meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges
TRANSCRIPT
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak (brain) dan syaraf tunjang (spinal cord).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita di diagnosa sebagai meningitis, maka pemberian
antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin (intravenous)
adalah langkah yang baik untuk menjamin komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang
sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone
atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria
monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem),
Chloramphenicol atau Ceftriaxone.
Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya
sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
Pencegahan tertularnya penyakit meningitis
yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1
sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka
bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini
haruslah berhati-hati. Mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ke toilet
umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan
bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam
penyakit. Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) meningitis merupakan tindakan yang tepat
terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaccine yang
telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah ; - Haemophilus
influenzae type b (Hib) - Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) - Pneumococcal
polysaccharide vaccine (PPV) - Meningococcal conjugate vaccine (Pencegahan Penyakit
Meningitis).
Tingkat pencegahan meningitis dapat diupayakan melalui primary prevention (pencegahan
primer atau utama), secondary prevention (pencegahan sekunder), tertiary prevention
(pencegahan tersier). Tingkat pencegahan meningitis dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Primary Prevention Primary prevention (pencegahan primer), terdiri atas: health promotion
(promosi kesehatan) dan specific protection. a. Health Promotion (promosi kesehatan),
merupakan tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan pada saat masyarakat atau individu
masih dalam keadaan sehat. Seseorang tersebut diberi penjelasan tentang kesehatan dan
pencegahan penyakit meningitis serta penyakit lainnya. Agar seseorang atau individu tersebut
tidak terserang penyakit meningitis dan penyakit lainnya. Tujuan dari promosi kesehatan
(health promotion) ini adalah memberikan pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat
untuk menciptakan lingkungan yang sehat dari penyakit meningitis dan penyakit lainnya.
Sebagai contoh pada penyakit meningitis health promotion (promosi kesehatan) dapat
dilakukan dengan cara pemberian makanan yang bergizi sehat dan seimbang serta penyediaan
sanitasi lingkungan yang baik agar tidak terserang penyakit meningitis. b. Specific Protection,
merupakan suatu tindakan pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap ancaman
agen penyakit atau pembawa penyakit tertentu. Tujuan dari specific protection ini adalah
sebagai perlindungan khusus terhadap ancaman seperti penyakit. Tindakan atau upaya
pencegahan penyakit berdasarkan specific protection ini adalah:
1) Melakukan imunisasi spesifik
2) Pemberian makanan khusus
3) Perlindungan terhadap ancaman penyakit alat kerja (helm, sepatu boot dll)
4) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik
5) Melindungi atau menghindari terhadap zat-zat allergen.
Salah satu contoh dari specific protection ini adalah melakukan perlindungan seperti menjaga
kesehatan lingkungan atau menjaga kebersihan alat-alat yang kita gunakan agar terhindar dari
bakteri dan virus yang bisa menyebabkan penyakit meningitis.
2. Secondary Prevention Secondary prevention (pencegahan sekunder), terdiri atas early
diagnosis and prompt treatment (diagnosa awal dan perlakuan yang tepat) dan disability
limitation (ketidakmampuan yang terbatas):
a. Early diagnosis and Prompt Treatment (diagnosa awal dan perlakuan yang tepat), Suatu
tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan saat awal sakit suatu penyakit. Tujuan dari
early diagnosis and prompt treatment ini adalah sebagai upaya untuk menghentikan penyakit
pada waktu permulaan dan agar penyakit tidak menjadi lebih parah lagi. Tindakan atau upaya
kesehatan berdasarkan early diagnosis and prompt treatment ini adalah:
1) Upaya penemuan kasus (case finding) secara aktif dan pasif.
2) Survey kesehatan
3) Monitoring dan survaeylance epidemiologis
4) Screening survey
5) Pemeriksaan selektif dan periodik (general check up) salah satu contoh dari easy
diagnosis and prompt treatment adalah pemeriksaan pada penderita penyakit meningitis untuk
segera diobati agar tidak mengakibatkan penyakit meningitis yang tambah parah lagi.
b. Disability Limitation (ketidakmampuan yang terbatas), Suatu tindakan atau upaya
kesehatan yang dilakukan dalam taraf penyakit sudah nyata dan lanjut. Tujuan dari disability
limitation ini adalah agar penyakit yang diderita tidak tambah parah lagi, agar penderita tidak
meninggal dunia, agar penderita tidak cacat yang menetap dan agar penyakit yang diderita
tidak menjadi penyakit yang menaun (tahunan). Tindakan atau upaya kesehatan berdasarkan
disability limitation ini adalah: 1) Pengobatan atau melakukan terapi yang akurat 2) Menekan
munculnya komplikasi berbagai penyakit salah satu contoh dari disability limitation ini
adalah apabila seorang terserang penyakit meningitis dan sakitnya sudah lama diderita dan
salah satu pengobatannya adalah dengan terapi agar penderita penyakit meningitis ini tidak
cacat yang menetap.
3. Tertiary Prevention Rehabilitation, suatu tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan
dalam taraf pemulihan (recovery) terhadap suatu penyakit tertentu. Tujuan dari rehabilitation
ini adalah:
1) Agar penderita dapat berfungsi seperti sebelum sakit
2) Agar penderita dapat produktif lagi
3) Agar penderita dapat bersosialisasi lagi dengan lingkungan rumah, masyarakat dan
sekolah.
4) Agar penderita dapat bekerja kembali.
Tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan berdasarkan rehabilitation ini adalah:
1) Fisioterapi yaitu rehabilitasi fisik
2) Psikoterapi yaitu rehabilitasi kejiwaan
3) Vocational therapy yaitu rehabilitasi profesi
4) Sosial terapi yaitu rehabilitasi social
5) Rehabilitasi aesthetis yaitu rehabilitasi kecantihan rehabilitasi bersifat multidisiplin.
Penderita dapat lebih percaya diri fisik segar dan bugar, keluarga atau masyarakat dapat
menerima kehadirannya kembali. Salah satu contoh dari rehabilitation ini adalah apabila
penderita penyakit meningitis sudah melakukan pengobatan dan terapi ada akhirnya penderita
sembuh dan harus melakukan rehabilitasi kepada diri sendiri agar dia dapat percaya diri dan
dapat bersosialisasi kembali terhadap lingkungannya.
Antibiotik yang tepat bisa mencegah progresivitas dan penularan infeksi meningitis
Meningitis bakteri merupakan infeksi serius pada cairan sumsum tulang beakang dan lapisan otak. Meningitis bisa disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus. Namun meningitis karena virus relatif lebih ringan, sering disebut juga dengan meningitis aseptik. Sebaliknya infeksi bakteri lebih membahayakan dan perlu penanganan segera karena bisa memburuk dan menyebabkan kerusakan kerusakan otak bahkan kematian. Membedakan dua jenis infeksi meningitis ini perlu untuk menentukan terapi yang tepat.
Infeksi bakteri umumnya disebabkan oleh salah satu dari tiga jenis bakteri yaituHaemophilus influenzae tipe b (Hib), Neisseria meningitidis, dan Streptococcus pneumoniae. Sebelum tahun 90-an, Hib menjadi penyebab utama meningitis bakterial. Namun ditemukannya vaksin
Hib untuk anak-anak mampu mengurangi insiden meningitis secara signifikan. Saat ini, Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae memimpin dalam daftar penyebab utama meningitis, dan kemudian dibedakan menjadi meningococcal meningitis dan pneumococcal meningitis. Lagi-lagi, penting untuk membedakan dua tipe meningitis ini sebelum menentukan terapi antibiotik yang tepat. Karena beberapa jenis antibakteri bisa mencegah penyebaran dan penularan meningitis. Gejala yang perlu diwaspadai adalah demam tinggi, nyeri kepala, dan leher kaku. Gejala ini bisa terjadi hanya dalam hitungan jam setelah invasi bakteri atau bisa juga hingga 1-2 hari. Gejala lain antara lain mual, muntah, sensitif terhadap cahaya, mengantuk dan kesadaran berkurang. Penyakit yang sudah meluas menimbulkan memar di bawah kulit yang cepat menyebar. Pada bayi, gejala tipikal seperti demam, nyeri kepala dan kaku leher agak sulit dideteksi. Namun bisa dikenali dengan perilaku bayi yang terlihat menurun aktivitasnya, rewel, muntah, dan tidak mau makan. Sebagai kelanjutan progresivitas penyakit adalah terjadinya kejang.Meningitis bakterial tahap lanjut bisa menyebabkan kerusakan otak, koma, dan kematian. Beberapa penderita yang mampu bertahan hidup tak luput dari ancaman komplikasi jangka panjang seperti rontoknya rambut, retardasi mental, dan paralisis. Bila gejala di atas ditemukan, beri pengobatan antibiotik sesegera mungkin. Beberapa penelitian menunjukkan, cephalosphorin genersi ketiga cukup efektif membasmi meningitis. Salah satu studi skala kecil menggunakan ceftriaxon untuk 13 pasien meningoensefalitis parotitik dan 15 pasien meningitis bakterial. Semua pasien diberi antibiotik dengan disuntikkan ke cairan serebrospinal. Ceftriaxon diberikan 100 mg/kg berat badan dalam dua dosis intra vena. Efek terapi ternyata cukup baik yang diindikasikan dengan turunnya suhu tubuh di hari ke 3 atau ke 4 dan di hari ke 5-6 untuk dosis lebih rendah. Efek samping yang ditemukan adalah transaminase dan diare sementara. Setelah efek samping ini diterapi, kondisi normal dapat segera dikembalikan dan tidak ada efek samping lanjutan. Studi lain membandingkan aktivitas in vitro ceftriaxone, ampicillin dan chloramphenicol yang diisolasi dari 33 pasien, melalui studi bertajuk Swiss Multicenter Meningitis Study. Ceftriaxon memiliki nilai geometrik MIC (minimal inhibitory concentration) terendah dibandingkan semua kelompok isolat kecuali untuk ampisilin yang digunakan pada infeksi Streptococcus agalactiae. Aktivitas bakteri dari ceftriaxone dan ampicillin, baik sebagai agen tunggal maupun dikombinasikan dengan chloramphenicol, adalah enam kali lebih tinggi dilihat dari nilai MIC dan secara farmakologi untuk pencapaian konsentrasi dalam cairan serebrospinal. Kekuatan antibakteri ceftriaxone adalah enam kali lebih kuat dibandingkan ampicillin saja maupun kombinasi dalam melawan Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae, meskipun dengan konsentrasi obat yang jauh lebih rendah dibandingkan kompetitornya. Untuk terapi pneumonia, ceftriaxone biasanya digunakan kombinasi dengan makrolida dan atau aminoglikosida. Penggunaan pada infan usia 4 atau 8 minggu yang dirawat di rumah sakit diperbolehkan, kecuali sepsis. Dosis awal adalah 1 gram intravena per hari. Rentang dosis mulai 1-2 gram IV atau IM setiap 12–24 jam, tergantung tipe dan keparahan infeksi, dan bisa ditingkatkan hingga 4 gram sehari. Ceftriaxone memiliki kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif dengan cephalosporins, penisilin, dan atau carbapenems.
Faktor risiko meningitis Berikut merupakan faktor-faktor yang membuat seseorang rentan dapat terinfeksi meningitis: 1. Neonatus dan balita
2. Usia lanjut
3. Peminum alkohol
4. Penderita immunocompromissed5. Pasien cedera kepala 6. Pasien tuberkulosis(komplikasi kepada meningitis tuberkulosa Klasifikasi : 1. Berdasarkan letak anatomisnya: a. Pakimeningitis: infeksi pada duramater b. Leptomeningitis: infeksi pada arakhnoid dan piamater
Komplikasi meningitis: 1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi 2. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal hiperperfusi, ggn serebrovaskular autoregulasi 3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal 4. Hidrosefalus 5. Serebritis 6. Subdural efusi (pada bayi dan anak) 7. Abses otak, subdural empiemi Penatalaksanaan Farmakologis: A. Obat anti inflamasi : Meningitis tuberkulosa : 1. Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama
1 ½ tahun.
2. Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali
sehari, selama 3 bulan.
Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
1. Sefalosporin generasi ke 3
2. Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
3. Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
1. Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
2. Sefalosforin generasi ke 3.
B. Pengobatan simtomatis : 1. Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian
2. Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3. Turunkan panas :
a. Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis. b. Kompres air PAM atau es. C. Pengobatan suportif : 1. Cairan intravena. 2. Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%. KEJANG (KONVULSI)
Menurut Doenges (1993), kejang (konvulsion) adalah aktifitas motorik dan gangguan
fenomena sensorik akibat dari pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba dan disertai gangguan
kesadaran.
Dalam bahasa lain, kejang merupakan pergerakan abnormal akibat
perubahan tonus otot yang distimulasi oleh pelepasan muatan listrik yang tidak
terkontrol.
Berdasarkan gambaran klinisnya, kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)
yaitu :1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai desebrasi, atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortifikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai desebrasi
harus dibedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus.2. Kejang Klonik
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinik kejang fokal berlangsung
antara 1 - 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran,
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini disebabkan oleh
kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensefalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai gerakan refleks moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG kejang mioklonik pada
bayi tidak spesifik.4. Kejang Tonik-Atonik Biasanya berbentuk drops attack, dapat 50-100 kali/hari, lama serangan beberapa detik, ditemukan pada sindrom epilepsy umum simptomatik/kriptogenik.
Referensi: Mursal, M. 2010. Klasifikasi Kejang. Jakarta. Available from URL : http://moershaell.blogspot.com/2010/01/klasifikasi-kejang.html. Diakses tanggal 22 Maret 2010. Syeban, Zakiah S. 2009.Seiz ur e. Jakarta. Available from URL : http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b57aff6a3dbda16067187a327825 527a221a328f.pdf. Diakses tanggal 22 Maret 2010.
Prognosis
Meningitis tidak diobati, bakteri ini hampir selalu fatal. Virus meningitis, sebaliknya, cenderung untuk
menyelesaikan secara spontan dan jarang fatal. Dengan perawatan, kematian (risiko kematian) dari
bakteri meningitis tergantung pada usia pasien dan penyebab. Pasien baru lahir, 20–30% mungkin mati
dari sebuah episode dari bakteri meningitis. Risiko ini jauh lebih rendah di anak-anak, kematian yang
sekitar 2%, tetapi naik lagi ke sekitar 19–37% orang dewasa. Pada dewasa, 66% dari semua kasus
muncul tanpa cacat. Masalah utama adalah tuli (dalam 14%) dan kerusakan kognitif (di 10%).