metlit

16
TUGAS METODELOGI PENELITIAN PENURUNAN PENDENGARAN AKIBAT INTENSITAS KEBISINGAN PT. X Bergerak di Industri Komponen Kendaraan Bag. Manufacture 2015 A. M. Dwi Ari Bayu Nelwan Sirait Puspita Wahyu Dwi Sesanti Selly Oktavianti Agus Widodo Ricad Krisanto Raharjo Anggie Anarahmy Yuda Wira Pratama Winarti Tasya Amanda SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN PRODI K3 PROGRAM B 2015

Upload: puspita

Post on 02-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

metlit

TRANSCRIPT

Page 1: Metlit

TUGAS

METODELOGI PENELITIAN

PENURUNAN PENDENGARAN AKIBAT INTENSITAS KEBISINGAN

PT. X Bergerak di Industri Komponen Kendaraan Bag. Manufacture

2015

A. M. Dwi Ari Bayu

Nelwan Sirait

Puspita Wahyu Dwi Sesanti

Selly Oktavianti

Agus Widodo

Ricad Krisanto Raharjo

Anggie Anarahmy

Yuda Wira Pratama

Winarti

Tasya Amanda

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN

PRODI K3 PROGRAM B

2015

Page 2: Metlit

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing

loss/NHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam

jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising

lingkungan kerja.

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang

intensitasnya 85 desibel (db) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor

pendengaran corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya dan biasanya terjadi

pada kedua telinga.

Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang

belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius

bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan

pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising

dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi kepada pekerja.

Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik

dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.

Polusi suara sekarang diakui di seluruh dunia sebagai masalah utama

untuk kualitas hidup di perkotaan. Kebisingan merupakan salah satu penyebab

“penyakit lingkungan“ yang penting. World Health Organization (WHO)

melaporkan Tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia mengalami

gangguan pendengaran dari dampak kebisingan dalam berbagai bentuk.

Sekitar 75-140 juta (50%) di Asia Tenggara, dalam hal Indonesia

menempati urutan ke empat di Asia Tenggara yaitu 4,6% sesudah Srilanka

(8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Angka tersebut diperkirakan akan

terus meningkat (Rahayu, 2010 : 59).

Intensitas kebisingan yang melebihi ambang batas akan menyebabkan

penurunan yang serius pada kondisi kesehatan seseorang khususnya gangguan

Page 3: Metlit

2

pendengaran, dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kehilangan

pendengaran sementara, yang lambat laun dapat menyebabkan kehilangan

pendengaran permanen (bersifat kumulatif).

Tingkat gangguan tersebut ditentukan oleh tiga aspek yaitu lama

pajanan kebisingan, intensitas kebisingan dan frekuensinya. Kebisingan yang

berlangsung lama akan memperburuk pendengaran. Intensitas yang sangat kuat

dapat mengganggu pendengaran, bahkan akibat paling buruk adalah manusia

bisa tuli. Aspek yang ketiga adalah frekuensi yang menunjukkan jumlah dari

gelombang-gelombang suara yang sampai di telinga setiap detik. Frekuensi

dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau Hertz (Hz) (Purnomo, 2003).

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :

A. Bagaimana cara mencegah gangguan pendengaran pada pekerja di industri

yang memiliki resiko bising?

B. Apa yang harus kita lakukan bila terjadi masalah pendengaran pada pekerja

karena kebisingan dilingkungan kerja?

C. Bagaimanakah Intensitas bising dapat menurunkan daya Pendengaran

pekerja di PT. X?

1.3. Tujuan Penelitian

A. Mengetahui cara mencegah gangguan pendengaran pada pekerja di industri

yang memiliki resiko bising.

B. Mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi masalah pendengaran

pada pekerja karena kebisingan dilingkungan kerja.

C. Memberikan informasi yang jelas tentang intensitas kebisingan yang dapat

menimbulkan PAK menurunnya indera pendengaran.

Page 4: Metlit

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi/mengenal

suara & juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga

memiliki tiga bagian yaitu:

A. Telinga Luar

Aurikula (daun telinga) Terdiri dari tulang rawan (kartilago) yang

dibungkus kulit. Fungsi utama aurikula adalah untuk menangkap

gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam MAE.

Meatus auditorius eksternus (saluran telinga) merupakan saluran ke

dalam os temporale dan membentuk kurva yang condong ke atas dan ke

bawah. Fungsinya sebagai buffer terhadap perubahan kelembaban dan

temperatur yang dapat mengganggu elastisitas membran timpani.

B. Telinga tengah

Telinga tengah adalah rongga yang berisi udara dalam tulang

temporal yang terdiri dari:

1. Membran timpani (gendang telinga), membentang sampai bagian akhir

saluran telinga, Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk bundar

dan cekung dari luar dan akan bergetar ketika gelombang suara

Page 5: Metlit

4

melaluinya. Getaran ini akan diteruskan menuju ketiga tulang

pendengaran.

2. Tulang pendengaran terdiri dari : meleus inkus dan stapes. Stapes

kemudian menghantarkan getaran ketelinga dlam yang terisi oleh cairan

pada fenesta vestubuli. Fungsi ke tiga tulang ini adalah menurunkan

amplitudo getaran yang diterima dari membran tympani dan

meneruskannya ke jendela oval.

3. Tuba eustachi bermula dari ruang tympani ke arah bawah sampai

nasofaring Struktur mukosanya merupakan kelanjutan dari mukosa

nasofaring Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan secara

mendadak. Tuba ini terbuka saat menelan dan bersin Berfungsi untuk

menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di dalam

telinga tengah.

C. Telinga Dalam

Telinga dalam merupakan suatu rongga yang disebut labirin

berdinding tulang (maze), yang dilapisi oleh membrane yang disebut

membranosa labirin. Perilimf adalah cairan yang terdapat di antara tulang

dan membran, dan edolimf adalah cairan yang terdapat di dalam struktur

membrane didalam telinga dalam. Struktur-struktur tersebut adalah koklaea

yang terkait erat dengan pendengaran dan utrikuklus, sakulus dan kanalis

semisirkularis, yang semuanya berfungsi untuk mempertahankan

keequlibrium.

Page 6: Metlit

5

1. Koklea, adalah berbentuk seperi rumah keong dengan struktur dua

setengah putaran.

2. Utrikulus dan sakulus adalah kantong membranosa disuatu daerah yang

disebut vestibulum yang terletak di antera koklea dan kanalis

semisirkularis.

3. Kanalis Semi Sirkularis adalah membrane lonjong yang berisi cairan

yang terdiri dari 3 duktus semiserkular, masing-masing berujung pada

ampula.Pada ampula terdapat sel rambut, krista dan kupula Berkaitan

dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal rotasi.

Secara ringkas, proses mendengar melibatkan transmisi getaran dan

menghasilkan impuls saraf. Ketika gelombang suara memasuki saluran telinga,

getaran dihantar oleh urutan struktur berikut: gendang telinga, meleus, inkus,

stepaes, fenestra vestubuli pada telinga dalam, perimlf dan endolimf yang

terdapat di koklea dan sel rambut organ kortil

(http://jabbarbtj.blogspot.co.id/2014/09/anatomi-telinga.html).

2.2. Kebisingan

Menurut Suma’mur (1996), dalam suatu lingkungan kerja terdapat

faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban tambahan dan menimbulkan

gangguan kesehatan bila tidak dikendalikan. Secara umum didalam lingkungan

kerja terdapat faktor-faktor bahaya yang meliputi :

A. Faktor Fisik : Penerangan, Kebisingan, Tekanan Panas, Getaran dan

Radiasi.

B. Faktor Biologi : Golongan Bakteri, Jamur serta Golongan

Mikrobiologi lainnya.

C. Faktor Kimia : Debu, Uap, Fume, Gas dll

D. Faktor Fisiologi : Konstruksi Mesin, Sikap Kerja, Keserasian Mesin dan

Manusia.

Kebisingan didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki

yang bersumber dari alat proses produksi dan atau alat kerja yang pada tingkat

Page 7: Metlit

6

tertentu dapat menyebabkan gangguang pendengaran. (Kepmenaker No. 51/

MEN/ 1999).

Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya

yang merintangi terdengarnya suara-suara, music dan sebagainya atau

menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup (JIS Z 8106,

IEC60050-801kosakata elektro-teknik Internasional Bab 801 : Akustikal dan

elektroakustikal).

Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan

dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

manusia dan kenyamanan lingkungan, (KepMenLH No.48 Tahun 1996).

Kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi-bunyian yang tidak

dikehendaki oleh telinga kita, karena dapat mengganggu ketenangan bekerja,

merusak pendengaran dan dapat menimbulkan salah komunikasi.

Rangsang suara yang berlebihan atau tidak dikehendaki (bising), yang

dijumpai diperusahaan akan mempengaruhi fungsi pendengaran. Berbagai

faktor seperti intensitas, frekuensi, jenis atau irama bising. Lama pajanan serta

lama waktu istirahat antar dua periode pemajanan sangat menentukan dalam

priosesterjadinya ketulian atau kurang pendengaran akibat bising. Demikian

juga faktor kepekaan tiap pekerja seperti umur, pemajanan kebisingan

sebelumnya, kondisi kesehatan, penyakit telinga yang pernah diderita, perlu

pula dipertimbangan dalam menentukan gangguan pendengaran akibat bising

(Budiono, 2003).

Bising Industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang

belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius

bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan

pendengaran yang sifatnya permanen (Rambe, 2003).

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :

A. Bising yang Mengganggu (Irritating Noise)

Intensitasnya tidak terlalu keras, misalnya suara dengkuran

B. Bising yang Menutupi (Masking Noise)

Page 8: Metlit

7

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak

langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja.

C. Bising Yang Merusak (Damaging / Injurious Noise)

Bunyi yang intensitasnya melampaui nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini

akan merusak atau mengakibatkan menurunnya fungsi pendengaran.

Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah sebagai berikut :

A. Gangguan fisiologis, gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,

nadi dan dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

B. Gangguan psikologis, gangguan psikologis berupa rasa tidak nyaman,

kurang konsentrasi, emosi dan lain-lain.

C. Gangguan komunikasi, gangguan komunikasi dapat menyebabkan

terganggunya pekerjaan, bahkan bisa berakibat kepada kecelakaan karena

tidak dapat mendengar isyarat ataupun tanda bahaya.

D. Gangguan pada pendengaran (Ketulian), merupakan gangguan yang paling

serius karena pengaruhnya dapat menyebabkan berkurangnya fungsi

pendengaran. Gangguan pendengaran ini bersifat progresif tapi apabila

tidak dilakendalikan dapat menyebabkan ketulian permanen.

2.3. Pendengaran

Daya dengar seseorang dalam menangkap suara sangat-sangat

dipengaruhi oleh faktor internal maupun external. Faktor Internal meliputi umur,

kondisi kesehtan maupun riwayat penyakit yang pernah diderita, obat-obatan

dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal dapat meliputi masa kerja,

tingkat intensitas sara disekitarnya, lamanya terpajan dengan kebisingan,

karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan (Patrick dalam

tarwaka,dk, 2004).

Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ambang dengar

tersebut yang paling menonjol adalah faktor umum dan lamanya pemajanan

terhadap kebisingan (masa kerja ditempat tersebut), (tawaka,dkk, 2004).

Page 9: Metlit

8

Pengaruh utama dari paparan kebisingan adalah gangguan terhadap

Inder. Pendengaran yang menyebabkan ketulian progresif. Ditempat kerja,

tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran

dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80-90 dB

(A) atau lebih dapat membahayakan pendengaran.

Pendengaran akan terganggu apabila tenaga kerja terpapar terus-

menerus terhadap bising diatas 85 dB disbanding dengan pemaparan secra

intermitten yang kurang berbahaya (Suma’mur, 1996). Apabila telinga

memperoleh rangsang suara, maka menurut Ballantyne dan Groves dalam

Budiono (2003), sesuai dengan besarnya rangsangan akan terjadi proses :

A. Adaptasi, yang berlangsung 0- 3 menit, yakni berupa kenaikan ambang

dengar sesaat.

B. Pergeseran ambang dengar sementara (Temporary Threshold Shift),

Kelanjutan Proses adaptasi akibat rangsangan suara yang lebih kuat.

C. Pergeseran Ambang dengar persisten (Persistent Threshold Shift), yang

masih ada setelah 40 jam rangsang suara berhenti.

D. Pergeseran ambang dengar yang menetap (Permanent Threshold Shift),

Meskipun rangsang suara sudah tidak ada, pada keeadaan ini sudah terjadi

kelainan patologis yang permanen pada Cochlea umumnya pada kasus

trauma akustik dan akibat kebisingan ditempat kerja.

Ditempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat

merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan. Pada

80-90 dB (A) atau lebih dapat membahayakan pendengaran seseorang yang

terpapar kebisingan secra terus-menerus dapat menyebabkan duirinya

menderita ketulian.

2.4. Gangguan Pada Indera Pendengaran

A. Trauma Akustik: Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan

pemaparan tunggal (Single exposure) terhadap intensitas yang tinggi dan

terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian

Page 10: Metlit

9

yang disebabkan suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya

membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.

B. Temporary Threshold Shift (TTS) atau kurang pendengaran akibat bising

sementara (KPABS). Adalah efek jangka pendek dari pemaparan bising,

berupa kenaikan ambang sementara yang kemudian setelah berakhirnya

pemaparan terhadap bising akan kembali normal. Faktor yang

mempengaruhi terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi bising, lama

waktu pemaparan dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan

kepekaan individual.

C. Permanent Threshold Shift (PTS) atau kurang pendengaran akibat bising

tetap. Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel,

sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini dapat disebabkan oleh efek

kumulatif pemaparan terhadap bising yang berulang selama bertahun-

tahun.

2.5. Pemantauan Kebisingan

Alat ukur untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja adalah Sound

Level Meter (SLM) dan untuk personal monitoring digunakan Noise

Dosimeter.

a. b.

Gambar a. Sound Level Meter (SLM), b. Noise Dosimeter

Sebelum melakukan pengukuran yang pertama harus dilakukan adalah

identifikasi bahaya apakah di area kerja terdapat sumber bahaya dari mesin atau

Page 11: Metlit

10

aktifitas pekerjaan yang dapat menimbulkan kebisingan, bisa juga dengan

melakukan Work Through Survey yaitu survey ke tempat kerja dan melakukan

identifikasi bahaya.

Langkah selanjutnya melakukan pengukuran kebisingan dengan SLM,

perlu diketahui bahwa noise adalah menggunakan fungsi logaritma, karena

rentang pendengaran manusia sangat lebar dengan satuan desible (dbA).

Lakukan pengukuran secara periodik baik tempat kerja maupun

personal monitoring, bandingkan data pengukuran dengan Nilai Ambang Batas.

2.6. Test Audiometri/Pendengaran

Apabila hasil pengukuran di tempat kerja menunjukkan intensitas

kebisingan melebihi NAB maka lakukan audiometri test kepada karyawan

minimal 1 tahun sekali. Audiometri test juga harus dilakukan pada karyawan

baru/rotasi/mutasi sebelum di tugaskan ke area dengan intensitas kebisingan

yang tinggi. Target dari audiometri test adalah pemeriksaan gangguan

pendengaran persepsi, konduksi atau campuran

(http://www.batan.go.id/ptlr/k3/?q=node&page=5).

2.7. Pengendalian Kebisingan

Seperti halnya pada pengendalian faktor-faktor bahaya lain di tempat

kerja, pengendalian kebisingan juga harus melalui urutan-urutan/hirarki

(hierarchy of control) yang benar dan sesuai. Enam langkah/metode yang

biasanya dijadikan pedoman dalam hirarki pengendalian adalah sebagai berikut :

A. Rekayasa ulang (redesign) --- mesin atau proses

B. Penggantian (substitution) --- bahan atau proses

C. Isolasi (segregation/isolation) --- sumber bahaya dari pekerja

D. Pengendalian teknis (engineering control) --- pemeliharaan atau modifikasi

mesin

E. Pengendalian secara administrasi (administrative control) --- modifikasi

jadwal kerja

Page 12: Metlit

11

F. Alat pelindung diri (personal protective equipment) --- bagi para pekerja

Pengendalian kebisingan yang paling baik adalah dengan

menghilangkan sumber suara darimana kebisingan tersebut berasal. Akan tetapi

karena berbagai alasan biasanya langkah ini sangat sulit untuk dilakukan. Untuk

itu dengan berpedoman pada enam langkah pengendalian di atas, kebisingan

bisa dikendalikan melalui beberapa cara di bawah ini :

A. Pengendalian pada sumbernya

1. Dengan merekasaya ulang (redesign) proses atau penggantian alat,

misalnya menggantian rollerdengan conveyor belt, penggunaan mesin-

mesin yang tidak membutuhkan kipas pendingin, atau panggantian pipa-

pipa logam dengan yang dari plastik.

2. Dengan mengganti bahan-bahan atau proses yang menghasilkan bising;

misalnya pembelian bahan-bahan dengan ukuran yang sudah dipotong

sebelumnya untuk menghilangkan proses pemotongan.

3. Dengan modifikasi teknis pada alat-alat dan mesin-mesin yang sudah

terpasang; misalnya pemasangan isolasi atau damping pada bagian yang

bergetar, mengurangi jarak jatuh material, atau penggantian komponen-

komponen logam dengan bahan-bahan yang lebih rendah emisi

suaranya.

B. Pengendalian pada jalan rambat kebisingan

1. Pemisahan sumber bising dari pekerja; misalnya pemindahan ruang

generator jauh dari tempat kerja.

2. Isolasi peralatan yang bising di ruang kedap suara; misalnya pompa dan

kompresor udara bisa ditempatkan di ruang dengan insulasi suara.

3. Isolasi pekerja di ruang kedap suara; misalnya ruang operator mesin

dengan remote-control panel.

4. Modifikasi teknis pada peralatan atau bahan-bahan yang mengeluarkan

bising; misalnya pemasangan penghalang kebisingan frekuensi tinggi,

pembuatan alat-alat anti kebisingan atau pemasangan panel-panel

penyerap kebisingan pada dinding atau atap ruangan.

Page 13: Metlit

12

5. Pengendalian secara administrasi untuk mengurangi waktu pemaparan

pekerja terhadap kebisingan; misalnya rotasi pekerjaan sehingga tidak

ada pekerja yang terpapar kebisingan melebihi ambang batas.

6. Penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk menghalangi rambatan

kebisingan pada pekerja; misalnya jika sudah tidak ada langkah-langkah

pengendalian yang mungkin dilakukan maka ear plug atau ear muff

menjadi alternatif terakhir untuk melindungi pekerja dari resiko bahaya

kebisingan (Kuntodi, 2007).

2.8. Kerangka Teori

Gangguan pendengaran akibat terpapar suara yang bising atau Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan salah satu penyakit akibat kerja

paling banyak dijumpai pada saat ini Noise Induced Hearing Loss dalam bahasa

Indonesia disebut Tuli Akibat Bising. Tuli Akibat Bising adalah suatu kelainan

atau gangguan pendengaran berupa penurunan fungsi indera pendengaran

akibat terpapar oleh bising dengan intensitas yang berlebih terus-menerus

dalam waktu lama (Rotinsulu, 2008). Beberapa kondisi lain ikut berperan pada

gangguan pendengaran seperti intoksikasi, trauma pada usia 55 tahun ke atas

juga presbiakusis. Pernyataan ini sesuai dengan yang dilaporkan Tasbeh (1999)

dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap 6 perusahaan di Jakarta,

menunjukkan bahwa noise induce permanent treshold shift meningkat terus

setelah masa kerja 10 tahun dan perubahan ini bukan diakibatkan oleh penuaan

namun disebabkan oleh pengaruh pemaparan terhadap kebisingan (Arini,

2005), (Erman, D., Sukendi., Suyanto 2014:8 (2)).

Page 14: Metlit

13

2.9. Kerangka Konsep

Page 15: Metlit

14

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini Deksriptif yang bertujuan

untuk memberikan informasi yang jelas tentang intensitas kebisingan yang

dapat menimbulkan PAK menurunnya indera pendengaran, di PT. X bergerak

Industri Komponen kendaraan Bag. Manufacture

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan untuk Objek Penelitian dalam pengumpulan

data adalah Sebagai berikut :

Nama perusahaan : PT. X

Lokasi : Unit Manufacturing

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 Bulan, Mulai tanggal … s/d … 2015

3.3. Teknik Pengumpulan data

A. Observasi Lapangan

Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan

program keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan.

B. Kepustakaan

Selain dengan cara diatas sumber data diperoleh dengan studi pustaka

dengan membaca referensi-referensi yang menunjang.

3.4. Sumber Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan dalam penelitian ini berssumber

dari data primer dan sekunder, yaitu :

A. Data Primer

1. Mengadakan Observasi Langsung mengenai Proses Produksi,

penggunaan Mesin.

Page 16: Metlit

15

2. Wawancara dengan Tanya jawab

B. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui data-data yang ada pada dokumen dan

catatan-catatan perusahaan yang berhubungan dengan pemaparan

kebisingan di PT. X unit Manufacturing.

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dibahas dan dibandingkan dengan

peraturan yang berlaku khususnya SK menteri NO. Kep 51/MEN/1999 tentang

nilai ambang batas faktor fisik di tempat kerja.