metoda
DESCRIPTION
lapanganTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA
METODA LAPANGAN
OLEH :
NAMA : CINTHYA LARASSATI
NO. BP : 1110422012
KELOMPOK : 3 (TIGA)
REKAN KERJA : 1. DWI YANTO (1110421018)
2. DEVI NORITA SARI (1110422038)
3. SHINTA KAMELA (1110423018)
4. TRI ZULISTIANA (1110423024)
HARI/TANGGAL : SENIN/29 JANUARI 2013
ASISTEN PENDAMPING : 1. AMI HIDAYAT
2. YUNILA BERLIANA
LABORATORIUM TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2013
METODA – METODA LAPANGAN
Ada dua macam metoda yang dapat digunakan untuk menangkap hewan di lapangan, yaitu
metoda pasif dan metoda aktif. Metoda pasif merupakan metoda yang digunakan untuk
mendapatkan hewan vertebrata dengan mengunakan kecanggihan alat yang kita gunakan.
Sedangkan metoda aktif adalah suatu metoda yang digunakan untuk menangkap hewan
secara langsung di lapangan (terjadi onteraksi secara langsung dengan hewan). Setelah
mendapatkan hewan vertebrata yang diinginkan, maka hewan tersebut dapat
diidentifikasinya, dan diberi nama, atau dicari tahu namanya.
Beberapa metoda pasif yang dapat digunakan untuk menangkap hewan target
adalah sebagai berikut:
1. Kelas Pisces
Hewan vertebrata kelas pisces memiliki ketergantungan mutlak terhadap air. Cara yang
digunakan untuk mengkoleksi jenis-jenis dari kelas ini adalah dengan menggunakan alat
bantu berupa pancing atau jala yang telah lumrah digunakan untuk menangkap ikan. Atau
dengan menggunakan metoda pasif lainnya seperti penggunaan Bubu yang merupakan
perangkap ikan tradisional yang umum dikalangan nelayan. Penangkapan hewan kelas ini
juga dapat menggunakan bubu dalam bentuk modern yangdikenal dengan nama Fish Trap.
1.1 Bubu
Bubu adalah alat tangkap ikan tradisional yang umum dikenal dikalangan nelayan. Bubu
merupa jebakan yang bersifat pasif. Alat ini berbentuk ku rungan seperti ruangan tertutup
sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang
berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang
dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari
bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya,
alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing baske (Brandt, 1984).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat
diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah. Teknologi penangkapan
menggunakan bubu banyak dilakukan di negara-negara yang menengah maupun maju.
Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di perairan pantai, hampir seluruh
negara yang masih belum maju perikanannya, sedangkan untuk negara dengan sistem
perikanan yang maju pengoperasiannya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk
menangkap ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700
m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di
perairan yang tidak begitu dalam (Martasuganda, 2002)
Gambar I. Bubu
1.2 Fish Trap
Fish Trap bentuk modern dari ‘bubu’ yang merupakan merupakan metoda yang digunakan
untuk menangkap ikan secara tradisional. Alat ini biasanya berbentuk segi empat yang
terbuat dari rajutan tali dan kawat-kawat kecil. Alat ini termasuk alat pasif, karena kita
menggunakan kecanggihan alat ini untuk mendapatkan ikan. Fish trap biasanya diletakkan
di tempat penurunan air. Cara penggunaan Fish trap ini pertama kali dibuka tutupnya,
kemudian diikatkan pelet berbalut kain kassa sebagai umpan ikan didalam Fish trap agar
ikan mau mendekat ke Fish trap. Celah tempat masuk ikan dipasangkan menghadap
mengarah kea rah datangnya arus, agar ikan dengan mudah masuk ke alat ini, kemudian
masukan batu kedalam alat ini agar alat ini tidak hanyut terbawa arus air, ikatkan alat ini
dengan tali pada pepohonan terdekat, hal ini bertujuan agar alat yang kita pasang ini tidak
hanyut juga.
Gambar II. Fish Trap
2. Kelas Amphibi
Amphibia umumnya didefinisikan sebagai hewan vertebrata yang hidup didua alam, yakni
di air dan di daratan. Amfibia bertelur di air atau menyimpan telurnya ditempat yang
lembab dan basah. Ketika menetas larvanya yang dinamakan berudu hidup di air atau
tempat basah tersebut dan bernafas dengan insang. Setelah beberapa lama, berudu
kemudian berubah bentuk (bermetamorfosa) menjadi hewan dewasa, yang umumnya hidup
di daratan atau di tempat-tempat yang lebih kering dan bernapas dengan paru-paru.
Beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk mengoleksi hewan kelas ini diantaranya
metoda tangkap lansung dengan cara menangkap tanpa alat bantu, Night visual encounter,
Pitfall trap-drift fences methods, dan
2.1 Night Visual Encounter
Night visual encounter, yaitu pencarian binatang herpetofauna di lakuakan saat malam hari
dengan bantuan senter, head lamp, atau lampu kendaraan untuk membutakan sementara
hewan tersebut dengan cara memfokuskan cahaya ke arah matanya. Setelah hewan tersebut
mengalami kebutaan maka dapat ditangkap langsung.
2.2 Pitfall Trap
Merupakan metoda yang digunakan untuk menangkap hewan melata/Herpetofauna (Reptil
& Amphibia). Pitfall trap-drift fences methods merupakan metoda gabungan antara
perangkap dengan pemakaian pagar pengarah. Metoda biasanya diterapkan pada daerah
pinggir sungai atau kolam untuk menangkap hewan amphibi yang aktif bergerak dan
berukuran lebih kecil.
Alat dan bahan yang di gunakan pada metoda ini adalah bambu, terpal hitam,
kaleng cat berukuran sedang sebanyak 4 buah atau lebih;, dan sabun colek. Cara kerjanya,
pertama tancapkan bambu ke tanah, ikat terpal ke bambu, masukkan ke dalam tanah kira-
kira dengan kedalaman 10 cm. Tanah di gali dibalik terpal tersebut sebagai tempat
meletakkan beberapa kaleng cat. Posisi kaleng cat di kanan kiri dibuat secara zig-zag agar
hewan yang datang tidak akan mudah lolos. Letakkan serasah supaya terjadi kelembapan
dalam ember tersebut. Oleskan sabun colek di mulut ember supaya licin. Agar hewan yang
terperangkap tidak bisa keluar lagi. Alat ini dipasang pada sore hari, dan dibiarkan
semalam. Paginya di cek apakah ada amphibi yang terjebak, hal ini dilakukan karena
hewan herpetofauna hanya aktif pada malam hari, sehingga pemasangan Pitfall Trap
dilakukan pada malam hari.
Gambar III. Pit Fall Trap
2.3 Banier survey method
Dilakukan pada areal banir pohon dengan cara membersihkan serasah, kayu lapuk, dan
semua yang ada di dalamnya diangkat secara perlahan-lahan sambil mengamati hewan
yang ada disekitar pohon-pohon yang dicakup. Setelah sampel hewan ditangkap lalu
diidentifikasi dengan buku panduan yang ada atau bertanya pada asisten.
3. Kelas Reptilia
Reptilia adalah salah satu hewan kelas vertebrata dalam kelompok hewan yang melata.
Kulit diselaputi sisik keras atau kepingan dari bahan tanduk. Pada yang bertubuh besar
dibawah sisik ada kepingan tulang, untuk memperkuat daya perlindungan dilengkapi
dengan eksoskelet, ekor panjang, jari-jari bercakar, poikiloterm, bernafas dengan paru-paru
saja, pembuahan di dalam tubuh dan ovipar. Cara mengkoleksi hewan jenis ini
diantarannya adalah metoda tangkap langsung, Snake tang, dan Pitfall Trap.
3.1 Snake Tang
Metoda aktif yang dapat digunakan untuk kelas reptilia ini adalah snake tangs (penjepit
seperti tang yang panjangnya 2 m ), menggunakan paralon yang cukup panjang. Dalam
penggunaan paralon, pada ujung paralon diberi umpan dan diletakkan kearah akar pohon
atau banir. Hal ini bertujuan agar ular yang tertangkap tidak bisa keluar lagi karena pada
prinsipnya reptil tidak bisa bergerak mundur. Kemudian snake glue yaitu ini berupa lem
yang dapat memerangkap hewan-hewan yang melintas diatasnya. Sedangkan Pipa paralon
juga berfungsi untuk menjebak hewan-hewan yang masuk kedalamnya, yaitu dengan cara
kita masukkan makanan kedalam pipa paralon itu
3.2 Pitfall Trap
Merupakan metoda yang digunakan untuk menangkap hewan melata/Herpetofauna (Reptil
& Amphibia). Pitfall trap-drift fences methods merupakan metoda gabungan antara
perangkap dengan pemakaian pagar pengarah. Metoda biasanya diterapkan pada daerah
pinggir sungai atau kolam untuk menangkap hewan reptil yang aktif bergerak dan
berukuran lebih kecil.
Alat dan bahan yang di gunakan pada metoda ini adalah bambu, terpal hitam;
kaleng cat berukuran sedang sebanyak 4 buah atau lebih; dan sabun colek. Cara kerjanya,
pertama tancapkan bambu ke tanah, ikat terpal ke bambu, masukkan ke dalam tanah kira-
kira dengan kedalaman 10 cm. Tanah di gali dibalik terpal tersebut sebagai tempat
meletakkan beberapa kaleng cat. Posisi kaleng cat di kanan kiri dibuat secara zig-zag agar
hewan yang datang tidak akan mudah lolos. Pada permukaan bawah kaleng cat tersebut
sebaiknya dilobangi supaya air yang masuk bisa keluar dengan mudah dan tidak tergenang
dalam ember. Letakkan serasah supaya terjadi kelembapan dalam ember tersebut. Oleskan
sabun colek di mulut ember supaya licin. Agar hewan yang terperangkap tidak bisa keluar
lagi (Lihat Gambar III).
Alat ini dipasang pada sore hari, dan dibiarkan semalam. Paginya di cek apakah ada reptil
yang terjebak, hal ini dilakukan karena hewan herpetofauna hanya aktif pada malam hari,
sehingga pemasangan Pit Fall Trap dilakukan pada malam hari.
4. Kelas Aves
Aves adalah hewan vertebrata dengan tubuh ditutup oleh bulu sedangkan hewan lainnya
tidak ada yang mempunyai bulu. Aves dapat terbang karena mempunyai sayap yang
merupakan modifikasi dari alat gerak anterior. Sayap pada aves berasal dari elemen-
elemen tubuh tengah dan distal. Kaki pada aves digunakan untuk berjalan, bertengger atau
berenang dengan selaput inter digital. Metoda yang dapat digunakan untuk mengoleksi dan
mempelajari hewan jenis ini diantaranya Mist Net dan Digiscoping.
4.1 Mist net
Mist net (jala kabut) merupakan alat yang digunakan untuk menangkap burung. Alat ini
terbuat dari benang nilon berwarna gelap dengan lebar 2,5 meter dan panjang mist net ada
yang 18, 12, 9, dan 6 meter. Alat dan bahan yang digunakan untuk memasang mist net
adalah: pancang, mist net, Tonggak (bambu), tali, kantong burung, tali, kayu/tongkat.
Cara memasang alat ini yaitu: yang pertama tentukan dahulu tempat dan daerah
kondusif yang diperkirakan banyak burungnya. Seperti di punggung bukit yang banyak
pohon berbuah, dekat aliran sungai, dan mulut gua. Kemudian rentangkan mist net dengan
mengikatkanya ke tonggak atau bambu, Alat ini dipasang berjarak 50 cm dari permukaan
tanah agar mamalia yang berjalan tidak ikut terjebak pada alat ini. Dalam pemasangan mist
net ada beberapa hal yang harus diperhatikan, pertama hindari pemakaian alat-alat asesoris
seperti cincin kalung dan lainya dalam pemasangan mist net, karena bisa mengakibatkan
mist net kusut. Kedua hendaknya pemasangan mist net ini dilakukan jam 6 pagi, dan
dilepas jam 7 sore. Hal ini bertujuan agar burung yang didapatkan banyak, karena waktu
aktif dari burung adalah dari jam 6 pagi sampai jam 7 malam. Setelah dipasang dilakukan
pengecekan 1 jam sekali, karena jika burung yang didapatkan dibiarkan saja terjebak di
Mist net akan berakibat fatal, karena burung bisa mati. hal ini dikarenakan burung memiliki
stress yang tinggi.
Gambar IV. Mist Net
4.2 Digiscoping
Digiscoping merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan data untuk inventarisasi
dengan mengamati hewan-hewan yang letaknya jauh dan tidak dapat dikoleksi langsung.
Alat ini merupakan perpaduan antara teropong monokuler dengan kamera digital. Hewan
yang diamati melalui teropong monokuler dapat difoto terlebih dahulu untuk memudahkan
pengamatan.
Cara kerjanya, letakkan alat tersebut di atas permukaan tanah, kemudian
pasangkan tripodnya, monokuler, lensa okuler, fokus. Sasaran dicari dengan menggunakan
teropong. Setelah sasaran dapat diamati secara morfologi, maka dapat dilakukan
identifikasi pengidentifikasian dengan menggunakan buku panduan lapangan kelas Aves.
Metoda ini memang kurang efektif karena memerlukan tingkat ketelitian dan kesabaran
yang tinggi. Saat menggunakan metoda ini dalam melakukan pengamatan, peneliti
dianjurkan memakai pakaian yang berwarna gelap agar hewan yang menjadi sasaran tidak
menyadari keberadaan peneliti dan merasa terganggu.
Gambar V. Digiscoping
5. Kelas mamalia
Mammalia adalah vertebrata yang tubuhnya tertutup oleh rambut. Memiliki kelenjar
mamae yang aktif menghasilkan susu, terutama pada saat menyusui, karakter ini menjadi
pembeda antara kelas mammalia dengan kelas animalia lainnya. Mammalogi adalah bagian
dari ilmu biologi yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
mammalian. Metoda yang dapat digunakan untuk mempelajari dan mengoleksi hewan jenis
ini diantaranya Harpa Trap, Camera Trap, Medium-Small Mammal Trap, dan Auditory
Census.
5.1 Harpa Trap
Harpa trap adalah alat yang digunakan untuk menangkap kelelawar yang ada di dalam
gua. Alat ini disebut harpa trap, karena alat ini mirip dengan alat musik harpa. Kelebihan
dari harpa trap ini adalah bisa menangkap dalam jumlah banyak. Komponen utama
penyusun harpa trap terdiri dari 2 layer. Ada yang 3-4 layer, tapi yang kita gunakan di sini
adalah menggunakan 2 layer. Semakin banyak layer maka akan semakin baik alat ini
digunakan untuk menangkap kelelawar. Layer yang digunakan adalah berwarna bening
agar kelelawar tidak bisa dengan mudah mengetahui keberadaan dari harpa trap ini. Selain
layer, juga terdapat tiang penggulung layer, kantung perangkap, plastik pengarah agar
kelelawar yang didapat akan turun ke kantung perangkap. Alat ini bisa dibongkar pasang
dengan mudah, sehingga membawa alat ini sangat mudah kemanapun. Pada umumnya alat
ini dipasang beberapa meter dari mulut gua atau diantara kanopi pohon yang sedang
berbuah.
Pada saat melakukan penelitian ini sebaiknya menggunakan sarunan g tangan kulit
agar tidak luka karena layer yang digunakan bisa melukai tangan kita, head lamp sebagai
penerang, kantung kelelawar dan alat-alat hitung lainnya. Tinggi dari alat ini bisa di atur
ukurannya tapi lebarnya tidak bisa. Harpa trap sebaiknya digunakan dimulut gua.
Alat ini biasanya dipasangkan di mulut gua. Jadi ketika kelelawar yang mau keluar
ataupun masuk gua akan terjebak di alat ini. Alat ini dilakukan pemasangan pada saat
menjelang senja sampai pagi hari, karena sama-sama kita ketahui bahwa kelelawar waktu
aktifnya adalah malam hari.
Gambar VI. Harpa Trap
5.2 Camera Trap
Camera trap digunakan untuk mengidentifikasi hewan-hewan vertebrata, khususnya
mamalia besar, karena penggunaan alat ini sangat mudah dan lebih efisien waktu dan
biaya. Camera trap terbagi menjadi dua, yaitu: kamera trap manual dan kamera trap
digital.
Camera trap manual adalah kamera trap yang menggunakan kamera biasa, Bagian
– bagiannya terdiri dari Kamera pocket; Sensor yang terdiri dari 4 buah tombol, yaitu
Kamera (atas) dan laser (bawah); Delay A untuk tenggang waktu 1 menit dan Delay B
untuk tenggang waktu 5 menit, untuk pemotretan selanjutnya, apabila ada objek yang
tersensor lainnya; Start, untuk memulai dan memanaskan kamera; tombol 24 hours
(kamera aktif 24 jam penuh), day only (aktif 12 jam saja atau siang hari saja), masa aktif
dari kamera (Griffiths M., 1993).
Cara kerja alat ini pertama diukur ketinggian pemasangan kamera, sebaiknya 60 –
70 cm dari permukaan tanah tergantung jenis hewan yang akan diamati. Pilih Delay A atau
Delay B. sebaiknya pilih Delay A (1 menit) supaya jika ada hewan yang lewat dalam kurun
waktu satu menit bisa diamati. Setelah itu pilih tombol ‘day only (24 jam)’ agar kamera ini
aktif tiap saat. Terakhir naikkan ke atas tombol start untuk memulai mengaktifkan kamera.
Tombol start ditekan sampai konstan dengan kedipan lampu, apabila lampu tidak berkedip
lagi maka kamera siap digunakan.
Kelebihan dari kamera ini ialah kamera ini dapat menghasilakan foto yang
berwarna, sedangkan kekurangannya, kamera ini hanya mampu bertahan dalam kurun
waktu 12 jam dan hanya menggunakan batterai biasa. Untuk melindungi kamera ini dari
panas dan hujan, maka di atas kamera ini dipasang seng bekas yang berkarat, bukan seng
yang baru, karena seng bekas warnanya tidak mencolok dan hewan-hewan yang lewat
tidak akan mengetahui keberadaan seng ini.. Di dalam kamera ini diletakkan silica gel
secukupnya untuk menyerap kelembapan. Hendaklah kamera ini diletakkan pada daerah
yang kemungkinan dilewati oleh mammalia besar dan diukur jaraknya dengan
menggunakan lampu sensor.
Yang kedua adalah kamera trap digital Kamera ini terdiri dari Blitz yang berfungsi
untuk pencahayaan; Aim untuk mengukur ketinggian; Status light untuk menandakan
kamera sudah aktif; Kamera untuk mengambil gambar; Layar sebagai pemandu, yang
akan kita atur, seperti waktu, berapa gambar yang diambil; Mode untuk mengaktifkan
kamera atau untuk memulai merekam; Rest delete untuk menghapus gambar; Sensor untuk
menangkap gambar; Select untuk mengubah angka/huruf atau perpindahan (Griffiths M.,
1993).
Kelebihan dari kamera ini adalah kamera ini sedah menggunakan memory dan usb
digital. Jadi kita akan dengan mudah memindahkan data yang ada dalam kamera ini ke
laptop dengan mudah. Selain itu di kamera ini terdapat video untuk merekam dan bisa
menyimpan banyak foto, yaitu 3726 foto. Jadi kita tidak perlu takut kehabisan memory jika
menggunakan kamera ini. Sedangkan kekurang dari kamera ini adalah apabila kamera ini
dipasang pada tempat yang ternaung dan agak gelap akan menghasilkan gambar yang
kurang bagus atau tidak berwarna.. Setiap pemeriksaan dilakukan pembersihan kamera,
pergantian silica gel, penggantian baterai jika diperlukan dan penggantian memory card,
serta pemeriksaan hasil foto yang didapat. Hendaklah kamera ini diletakkan pada daerah
yang kemungkinan dilewati oleh mammalia besar dan diukur jaraknya dengan
menggunakan lampu sensor.
Gambar VII. Kamera Trap
5.3 Medium-Small Mammal Trap
Medium-Small Mammal Trap merupakan perangkap yang termasuk ke dalam metoda
pasif dan digunakan untuk menangkap jenis mamalia yang berukuran kecil contohnya hewan
dari ordo Rodentia, dan mamalia yang berukuran sedang contohnya yang termasuk
kedalam family Canidae dari kelas Carnivora.. Bagian-bagian dari perangkap ini antara
lain pintu tempat memasukkan umpan dan mengeluarkan target. Kunci dan penyangga
pintu agar target yang telah terperangkap tidak dapat keluar, dan umpan. Umpan yang
biasa digunakan untuk menangkap mamalia berukuran kecil adalah ikan asin, ikan teri,
buah-buahan dan bungkit kelapa. Umpan sebaiknya dibakar terlebih dahulu agar
mengeluarkan aroma yang khas. Sedangkan untuk menangkap mamalia berukuran sedang,
umpan yang digunakan biasanya adalah potongan daging ayam atau sapi yang masih segar.
Saat pemasangan umpan, sebaiknya gunakan sarung tangan agar aroma umpan
tidak bercampur dengan aroma dari tangan kita. Umpan tersebut harus diletakkan di ujung
pengait. Prinsip kerja alat ini adalah menghubungkan umpan dengan pintu perangkap
dengan pengait. Jadi jika umpan ditarik oleh hewan yang masuk kedalam perangkap, maka
pengait pada pintu perangkap akan terlepas. Hal ini menyebabkan pintu akan tertutup dan
terkunci dari luar. Kalau ada hewan yang terperangkap jangan mengeluarkannya pada
waktu hewan itu masih hidup. Masukkan dulu hewan tersebut ke air sampai mati atau
pingsan setelah itu baru dikeluarkan. Karena apabila hewan tersebut diambil hidup-hidup
akan membahayakan kita, bisa saja hewan itu menggigit tangan kita. Alat ini biasanya
diletakan disudut-sudut ruangan (Mencit. Tikus), diikatkan pada pohon (Tupai, Musang)
yang pintunya mengarah kebagian atas.
Gambar VIII. Small Mammal Trap dan Medium Mammal Trap
5.4 Auditory Census
Auditory Census merupakan metoda yang digunakan untuk menghitung, mengidentifikasi
suatu hewan dengan cara mendengarkan suara hewan yang akan diidentifikasi, biasanya
untuk keluarga Hylobatidae. seperti ungko dan siamang. Alat-alat yang digunakan
diantaranya kompas, alat tulis dan peta lokasi.
Cara kerja dari metoda ini adalah pertama tentukan tempat yang senyaman
mungkin untuk mengamati dan mendengarkan suara-suara binatang, seperti dibawah
pohon atau tempat lainya. Setelah itu tentukan arah utara tempat posisi kita berada, dengan
menggunakan kompas dan peta. Kemudian dengarkanlah suara binatang terutama suara-
suara primate, karena suara primate memilki cirri yang khas, sehingga mudah dikenali.
Lalu tentukan berapa derajat suara binatang itu berasal dari arah utara. Kemudian tentukan
jarak suara tersebut dari posisi kita. Selain itu, dengarkan juga suara-suara dari arah lainya.
kemudian suara tersebut diidentifikasi.
Pada umumnya didaerah kita para peneliti lebih cenderung untuk meneliti ungko
dan siamang, karena kedua hewan ini memiliki suara yang khas daripada hewan lainnya.
Siamang memiliki suara yang khas, yaitu suaranya hanya satu-satu, sedangkan ungko
memiliki suara yang bertingkat.
Gambar IX. Auditory Census
DAFTAR PUSTAKA
Brandt, A.V. 1984. Fishing Cathing Methods of The World. Fishing News Books Ltd.
England.
Griffiths, M., van Schaik, C. P. (1993). "Camera-trapping: a new tool for the study of
elusive rain forest animals". Tropical Biodiversity 1: 131–135.
Martasuganda. S. 2002. ”Jaring Insang (Gillnet)”. Serial Teknologi Penangkapan Ikan
Berwawasan Lingkungan ISBN 979-96923-0-X. Terbitan oleh Jurusan PSP. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 65 hal.