meningitis
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2014UNIVERSITAS HASANUDDIN
MENINGITIS
Disusun oleh:
Galuh NurfadillahDhian Karina Aprilani
Fuad Try Khalas
Pembimbing:dr. Jambri Pranata
Supervisior:dr. Abdul Muis, Sp.S (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
0
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Galuh Nurfadillah Y
NIM : 1102100060
Nama : Dhian Karina Aprilani
NIM : 1102100097
Nama : Fuad Try Khalas
NIM : 1102100124
Telah menyelesaikan tugas referat dengan judul “Meningitis” dalam rangka
kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
Makassar, Juni 2014
Supervisor Pembimbing
dr. Abdul Muis, Sp.S(K) dr. Jambri Pranata
1
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................ 1
DAFTAR ISI................................................................. 2
Bab I PENDAHULUAN .................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................. 5
A. Defenisi ...................................................................... 5
B. Epdemiologi ................................................................ 6
C. Etiologi ....................................................................... 6
D. Anatomi Dan Fisiologi ................................................ 11
E. Patofisiologi ................................................................ 14
F. Manifestasi Klinik ........................................................ 16
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................ 19
H. Diagnosis .................................................................... 23
I. Diagnosa Banding5 ..................................................... 23
J. Penatalaksanaan ........................................................ 25
K. Komplikasi .................................................................. 29
L. Prognosis 29
BAB III KESIMPULAN ................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 32
2
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan
yang membahayakan bagi kehidupan manusia, yang berpotensial menyebabkan
kerusakan permanen pada pasien yang hidup. Infeksi susunan saraf pusat juga
merupakan penyebab tersering demam disertai tanda dan gejala kelainan susunan
saraf pusat. Pada umumnya, infeksi virus pada sistem saraf pusat jauh lebih sering
dari pada infeksi bakteri, namun infeksi bakteri lebih sering dari pada infeksi
jamur dan parasit. 1,2
Penyakit infeksi pada sistem saraf diklasifikasikan
berdasarkan jaringan yang terkena infeksi; (1) infeksi pada
selaput pembungkus otak (meningeal), yang melibatkan lapisan
dura secara primer (pachymeningitis) atau lapisan pia-araknoid
(leptomenigitis) dan (2) infeksi pada parenkim serebral dan
parenkim pada bagaian spine (ensefalitis atau myelitis). Pada
kebanyakan kasus didapatkan kedua dua meninges dan
parenkim otak terkena dengan berbagai derajat infeksi.1
Infeksi pada susunan saraf pusat (SSP) secara akut
merupakan salah satu penyakit yang memerlukan penanganan
yang cepat dan tepat. Kerusakan sistem saraf pusat sebenarnya
tidak hanya karena adanya mikroorganisme, tetapi lebih
diakibatkan oleh proses inflamasi sebagai respon adanya
mikroorganisme tersebut. Penyakit meningitis dapat terjadi pada
semua tingkat, usia, namun kalangan usia muda lebih rentan
terserang penyakit ini.1
Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5%
pasien yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien
yang memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V.
Cath. mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter
3
mengalami meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien
yang menjalani lumbar puncture. 1,2
Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan
kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal
meningitis di Afrika, dilaporkan terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian
100.000 orang. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang
bagusnya sistem pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang meninggal
sebelum mencapai pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal di
catatan resmi (Centers for Disease Control and Prevention). 1,2
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi
organ sistem saraf pusat, yang biasanya dikenal dengan
meningens (radang pada arachnoid dan piamater). Meningitis
biasanya disebabkan oleh infeksi tetapi bahan kimiawi yang
mengiritasi apabila disuntik atau dimasukan ke dalam ruang
subaraknoid juga bisa menimbulkan peradangan pada lapisan
pembungkus otak meninges. Meningitis yang disebabkan oleh
infeksi ini diklasifikasikan kepada akut piogenik (biasanya
disebabkan oleh bakteri), aseptik meningitis (biasanya karena
viral) dan meningitis kronik (tuberculous, spirochetal, atau
cryptococcal). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan karakteristik dari
eksudat pada pemeriksaan CSS dan evolusi klinis dari penyakit
tersebut.1,3,4
Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai
kasus, seperti agen infeksi, trauma, kanker, atau
penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, protozoa, dan jamur.1,3
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat
otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan kematian. Perjalanan
penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis.1,3
Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie
(51%) dan Neisseria meningitis (37%) . Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis
5
akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C. Faktor resiko meningitis antara
lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure,
bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell
disease, dan keramaianPenyebab paling sering dari meningitis adalah
Streptococcus pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%). Vaksinasi
berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal
C. 2,3
Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural,
sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus,
alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian kontaminan), obat
(NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus (SLE), dan
Bechet’s disease.2,3
B. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 600.000 kasus meningitis terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya,
dengan 180.000 kematian dan 75.000 gangguan pendengaran yang berat.
Setidaknya 25.000 kasus baru meningitis bakterial muncul tiap tahunnya di
Amerika Serikat, tetapi penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di negara-negara
sedang berkembang. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-anak dibawah usia 5
tahun.1,3,5
C.ETIOLOGI
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri,
virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor
serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi,
seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat –
obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun (imunosupresif).2
6
Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur
maupun parasit : 3,4
1.Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara
alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat
terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya
beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. 3,4
Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni : 3,4
1.Virus Mumps
2.Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella
zoster, Measles, and Influenza
3.Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya
(Arboviruses)
4.Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic
choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.
2. Bakteri
Neisseria meningitides menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group
B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada
kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen
lain ditemukan pada penderita yang lebih tua. Meningitis bakteri pada anak usia 2
bulan – 12 tahun biasanya karena H. influenzae tipe B, Streptococcus
pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan oleh
H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum
usia 2 tahun. Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan
7
Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter
diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.4
Risk or Predisposing Factor Bacterial Pathogen
Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (GBS)Escherichia coli K1Listeria monocytogenes
Age 4-12 weeks S agalactiaeE coliHaemophilus influenzaeStreptococcus pneumoniaeNeisseria meningitides
Age 3 months to 18 years N meningitidisS pneumoniaeH influenzae
Age 18-50 years S pneumoniaeN meningitidisH influenza
Age >50 years S pneumoniaeN meningitidisL monocytogenesAerobic gram-negative bacilli
Immunocompromised state S pneumoniaeN meningitidisL monocytogenesAerobic gram-negative bacilli
Intracranial manipulation, including neurosurgery
Staphylococcus aureusCoagulase-negative staphylococciAerobic gram-negative bacilli, including Pseudomonas aeruginosa
Basilar skull fracture S pneumoniaeH influenzaeGroup A streptococci
CSF shunts Coagulase-negative staphylococciS aureusAerobic gram-negative bacilliPropionibacterium acnes
CSF = cerebrospinal fluid; GBS = group B streptococcus.
8
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis (dikutip dari daftar pustaka 4)
3. Jamur
Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur
patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang
dapat menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara
alamiah, manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya
lebih rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur
patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan
paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur
apportunistik.Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang
termasuk disini adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis
(phycomycosis) dan nocardiosis. 4
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis
akut, subakut dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif
terutama anak dengan leukemia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang
imunokompeten. Cryptococcus neoformans dan Coccidioides immitis adalah
penyebab utama meningitis jamur pada anak imunokompeten. 4
Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan penggunaan
antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus
kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam waktu lama. Berikut beberapa
patogen jamur.4
9
Tabel 2. Jamur Penyebab Meningitis (dikutip dari daftar pustaka 4)
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :
a. 0 – 3 bulan :
Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen
termasuk bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri
penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri
usus selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus
lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang sering
seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan Cytomegalovirus.4
b. 3 bulan – 5 tahun
Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika
Serikat, penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun.
Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti
10
N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. Influenza tipe B masih dapat
dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun
yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap.
Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus
dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan
jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang
mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini
seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6). 4
c. 5 tahun – dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini
seperti N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat
menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia
ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus,
herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-
Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus
influenza A dan B.4
Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain
dapat disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan
oleh pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan
HIV.4
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Meningens terdiri dari tiga jaringan ikat membran yang
terletak di bagian luar organ sistem saraf pusat. Struktur
meningens dari luar adalah dura mater, araknoidmater, dan
piamater.6
11
Gambar 1 lapisan selaput otak (dikutip dari daftar pustaka 6)
1. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :6
a. Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan
sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak
yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-
struktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan
duramater.
c. Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal
dari jaringan ikat tebal dan kuat.
12
Fungsi dari lapisan selaput otak ini adalah:6
1. Melapisi dan memberikan proteksi kepada struktur organ
sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis),
2. Memberikan proteksi pembuluh darah yang terdapat di otak
dan menutupi sinus venosus,
3. Sebagai jalur cairan serebrospinal,
4. Membentuk partisi/ bagian-bagian dari otak.
2. Cairan serebrospinal
Cairan serebro spinal memberikan dukungan mekanik pada otak dan
bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak
dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak
mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap
perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal). 6
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.6
Tabel 3. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal (dikutip dari daftar pustaka 6)
Cairan serebrospinal terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari spatium
liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan.
13
Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat
(foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie).
Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga
secara normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-
kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari. 6
CSS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii
masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
quartus. Cairan meninggalkan sistem ventricular melalui apertura garis tengah dan
lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan
mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal.
Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil
di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid
ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas
konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk
mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan
cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan
reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.6
Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis (dikutip dari daftar pustaka 5)
14
E.PATOFISIOLOGI
Meningtis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara
hematogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis,
pneumoniae, bronkonpneumoniae dan endokarditis. Penyebaran bakteri dan virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ dan jaringan yang ada
di dekat selaput otak. Misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis
sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma
kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman
ke dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada piamater dan
arakhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus.7
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear kedalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfositdan histiosit dan dalam minggu
kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam
terdapat makrofag.7
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena dikorteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-
neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kranialis. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.7
Sebagian besar infeksi SSP terjadi akibat penyebaran secara hematogen.
Saluran napas merupakan port d’entry utama bagi banyak penyebab meningitis
purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen
diawali dengan perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring,
mengadakan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan
15
memperbanyak diri dalam aliran darah, dan menimbulkan bakteremia.
Selanjutnya bakteri masuk kedalam CSS dan memperbanyak diri di dalamnya.
Bakteri ini menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.6,7
Mekanisme dari invasi bakteri kedalam ruang subarakhnoid masih belum
diketahui. Salah satu faktor yang berperan mungkin adalah jumlah/konsentrasi
bakteri dalam darah. Virulensi kuman mungkin merupakan faktor yang penting
didalam invasi bakteri ke dalam SSP. Pelepasan lipopolisakarida dari N.
meningitidis merupakan salah satu faktor yang menentukan patogenitas
organisme ini. Setelah terjadi invasi ke dalam ruang subarakhnoid, bakteriemia
sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari proses supuratif lokal dalam SSP.6,7
Agen
penyebab
Invasi ke susunan saraf pusat melalui
aliran darah
Bermigrasi ke lapisan
subarachnoid
Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal,
Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal
16
Alur 1. Patomekanisme infeksi Meningtis (dikutip dari daftar pustaka 6)
F. MANIFESTASI KLINIK
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.7
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.7
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.7
Kerusakan
neurologis
17
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.7
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat
dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.7
Gambar 3. Pemeriksaan Rangsang Meningtis (dikutip dari daftar
pustaka 7)
18
Gejala meningitis meliputi :7
1. Gejala infeksi akut
a. Panas
b. Nafsu makan tidak ada
c. Lesu
2. Gejala kenaikan tekanan intracranial
a. Kesadaran menurun
b. Kejang-kejang
c. Ubun-ubun besar menonjol
3. Gejala rangsangan meningeal
a. Kaku kuduk
b. Kernig
c.Brudzinky I dan II positif
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat
menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku
kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku
dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernig’s dan
Brudzinsky positif.6,7,12
1.Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 8,9,12
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila
didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme
otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.8,9,12
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
19
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah
pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig
positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°
(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri.8,9,12
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan
tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada
pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. 8,9,12
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.8,9,12
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien dan diagnosis mengarah ke meningtis maka dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang utnuk lebih menguatkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis yang didapatkan.6,7
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa
jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat
tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.6,7
20
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Tabel 4. Perbandingan Gambaran LCS Antara Meningitis
Purulenta, Tb, Viral, dan Jamur (dikutip dari kepustakaan 3)
1. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar
ureum, elektrolit dan kultur.6,7
21
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit
saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa
didapatkan juga peningkatan LED.6,7
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan
leukosit.6,7
2. Pemeriksaan Radiologis7
Neuroimaging dapat mengidentifikasi kondisi yang mungkin
menjadi predisposisi dari meningitis bakteri, Hal ini ditunjukkan pada
pasien yang memiliki bukti trauma kepala, sinus atau infeksi mastoid,
patah tulang tengkorak, dan anomali kongenital. Selain itu, studi
neuroimaging biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau
komplikasi meningitis, seperti hidrosefalus, efusi subdural, empiema, dan
infark serta untuk mengecualikan parenkim abses dan ventriculitis.
Mengidentifikasi komplikasi serebral dini sangat penting, karena beberapa
komplikasi, seperti hidrosefalus, empiema subdural, dan abses otak,
memerlukan intervensi bedah saraf.7
Sinusitis frontal, empiema, dan pembentukan abses pada pasien dengan meningitis
bakteri, Aksial T1 dengan MRI kontras menunjukkan parenkim frontal kanan intensitas
rendah (edema), leptomeningitis (panah), dan empyema subdural lentiform (panah).
22
Ventriculitis pada pasien dengan meningitis bakteri. Ini memakai tomografi kontras
menunjukkan peningkatan ependymal.
Penegakan diagnosis meningitis bakteri akut tidak dapat dibuat atas
dasar pencitraan semata namun perlu pula tanda dan gejala yang dirasakan
pasien, temuan pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium. Lumbal pungsi
adalah pemeriksaan yang paling penting dalam diagnostik meningitis.
Studi pencitraan yang dilakukan pada pasien dengan meningitis akut dapat
memberikan temuan normal. Hasil dari pencitraan tidak membuktikan
adanya meningitis akut. 7
Computed tomography (CT) scanning sering dilakukan untuk
menghindari kontraindikasi untuk pungsi lumbal. Sementara peningkatan
tekanan intrakranial dianggap kontraindikasi untuk lumbal pungsi, CT
scan tidak cukup membuktikan adanya peningkatan tekanan intrakranial
pada meningitis. 7
Saat ini, MRI adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif,
karena dapat mendeteksi keberadaan dan tingkat perubahan inflamas serta
komplikasi pada meninges. MRI lebih unggul daripada CT scan dalam
evaluasi pasien yang diduga meningitis, serta menunjukkan peningkatan
leptomeningeal dan distensi ruang subarachnoid dengan pelebaran celah
interhemispheric yang dilaporkan menjadi temuan awal meningitis. 7
23
Meningitis bakteri akut, Aksial T1-dengan MRI kontras menunjukkan
peningkatan leptomeningeal (panah). 7
H. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis pada pasien meningitis yaitu :10
1. Tes darah rutin
Tes darah rutin untuk pasien dengan suspek meningitis berupa
whole blood cell, serum elektrolit, bikarbonat, serum urea
nitrogen, kreatinin, dan glukosa.10
Selain itu terdapat beberapa tes terbaru yang potensial
digunakan untuk membedakan meningitis bakterial dan
meningitis non-bakterial adalah serum prokalsitonin, serum C-
reaktif protein, CSF kortisol, dan CSF laktat.10
2. Neuroimaging sebelum pemberian kontras
Pada pemeriksaan Ct-scan bukan merupakan
pemeriksaan standar untuk menegakkan diagnosa meningitis
namun dalam 5 persen kasus pasien yang sudah dicurigai
meningitis, menggambarkan mass effect pada Ct-scannya.10
3. Punksi Lumbal
Meskipun diagnosis bakterial meningitis bergantung pada
pemeriksaan CSF, analisis CSf sendiri tidak dapat membedakan
bakterial dan asepric meningitis.10
I. DIAGNOSA BANDING5
24
Diagnosis banding pada pasien dengan gejala demam,
sakit kepala dan perubahan status mental termasuk dalam
bentuk yang lain dari meningitis. (Contohnya meningitis
nasokomial dan meningtis aseptik), ensephalitis dan abses
cerebri. Pada 165 kasus meningitis yang mengalami gejala di
tingkat puskesmas 66 kasus mengalami kesalahan diagnosis
sebagai infeksi alternatif (contohnya pneumoniae, infeksi saluran
kemih), encephalopati metabolik atau kondisi non spesifik
(contohnya kelemahan, malaise dan penyakit degeneratif).
Persentase tertinggi dari pasien-pasien ini berusia lebih dari 65
tahun dan umumnya mengalami gejala seperti demam, sakit
kepala, mual muntah dan kaku kuduk.5
Diagnosis banding dari meningitis adalah :
1. Infeksi
-Abses Otak
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu
kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau
jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma
atau tindakan pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun
demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita
immunocompromize.11
- Encephalitis
encephalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh
infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,
seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies atau
sifilis. Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria,
atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan
ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang.
Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.11
25
-Kejang Demam
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam
adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.11
2. Keganasan
- Neoplasma
Tumor otak termasuk semua tumor di dalam tengkorak atau di
batang otak. Muncul oleh pembelahan sel yang abnormal dan tidak
terkendali, biasanya baik dalamotak itu sendiri (neuron, sel-sel glial
(astrocytes, oligodendrocytes, sel ependymal, mielin-yang memproduksi
sel Schwann), limfatik jaringan, pembuluh darah), di saraf kranial,
diselaput otak (meningen), tengkorak, kelenjar di bawah otak dan pineal,
atau penyebaran dari kanker terutama yang terletak di organ lain
(metastasis tumor)11
3.. Trauma
-SDH
Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga
subdural. Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah maupun cairan
serebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak
atau robeknya arakhnoidea sehingga menambah penekanan subdural
pada jejas langsung di otak. Dalam bentuk kronik, hanya darah yang
efusi ke ruang subdural akibat pecahnya vena-vena penghubung,
umumnya disebabkan oleh cedera kepala tertutup.11
J. PENATALAKSANAAN
26
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa
sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus
(intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin
kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko
komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita
tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.6,7,8,9
Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari
maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari
selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1
minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 –
6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6
kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.(9)
27
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10
mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara
30 – 50%.9
Perawatan
a. Pada waktu kejang9
1. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2. Hisap lender.
3. Hindari dari mencoba untuk mameasuki sesuatu ke
dalam mulut penderita.
4. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan
aspirasi.
5. Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh).
b. Bila penderita tidak sadar lama.9
1. Beri makanan melalui sonde.
2. Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan
merubah posisi penderita sesering mungkin.
28
3. Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau
salep antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi dan pada
inkontinensia alvi lakukan lavement. 9
d. Pemantauan ketat: 9
1. Tekanan darah
2. Respirasi
3. Nadi
4. Produksi air kemih
5. Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini
adanya DC.
e. Pada anak dengan ubun-ubun cembung
29
alur 2. Diagnosis meningtis pada anak-anak dengan ubun-
ubun cembung (dikutip dari daftar pustaka 8)
K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit meningitis adalah :6,7
a. Hidrosefalus
Hidrosefalus dapat terjadi akibat infeksi sehingga timbul perlekatan
meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain.8
b. Abses otak
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul
dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses
otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi misalnya pada meningitis,
trauma atau tindakan pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun
demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita
immunocompromize.11
c. Renjatan septik
Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang
disebabkan oleh infeksi. Renjatan (syol) septik : sepsis dengan hipotensi,
30
ditandai dengan penurunan TDS <90>40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya
obat-obatan yang dapat menurunkan TD. Sepsis berat : gangguan fungsi organ
atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi
hati, ginjal, paru-paru, dan asidosis metabolik.8
d. Pneumonia (karena aspirasi)
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri.
Meningitis dapat berkomplikasi pneumonia melalui masuknya kuman bakteri
melalui jalur hematogen atau melalui aspirasi di saluran pernapasan.8
L.PROGNOSIS
Perjalanan dan prognosis pada pasien meningitis sebagian
besar selalu baik walaupun pada 1 persen pasien memiliki
kelainan abnormalitas yang kemungkinan disebabkan oleh
proses meningoensepalitik. Sebagian besar meningitis viral
dapat sembuh sendiri tetapi beberapa sebab kronik atau
berulang. Meningitis persisten atau meningoensepalitis kadang-
kadang bersifat fatal dapat terjadi pada penderita yang memiliki
keturunan defisiensi dalam limfosit B (biasanya X-linked
agammaglobulinemia atau variabel dari penyakit
immunodefisiensi). HIV-1 mungkin dapat memperpanjang
inflamasi pada meningitis. Infeksi dari HSV-2 adalah infeksi virus
yang paling sering menyebabkan episode berulang pada
meningitis aseptik.6
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan
cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :6,7
a. Umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan.
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
31
f. Adanya dan penanganan penyakit.
32
BAB III
KESIMPULAN
Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput
otak. Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas
kronis yang tinggi. Klinis meningitis dan pola pengobatannya selama masa
neonatus (0 – 28 hari) biasanya berbeda dengan polanya pada bayi yang lebih tua
dan anak – anak. Meningitis dapat terjadi karena infeksi virus, bakteri, jamur
maupun parasit. Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada masa neonatus
dan pasca – neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 – 2
bulan dimana Streptococcus group B, H. influenzae tipe B, meningococcus, dan
pneumococcus semuanya dapat menimbulkan meningitis.
Tanpa memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem
saraf pusat mempunyai sindrom yang serupa. Gejala – gejala yang lazim adalah :
nyeri kepala, nausea, muntah, anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya,
kebanyakan dari gejala – gejala ini sangat tidak spesifik. Tanda – tanda infeksi
sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam adalah : fotofobia, nyeri dan
kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang – kejang dan defisit
neurologis setempat. Keparahan dan tanda – tanda ditentukan oleh patogen
spesifik, hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis
Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan
di seluruh dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi.
Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak
terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat mengakibatkan kematian.
Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan
antiobiotik dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis
ginjal. Perlu dilakukan pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang pasien yang
sembuh dari meningitis.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview
2. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47
3. Swartz, M. N. Meningitis: bakterial, viral, and other. Bakterial meningitis. Goldman: cecil medicine, 23rd ed 2007.Chapter 420
4. Razonable RR. Meningitis. Mayo Clinic College of Medicine. Updated: Aug 26, 2009 available at http://emedicine.medscape.com/article/232915
5. Tolan RW. Amebic meningoencephalitis. Saint Peter’s University hospital.update Jan 21, 2009. Available at. http://emedicine.medscape.com/article/996227.
6. Lazoff M. meningitis. Editor-in-Chief, Medical Computing Review. Update Feb 2, 2010. Available at.http://emedicine.medscape.com/article/784389.
7. Incesu L. Meningitis, Bakterial. Ondokuz Mayis University School of Medicine; Department of Radiology, Ondokuz Mayis University Hospital, Turkey Updated: Mar 13, 2009. Available at.http://emedicine.medscape.com/article/341971.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11 th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview.
9. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
10. Efrida, Desiekawati.Kriptokokal meningitis : aspek klinis dan diagnosis laboratorium. Available from http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_1/39-44.pdf
11. Trible,Ronald; edgerton,Neil; Hayek,Salim; Winkel,Daniel;Anderson,Albert M. Antiretroviral Therapy–associated Coccidioidal Meningitis. Available from http://stacks.cdc.gov/view/cdc/18917
12. Lumbantobing,SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI. Hal.17-20
13. Mardjono,Mahar;Sidharta,priguna.Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakyat.2008. hal.304-329
34