metode pendidikan akhlak anak dalam...
TRANSCRIPT
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN
(Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1)
dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
ZAENAL ARIFIN NIM: 3 1 0 2 2 3 4
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2008
IAIN WALISONGOSEMARANG
TANDA TERIMA
NASKAH UJIAN MUNAQOSAH
Nomor
Nama Penguji
Tanda Tangan
1
Dra.Siti Mariyam, M.Pd.
1.
2
Anis Sundusiyah, M.A.
2.
3
Ahmad Muthohar, M.Ag.
3.
4
Abdul Kholiq, M.Ag.
4.
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka km. 2 ngaliyan Semarang 50159 Telp. (024) 7601295
PENGESAHAN
Nama : Zaenal Arifin
NIM : 3102234
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM
KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN
(Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung)
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal : 25 Juli 2008
_________________
dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) guna memperoleh gelar Sarjana dalam ilmu Tarbiyah.
Semarang, 16 Agustus 2008
Penguji Ketua Sidang Sekretaris Sidang Dra.Siti Mariyam, M.Pd. Anis Sundusiyah, M.A. NIP. 150 257 372 NIP. 150 327 114
Penguji I Penguji II Ahmad Muthohar, M.Ag. Abdul Kholiq, M.Ag. NIP. 150 276 929 NIP. 150 279 762
Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. Ahmad Mahgfurin, M.Ag.,M.A NIP.150 231 369 NIP. 150 302 217
IAIN WALISONGOSEM ARANG
BLANKO BUKTI PENYERAHAN SKRIPSI
Nama : ZAENAL ARIFIN
NIM : 3102234
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Benar-benar telah menyerahkan skripsi pada
Penguji I Tanta tangan
Ahmad Muthohar, M.Ag. NIP. 150 276 929
Penguji II Tanta tangan
Abdul Kholiq, M.Ag. NIP. 150 279 762
Pembimbing I
Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. NIP.150 231 369
Pembimbing II
Ahmad Mahgfurin, M.Ag.,M.A
NIP. 150 302 217
Perpustakaan Institut Tanta tangan
Perpustakaan Fakultas Tanta tangan
Lokasi Penelitian
Tanta tangan
Semarang, 16 Agustus 2008
MOTTO
ظيمع رأج هدعن أن اللهة ونفت كملادأوو الكموا أمموا أنلماعو
)28: االنفال (
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar” 1
1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995), hal. 264.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
hidayah dan maunahNya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Uswatun Hasanah Nabi Muhammad SAW, Rasulku adalah ittiba’ yang setia menerima diriku
menjadi umatnya. Shalawat dan salam mudah-mudahan terlimpah kan kepadanya. Semoga kita
termasuk umat yang mendapat syafa’atnya kelak di yaumul akhir. Amien.
Berkat karunia dan ridha Allah SWT, penulis telah menyelesaikan Skripsi dengan judul
Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Komunitas (Studi Kasus di Desa
Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung). Skripsi ini di susun dengan sungguh-
sungguh sehingga berwujud seperti sekarang ini. Pada waktu penyusunannya, banyak pihak
terlibat di dalamnya baik langsung atau tidak langsung. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih
atas andil beratnya dalam mencari dan menelusuri sumber kajian penelitian ini.
Berikut ini ada beberapa pihak yang tidak bisa dilewatkan dalam ucapan terima kasih
yang sedalam-dalamnya mengingat sifatnya yang khusus, yaitu:
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang
telah memberikan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. selaku Pembimbing I dan Ahmad Mahgfurin,
M.Ag.,M.A. selaku Pembimbing II yang telah arahan, memberikan masukan dan solusi yang
diperlukan selama proses penelitian dan pembuatan skripsi ini.
3. Bapak Mulyoto selaku Kepala Desa Gesing, Bapak Sumarno selaku tokoh masyarakat dan
terima kasih juga kepada seluruh masyarakat Desa Gesing khususnya keluarga muslim
(Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman) yang telah membantu memberikan informasi yang
penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Kepada Bapak-Ibu, kakak dan adik-ku tercipta yang telah senantiasa memberi dorongan baik
moril maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini
5. Teman-temanku di Koperasi Mahasiswa “Walisongo” yang juga senantiasa menemaniku,
terima kasih atas kebersamaannya.
6. Sahabat-sahabat PMII Cabang Kota Semarang; Zen, Huda, Asep, Evi, Izaty, De-mokar,
Handiq, Ritono, Irzal, Udin, Shabiq dan sahabat-sahabat lainnya, yang telah memberi
kesempatan dan motivasi pada saya dalam proses penulisan skripsi ini.
Kepada semuanya penulis sampaikan terima kasih disertai do’a semoga amal baiknya
diterima disisi Allah SWT. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat adanya.
Semarang, 14 Juli 2008
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
PERNYATAAN .................................................................................................... xii
BAB I ..................................................................................................................... :................................................................................................................................ PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Penegasan Istilah ........................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi .......................................... 7
E Telah Pustaka ................................................................................ 8
F. Metodologi Penulisan Skripsi ....................................................... 10
BAB II : METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA A. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ............................................. 17
1. Dasar Pendidikan Akhlak ....................................................... 17
2. Tujuan Pendidikan Akhlak ...................................................... 17
3. Aspek Pendidikan Akhlak ....................................................... 24
4. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga ............................. 26
B. Metode Pendidikan Akhlak ........................................................... 30
1. Pengertian Metode .................................................................. 30
2. Pengertian Pendidikan Akhlak ................................................ 32
3. Beberapa Pendapat Tentang Metode Pendidikan Akhlak ...... 34
BAB III : DESKRIPSI TENTANG METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
A. Gambaran Umum Desa Gesing ....................................................... 47
1. Letak Geografis Desa .............................................................. 47
2. Monografi dan Demografi Desa .............................................. 48
3. Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 52
4. Keadaan Sosial Budaya ........................................................... 52
5. Keadaan Sosial Keagamaan .................................................... 52
6. Lembaga Pemerintahan dan Lembaga Desa ........................... 53
B. Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim
di Lingkungan Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung ............................................................... 55
BAB IV : ANALISIS METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
A. Efektifitas Metode ......................................................................... 62
1. Segi Psikologis ....................................................................... 63
2. Segi Sosiologis ....................................................................... 65
3. Segi Religius ........................................................................... 66
B. Implikasi Metode ........................................................................... 68
1. Implikasi Terhadap Keluarga .................................................. 68
2. Implikasi terhadap sekolah ...................................................... 69
3. Implikasi terhadap masyarakat ................................................ 70
BAB V : KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 72
B. Saran-saran .................................................................................... 73
C. Penutup .......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
Ayahanda dan Ibunda tercinta serta Keluarga yang senantiasa mengasuh dan membimbing
serta mencurahkan kasih sayang dan do’anya.
Pak De dan Mbok De, Pak Lek dan Mak Lek; terima kasih atas segala pengorbanannya
selama ini, semoga menjadi amal saleh dan diridlai oleh Allah SWT.
Kakakku dan adik-adikku tersayang yang telah memberikan dorongan dan motivasi serta
do’anya.
Sahabat-sahabat sejatiku, senasib dan seperjuangan satu angkatan khususnya paket e’, terima
kasih atas semangatmu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mulai Rayon Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang sampai Cabang Kota Semarang yang senantiasa memberikan dorongan
dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
NOTA PEMBIMBING
Lampiran : 5 Eksemplar Semarang, 14 Juli 2008
Hal : Naskah Skripsi Kepada Yth.
a.n. sdra : Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah
Zaenal Arifin IAIN Walisongo Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah kami mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya
kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Zaenal Arifin
NIM : 3102234
Jurusan : Pendididikan Agama Islam/PAI
Judul : METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN (Studi
Kasus di Desa Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
Dengan ini kami mohon agar naskah skripsi saudara tersebut dapat
dimunaqosahkan.
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. Ahmad Mahfurin, M.Ag.,M.A NIP.150 231 369 NIP. 150 302 217
ABSTRAK
Zaenal Arifin (Nim : 3102234). Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Komunitas Kristen (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
Penelitian ini bertujuan untuk : 1).Mengetahui dan memaparkan metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung; 2).Untuk menelaah secara kritis terhadap metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan metode Deskriptif Analisis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pendidikan akhlak sebaiknya diberikan kepada anak sedini mungkin, agar anak dalam hidupnya mempunyai akhlak yang baik. Dan pemberi informasi yang awal tentang pendidikan akhlak itu adalah orang tua (ayah dan ibu). Sebab ia merupakan pembentuk karakter anak. Oleh karena itu orang tua harus mengusahakan membentuk lingkungan yang dapat dijadikan teladan bagi anaknya, meskipun faktor hereditas juga berperan. Pendidikan akhlak harus menggunakan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor, seperti pendidik, anak didik, metode, dan tujuan. Metode yang digunakan oleh keluarga (orang tua) dalam mendidik anaknya sebagaimana yang diterapkan pada keluarga yang berada di lingkungan komunitas Kristen dalam mendidik akhlak putra-putrinya adalah sebagai berikut : a). Pendidikan dengan keteladanan (Uswatun Khasanah); b). Pendidikan dengan nasihat (Mauidhoh Khasanah); c). Pendidikan dengan pembiasaan; dan d). Pendidikan dengan pengawasan.
Metode-metode pendidikan akhlak yang dilakukan pada keluarga muslim itu efektif. Hal ini dapat ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius. Secara psikologis yaitu anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi. Untuk itu bagi orang tua (pendidik) agar dapat memberikan keteladanan, nasehat, dan semangat bagi anak-anaknya. Dari perspektif sosiologi, bahwa manusia merupakan manusia yang mendidik dan harus dididik. Anak harus dididik agar perkembangannya berjalan secara wajar. Tinjauan religius yaitu orang tua harus menjaga amanat dari Allah SWT. Sebaik mungkin. Karena keselamatan keluarganya berada dalam tanggung jawabnya.
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa bumi manusia
ini hanyalah satu, sementara penghuninya terkotak-kotak kedalam berbagai
suku, agama, ras, bangsa, profesi budaya dan golongan. Mengingkari
kenyataan adanya pluralitas ini sama halnya dengan mengingkari kesadaran
kognitif kita sebagai manusia. Begitu juga ketika kita bicara agama, kata
agama selalu tampil dalam bentuk plural (religions). Di balik pluralitas itu
terdapat ciri umum yang sama, yang menjadi karakter agama.
Membayangkan bahwa dalam kehidupan ini hanya terdapat satu agama,
tampaknya hanya merupakan ilusi dan impian semata. Dan memang yang
diperlukan manusia bukanlah menjadi satu dan sama dalam hal agama, tapi
bagaimana mensikapi pluralitas agama itu secara dewasa dan cerdas.1
Kenyataan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita sekarang ini
tidak bisa di pungkiri, banyak kejadian-kejadian anarkis, bentrok antar masa
yang menjadi pemicu salah satunya adalah terkait dengan isu SARA. Konflik
agama semacam ini memang meningkat setelah rezim orde baru (Soeharto)
jatuh.2 Sejarah juga menyebutkan bahwa relasi antara muslim dengan nasrani
diagambarkan sebagai hubungan yang mudah pecah (fragile relation).
Artinya, sumbu perpecahan dan konflik yang melibatkan masyarakat muslim
dan nasrani diwilayah nusantara sangat mudah meledak walupun hanya
dipicu oleh persoalan-persoalan sepele yang bernuansa sentimen agama.3
Merebaknya konflik yang ada di tengah masyarakat ternyata tidak hanya
berkembang pada di intra agama seperti di intra umat Islam atau intra umat
Kristen, tetapi juga antar agama seperti Islam versus Kristen. Ini tentunya bisa
mengganggu kerukunan umat beragama di Indonesia yang selama ini terus
diupayakan oleh para tokoh dan penganut agama.4
1Munawar Ahmad Anees dkk, Dialog Muslim Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2000),
hlm.v. 2Azyumardi Azra, Dialog Emansipatoris Untuk Kerukunan Umat Beragama dalam Opini
Seputar Indonesia, 1 Agustus 2008, hlm.5. 3Untuk lebih jelasnya baca Abdul Khaliq dkk, Peran Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi
Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang, (Semarang; Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang), 2007.
4Ibid. 1
2
Melihat pada perbedaan agama khususnya Islam dan Kristen adalah dua
di antara agama-agama besar di dunia. Kedua agama tersebut menjadi
landasan bagi peradaban-peradaban dunia yang pernah ada. Lebih dari itu,
akar sejarah Islam dan Kristen berasal dari nabi yang sama yaitu Nabi
Ibrahim. Dalam sejarah agama, Islam, Kristen dan Yahudi dikelompokkan
kedalam apa yang disebut dengan agama-agama Ibrahim (Abrahamic
Religions). Secara teologis, agama-agama Ibrahim di ciri khasi dengan
kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa (monoteisme), meskipun ketiga
agama tersebut mempunyai konsep monoteisme yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, monoteisme ini dapat dianggap sebagai titik temu agama-agama
Ibrahim.5
Agama Islam merupakan kelanjutan dari agama Kristen dan Yahudi.
Islam tidak mengklaim sebagai agama baru. Islam menegaskan apa yang telah
dibawa agama Kristen dan Yahudi Islam mengakui kebenaran dan keabsahan
agama tersebut untuk membawa umatnya menuju keselamatan. Dengan
pengakuan ini, Islam mendesak penganutnya untuk menjadi bagian dari
pengakuan itu, artinya adalah menjadi kewajiban kaum muslim untuk
menyatakan keimanan mereka pada agama-agama tersebut. Al-qur’an sebagai
kitab suci umat Islam, tidak pernah membatalkan agama-agama sebelumnya.6
Menilik pada kehidupan di masyarakat yang ada sekarang ini banyak
lingkungan antar umat beragama hidup berdampingan, meskipun mereka
lebih mengedepankan nilai-nilai agama yang mereka anut tetapi unsur
kebersamaan dan toleransi antar mereka juga menjadi suatu hal yang penting
dan patut untuk di jaga. Terlebih dalam setiap agama tidak ada yang
mengajarkan agar umatnya saling bertengkar, membenci, menghasut dan
menyuruh kepada hal yang menyesatkan.
Sebagai contoh dalam agama Islam dan Kristen, kedua agama ini
adalah agama-agama moral, yakni keduanya mendefinisikan hubungan
manusia-Tuhan dalam ketentuan-ketentuan moral, bukan ketentuan kultik
5Mahmud Mustafa Ayoub, Mengurai Konflik Islam-Kristen, (Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2001), hlm.v. 6Ibid.
3
atau agnostik.7 Konsep ajaran yang ada dalam agama untuk mengedepankan
prilaku baik terhadap sesama sepatutnya dibina dan dikembangkan, sehingga
proses komunikasi dan toleransi antar umat beragama akan terwujud.
Disamping itu hal itu juga tidak lepas dari apa yang telah diatur dalam
pancasila dan undang-undang dasar 1945 sebagai aturan yang berlaku di
negara ini.
Kembali pada kehidupan masyarakat kita, bahwa proses kehidupan
yang terjadi dimasyarakat juga tidak bisa lepas dengan dunia pendidikan yang
diterapkan di masyarakat. Pendidikan merupakan masalah penting dalam
kehidupan manusia. Ia tidak dapat di pisahkan dari kehidupan baik dalam
kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.
Pada dasarnya pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi atau
kemampuan individu sebagai manusia sehingga dapat hidup secara optimal,
baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat serta memiliki
nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidup.8 Dengan demikian
pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan hitam putihnya
manusia dan keberadaan akhlak juga menjadi kualitas manusia. Artinya, baik
buruknya akhlak merupakan salah satu indikator berhasil atau tidaknya
pendidikan.
Para ahli pendidikan membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga
bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.9 Ketiga lingkungan ini bagaikan mata rantai yang tidak dapat
dihilangkan dan saling mempengaruhi, serta harus saling bekerja sama demi
keberhasilan pendidikan anak secara optimal. Suatu proses pendidikan akan
berhasil apabila di antara komponen yang ada (keluarga, sekolah, dan
masyarakat) tersebut saling bekerja sama.
Di antara ketiga komponen tersebut yang mempunyai pondasi
terpenting adalah keluarga. Keluarga merupakan arsitektur bagi pembentukan
pribadi anak.10 Waktu anak banyak berkumpul dengan keluarganya. Pola
tingkah laku, pikiran, sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang hampir sama
7Munawar Ahmad Anees dkk, Op.cit, hlm.69. 8Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru,
1991), hlm. 2. 9Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset,
1995), hlm. 118. 10J. Drost, SJ, tt, Willie Koen (ed), Menjadi Pribadi Dewasa dan Mandiri, (Yogyakarta:
Kanisius,1993), hlm. 19.
4
pada anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, tradisi kebiasaan sehari-hari
baik sikap hidup, cara berfikir, dan filsafat hidup keluarga itu sangat besar
pengaruhnya dalam proses membentuk tingkah laku dan sikap anggota
keluarga, terutama anak-anak.11 Hal ini disebabkan anak-anak merupakan
peniru ulung yang sangat tajam baik melalui penglihatan, pendengaran dan
tingkah laku lainnya dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Apabila
lahan peniruan itu bagus, maka anak akan tumbuh sesuai dengan harapan
orang tuanya yaitu anak yang mempunyai akhlak yang baik sesuai dengan
ajaran agama Islam dan sesuai dengan aturan sosial masyarakat. Dan
sebaliknya, jika lingkungan peniruan itu jauh dari nuansa ajaran agama Islam
dan tidak menghargai aturan masyarakat yang ada, maka dengan sendirinya
anak akan terbentuk seperti yang ada di lingkungan dimana ia bertempat
tinggal.
Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan
teladan dari orang tua. Contoh yang terdapat pada prilaku dan sopan santun
orang tua dalam hubungan dan pergaulan antara ibu dan Bapak, perlakuan
orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap
orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Kemudian untuk membentuk akhlak mulia dan menumbuhkan anak
mengenal kebajikan, mengingini kebaikan, serta mengamalkan secara nyata,
di samping itu mengenal keburukan dan akibat-akibatnya, serta keberanian
dan kemampuan melawannya adalah tujuan yang hendak dicapai oleh
pendidik di dimanapun. Dan dasar yang paling kuat untuk membentuk akhlak
mulia terletak di dalam keluarga. Maka dari itu ibu dan bapak harus dapat
bekerjasama dengan dalam mendidik anak-anaknya supaya anak dapat
berperilaku sesuai dengan ajaran agama.
Melihat pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bangsa
Indonesia di kenal sebagai sosok bangsa pluralistik yang memiliki berbagai
nuansa kemajemukan yang mewujud dalam kelompok-kelompok etnis
dengan kekhasan latar belakang bahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni,
budaya, dan agama.12 Salah satunya adalah perbedaan agama, daimana kita
11Kartini Kartono dan Jenny Andri, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam,
(Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 167. 12Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, (Jakarta: Badan Litbang
Agama dan Diklat Keagamaan, 2002), hlm. 229.
5
dapat mengambil sebuah hikmah positif bahwa sebagai warga Negara yang
baik kita akan berlomba dalam melakukan kebajikan dan tidak saling
bermusuhan. Selain itu dalam perspektif Islam dasar-dasar untuk hidup
bermasyarakat yang pluralistik secara religius, sejak semula memang telah
dibangun13 sehingga pertentangan-pertentangan yang tidak membawa pada
sebuah kerukunan layak dihindarkan.
Adanya sebuah lingkungan masyarakat yang berbeda agama menjadi
tantangan tersendiri bagi keluarga muslim untuk dapat menjaga prilaku atau
akhlak anak-anaknya dan sekaligus agama yang dianutnya. Terlebih dalam
keluarganya dimana seorang anak akan dididik dan diarahkan agar
mempunyai akhlak yang sesuai dengan ajaran yang ada dalam Islam.
Contoh tersebut dapat dilihat pada Desa Desa Gesing14, salah satu
Dusun di Desa tersebut dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama
Kristen. Meski demikian kehidupan masyarakat di sana berjalan harmonis.
Kerukunan antar agama pun seolah tidak ada masalah yang berarti. Namun
demikian perasaan kurang nyaman dalam melakukan aktivitas agama tampak
kurang bebas dan leluasa layaknya masyarakat Islam yang berada dalam
lingkungan mayoritas.15
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik meneliti tentang
Metode Pendidikan Ahklak Anak Dalam Keluarga Muslim di Lingkungan
Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung.
B. Penegasan Istilah
Sebelum membahas lebih lanjut dalam penyusunan skripsi ini dan
untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap judul skripsi ini, maka
13Tarmizi Taher, Agama Dalam Transformasi Bangsa, (Jakarta : Hikmah, 2003) , hlm. 48. 14Desa Gesing terdiri dari Sembilan Rw (Rukun Warga) dan sembilan Rw tersebut masuk
kedalam sembilan Dusun:: 1). Dusun Ploso, 2). Dusun Patemon, 3). Dusun Sarangan, 4). Dusun Gesing, 5). Dusun Maluwih, 6). Dusun Giyanten, 7). Dusun Delok, 8). Dusun Sodong, 9). Dusun Madureso dan dari sembilan dusun tersebut yang warga non muslim (Kristen) mendominasi adalah dusun gesing. Dari data yang ada menyebutkan jumlah penduduk di dusun tersebut adalah 927 orang. Dari jumlah tersebut 282 orang beragama Islam sedangkan yang beragama Kristen sejumlah 645 orang, Diambil dari: Keterangan Data Kelurahan Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung, 3 Maret 2008.
15Hal tersebut di ungkapkan oleh Bpk. Sumarno selaku tokoh masyarakat yang dalam hal ini beragama Islam, di Dusun Gesing Desa Gesing, wawancara pada tgl 3 Maret 2008.
6
penulis perlu menguraikan istilah-istilah yang dianggap penting untuk
menghindari kesalah pahaman dalam skripsi ini.
1. Metode
Metode berasal dari bahasa Inggris “Methode” yang berarti cara
atau lebih luasnya adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud.16
2. Pendidikan Akhlak
Menurut John Dewey, secara etimologi pendidikan adalah:
“Etymologically, the word education means just a process of leading or
bringing up”.17 Artinya: “Secara etimologi, kata pendidikan berarti jalan
atau cara untuk memimpin atau membimbing”.
Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan di
artikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.18
Sedangkan kata akhlak berasal dari bahasa Arab jamak dari khuluq
yang berarti “budi pekerti, perangai, tingkah laku”.19
Pengertian tersebut diambil dari al-Qur’an:
)4: القلم(وإنك لعلى خلق عظيم Artinya: Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar
berbudi pekerti yang agung (QS. Al-Qalam: 4)20
Pendidikan Akhlak adalah “pendidikan yang berorientasi
membimbing dan menuntun kondisi jiwa khususnya agar dapat
menumbuhkan akhlak dan kebiasaan yang baik sesuai dengan aturan akal
manusia dari syariat agama.”21
3. Anak
16Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, hlm. 232. 17John Dewey, Democracy and Education, (New York, The Mucmilian Company, 1964),
hlm. 10. 18Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet.pertama
ed.3, hlm. 263. 19Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 11. 20Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995),
hlm. 960. 21Fakultas Tarbiyah, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal, 97.
7
Anak adalah keturunan yang kedua.22 Berdasarkan masa
periodisasi perkembangannya dapat dibagi menjadi 3 yaitu : Masa bayi
0-1 tahun (periode fital), Masa kanak-kanak 0-5 tahun (periode osteris),
Masa anak sekolah yaitu berumur +6-12 tahun.23 Pengertian anak di sini
penulis batasi yaitu masa kanak-kanak yang menurut Zakiah Daradjat
adalah manusia yang berumur 0-12 tahun.24
4. Keluarga
Keluarga adalah “suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama
atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian
dengan atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal
dalam sebuah rumah tangga”.25
Sedangkan secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga
pertama dan utama yang dialami seseorang di mana proses belajar yang
terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu.26
5. Komunitas
Komunitas adalah kelompok organisme (orang) yang hidup dan
berinteraksi di daerah tertentu: masyarakat,27 sedangkan komunitas yang di
maksud dalam penelitian ini adalah komunitas masyarakat yang mayoritas
penduduknya beragama kristen.
C. Rumusan Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa
yang ada dalam kenyataan.28 Permasalahan dalam suatu penelitian perlu
dikemukakan sebab akan membatasi pembahasan, sehingga analisis data tidak
22Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, , op. cit., hlm. 30. 23Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosdakarya,
2003), hlm. 56. 24Zakiah Daradjat, Pembinaan mental keagamaan dalam keluarga,dalam Sumarsono, Skon
dan Risman Musa (eds), Keluarga sakinah, ditinjau dari aspek iman dan ibadah, (Jakarta :BKKBN, 1982), hlm. 17 .
25Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta, ,Menara Mas Offset 1994), hlm. 11.
26Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 64. 27Hasan Alwi, Op.cit,hlm.586. 28Yatim Raharjo, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar, (Surabaya: SIE,
1996), hlm. 1.
8
akan meluas. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini,
adalah:
1. Bagaimanakah relasi antara Islam dan Kristen di Dusun Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung ?
2. Bagaimanakah pendidikan agama anak pada kelurga muslim Dusun
Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung ?
3. Bagaimankah metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di
lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung ?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui relasi antara Islam dan Kristen di Dusun Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung.
2. Untuk mengetahui pendidikan agama anak pada kelurga muslim Dusun
Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung
3. Untuk mengetahui dan memaparkan metode pendidikan ahklak anak
dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung
Sedangkan hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi
manfaat baik dalam kehidupan masyarakat, maupun untuk khazanah
perpustakaan, antara lain:
1. Dapat memberi sedikit masukan kepada pembaca dalam membina dan
menumbuhkembangkan pendidikan akhlak.
2. Penelitian ini dapat menghasilkan rumusan tentang nilai-nilai pendidikan
akhlak.
3. Menerapkan nilai-nilai akhlak pada diri masing-masing terutama pada
Tuhannya sesuai anjuran al-Qur’an sehingga diharapkan agar tercipta
suasana yang kondusif dan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkepribadian luhur yang di jiwai keimanan dan ketakwaan, sehingga
nantinya akan tercipta kehidupan masyarakat aman, tenteram dan damai
dalam ridha-Nya.
9
E. Telaah Pustaka
Banyak sekali buku yang membahas mengenai akhlak maupun
pendidikan anak, sebagai pedoman penulis menggunakan beberapa buku yang
dapat dijadikan referensi di antaranya adalah buku “Manhaj Pendidikan Anak
Muslim” bukunya Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa yang diterjemahkan oleh
Abdillah Obid dan Yessi HM, buku ini menjelaskan berbagai macama metode
pembinaan prilaku anak muslim, dengan mengarahkan anak tersebut untuk
menjadi generasi terbaik ditengah-tengah masyarakat, melindungi anak
muslim dari berbagai aliran dari ajaran-ajaran Islam. Kemudian buku
“Pengantar Studi Akhlak” bukunya Zahrudin AR, dalam buku ini dijelaskan
bagaiman pentingnya sebuah akhlak dalam kehidupan. Dengan mempelajari
ilmu akhlak yang nantinya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri (seseorang)
melainkan juga sangat menentukan tata kehidupan suatu masyarakat, bahkan
kehidupan berbagsa dan bernegara.
Berdasarkan hasil survei kepustakaan yang penulis lakukan ada
beberapa penelitian yang mengkaji tentang pendidikan akhlak terutama
pendidikan akhlak pada anak, Penelitian tersebut di antaranya:
Penelitian A. Bahaudin (3197221) mahasiswa Fafkultas Tarbiyah
angkatan 1997 yang berjudul : “Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan Tentang
Metode Moral Anak Dalam Keluarga”. Dari hasil penelitiannya disimpulkan
bahwa : Pendidikan moral harus diberikan kepada anak sedini mungkin, agar
anak dalam hidupnya mempunyai moral yang baik. Ulwan berpendapat
bahwa pendidikan moral harus menggunakan teknik yang sesuai agar
mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor,
seperti pendidik, anak didik, metode, dan tujuan. Menurut Ulwan, metode
yang harus digunakan oleh para pendidik termasuk orang tua sebagaimana
yang diterapkan oleh Rasulullah saw. dalam mendidik putra-putri dan para
sahabatnya, adalah : Pendidikan dengan keteladanan, Pendidikan dengan adat
kebiasaan, Pendidikan dengan nasihat, Pendidikan dengan memberikan
perhatian, Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Skripsi Mustaqim (3199045) mahasiswa Fafkultas Tarbiyah angkatan
1999 dengan judul : “Metode Pembiasaan dalam Pendidikan Akhlak Bagi
Anak (Telaah Psikologi Perkembangan)” dari hasil penelitiannya
10
disimpulkan bahwa : Penggunaan metode pembiasaan dalam pendidikan anak
adalah dengan menanamkan nilai moral dan akhlak oleh orang tua kepada
anak dengan berbagai latihan-latihan dan pembiasaan yang bersifat kontinyu
dan dimulai sejak anak baru dilahirkan. Karena penanaman dan penerapan
metode pembiasaan pendidikan akhlak perlu penerapan merupakan dimensi
praktis dalam upaya pembentukan (pembinaan) dan persiapan anak untuk
menghadapi berbagai persoalan baik agama maupun hidup bermasyarakat.
Konsep Pembiasaan dalam pendidikan akhlak adalah dengan
menerapkan pendidikan akhlak yang sudah terbiasakan oleh anak menjadi
suatu perbuatan yang sudah terbiasa, sehingga kebiasaan tersebut menjadi
mapan serta relatif otomatis melalui pengulangan yang terus menerus.
Proses penanaman pendidikan akhlak dengan menggunakan pendekatan
metode pembiasaan dapat dilakukan dengan melihat dan menyesuaikan
tingkat perkembangan maupun periodisasi anak. Dan pembiasaan dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak dapat dimulai sejak anak baru
dilahirkan yang biasa disebut periode bayi (usia 0-2 tahun), periode kanak-
kanak (usia 3-5 tahun), periode anak (6-12 tahun). Sebagai salah satu
contohnya dalam menanamkan dan membiasakan bayi baru dilahirkan adalah
dengan menanamkan nilai-nilai ke-Tuhanan kepada anak dengan disunahkan
agar bayi di adzankan dan di iqamahkan, setelah itu dicukur rambutnya
kemudian diberi nama. Setelah anak dilahirkan maka anak tersebut tumbuh
dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, pembiasaan selanjutnya
adalah penanaman nilai pendidikan akhlak secara praktis yang berhubungan
langsung antara interaksi anak dan masyarakat. Serangkaian peristiwa
tersebut menandakan bahwa nilai-nilai pendidikan terutama pendidikan
akhlak dapat dilaksanakan dengan melihat tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak.
F. Metodologi Penulisan Skripsi
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif,
dimana penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya,
yakni mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan metode
pendidikan akhlak anak dalam keluarga. Bogdam dan Tylor dalam Moleong
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
11
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini mengarah pada latar
belakang dari individu tersebut secara holistik (utuh). Sehingga dalam hal ini
tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau
hipotesis, akan tetapi perlu memandang nya sebagai bagian dari suatu
keutuhan.29 Proses penelitian kualitatif bersifat siklus, artinya penelitian dilakukan
berulang-ulang. Jumlah periode pengulangan tergantung pada tingkat
kedalaman dan ketelitian yang dikehendaki, untuk itu makin lama penelitian
akan semakin terfokus pada masalah yang sebenarnya terjadi pada objek atau
subjek penelitian. Dengan dilakukannya penelitian secara berulang-ulang pada
objek atau subjek yang sama, tetapi setting informasi yang objektif, valid, dan
konsisten. Dengan demikian masalah penelitian yang sebenarnya terjadi pada
objek atau subjek penelitian dapat terjawab.30
Disini penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus yang
memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek
yang diselidiki terdiri dari satu unit (satu kesatuan unit) yang dipandang
sebagai kasus. Karena sifat yang mendalam dan mendetail itu, studi kasus
umumnya menghasilkan gambaran yang “Longitudinal”, yakni hasil
pengumpulan dan analisa data kasus dalam satu jangka waktu. Kasus dapat
terbatas pada satu orang, satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa, satu desa
ataupun satu kelompok manusia dan kelompok objek lain-lain yang cukup
terbatas, yang dipandang sebagai kesatuan. Dalam hal itu, segala aspek kasus
tersebut mendapat perhatian sepenuhnya dari penyelidik. Termasuk di dalam
perhatian penyelidik itu ialah segala sesuatu yang mempunyai arti dalam
riwayat kasus, misalnya peristiwa terjadinya, perkembangannya, dan
perubahan nya. Dengan demikian studi kasus akhirnya memperlihatkan
kebulatan dan keseluruhan kasus, termasuk bila diperlukan kebulatan siklus
hidup kasus dan keseluruhan interaksi faktor-faktor dalam kasus itu.31
29Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002), hlm.3.
30Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 1998), hlm. 10. 31Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Tekhnik,
(Bandung: Tarsito, 1998), hlm. 143.
12
1. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh. Selain itu sumber data biasanya juga
disebut subjek penelitian. Menurut Tatang M. Amirin, yang dinamakan
dengan subjek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang mengenai
nya ingin diperoleh keterangan.32
Sedangkan menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain.33
Subjek penelitian sebagai sumber data utama untuk menggali
informasi tidak hanya manusia, akan tetapi juga peristiwa dan situasi yang
diobservasi dapat juga dijadikan sebagai sumber informasi sesuai dengan
masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Data atau informasi yang paling
penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam hal ini sebagian besar berupa
data kualitatif, informasi ataupun data tersebut akan digali dari beragam
sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini yang meliputi :
a. Informan ( nara sumber )
Dalam penelitian kualitatif posisi informan sangat penting
sebagai individu yang memiliki informasi yang dibutuhkan oleh
peneliti. Dalam penelitian ini penulis akan mencari informasi yang
tepat dan detail sesuai dengan kriteria tema yang ada. Oleh karena
penelitian penulis tentang metode pendidikan akhlak anak dalam
keluarga muslim di lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing, maka
penulis memilih Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman yang tinggal di
Desa Gesing menjadi nara sumber (informan) dari penelitian ini.
b. Peristiwa atau aktifitas
Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari mengamati
peristiwa yang berkaitan dengan sasaran penelitian. Aktifitas yang
dilakukan penulis yaitu melakukan observasi langsung ke rumah
Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman untuk mengetahui sejauh mana
kedua orang tua tersebut dalam mendidik akhlak pada anak-anaknya.
32M. Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Grafindo Persada, 1995), hlm. 93.
33Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 112.
13
2. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah pengukuran terhadap fenomena
sosial atau alam. Oleh karena prinsip meneliti adalah pengukuran, maka
ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasa dinamakan
dengan istilah instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu
alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang
diamati.34
Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti sendiri dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman
observasi, hal ini adalah berkenaan dengan penelitian kualitatif dimana
jenis instrumen tersebut sangat diperlukan bagi peneliti untuk meneliti
tentang metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di
komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Observasi/ pengamatan
Menurut Margono observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian.35
Sedangkan Sutrisno Hadi mengatakan bahwa observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.36
Teknik observasi itu sendiri masih dibagi lagi menjadi
beberapa jenis diantaranya: observasi partisipan, non partisipan,
sistematis, non sistematis, eksperimen dan non eksperimen.
Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi non partisipan sistematis (berstruktur), artinya penulis
tadi mengambil sebagian dari kehidupan yang diobservasi, namun
34Sogiyono, Op.cit., hlm. 84. 35Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm. 158. 36Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 136.
14
sudah ada format observasi yang tersusun secara tertulis. dalam hal ini
observer secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat.37
Adapun observasi/ pengamatan disini adalah terkait dengan
metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di komunitas
Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung.
b. Interview/wawancara
Menurut Moleong wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. secara garis besar ada 2 macam interview, yaitu
interview berstruktur dan interview tidak berstruktur. Adapun
interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview tak
terstruktur. Responden terdiri atas mereka yang terpilih saja karena
sifat-sifatnya yang khas. biasanya mereka memiliki pengetahuan dan
mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang
diperlukan. pertanyaan tadi disusun terlebih dahulu, malah disesuaikan
dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden. pelaksanaan tanya
jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. wawancara ini
berjalan lama dan seringkali dilanjutkan pada kesempatan
berikutnya.38 Interview/ wawancara peneliti disini adalah wawancara
dengan keluarga Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman serta beberapa
tokoh dan lingkungan masyarakat sekitar.
c. Dokumen
Menurut Gupa, Lincoln dan Moleong dokumen adalah setiap
bahan tertulis/film lain dari record, yang dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang penyelidik.39 Tehnik dokumen ini penulis gunakan
untuk mencari data-data tentang Desa Gesing, buku-buku yang terkait
dengan judul skripsi dan data-data tentang metode pendidikan akhlak
Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini maka tehnik pengembangan data yang
bisa digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu tehnik triangulation yang
dikembangkan. Tehnik triangulation adalah tehnik pemeriksaan keabsahan
37Margono, Op.cit, hlm. 161-162. 38Lexy J. Moleong, Op.cit, hlm.139. 39Ibid. hlm. 161.
15
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.40
4. Analisis Data
Penelitian kualitatif menggunakan data secara induktif. Analisis
induktif ini digunakan karena beberapa alasan; Pertama, proses induktif
lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana yang
terdapat dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat membuat
responden menjadi eksplisit dan dapat dikenal. Ketiga, analisis demikian
lebih dapat menguraikan latar lainnya. Keempat, analisis induktif lebih
dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-
hubungan dan terakhir, analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-
nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.41
Adapun analisis data yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah
data triangulasi dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
Dalam hal ini peneliti mengumpulkan seluruh data yang
diperoleh di lapangan. adapun data tersebut diperoleh dari hasil
observasi, interview yang dilakukan oleh peneliti melalui berbagai
sumber yang dianggap lebih kompeten.
b. Penyeleksian data
Dari data-data yang telah terkumpul, peneliti seleksi
berdasarkan rumusan masalah yang ada sehingga data tadi tidak
menyimpang dari tujuan penelitian.
c. Pemaparan data
Setelah dilakukan penyeleksian data, kemudian penulis
memaparkan data berdasarkan apa yang terjadi di lapangan yang
kemudian menjadi sebuah bentuk paparan data.
d. Penarikan kesimpulan/ verifikasi, penyajian
40Ibid, hlm. 178. 41Ibid. hlm. 5.
16
Langkah terakhir dari analisis data ini adalah penulis
melakukan kesimpulan/verifikasi dan pengujian dari data yang telah
diperoleh untuk dapat dibuat suatu hasil dari penelitian.
17
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah penjelasan, pembahasan dan penelaahan pokok –
pokok masalah yang dikaji, maka penulis menyusun sistematika sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan gambaran secara global mengenai seluruh ini
dari skripsi ini yang meliputi: Latar belakang masalah, Penegasan
Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi,
Telaah Pustaka, Metodologi Penulisan Skripsi, dan Sistematika
Penulisan Skripsi.
BAB II : Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga yang meliputi
meliputi :
Pertama yaitu; Metode Pendidikan Akhlak yang didalamnya
memuat tentang Pengertian metode, pengertian pendidikan akhlak,
dan Beberapa pendapat tentang metode pendidikan akhlak.
Kedua Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga yang didalamnya
memuat tentang Dasar pendidikan akhlak, Tujuan pendidikan
akhlak, Aspek pendidikan akhlak dan pendidikan akhlak anak
dalam keluarga.
BAB III : Diskripsi Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga yang
meliputi :
Pertama yaitu; Gambaran Umum Desa Gesing yang meliputi
gambaran secara khusus Dusun Gesing meliputi letak geografis,
monografi dan demografi, keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial
budaya, keadaan sosial keagamaan, lembaga pemerintah dan
lembaga desa.
Kedua yaitu; Metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga
muslim dilingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung
BAB IV : Analasis terhadap Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam
Keluarga yang meliputi : Efektifitas metode dan Implikasi metode
yang digunakan untuk pendidikan akhlak anak dalam keluarga
18
muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung.
BAB V : Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan skripsi
ini, saran-saran, dan penutup.
19
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1991.
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1995.
J. Drost, SJ, tt, Willie Koen (ed), Menjadi Pribadi Dewasa dan Mandiri, Yogyakarta: Kanisius,1993.
Kartini Kartono dan Jenny Andri, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, Bandung: Mandar Maju, 1989.
Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002.
Tarmizi Taher, Agama Dalam Transformasi Bangsa, Jakarta : Hikmah, 2003. Data Kelurahan Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung, di ambil pada
tgl 3 Maret 2008. Wawancara dengan Bapak Sumarno pada tgl 3 Maret 2008. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999. John Dewey, Democracy and Education, New York, The Mucmilian Company, 1964. Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1993. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995. Fakultas Tarbiyah, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosdakarya,
2003. Zakiah Daradjat, Pembinaan mental keagamaan dalam keluarga,dalam Sumarsono, Skon
dan Risman Musa (eds), Keluarga sakinah, ditinjau dari aspek iman dan ibadah, Jakarta :BKKBN, 1982.
Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan konseling keluarga, Yogyakarta, ,Menara Mas Offset 1994. Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Yatim Raharjo, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar, Surabaya: SIE,
1996. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2002. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 1998. Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Tekhnik, Bandung:
Tarsito, 1998. M. Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Grafindo Persada, 1995. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2004. Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
20
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN
(Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1)
dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
ZAENAL ARIFIN NIM: 3 1 0 2 2 3 4
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2008
PROPOSAL SKRIPSI
IAIN WALISONGOSEMARANG
21
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
(Studi Kasus Pada Keluarga Di Lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pengajuan tugas akhir (Skripsi) Program strata satu (S.1) Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang
Oleh:
Zaenal Arifin NIM: 3102234
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2008
IAIN WALISONGOSEMARANG
22
DAFTAR PUSTAKA
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
DI LINGKUNGAN KOMUNITAS KRISTEN
(Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung)
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
(Studi Kasus Pada Keluarga Di Lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
DI LINGKUNGAN KOMUNITAS KRISTEN
(Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung)
1) Untuk mengetahui pendidikan ahklak anak dalam keluarga yang berada di
lingkungan komunitas kristen.
2) Untuk mengetahui hambatan pendidikan ahklak anak dalam keluarga
yang berada di lingkungan komunitas kristen.
3) Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam
mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan pendidikan
anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen.
aspek-aspek pendidikan akhlak, keberhasilan pendidikan akhlak dalam keluarga.
1) Untuk mengetahui hambatan pendidikan ahklak anak dalam keluarga
yang berada di lingkungan komunitas kristen.
23
2) Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam
mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan pendidikan
anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen.
24
3) Bagaimana metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga ?
4) Seperti apa metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga di lingkungan
komunitas kristen ?
BAB II
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
A. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
1. Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar pendidikan akhlak adalah tidak lain yaitu dasar ajaran Islam
yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral
yang bertitik pada ajaran Islam. Islam telah memberikan aturan-aturan
dengan menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan yang
termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadits.1
a. Al-Quran
Al-Qur’an sendiri sebagai dasar utama dalam tataran tingkah
laku dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Al-Qur’an memberikan
petunjuk pada jalan kebenaran, mengarahkan kepada pencapaian
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan
Rasulullah SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia,
maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai
mana firman Allah SWT dalam QS. al-Ahzab ayat 21:
مواليو و اللهجرن كان ية لمنسة حوول الله أسسفي ر كان لكم لقد )21: األحزاب( آخر وذكر الله كثرياال
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.2
b. Al-Hadits
Selain al-Qur’an, Hadits juga merupakan sumber dan dasar
yang monumental bagi Islam, yang sekaligus menjadi penafsir di
1Hamzah Ya’kub, Op. cit., hlm. 49. 2Departemen Agama RI., Op.cit, hlm. 670.
18
19
bagian yang komplementer terhadap al-Qur’an. Hadits sebagai
pedoman perbuatan, ketetapan dan ucapan Nabi Saw. merupakan
cermin akhlak yang luhur, sebagaimana firman Allah dalam surat al-
Hasyr ayat 7:
ما أفاء اهللا على رسوله من أهل القرى فلله وللرسول ولذي بين القربى واليتامى والمساكني وابن السبيل كي لا يكون دولة
الأغنياء منكم وما ءاتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا )7: احلشر(واتقوا الله إن الله شديد العقاب
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)3
Ayat di atas diperkuat dengan hadits Nabi yang menyatakan
pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia, bahkan diutusnya Rasul
untuk menyempurnakan akhlak yang baik sebagaimana sabdanya:
عن حممد عمر عن اىب , بن سعيدحدثنا امحد بن حنبل حدثنا حيي: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: عن اىب هريرة قال, سلمة
4 )رواه ابو داود(أكمل املؤمنني إميانا أحسنهم خلقا Artinya: “Ahmad bin Hambal berkata, telah bercerita Yahya
bin Sa’id, dari Muhammad bin Umar dari Abu Salmah, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: orang mukmin yang paling sempurna
3Departemen Agam RI, Op.cit, hlm. 916. 4Abu Daud Sulaiman ibn al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Juz 3, (Beirut: Darul
Kutub al-Ilmiah, 1996).
20
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Daud).
Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits adalah merupakan
pedoman hidup yang menjadi azas bagi setiap muslim, maka teranglah
keduanya merupakan sumber moral dalam Islam.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan suatu hal yang penting dari sebuah
proses kehidupan. Masyarakat sendiri menyadari bahwa dewasa ini banyak
tingkah laku atau perbuatan manusia di luar batas norma-norma agama
sehingga mereka terjebak ke dalam krisis akhlak.
Terkait dengan hal tersebut, maka pendidikan akhlak sebagai
fondasi ajaran Islam merupakan suatu jalan alternatif yang dapat
memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Hal itu, tidak saja berkaitan
dengan persoalan kehidupan manusia, tetapi juga berhubungan dengan
keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT.
Bila melihat pernyataan tersebut, tentu dapat dipahami bahwa
pendidikan akhlak mempunyai tujuan yang strategis untuk membangun
dan mengembangkan pola hidup manusia ke arah yang positif.
Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1). Tujuan umum
Menurut Barnawi Umar, tujuan pendidikan akhlak secara umum
meliputi:
a. Untuk memperoleh irsyad yaitu dapat membedakan antara amal
yang baik dan buruk
b. Untuk mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW dan akal sehat
c. Untuk mendapatkan hidayah, artinya gemar melakukan perbuatan
baik dan terpuji dan menghidari perbuatan buruk.5
5Bamawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1995), Cet ke-12, hlm. 14.
21
2). Tujuan khusus
Secara spesifik bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk
membimbing siswa ke arah sikap yang positif yang dapat membantu
berinteraksi sosial dengan baik dan selalu taat beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.6
Menurut Ahmad Amin, tujuan pendidikan akhlak adalah bukan
hanya pandangan/teori-teori, bahkan setengah dari tujuan itu ialah
mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup
suci dan menghadirkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah
kepada sesama manusia.7
Lebih tegas lagi M. Athiyyah menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang
yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam
tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan
beradab, ikhlas, jujur dan suci.8
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak adalah mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam
kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat.9 Hal ini sesuai dengan
Firman Allah SWT:
وقنا ومنهم من يقول ربنا ءاتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة )201: البقررة( عذاب النار
Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah: 201)10
6Fakultas Tarbiyah, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 136. 7Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 6-7. 8M. Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2003),
hlm. 114. 9Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ (Yogyakarta: UII Press, 1998), hlm. 96. 10Departemen Agam RI, Op. cit., hlm. 49.
22
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kita hidup di dunia
hanyalah semata-mata mencari ridha-Nya, melalui berbuat dan amal saleh
yang merupakan dasar akhlak. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
adalah tujuan hidup utama semua manusia. Kebahagiaan di dunia
merupakan tujuan hidup sementara yang harus dicapai untuk menuju
tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
dalam rangka mencapai kebahagiaan akhirat. Akhlak karimah yang
melekat pada diri seseorang akan mengantarkannya sampai tujuan yang
dimaksud.
3. Aspek Pendidikan Akhlak
Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki bentuk sebaik-
baiknya, baik secara jasmaniah maupun secara rohaniah, ia tidak hanya
dipandang sebagai makhluk sosial dan religius. Oleh karena itu ia
mempunyai kewajiban-kewajiban baik terhadap Tuhan, sesama dan
terhadap diri sendiri. Sehubungan dengan kenyataan ini Rasulullah SAW
bersabda :
اتق اهللا حيثما كنت واتبع السيئة احلسنة متحها وخا لق الناس )رواه الترمذى(خبلق حسن
Artinya :“Takutlah engkau kepada Allah dimana saja engkau berada,
dan susul (tutup) lah sesuatu kejahatan itu dengan kebaikan, pasti akan menghapusnya bergaullah sesama manusia dengan budi pekerti yang baik” (HR. At-Tarmidzi).11
Sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, sempurna dan
ditugaskan sebagai pengatur alam se isinya, mempunyai tanggung jawab
dan kewajiban-kewajiban yang baik terhadap Tuhannya, terhadap manusia
dan masyarakat serta terhadap alam sekitarnya.12
11Syyid Ahmad Affandi, Mukhtarul Al-Hadis Sunnah Nabawiyyah, Cet VI, (Surabaya: 1948),
hlm. 5. 12Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, (Semarang: Duta Grafika, 1987), hlm. 132.
23
Berdasarkan uraian di atas maka materi pendidikan akhlak anak yang
akan menjadi materi pokok pembahasan penulis ketengahkan dalam suatu
ruang lingkup yang sangat sederhana, sebagai berikut :
a. Akhlak terhadap Tuhan (Allah) dengan pembahasan shalat dan puasa.
b. Akhlak terhadap sesama dengan pembahasan tolong menolong sesama
manusia dan bersifat jujur.
c. Akhlak terhadap alam dengan pembahasan kasih sayang terhadap
binatang.
Berikut ini akan diuraikan tentang aspek-aspek pendidikan akhlak :
a). Akhlak terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk,
kepada Tuhan sebagai penciptanya.
Konsekuensi logis dari keyakinan terhadap Allah bagi manusia
adalah kewajiban mematuhi hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya, setiap orang yang telah mengikrarkan dirinya
beriman kepada Allah, ada beberapa ibadah yang harus dilakukan
sebagai upaya untuk mendekatkan hubungan dengan Tuhan, yaitu
shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Dalam hal ini akan
dijelaskan dua hal saja yaitu shalat lima waktu dan puasa Ramadan.
1) Shalat lima waktu
Asal makna shalat menurut bahasa Arab berarti do’a,
sedangkan yang dimaksud di sini yaitu suatu sistem ibadah yang
tersusun dari beberapa perkataan dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam. Berdasarkan syarat-syarat dan rukun-rukun
tertentu.13 Shalat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan
oleh setiap muslim yang telah mencapai usia baligh.
13Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of
Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 178.
24
Ada lima macam shalat fardhu yang harus dikerjakan oleh
setiap muslim sehari semalam yaitu, shalat dzuhur, ashar, maghrib,
isya’, dan subuh.
Kewajiban shalat telah jelas diperintahkan oleh Allah dalam
al-Qur'an, akan tetapi masih bersifat umum, sedangkan
operasionalnya dijelaskan dalam sunnah fi’liyah Nabi Muhammad
SAW. Allah SWT berfirman :
(#θ ßϑŠÏ% r' sù nο4θ n= ¢Á9$# 4 ¨βÎ) nο4θn= ¢Á9$# ôMtΡ% x. ’ n?tã š⎥⎫ÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# $Y7≈tF Ï. $Y?θè%öθ ¨Β ) 103: النسأ(
Artinya :“Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa) sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. An-Nisa’ : 103).14
Selain shalat fardhu atau wajib ada lagi shalat sunnah. Jika
shalat fardhu harus dilaksanakan oleh orang Islam, sedangkan
shalat sunnah adalah jika orang Islam mengerjakan akan mendapat
pahala, tapi jika tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa.
Ada bermacam-macam sholat sunnah seperti sholat rawatib
(qabliyah dan ba’diyah), sholat witir, tahajud, tarawih (bulan
ramadlan) dan lain sebagainya.
Kedudukan shalat dalam Islam sangat penting karena shalat
merupakan tiang agama. Maka dapat positif dari shalat yang
apabila didirikan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan antara
lain : 15
1. Alat pendidikan, rohani manusia yang efektif, memperbaharui
dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan dan
kesadaran.
2. Dari segi disiplin, sholat merupakan pendidikan positif
menjadikan manusia dan masyarakatnya teratur.
14Departemen Agama RI, Op.cit, hlm., hlm. 635. 15Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of
Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 202.
25
3. Shalat penting untuk kesehatan (hygiene)
4. Akan terhindar dari berbagai perbuatan dosa, jahat dan keji.
2) Puasa Ramadhan
Ibadah puasa termasuk salah satu syari’at Allah untuk
manusia, agar dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Puasa dalam
bahasa Arab disebut “saumun” atau “siyaaman”, artinya menahan
diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, menahan bicara
yang jelek dan seterusnya. Menurut istilah puasa ditujukan kepada
menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama
(jima’/coitus) suami istri mulai dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari, dengan niat melaksanakan perintah Tuhan
serta mengharap ridlo-Nya.16
Sebagaimana difirmankan Allah tentang diwajibkannya
berpuasa dalam surat Al-Baqarah : 183 sebagai berikut :
$y㕃r' ¯≈ tƒ t⎦⎪ Ï%©! $# (#θãΖ tΒ#u™ |=ÏGä. ãΝà6ø‹ n= tæ ãΠ$u‹Å_Á9$# $yϑx. |=ÏG ä.
’ n?tã š⎥⎪Ï% ©!$# ⎯ÏΒ öΝà6 Î= ö7s% öΝä3 ª= yès9 tβθ à)−Gs?) 183 : البقراة(
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 183).17
Sama seperti ibadah shalat, puasa ada juga yang wajib dan
sunnah, puasa yang dimaksud pada ayat di atas adalah puasa wajib,
yaitu puasa Ramadhan.
Sedangkan puasa sunnah ialah puasa yang dilakukan di luar
pada bulan Ramadhan. Banyak sekali macam puasa sunnah, antara
16Ibid, hlm. 200-202. 17Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 44.
26
lain yang sering dilakukan oleh banyak orang yaitu puasa hari
Senin dan Kamis, puasa Zulhijah dan lain sebagainya.
b). Akhlak terhadap sesama
Di samping makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk
sosial artinya makhluk yang senantiasa membutuhkan peran serta
orang lain dalam melangsungkan kehidupannya secara harmonis.
Dalam interaksi sosial ini harus dilandasi dengan akhlak yang mulia,
dengan demikian diharapkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan
yang bakal tercipta di tengah-tengah situasi pergaulan. Karena hidup
bahagia adalah hidup sejahtera yang diridloi Allah SWT, serta
disenangi sesama makhluk.18
Banyak sekali rincian yang berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya bentuk
larangan melakukan hal-hal yang negatif, melainkan juga berkaitan
dengan perintah untuk berlaku baik terhadap sesama manusia,19 seperti
dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat 63:
وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون )63: الفرقان( قالوا سلاما
Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS. al-Furqan: 63)20
Manusia hendaknya saling menghormati dan bekerja sama antara
satu dengan yang lainnya. Karena bagaimanapun manusia tidak dapat
hidup sendiri di dunia ini dan kerja sama dan saling tolong menolong
itu sangat dibutuhkan.
18Barnawie Umarie, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1978), hlm. 2. 19Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. (Semarang: Toha Putra, 1999),
hlm. 60. 20 Ibid., hlm. 568.
27
Berikut ini adalah beberapa akhlak anak kepada sesama,
antara lain :
1) Tolong menolong
Tolong menolong adalah ciri kehalusan budi, kesucian jiwa,
ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman, penuh
solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan.21
Orang yang senang memberikan pertolongan, segala
langkahnya akan mudah, pintu kebahagiaan akan terbuka baginya
dan biasanya orang lain pun akan senang memberikan pertolongan.
Apabila orang yang berbuat baik dan dalam taqwa kepada
Allah, harus kita bantu dan kita dukung. Dukungan itu merupakan
sugesti dan dorongan semangat yang searah dan tidak langsung
dari segi pendidikan termasuk pengembangan daya kreasi dan
kemampuannya untuk mempersembahkan bhaktinya kepada Allah
yang berguna untuk masyarakat dan dirinya.
Memberikan pertolongan janganlah karena suatu
pengharapan, tetapi berikanlah dengan ikhlas sebagai tugas
kemanusiaan guna mencari ridlo Allah. Firman Allah SWT :
(#θ çΡuρ$yès? uρ ’ n?tã ÎhÉ9ø9$# 3“ uθ ø)−G9 $#uρ ( Ÿω uρ (#θçΡ uρ$yè s? ’n?tã ÉΟ øOM} $# Èβ≡ uρ ô‰ãè ø9$#uρ ).2:املائداة (
Artinya :“Dan bertolong-tolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan” (QS. Al-Maidah : 2).22
Kewajiban tolong menolong bukan hanya dari segi moril,
melainkan juga dalam segi materi, yang bersifat kebutuhan pokok
manusia yang bersifat dururi untuk menjaga kelestarian hidup
manusia.
21Ibid, hlm. 53. 22Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 157.
28
2) Jujur
Jujur artinya dalam hati, tentunya hal itu harus sesuai dengan
apa yang telah Allah SWT tetapkan.
Kejujuran adalah pilar utama keimanan. Kejujuran adalah
kesempurnaan, kemuliaan, saudara keadilan, roh pembicaraan,
lisan kebenaran, sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan, sebenar-
benarnya segala sesuatu.23
Dengan jujur pula orang akan menempuh kehidupan dengan
selamat, sahabat yang baik adalah kejujuran sebab ia berdaya
membawa kita kepada kebahagiaan.
Karena itu wajib lah agar memiliki sifat jujur dan berusaha
untuk menjauhi sifat dusta, sebab jujur adalah suatu jalan menuju
surga, sedangkan dusta adalah suatu yang menjerumuskan diri ke
dalam neraka, apa yang anda katakan sesuai dengan apa yang ada.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
(#θ èù ÷ρr&uρ ω ôγyè Î/ «!$# #sŒ Î) óΟ ›?‰ yγ≈tã Ÿωuρ (#θàÒà)Ζ s? z⎯≈ yϑ÷ƒF{$# y‰÷èt/ $yδ ω‹ Å2öθ s?
)91: النحل (
Artinya :“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu sesudah mengumpulkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)” (QS. An-Nahl : 91).24
c). Akhlak Terhadap Alam
Yang dimaksud akhlak kepada alam adalah berbuat baik terhadap
apa yang ada di luar diri. Bagi seseorang yang disebut lingkungan ialah
apa yang mengelilingi nya seperti rumah, pekarangan, pohon, hewan,
gunung, laut dan sebagainya.25
23Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakh Shiyyafak, Alih Bahasa Ahmad Subandi, Bagaimana
Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 1998), hlm. 28. 24Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 415. 25Amin Syakur, Op.cit, hlm. 145.
29
Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam
diturunkan ke bumi ini agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada
alam se isinya, termasuk lingkungan dan manusia secara keseluruhan.
Dalam hal ini Allah berfirman :
Ÿωuρ Æ ö7s? yŠ$|¡ xø9 $# ’ Îû ÇÚö‘ F{$# ( ¨βÎ) ©! $# Ÿω = Ït ä† t⎦⎪ ωš øßϑø9 ).77: القصص ( #$
Artinya :“…..Dan janganlah kamu berbuat kerusukan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orng yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashas : 77)
Larangan mutlak merusak ini harus dijalankan oleh manusia,
sebab kalau tidak maka akan muncul malapetaka yang akan menimpa
dirinya.
Dalam pembahasan ini penulis hanya menguraikan satu masalah
yaitu tentang kasih sayang kepada hewan. Kasih sayang adalah
perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang membawa kepada
perbuatan yang utama, memberi maaf dan berbuat baik.26
Dalam hal ini penulis mengambil sample berupa makhluk hewan
karena kalau kita kaji ajaran ikhsan dalam Islam, maka moralitas yang
dikehendakinya bukan hanya terbatas pada bangsa manusia saja
melainkan hewan-hewan yang disekeliling kita. Perbuatan ini
dipandang sebagai kelakuan yang baik dan berpahala. Kecuali terhadap
binatang yang merusak seperti tikus, kalajengking, anjing gila, dan lain-
lain. Yang dibenarkan syara’ untuk dibunuh, maka binatang-binatang
selain itu tidaklah patut diperlakukan sewenang-wenang misalnya
dengan menyiksa.27
4. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga
Manusia hidup dan berkembang tidak bisa lepas dengan yang
namanya pendidikan. Proses penyelenggaraan pendidikan itu sebagai
26Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Alih Bahasa Moh. Rifa’i (Semarang: Wicaksana, 1992), hlm. 422.
27Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu Pengantar, Cet. VI, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 171.
30
fungsi untuk mempertahankan eksistensi serta kontinuitasnya dalam hidup.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk memelihara
kehidupan manusia.28 Melalui proses pendidikan tersebut, generasi
selanjutnya diupayakan mengetahui atau mengerti tentang seluk beluk
yang dialami para pendahulunya, baik cara berjalan, makan, mandi, dan
seterusnya. Segala bentuk warisan tersebut, akan tetap eksis selama para
anak cucunya melestarikan budaya nenek moyangnya.
Pendidikan akhlak di sini adalah segala upaya yang diberikan oleh
orang tua/ keluarga kepada anaknya baik melalui bimbingan atau arahan
agar anak (didik) dapat bertingkah laku sesuai dengan akhlak yang ada.
Sebagaimana kita tahu bahwa keluarga merupakan tempat berkembangnya
individu, keluarga merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber
pendidikan anak,29 dan keluarga merupkan kelompok manusia pertama
yang menjalankan hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung
terhadap anak.30
Untuk mengetahui pengertian keluarga yang di maksud dalam
penelitian ini, sebelumnya peneliti akan memberikan sedikit gambaran
pengertian keluarga baik dari sudut pandang yuridis formal, sosiologis,
dan paedagogies.
1. Tinjauan yuridis formal
Pengertian keluarga secara yuridis formal adalah suatu ikatan
persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.31
28Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hlm. 33. 29Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh:
Abdillah Obid dan Yessi HM, (Jakarta : Mustaqim, 2004), hlm.42. 30Ibid, hlm. 43. 31Sayekti Pujosuwarno., Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offset,
1994), hlm. 11.
31
2. Sudut pandang sosiologis
Secara sosiologis keluarga diartikan sebagai unit terkecil atau
umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai
pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-
masing anggotanya.32
3. Perspektif paedagogie
Secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga
pertama dan utama yang dialami seseorang di mana proses belajar
yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh
waktu.33
Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengertian keluarga yang di
maksud adalah dari perspektif paedagogie. Sebab dalam hal ini peran
keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya dalam
membimbing dan membina generasi mendatang, terutama dalam
pendidikan akhlak.
Pendidikan (akhlak) dapat dilakukan di lembaga formal ataupun
lembaga informal. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa dalam dunia
pendidikan ada tiga pusat pendidikan atau yang disebut tri pusat
pendidikan yang harus diperhatikan, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat.34 Ketiga lembaga ini tidak berdiri sendiri atau terpisah,
melainkan saling berkaitan atau bekerja sama dan merupakan satu
rangkaian yang bertujuan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu
membentuk manusia seutuhnya sehat lahir batin atau sehat jasmani rohani
bagi generasi muda (anak didik). Pendidikan keluarga merupakan
tanggung jawab orang tua kepada anak. Anak merupakan amanah dari
Allah SWT. yang harus dijaga, dirawat, dan diperhatikan segala
kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani atau rohani. Adanya tanggung
32Quraish Shihab, Membumikam Al-quran, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 255. 33Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 64. 34Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantern Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta:
Gema Insani Press Cet.I, 1997), hlm. 21.
32
jawab orang tua kepada anaknya dikarenakan adanya sifat lemah pada diri
anak. Anak lahir dalam kondisi serba tidak berdaya, belum mengerti apa-
apa dan belum dapat menolong dirinya sendiri. Ia memerlukan tempat
bergantung. Tidak ada tempat bergantung yang aman sesuai kodratnya
sebagai anak, kecuali kepada orang yang sangat menyayanginya yaitu
kedua orang tuanya.35
Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal, yaitu proses
pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan
sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis
sejak seseorang lahir sampai mati.36 Keluarga atau masyarakat terkecil
merupakan tempat pertama dan utama pendidikan yang dilakukan orang
tua terhadap anaknya. Karena sebelum anak menerima bimbingan dari
sekolah, ia lebih dahulu memperoleh bimbingan dari keluarganya,
terutama ibu bapaknya. Pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi
pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan kesehariannya,
anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah laku orang tua
terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak merupakan peniru
yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua tidak memberikan
kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan teladan yang baik,
serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap kedua orang tuanya
akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila kedua orang tuanya
memberikan teladan yang baik, saling menghormati, menyayangi, jalinan
yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat masa bodoh, selalu
memberikan contoh yang bernuansa ajaran Islami, maka semua itu akan
tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa akan meniru segala
perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore hari.
Keteladanan yang diberikan pada masa kanak-kanak awal
seharusnya berasal dari bapak dan ibunya, karena seorang anak sering
35Ibid., hlm. 22. 36Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm.35.
33
tidak menghiraukan orang lain. Ketika anak melihat selain orang tuanya
sendiri mengerjakan sesuatu, ia tidak akan mudah terpengaruh, apalagi
kalau kedua orang tuanya tidak sejalan dengan orang tersebut.37 Namun
sebaliknya anak tidak dapat menghindar dari perbuatan orang tua. Atau
dengan kata lain, satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang oleh
orang tua, akan memberikan pengaruh pada diri anak.38 Orang tua yang
bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya akan memberikan
pengarahan dan dasar yang benar kepada anaknya, yakni dengan
menanamkan ajaran agama dan akhlaqul karimah. Berdakwah dalam
keluarga lebih utama dibandingkan dengan di tempat lain. Keselamatan
keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Jangan sampai pendidikan
keluarga terabaikan karena kepentingan yang lain. Adalah tidak bijak,
memberikan penerangan kepada orang lain, sementara keluarganya
berantakan. Hal semacam ini dilarang dalam ajaran Islam. Dalam sejarah
perkembangan Islam juga dapat diketahui bahwa sebelum berdakwah
kepada masyarakat luas, Rasulullah SAW diperintahkan untuk berdakwah
kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi keagamaan dan keselamatan keluarga harus lebih
diprioritaskan. Pada hakekatnya dari kebaikan dan keselamatan keluarga
akan muncul kebaikan dan keselamatan masyarakat dan negara.39
Telah diserukan kepada orang-orang beriman untuk menjaga
keselamatan keluarganya dari api neraka, sebagaimana disebutkan dalam
al-Qur’an surat al-Tahrim :
ــكم واهلــيكم نارا ـفس )6:التحرمي... (يآيها الذين أمنوا قوآ ان
37Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, tth, “Menumbuhkan
Sikap sosial, moral, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,Cet.I,, 1998), hlm. 34.
38Ibid. 39Wahjoetomo, Op. cit., hlm. 24.
34
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS.al-Tahrim: 6).40
Dalam al-Qur’an surat al-Syu’araa’ juga disebutkan :
ö‘ É‹Ρr&uρ y7s?uϱ tã š⎥⎫Î/t ø%F{$# ) 214 : الشعراء(
Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (QS.al-Syu’araa’: 214).41
Untuk mendapatkan anak yang mempunyai perilaku yang baik
tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi orang tua harus
mempersiapkan tahapan-tahapan yang harus diajarkan kepada putra
putrinya agar tujuannya tercapai. Sehingga anak akan mempunyai akhlak
yang baik dan berprilaku sesuai dengan ajaran agama.
B. Metode Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Metode
Secara letterlek kata “metode” berasal dari bahasa Greek (Yunani)
yang terdiri dari kata “meta” yang berarti melalui, dan “hodos” yang
berarti jalan.42
Dalam bahasa Inggris metode disebut “Methode” yang berarti cara
atau lebih luasnya adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud.43 Ada lagi yang mengatakan bahwa: “metode
sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan”.44
2. Pengertian Pendidikan Akhlak
Untuk mengetahui pendidikan akhlak, sebaiknya mengetahui
terlebih dahulu pengertian pendidikan dan akhlak baik secara etimologi
40Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 951. 41Ibid, hlm. 589.
42M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 97. 43Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, hlm. 232.
44Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hal. 39.
35
maupun terminologi agar pemahaman tentang pendidikan akhlak tidak
terjadi tumpang tindih.
a. Pendidikan
Menurut John Dewey, secara etimologi pendidikan adalah:
“Etymologically, the word education means just a process of leading
or bringing up”.45 Artinya: “Secara etimologi, kata pendidikan berarti
jalan atau cara untuk memimpin atau membimbing”.
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pendidikan di
artikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.46
Di dalam bahasa arab pendidikan sama artinya dengan kata al-
tarbiyah, yang berasal dari tiga akar kata yaitu: pertama يربو-ربا yang
berarti tambah, tumbuh dan berkembang, kedua, يرىب-ريب dengan wazan
(bentuk) خيفي-خفي berarti menjadi besar dan ketiga, berasal dari kata
رب-يرب dengan wazan (bentuk) مد-ميد berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntut, menjaga dan memelihara.47
Sedangkan pendidikan dalam bahasa Yunani disebut paedagogie
yang merupakan gabungan dari kata “pain” (anak) dan “again”
(membimbing). Jadi paedagogie adalah bimbingan yang diberikan
kepada anak.48
Sedangkan secara terminologi pengertian pendidikan banyak
dikemukakan oleh para ahli, di antaranya:
45John Dewey, Democracy and Education, (New York, The Mucmilian Company, 1964), hlm. 10. 46Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet.pertama ed.3,
hlm. 263. 47Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dari Metode Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka,
1989), hlm. 30. 48Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 69.
36
1). Menurut Federik J. Mc. Donald, Educational in the sense used here, is a process or an activity which Islam directed at producting desirable changes in the behaviour of human beings.49 Pendidikan merupakan sebuah proses/ aktivitas yang menunjukkan pada proses perubahan yang diinginkan di dalam tingkah laku manusia.
2). Menurut Musthafa al-Ghulayani, pendidikan diartikan sebagai
berikut:
فاضلة فى نفوس الناشئين وسقيها بماء التربية هي غرس االخالق الاإلرشاد والنصيحة حتى تصبح ملكة من ملكات النفس ثم تكون
50.ثمرتها الفاضيلة واخلير وحب العمل لنفع الوطن
Artinya: “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”.
3). Menurut Sholeh Abdul ‘Aziz Abdul Majid, pendidikan sebagai
berikut:
51ثرات املختلفة الىت توجه وتسيطر على حياة الفردإن التربية هي املؤ
Artinya: “Pendidikan adalah sebagai macam aktivitas yang mengarah pada pembentukan kepribadian individu”.
4). Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan sebagai suatu bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani anak menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.52
49Federic J. Mc. Donald, Educational Psychology, (Fransisco: Wadswosth Publishing Compani
Inc., 1959), hlm. 4. 50Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189. 51Sholeh Abdul ‘Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Thurku at-Tadris, (Mesir: al-Ma’aarif,
1979), hlm. 13. 52Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980), hlm. 19.
37
5). Menurut Poerbakawatja, Pendidikan itu adalah usaha sadar secara
disengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak kedewasaan yang selalu diartikan mampu
memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.53
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas dapat dipahami
bahwa pendidikan adalah segala usaha atau kegiatan yang dilakukan
secara sistematis dan sadar untuk memberikan bimbingan baik jasmani
maupun rohani yang melalui penanaman nilai-nilai dan diarahkan
kepada pembentukan sikap, tata laku, dan kepribadian yang baik melalui
pengajaran, pelatihan, pembiasaan dan pemberian petunjuk dan nasehat
dan lain sebagainya agar menjadi manusia yang utama dan baik,
berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
b. Akhlak
Dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak adalah
budi pekerti, watak, kesusilaan (berdasarkan etik dan moral) yaitu
kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar
terhadap Khaliqnya dan terhadap sesama manusia.54
Kata akhlak (اخالق) berasal dari bahasa arab, bentuk jamak dari
kata mufrodnya khuluq (خلق) yang berarti “budi pekerti”.55 Sinonimnya
adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etos yang berarti
kebiasaan. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin juga mores yang
berarti kebiasaannya.56 Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa
Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai kebiasaan, bahkan agama),
namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Quran. Yang
ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang
tercantum dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai
53Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 257. 54Soegardaa Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 12. 55Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlak Mulia (Suatu Pengantar), (Bandung:
Diponegoro, 1988), hlm. 11. 56Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hlm. 26.
38
sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai
Rasul.57
)4: القلم(وإنك لعلى خلق عظيم Artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi
pekerti yang agung” (QS Al-Qalam: 4). 58
Sedangkan dalam kamus istilah agama akhlak diartikan sebagai:
sikap mental atau watak, terjabarkan dalam bentuk; berpikir, berbicara,
bertingkah laku dan sebagainya sebagai ekspresi jiwa.59 Demikian
beberapa tinjauan etimologi yang beragam dari kata akhlak.
Jadi berdasarkan sudut pandang kebahasaan definisi akhlak
dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan “budi pekerti”,
kesusilaan, sopan santun, tata krama (versi bahasa Indonesia) sedang
dalam bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau ethic.60
Adapun pengertian akhlak secara terminologi terdapat beberapa
pendapat, di antaranya:
1). Menurut al-Ghazali
اخللق عبارة عن هيئة ىف النفس راسحة عنها تصدر 61 .االفعال بسهولة ويسر من غري حاجة إىل فكر وروية
Artinya: Akhlak adalah bentuk atau sifat yang tertanam di dalam
jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.
57M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhui Atas Berbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2000), hlm. 250.
58Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995), hlm. 960.
59M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Bonafida Cipta Pratama, 1991), hlm.19. 60Wojowarsito, dkk dikutip dalam bukunya Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar
Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 2. 61Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin Juz III, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 58.
39
2). Menurut Ibn Miskawih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran (lebih dulu).62
3). Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kebiasaan kehendak,
ini berarti bahwa kehendak itu bila telah melalui proses
membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.63
4). Menurut Abuddin Nata, akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mendalam tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah
mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan
perbuatan tidak lagi melakukan pertimbangan dan pemikiran.64
5). Elizabeth B. Hurlock memberikan batasan tentang akhlak dalam
bukunya Child Development sebagai berikut :
Behaviour which may be called “Have Morality” not only conforms to social standards but also Is carried out varuntarily, it comes with the transition from external to internal outority and consists of conduct regulated from within.65 Artinya: ”Tingkah laku yang boleh dikatakan sebagai moral yang sebenarnya itu buka hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga harus dilaksanakan dengan sukarela. Tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada ketetapan hal dalam bertindak yang diatur dari dalam (diri)”.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan para tokoh di atas
menurut redaksinya berbeda namun pada intinya adalah sama. Dengan
demikian suatu perbuatan itu dapat dikatakan akhlak jika perbuatan
tersebut dilakukan secara terus menerus atau diulang-ulang, sehingga
menjadi kebiasaan. Akhlak merupakan sumber segala perbuatan yang
sewajarnya, artinya bahwa segala tindakan yang tidak dibuat-buat dan
perbuatan yang dapat dilihat itu adalah gambaran dari sifat-sifat yang
tertanam dalam jiwa.
62Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 4. 63Ibid, hlm. 62. 64Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 5. 65Elisabeth B. Hurlock, Child Development, Edisi VI, (Tokyo: MC. GrowHill , 1978), hlm. 386.
40
Akhlak merupakan perbuatan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu membentuk suatu kesatuan yang dihayati dari kenyataan hidup
keseharian.
Dari perbuatan itu lahir perasaan akhlak yang terdapat dalam diri
manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang
baik dan buruk, mana yang bermanfaat dan tidak berguna, maka timbul
bakat akhlaqi yang merupakan kekuatan jiwa dari dalam yang
mendorong manusia untuk melakukan yang baik dan menghindari yang
buruk. Perbuatan akhlak memiliki tujuan membentuk kesadaran
berakhlak dari dalam diri manusia itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa akhlak adalah
suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tertanam
dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan/kebiasaan
secara mudah dan gampang tanpa memerlukan pertimbangan terlebih
dahulu. Tentunya akhlak yang demikian itu bersumber dari al-Qur’an
dan al-Hadits. Bila kehendak jiwa menimbulkan perbuatan/kebiasaan
yang baik menurut akal dan syara’ maka disebut sebagai akhlak yang
baik (akhlak mahmudah), tetapi kalau menurut akal dan syara’ tidak
baik maka disebut akhlak tidak baik (akhlak mazmumah).
Dari beberapa pengertian pendidikan dan akhlak di atas dapat
dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah suatu proses
menumbuhkembangkan fitrah manusia dengan dasar-dasar akhlak,
keutamaan perangai dan tabiat yang diharapkan, dimiliki dan diterapkan
pada diri manusia serta menjadi adat kebiasaan. Untuk menguatkan
pendidikan akhlak tersebut dapat dilakukan dengan memperluas pikiran,
membaca dan menyelidiki tokoh yang berpikir luar biasa dan yang lebih
penting adalah memberi dorongan agar seseorang melakukan perbuatan
yang baik.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Imam al-Ghazali:
41
فان كان اهليئة حبيث تصدر عنها االفعال اجلميلة احملمودة عقال فعال وان كان الصادر عنها األ. ا حسناوشرعا مسيت تلك اهليئة خلق
.66 يئاهى املصدرخلقا سالقبيحة مسيت اهليئة الىت
Artinya: “Apabila sifat itu sekiranya melahirkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut akal pikiran dan syara’ itu dinamakan akhlak yang baik dan apabila menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jelek sifatnya yang menjadi sumber itu dinamakan akhlak yang buruk”.
Dari uraian pengertian pendidikan dan pengertian akhlak di atas,
dapat ambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan
tentang tingkah laku dan perbuatan manusia yang dilaksanakan oleh
manusia yang lebih dewasa dalam pemikiran yang merupakan kehendak
yang dibiasakan. Kebiasaan ini tanpa adanya suatu paksaan ataupun
pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.
Pendidikan akhlak adalah suatu proses pembiasaan, penanaman,
dan pengajaran pada manusia dengan tujuan menciptakan dan
menyukseskan tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua
kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat
keridaan, keamanan, rahmat dan mendapat kenikmatan yang telah
dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada orang-orang yang baik dan
bertakwa.67
3. Beberapa Pendapat Tentang Metode Pendidikan Akhlak
Berikut ini beberapa pendapat mengenai metode pendidikan akhlak
diantaranya :
1. Metode pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazalali sebagaimana
dikupas oleh M. Abdul Qasem adalah : 68
66Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, (Beirut: Darul Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 58. 67Oemar al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam¸terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
hlm. 346. 68M. Abdul Queseem, Etika Al-Ghazali, Terj. Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 92-94.
42
a. Dengan pelatihan
Cara ini ialah dengan melakukan latihan-latihan perbuatan
yang bersumberkan akhlak yang baik. Agar seseorang mempunyai
perangai yang pemurah.
b. Dengan peniruan
Secara alamiah manusia memiliki sifat peniru. Watak atau
tabiat seseorang bisa saja dipengaruhi oleh orang lain, baik dalam
hal kebaikan atau keburukannya. Demikian juga jika seseorang
bergaul dengan orang-orang yang saleh dalam jangka waktu yang
lama, maka tanpa disadari di dalam dirinya akan tumbuh kebaikan
yang dimilikinya oleh orang yang saleh tersebut. Juga banyak
belajar dari mereka.
2. Metode pendidikan akhlak menurut Muhammad Quthb, yang terdiri
dari:2569
a. Pendidikan dengan keteladanan (Uswatun Khasanah)
Keteladanan merupakan metode yang efektif dalam
mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan
sosial. Dalam hidupnya, manusia membutuhkan figur teladan yang
dapat dicontohnya, karena pada dasarnya kebutuhan manusia akan
figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah
menjadi karakter manusia. Pendidikan dituntut untuk bisa tampil
sebagai teladan bagi anak didiknya.
Rasulullah merupakan teladan terbesar bagi umat
manusia.70 Bahkan kunci keberhasilan dakwah Rasulullah adalah
karena beliau langsung tampil sebagai suri tauladan dan
melaksanakan apa yang telah diajarkannya kepada umatnya. Beliau
juga melaksanakan apa yang diajarkan oleh al-Qur’an. Seperti yang
telah dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 21;
25Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salim Harun, (Bandung: Al-Ma’arif,
1993), hlm. 329.69 70Ibid.
43
)21: األحزب(لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..(al-Ahzab: 21)71
Dalam metode peneladanan ini ada dua macam cara, yaitu
sengaja dan tidak sengaja, keteladanan yang tidak sengaja adalah,
keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan.
Sedangkan keteladanan yang disengaja adalah memberikan contoh
membaca yang baik, melakukan sholat yang benar.72
b. Pendidikan dengan nasihat (Mauidhoh Khasanah)
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh
kata-kata yang didengar. Nasehat akan membawa pengaruh ke
dalam jiwa seseorang dan akan menjadi sesuatu yang sangat besar
dalam pendidikan rohani.73
Nasihat merupakan metode yang efektif dalam usaha
pembentukan keimanan, menanamkan nilai-nilai moral, spiritual
dan sosial, karena nasihat dapat membukakan mata hati anak akan
hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur dan
menghiasinya dengan akhlak yang mulia.
Metode inilah yang digunakan oleh Luqmanul Hakim untuk
mendidik anaknya. Bahkan al-Qur’an secara keseluruhan adalah
berisi nasihat bagi umat Islam. Sebagai contoh, diantaranya ketika
Luqmanul Hakim mengajarkan larangan menyekutukan Allah
kepada anaknya.
71Departemen Agama RI, Op.cit. hlm. 644. 72Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1991), hal. 143. 73Muhammad Qutb, Op.cit, hlm. 334.
44
لظلم كربالله إن الش ركشلا ت ينا بي عظهي وهنه وان لابإذ قال لقمو ظيم13: لقمان(ع(
Artinya : Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman: 13)74
c. Pendidikan dengan pembiasaan
Pembiasaan adalah alat pendidikan yang penting.
Penanaman nilai-nilai moral dan agama akan lebih berhasil kalau
anak diberi pengalaman langsung melalui pembiasaan, terutama
bagi anak-anak yang masih kecil, karena anak-anak belum
mengetahui apa yang dikatakan baik dan buruk. Oleh karena itu
sebagai permulaan dan pangkal pendidikan, hendaknya sejak
dilahirkan anak harus dibiasakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang
bernilai religius. Anak dibiasakan mendengar dan mengucapkan
kalimat thayyibah, melaksanakan shalat lima waktu, membaca al-
Qur’an dan kebiasaan-kebiasaan positif lainnya. Karena kalau
kebiasaan sudah terbentuk, ia akan memudahkan kebiasaan yang
dibiasakan itu serta menghemat waktu dan perhatian.75
Pembiasaan terhadap hal-hal yang positif, penting artinya
bagi pembentukan watak anak, karena pembiasaan itu akan terus
berpengaruh sampai hari tua.
d. Pendidikan dengan hukuman
Hukuman adalah alat pendidikan yang merupakan reaksi
dari pendidik terhadap perbuatan yang telah dilakukan oleh anak
74Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 654. 75Ahmad Amin, “al-Akhlak”, terj.. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), hlm. 24.
45
didik. Hukuman dapat digunakan sebagai metode pendidikan
dalam keluarga sepanjang tidak membahayakan bagi anak.
Hukuman dijatuhkan atas perbuatan buruk atau jahat yang
dilakukan oleh anak. Menurut teori perbaikan, hukuman diadakan
untuk membasmi kejahatan. Maksud hukuman itu adalah agar anak
jangan mengulangi kesalahan yang sama. Memperbaiki si anak,
baik lahiriah maupun batiniah. Hukuman diterapkan kalau metode
alih sudah tidak membawa hasil, seperti kalu anak melalaikan
shalat, padahal ia sudah sepuluh tahun, ia tidak mau mendengarkan
nasihat orang tuanya, barulah ia dipukul.
Agama Islam memberi arahan dalam memberi hukuman
(terhadap anak/peserta didik) hendaknya memperhatikan hak-hak
sebagai berikut :76
1) Jangan mengukum ketika marah. Karena pemberian hukuman
ketika marah akan lebih bersifat emsosional yang dipengaruhi
nafsu syathaniyyah.
2) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau
orang yang kita hukum.
3) Jangan sampai merendahkan derajad dan martabat orang yang
bersangkutan, misalnya dengan menghina atau mencacai maki di
depan orang lain.
4) Jangan menyakiti secara fisik, misalnya menampar mukanya atau
menarik bajunya, dan sebagainya.
5) Bertujuan mengubah prilakunya yang kurang/tidak baik. Kita
menghukum karena anak/ peserta didik berprilaku tidak baik.
Selain beberapa pendapat tentang metode pandidikan akhlak diatas
berikut beberapa metode pendidikan yang dapat dilakukan oleh seorang
muslim :
76Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm.
21-22.
46
a. Pendidikan dengan kisah/ cerita
Dalam upaya membentuk watak dan prilaku anak, slah satu cara
yang digunakan adalah dengan melalui cerita-cerita atau kisah-kisah
yang mendidik merupakan kisah yang memuat unsur keteladanan
prilaku yang baik.
Pentingnya metode kisah/ cerita ini sebagaimana diungkapkan
oleh M. Quraisy Shihab, sebagaimana berikut :
“Salah satu metode yang digunakan Al-Qur’an untuk mengarahkan
manusia ke arah yang dikehendaki adalah dengan menggunakan
“kisah”. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan baik kisah
tersebut benar-benar terjadi maupun kisah-kisah simbolik.77
Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai
daya tarik yang menyentuh perasaan. Metode ini menampilkan suatu
cerita atau sejarah faktual dari kehidupan manusia, dengan perilakunya
dapat dijadikan sebagai contoh untuk ditiru.78
b. Pendidikan dengan pengawasan
Pengawasan sangat dominan dalam pembentukan akhlak bagi
anak, karena hilangnya pengawasan membawa ketidakberhasilan
dalam pembinaannya.
Metode ini dalam pendidikan akhlak dapat berwujud kata-kata
verbal seperti pesan, nasehat, anjuran, lamaran, pemberian, peringatan,
ancaman dan lain-lain. Namun bisa juga dengan perbuatan seperti
teladan, pembiasaan tindakan dan latihan.
Dengan demikian dalam usaha mendidik prilaku anak, seorang
pendidik harus mampu memilih serta menggunakan metode sebagai
penanaman nilai tersebut.
77M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 175. 78Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
cet.1, hlm.97.
47
Dari beberapa metode yang ada diatas, tidak semuanya langsung
dapat diterapkan secara tepat untuk mendidik akhlak anak dalam keluarga.
Sehingga tepatlah kiranya jika pendidikan atau pembinaan akhlak pada
anak dilakukan sesuai dengan kondisi dan keberadaan anak pada saat itu
terlebih melihat pada kondisi lingkungan yang ada.
C. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
1. Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar pendidikan akhlak adalah tidak lain yaitu dasar ajaran Islam
yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral
yang bertitik pada ajaran Islam. Islam telah memberikan aturan-aturan
dengan menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan yang
termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadits.79
a. Al-Quran
Al-Qur’an sendiri sebagai dasar utama dalam tataran tingkah
laku dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Al-Qur’an memberikan
petunjuk pada jalan kebenaran, mengarahkan kepada pencapaian
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan
Rasulullah SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia,
maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai
mana firman Allah SWT dalam QS. al-Ahzab ayat 21:
ي رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو لقد كان لكم ف )21: األحزاب(الله واليوم الآخر وذكر الله كثريا
79Hamzah Ya’kub, Op. cit., hlm. 49.
48
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.80
b. Al-Hadits
Selain al-Qur’an, Hadits juga merupakan sumber dan dasar
yang monumental bagi Islam, yang sekaligus menjadi penafsir di
bagian yang komplementer terhadap al-Qur’an. Hadits sebagai
pedoman perbuatan, ketetapan dan ucapan Nabi Saw. merupakan
cermin akhlak yang luhur, sebagaimana firman Allah dalam surat al-
Hasyr ayat 7:
ما أفاء اهللا على رسوله من أهل القرى فلله وللرسول ولذي نيولة بكون دلا ي بيل كين الساباكني وسالمى وامتاليى وبالقر
م الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا الأغنياء منكم وما ءاتاك )7: احلشر(واتقوا الله إن الله شديد العقاب
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)81
Ayat di atas diperkuat dengan hadits Nabi yang menyatakan
pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia, bahkan diutusnya Rasul
untuk menyempurnakan akhlak yang baik sebagaimana sabdanya:
80Departemen Agama RI., Op.cit, hlm. 670. 81Departemen Agam RI, Op.cit, hlm. 916.
49
عن حممد عمر عن اىب , حدثنا امحد بن حنبل حدثنا حيي بن سعيد: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: ريرة قالعن اىب ه, سلمة 82 )رواه ابو داود( املؤمنني إميانا أحسنهم خلقا أكمل
Artinya: “Ahmad bin Hambal berkata, telah bercerita Yahya bin Sa’id, dari Muhammad bin Umar dari Abu Salmah, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Daud).
Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits adalah merupakan
pedoman hidup yang menjadi azas bagi setiap muslim, maka teranglah
keduanya merupakan sumber moral dalam Islam.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan suatu hal yang penting dari sebuah
proses kehidupan. Masyarakat sendiri menyadari bahwa dewasa ini banyak
tingkah laku atau perbuatan manusia di luar batas norma-norma agama
sehingga mereka terjebak ke dalam krisis akhlak.
Terkait dengan hal tersebut, maka pendidikan akhlak sebagai
fondasi ajaran Islam merupakan suatu jalan alternatif yang dapat
memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Hal itu, tidak saja berkaitan
dengan persoalan kehidupan manusia, tetapi juga berhubungan dengan
keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT.
Bila melihat pernyataan tersebut, tentu dapat dipahami bahwa
pendidikan akhlak mempunyai tujuan yang strategis untuk membangun
dan mengembangkan pola hidup manusia ke arah yang positif.
Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
3). Tujuan umum
82Abu Daud Sulaiman ibn al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Juz 3, (Beirut: Darul
Kutub al-Ilmiah, 1996).
50
Menurut Barnawi Umar, tujuan pendidikan akhlak secara umum
meliputi:
a. Untuk memperoleh irsyad yaitu dapat membedakan antara amal
yang baik dan buruk
b. Untuk mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW dan akal sehat
c. Untuk mendapatkan hidayah, artinya gemar melakukan perbuatan
baik dan terpuji dan menghidari perbuatan buruk.83
4). Tujuan khusus
Secara spesifik bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk
membimbing siswa ke arah sikap yang positif yang dapat membantu
berinteraksi sosial dengan baik dan selalu taat beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.84
Menurut Ahmad Amin, tujuan pendidikan akhlak adalah bukan
hanya pandangan/teori-teori, bahkan setengah dari tujuan itu ialah
mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup
suci dan menghadirkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah
kepada sesama manusia.85
Lebih tegas lagi M. Athiyyah menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang
yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam
tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan
beradab, ikhlas, jujur dan suci.86
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak adalah mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam
83Bamawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1995), Cet ke-12, hlm. 14. 84Fakultas Tarbiyah, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 136. 85Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 6-7. 86M. Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2003),
hlm. 114.
51
kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat.87 Hal ini sesuai dengan
Firman Allah SWT:
وقنا ومنهم من يقول ربنا ءاتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة )201: البقررة( عذاب النار
Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah: 201)88
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kita hidup di dunia
hanyalah semata-mata mencari ridha-Nya, melalui berbuat dan amal saleh
yang merupakan dasar akhlak. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
adalah tujuan hidup utama semua manusia. Kebahagiaan di dunia
merupakan tujuan hidup sementara yang harus dicapai untuk menuju
tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
dalam rangka mencapai kebahagiaan akhirat. Akhlak karimah yang
melekat pada diri seseorang akan mengantarkannya sampai tujuan yang
dimaksud.
3. Aspek Pendidikan Akhlak
Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki bentuk sebaik-
baiknya, baik secara jasmaniah maupun secara rohaniah, ia tidak hanya
dipandang sebagai makhluk sosial dan religius. Oleh karena itu ia
mempunyai kewajiban-kewajiban baik terhadap Tuhan, sesama dan
terhadap diri sendiri. Sehubungan dengan kenyataan ini Rasulullah SAW
bersabda :
اتق اهللا حيثما كنت واتبع السيئة احلسنة متحها وخا لق الناس )رواه الترمذى(خبلق حسن
87Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ (Yogyakarta: UII Press, 1998), hlm. 96. 88Departemen Agam RI, Op. cit., hlm. 49.
52
Artinya :“Takutlah engkau kepada Allah dimana saja engkau berada, dan susul (tutup) lah sesuatu kejahatan itu dengan kebaikan, pasti akan menghapusnya bergaullah sesama manusia dengan budi pekerti yang baik” (HR. At-Tarmidzi).89
Sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, sempurna dan
ditugaskan sebagai pengatur alam se isinya, mempunyai tanggung jawab
dan kewajiban-kewajiban yang baik terhadap Tuhannya, terhadap manusia
dan masyarakat serta terhadap alam sekitarnya.90
Berdasarkan uraian di atas maka materi pendidikan akhlak anak yang
akan menjadi materi pokok pembahasan penulis ketengahkan dalam suatu
ruang lingkup yang sangat sederhana, sebagai berikut :
d. Akhlak terhadap Tuhan (Allah) dengan pembahasan shalat dan puasa.
e. Akhlak terhadap sesama dengan pembahasan tolong menolong sesama
manusia dan bersifat jujur.
f. Akhlak terhadap alam dengan pembahasan kasih sayang terhadap
binatang.
Berikut ini akan diuraikan tentang aspek-aspek pendidikan akhlak :
d). Akhlak terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk,
kepada Tuhan sebagai penciptanya.
Konsekuensi logis dari keyakinan terhadap Allah bagi manusia
adalah kewajiban mematuhi hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya, setiap orang yang telah mengikrarkan dirinya
beriman kepada Allah, ada beberapa ibadah yang harus dilakukan
sebagai upaya untuk mendekatkan hubungan dengan Tuhan, yaitu
shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Dalam hal ini akan
dijelaskan dua hal saja yaitu shalat lima waktu dan puasa Ramadan.
89Syyid Ahmad Affandi, Mukhtarul Al-Hadis Sunnah Nabawiyyah, Cet VI, (Surabaya: 1948),
hlm. 5. 90Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, (Semarang: Duta Grafika, 1987), hlm. 132.
53
3) Shalat lima waktu
Asal makna shalat menurut bahasa Arab berarti do’a,
sedangkan yang dimaksud di sini yaitu suatu sistem ibadah yang
tersusun dari beberapa perkataan dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam. Berdasarkan syarat-syarat dan rukun-rukun
tertentu.91 Shalat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan
oleh setiap muslim yang telah mencapai usia baligh.
Ada lima macam shalat fardhu yang harus dikerjakan oleh
setiap muslim sehari semalam yaitu, shalat dzuhur, ashar, maghrib,
isya’, dan subuh.
Kewajiban shalat telah jelas diperintahkan oleh Allah dalam
al-Qur'an, akan tetapi masih bersifat umum, sedangkan
operasionalnya dijelaskan dalam sunnah fi’liyah Nabi Muhammad
SAW. Allah SWT berfirman :
(#θ ßϑŠÏ% r' sù nο4θ n= ¢Á9$# 4 ¨βÎ) nο4θn= ¢Á9$# ôMtΡ% x. ’ n?tã š⎥⎫ÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# $Y7≈tF Ï.
$Y?θè% öθΒ ) 103: النسأ(
Artinya :“Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa) sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. An-Nisa’ : 103).92
Selain shalat fardhu atau wajib ada lagi shalat sunnah. Jika
shalat fardhu harus dilaksanakan oleh orang Islam, sedangkan
shalat sunnah adalah jika orang Islam mengerjakan akan mendapat
pahala, tapi jika tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa.
Ada bermacam-macam sholat sunnah seperti sholat rawatib
(qabliyah dan ba’diyah), sholat witir, tahajud, tarawih (bulan
ramadlan) dan lain sebagainya.
91Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of
Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 178. 92Departemen Agama RI, Op.cit, hlm., hlm. 635.
54
Kedudukan shalat dalam Islam sangat penting karena shalat
merupakan tiang agama. Maka dapat positif dari shalat yang
apabila didirikan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan antara
lain : 93
1. Alat pendidikan, rohani manusia yang efektif, memperbaharui
dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan dan
kesadaran.
2. Dari segi disiplin, sholat merupakan pendidikan positif
menjadikan manusia dan masyarakatnya teratur.
3. Shalat penting untuk kesehatan (hygiene)
4. Akan terhindar dari berbagai perbuatan dosa, jahat dan keji.
4) Puasa Ramadhan
Ibadah puasa termasuk salah satu syari’at Allah untuk
manusia, agar dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Puasa dalam
bahasa Arab disebut “saumun” atau “siyaaman”, artinya menahan
diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, menahan bicara
yang jelek dan seterusnya. Menurut istilah puasa ditujukan kepada
menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama
(jima’/coitus) suami istri mulai dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari, dengan niat melaksanakan perintah Tuhan
serta mengharap ridlo-Nya.94
Sebagaimana difirmankan Allah tentang diwajibkannya
berpuasa dalam surat Al-Baqarah : 183 sebagai berikut :
$y㕃r' ¯≈ tƒ t⎦⎪Ï% ©! $# (#θ ãΖ tΒ#u™ |=ÏG ä. ãΝà6 ø‹n= tæ ãΠ$u‹ Å_Á9$# $yϑx. |= ÏGä.
’ n?tã š⎥⎪Ï% ©!$# ⎯ ÏΒ öΝà6 Î= ö7 s% öΝä3 ª=yè s9 tβθà)−Gs?) 183 : البقراة(
93Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of
Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 202. 94Ibid, hlm. 200-202.
55
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 183).95
Sama seperti ibadah shalat, puasa ada juga yang wajib dan
sunnah, puasa yang dimaksud pada ayat di atas adalah puasa wajib,
yaitu puasa Ramadhan.
Sedangkan puasa sunnah ialah puasa yang dilakukan di luar
pada bulan Ramadhan. Banyak sekali macam puasa sunnah, antara
lain yang sering dilakukan oleh banyak orang yaitu puasa hari
Senin dan Kamis, puasa Zulhijah dan lain sebagainya.
e). Akhlak terhadap sesama
Di samping makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk
sosial artinya makhluk yang senantiasa membutuhkan peran serta
orang lain dalam melangsungkan kehidupannya secara harmonis.
Dalam interaksi sosial ini harus dilandasi dengan akhlak yang mulia,
dengan demikian diharapkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan
yang bakal tercipta di tengah-tengah situasi pergaulan. Karena hidup
bahagia adalah hidup sejahtera yang diridloi Allah SWT, serta
disenangi sesama makhluk.96
Banyak sekali rincian yang berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya bentuk
larangan melakukan hal-hal yang negatif, melainkan juga berkaitan
dengan perintah untuk berlaku baik terhadap sesama manusia,97 seperti
dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat 63:
95Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 44. 96Barnawie Umarie, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1978), hlm. 2. 97Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. (Semarang: Toha Putra, 1999),
hlm. 60.
56
وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون )63 :الفرقان( لوا سلاماقا
Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS. al-Furqan: 63)98
Manusia hendaknya saling menghormati dan bekerja sama antara
satu dengan yang lainnya. Karena bagaimanapun manusia tidak dapat
hidup sendiri di dunia ini dan kerja sama dan saling tolong menolong
itu sangat dibutuhkan.
Berikut ini adalah beberapa akhlak anak kepada sesama,
antara lain :
1) Tolong menolong
Tolong menolong adalah ciri kehalusan budi, kesucian jiwa,
ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman, penuh
solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan.99
Orang yang senang memberikan pertolongan, segala
langkahnya akan mudah, pintu kebahagiaan akan terbuka baginya
dan biasanya orang lain pun akan senang memberikan pertolongan.
Apabila orang yang berbuat baik dan dalam taqwa kepada
Allah, harus kita bantu dan kita dukung. Dukungan itu merupakan
sugesti dan dorongan semangat yang searah dan tidak langsung
dari segi pendidikan termasuk pengembangan daya kreasi dan
kemampuannya untuk mempersembahkan bhaktinya kepada Allah
yang berguna untuk masyarakat dan dirinya.
Memberikan pertolongan janganlah karena suatu
pengharapan, tetapi berikanlah dengan ikhlas sebagai tugas
kemanusiaan guna mencari ridlo Allah. Firman Allah SWT :
98 Ibid., hlm. 568. 99Ibid, hlm. 53.
57
(#θ çΡuρ$yès? uρ ’ n?tã ÎhÉ9ø9$# 3“ uθ ø)−G9 $#uρ ( Ÿω uρ (#θçΡ uρ$yè s? ’n?tã ÉΟ øOM} $# È
β≡ uρ ô‰ãèø9$#uρ ) 2:املائداة(.
Artinya :“Dan bertolong-tolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan” (QS. Al-Maidah : 2).100
Kewajiban tolong menolong bukan hanya dari segi moril,
melainkan juga dalam segi materi, yang bersifat kebutuhan pokok
manusia yang bersifat dururi untuk menjaga kelestarian hidup
manusia.
2) Jujur
Jujur artinya dalam hati, tentunya hal itu harus sesuai dengan
apa yang telah Allah SWT tetapkan.
Kejujuran adalah pilar utama keimanan. Kejujuran adalah
kesempurnaan, kemuliaan, saudara keadilan, roh pembicaraan,
lisan kebenaran, sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan, sebenar-
benarnya segala sesuatu.101
Dengan jujur pula orang akan menempuh kehidupan dengan
selamat, sahabat yang baik adalah kejujuran sebab ia berdaya
membawa kita kepada kebahagiaan.
Karena itu wajib lah agar memiliki sifat jujur dan berusaha
untuk menjauhi sifat dusta, sebab jujur adalah suatu jalan menuju
surga, sedangkan dusta adalah suatu yang menjerumuskan diri ke
dalam neraka, apa yang anda katakan sesuai dengan apa yang ada.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
100Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 157. 101Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakh Shiyyafak, Alih Bahasa Ahmad Subandi, Bagaimana
Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 1998), hlm. 28.
58
(#θ èù ÷ρr&uρ ω ôγyè Î/ «!$# #sŒ Î) óΟ ›?‰ yγ≈tã Ÿωuρ (#θàÒà)Ζ s? z⎯≈ yϑ÷ƒF{$# y‰÷èt/ $yδ ω‹ Å2öθ s?
)91: النحل (
Artinya :“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu sesudah mengumpulkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)” (QS. An-Nahl : 91).102
f). Akhlak Terhadap Alam
Yang dimaksud akhlak kepada alam adalah berbuat baik terhadap
apa yang ada di luar diri. Bagi seseorang yang disebut lingkungan ialah
apa yang mengelilingi nya seperti rumah, pekarangan, pohon, hewan,
gunung, laut dan sebagainya.103
Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam
diturunkan ke bumi ini agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada
alam se isinya, termasuk lingkungan dan manusia secara keseluruhan.
Dalam hal ini Allah berfirman :
Ÿωuρ Æ ö7s? yŠ$|¡ xø9 $# ’ Îû ÇÚö‘ F{$# ( ¨βÎ) ©! $# Ÿω = Ït ä† t⎦⎪ ωš øßϑø9 ).77: القصص ( #$
Artinya :“…..Dan janganlah kamu berbuat kerusukan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orng yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashas : 77)
Larangan mutlak merusak ini harus dijalankan oleh manusia,
sebab kalau tidak maka akan muncul malapetaka yang akan menimpa
dirinya.
Dalam pembahasan ini penulis hanya menguraikan satu masalah
yaitu tentang kasih sayang kepada hewan. Kasih sayang adalah
102Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 415. 103Amin Syakur, Op.cit, hlm. 145.
59
perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang membawa kepada
perbuatan yang utama, memberi maaf dan berbuat baik.104
Dalam hal ini penulis mengambil sample berupa makhluk hewan
karena kalau kita kaji ajaran ikhsan dalam Islam, maka moralitas yang
dikehendakinya bukan hanya terbatas pada bangsa manusia saja
melainkan hewan-hewan yang disekeliling kita. Perbuatan ini
dipandang sebagai kelakuan yang baik dan berpahala. Kecuali terhadap
binatang yang merusak seperti tikus, kalajengking, anjing gila, dan lain-
lain. Yang dibenarkan syara’ untuk dibunuh, maka binatang-binatang
selain itu tidaklah patut diperlakukan sewenang-wenang misalnya
dengan menyiksa.105
4. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga
Manusia hidup dan berkembang tidak bisa lepas dengan yang
namanya pendidikan. Proses penyelenggaraan pendidikan itu sebagai
fungsi untuk mempertahankan eksistensi serta kontinuitasnya dalam hidup.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk memelihara
kehidupan manusia.106 Melalui proses pendidikan tersebut, generasi
selanjutnya diupayakan mengetahui atau mengerti tentang seluk beluk
yang dialami para pendahulunya, baik cara berjalan, makan, mandi, dan
seterusnya. Segala bentuk warisan tersebut, akan tetap eksis selama para
anak cucunya melestarikan budaya nenek moyangnya.
Pendidikan akhlak di sini adalah segala upaya yang diberikan oleh
orang tua/ keluarga kepada anaknya baik melalui bimbingan atau arahan
agar anak (didik) dapat bertingkah laku sesuai dengan akhlak yang ada.
Sebagaimana kita tahu bahwa keluarga merupakan tempat berkembangnya
individu, keluarga merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber
104Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Alih Bahasa Moh. Rifa’i (Semarang:
Wicaksana, 1992), hlm. 422. 105Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu Pengantar, Cet. VI,
(Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 171. 106Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hlm. 33.
60
pendidikan anak,107 dan keluarga merupkan kelompok manusia pertama
yang menjalankan hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung
terhadap anak.108
Untuk mengetahui pengertian keluarga yang di maksud dalam
penelitian ini, sebelumnya peneliti akan memberikan sedikit gambaran
pengertian keluarga baik dari sudut pandang yuridis formal, sosiologis,
dan paedagogies.
Tinjauan yuridis formal
Pengertian keluarga secara yuridis formal adalah suatu ikatan
persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.109
a. Sudut pandang sosiologis
Secara sosiologis keluarga diartikan sebagai unit terkecil atau
umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai
pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-
masing anggotanya.110
b. Perspektif paedagogie
Secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga
pertama dan utama yang dialami seseorang di mana proses belajar
yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh
waktu.111
107Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh:
Abdillah Obid dan Yessi HM, (Jakarta : Mustaqim, 2004), hlm.42. 108Ibid, hlm. 43. 109Sayekti Pujosuwarno., Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offset,
1994), hlm. 11. 110Quraish Shihab, Membumikam Al-quran, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 255. 111Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 64.
61
Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengertian keluarga yang di
maksud adalah dari perspektif paedagogie. Sebab dalam hal ini peran
keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya dalam
membimbing dan membina generasi mendatang, terutama dalam
pendidikan akhlak.
Pendidikan (akhlak) dapat dilakukan di lembaga formal ataupun
lembaga informal. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa dalam dunia
pendidikan ada tiga pusat pendidikan atau yang disebut tri pusat
pendidikan yang harus diperhatikan, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat.112 Ketiga lembaga ini tidak berdiri sendiri atau terpisah,
melainkan saling berkaitan atau bekerja sama dan merupakan satu
rangkaian yang bertujuan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu
membentuk manusia seutuhnya sehat lahir batin atau sehat jasmani rohani
bagi generasi muda (anak didik). Pendidikan keluarga merupakan
tanggung jawab orang tua kepada anak. Anak merupakan amanah dari
Allah SWT. yang harus dijaga, dirawat, dan diperhatikan segala
kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani atau rohani. Adanya tanggung
jawab orang tua kepada anaknya dikarenakan adanya sifat lemah pada diri
anak. Anak lahir dalam kondisi serba tidak berdaya, belum mengerti apa-
apa dan belum dapat menolong dirinya sendiri. Ia memerlukan tempat
bergantung. Tidak ada tempat bergantung yang aman sesuai kodratnya
sebagai anak, kecuali kepada orang yang sangat menyayanginya yaitu
kedua orang tuanya.113
Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal, yaitu proses
pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan
sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis
sejak seseorang lahir sampai mati.114 Keluarga atau masyarakat terkecil
112Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantern Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta:
Gema Insani Press Cet.I, 1997), hlm. 21. 113Ibid., hlm. 22. 114Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm.35.
62
merupakan tempat pertama dan utama pendidikan yang dilakukan orang
tua terhadap anaknya. Karena sebelum anak menerima bimbingan dari
sekolah, ia lebih dahulu memperoleh bimbingan dari keluarganya,
terutama ibu bapaknya. Pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi
pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan kesehariannya,
anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah laku orang tua
terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak merupakan peniru
yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua tidak memberikan
kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan teladan yang baik,
serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap kedua orang tuanya
akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila kedua orang tuanya
memberikan teladan yang baik, saling menghormati, menyayangi, jalinan
yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat masa bodoh, selalu
memberikan contoh yang bernuansa ajaran Islami, maka semua itu akan
tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa akan meniru segala
perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore hari.
Keteladanan yang diberikan pada masa kanak-kanak awal
seharusnya berasal dari bapak dan ibunya, karena seorang anak sering
tidak menghiraukan orang lain. Ketika anak melihat selain orang tuanya
sendiri mengerjakan sesuatu, ia tidak akan mudah terpengaruh, apalagi
kalau kedua orang tuanya tidak sejalan dengan orang tersebut.115 Namun
sebaliknya anak tidak dapat menghindar dari perbuatan orang tua. Atau
dengan kata lain, satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang oleh
orang tua, akan memberikan pengaruh pada diri anak.116 Orang tua yang
bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya akan memberikan
pengarahan dan dasar yang benar kepada anaknya, yakni dengan
menanamkan ajaran agama dan akhlaqul karimah. Berdakwah dalam
keluarga lebih utama dibandingkan dengan di tempat lain. Keselamatan
115Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, tth, “Menumbuhkan Sikap sosial, moral, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,Cet.I,, 1998), hlm. 34.
116Ibid.
63
keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Jangan sampai pendidikan
keluarga terabaikan karena kepentingan yang lain. Adalah tidak bijak,
memberikan penerangan kepada orang lain, sementara keluarganya
berantakan. Hal semacam ini dilarang dalam ajaran Islam. Dalam sejarah
perkembangan Islam juga dapat diketahui bahwa sebelum berdakwah
kepada masyarakat luas, Rasulullah SAW diperintahkan untuk berdakwah
kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi keagamaan dan keselamatan keluarga harus lebih
diprioritaskan. Pada hakekatnya dari kebaikan dan keselamatan keluarga
akan muncul kebaikan dan keselamatan masyarakat dan negara.117
Telah diserukan kepada orang-orang beriman untuk menjaga
keselamatan keluarganya dari api neraka, sebagaimana disebutkan dalam
al-Qur’an surat al-Tahrim :
ــكيآيها ـفس )6:التحرمي(... م واهلــيكم نارا الذين أمنوا قوآ ان
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS.al-Tahrim: 6).118
Dalam al-Qur’an surat al-Syu’araa’ juga disebutkan :
ö‘ É‹Ρr&uρ y7s?uϱ tã š⎥⎫Î/t ø%F{$# ) 214 : اءالشعر(
Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (QS.al-Syu’araa’: 214).119
Untuk mendapatkan anak yang mempunyai perilaku yang baik
tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi orang tua harus
mempersiapkan tahapan-tahapan yang harus diajarkan kepada putra
putrinya agar tujuannya tercapai. Sehingga anak akan mempunyai akhlak
yang baik dan berprilaku sesuai dengan ajaran agama.
117Wahjoetomo, Op. cit., hlm. 24. 118Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 951. 119Ibid, hlm. 589.
64
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986.
John Dewey, Democracy and Education, New York, The Mucmilian Company, 1964.
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dari Metode Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka, 1989.
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Federic J. Mc. Donald, Educational Psychology, Fransisco: Wadswosth Publishing Compani Inc., 1959
Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, Pekalongan: Rajamurah, 1953.
Sholeh Abdul ‘Aziz Abdul majid, At-Tarbiyah wa Thurku at-Tadris, Mesir: al-Ma’aarif, 1979.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1980.
Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Soegardaa Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlak Mulia (Suatu Pengantar), Bandung: Diponegoro, 1988.
Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992.
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhui Atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 2000.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995.
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, Jakarta: Bonafida Cipta Pratama, 1991.
Wojowarsito, dkk dikutip dalam bukunya Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin Juz III, Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th. Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Elisabeth B. Hurlock, Child Development, Edisi VI, Tokyo: MC. GrowHill , 1978.
Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, Beirut: Darul Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th.
Oemar al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam¸terj. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
M. Abdul Queseem, Etika Al-Ghazali, Terj. Mahyuddin, Bandung: Pustaka, 1988.
Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salim Harun, Bandung: Al-Ma’arif, 1993.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991.
Ahmad Amin, “al-Akhlak”, terj.. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.
M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Bandung : Mizan, 1996.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
65
Abu Daud Sulaiman ibn al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Juz 3, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1996.
Bamawie Umary, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1995.
Fakultas Tarbiyah, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
“Al-Akhlak”, terj.. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
M. Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ Yogyakarta: UII Press, 1998.
Syyid Ahmad Affandi, Mukhtarul Al-Hadis Sunnah Nabawiyyah, Cet VI, Surabaya: 1948.
Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, Semarang: Duta Grafika, 1987.
Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, Bandung: Al-Ma’arif, 1989.
Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, Bandung: Al-Ma’arif, 1989.
Barnawie Umarie, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1978.
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Semarang: Toha Putra, 1999.
Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakh Shiyyafak, Alih Bahasa Ahmad Subandi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, Jakarta: Lentera, 1998.
Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Alih Bahasa Moh. Rifa’I, Semarang: Wicaksana, 1992.
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu Pengantar, Cet. VI, Bandung: Diponegoro, 1993.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986. Sayekti Pujosuwarno., Bimbingan Konseling Keluarga, Yogyakarta: Menara Mas Offset, 1994.
Quraish Shihab, Membumikam Al-quran, Bandung: Mizan, 1993.
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantern Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insani Press Cet.I, 1997.
Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, Padang: Angkasa Raya, 1987. Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, tth, “Menumbuhkan
Sikap sosial, moral, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, Yogyakarta: Mitra Pustaka,Cet.I,, 1998.
BAB III
DESKRIPSI TENTANG
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
Sebelum penulis uraikan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
Maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang subjek penelitian yang
telah penulis lakukan. Dalam hal ini, penulis membagi subjek penelitian menjadi
dua yaitu pertama, Bapak Syafiq yang mempunyai dua orang anak, dan kedua,
Bapak Sukiman yang juga mempunyai dua orang anak.
Setelah penulis mengadakan observasi dan wawancara terhadap keluarga
Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman, maka dalam bab ini, penulis akan memaparkan
hasil temuan penelitan. Pertama, memaparkan kondisi Desa Gesing. Kedua,
memaparkan bagaimana interaksi antara Islam dan Kristen di Desa Gesing. Ketiga
memaparkan bagaimana pendidikan agama anak dalam keluarga muslim
dilakukan dan keempat bagaimana pelaksanaan metode pendidikan akhlak anak
dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen.
A. Gambaran Umum Desa Gesing
1. Letak Geografis Desa
Desa Gesing merupakan salah satu dari 16 Desa yang ada di
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung, Desa ini terletak pada
ketinggian + 650 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 816
Ha. Jarak dari pusat Kecamatan ke Desa Gesing adalah 2 KM, sedangkan
jarak ke Kabupaten Temanggung mencapai 15 Km, Adapun luas wilayah
dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Desa Banjarsari
Sebelah Selatan : Desa Kandangan
Sebelah Barat : Desa Malebo
Sebelah Timur : Desa Kembang Sari
Wilayah yang ada dibagi menjadi 9 RW dan 27 RT, dengan 9
dusun terdiri dari :
64
65
No Nama Dusun
a. Ploso
b. Patemon
c. Sarangan
d. Gesing
e. Maluwih
f. Giyanten
g. Delok
h. Sodong
j. Madureso
Dusun Gesing sendiri terletak ditengah desa, posisinya berada
diantara dusun-dusun yang lain sehingga cukup memudahkan penduduk
dusun lain untuk datang kesitu.
Dusun Gesing yang juga merupakan dukuh sentra home industri
terbanyak, disana banyak ditemui usaha rumah tangga makanan ringan
seperti pisang aroma, keripik singkong, ketela dan lainnya. Dalam hal
perkebunan Dusun Gesing adalah daerah yang sangat terkenal
dibandingkan dengan dusun lain karena di Dusun ini merupakan salah satu
pengahasil kopi terbaik di Kabupaten Temanggung. Dari industri rumah
tangga dan kondisi pertanian yang cukup maju tersebut banyak menyerap
sebagian tenaga kerja yang ada di Dusun Gesing baik dari para pemuda,
bapak-bapak, ibu-ibu dengan dibantu anak-anaknya.
Secara geografis letak Dukuh Gesing adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara dibatasi Desa Kandangan
b. Sebelah selatan dibatasi Dusun Patemon
c. Sebelah barat dibatasi Dusun Sarangan
d. Sebelah timur dibatasi Dusun Maluwih
2. Monografi dan Demografi Desa
66
Berdasarkan data Monografi Desa Gesing periode Maret 2008
keseluruhan penduduk Desa Gesing berjumlah 4788 Jiwa yang terdiri dari
2352 laki-laki dan 2436 Perempuan. Sedangkan jumlah kepala keluarga di
Desa Gesing sebanyak 1354 KK. Berikut tabel yang menggambarkan
kondisi tersebut :
No Kelompok Umur (tahun) L + P
a. 00 – 04 284 Orang
b. 05 – 09 300 Orang
c. 10 – 14 343 Orang
d. 15 – 19 356 Orang
e. 20 – 22 339 Orang
f. 25 – 29 324 Orang
g. 30 – 34 318 Orang
h. 35 – 39 323 Orang
j. 40 – 44 316 Orang
k. 45 – 49 320 Orang
l. 50 – 54 306 Orang
m. 55 – 58 284 Orang
n. 59 tahun ke atas 975 Orang
Jumlah 4788 Orang
Tingkat pendidikan penduduk Desa Gesing berdasarkan data yang
ada dari laporan statistik Desa pada Bulan Maret 2008 sebagai berikut :
No Jenjang Pendidikan L + P
a. Belum sekolah 399 Orang
b. Usia 7 – 45 th tidak pernah sekolah 215 Orang
c. Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 101 Orang
d. Lulus SD 1922 Orang
e. Lulus SLTP 1521 Orang
f. Tamat SLTA 508 Orang
67
g. Tamat D1 70 Orang
h. Tamat D2 28 Orang
j. Tamat D3 11 Orang
i. Tamat S1 13 Orang
Jumlah 4788 Orang
Jumlah Lembaga Pendidikan Formal & Non Formal di Desa Gesing
adalah 16 (Enam Belas), dengan perincian sebagai berikut:
No Lembaga Pendidikan Keterangan
a. Sekolah Dasar (SD) 5
b. Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) 5
c. Taman kanak-kanak (TK) 5
d. Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) 1
Jumlah 16
Mata pencaharian masyarakat Desa Gesing adalah :
No Pekerjaan L + P
a. Bertani sendiri 1687 Orang
b. Buruh Tani 992 Orang
c. Buruh / Swasta 312 Orang
d. Pegawai Negeri 50 Orang
e. Pengrajin 62 Orang
f. Pedagang 44 Orang
g. Peternak 23 Orang
h. Montir 7 Orang
Jumlah 3177 Orang
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa mata
pencaharian mayoritas warga Desa Gesing adalah bertani, baik sendiri
maupun sebagai buruh tani.
68
Mayoritas masyarakat Desa Gesing beragama Islam. Berikut data
pemeluk agama di Desa Gesing:
No Agama L + P
1 Islam 4140 Orang
2 Kristen Katholik 22 Orang
3 Kristen Protestan 625 Orang
4 Hindu 1 Orang
Jumlah 4788 Orang
Sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberadaan
Dusun Gesing yang secara keseluruhan warganya berjumlah 927 orang.
Dari jumlah tersebut 282 orang beragama Islam sedangkan yang beragama
Kristen sejumlah 645. Sehingga yang dimaskud penulis dalam penelitian
ini adalah komunitas Kristen di Dusun Gesing.
Adapun Sarana Tempat Ibadah di Desa Gesing Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung sebagai berikut :
No Tempat ibadah Keterangan
1 Masjid 10
2 Musholla 5
3 Gereja 1
Jumlah 16
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Kondisi Ekonomi di Desa Gesing pada umumnya cukup baik. Hal
ini bisa dilihat dari hasil tanaman pangan, buah-buahan, tanaman obat,
perkebunan kehutanan, peternakan, perikanan, dan juga hasil makanan
khas dari Gesing yang terkenal yaitu pisang aroma.
Dengan melihat banyaknya hasil tersebut, Desa Gesing cukup
potensial di dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Desa Gesing.
Pemilikan lahan pertanian juga merata pada sebagian besar penduduk,
hanya sebagian kecil penduduk yang tidak memiliki lahan persawahan dan
69
menggantungkan hidupnya dengan menjadi buruh tani. Hasil padi
merupakan sumber penghasilan pokok masyarakat Desa Gesing.
4. Keadaan Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Gesing umumnya
berjalan cukup baik. Hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat Desa
Gesing yang mempunyai toleransi antar umat beragama yang sangat tinggi
yaitu diantara umat muslim dengan non muslim (Kristen). Mayoritas
Penduduk beragama Islam dan beraliran Ahlussunah wal jamaah. Selain itu
masyarakat Desa Gesing masih mempertahankan nilai-nilai gotong royong,
keakraban dan kebersamaan. Kerjabakti dan berbagai kegiatan masyrakat
diikuti dengan antusias oleh warga.
5. Keadaan Sosial Keagamaan
Masyarakat Desa Gesing tergolong memiliki tingkat religiusitas
cukup tinggi. Berbagai peringatan hari keagamaan diselenggarakan
dihampir semua tempat ibadah. Tradisi haul, ziarah kubur, tahlil, barzanji,
manaqib dan pengajian diselenggarakan secara rutin di tiap-tiap dusun,
bahkan di tingkat RT. Selain itu, banyak warga yang merupakan alumni
pondok pesantren. Hal ini memberikan warna tersendiri dalam berbagai
kegiatan keagamaan yang diselenggarakan. Masyarakat juga memiliki
berbagai grup rebana dan qasidah sebagai kegiatan alternatif pemuda Desa
Gesing.
6. Lembaga Pemerintahan dan Lembaga Desa
Desa Gesing merupakan salah satu Desa di Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung yang wilayah pemerintahannya meliputi sembilan
Dusun. Tiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun atau kadus. Desa
Gesing terdiri dari 27 RT dan 9 RW.
Dalam struktur Pemerintahan Desa terdapat Badan Musyawarah
Perwakilan Desa atau BPD yang bertugas mengawasi Kepala Desa dalam
menjalankan sistem pemerintahan Desa. Beberapa hal yang perlu diketahui
tentang BPD adalah:
70
1. Badan Perwakilan Desa dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat
sistem Pemerintahan Desa sebagai wujud keikutsertaan Masyarakat
dalam Pemerintahan Desa.
2. Pembentukan Badan Perwakilan Desa dan Keanggotaannya
dimusyawarahkan oleh Kepala Desa dengan Pemuka-pemuka
masyarakat.
3. Badan Perwakilan Desa memusyawarahkan setiap rencana yang
diajukan oleh Kepala Desa sebelum ditetapkan menjadi keputusan desa.
4. Jumlah anggota Badan Perwakilan Desa sedikitnya 9 orang dan paling
banyak 15 orang.
5. Struktur kepengurusan Badan Perwakilan Desa (BPD) periode tahun
2001-2006 terdiri dari :
Ketua : Heri Supeno
Wakil Ketua : Suyatno
Bidang Pemerintahan Keuangan :
Ketua : Sukriyadi
Anggota : Siskabul
Qomari
Bidang Pembangunan dan Ekonomi :
Ketua : Zaenal Cholis
Anggota : Triyono
Juweni
Bidang Kemasyarakatan :
Ketua : Iwan Budiyanto
Anggota : Sugiyono
Suwandi
Siswanto
71
Dalam menjalankan tugas sehari-hari dalam operasionalnya
dibentuk Lembaga Pembangungan Masyarakat Desa (LPMD) yang
tugasnya membantu Kepala Desa dan BPD. Adapun susunan Pengurus
LPMD adalah sebagai berikut :
Ketua : Al- Muhyiddin
Ketua I : Istiyono
Ketua II : Prasojo
Sekretaris : Aris Pratiknyo
Bendahara : Winarto
Seksi I : Slamet Sujadi
II : Marwadi
III : Suyanto
IV : Jaswadi
V : Budi Purwanto
B. Relasi Antara Islam dan Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, proses komunikasi
dan hubungan antar agama (Islam-Kristen) yang terjadi di Desa Gesing cukup
baik. Namun demikian itu tidak bisa lepas dari sejarah sekaligus nuansa
keberagamaan masyarakat yang berkembang sebelumnya.
Melihat ke sejarah yang ada sebagaimana yang disebutkan dalam
penelitian Abdul Khaliq dkk dalam penelitiannya “Peran Sosial Gereja
Dalam Konteks Relasi Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal
Semarang“, bahwa relasi atau perjumpaan agama-agama khususnya muslim-
nasrani di wilayah nusantara memang tidak bisa dibilang mulus harmonis
tanpa struggles, atau juga sebaliknya sepenuhnya selalu vis-a vis konfrontatif
anarkis dan menumpahkan darah. Potret hubungan penganut ke dua agama
Ibrahimi tersebut dapat dikatakan sangat dinamis, tidak saja kadang
72
menampilkan kompetisi, konfrontasi dan prasangka.1 Sikap harmoni dan
toleransi, umumnya terlihat pada sikap sosial warga kedua agama itu yang
terintegrasi dalam kesatuan sosial warga kedua agama itu yang terintegrasi
dalam kesatuan sosial, persaudaraan suku dan bangsa. Pada bagian tertentu
terkadang menampilkan sisi ketegangan-ketegangan berbagai pertukaran
semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya,
kehidupan berdampingan secara damai.2
Demikian yang terjadi pada masyarakat Gesing, meskipun saat ini
masyarakat terlihat rukun dan sangat toleran namun proses ketegangan,
prasangka antar kedua belah pihak, hal ini pada masa sebelumnya tidak
sesekali terjadi. Pada awal kali desa ini berdiri (era belanda) terdapat beberapa
kelompok non muslim (Kristen) yang sering kali keluar masuk Desa. Melalui
proses keluar masuk desa ini ternyata mereka membawa misi dan tujuan
khusus yang tidak hanya sekedar datang dan pergi begitu saja. Misi yang
mereka emban adalah dalam rangka dakwah (dalam bahasa Islam) untuk
menyebarkan keyakinan dan agama yang mereka bawa.
Seiring berjalannnya waktu proses komunikasi dan interaksi yang
terjadi antara masyarkat dan kelompok pendatang berjalan dengan baik, tanpa
terasa perkembangan dan jumlah masyarakat yang tadinya masih abangan
(belum tahu agama) sedikit demi sedikit berkurang, sedangkan perkembangan
agama kristen meningkat. Masyarkat Islam yang juga masih sedik (belum
mempunyai pengaruh) pada saat itu mulai tergugah, kemudian muncul sebuah
“prasangka” dan kekawatiran di beberapa kalangan Islam dalam menaggapi
hal itu.
Maka reaksi ini kemudian memancing beberapa kalangan muslim baik
yang ada di dalam dan di luar desa untuk meminimalisir hal tersebut,
meskipun ini sebenarnya telah “telat” karena saking sudah pesatnya agama ini
1 Abdul Khaliq dkk dalam penelitiannya “Peran Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi
Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang“, (Semarang; Pusat Penelitian Iain Walisongo Semarang, 2007), hlm. 39.
2 Ibid
73
berkembang. Bahkan dari beberapa masyarakat penduduk Islam yang masih
lemah imannya ikut-ikutan masuk (pindah agama) mengikuti tetangga-
tetangga dan saudara mereka karena diyakini agama yang baru lebih
menjanjikan dan meyakinkan.
Ada beberapa sebab hal yang bisa memunculkan sentimen antar agama
diantaranya, pertama: akibat fanatisme sempit yang mengarah pada
fundamentalisme. Kedua: syiar agama sepihak yang telah berani masuk terlalu
jauh ke dalam penganut kelompok agama tertentu. Ketiga: kecemburuan
terhadap kegiatan tertentu yang dianggap sebagai usaha ekspansi dan
mendesak komunitas yang ada sebelumnya.3
Jika salah satu dari ketiga tersebut diatas terjadi maka tidak jarang
akan timbul ketegangan-ketegangan yang sepatutnya tidak perlu. Demikian di
Desa Gesing, dari sini lah munculnya ketengangan dan juga prasangka-
prasangka negatif antar kedua belah pihak. Kalau sudah begini maka kaum
minorotas akan “minder” dan tdak bisa berbuat apa-apa.
Berbicara masalah “kekuatan” biasanya mayoritas lebih dominan,
namun kenyataanya disini minoritas “tidak mau kalah” dengan reaksi-reaksi
“adu mulut” yang terjadi, sampai keteganggan ini hampir berdampak pada
benturan fisik meskipun pada akhirnya bisa reda. Ini menunjukkan bahwa
kalau sudah berbicara masalah keyakinan/ iman seseorang atau suatu
kelompok maka faktor apapun tidak peduli akan dilakukannya. Orang akan
cenderung sentimen dan mudah tersinggung ketika keimanan atau
keyakinanya dipermainkan atau di ganggu oleh oang lain, dan ini biasanya
yang sering muncul dalam isu-isu ketengangan pada masyarkat kita adalah
berujung pada SARA yang kemudian jatuh pada kekerasan.
Proses pengupayaan dialog dan hubungan baik antara kedua belah
pihak ini terus diupayakan, dalam hal ini yang lebih berperan adalah para
tokoh masyarakat (punggawa desa) dan tokoh agama dari kedua belah pihak.
Dengan komunikasi dan pendekatan secara baik kedua belah pihak akhirnya
3Baca Penelitian Abdul Kholiq dkk.
74
sepakat dengan memberikan kebebasan beragama sebagaimana yang diatur
dalam negara, kedua belah pihak sepakat untuk mengutamakan hidup
berdampingan dan menjalin kerukunan bersama. Yang terjadi sekarang adalah
kekompakan dan gotong royong yang kuat pada dusun tersebut. Bahkan
75
ketikan orang Islam mempunyai hajad sekalipun mereka tidak enggan
membantu untuk mensukseskan acara tersebut, terlebih ketika hajad itu
menjadi tanggung jawab mereka bersama maka masyarakat secara kompak
bekerja sama tanpa harus melihat mana yang Islam dan mana yang kristen.
Untuk meredam titik temu antar kedua agama tersebut paling tidak ada
enam titik temu yang harus di lakukan, pertama agar umat Islam dan Kristen
berlomba-lomba mengungkapkan keberagamaanya secara kontekstual dan
tidak terus menerus mengikatkan diri secara kaku denga tradisi dan warisan,
entah dari barat atau timur tengah. Kedua umat Kristen dan Islam terus
membangun ketersediaanya untuk mengakui keterbatasan masing-masing
dalam hal agama, bahkan dalam memahami wahyu, firman dan kehendak
Tuhan. Ketiga agar umat Islam dan Kristen tidak terus memenrus
membenarkan diri dalam setiap permasalahan. Keempat agar umat Islam dan
Kristen bersedia memperkuat komitmen untuk melanjutkan dialog secara
mandiri. Kelima agar umat Islam dan Kristen bersedia bersama-sama melihat
permasalahan bagsa ini. Keenam, agar umat Islam dan Kristen bersedia belajar
terus menerus dari sejarah-termasuk hal-hal yang pahit dan kurang
menyenagkan, dan dari kesalahan yang dilakukan pada masa lalu.4
C. Pendidikan Agama Anak Pada Keluarga Muslim Dusun Gesing
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung
Pelaksanaan pendidikan agama pada anak oleh keluarga yang
dilakukan oleh keluarga Bapak Sukiman dan Bapak Syafiq adalah dengan
memberikan pengetahuan dan pondasi yang kokoh pada anak-anak nya. Anak-
anak diberikan pengetahuan sedini mungkin.
Dasar-dasar yang terkait dengan keyakinan dan iman mulai pertama
kali diberikan kepada anak, ini dilakukan sejak pertama kali anak bisa mulai
berbicara dan mengenal lingkungannya. Anak dilatih dengan mengucapkan
4Aritonag disebutkan dalam penelitian Abdul Khaliq dkk dalam penelitiannya “Peran
Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang“, (Semarang; Pusat Penelitian Iain Walisongo Semarang, 2007), hlm. 54.
76
kata-kata yang baik seperti dibiasakan megucap kata Allah, istighfar dan lain
sebagainya. Disamping itu penanaman keyakinan kepada Allah dan rasulnya
(lebih lengkapnya rukun iman) sedini mungkin diberikan dan ditanamkan pada
anak. Ini akan berpengaruh terhadap anak nanti, terlebih ketika anak suatu saat
akan bertanya dengan melihat kondisi lingkungan yang beda yaitu adanya
teman, saudara atau tetangga yang memeluk keyakinan berbeda dengan
menyembah selain Allah. Maka anak anak terlebih dulu mempuyai iman dan
keyakinan yang tidak salah karena ia telah meyakini akan Islam.
Agama adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia, oleh sebab
itu apapun yang terjadi keyakinan agama wajib di pertahankan. Keluarga
menjadi penanggung jawab awal bagi anak-anaknya, sehingga keiman anak
bisa dikatakan terletak pada bagimana keluarga bisa mengarahkannya. Orang
tua (keluarga) juga memberikan perhatian kepada anak-anak nya dalam
mengasah pengetahuan agama yang mereka miliki. Anak-anak disamping
diarahkan oleh keluarga dalam memegang teguh pada keyakinan yang ia
miliki proses pendidikan untuk mendukung pengetahuan dan wawasan mereka
terhadap agama patut dikembangkan. Itu terbukti dengan mereka
menyekolahkan anak-anak mereka pada madrasah-madrasah, dan orang tua
menyuruh anaknya agar aktif dalam kegiatan-kegiatan majlis ta’lim yang
sudah ada.
Kegiatan madrasah dan majlis ta’lim yang diadakan oleh orang-orang
tua di desa gesing melalui ustadz-ustadz yang kompeten tidak semata bersifat
rutinitas saja, akan tetapi kegiatan ini bertujuan untuk memperkokoh
keimanan dan sekaligus mensyi’arkan ajaran Islam. Melalui tenaga pengajar
dari dalam (para alumni pondok pesantren) dan dari luar (para tokoh desa
sekitar) anak di didik dengan pengetahuan agama sebaik mungkin, mereka
diberi motivasi dan pengetahuan agama yang cukup untuk bekal kehidupan
mereka dimasyarakat.
Dari kenyataan yang terjadi madrasah ini berjalan selama dua kali
dalam sehari. Pertama anak mengaji di waktu sore hari dan ke dua di malam
hari. Namun demikian mereka tidak sebatas mengikuti kegiatan rutinitas
77
harian. Kegiatan lain yang anak-anak ikuti yaitu dengan adanya jama’ah rutin
setiap malam rabu yaitu dengan membaca tahlil dan yasin yang dipimpin oleh
ustadz dan ustadzah dan setelah tahlil dan yasin selesai anak mendapatkan
materi dan pengetahuan tambahan tentang Iman dan Islam.
Upaya lain yang dilakukan oleh beberapa keluarga (orang tua) muslim
di Desa Gesing untuk pendidikan agama anak-anaknya adalah melalui jalur
pesantren, dari beberapa keluarga yang ada di Desa Gesing disamping
perhatian terhadap pendidikan umum menjadi prioritas, pendidikan agama
juga lebih di utamakan. Terlebih melihat lingkungan yang mereka hadapi
disitu adalah komunitas beda agama yang notabene lebih banyak. Dengan
pendidikan agama yang dilakukan orang tua melalui jalur pesantren (dalam
bahasa jawanya mondok), diharapkan setelah anak pulang dari pondok
pesantren bisa membangun dan meningkatkan keimanan dan wawasan agama
bagi keluarga dan bagi lingkungan pada umumnya.
Disamping itu hal penting yang menjadi perhatian orang tua dalam
keseharian adalah anak bagaimana bisa mengamalkan apa yang menjadi
kewajiban mereka atas agama yang ia miliki yaitu Islam, ibadah dan
perbuatan-perbuatan agama yang wajib ia lakukan sepertihalnya shalat, puasa,
shadaqah (zakat) sampai pada rukun Islam yang keenam yaitu haji anak tahu
dan mewujudkan (mengamalkannya) sesuai dengan aturan syarat yang
berlaku.
Pendidikan agama yang dilakukan keluarga pada lingkungan kristen
memang berbeda dengan keluarga muslim pada umumnya. Meskipun secara
materi sama, namun dalam cara penyampaian dan pendampingan terhadap
anak lebih intens dan sering dilakukan, disamping sedini mungkin anak harus
diberikan pendidikan dan wawasan agama secara matang proses penyikapan
terhadap lingkungan juga menjadi hal penting yang selalu dilakukan oleh
orang tua. Dengan begitu diharapkan anak dapat berprilaku dewasa dalam
menyikapi lingkungannya.
78
D. Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Lingkungan
Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung
Setelah peneliti mengadakan observasi dan wawancara terhadap
keluarga Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman serta orang-orang yang ada di
sekelilingnya maka akan penulis sampaikan tentang hasil penelitian yang telah
peneliti dapatkan.
Pelaksanaan Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga
Muslim di Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak berjalan ketika
berada di rumah. Sedangkan ketika anak berada di luar rumah anak cenderung
banyak mendapatkan pendidikan yang mereka dapat melalui lembaga
pendidikan formal yang ada di sekolah, madrasah maupun pendidikan di
lingkungan. Namun demikian pantauan orang tua terhadap anak tidak bisa
lepas begitu saja, anak selallu diperhatikan ketika mereka habis bermaian atau
melakukan aktivitas lainnya sehingga pengawasan terhadap anaka selalu bisa
terjaga.
Orang tua dalam mendidik anaknya mempunyai harapan agar anaknya
menjadi anak yang shaleh, taat pada Allah dan Rasul-Nya serta berbudi
pekerti yang luhur. Anak tidak terpengaruh dengan kondisi lingkungan yang
berbeda dengan agamanya dan anak bisa mempunyai akhlak yang baik, shaleh
dan senantiasa berbakti kepada Allah dan orang tua, meskipun harus tetap
menjaga kerukunan dan kebersamaan dengan lingkungan yang berbeda
agama.5
Cara yang dilakukan dalam mendidik anak sebaiknya juga diterapkan
secara hati-hati, tidak semena-mena dan yang lebih penting nantinya tidak
akan menghambat pertumbuhan anak khususnya dalam hal mental. Karena
bagaimanapun ketika orang tua memperlakukan anaknya dengan baik suatu
ketika bila nanti anaknya sudah besar dia juga akan bisa tahu dan melihat hasil
5Wawancara dengan Bapak Sukiman pada hari Rabu tgl 5 Maret 2008
79
didikan yang telah dilakukan orang tuanya tersebut kepada dirinya. Baik itu
ketika dia melihat kepada lingkungan sekitar atau ketika ia sudah berkeluarga
nanti.
Kelahiran anak merupakan amanat dari Allah SWT kepada bapak dan
ibu yang harus dijaga, dirawat, dan diberikan pendidikan. Itu semua
merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua kepada anaknya. Anak
dilahirkan tidak dalam keadaan lengkap dan tidak pula dalam keadaan kosong.
Ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Memang ia dilahirkan dalam keadaan tidak
tahu apa-apa, akan tetapi anak telah dibekali dengan pendengaran,
penglihatan, dan kata hati.6
Dengan diberikannya penglihatan, pendengaran, dan kata hati tersebut,
diharapkan orang tua mampu membimbing, mengarahkan, dan mendidiknya
dengan ekstra hati-hati karena anak sebagai peniru yang ulung. Oleh karena
itu semaksimal mungkin orang tua memberikan pelayanan terhadap anaknya.
Pelayanan yang maksimal akan menghasilkan suatu harapan bagi bapak
ibunya, tiada lain suatu kebahagiaan hasil jerih payahnya. Sebab anak adalah
sumber kebahagiaan, kesenangan, dan sebagai harapan dimasa yang akan
datang.7 Harapan-harapan orang tua akan terwujud, tatkala mereka
mempersiapkan sedini mungkin pendidikan yang baik sebagai sarana
pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.
Dalam melaksanakan pendidikan akhlak anak dalam keluarga agar
berhasil, maka harus memenuhi faktor-faktornya. Di antara salah satu
faktornya adalah menggunakan metode yang sesuai dengan perkembangan
dan pertumbuhan anak.
Dalam mendidik anak, tentunya harus ada kesepakatan antara bapak
dan ibu sebagai orang tua, akan dibawa kepada pendidikan yang otoriter atau
6Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu
Bakar Ihsan, “Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam”, (Bandung : Diponegoro, Cetakan II, 1993), hlm. 11.
7Muhammad Ali al-Hasyimi, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as Defined in The Qur’an and sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah Ideal pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as-Sunnah”, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, Cetakan I, 2000), hlm. 250-251.
80
pendidikan yang demokratis atau bahkan yang liberal, sebab mereka penentu
pelaksana dalam keluarga.
Seorang muslim sepatutnya mencontoh teladan yang telah diberikan
Rasul SAW, dalam memuliakan putra putrinya. Beliau dalam mendidik anak-
anaknya melalui ajaran wahyu Ilahi yaitu dengan penuh kasih sayang terhadap
anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang tersebut, diharapkan dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab anak merupakan
aset masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran Rasul
SAW tersebut, melalui para tokoh, pemikir dan pemerhati pendidikan (anak)
dalam Islam yang dapat memberikan gambaran yang benar sesuai dengan
ajaran Islam.
Melalui hal tersebut seorang muslim dapat menerima beberapa
pandangannya untuk mendidik anak dalam keluarga melalui metode-metode
yang harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam hal pendidikan
akhlak khususnya keluarga muslim yang berada dalam lingkungan komunitas
non muslim. Apabila metode-metode tersebut diterapkan, niscaya apa yang
menjadi harapan bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para generasi
Islam yang tangguh dan sebagai penebar kebenaran.
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan
(akhlak) keluarga maka harus memenuhi beberapa faktor. Salah satu faktornya
adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan isi atau
materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan
hasil yang baik.
Di antara metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim yang
di terapkan dalam keluarga di lingkungan komunitas Kristen adalah sebagai
berikut :
a Pendidikan dengan percontohan
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya
yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan
81
belum terbentuk.8 Seorang anak akan mencontoh berbuat baik ketika
kedua orang tuanya juga berprilaku baik.9 Adapun ketika Bapak atau Ibu
berprilaku kurang baik yang tidak patut dilakukan di depan anak (seperti
marah atau yang lainnya) maka anak akan melihat itu sebagai sebuah
pelajaran bagi mereka, yang suatu saat akan ditiru.10 Contoh yang
diberikan orang tua dalam mendidik akhlak anak disini lebih ditekankan
pada akhlak terhadap Allah, seperti halnya sholat, puasa, shadaqah dan
yang lainnya. Dalam keseharian misalnya seorang bapak harus bekerja
sama dengan ibu untuk selalu memberi contoh melakukan kewajiban
shalat, ibadah wajib tersebut selama lima waktu dalam sehari patut
dicontohkan pada anak. Dalam melaksanakan shalat anak diberi contoh
agar sebisa mungkin berjamaah (di masjid) sehingga shalat yang
dikerjakan akan lebih afdhol dan banyak hikmahnya.11
Melihat kondisi lingkungan masyarakat yang berbeda seperti di
Desa Gesing dimana jumlah penduduk lebih banyak non muslimnya, maka
dalam hal apapun, tingkah laku yang berbeda dengan ajaran agama patut
diarahkan.12
Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan,
menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak.
Sedangkan ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang
mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan
dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi
kehidupan.13 Anak hendaknya dilatih untuk selalu melakukan perbuatan
yang sesuai dengan ajaran agama, latihan itu dapat dilakukan dengan
8Haya Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah
Fachrudin, “Ensiklopedi Wanita Muslimah”, (Jakarta : Darul Falah, Cet. IV, 1998), hlm. 247. 9Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq pada hari Selasa, tgl 4 Maret 2008. 10Wawancara dengan Bapak Sukiman pada hari Rabu tgl 5 Maret 2008 11Ibid. 12Ibid 13Abdurrahman ‘Isawi, Anak dalam Keluarga, (Jakarta : Studia Press, Edisi II, 1994),
hlm. 35.
82
contoh (keteladanan) yang diberikan oleh orang tua dalam kesehariannya.
Seperti halnya dalam bentuk keimanan, ibadah (shalat), santun (ukhuwah),
dan berani melakukan yang benar.14
Pada diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap
seorang tokoh yang dikagumi nya, sehingga kepada mereka seorang
pendidik atau orang tua harus mampu memberikan suri tauladan yang
baik. Keteladanan ini sangat efektif digunakan, yaitu contoh yang jelas
untuk ditiru, sehingga nilai-nilai keimanan dan keislaman tidak dapat
terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang ada meski dalam komunitas
Kristen sekalipun.
b Pendidikan dengan nasihat (saran)
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak.
Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku
pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila
pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak
cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.
Sikap orang tua dalam lingkungan juga kerap menjadi perhatian
anak, baik itu ketika berada dalam keluarga atau bergaul dengan
lingkungan sekitar (Kristen) sekalipun.
Dalam hal ini saran (nasihat) menjadi hal penting karena anak akan
cenderung mendengarnya. Dengan cara memberikan saran (nasehat)
dengan baik yang diberikat orang tua kepada anaknya maka anak akan
mengikuti apa yang orang tua katakan. Metode ini cukup efektif dalam
usaha pembentukan keimanan, menanamkan nilai-nilai moral, akhlak,
spiritual dan sosial, karena nasihat dapat membukakan mata hati anak akan
hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur dan menghiasinya
dengan akhlak yang mulia.
Metode inilah yang digunakan pada keluarga Bapak Sukiman
dalam mendidi anaknya. Sebagai contoh ketika anak sedang bermain
14Wawancara dengan Bapak Syafiq pada hari selasa tgl 4 Maret 2008
83
bersama teman-teman yang berada dalam lingkungannya, karena waktu
sholat telah tiba maka anak disuruh untuk sesegera melakukan sholat
tersebut. Ketika waktunya mengaji meskipun anak sedang nonton tv anak
diberikan pengertian untuk melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu.15
Nasehat (saran) yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya agar
anak selalu rajin dalam beribadah, mengerjakan shalat pada waktunya dan
jangan terlalu banyak bermain diluar tanpa tujuan yang yang jelas, maka
akan melatih anak untuk disiplin dan berprilaku baik.
c Pendidikan dengan pembiasaan
Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya
berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri
anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan Islam yang
utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan
Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan
pembentuk karakter anak.
Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama baik itu di
keluarga maupun di sekolah madrasah sebagai sarana teoritis dari orang
tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran
tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan pembiasaan ajaran agama
dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya
praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan. Anak dibiasakan
dengan mendengar kata-kata yang baik, melaksanakan kewajiban (ibadah)
dengan teratur dan dibiasakan melakukan hal-hal positif setiap harinya.16
Apabila anak dalam lingkungan (keluarganya) yang baik,
memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi dan
terbuka antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan
terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku
orang–orang disekitarnya meski mereka berada dalam lingkungan orang
yang mayoritas beragama non muslim. Disamping itu pengawasan dari
15Ibid 16Wawancara dengan Bapak Sukiman, pada hari Rabu, tgl 5 Maret 2008 .
84
bapak dan ibu sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari
perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.17
Pembiasaan ini dilakukan oleh orang tua ketika masih kecil, lewat
prilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua agar anak kelak
ketika sudah besar sudah terbiasa. Sebagai contoh dalam hal ucapan, sejak
anak berlatih berbicara anak sudah dibiasakan mendengarkan dan juga
memakai kata-kata yang santun yang diberikan oleh orang tua agar dalam
ucapan/ kata-kata yang biasa digunakan anak tidak bertentangan dengan
agama. Selain itu anak juga dibiasakan untuk mengenal istilah-istilah
agama dan sekaligus diberi tahu akan hal itu. Kebiasaan anak mulai kecil
untuk pergi ke majlis taklim, berjamaah dan lainnya sangat baik untuk
dilakukan oleh orang tua agar nantinya anak paham dan tahu betul akan
Islam.
d Pendidikan dengan pengawasan (monitoring)
Pengawasan sangat penting dalam pembentukan akhlak bagi anak
ketika berada dalam lingkungan agama yang berbeda, karena hilangnya
pengawasan akan berakibat pada ketidakberhasilan pada apa yang menjadi
tujuan bahkan sebaliknya akan berakibat pada hal-hal yang mungkin tidak
diinginkan.
Contohnya ketika anak sedang mulai senang bermain bersama
teman-teman yang ada disekitarnya, mereka akan cenderung mencontoh
apa yang dia lihat dan teman-temannya lakukan. Kebiasaan anak berada
dalam lingkung beda agama akan juga berpengaruh terhadap apa yang
anak perbuat. Misalkan dalam segi pengucapan, kebiasaan anak
mengucapkan kata-kata yang baik (seperti astahfirullah, alhamdulillah
dan lain sebagainya) itu akan dilakukan jika sudah terbiasa. Namun
sebaliknya jika anak terbiasa mendengar kata-kata yang bertentangan
dengan agama maka ia akan berpotensi mengikuti apa yang sering
didengarnya.
17Ibid
85
Melihat hal demikian keluarga Bapak Syafik selalu berusaha
memantau anaknya dengan harapan anak bisa dapat ter perhatikan dan
tidak mudah terpengaruh oleh ajaran dan prilaku yang tidak sesuai dengan
agama Islam. Dan hal terpenting yang harus dilakukan adalah dengan
menguatkan pondasi akhlak pada anak.18
Perhatian orang tua terhadap anaknya ketika bergaul dengan teman
yang berada dalam lingkungan patut diperhatikan. Karena anak akan lebih
mudah meniru apa yang mereka lihat dibanding dengan yang mereka
terima secara teori.19 Apabila orang tua mampu bersikap penuh kasih
sayang dengan memberikan perhatian dan ke pengawasan yang cukup
pada anaknya, niscaya mereka akan menerima pendidikan dari orang
tuanya dengan penuh perhatian juga.
18Wawancara dengan Bapak Syafiq, pada hari Selasa, tgl 4 Maret 2008 . 19Ibid.
86
Wawancara dengan Bapak Sukiman pada hari Rabu tgl 5 Maret 2008
Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan, “Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam”, Bandung : Diponegoro, Cetakan II, 1993.
Muhammad Ali al-Hasyimi, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as Defined in The Qur’an and sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah Ideal pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as-Sunnah”, Yogyakarta : Mitra Pustaka, Cetakan I, 2000.
Haya Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachrudin, “Ensiklopedi Wanita Muslimah”, Jakarta : Darul Falah, Cet. IV, 1998.
Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq pada hari Selasa, tgl 4 Maret 2008.
Abdurrahman ‘Isawi, Anak dalam Keluarga, Jakarta : Studia Press, Edisi II, 1994.
BAB IV
ANALISIS METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DALAM KELUARGA MUSLIM
Uraian sebelumnya mengantarkan kepada pemahaman bahwa metode
pendidikan akhlak yang dipraktekkan pada keluarga muslim di lingkungan
komunitas Kristen Desa Gesing, perlu dipertahankan dan di lestarikan.
A. Efektifitas Metode
Kata efektifitas berasal dari kata dasar efektif, yang berarti terjadinya
suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan.1 Akibat yang
dimaksud adalah bahwa setelah metode-metode pendidikan akhlak tersebut
diberikan atau diinformasikan kepada anak, maka orang tua berharap supaya
ada perubahan pada diri anak tersebut yakni ia menjadi anak yang berakhlak
baik sesuai ajaran Islam, baik dari segi ranah kognitif, afektif, ataupun
psikomotorik.
Sebagai seorang muslim seharusnya dalam mengarungi kehidupan di
dunia ini tetap berpijak dan berlandaskan kepada sumber ajaran Islam, yaitu
al-Qur'an dan al-Sunnah. Dengan menerapkan sumber ajaran tersebut, niscaya
kebahagiaan dan keselamatan akan dicapai. Tujuan yang diinginkan akan
terwujud tatkala mau berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan
segala perintah-Nya. Diantara perintah Allah SWT yang harus dijalankan
adalah belajar, sebab melalui media belajar tersebut akan memperoleh banyak
pengetahuan dan pengalaman dalam hidup.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Alaq yang
berbunyi:
)4:العلق(الذى علم بالقلم
Artinya: ”Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam”.(al-Alaq: 4)2
1Pariata Westra, et. Al., Ensiklopedi Administrasi, (Jakarta: Air Agung Putera, 1989), hlm.
149. 2Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995),
hlm. 1079.
84
85
Pendidikan akhlak yang dilakukan keluarga muslim yang berada di
lingkungan komunitas Kristen dalam hal ini peneliti mengambil dua kasus
yang ada yaitu keluarga bapak Syafiq dan bapak Sukiman. Adapun metode-
metode yang diterapkan adalah : pendidikan dengan percontohan, pendidikan
dengan nasihat (saran), pendidikan dengan pembiasaan, dan pendidikan
dengan pengawasan (monitoring).3 Dengan metode-metode pendidikan
akhlak tersebut diharapkan mampu menghasilkan para generasi penerus yang
taat beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu dengan metode pendidikan akhlak itu anak diharapkan
anak dapat berperilaku sopan santun, tidak mudah terpengaruh oleh
lingkungan dan yang lebih penting (utama) tingkah laku yang wajib
dilakukan anak adalah dapat menerapkan nilai-nilai agama Islam guna untuk
mempertahankan keyakinan sekaligus menyebarkan syi’ar Islam yang telah
ada padanya.4
Dari hasil penelitian yang didapatkan berikut bagaimanakah
efektivitas metode-metode tersebut ditinjau dari segi psikologis sosiologis,
dan religius.
1. Segi psikologis
Salah satu sifat dari anak adalah meniru. Ia akan menirukan segala
tingkah laku orang tuanya melalui informasi yang dilihat nya, didengarnya
atau pendek kata orang tua merupakan obyek peniruan bagi anak. Sebab
orang tua bagi anak adalah sebagai sosok yang disegani. Terlebih ketika
masih kanak-kanak (anak) akan senantiasa menuruti perintah dari orang
tua, sebab dalam masa ini di tangan orang tua lah pendidikan (pembinaan)
mental atau akhlak anak bertumpu.
Usia anak ketika masa itu (umur 0-6 tahun) ditandai dengan prilaku
anak suka berkumpul dengan kelompok, menjelajah, bertanya, dan meniru.
3Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman. 4Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman.
86
Bagi orang tua ini adalah masa usia sulit dan masa usia bermain.5 Untuk
itu orang tua patut waspada dan membimbing nya dengan baik agar tidak
terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik. Apabila orang tua senantiasa
memberikan bimbingan (teladan) yang baik di hadapan anak-anaknya,
maka hal itu akan berpengaruh pada diri anak, lambat laun anak akan
meniru apa yang orang tua ajarkan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Muhammad Quthb ”anak tidak dapat menghindar dari orang tua. Dengan
kata lain, tidak mungkin satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang
oleh orang tua tidak memberikan pengaruh pada diri anak.”.6
Memasuki masa usia sekolah dasar (umur 6-12 tahun), peran orang
tua semakin besar. Pada usia ini, anak-anak cenderung berkumpul dengan
teman sebayanya. Orang tua tidak lagi sebagai figur yang dikagumi,
karena pendapat kelompok lebih diikuti dari pada pendapat orang tua.7
Sedangkan bagai orang tua/pendidik masa itu adalah periode
kritis,8 kecenderungan yang ia dapatkan akan membentuk kebiasaannya
sampai dewasa nanti. Alangkah baiknya jika anak pada masa itu
disamping didik dalam keluarga atau sekolah umum anak juga
disekolahkan di sekolah agama madrasah seperti TPA, Diniyah ataupun
lembaga yang sejenisnya.
Melihat lingkungan masyarakat penduduk setempat yang banyak
beragama Kristen dan orang Islam menjadi kelompok yang jumlahnya
lebih sedikit, maka penguatan mental sekaligus pondasi spiritual harus
diperkokoh. Dengan metode-metode pendidikan akhlak yang diterapkan
pendidik/orang tua harus benar-benar berperilaku dan memberikan contoh
yang sesuai dengan tuntunan agama sehingga lewat ajaran dan
pengetahuan pendidikan yang anak dapatkan mereka tidak minder dengan
lingkungan atau teman-temannya yang tidak beragama Islam. Dengan
5Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 2005), hlm. 68. 6Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, Terjemah Ibnu
Burdah ”Menumbuhkan sikap sosial, akhlak, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet I, 1998), hlm.34.
7Heri Jauhari Muchtar, Op.cit, hlm. 68. 8Ibid.
87
penanaman pengetahuan keyakinan terhadap anak sudah dimulai sejak
kecil, bahwa anak tidak perlu terpengaruh dengan lingkungan, dan
meyakinkan bahwa agama dan keyakinannya lah yang paling benar tanpa
harus menyalahkan agama lain dan tetap harus menjaga toleransi dan
hubungan baik maka anak akan tergugah dan percaya diri dengan apa yang
ia punyai dan yang dilakukannya.
2. Segi sosiologis
Proses pembentukan pribadi anak merupakan kewajiban orang tua.
Ibu dan bapak harus mempersiapkan diri jauh sebelum anak lahir, untuk
menentukan arah yang baik dalam mendidik anak. Ibu dan bapak juga
harus menyadari arti pentingnya kerjasama dalam berkeluarga. Ibu sebagai
mitra setia yang aktif dan bapak sebagai penanggung jawab utama dalam
keluarganya.
Salah satu bentuk ikatan kerjasama tersebut adalah mendidik anak-
anaknya. Dalam mendidik anak-anaknya jangan sampai terjadi salah
paham, dalam arti bapak dan ibu harus seiring sejalan bukan sebaliknya
bertolak belakang. Sebagai contoh ketika waktunya tiba bapak menyuruh
anaknya untuk sekolah madrasah (TPQ), ke masjid dan belajar sekalipun
maka ibu pun juga harus demikian sehingga terdapat kesinambungan yang
sama, sehingga diharapkan dalam mendidik anak (putra-putrinya) ada
sebuah tujuan yang sama.
Keluarga merupakan masyarakat terkecil dan di tempat itu pula
pendidikan pertama dan utama dilakukan, atau keluarga sebagai sekolah
pertama bagi anak. Bapak ibu sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik.
Untuk memperoleh terdidik yang baik tentunya melalui proses yang lama
dan butuh kesabaran.
Orang tua merupakan obyek peniruan bagi anak. Apabila orang tua
mempersiapkan diri dengan baik, dalam memberikan teladan yang baik,
saling menghormati, saling menyayangi, menjalin hubungan dengan
kerabat keluarga yang lain, tidak bersifat masa bodoh, selalu memberikan
contoh bernuansa ajaran Islam, dan pendek kata orang tua selalu tampil
88
baik dihadapan anaknya, maka semua itu akan terukir (tertulis) dalam diri
anak, dan ia senantiasa akan meniru apa-apa yang dilihat nya dan yang
didengarnya.
Rasa kebersamaan yang dipraktekkan dalam keluarga, baik bapak
ibu dengan anak atau dengan saudara yang lainnya akan berdampak
terhadap perilaku anak. Dengan memberikan ajaran tingkah laku yang
baik, berarti orang tua memberikan yang terbaik buat anaknya. Dengan
melihat pada kondisi masyarakat muslim yang lebih kecil (minoritas)
perilaku orang tua ketika berada di lingkungan juga menjadi contoh bagi
anak, orang tua hendaknya hendak nya bisa menjaga dan menerapkan
ukhuwah yang baik dengan tetangga muslim atau non muslim dalam
bermasyarakat sesuai dengan ajaran agama Islam.
Metode-metode pendidikan akhlak yang di lakukan oleh keluarga
bapak Syafiq dan bapak Sukiman memang sudah efektif meskipun masih
ada beberapa hal yang perlu ditambah dan di perhatikan. Ini terlihat dalam
kehidupan anak dalam kesehariannya yang bisa menyesuaikan diri
meskipun berada dalam lingkungan mayoritas masyarakat beragama
Kristen.
Namun demikian juga dibutuhkan peran masyarakat muslim yang
ada disekitarnya. Karena suatu pendidikan (akhlak) akan berhasil apabila
lembaga-lembaga yang berkompeten terlibat, tidak terkecuali peran
masyarakat muslim ketika berada dalam lingkungan yang masyarakatnya
lebih banyak menganut agama Kristen. Apabila tiap-tiap anggota
masyarakat muslim sudah mampu menerapkan ajaran akhlak Islam, maka
apabila ada kesalahan dari anggota masyarakat muslim yang lain akan
dikoreksi sebagai langkah bersama untuk mencegah kemungkinan
kesalahan yang ada, bukan sebaliknya yaitu masa bodoh terhadap
kesalahan yang terjadi pada lingkungannya. Kepada para tokoh
masyarakat dan tokoh agama hendaknya selalu mencari inisiatif positif
untuk memupuk dan mengembangkan solidaritas antar warga sehingga
kerukunan dan kebersamaan akan selalu tercipta meski terdapat
89
lingkungan yang berbeda agama dengan tanpa melihat antara minoritas
maupun mayoritas.
3. Segi religius
Orang tua adalah pemegang amanat dari Allah SWT. Oleh karena
itu ia harus menjaga amanat tersebut sebaik mungkin. Agar penjagaan dan
perawatan amanat tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan
keteladanan yang baik. Untuk menerapkan keteladanan itu diupayakan
sedini mungkin oleh orang tuanya. Keteladanan yang dimaksud adalah
keteladanan agama termasuk di dalamnya yaitu pendidikan akhlak.
Keteladanan dalam pendidikan akhlak pada periode kanak-kanak awal
sebaiknya berasal dari orang tuanya sendiri. Karena pendidikan tersebut
merupakan pendidikan pertama kali yang diperoleh anak dari keluarganya.
Sebab secara agamis hal tersebut merupakan konsekuensi orang tua dalam
menerima amanat-Nya. Oleh karena itu amanat tersebut harus dijaga demi
keselamatan diri dan keluarganya.
Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an :
ـفسـكم واهليـكم نارا ـها الذين أمنوا قوآ ان )6:التحرمي( ...يآي
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …”.9
Orang tua juga harus memberikan nasihat kepada putra-putrinya.
Setiap anak (manusia) membutuhkan nasihat. Sebab dalam jiwa terdapat
pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan
itu biasanya tidak tetap, oleh karena itu nasihat harus diulang-ulang.10
Sehingga anak tidak mudah terpengaruh dan mengikuti apa yang
dilakukan oleh teman-temannya yang berada disekitar, dengan keberadaan
lingkungan yang berbeda agama tentunya membawa potensi anak untuk
selalu melihat pada perbedaan tersebut.
9Departemen Agama. RI,. Op. cit., hlm. 951. 10Muhammad Quthb, t.th. Terj. Salman Harun ”Sistem Pendidikan Islam”, al-Ma`arif,
Bandung, 1993, hlm. 334.
90
Pergaulan anak ketika berada dalam lingkungan masyarakat juga
patut mendapat pengawasan yang cukup dari orang tua, waktu dan tempat
mereka bermain akan berpengaruh terhadap prilaku mereka dalam
keseharian. Untuk itu dengan metode-metode yang diterapkan oleh
keluarga diharapkan anak mampu memegang teguh keyakinan dan
akhlaknya yang ada dalam Islam, terlebih lagi anak diharapkan dapat
memberikan teladan dan contoh yang baik bagi teman-temannya sehingga
lingkungan (masyarakat Kristen) akan simpatik dan menirunya.11
B. Implikasi Metode
Implikasi metode pendidikan akhlak yang dilakukan oleh keluarga
bapak Syafiq dan bapak Sukiman adalah sebagai berikut :
1. Implikasi terhadap keluarga
Tujuan pendidikan akhlak adalah untuk mencapai kebahagiaan
hidup umat manusia dalam kehidupannya baik di dunia maupun di
akhirat.12 Untuk itu perhatian keluarga dalam mendidik akhlak terhadap
putra-putrinya menjadi nomor satu yang patut diperhatikan.
Melalui keluarga anak didik dan dibesarkan, kemudian melalui
keluarga pula anak pertama kali belajar dan mendapatkan pengaruh dari
segala kehidupannya. Betapa tidak ketika anak mulai bagun tidur sampai
ke tempat tidur kembali anak mendapatkan pengaruh dan informasi dari
lingkungan kelurganya, dengan harapan kelak bisa menjadi anak yang bisa
berbakti kepada orang tua dan masyarakat terutama bagi agamanya.
Meskipun anak lahir dibekali potensi bawaan, namun tanpa adanya
intervensi dari pihak luar, terutama ayah ibunya potensi bawaan tersebut
tidak ada artinya. Dengan adanya anak, maka rasa tanggung jawabnya
sebagai orang tua, secara kodrati adalah untuk mengarahkan, mengawasi
dan membimbing serta melindungi anaknya semaksimal mungkin dalam
11Hasil wawancara dengan Bapak Sukiman. 12Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ (Yogyakarta: UII Press, 1998), hlm. 96.
91
pertumbuhan dan perkembangannya, terutama dalam masalah
pembentukan jiwa keberagamaan anak.13
Dalam pandangan Islam anak adalah amanah yang dibebankan oleh
Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan
memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak
menerima. Karena manusia merupakan milik Allah SWT, mereka harus
mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan dirinya kepada
Allah SWT.14
Untuk membentuk akhlak yang baik orang tua harus kerjasama,
hidup rukun agar proses dalam rumah tangga berjalan sejuk dan nyaman.
Dengan kenyamanan dalam keluarga maka ibu dan bapak akan lebih
mudah mengarahkan dan memberikan contoh yang baik kepada anaknya.
Apabila dalam keluarga terjadi suatu pertentangan maka dampaknya
terhadap anak juga akan kurang baik. Bisa-bisa anak akan lebih condong
pada kehidupan yang ada di sekiranya. Ketika melihat lingkungan sekitar
orang-orang dan tema pergaulannya berbeda agama maka yang
dikuatirkan jika pondasi agamanya lemah dan akhlak juga lemah maka
akan berbahaya untuknya. Sebab pembentukan akhlak yang baik tak jauh
dari masalah agama yang anak miliki.
Islam telah memberikan perhatian terhadap anak-anak muslim
dengan porsi yang sangat besar. Karena, perhatian tersebut telah diajarkan
Islam semenjak anak belum dilahirkan ke dunia. Hal tersebut tampak
dalam anjuran untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk anak.
Sehingga anak dapat membentuk kepribadian dan mendapatkan
pendidikan di lingkungan keluarganya. Itulah lingkungan yang
memperhatikan anak dan mengkaderkannya untuk menjadi individu yang
sempurna, mampu menjalankan kewajiban terhadap dirinya,
masyarakatnya, umat manusia secara keseluruhan dan lebih-lebih kepada
Tuhan yang telah menciptakannya. Sehingga dengan begitu ia akan
13Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 204. 14M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996,
hlm. 103.
92
mendapatkan keridhaan dan kebahagiaan.15 Dengan keberadaan
lingkungan kristen yang ada peran keluarga dalam mendidik anak-anaknya
akan bertambah, dan menambah daya tahan tersendiri. Sebab dengan
kondisi tersebut jika anak sudah besar kelak akan tahu dan dapat
membandingkan antara yang benar dan sebaliknya.
2. Implikasi terhadap sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan fungsinya adalah sebagai
pelanjut dari pendidikan keluarga.16 Status sekolah sebagai pelanjut dalam
pendidikan dalam keluarga, maka para orang tua harus selektif dalam
menempatkan atau memilih lembaga sekolah bagi anaknya, lebih-lebih
sebagai seorang muslim. Karena apabila orang tua hanya asal-asalan dalam
memilih sekolah akan berefek negatif pada anak. Sifat sekolah sebagai
pelanjut pendidikan keluarga, sebisa mungkin memberikan yang terbaik
bagi anak didiknya, baik segi intelektual, sosial dan moral agamanya.
Sebagai contoh, dalam pemberian moral agama pihak sekolah harus
senantiasa mengoreksi anak didiknya apabila ada kekeliruan keluarga
dalam memberikan pendidikannya. Sebagaimana yang disinyalir oleh
Zakiah Daradjat bahwa sekolah hendaknya mengupayakan diri menjadi
lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan pengembangan mental moral
anak didiknya, selain itu juga sebagai tempat pemberian pengetahuan,
pendidikan ketrampilan dan pengembangan bakat dan kecerdasan.17
Melihat pada masyarakat lingkungan muslim yang kecil orang tua
perlu memberikan perhatian dalam pendidikan meski dalam pendidikan
formal sekalipun. Proses pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dalam
sekolah hendaknya bisa memilih sekolah yang lebih mengutamakan
pendidikan agama meskipun dalam hal pengetahuan umum anak tidak
boleh ketinggalan. Beberapa langkah yang telah dilakukan keluarga sudah
15 Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh:
Abdillah Obid dan Yessi HM, (Jakarta : Mustaqim, 2004), hlm. 26. 16Jalaluddin, Op. Cit., hlm. 205. 17Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang,
1997), hlm. 21.
93
tepat, dengan menyekolahkan anaknya dibangku sekolah madrasah yang
berkualitas yang ada di Desa Gesing. Terbukti madrasah yang ada secara
kwalitas tidak kalah dengan sekolah-sekolah umum yang ada, bahkan
dalam prestasi sekalipun madrasah ini dapat mengungguli sekolah lain
sampai di tingkat kabupaten sekalipun.18
Namun demikian, bukan berarti dengan sendirinya tanggung jawab
orang tua sebagai pendidik di keluarganya masih perlu dan tetap menjadi
yang utama. Tapi dalam keadaan ini (anak usia sekolah dasar) tanggung
jawab orang tua semakin bertambah dengan semakin luas pula kehidupan
sosial anak. Posisi orang tua senantiasa memberikan arahan dan bimbingan
guna keselamatan kehidupan anaknya baik dalam lingkungan masyarakat
terlebih kelak dikemudian hari.
3. Implikasi terhadap masyarakat
Peran masyarakat sangat penting dalam proses pendidikan (akhlak)
karena masyarakat merupakan salah satu dari pusat pendidikan.
Kebanyakan kita menempatkan masyarakat dalam posisi ketiga setelah
pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah. Sebab keberadaannya
mempengaruhi perkembangan anak, yang salah satunya berupa
pembentukan jiwa keberagamaan nya. Hal ini terjadi, apabila adanya
keserasian antara ketiga lapangan pendidikan tersebut, sehingga akan
berdampak positif.19
Melihat kondisi masyarakat yang berbeda terlebih pada segi agama
yang mayoritas lingkungan beragama Kristen tentunya mempunyai
kendala tersendiri dalam mendidik anak. Namun demikian justru menjadi
sebuah motivasi tersendiri bagi keluarga maupun lingkungan muslim
untuk dapat membuktikan bahwa akhlak dan ajaran Islam lebih baik dan
diakui kebenarannya. Disamping itu sebuah pembuktian juga bahwa
18Hasil wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyyah) Desa Gesing. 19Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan keempat, 2000),
hlm. 208.
94
agama Islam mengedepankan ukhuwah dan Islam adalah agama
rahmatallilalamin.20
Masyarakat harus berperan menjadi pengontrol pendidikan akhlak.
Sebab menjadi salah satu dari ketiga komponen (keluarga, sekolah dan
masyarakat) tersebut sebagai kesatuan yang integral dalam menyukseskan
pendidikan akhlak. Untuk memupuk rasa sosial ini memang dibutuhkan
kesadaran yang tinggi dari tiap-tiap individu masyarakat muslim, bahwa ia
juga mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan. Apabila hal itu
terealisasi dalam kehidupan masyarakat yang penduduknya mayoritas
beragama Kristen yaitu wujud dari amar makruf nahi mungkar, untuk
Membumikan ajaran Ilahi Rabbi akan terwujud dalam kehidupan ini.
20Hasil wawancara dengan Bapak Sukiman.
95
Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh: Abdillah Obid dan Yessi HM, Jakarta : Mustaqim, 2004.
Pariata Westra, et. Al., Ensiklopedi Administrasi, Jakarta: Air Agung Putera, 1989. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995. Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman. Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman. Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, Bandung : Rosda Karya, 2005. Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, Terjemah Ibnu
Burdah ”Menumbuhkan sikap sosial, akhlak, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet I, 1998), hlm.34.
Muhammad Quthb, t.th. Terj. Salman Harun ”Sistem Pendidikan Islam”, al-Ma`arif, Bandung, 1993.
Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ Yogyakarta: UII Press, 19981Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000..
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1997. Hasil wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyyah) Desa Gesing. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan keempat, 2000),
hlm. 208.
Disamping itu upaya untuk mengusahakan supaya masyarkata,
termasuk pemimpin dan para penguasanya menyadari betapa pentingnya
masalah moral
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang metode pendidikan akhlak anak dalam
keluarga muslim di komunitas Kristen Desa Gesing Temanggung di atas dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut ini :
1. Pendidikan akhlak merupakan pilihan penting yang diberikan kepada anak
sedini mungkin, sehingga anak mempunyai akhlak yang baik yang
dijalankan dalam kehidupan. Orang tua adalah pemberi informasi yang
awal tentang pendidikan akhlak itu yang dapat membentuk karakter anak.
Dalam konteks itu peran orang tua adalah mengusahakan pembentukan
lingkungan yang dapat dijadikan teladan bagi anak, dengan tidak
mengabaikan faktor hereditasnya.
2. Pendidikan akhlak memerlukan penggunaan teknik yang sesuai agar
mencapai keberhasilan yang optimal. Dalam konteks itu dibutuhkan
dukungan faktor seperti pendidik, anak didik, metode, dan tujuan. Metode
pendidikan akhlak yang digunakan oleh keluarga (orang tua) muslim
dalam mendidik anaknya yang berada di lingkungan komunitas Kristen
adalah dengan; pendidikan dengan percontohan, Pendidikan dengan
nasihat (saran), pendidikan pembiasaan dan pendidikan pengawasan
(monitoring).
3. Metode-metode pendidikan akhlak yang dilakukan pada keluarga adalah
sangat efektif, baik ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius.
Secara psikologis si anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi, sehingga
orang tua (pendidik) dapat memberikan keteladanan, nasehat, dan
semangat bagi anak-anaknya; Dari perspektif sosiologi, bahwa manusia
merupakan manusia yang mendidik dan harus dididik. Anak harus dididik
agar perkembangannya berjalan secara wajar; dan dari tinjauan religius
bahwa orang tua harus menjaga amanat dari Allah SWT secara baik,
dimana keselamatan keluarganya berada dalam tanggung jawabnya.
95
96
B. Saran
Dari kesimpulan diatas dapat diajukan saran sebagai berikut :
1. Kepada orang tua di lingkungan komunitas Kristen atau non muslim; agar
tetap bersemangat dan beriman yang tinggi dalam mendidik dan
menanamkan nilai-nilai ke-Islaman pada anak-anak yang dilakukan
kapanpun dan dimanapun berada.
2. Para tokoh masyarakat; agar tetap suka bersatu, saling memberi dan
menerima dalam hal kebaikan untuk perkembangan pengetahuan
masyarakat muslim sehingga nilai-nilai dakwah dan pendidikan Islam
dapat berkembang dan menjadi teladan dalam lingkungannya.
3. Masayarakat umum; bahwa metode-metode yang telah digunakan dalam
mendidik anak hendaknya dipertahankan dan dikembangkan karena
tantangan masyarakat kedepan akan jauh lebih berat dibandingkan dengan
sekarang ini.
C. PENUTUP
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, Taufik,
hidayah dan maunah-Nya penulisan skripsi ini telah terselesaikan seperti
wujud sekarang.
Disadari bahwa pemaparan hasilnya masih memiliki keterbatasan
maka saran dan kritik yang membangun guna perbaikan skripsi ini senantiasa
penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis pada
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zaenal Arifin
Tempa, tanggal lahir : Kendal, 22 April 1982
Nim : 3 1 0 2 2 3 4
Alamat asal : RT.02 RW.01 Ds. Kalibogor
Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal 51363
Alamat sekarang : Jl. Nusa Indah I No.14 Ngaliyan Semarang
Hp : 085 290 569 908
Pendidikan
1. SD Negeri Kalibogor Sukorejo lulus tahun 1995
2. MTs NU 013 Arrahmat Sukorejo lulus tahun 1998
3. MA Darul Amanah Sukorejo lulus tahun 2002
4. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang angkatan 2002
CURRICULUM VITAE
I. PERSONAL DATA
Nama : Zaenal Arifin
Tempat & Tgl Lahir : Kendal, 22 April 1982
Alamat asal RT.02 RW.01 Ds. Kalibogor
Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal 51363
Alamat sekarang : Jl. Nusa Indah I No.14 Ngaliyan Semarang
No. Telp : 085 290 569 908
Status : Single
Riwayat pendidikan :
1. SD Negeri Kalibogor Sukorejo lulus tahun 1995
2. MTs Arrahmat Sukorejo lulus tahun 1998
3. MA Darul Amanah Sukorejo lulus tahun 2002
4. IAIN Walisongo Semarang
II. PENGALAMAN KERJA
1. Pengelola Rental Komputer Mitra Com Ngaliyan Semarang
2. Manajer Koperasi Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
3. Marketing Seputar Indonesia Group
Hormat Saya,
( Zaenal Arifin )