menentuka diagnosa

13
Menentuka Diagnosa .1. Pemeriksaan Primary Survey (ABCDE) (Peterson Lj, 2003) Pendekatan awal terhadap pasien trauma oromaksilofasial akut sedikit berbeda dengan cedera yang lain. Perhatian harus segera diarahkan terhadap saluran pernapasan, adekuasi dari ventilasi, dan kontrol perdarahan eksternal. Primary survey adalah penilaian terhadap keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis luka, tanda- tanda vital dan mekanisme cedera. Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya dilakukan saat itu juga. Urutan Penanganan Penderita dalam Primary survey: A = Airway with C-Spine ProtectionPada kasus trauma oromaksilofasial, kita perlu dengan segera memperhatikan kelancaran jalan nafas, apakah disana ada obstruksi atau tidak. Usaha untuk membebaskan airway dilakukan dengan menjaga jalan nafas dan melindungi vertebra servikal. Harus dilakukan segala usaha untuk menjaga jalan napas dan memasang airway definitif bila diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah mengenali kemungkinan gangguan airway yang dapat terjadikemudian, dan ini hanya dapat dikenali dengan re- evaluasi berulang terhadap airway-ini.Resusitasi: B = Breathing / Ventilation / Oxygenation Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita. Jaw trust atau chin-lift dapat dipakaiMembersihkan airway dari benda

Upload: adelcesar

Post on 27-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

edukasi

TRANSCRIPT

Page 1: Menentuka Diagnosa

Menentuka Diagnosa

.1. Pemeriksaan Primary Survey (ABCDE) (Peterson Lj, 2003)

Pendekatan awal terhadap pasien trauma oromaksilofasial akut sedikit berbeda dengan

cedera yang lain. Perhatian harus segera diarahkan terhadap saluran pernapasan, adekuasi dari

ventilasi, dan kontrol perdarahan eksternal.

Primary survey adalah penilaian terhadap keadaan penderita dan prioritas terapi

berdasarkan jenis luka, tanda- tanda vital dan mekanisme cedera. Selama primary survey,

keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya dilakukan saat itu juga.

Urutan Penanganan Penderita dalam Primary survey: A = Airway with C-Spine

ProtectionPada kasus trauma oromaksilofasial, kita perlu dengan segera memperhatikan

kelancaran jalan nafas, apakah disana ada obstruksi atau tidak. Usaha untuk membebaskan

airway dilakukan dengan menjaga jalan nafas dan melindungi vertebra servikal. Harus dilakukan

segala usaha untuk menjaga jalan napas dan memasang airway definitif bila diperlukan. Tidak

kalah pentingnya adalah mengenali kemungkinan gangguan airway yang dapat terjadikemudian,

dan ini hanya dapat dikenali dengan re-evaluasi berulang terhadap airway-ini.Resusitasi:

B = Breathing / Ventilation / Oxygenation

Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita. Jaw trust atau chin-lift dapat

dipakaiMembersihkan airway dari benda asing Memasang naso-pharingeal airway (pasien

sadar) atau oro-pharingeal airway (pada pasien tidak sadar)Bila ada keraguan mengenai

kemampuan menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif (intubasi oro atau

nasotracheal atau surgical crico-thyroidotomy). Fiksasi leher dengan berbagai cara, setelah

memasang airway.

Ini merupakan nilai keadaan oksigenasi dan ventilasi penderita.Ventilasi yang baik

meliputi fungsi yang baik dari paru,dinding dada dan diafragma. Setiap komponen ini harus

dievaluasi secara cepat. Luka yang mengakibatkan gangguan ventilasi berat adalah tension

pneumothorax, flail chest dengan contusio paru, dan open pneumothorax.

Resusitasi

Page 2: Menentuka Diagnosa

1. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi

2. Ventilasi dengan alat bag-valve-mask

3. Menghilangkan tension pneumothoraks

4. Menutup open pneumothoraks

5. Memasang pulse oximeter

C = Circulation & Stop Bleeding

Tahap selanjutnya untuk dinilai adalah keadaan hemodinamik pasien. Cari sumber

perdarahan, baik perdarahan eksternal maupun perdarahan internal. Suatu keadaan hipotensi

pada penderita trauma harus dianggap sebagai hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya.

Resusitasi :

1. Perdarahan eksternal dihentikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.

2. Mengenal adanya perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah, serta

konsultasi bedah.

3. Memasang 2 chateter i.v ukuran besar, ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah

rutin, analisis kimia, tes kehamilan, golongan darah, cross match dan analisis gas darah, berikan

cairan kristaloid yang dihangatkan atau pemberian darah.

4. Memasang NG tube dan kateter urin jika tidak ada kontra indikasi.

D= Disability (Neurologic Status)

Hal yang penting selanjutnya adalah penilaian terhadap keadaan neurologis secara cepat.

Parameternya adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil tanda-tanda lateralisasi, dan

tingkat cedera spinal.

Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan atau penurunan perfusi

Page 3: Menentuka Diagnosa

ke otak yang disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut

dilakukannya re-evaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi, dan perfusi jaringan.

Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh alkohol dan obat-obatan. Namun pada

kebanyakan pasien dengan trauma oromaksilofasial, hipoksia atau hipovolemia adalah penyebab

utamanya.

Tingkat kesadaran dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) scoring. GCS merupakan

suatu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien dengan menilai respon pasien

terhadap rangsangan yang diberikan. Rangsangan yang diberikan berbagai hal dengan

memperhatikan 3 reaksi yang terdiri dari reaksi membuka mata (Eye (E)), respon verbal (V)

bicara dan gerakan motorik.

Respon membuka mata ini merupakan respon awal ketika kita bertemu dengan pasien.

Respon yang diharapkan ada pada pasien ialah bagaimana reflek membuka matanya. Apakah ia

akan spontan membuka mata tanpa harus dipanggil namanya, disentuh atau diberikan cubitan.

Untuk nilai dari respon ini kita nilai (4) atau respon spontan. Apabila mata terbuka dengan

rangsang suara, seperti kita memanggil nama pasien, nilai respon E nya adalah nilai (3). Apabila

pasien dapat membuka mata ketika kita beri rangsang nyeri, (misalkan dengan menekan kuku

jari) maka nilai E pasien (2). Ketika tidak ada respon sama sekali, maka kita beri nilai E (1),

tidak ada respon.

Page 4: Menentuka Diagnosa

Tabel : Verbal (respon verbal)

Setelah reflek membuka mata kita kaji, maka penilaian selanjutnya ialah bagaimana kita menilai

respon verbal pasien. Ketika pasien dapat mengetahui dimana dia berada, siapa dirinya, kalimat

yang diucapkan baik, orientasi baik, maka kita nilai respon verbal dengan angka (5) . Apabila

pasien bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi tempat dan

waktu, maka nilai respon verbal kita beri nilai (4) . Untuk nilai (3) kita beri ketika pasien

berbicara tidak patut seperti berbicara dengan kata-kata kasar dan makian. Apabila pasien lebih

banyak mengerang atau mengeluarkan suara tanpa arti, maka kita nilai respon verbal pasien (2).

Ketika masih saja tidak ada respon, maka kita beri nilai verbal pasien (1).

Motor (respon motorik)

Respon motorik ini harus dibedakan dengan penilaian kekuatan otot. Pemeriksaan ini hanya

digunakan untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien dengan memantau respon motorik pasien.

Ketika pasien diperintahkan untuk melakukan apa yang kita inginkan, seperti memintanya untuk

mengangkat tangan, atau ketika kita datang kemudian kita memberikan tangan kita untuk

berjabat tangan dengannya. Kita bisa melihat adakah atau tidak respon pasien untuk melakukan

hal tersebut (menjabat tangan kita).

Page 5: Menentuka Diagnosa

E = Exposure/Environment/Body Temperature

Buka pakaian pasien untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Periksa hal-hal yang

mungkin terlewat pada pemeriksaan sebelumnya, seperti darah yang keluar dari anus atau luka

pada tubuh yang tertutup pakaian. Setelah pakaian dilepas, pasien harus segera diselimuti untuk

mencegah hipotermi.

3.2 Pemeriksaan Secondary Survey

Pemeriksaan pada secondary survey meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik ekstra oral seperti

kepala dan oromaksilofasial juga pemeriksaan intra oral yang meliputi status lokalis gigi dan

jaringan pendukung sekitarnya. (Peterson Lj, 2003)

Urutan langkah-langkah dalam menentukkan diagnose adalah (Malik, 2008)

1. Anamnesa

2. Pemeriksaan klinis

3. Pemeriksaan radiologi

4. Pemeriksaan laboratory

5. Interpretasi dan final dianosa

Page 6: Menentuka Diagnosa

ANAMNESA (Malik, 2008)

1. Informasi pasien : digunakan untuk mengetahui identitas pasien, yang meliputi nama,

alamat, pekerjaan/sekolah, umur, serta jenis kelamin. Identifikasi ini dapat pula

digunakan untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien, apakah sehat atau kurang

sehat .

2. Chief complaint

Merupakan suatu keluhan utama dari pasien. Setiap pasien diminta untuk menyatakan

keluhan utama yang dirasakannya kepada operator. Keluhan ini kemudian dicantumkan

pada form pasien yang meliputi anamnesa dari pasien kemudian ditranskripsi menjadi

data rekam medik gigi dari pasien. Meliputi :

- Semua symptom, dan kronologi penyakit

- Onset, durasi dan penyebaran symptom:

- Semua symptom, dan kronologi penyakit

- Onset, durasi dan penyebaran symptom

- Treatment yang telah dilakukan untuk mengurangi gejala

3. Past medical history

Kebanyakan dokter gigi menanyakan tentang kesehatan dari pasien. Hal ini dilakukan

sebagai awal untuk mencari tau atau mengumpulkan data tentang sejarah medis dari

pasien. Hal ini juga berhubungan dengan penyakit sistemik yang diderita oleh pasien

dimana data tersebut dapat digunakan untuk melakukan perencanaan terhadap perawatan

dari gigi pasien. Beberapa penyakit sistemik yang dapat memengaruhi perencanaan

perawatan gigi antara lain , penyakit cardiovascular yang berhubungan dengan

pemakaian obat antikoagulan, diabetes militus, hemophilia dll.

4. Family history

Perlu bagi operator untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit atau kelainan

sistemik yang diturunkan dari keluarganya. Hal ini digunakan selain sebagai data bagi

operator tetapi juga untuk menentukan rencana perawatan seperti apa yang akan

diberikan kepada pasien.

CLINICAL EXAMINATION (Malik, 2008)

Page 7: Menentuka Diagnosa

1. Ekstra Oral

Struktur yang diperiksa dalam pemeriksaan ini antara lain adalah wajah, kulit dan

jaringan lunak, kepala, tulang wajah, TMJ, kelenjar limfatik, kelenjar saliva dan mata.

2. Intra Oral

Struktur yang diperiksa antara lain adalah mukosa rongga mulut, palatum, lidan dan dasar

lidah, retromolar region, ductus saliva, gigi dan oklusi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI (Malik, 2008)

Untuk diagnosis penderita yang mengalami trauma dentoalveolar hanya diperlukan

radiograf oklusal dan periapikal saja. Detail dari cedera gigi (luksasi dan avulsi), dan

sebagian besar fraktur prosessus alveolaris paling baik dirontgen dengan cara ini.

Sedangkan untuk diagnosis penderita yang mengalami trauma maksilofasial harus

dilakukan foto panoramik dan schedel AP-Lat segera, kemudian dapat dilakukan rontgen

foto waters view dan jika memungkinkan dan pasien mampu dapat dilakukan CT-Scan 3

dimensi. Meskipun demikian, tidak dibenarkan untuk melakukan pembuatan radiografis

untuk mengetahui adanya fraktur bila bukti klinis kurang mendukung.

PEMERIKSAAN LABORATORY (Malik, 2008)

Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis

pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk

melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga

pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada pasien

yang menderita suatu penyakit infeksi.

Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media

transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida

Page 8: Menentuka Diagnosa

dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin

membuat darah berwarna merah. Dalam menentukan normal atau tidaknya kadar

hemoglobin seseorang kita harus memperhatikan faktor umur, walaupun hal ini berbeda-

beda di tiap laboratorium klinik, yaitu :

• Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl

• Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl

Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Ada banyak

penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang gizi,

gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan penyakit sistemik (kanker,

lupus,dll).

Hematokrit

Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah

dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai normal hematokrit untuk

pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%.

Seperti telah ditulis di atas, bahwa kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar

hematokrit, sehingga peningkatan dan penurunan hematokrit terjadi pada penyakit-

penyakit yang sama.

Leukosit (White Blood Cell / WBC)

Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi yang

disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll.

Nilai normal leukosit berkisar 5.000 - 10.000 sel/ul darah.

Penurunan kadar leukosit ( leukopenia)bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi

virus, penyakit sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya ( leukositosis) bisa

ditemukan pada penyakit infeksi bakteri, penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut,

leukemia.

Page 9: Menentuka Diagnosa

Trombosit (platelet)

Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses

pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Nilai normal trombosit berkisar antara

150.000 - 400.000 sel/ul darah.

Trombosit yang tinggi disebut trombositosis ddikarenakan malignancy, postsurgery,

hemorhagae akut dll,.Trombosit yang rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan

pada kasus demam berdarah (DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi

sumsum tulang, infeksi virus dll.

Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)

Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling banyak, dan

berfungsi sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke

seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru.

normal eritrosit pada pria berkisar 4,5 juta - 6,2 juta sel/ul darah, sedangkan pada wanita

berkisar 4,5 juta - 5,5juta sel/ul darah.Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus

hemokonsentrasi, PPOK (penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung kongestif,

perokok, preeklamsi, dll, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan pada anemia,

leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus, dll.

ESR

Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah kecepatan

sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED

merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi

akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen,

rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).

Nilai normal LED pada metode Wintrobe’s : Laki-laki : 0 –10 mm/jam, Perempuan : 0 –

20 mm/jam