menuntut pertanggungjawaban hak akuntabilitas dimana akuntabilitas adalah: sebuah kebutuhan...

23
Menuntut Pertanggungjawaban Hak Akuntabilitas Dimana Akuntabilitas Adalah: Sebuah Kebutuhan Pendekatan Fungsional Untuk Imunitas Diplomatik Di Bawah Konvensi Wina Abstrak Catatan ini membahas ketidak mampuan pekerja rumah tangga untuk mencari ganti rugi eksploitasi oleh majikan diplomat. Dalam ranah hukum yang dihadapi oleh para pekerja ini, catatan ini menyoroti pengadilan dari kebutuhan secara fungsional berdasarkan teori Konvensi Wina. Pengadilan sekarang bergantung sepenuhnya pada penafsiran departemen luar negri Amerika Serikat dalam lingkup kekebalan diplomatik, dikomunikasikan melalui “Statement of Interest”. Perbedaan yang signifikan diberikan kepada suatu pernyataan yang memiliki konsekuensi yang menakutkan bagi korban yang dieksploitasi. Dalam pendekatan kebutuhan fungsional, pekerja rumah tangga mampu menuntut ganti rugi, eksploitasi yang merupakan suatu tindakan pribadi, bukan merupakan kelanjutan dari misi diplomatik melainkan dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi. Sebaliknya departemen luar negri yang memeberikan kekebalan terhadap sejumlah diplomat telah terkikis pengecualian terhadap kekebalan diandalkan oleh penggugat. Hal ini merupakan pertanyaan para delegasi untuk cabang eksekutif dan mengusulkan untuk kembalik membatasi hak imunitas seperti yang telah dirumukan oleh teori kebutuhan fungsional.

Upload: bambamzglory

Post on 10-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Menuntut Pertanggungjawaban Hak Akuntabilitas Dimana Akuntabilitas Adalah: Sebuah Kebutuhan Pendekatan Fungsional Untuk Imunitas Diplomatik Di Bawah Konvensi Wina

AbstrakCatatan ini membahas ketidak mampuan pekerja rumah tangga untuk mencari ganti rugi eksploitasi oleh majikan diplomat. Dalam ranah hukum yang dihadapi oleh para pekerja ini, catatan ini menyoroti pengadilan dari kebutuhan secara fungsional berdasarkan teori Konvensi Wina. Pengadilan sekarang bergantung sepenuhnya pada penafsiran departemen luar negri Amerika Serikat dalam lingkup kekebalan diplomatik, dikomunikasikan melalui Statement of Interest. Perbedaan yang signifikan diberikan kepada suatu pernyataan yang memiliki konsekuensi yang menakutkan bagi korban yang dieksploitasi. Dalam pendekatan kebutuhan fungsional, pekerja rumah tangga mampu menuntut ganti rugi, eksploitasi yang merupakan suatu tindakan pribadi, bukan merupakan kelanjutan dari misi diplomatik melainkan dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi. Sebaliknya departemen luar negri yang memeberikan kekebalan terhadap sejumlah diplomat telah terkikis pengecualian terhadap kekebalan diandalkan oleh penggugat. Hal ini merupakan pertanyaan para delegasi untuk cabang eksekutif dan mengusulkan untuk kembalik membatasi hak imunitas seperti yang telah dirumukan oleh teori kebutuhan fungsional.

IntroductionSelama beberapa dekade terakhir, dengan bantuan pembantu rumah tangga tuduhan eksploitasi dan penyalahgunaan wewenang oleh diplomat dapat terpublikasikan dalam bentuk narasi. Pembantu rumah tangga mengalami penipuan yang disebabkan oleh penyerapan tenaga kerja kontrak dan janji palsu untuk menemani keluarga diplomat di Amerika Serikat. Saat mereka datang mereka mendapati bahwa mereka dibayar kurang dari upah minimum; ada beberapa diantara mereka yang terikat jam kerja yang tidak manusiawi; dan menjadi subjek kekerasan secara verbal, fisik, maupun psikologis. Pekerja rumah tangga mengambil tindakan terhadap pejabat diplomat tetapi beberapa kali kasus mereka tidak dihiraukan karena kurangnya subjekpermasalahan yurisdiksi. Kesimpulannya bahwa kekebalan diplomatik dijadikan pelindung oleh pejabat diplomatik dari gugatan yang sedemikian, hakim hampir secara keseluruhan bergantung pada pernyataan kebijakan yang diajukan oleh Departemen Luar Negeri dalam bentuk Statement of Interest. Oleh karena itu, beberapa pengadilan telah berupaya untuk meneliti kontur yang tepat dari Konvensi Wina dalam hubungan diplomatik. (VCDR) dan pengecualian imunitas diplomatik. Kasus yang melibatkan diplomat merupakan sebagian kecil kasus pekerja rumah tangga, bagaimanapun mereka menimbulkan suatu pertanyaan hukum yang rumit yang menyerang inti dari sikap Amerika Serikat terhadap VCDR. Untuk mengkontekstualisasikan dilema yang dihadapi pekerja rumah tangga dari keluarga diplomat, bagian II memberikan gambaran tentang VCDR, termasuk etentuan yang relevan, menyatakan tujuan, dan teoritis dasar. Bagian III membahas pelanggaran hak istimewa diplomatik dan eksploitasi pekerja rumah tangga. Bagian IV membahas hambatan utama ganti rugi pengadilan yang terbatas terhadap kegiatan komersial pengecualian terhadap kekebalan diplomatik. Bagian ini memberikan perhatian yang dekat dengan interaksi kehakiman dan eksekutif dalam menggambarkan lingkup kekebalan diplomatik. Bagian V mengevaluasi batas usaha sebelumnya untuk memikirkan ulang kekebalan diplomatik untuk lebih mengakomodasi permintaan ganti kerugian. Bagian akhir, bagian VI penganjur adopsi pendekatan kebutuhan fungsional untuk kekebalan diplomatik, dimana akan membatasi masalah eksploitasi yang tidak dikendalikan. Bagian ini juga menunjukkan bagaimana setiap cabang pemerintahan dapat memfasilitasi dan menampung perubahan. Pada tahun 1969, Amerika Serikat meratifikasi VCDR yang sudah lama dikodefikasikan dalam praktik diplomatik dan konsuler dengan tujuan mempertahankan "kesetaraan kedaulatan Negara [,]. . . internasional perdamaian dan keamanan, dan promosi hubungan persahabatan antara bangsa." VCDR, merupakan perjanjian yang dilaksanakan sendiri, memperoleh kekuatan hukum di Amerika Serikat melalui diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Diplomatik tahun 1978, dimana kongres "mendirikan Konvensi Wina sebagai hukum tunggal AS yang mengatur hak istimewa dan kekebalan diplomatik. Negara bagian VCDR merupakan bagian yang relevan bahwa "agen diplomatik akan menikmati kekebalan dari yurisdiksi pidana Negara penerima dan masyarakatnya dan yurisdiksi administrasinya. Dengan demikian, misi diplomatik dan anggota keluarga dekat mereka mungkin tidak akan ditangkap atau ditahan; tidak mungkin memilki tempat tinggal mereka dimasuki atau dicari; tidak dipanggil sebagai saksi dan tidak boleh dituntut oleh bangsa di mana mereka melayani negaranya. VCDR ini didasarkan pada keyakinan bahwa konvensi internasional tentang hubungan diplomatik hak istimewa, dan kekebalan memupuk hubungan persahabatan antar bangsa "terlepas dari mereka yang berbeda sistem konstitusional dan sosial. " Ketika VCDR penting untuk hubungan diplomatik dan asing, VCDR mengakui pengecualian tertentu. Pasal 31 (1) menguraikan tiga pengecualian untuk kekebalan yang diberikan kepada diplomat (dan keluarga mereka) di negara penerima: Agen diplomatik harus menikmati kekebalan dari pidana yurisdiksi Negara penerima. Ia juga akan menikmati kekebalan perdata dan administrasi, kecuali dalam hal:a) Tindakan nyata yang berkaitan dengan harta pribadi yang tidak bergerak yang terletak di wilayah Negara penerima, kecuali ia berpegang pada nama Negara pengirim untuk tujuan misi;b) Suatu tindakan yang berkaitan dengan suksesi di mana agen diplomatik yang terlibat sebagai pelaksana, administrator, ahli waris atau pewaris sebagai pribadi dan bukan atas nama Negara pengirim;c) Suatu tindakan yang berkaitan dengan setiap kegiatan profesional atau komersial yang dilakukan oleh agen diplomatik di Negara penerima di luar fungsi resminyaPengecualian ketiga, selanjutnya disebut sebagai "Ppengecualian kegiatan komersial, " telah terbukti kontroversial karena bahasa yang ambigu. VCDR tidak memberikan definisi tentang apa yang merupakan "Kegiatan komersial," juga tidak pengecualian itu sendiri mencakup pembatasan kualifikasi batas lingkup masanya. Akibatnya, pengecualian ini telah menghasilkan litigasi atas sifat kegiatan yang dilakukan oleh diplomat di luar tugas resmi mereka. Selain pengecualian yang disebutkan hanya ada batas peluang untuk menghindari kekebalan. Mungkin metode yang paling efektif Metode menghindari kekebalan yang diatur dalam Pasal 32 dari VCDR. Pasal 32 didasarkan pada hak-hak diplomat yang tercantum sebelumnya untuk bebas dari penangkapan, penahanan, dan tuntutan perdata dan pidana namun menegaskan bahwa negara pengirim dapat mengabaikan kekebalan ini setiap saat. Namun, negara telah terbukti sangat bersedia untuk memberikan semacam keringanan, bahkan dalam kasus di mana biaya untuk melakukannya akan diminimalisir. Sebagai usaha terakhir, negara penerima dapat menegaskan pelaksanaan asas persona non grata klaim, sebagaimana diatur dalam Pasal 9. Berdasarkan ketentuan ini, negara penerima sebagaimana diatur dalam pasal 9. Berdasarkan ketentuan ini, negara penerima dimungkinkan dan untuk alasan tertentu memberitahukan negara pengirim bahwa diplomat dalam masalah ini adalah persona non grata, atau orang yang tidak diinginkan. Negara pengirim harus menarik setiap diplomat atau mengakhiri tugasnya di Host Country. Meskipun prosedur asas persona non grata tampak sederhana, namun asas ini jarang digunakan dalam praktek. Sehubungan dengan jarangnya negara yang setuju untuk membebaskan imunitas dan biaya yang signifikan yang terdapat dalam prosedur asas persona non grata, perdebatan mengenai kekebalan diplomatik umumnya terfokus pada aplikasi dan ruang lingkup yang diizinkan dari tiga pengecualian yang disebutkan dalam Pasal 32. Catatan ini akan fokus pada catatan: kegiatan pengecualian komersial.A. Alasan-Alasan Teoritis untuk Imunitas DiplomatikTiga teori berusaha untuk membenarkan kekebalan diplomatik: wakil dari negara ,ekstrateritorial, dan kebutuhan fungsional. Awal teori tentang perwakilan raja/pemimpin tertinggi, juga dikenal sebagai perwakilan pribadi, menyatakan bahwa hak wakil tersebut memiliki hak yang sama dengan orang-orang di negaranya, dan penghinaan terhadap duta besar merupakan penghinaan terhadap martabat kedaulatan." Teori ini memiliki tiga kesalahan utama. Pertama, mengabulkan tingkat kekebalan yang sama antara utusan asing sebagai negara pengirim akan "menempatkan diplomat individu di atas hukum negara tuan rumah." Kedua, karena evolusi peraturan yang populer, tidak selalu jelas siapa perwakilan diplomat. Ketiga, teori ini tidak berdasar untuk melindungi diplomat dari konsekuensi tindakan pribadi mereka. Akibatnya, sebagian besar teori ini sudah didiskreditkan. Teori kedua, teori ekstrateritorial, mengasumsikan bahwa diplomat selalu berada di wilayah negara pengirim. Akibatnya, diplomat tidak dikenakan hukum di negara penerima. Peran teori ekstrateritorialitas dalam wacana saat ini tidak sepenuhnya jelas. Sementara beberapa berpendapat bahwa kodifikasi VCDR menandai penolakan resmi ekstrateritorialitas, orang berpendapat bahwa ini fiksi legal ini mempertahankan dukungan luas. Banyak yang setuju, bahwa teori membenarkan tentang penetapan ruang lingkup imunitas diplomat yang luas. Pembenaran yang ketiga dan yang paling banyak diakui untuk kekebalan diplomatik adalah teori kebutuhan fungsional. Teori ini menyatakan bahwa diplomat terlibat dalam tindakan resmi yang kebal terhadap yurisdiksi pengadilan Amerika. Di bawah argumentasi ini, kekebalan diplomatik melindungi tindakan-tindakan yang terkait dengan misi diplomatik tetapi, bagaimanapun tidak memberikan perlindungan dan manfaat bagi diplomat sebagai manusia." Oleh karena itu, di bawah teori ini, ketika seorang diplomat "bertindak di luar kegiatan hubungan internasional yang normal, timbul pertanyaan apakah kekebalan masih berlaku. sebuah pemeriksaan lebih dekat dari VCDR menunjukkan seberapa teori kebutuhan fungsional meliputi teks, tujuan, dan semangatnya. Pembukaan teks VCDR yang jelas mengungkapkan teori tentang kebutuhan fungsional dengan menyatakan bahwa meskipun hak diplomatik dan imunitas yang diperlukan untuk menjalankan fungsi diplomatik, tujuan mereka "bukan untuk menguntungkan individu tetapi untuk menjamin efisiensi kinerja fungsi misi diplomatik mewakili Amerika. Pembukaan pemisahan dari orang dan misi diplomatik.Struktur VCDR lebih lanjut mencerminkan niat untuk mengambil pandangan pembatas terhadap kekebalan diplomatik, yang mengelak dari ketentuan Imunitas. Yang penting, garis VCDR membedakan disetiap tangkatan kekebalan yang diberikan kepada kategori staf yang berbeda, menunjukkan kekebalan yang hanya dapat dibenarkan sejauh hal itu selalu melaksanakan fungsi posisi tertentu. Penghitungan VCDR tentang usaha keras pengecualian lebih lanjut menegaskan kekebalan yang dimaksudkan untuk menjadi terbatas. Selain itu, penyelidikan sejarah mengungkapkan keinginan perancang 'untuk memindahkan diplomat dan fokus terhadap misi diplomatik sehingga membatasi lingkup kekebalan diplomatik dengan cara yang konsisten dengan kebutuhan fungsional. Sebelum VCDR, negara-negara seperti Amerika Serikat memberikan kekebalan selimut? untuk duta besar, duta 'staf administrasi, dan pembantu pribadi duta besar'. Setiap usaha untuk membatasi atau menantang tingkat kekebalan semacam itu dianggap sebagai tindak kriminal. Sangat berbeda dengan diskriminatif, kekebalan selimut?, para perancang termasuk bahasa khusus menggambarkan tingkat kelonggaran kekebalan untuk kategori staf yang berbeda. Dengan demikian, para perancang memaksa pergeseran dari individu terhadap misi dengan mendefinisikan kekebalan dalam hal fungsi pekerjaan. Seperti didikte oleh kebutuhan fungsional, imunitas hanya dibenarkan sejauh itu untuk kelanjutan Misi.Akhirnya, sejarah legislatif VCDR menghapus semua keraguan lama apakah direncanakan oleh perancang suatu definisi yang ketat mengenai imunitas diplomatik. Di luar diplomatik VCDR banyak usulan lain yang awalnya disampaikan kepada Komite tentang desakan kekebalan yang lebih ketat daripada yang diadopsi. Yang penting, penolakan proposal ini berasal dari perselisihan atas bahasa tertentu dalam proposal yakni mengenai lingkup kekebalan yang pada umumnya dibatasi, jika tidak universal, dipahami dan diterima di antara para perancang. Prinsip-prinsip teoritis yang mendasari VCDR memberikan wawasan ke dalam lingkup yang diijinkan kekebalan diplomatik. seperti yang ditunjukkan pada Catatan ini, teks biasa, tujuan, dan semangat VCDR mencerminkan kepatuhan perancang teori kebutuhan fungsional. Sebuah argumen yang memaksa dapat dibuat untuk membatasi pembacaan VCDR, dimana dapat membatasi kemampuan diplomat untuk melindungi diri mereka dari kewajiban dalam kasus yang melibatkan eksploitasi yang rentan untuk keuntungan pribadi.Meskipun jejak kebutuhan fungsional jelas dalam teks, struktur, dan tujuan konvensi, pengadilan Amerika menolak pembatasan pembacaan imunitas. Alih-alih menjaga batasan antara perilaku resmi dan tak resmi, atau atau mengikuti suatu anggapan terhadap kekebalan atas tindakan mengutamakan kepentingan pribadi, pengadilan telah mengikuti aturan de facto terhadap hal-hal yang mengganggu imunitas diplomatik. Dengan membiarkan hak selimut Amerika telah mengundang berbagai bentuk penyalahgunaan kekebalan, seperti yang digambarkan oleh pengalaman kerja pekerja rumah tangga yang dieksploitasi oleh diplomat.Kekebalan diplomatik tentu mengundang contoh menyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki, seperti tiket yang tidak dibayar, atau tidak perlu berisiko atau perilaku yang lalai. ebagai contoh, sebuah studi tahun 2006 oleh Biro Nasional Riset Ekonomi menemukan bahwa antara bulan November 1997 dan 2002 di New York City, jumlah diplomat yang tidak membayar tiket parkir lebih dari 150.000, sehingga menghasilkan denda yang luar biasa yaitu melebihi $ 18 juta." Amerika Serikat telah secara konsisten mengambil posisi yang mengurangi biaya pelanggaran tersebut yang lebih baik digunakan untuk mengganggu hubungan diplomatik. Catatan ini setuju bahwa biayakhususnya, risiko timbal balik memegang tanggung jawab diplomat asing seperti pelanggaran parkir melebihi manfaat yang diperoleh darinya. Ketika penyalahgunaan terdapat besarnya perbedaan, namun, sehingga melibatkan kehidupan dan hak-hak orang-orang yang kurang mampu, analisis biaya bisa dikatakan mulai mengalami pergeseran. Catatan ini menunjukkan penyimpangan pemerintah dari teks, tujuan, dan semangat VCDR menjadi tidak dapat dibenarkan ketika mengeskploitasi tenaga manusia untuk keuntungan pribadi.

B. The Vulnerability of Domestic Workers Employed by Diplomats

Ketika keluarga diplomat pindah ke negara penerima, mereka sering membawa pembantu rumah tangga dari negara asal mereka. Kebanyakan pembantu rumah tangga bepergian dengan keluarga diplomat memasuki Inggris dengan menggunakan visa A-367 atau G-568. Petugas konsuler di setiap negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kontrak kerja yang disampaikan oleh pelamar visa A-3 atau G-5 sesuai, serta menetapkan persyaratan upah minimum yang sah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pejabat konsuler sering bingung mengapa mereka menolak visa A-3 atau G-5. Selain itu, mereka sering tidak siap untuk meneliti kontrak kerja antara pembantu rumah tangga dan diplomat. Akibatnya adalah visa yang diberikan kepada pekerja rumah tangga yang mana kontrak kerjanya sering melanggar undang-undang Amerika.

Pada tahun 2008, Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS (GAO) menyelidiki lingkup dugaan pelecehan pekerja rumah tangga dengan pengusaha diplomat dan seberapa sering kecurangan atau konrak kerja ilegal yang diterima oleh petugas konsuler dengan memberikan visa A-3 atau G-5. Sementara angka pasti pekerja rumah tangga yang disalahgunakan oleh diplomat sulit untuk dipastikan, GAO mengidentifikasi empat puluh dua pekerja rumah tangga dengan visa A-3 atau G-5 diduga telah disalahgunakan oleh diplomat asing dengan kekebalan dari tahun 2000 sampai 2008. Komisi mencatat bahwa pada saat laporan tersebut, dugaan total insiden itu kemungkinan lebih tinggi dari yang dilaporkan, dengan empat alasan: (1) ketakutan korban hukum menghubungi penegakan; (2) Perlindungan kerahasiaan korban yang dilakukan oleh organisasi non pemerintahan; (3) informasi yang terbatas pada beberapa kasus yang ditangani oleh Pemerintah AS; dan (4) tantangan agen-agen federal dalam menghadapi kasus yang tidak dapat diidentifikasi karena tidak adanya kantor pusat yang menangani tuduhan semacam ini. Mengingat kekurangan yang cukup besar dalam penegakan hukum, GAO mengajukan tiga rekomendasi yang meminta pemerintah untuk: (1) mengumpulkan dan memelihara catatan tentang tuduhan pelecehan pekerja rumah tangga oleh diplomat asing; (2) menetapkan suatu sistem peringatan bagi petugas konsuler untuk mencari tahu terlebih dahulu sebelum mengeluarkan visa A-3 atau G-5 untuk individu bagi seorang diplomat asing yang mungkin telah menyalahgunakan pekerja rumah tangganya; dan (3) pemeriksaan di tempat visa A-3 dan G-5 sesuai prosedur. Menanggapi laporan GAO, Presiden George W. Bush menandatangani undang-undang William Wilberforce mengenai perlindungan perdagangan korban dalam UU tahun 2008. Undang-undang mensyaratkan,bahwa semua pelamar yang melaksanakan kontrak dengan majikan mereka mengandung: (A) perjanjian oleh majikan untuk mematuhi semua aturan negara federal, dan hukum lokal di Amerika Serikat; (B) informasi tentang bentuk pembayaran, tugas kerja, jam kerja mingguan, libur, sakit, dan (C) kesepakatan dengan majikan tidak menahan paspor, kontrak kerja, atau lainnya milik pribadi. Selain itu, petugas konsuler harus melakukan wawancara pribadi dengan pemohon di luar majikan serta menetapkan standar perburuhan yang adil di suatu negara serikat. Yang penting, UU selanjutnya menetapkan bahwa "Penerbitan visa A-3 atau G-5 untuk pemohon yang ingin bekerja untuk pejabat misi diplomatik. . . jika ditemukan ada bukti kuat bahwa 1 atau lebih misi karyawan tersebut. . . telah disalahgunakan atau dieksploitasi maka non-imigran pemegang visa A-3 atau visa G-5 berhak mendapatkan perlindungan lebih. "Sementara UU menandai langkah penting dalam memerangi eksploitasi pekerja rumahtangga, satu-satunya fokus pencegahan secara signifikan yakni membatasi dampaknya. Seperti yang tertulis, UU AS dibawah perintah Menteri Luar Negeri, memiliki kekuatan untuk menolak mengeluarkan visa A-3 dan G-5 dalam keadaan tertentu di awal, tetapi tidak menangguhkan atau membatasi penerapan kekebalan diplomatik bagi diplomat yang diduga eksploitatif, hal ini masih meninggalkan pertanyaan akuntabilitas yang belum terselesaikan.Bahkan dalam hal kepatuhan ketat dengan Undang-Undang, masih perlu untuk melakukan evaluasi kontrak kerja antara diplomat dan pekerja rumah tangga. Seperti yang diakui oleh American Civil Liberties Union, "Pembantu rumah tangga sangat rentan terhadap eksploitasi untuk berbagai alasan termasuk pemahaman dengan hak domestik dan internasional, budaya dan hambatan bahasa, dan dalam banyak kasus jam kerja yang panjang di isolasi dari rekan-rekan mereka. Pekerja rumah tangga asing yang dipekerjakan oleh diplomat dengan visa A-3 atau G-5 terjebak dalam situasi genting di mana langkah-langkah penerbitan previsa tidak cukup mampu melindungi hak-hak mereka.

C. Ketidakmampuan Pekerja Rumah Tangga untuk Mencari Ganti RugiPengalaman Corazon Tabion merupakan salah satu kasus yang pertama dipublikasikan sebagai kasus penyalahgunaan pekerja diplomat serta menggambarkan kendala yang dihadapi pembantu rumah tangga dalam mencari ganti rugi. Penggugat Corazon Tabion meninggalkan Filipina pada tahun 1989 untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk Tergugat Faris dan Lana Mufti di Jordan. Ia bekerja sampai tahun 1991, ketika Mufti pindah ke Amerika Serikat menyusul pengangkatan Pak Mufti untuk posisi sekretaris pertama di Kedutaan Besar Yordania di Washington, DC Mufti kemudian menawarkan Tabion posisi sebagai pembantu rumah tangga mereka diAmerika Serikat, menjanjikan "upah minimum ditambah lembur, serta jadwal kerja yang wajar dalam lingkungan yang nyaman. Namun selama periode dua tahun Tabion bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk Mufti di Virginia, Mufti memperlakukan Tabion bekerja selama enam belas jam sehari dan digaji sekitar lima puluh sen per jam, dengan tidak ada kompensasi lembur. Selain itu, Mufti menyita paspornya dan mengancamnya dengan pemecatan, deportasi, dan menangkap jika dia berusaha untuk meninggalkan rumah mereka. Tabion mengajukan gugatan terhadap Mufti karena melanggar Fair Labor Standards Act, melanggar kontrak kerjanya, dan diskriminasi terhadap dirinya atas dasar ras.Pertanyaan dasar Tabion terhadap Mufti bersangkutan pada lingkup Pasal 31 (1) (c) dari VCDR, atau pengecualian terhadap kegiatan komersial. Mufti, mengklaim kekebalan dari gugatan perdata berdasarkan ketentuan VCDR, bahwa kerja pembantu rumah tangga bukan kegiatan komersial di bawah VCDR. Tabion, sebaliknya, berpendapat bahwa eksploitasi buruh nya untuk keuntungan pribadi terdapat dalam Pasal 31 (1) (c), yang mengatur tindakan sipil berkaitan dengan kegiatan profesional atau komersial dilakukan oleh agen diplomatik di negara penerima di luar fungsi resminya. Setting panggung pada saat itu, menjadi standar dalam kasus yang melibatkan pekerja rumah tangga yang dieksploitasi oleh diplomat. Terdapat empat hal dalam pengadilan distrik yang menjelaskan bahwa: (1) aktivitas komersial di VCDR berarti kegiatan bisnis atau perdagangan untuk keuntungan dan bukan transaksi kontrak untuk barang dan jasa pribadi, dan (2) hubungan antara seorang diplomat dan pekerja rumah tangga bukan merupakan kegiatan komersial dan tidak ada pengecualian kekebalan di dalamnya. Pengadilan juga menginisiasikan suatu tren dengan menunda tujuan pelaporan yang disampaikan oleh Cabang Eksekutif ketika menafsirkan pengecualian terhadap lingkup kegiatan komersial, seperti yang dibahas di bawah.IV. Menafsirkan Pengecualian Kegiatan KomersialThe Diplomatic Relations Act menetapkan bahwa "setiap tindakan yang diajukan terhadap seorang individu yang berhak atas kekebalan sehubungan dengan tindakan tersebut atau melanjutkan di bawah konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. . . diberhentikan. "Oleh karena itu, satu-satunya pertanyaan sebelum pengadilan dalam kasus yang melibatkan diplomat adalah apakah kegiatan yang diduga ilegal ini termasuk dalam salah satu yang disebut pengecualian. Jika tidak terkecuali berlaku, pengadilan tidak memiliki subyek yurisdiksi untuk menangani kasus ini dan kasus harus dihilangkan. Dengan demikian, kekuatan Kehakiman untuk menafsirkan lingkup pengecualian tersebut sangat penting untuk pekerja rumah tangga yang menjadi sasaran eksploitasi oleh diplomat.

A. Penghormatan Yudisial terhadap Laporan Eksekutif Meskipun, hal ini sangat penting dari kegiatan pengecualian komersial, Kehakiman telah mendelegasikan sebagian dari kekuatan interpretatifnya untuk Eksekutif. Sampai saat ini, sebagian besar kasus melibatkan Pembantu Rumah Tangga menyatakan telah dimanfaatkan olehdiplomat dengan kekebalan mutlak telah diberhentikan kasusnya karena kurangnya yurisdiksi pokok bahasan sesuai dengan Hubungan Diplomatik pasal 98. Dalam menolak tindakan ini, pengadilan telah berulang kali mengandalkan pelaporan yang disampaikan oleh Cabang Eksekutif di dukungan dari terdakwa diplomat, yang mandat tentang pengecualian kegiatan komersial. Dalam keputusan perkara Tabion v. Mufti, dibahas di atas pengadilan mengandalkan sepenuhnya pada pernyataan disampaikan oleh Cabang eksekutif yang menafsirkan ketentuan kegiatan komersial ketika menolak tindakan Tabion karena kurangnya yurisdiksi pribadi. Eksekutif menyatakan bahwa aktivitas pengecualian komersial berfokus pada kegiatan perdagangan atau bisnis; itu tidak mencakup hubungan kontrak untuk barang dan jasa terkaitdengan kehidupan sehari-hari diplomat dan keluarga di negara penerima. Pengadilan membenarkan pernyataan eksekutif yang menyatakan: pengadilan juga berfungsi untuk melindungi diplomat Amerika dan keluarga mereka dari apa yang mungkin dianggap pelanggaran legal di luar negeri. Pengadilan selanjutnya menangani kasus pekerja rumah tangga dieksploitasi oleh majikan diplomat diterima dan ditangguhkan untuk Laporan Eksekutif. Sebagai contoh, Gonzalez Paredes Vila, Departemen Luar Negeri menginstruksikan pengadilan: "Ketika diplomat masuk ke dalam hubungan kontrak untuk barang atau jasa pribadi terkait dengan berada di negara tuan rumah, termasuk pekerjaan yang pekerja rumah tangga, mereka tidak terlibat dalam 'kegiatan komersial' sebagaimana istilah yang digunakan dalam Konvensi. Sekali lagi menekankan bahwa pekerjaan tersebut tidak adanya hubungan antara kegiatan komersil seorang diplomat dan pekerja rumah tangga.

B. Ketakutan Eksekutif Akan Prinsip Resiprositas (timbal-balik)Keengganan pemerintah untuk menafsirkan pengecualian kegiatan komersial berasal dari rasa takut prinsip timbal balik bahwa negara mengadopsi dan mengembalikan perilaku lain negara. Dalam sistem internasional hubungan diplomatik, ancaman timbal balik membawa beban yang signifikan. Seperti Eileen Denza, profesor hukum internasional, menjelaskan: pembentukan hubungan diplomatik dan misi permanen berlangsung dengan persetujuan bersama, setiap negara adalah baik pengirim dan penerima. Jika wakilnya sendiri di luar negeri berada dalam sandera artinya atas dasar timbal balik menderita jika melanggar aturan kekebalan diplomatik, dapat dikenakan sanksi. Diplomat Amerika di luar negeri telah lama mengalami efek timbal balik. Dalam perkelahian antara Amerika Serikat dan Rusia, Rusia mencabut pantai kedutaan Amerika di sungai di Nikolnaya Gora di respon langsung terhadap Keputusan Amerika Serikat 'untuk membatalkan hak rekreasi untuk diplomat Rusia yang tinggal di Glen Cove, Long Island. Selanjutnya, kasus yang sedang berlangsung Devyani Khobragade memberikan contoh terbaru dari realitas timbal balik berdasarkan fakta-fakta yang dijelaskan pada Catatan ini. Wakil Konsul Jenderal India Devyani Khobragade ditangkap oleh pihak berwenang AS pada tanggal 12 Desember 2013, yang berbohong untuk permohonan visa dengan tujuan merekrut seorang warganegara India yang akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di rumah dan dibayar kurang dari $ 4 satu jam, yang lebih rendah dari upah minimum AS. Setelah Penangkapan Khobragade itu, politisi India menyatakan kemarahan atas Amerika Serikat. Akibatnya, India memaksa semua diplomat AS yang ditempatkan di negara itu untuk menyerahkan kartu identitas mereka, menghapus barikade polisi di luar kedutaan besar AS di New Delhi, dan memblokir akses untuk AS staf diplomatik ke bandara memboikot lima anggota delegasi AS ke New Delhi. Namun, reaksi India terhadap konsul mereka jelas menunjukkan risiko dan realitas timbal balik. Peka terhadap ancaman timbal balik, Cabang Eksekutif berusaha berulang kali untuk melindungi diplomat Amerika dan keluarga mereka dari apa yang mungkin kita anggap pelanggaran legal di luar negeri. Sebagaimana ditunjukkan di atas, interpretasi sempit pengecualian kegiatan komersial yang didukung oleh Cabang Eksekutif dan Kehakiman itu secara efektif memblokir akses ke pengadilan bagi pekerja rumah tangga yang dieksploitasi oleh diplomat.V. Keterbatasan Usaha-Usaha Sebelumnya Untuk Memikirkan KembaliKekebalan DiplomatikDalam mengatasi solusi kurangnya ganti rugi bagi mereka yang menderita akibat kekebalan mutlak, komentator menyarankan pendekatan berikut: (1) meminta pengirimannegara untuk membatalkan kekebalan negara (2) mengisolasi yang menyalahgunakan ketentuan VCDR (3) menciptakan dana untuk mengkompensasi korban asing diplomat, (4) menafsirkan beberapa ketentuan VCDR lebih dibatasi dan (5) mengubah VCDR tersebut. Masing-masingsolusi yang diusulkan berguna dalam jangka pendek untuk memecahkan dilema yang dihadapi pekerja dari negara yang dieksploitasi oleh diplomat.

A. Gelombang ImunitasMeyakinkan negara pengirim untuk mengesampingkan kekebalan diplomatik untuk satu petugas. Hal ini dapat dikatakan cara yang paling efektif untuk menahan diplomat bertanggung jawab atas tindakan yang melanggar hukum. Pendekatan ini juga sesuai dengan surat VCDR tersebut. Salah satu komentator mencatat, "Jika pengiriman negara menghapuskan kekebalan diplomat nya, negara penerima tidak melanggar salah satu perlindungan Konvensi Wina ketikamenerima tindakan menyinggung terhadap diplomatnya. Namun metode ini jarang digunakan, dalam praktek; "Terlalu sering, pemerintah mengijinkan para diplomat untuk menggunakan kekebalan sebagai perisai, bahkan ketika pengabaian imunitas akan menjadi langkah relatif sepele. Keterbatasan metode pengabaian dalam kasus baru-baru ini Sabbithi v. Al Saleh, seorang diplomat Kuwait dan istrinya membawa tiga wanita kebangsaan India ke Amerikadengan alasan palsu, di mana mereka menjadi sasaran fisik dan pelecehan psikologis oleh keluarga Al Saleh dan dipaksa bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan pekerja anak bertentangan dengan keinginan mereka di bawah The US Department of Justice mengajukan pidana dengan tuduhan terhadap pasangan diplomat dan meminta pembebasan kekebalan dari Kuwait. Kuwait menolak untuk mengesampingkan kekebalan terdakwa, Departemen Kehakiman akhirnya menutup kasusnya.

B. Paksaan Isolasi Kerajaan Inggris telah dianggap mengisolasi negara yang menyalahgunakan ketentuan VCDR, seperti ketika negara tuan rumah menolak untuk memberikan isolasi immunitas. Karena gagal mempertahankan hubungan diplomatik positif dan melindungi hak-hak orang-orang dalam negara tuan rumah. Sedangkan konsekuensinya tetap tidak diketahui, tetapi dapat dibayangkandua hasil kemungkinan yang terjadi: (1) tindakan demikian dapat mengintensifkan ancaman timbal balik dan dengan demikian mengganggu, daripada melindungi, koeksistensi perdamaian antara bangsa-bangsa; atau (2) itu hanya mungkin tidak efektif, karena dibuktikan dengan bentuk-bentuk sanksi historis dilakukan oleh negara dalam upaya untuk mengubah status quo.C. Pembuatan Klaim DanaDalam mencari cara untuk menyembangkan antara mempertahankan luas kekebalan dan menyediakan korban ganti rugi, Amerika Serikat telah mempertimbangkan kemungkinan membangun sebuah klaim dana. Dalam pendekatan ini, pekerja rumah tangga yang mencari ganti rugi akan menarik kompensasi dari keuangan yang didanai pemerintah daripada pergi ke pengadilan. Sementara usulan ini telah menarik beberapa dukungan di kalangan kritikus dari sistem saat ini, kelayakan tersebut tergantung pada ketersediaan sumber daya yang luas. Sejarah menunjukkan bahwa sumber daya tersebut tidak tersedia. Pada tahun 1970, pada kenyataannya pemerintah menanggapi tekanan dari kelompok-kelompok kepentingan yang mengeluh terjadinya pelanggaran kekebalan diplomatik. Dana tersebut, gagal karena logistik kesulitan dalam pengolahan claims. Antara 10 April 1974, dan 9 April 1977, sekitar dua puluh keluhan belum terpecahkan setiap tahunnya.

D. Mengubah KonvensiMungkin solusi radikal yang paling banyak mengalami kebuntuan saat ini ialah amandemen VCDR agar memungkinkan korban pelecehan untuk membawa tindakan tersebut. Sementara pengkritisi tidak setuju pada apa yang akan diamandemenkan, salah satu kritisi telah mengusulkan mengubah Pasal 22 dan 27 dari VCDR untuk rompi Internasional Pengadilan yang berwenang untuk menghukum negara-negara yang tidak mematuhi. Dalam pendekatan ini, masing-masing negara akan dipaksa untuk mengajukan obligasi moneter dengan Mahkamah Internasional sebagai " penjaga keamanan untuk kebaikan perilaku diplomatik" Sementara, proses amandemen VCDR tentu melibatkan sejumlah hambatan yang signifikan. Yang paling penting, tidak adanya ketentuan amandemen di VCDR yang berarti bahwa negara-negara anggota harus mencapai kesepakatan tentang prosedur yang diperlukan untuk mengubah VCDR Dengan demikian, usaha logistik usaha yang memerlukan partisipasi aktif dari negara-negara anggota. E. Mengadopsi Interpretasi Membatasi TeksAlternatif terakhir akan mengadopsi teks Konvensi Wina, yang akan membatasi kekebalan yang diberikan kepada diplomat. Proposal ini secara efektif membahas penyalahgunaan kekebalan diplomatik dengan bekerja dalam kerangka hukum internasional, Sehingga menghindarkan keringanan, konsensus di seluruh dunia, mereka mengabaikan kemungkinan kekebalan yang ada di dalam VCDR yang secara eksplisit dan jelas, dan dengan demikian tidak ada ruang untuk berinterpretasi. Namun, seperti yang ditunjukkan di Bagian VI.A.2.ii., bahasa sederhana dari VCDR sebenarnya memaksa pembacaan yang lebih ketat dari komersial. Kegiatan pengecualian itu diadopsi oleh pengadilan saat ini. Solusi yang diusulkan sepenuhnya konsisten dan tumpang tindih dengan solusi yang ditetapkan dalam Catatan ini. Namun, dalam mengatasi kendala, yang pertama harus dilakukan adalah pemisahan kekuasaan harus dipulihkan. Dengan demikian, agar dapat dibuktikan bagaimana cara kerja bagaimana eksploitasi pekerja rumah tangga yang dilakukan oleh majikan diplomat.