, kandungan dan manfaat yang ditawarkan

    makanan ini menjadikan banyak negara asing yang

    mulai memproduksi tempe dengan membangun

    industri-industri tempe di negara mereka. Semakin

    banyaknya kacang kedelai yang diolah maka makin

    banyak limbah yang dihasilkan, tidak adanya

  • Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 2

    sistem penanganan terhadap limbah yang

    dihasilkan merupakan tantangan bagi akademisi

    untuk mengolah limbah tersebut menjadi bahan

    yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi.

    Berdasarkan hasil penelitian kulit kacang kedelai

    mengandung kadar protein 18-26%. (Prof. Eddy

    Muchtadi, 2010).

    Sumber nitrogen untuk media Acetobacter

    xylinum dapat berasal dari nitrogen anorganik.

    Sumber nitrogen anorganik diantaranya amonium

    sulfat, urea, kalium nitrat dan zwuafel ammonium

    (ZA) (Ajaban, 1961). Amonium sulfat bisa

    didapatkan dari limbah kulit kacang kedelai yang

    mengandung protein tinggi dengan cara memecah

    senyawa organiknya menjadi senyawa

    anorganiknya.

    Nata de Munti adalah nata yang dibentuk oleh

    bakteri asam (Acetobacter xylinum) dari campuran

    bahan yang berasal dari kulit kacang kedelai yang

    dikonversi menjadi amonium sulfat sebagai sumber

    nitrogen dan kersen sebagai sumber karbon.

    METODOLOGI PENELITIAN

    Alat dan Bahan

    Alat dan Bahan yang digunakan adalah botol

    500 ml dan 1000 ml, autoklaf, gelas kimia 500 ml

    dan 1000 ml, Erlenmeyer 500 ml dan 1000 ml,

    kertas koran, loyang, corong Buchner, kertas

    whatman 541, cawan petri, ose, H2SO4, NaOH,

    pereaksi Luff schoorl, natrium tiosulfat, amilum,

    HCl, K2SO4, etanol, NaCl fisiologis, agar nutrien,

    penetrometer.

    Sampel Penelitian

    Sampel yang digunakan adalah limbah kulit

    kacang kedelai yang didapat dari pabrik tempe jl.

    Ampera dan buah kersen dari pinggir sungai

    Cimulu, kota Tasikmalaya.

    Prosedur Penelitian

    Determinasi Buah Kersen

    Determinasi buah kersen dilaksanakan di

    Laboratorium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

    ITB.

    Pembiakan Kultur Acetobacter xylinum

    Strain murni Acetobacter xylinum dibiakan

    pada agar miring dan inkubasi pada suhu 27C

    selama 5 hari.

    Pembuatan Inokulum Nata

    Biakan murni dari Acetobacter xylinum

    diinokulasikan pada media starter yang

    berkomposisikan 500 mL air kelapa, 1 gram

    amonium sulfat dan asam asetat glasial sampai pH

    4. Inkubasi selama 5 hari (Hamdalah, 2011).

    Preparasi Sampel

    Limbah kulit kacang kedelai didestruksi basah

    menggunakan H2SO4 dan K2SO4 diperoleh

    amonium sulfat. Buah kersen dicuci bersih, di

    blender kemudian disaring sampai didapat

    filtratnya. Filtrat dinvertasi dengan penambahan

    HCl kemudian disterilkan menggunakan autoklaf

    121 oC selama 15 menit.

    Penentuan Kadar Nitrogen Sampel dengan

    Metode Kjeldahl

    Timbang 3 gram sampel dimasukan ke dalam

    labu Kjeldahl tambah 1 gram Na2SO4, 0,1 gram

    CuSO4 dan setelah itu ditambah H2SO4 pekat lalu

    dipanaskan sampai cairan menjadi jernih. Api

    dimatikan dan dibiarkan bahan menjadi dingin.

    Hasil kemudian di destilasi dengan penambahan 10

    mL NaOH 50% dan butiran zink. Destilat

    ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 25 mL

    HCl 0,1 N dan 3 tetes indikator metil merah.

    Kelebihan HCl kemudian di titrasi dengan NaOH

    (Osborne, 1978).

    Penentuan Kadar Gula dengan Metode Luff

    schoorl

    Penetapan Blanko

    10 mL air dimasukan ke dalam Erlenmeyer

    tambah 25 mL larutan Luff schoorl kemudian

    campur dan panaskan selama 10 menit, dinginkan

    segera. Tambah 1,5 gram KI dan H2SO4 6 N sampai

    pH 3 lalu dititrasi dengan Na2S2O3 tambah

    indikator amilum. Titik akhir berwarna biru.

    Penetapan Kadar Gula Invert

    Sebanyak 10 ml sari buah kersen ditambahkan

    Pb-asetat hingga semua protein terendapkan. Untuk

    menghilangkan kelebihan Pb ditambahkan Na-

    karbonat, kemudian di kocok dan disaring.

    Ditambahkan 3 ml HCl 4 N dan dipanaskan selama

    20 menit. Setelah dingin dimasukan kedalam labu

    ukur 100 ml dan ditambahkan 3 tetes indikator

    fenolftalin, netralkan dengan NaOH 10% hingga

    timbul warna. Tambahkan HCl 0,1 N tetes demi

    tetes hingga warna hilang, kemudian encerkan

    dengan akuadest sampai tanda batas. Dipipet 10 ml

    larutan tersebut kemudian dimasukan kedalam

    labu ukur 100 ml tambahkan sampai tanda batas.

    Dipipet 10 ml masukan kedalam Erlenmeyer 250

    ml, tambahkan 25 ml larutan Looff schoorl.

    Kemudian dipanaskan sampai mendidih dan segera

    didinginkan. Ditambahkan KI sebanyak 1 gram dan

    dan 10 ml H2SO4 6 N sambil digoyang-goyang.

    Kemudian dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3

    0,1 N dengan indikator amilum 1% hingga larutan

    berubah menjadi biru-putih (Osborne, 1978).

  • Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 3

    Pembuatan Nata de Munti

    Mencampurkan limbah kulit kacang kedelai

    yang sudah dirubah menjadi amonium sulfat dan

    hasil invertasi kersen dengan perbandingan kadar

    protein dan karbohidrat kedua limbah tersebut

    adalah 2 gram : 30 ml. Kemudian tambahkan

    variasi inokulum (starter) 30%, 35%, dan 40% dari

    satu inokulum nata lalu tambahkan asam asetat

    glasial sampai pH 4. Wadah ditutup dengan kertas

    Koran lalu diinkubasi selama 7 hari.

    Pemisahan Nata de Munti dari Media

    Lembaran Nata de Munti yang terbentuk

    dibersihkan dicuci dan direndam semalam. Setelah

    bersih lembaran nata dipotong bentuk kubus

    kemudian direbus sampai bau dari cukanya hilang.

    Nata yang sudah dingin kemudian direbus kembali

    dalam air dengan penambahan gula untuk memberi

    rasa Nata de Munti.

    Uji Kualitas Nata de Munti

    Uji Kadar Serat Kasar

    Timbang 3 gram Nata De Munti ditambah

    larutan H2SO4 1,25% kemudian didihkan selama 30

    menit dengan menggunakan pendingin tegak

    kemudian tambah NaOH 1,25% dan didihkan lagi

    selama 30 menit. Dalam keadaan panas saring

    dengan corong Buchner yang berisi kertas saring

    tak berabu yang telah dikeringkan dan diketahui

    bobot konstannya. Mencuci endapan yang terdapat

    dalam kertas saring tersebut berturut-turut dengan

    HCl 1% panas, air panas dan etanol 96%. Angkat

    kertas saring kemudian masukan ke dalam krus

    yang telah diketahui bobotnya, dikeringkan pada

    suhu 105 oC, didinginkan dan ditimbang sampai

    bobot tetap. (Osborne, 1978).

    Uji Cemaran Mikroba

    Timbang 5 gram sampel ditambahkan

    kedalam 45 mL NaCl fisiologis, kocok

    homogenkan (hingga mendapatkan pengenceran

    10-1

    ). Sebanyak 1 mL dari campuran tersebut

    diambil dan dimasukan ke dalam 9 mL NaCl

    fisiologis (pengenceran 10-2

    ) dan seterusnya sampai

    pengenceran10-6

    . Masing-masing pengenceran

    diambil 1 mL, diinokulasikan pada agar nutrient

    dengan sistem tuang. Inkubasi selama 24 jam pada

    suhu 37 0C. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai

    TPC (total plate count). (SNI 19 2897 1992)

    Pengaruh Penambahan Inokulum terhadap

    Ketebalan

    Nata yang diperoleh, dipotong-potong kubus,

    diukur ketebalnnya dengan menggunakan jangka

    sorong dan data yang diperoleh dianalisis dengan

    ANOVA.

    Uji Hedonik

    Dilakukan terhadap 20 orang panelis yang

    dibagi kedalam 3 kelompok untuk menilai rasa, bau

    dan warna. Kriteria rasa (tidak enak, enak, sangat

    enak), aroma (bau, agak bau, tidak bau), dan warna

    (merah, agak putih, putih). Data yang diperoleh

    dianalisis dengan metode Friedment Test.

    Uji Kekenyalan Metode Penetrometry

    Penetrometer disiapkan dan diletakkan pada

    tempat yang datar kemudian jarum dipasang, dan

    ditambah pemberat pada penetrometer. Sampel nata

    disiapkan dan diletakan pada dasar penetrometer

    sehingga jarum penunjuk dan permukaan sampel

    tepat bersinggungan dan jarum pada skala

    menunjukan angka nol. Tekan tuas (lever)

    penetrometer selama 10 detik kemudian di baca

    skala pada alat yang menunjukan kedalaman

    peneterasi jarum kedalam sampel. Kekenyalan nata

    adalah b/t/a dengan satuan mm/dt/gr.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pembiakan Kultur Acetobacter xylinum

    Kultur murni Acetobacter xylinum dibiakan

    pada Glucosa Yeast Extract Agar dalam bentuk

    agar miring. Kultur murni Acetobacter xylinum

    digoreskan pada agar miring yang diinkubasi pada

    suhu ruangan selama dua hari karena kultur

    Acetobacter xylinum akan berkembang setelah 0-24

    jam sejak inokulasi. Kultur akan tumbuh pada

    media agar miring.

    Pembuatan Inokulum Nata

    Pembuatan inokulum ini diperlukan untuk

    memproduksi sel mikroba yang maksimal. Pada

    dasarnya komposisi media inokulum dan media

    fermentasi nata adalah sama terdapat sumber

    karbon, sumber nitrogen dan keasaman.

    Perbedaannya terletak pada lamanya inkubasi

    dimana inokulum nata hanya diinkubasi 5 hari

    waktu ini merupakan fase eksponensial

    Acetobacter xylinum. Fase ini yang menentukan

    kecepatan strain Acetobacter xylinum dalam

    membentuk nata karena pada fase ini bakteri

    mengeluarkan enzim ekstraselulerpolimerase yang

    maksimal untuk mengubah glukosa menjadi

    selulosa.

    Preparasi Sampel

    Sampel harus disterilkan dengan tujuan

    membunuh semua mikroorganisme baik patogen

    ataupun non patogen, sebelum disterilkan kersen

    (Muntingia calabura) terlebih dahulu melalui

    proses pencucian, penghalusan kemudian

    penyaringan. Filtrat kersen yang telah disterilkan

    kemudian diinvertasi dengan HCl, tujuan proses

    invertasi ini adalah merubah disakarida dari filtrat

    kersen menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu

    monosakrida, dimana jika dalam bentuk

  • Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 4

    monosakridanya akan memudahkan Acetobacter

    xylinum untuk pembentukan serat nata.

    Limbah kulit kacang kedelai yang telah

    dibersihkan, dihaluskan kemudian dilakukan

    destruksi basah dengan H2SO4 pekat dan K2SO4

    hingga diperoleh ammonium sulfat. Mekanisme

    reaksi pembentukannya adalah:

    Senyawa N organik (NH4)SO4

    Ammonium sulfat yang terbentuk diuji secara

    kualitatif dimana ammonium diuji dengan NaOH

    terbentuk uap putih, uap putih tersebut

    diidentifikasi sebagai gas ammonia yang dapat

    menyebabkan kertas lakmus merah berubah

    menjadi biru.

    NH4OH + NaOH NH3 + H2O

    Uji kualitatif untuk sulfat yaitu dengan

    menambahkan larutan barium klorida. Ammonium

    sulfat ditambahkan dengan larutan barium klorida

    yang kemudian terbentuk endapan putih.

    SO42-

    + Ba2+

    BaSO4

    Penentuan Kadar Nitrogen Sampel

    Dilakukan metode Kjeldahl pada limbah kulit

    kacang kedelai, diperoleh kadar nitrogen sebesar

    0,87% dengan membandingkan berat molekul

    antara (NH4)2SO2 dan N maka kadar ammonium

    sulfat nya adalah 8,20%.

    Acetobacter xylinum menghasilkan enzim

    dalam aktivitas perkembangbiakannya dan media

    yang jadi tempat perkembangannya harus

    memenuhi sumber nutrisi yang dibutuhkan,

    diantaranya adalah sumber nitrogen yang berasal

    dari ammonium sulfat. Apabila didalam media

    kekurangan nitrogen akan menyebabkan jumlah sel

    Acetobacter xylinum berkurang sehingga dapat

    menghambat pembentukan enzim dan akibatnya

    proses fermentasi tidak akan sempurna atau

    mengalami kegagalan.

    Penentuan Kadar Gula

    Karbohidrat merupakan subtrat utama yang

    akan digunakan dalam tahap proses fermentasi,

    terutama gula sederhana yaitu monosakarida. Kadar

    gluksoa dalam medium fermentasi berpengaruh

    pada penyediaan energi dan pembentukan senyawa

    metabolit.

    Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula

    pereduksi dengan metode Luff Schoorl didasarkan

    pada reaksi sebagai berikut :

    R-COH + 2Cu2+

    Cu2O + R-COOH

    2Cu2+

    + 4I- Cu2I2 + I2

    I2 + S2O32-

    S4O62-

    + 2I-

    (Sudarmadji,1989)

    Monosakarida mereduksikan CuO dalam

    larutan Luff Schoorl menjadi Cu2O. Kelebihan

    CuO direduksikan dengan KI berlebih, sehingga

    dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi

    dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip

    metode analisa yang digunakan adalah Iodometri

    yang merupakan titrasi tidak langsung dan

    digunakan untuk menetapakn senyawa-senyawa

    yang bersifat oksidator kuat seperti halnya tembaga

    pada pereaksi Luff Schoorl ini (Ganjar, 2007).

    Hasil pemeriksaan kadar glukosa yang

    terkandung dalam kersen (Muntingia calabura)

    adalah 22,3%.

    Adanya glukosa dalam media akan

    dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai

    sumber karbon. Glukosa akan masuk kedalam sel

    dan digunakan bagi penyediaan energi yang

    dibutuhkan dalam perkembangbiakannya dan juga

    merupakan faktor penting dalam proses fermentasi

    untuk membentuk senyawa metabolit diantaranya

    adalah selulosa.

    Pembuatan Nata de Munti

    Media nata yang berkomposisi 30 ml ekstrak

    buah kersen dan 2 gram ammonium sulfat

    difermentasi selama 7 hari karena Acetobacter

    xylinum memiliki beberapa tahap fase pertumbuhan

    yaitu fase adaptasi, fase logaritma, fase

    pengurangan pertumbuhan, fase stasioner (tetap),

    dan fase kematian.

    Selama pembuatan nata, wadah tidak boleh

    digoyang-goyangkan karena akan menyebabkan

    lapisan nata yang terbentuk akan pecah. Kebutuhan

    oksigen harus mencukupi karena Acetobacter

    xylinum merupakan bakteri aerob. Bila kekurangan

    oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau

    hambatan dalam pertumbuhannya dan tidak boleh

    kontak langsung dengan udara karena akan

    menyebabkan kematian, sehingga diperlukan

    penutup berpori, tetapi tidak terlalu besar untuk

    mencegah kontaminasi. Tempat fermentasi nata

    harus disesuaikan dengan sifat bakteri Acetobacter

    xylinum, karena akan rusak oleh adanya cahaya,

    maka harus disimpan ditempat yang gelap pada

    suhu 30C yang memiliki sirkulasi udara yang baik.

    Pemisahan Nata de Munti dari Media

    Pemisahan Nata de munti dari media

    dilakukan pada hari ke 7 karena Acetobacter

    xylinum memasuki fase pertumbuhan atau fase

    stasioner yaitu jumlah sel bakteri yang tumbuh

    sama dengan jumlah sel bakteri yang mati. Apabila

    pemisahan Nata de munti dilakukan setelah fase

    pertumbuhan atau setelah hari ke 7, maka akan

    terbentuk lapisan tipis yang terpisah dibawah

    lapisan nata yang menyebabkan kenaikan pH dan

    pembusukan nata. Pemanenan nata yang terlalu

    lama akan mengakibatan bobot nata mengalami

    penurunan, hal ini terjadi karena Acetobacter

    xylinum berada pada fase kematian dimana akan

    H2SO4

    K2SO4

  • Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 5

    terjadi pengambilan sumber karbon sebagai nutrisi

    dari nata dalam bentuk polisakarida yang kemudian

    dirubah menjadi monoksakarida oleh Acetobacter

    xylinum terhadap pertumbuhan sel yang baru.

    Nata yang telah dipanen dicuci bersih dengan

    menggunakan air yang mengalir, kemudian

    direndam semalam untuk menghilangkan bau asam

    yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum sebagai

    produk metabolit. Nata dipotong kubus dan direbus

    dengan air mendidih supaya bau asam benar-benar

    hilang untuk menjaga cita rasa dari Nata de munti.

    Serat Kasar

    Pengujian terhadap nata yang telah dibuat

    dengan konsentrasi inokulum 30%, 35%, 40%

    didapatkan kadar serat bertutrut-turut 1,307%,

    1,693% dan 1,993%. Kadar serat yang paling tinggi

    didapat dari data dengan penambahan inokulum

    40%, karena secara teori penambahan inokulum

    (strater) pada nata berpengaruh pada pembentukan

    metabolit sekunder dari Acetobacter Xylinum,

    karena aktivitasnya yang dapat merubah glukosa

    menjadi selulosa. Menurut Pembayun (2000),

    dalam kondisi yang sesuai, bakteri Acetobacter

    Xylinum akan menghasilkan enzim ekstraseluler

    yang dapat mempolimerisasi zat gula (glukosa)

    menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau

    selulosa.

    Kadar serat yang tinggi pada nata dapat

    mempercepat proses eksresi sisa-sisa makanan dari

    saluran pencernaan. Hal ini dapat menurunkan

    aktivitas mikroba yang dapat menyebabkan

    gangguan di saluran pencernaan.

    Cemaran Mikroba

    Penentuan angka cemaran mikroba dilakukan

    untuk mengetahui jumlah pertumbuhan koloni

    bakteri aerob. Pada nata dengan penambahan

    inokulum 30% terdapat jumlah koloni bakteri 12,23

    x 102 cfu/ gram, nata dengan penambahan 35%

    terdapat jumlah koloni bakteri 12,59 x 102 cfu/

    gram dan pada nata dengan penambahan 40%

    terdapat jumlah koloni bakteri 12,89 x 102 cfu/

    gram.

    Menurut BPOM angka cemaran mikroba

    maksimal yang diperbolehkan dalam nata adalah 1

    x 104 cfu/ gram. Dari data, bisa dikatakan bahwa

    Nata de munti memenuhi syarat angka lempeng

    total, hal ini dikarenakan dalam proses pengerjaan

    pembuatan Nata de munti, bahan, alat dan tempat

    disterilkan terlebih dahulu. Sehingga angka

    pencemaran mikroba dapat diminimalisir,

    disamping itu juga pada saat perebusan nata dengan

    suhu yang tinggi membantu dalam mengurangi

    cemaran mikroba.

    Pengaruh Penambahan Inokulum terhadap

    Ketebalan

    Pengaruh penambahan inokulum yang

    bervariasi yaitu 30%, 35%, dan 40% berpengaruh

    pada ketebalan nata yang dihasilkan setelah

    dilakukan pengujian terhadap nata yang telah

    diukur ketebalannya dengan jangka sorong

    sehingga didapat data ketebalan setiap variasi

    inokulum. Kemudian melalui proses pengolahan

    data menggunakan uji statistik yaitu ANOVA

    semakin memperkuat bahwa dengan penambahan

    inokulum yang bervariasi berpengaruh signifikan

    terhadap ketebalan nata. Ketebalan ini dipengaruhi

    karena dengan penambahan inokulum yang

    semakin banyak dan jumlah nutrisi yang

    mencukupi dapat meningkatkan aktivitas bakteri

    dalam membentuk enzim ekstraselulerpolimerase.

    Uji Hedonik

    Hasil uji hedonik yang dilakukan terhadap 20

    orang panelis terhadap aroma, rasa, dan warna

    pada konsentrasi inokulum 30%, 35%, 40% dan

    nata kemasan sebagai pembanding.

    Dari hasil uji hedonik untuk aroma, rasa, dan

    warna dengan metode Friedment Test dapat

    diketahui Mean rank panelis lebih menyukai

    aroma, rasa, dan warna pada kemasan, hal ini

    karena nata pada kemasan telah diformulasi sesuai

    dengan tuntutan konsumen. Tetapi tujuan penelitian

    ini hanya sampai bahan baku pembuatan nata.

    Kekenyalan

    Pada uji kekenyalan menggunakan

    penetrometri, dilakukan dengan variasi konsentrasi

    nata 30%, 35%, 40% dan nata kemasan sebagai

    pembanding.

    Hasil uji kekenyalan terjadi perbedaan

    signifikan antara nata kemasan dengan konsentrasi

    nata 35% dan 40%, sedangkan nata dengan

    penambahan konsentrasi 30% tidak berbeda

    signifikan dengan nata kemasan, hal ini

    membuktikan bahwa kekenyalan nata dengan

    penambahan konsentrasi 30% sama dengan

    kekenyalan nata kemasan sebagai pembanding.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Hasil penelitian pembentukan Nata de Munti

    yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

    penambahan variasi konsentrasi berpengaruh pada

    ketebalan nata. Uji kualitas yang paling tinggi

    kandungan seratnya adalah nata dengan konsentrasi

    40% yaitu 1,97%. Untuk uji cemaran mikroba

    semua nata dengan variasi konsentrasi memiliki

    nilai cemaran mikroba yang memenuhi persyaratan

    BPOM yaitu tidak boleh lebih dari 1 x 104 cfu/

    gram. Dan untuk uji kekenyalan nata dengan

    konsentrasi 30% tidak berbeda signifikan dengan

    pembanding yaitu Nata de Coco kemasan yang

    diperdagangkan.

  • Seminar Kolokium 11-12 Agustus Page 6

    Saran

    Untuk penelitian selanjutnya diharapkan

    adanya penyempitan range variasi konsentrasi

    antara 30%-35% supaya kualitas dari Nata de

    Munti bisa lebih baik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta :

    Departemen Pendidikan Nasional.

    Fitriani, Shofa. 2012. Pemanfaat Limbah Kulit

    Tauge Hijau (Vigna radiata) dan Limbah

    Nanas (Ananas comosus) sebagai Bahan Baku

    Pembuatan Nata De Pinana [Skripsi]: STIKes

    BTH Tasikmalaya.

    http://www.p3gizi.Litbang.depkes.go.id (4 maret

    2013)

    Muchtadi D. 2010. Kedelai Komponen untuk

    Kesehatan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

    Pambayun, Rindit. 2002. Teknologi Pengolahan

    Nata.Yogyakarta: Kanisus.

    Sutarminingsih, Lilies. 2004. Peluang Usaha Nata

    de Coco. Yogyakarta: Kanisius.

    Osborne, D.R and P. Voogt. 1987. The Analysis of

    Nutreint in Food. London New York san

    Francisco: Academic Press.