mata ulkus endof
DESCRIPTION
ulkus endoftalmitisTRANSCRIPT
1
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Curug Wetan
Pekerjaan : Buruh
Status Marital : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 Juni 2015
No. Rekam Medik : 760784
II. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri pada kedua mata
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan mata kanan
dan kiri terasa nyeri sejak 4 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluh
matanya sering terasa gatal dan sakit, berair, mata kemerahan, bengkak dan
penglihatannya semakin lama semakin buram. Selain itu pasien juga
mengeluh matanya sering keluar kotoran. Keluhan mata nyeri dan buram
tersebut semakin memberat sejak 1 bulan terutama pada mata kanan yang
sekarang sama sekali tidak bisa melihat. Sebelumnya pasien sering terkena
debu karena pekerjaannya sebagai buruh pembuat bata. Sakit kepala (-),
mual (-), muntah (-). Pasien juga merasa selama ini bulu matanya sering
masuk ke dalam mata sehingga merasa tidak nyaman. Sebelumnya pasien
sudah berobat beberapa kali namun tidak juga membaik.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat Diabetes mellitus disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat trauma disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal
2
- Riwayat Diabetes mellitus dan Hipertensi pada keluarga disangkal
Riwayat pribadi dan sosial :
- Pasien bekerja sebagai buruh pembuat batu bata
III. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
Tanda-tanda vital : TD = 140/80 mmHg
N = 88 x/menit
R = 24 x/menit
S = 36,8 0 C
B. Status Lokalis (Pemeriksaan Oftalmologi)
Pemeriksaan Okular Dekstra Okular Sinistra
Visus 1/~ 1/~
Palpebra Hiperemi (+)
Edema (+)
Nyeri tekan (+)
Blefarospasme (-)
Ekteropion (-)
Enteropion (+)
Lagoftalmus (-)
Ptosis (-)
Hiperemi (+)
Edema (+)
Nyeri tekan (+)
Blefarospasme (-)
Ekteropion (-)
Enteropion (+)
Lagoftalmus (-)
Ptosis (-)
Bulbus okuli Enoftalmus (+) Enoftalmus (-)
3
Eksoftalmus (-)
Strabismus (-)
Orthotropia (-)
Eksoftalmus (-)
Strabismus (-)
Orthotropia (-)
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (+)
Kemotik (+)
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (+)
Kemotik (+)
Edema (-)
Sklera Ikterik (-) Ikterik (-)
Kornea Keruh (+) Keruh (+)
Camera okuli
anterior
- -
Iris - -
Pupil - -
Lensa - -
Funduskopi - -
Refleks fundus - -
Corpus vitreum - -
Gerak bola mata - -
Sistem larimal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang - -
Palpasi TIO Tidak keras Tidak keras
Pengukuran TIO
dengan Tonometer
Sciotz
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refraktometer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. Resume
4
Pasien wanita usia 53 tahun datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan
keluhan mata kanan dan kiri terasa nyeri sejak 4 bulan yang lalu.
Sebelumnya pasien mengeluh matanya sering terasa gatal dan sakit, berair,
mata kemerahan, bengkak dan penglihatannya semakin lama semakin
buram. Selain itu pasien juga mengeluh matanya sering keluar kotoran.
Keluhan mata buram tersebut semakin memberat sejak 1 bulan terutama
pada mata kanan yang sekarang sama sekali tidak bisa melihat. Sebelumnya
pasien sering terkena debu karena pekerjaannya sebagai buruh pembuat
bata. Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-). Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi ataupun Diabetes melitus. Pasien sering terpapar debu saat
bekerja dan merasa selama ini bulu matanya sering masuk ke dalam mata
sehingga merasa tidak nyaman.
Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 1/~ dan OS 1/~, palpebra
hiperemis dan edema, nyeri tekan (+), blefarospasme (+), entropion (+),
endoftalmus (+) pada OD, injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar (+), kemotik
(+), kornea keruh, palpasi ODS tidak keras
V. Diagnosis Banding
Ulkus kornea et causa mixed Infection
Ulkus kornea et causa bakterial infection
Ulkus kornea et causa fungi infection
VI. Diagnosis Kerja
Ulkus kornea et causa mixed infection
VII. Tatalaksana yang Diberikan
Floxa
Natacen
Ciprofloxacin
Ketokonazole
Tropin
VIII. Prognosis
5
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad malam
IX. Edukasi
1. Jaga kebersihan mata
2. Hindari paparan debu
3. Hindari pemakaian obat steroid
TINJAUAN PUSTAKA
6
ULKUS KORNEA
A. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma (Vaughan, 2000)
B. Etiologi
Tukak kornea diakibatkan oleh infeksi kuman yang dapat menular
seperti bakteri, virus, dan jamur, selain daripada itu dapat juga disebabkan
reaksi toksis degeneratif, alergik, dan penyakit kolagen vaskular. (Sidarta,
2005).
a) Infeksi
Infeksi Bakteri oleh P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua
ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya
sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan
infeksi P aeruginosa
Infeksi Jamur disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus, Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat
juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba, Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang
terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi
organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang
semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan
7
pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.
b) Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam
yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik
anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak
bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja
(Kanski, 2011). Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea. Radiasi atau suhu, Dapat terjadi
pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea
Sindrom Sjorgen, Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang
dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea (Kanski, 2011). Pada keadaan
lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
8
c) Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
Weiner, 2012)
C. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya
terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk
dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik
di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil (PERDAMI, 2002)
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat
dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai
injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan
epitel dan timbullah ulkus kornea (Wijaya, 1989)
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
9
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris (Vaughan, 2000)
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini
menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik (PERDAMI, 2002).
D. Klasifikasi
1. Ulkus Kornea Sentral
Tukak kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas,
streptokokus, pneumoni, virus, jamur dan alergi. Pengobatan tukak kornea
secara umumnya adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan sikloplegik,
mata pada tukak kornea tidak perlu dibebat karena kan memberikan efek
inkubator sama seperti suhu tubuh dan kuman akan berkembang biak, mata
dibersihkan pada setiap akan diberikan obat. Diberi diamox bila terjadi
peninggian tekanan bola mata (Sidarta, 2005).
Gambar 2. Ulkus bakteri tahap permulaan
10
Tabel 1. Gambaran banding tukak kornea
Penyebab Pseudomonas
Pneumonia
Streptokokus Virus Jamur Alergi
Bentuk Sentral Sentral Sentral Sentral Sentral
Tergaung + + - -
Warna Kuning hijau/kuning Abses Satelit
infiltrat
Infiltrat
Hipopion + + -/+ + +
Bentuk Nanah Nanah Tenang Abses Difus
Sensibilitas N N << >> N
Perforasi Mudah Mudah Jarang Mudah Negatif
Mikroorganisme tersebut tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan
epitel yang sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea
seperti erosi pada kornea, keratitis neurotropik, pemakai kortikosteroid atau
imunosupresif, obat lokal anestetika, I.DU., pasien diabetes melitus dan
penyakit tua. Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya perforasi hingga
kuman masuk kedalam bola mata dengan akibat terjadinya endoftalmitis.
Bila sembuh semua tukak kornea akan berhair dengan jaringan parut di
kornea seperti nebula, makula, ataupun leukoma kornea jaringan parut pada
kornea ini akan menimbulkan astigmat irreguler yang mengganggu visus
sehingga untuk koreksi dipergunakan lensa kontak. Penutupan media
penglihatan oleh jaringan parut yang terjadi pada penyembuhan tukak
kornea memerlukan pencangkokan kornea untuk memperbaiki tajam
penglihatannya (Sidarta, 2005).
a. Tukak kornea sentral bakterial
Umumnya ulkus kornea yang disebabkan bakteri adalah tukak
kornea sentral, sedang ulkus kornea marginal disebabkan oleh reaksi
hipersensitifitas. Tukak kornea akibat bakteri merupakan bentuk infeksi
yang penting pada segmen anterior mata. Biasanya tukak ini didahului
oleh trauma mata atau epitel kornea gejala yang menyatakan adanya
infeksi bakteri adalah terdapatnya edema konjungtiva yang berat disertai
11
dengan infiltrasi ke dalam stroma kornea . untuk mengetahu sebab tukak
yang pasti hanyalah dengan pemeriksaan bakteriologik dan mikroskopik
yang bahan pemeriksaannya diambil dari daerah nekrotik atau abses.
Pasien dengan tukak kornea sebaiknya dirawat di rumah sakit (Sidarta,
2005).
Pengobatan antibiotik sesuai dengan penyebab tukak. Antibiotik
yang umumnya diberikan pada tukak kornea adalah turunan aminoglisid
seperti gentamisin untuk kuman gram negatif, penisilin atau sefalosporin
untuk gram positif. Bila dipakai antibiotik tetes maka diberikan 4-6 tetes
kali sehari atau salep mata 3 kali sehari. Bila perlu diberikan antibiotik
sistemik ataupun subkonjungtiva. Sikloplegik atau sulfas atropin tetes
mata diberikan 3 kali sehari untuk menekan radang iris yang
menyertainya dan mengurangi rasa sakit. Bila pengobatan seperti di atas
tidak jelas memberikan perbaikan kadang-kadang perlu tindakan flep
konjungtiva atau keratoplasti a chaud. (Sidarta, 2005). Tukak kornea
sentral bakterial disebabkan oleh:
- Pseudomonas, merupakan organisme sangat penting yang sering
mengakibatkan timbulnya ulkus kornea. Ulkus akibat pseudomonas
berbentuk kecil yang cepat meluas dan dapat terjadi perforasi dalam
48 jam. Pseudomonas mengeluarkan enzim proteolitik yang cepat
merusak kolagen kornea, dengan membentuk abses mukopurulen yang
berwarna kehijau-hijauan. Ulkus yang timbul sering disertai dengan
hipopion (Sidarta, 2005). Biasanya lesi terasa sangat nyeri. Sering
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak lunak, penggunaan
tetes mata yang terkontaminasi. Pada kerokan dari ulkus banyak
mengandung batang gram negative halus panjang (Vaughan, 2007).
12
a b
Gambar 3. ulkus pseudomonas a) early ulcer dengan hipopion. b) late
ulcer dengan stroma nekrotik dan discharge purulen
- Pneumococcus, ulkus yang terjadi biasanya disebut sebagai ulkus
serpen atau ulkus serpenginosa akut. Ulkus serpen merupakan ulkus
yang berjalan cepat. Tepi ulkus tergaung, sering disertai dengan
hipopion, ulkus serpen sering ditemukan pada petani, buruh tambang,
peminum candu ataupun orang dengan keadaan gizi yang buruk,
warna tukak kekuning-kuningan padat dengan batas yang tegas,
merambat ke permukaan kornea kemudian kedalam dan
mengakibatkan perforasi kornea. Pada konjungtiva didapatkan tanda
radang yang berat (Sidarta, 2005). Biasanya muncul 24-48 jam setelah
inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi, kornea disekeliling
ulkus sering kali jernih.
- Neisseria, mengakibatkan ulkus kornea sesudah terdapatnya
peradangan pada konjungtiva bulbi. Neiseria dapat membuat ulkus
kornea tanpa didahului suatu trauma seperti ulkus kornea lainnya.
Ulkus berjalan sangat cepat, terutama pada bayi, dan dapat
menimbulkan perforasi pada kornea. Pengobatan infeksi neiseseria
adalah penisilin, ampisilin, tetrasiklin atau bastrasin (Sidarta, 2005).
- Staphilokokus aureus, staphilokokus epidermidis dan streptokokus
alpha haemolitikus. Ulkus ini biasanya terjadi pada kornea yang telah
biasa terkena oleh kortikosteroid topical. Ulkusnya sering indolent,
tetapi mungkin sering disertai hipopion dan sedikit infiltrate. Ulkus
13
superficial dan terasa padat saat dikerok. Kerokan dapat mengandung
kokus gram positif satu-satu atau berbentuk rantai (Vaughan, 2007).
b. Tukak kornea sentral viral (ulkus neuroparalitik)
Ulkus ini terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri
ditemukan pada herpes zoster. Tukak kornea sentral akibat virus
disebabkan oleh infeksi herpes simpleks dan herpes zoster. Infeksi herpes
simpleks sering merupakan infeksi rekuren. Biasanya gejala didahului
dengan beberapa faktor pencetus, sepertifartor psikogenik, trauma dan
menstruasi (Sidarta, 2005).
Gambar 4. geographic ulcer
Ulkus Kornea Herpes simplex, keratitis ini terdiri dari dua bentuk
yaitu primer dan rekurens. Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini
dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit
atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal
kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk
dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin
dengan benjolan diujungnya
Biasanya gambaran khusus infeksi herpes simpleks pada kornea
adalah dendritik, geografik dan indolen. Bentuk indolen adalah lonjong
atau bulat dengan tepi melipat. Bentuk ini dapat disebabkan karena
pemakaian obat anti herpes yang berlebihan. Bentuk ini dapat berubah
14
menjadi bentuk amubid atau geografik. Pada pemeriksaan sensibilitas
kornea akan terdapat penurunan yang nyata (Sidarta, 2005). Pada
keadaan ini kornea menjadi anestetik dan refleks mengedip menghilang.
Benda asing di kornea bertahan tanpa memberikan keluhan, selain
daripada itu kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan
tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea sehingga terjadi
ulkus kornea (Sidarta dan Sri, 2011)
Gambar 5. Metaherpetic ulcer
Pengobatan yang diberikan adalah antiviral dalam bentuk tetes mata
atau salep (Sidarta, 2005).
Ulkus Kornea Herpes Zoster, biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa
sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.
Infeksi herpes zoster akan memberikan gejala prodormal berupa rasa
terbakar pada dermatom yang terkena, yang disusul rasa demam dan sakit
kepala. Vesikel dapat terlihat pada kelopak yang disertai dengan
15
terdapatnya tukak pada kornea. Pengobatan herpes zoster adalah dengan
memberikan obat-obat yang menekan gejala dan infeksi sekunder
(Sidarta, 2005).
c. Tukak kornea sentral akibat jamur
Pada saat sekarang dianggap penting karena insidensinya meningkat,
pemakaian steroid akan menambah kemungkinan berjangkitnya infeksi
jamur pada mata. Tukak kornea akibat infeksi jamur berwarna abu-abu
kotor, berbentuk sirkuler dengan permukaan yang kasar dan meluas
secara perlahan-lahan, disertai rasa sakit yang sangat. Tukaknya sendiri
sedikit menonjol,disertai sedikit gambaran infiltrat atau abses seperti
satelit pada abses primer, sehingga terdapat gambaran yang disebut
sebagai fenomena satelit. Terlihat penebalan endotel kornea pada ulkus
kornea adalah kandida, aspergilus, fusarum, sefalosporum, penisilum,
dan rizopus (Sidarta, 2005).
a b
Gambar 6. ulkus fungal a) early fungal ulcer b) Ring infiltrate fungal keratitis
Pengobatan yang biasanya diberikan adalah primasen atau tetes mata
larutan 0,4 mg/ml amfoterisin B dalam glukosa 5% dan betadin 1:20
tetsmata selama 1-2 minggu. Diberikan juga midriatik sulfas atropin 1%,
3 kali sehari. Obat anti jamur lainnya yang dapat diberikan adalah
primarisin dan nistatin. Pemeriksaan jamur sebaiknya dilakukan setiap 4
hari. Bila setelah 5 hari pengobatan tidak ada perbaikan, maka dilakukan
pembedahan keratektomi atau keratoplasti limbus (Sidarta, 2005)
16
Gambar 7. Late fungal ulcer
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Acantamoeba merupakan protozoa yang hidup bebas tradapat dalam
air yang tercemar. Seringkali dihubungkan dengan penggunaan kontak
lensa lunak terutama lensa hidrogel silicon atau kontak lensa rigid yang
dipakai semalaman. Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan
temuan kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah
ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Diagnosis
ditegakkan dari hasil biakan media agar non nutrient yang dilapisi E.Coli
maka akan ditemukan bentuk-bentuk amueba. Debridement epitel bisa
bermanfaat pada tahap awal penyakit. Isethionathe propamidine topical
secara intensif dan polyhexamethilen biguanide dapat diberikan
(Vaughan, 2007).
Gambar 8. Ulkus kornea acantamoba
2. Ulkus Kornea Marginal
Bentuk tukak kornea marginal sering ditemukan yang umumnya
menyertai konjungtivitis atau blefaritis. Jarangkali ditemukan bakteri pada
biakan kuman yang berasal dari tukak kornea marginal sehingga sebagian
17
besar diduga akibat suatu reaksi hipersensitivitas. Tukak kornea marginal
pada orang tua sering dihubungkan dengan reumatik dan diabetes melitus
(Sidarta, 2005).
Gambar 9. Autoimun peripheral ulcer
Pengobatan secara umum tukak marginal adalah kortikosteroid yang
biasanya menyembuh dalam waktu yang pendek. Bila pada pembiakan
terdapat kuman seperti staphylokokus, basil koch week, dan M. Axenfeld
maka diberikan antibiotik yang sesuai bersama-sama dengan steroid. Bentuk
ulkus kornea marginal yang dikenal adalah ulkus kataral simpleks, ulkus
cincin, dan ulkus mooren (Sidarta, 2005).
Gambar 10. Ulkus marginal
18
a. Ulkus kataral simpleks
Letak ulkus perifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan
sumbu terpanjang tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak
yang aktif dengan limbus di tepinya terlihat bagian yang bening. Ulkus
kataral simplek biasanya menyertai konjungtivitis kronik yang
disebabkan moxarella atau H.aegeyti (Sidarta, 2005).
Penyakit ini lebih sering mengenai pasien usia lanjut, dapata sembuh
sendiri dan kambuh kembali sehingga perjalanannya sangat kronis.
Akibat perjalanan penyakit yang menjadi kronis, maka timbul pembuluh
darah dari bagian tepinya. Pengobatan ulkus kataral simpleks adalah
dengan memberikan antibiotik yang sesuai, steroid, dan vitamin (Sidarta,
2005).
b. Ulkus cincin (ring ulcer)
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh
lingkaran kornea, bersifat dekstruktif dan biasanya mengenai satu mata.
Kornea dibagian sentral biasanya tetap sehat. Biasanya penyebabnya
adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri
basiler, influenza berat, periarteritis nodosa, lupus eritematosus, dan
penyakit imunologik lainnya. Penyakit ini sering bersifat rekuren. Bila
tidak terjadi infeksi pengobatan biasanya diberikan steroid saja (Sidarta,
2005).
Gambar 11. Ulkus marginal
c. Ulkus mooren (ulkus serpingonosa kronik)
Mooren adalah seorang dokter jerman pada tahun 1828- 1899 yang
menguraikan ulkus serpinginosa kronik yang terdapat pada lansia. Ulkus
19
mooren pada usia muda biasanya sering ditemukan pada wanita usia
pertengahan, hanya mengenai satu mata atau mengenai kedua matanya.
pada orang tua biasanya unilateral dengan rasa sakit dan
kemerahan( Sidarta dan Sri, 2011).
Kelainan ini merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari
bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya
kecenderungan untuk perforasi ataupun hipopion (Sidarta dan Sri, 2011).
Gambaran khas ulkus ini ialah terdapat tepi tukak tergaung, dengan
bagian sentralnya tanpa ada kelainan walau dalam waktu yang agak lama.
Tukak mooren ini akan berhenti bila telah mengenai seluruh permukaan
kornea Pasien dengan ulkus mooren akan mengeluh rasa sakit berat pada
matanya (Sidarta, 2005). Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami
bilateral (Sidarta dan Sri, 2011).
Proses yang terjadi mungkin kematian sel yang disusul dengan
kolagenase. Tukak ini menghancurkan membran bowman dan stroma
kornea. Neovaskularisasi tidak terlihat pada bagian yang sedang aktif,
bila kronik akan terlihat jaringan parut dengan jaringan vaskularisasi.
(Sidarta dan Sri, 2011).
Penyebab ulkus mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak
teori yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap
protein tuberkulosis, virus, autoimun, bekuan darah intravaskuler, dan
alergi terhadap toksin ankilostoma (Sidarta dan Sri, 2011).
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan sel limfosit, sel plasma,
sel raksaksa, sel polimorfonuklear, dan kadang-kadang sel eosinofil
(Sidarta, 2005). Di klinik dikenal 2 bentuk :
1. Pasien tua terutama laki-laki, 75% unilateral dengan rasa sakit
yang tidak begitu berat, prognosis sedang dan jarang perforasi
2. Pasien muda laki-laki, 75% binokular denga rasa sakit dan
berjalan progresif. Prognosis buruk, 1/3 kasus perforasi kornea.
20
Pengobatan tidak ada yang efektif, dan bermacam-macam
pengobatan telah dicoba seperti steroid, radioterapi, flep konjungtiva,
keratektomi, dan keratoplasti (Sidarta, 2005).
d. Ulkus kornea akibat devisiensi vit A
Khas dari ulkus ini terletak di sentral dan bilateral, berwarna kelabu
dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea disekitarnya. Kornea
melunak, nekrotik dan sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva
mengalami keratinisasi, yang tampak sebagai bercak bitot. Bercak bito
adalah daerah yang berbuih, berbentuk baji pada konjungtiva, biasanya
pada sisi temporal, dengan dasar bajinya pada limbus dan apeksnya
meluas kearah kantus lateralis. Di dalam segitiga ini konjungtiva
berlipat-lipat konsentris terhadap limbus, dan materi kering bersisik
merontok dari daerah ini ke dalam cul de sac inferior. Kerokan
konjungtiva dari bercak bitot menampakkan banyak basilxerosis
saprofitik (Vaughan, 2007).
Xerosis vitamin A dari makanan dan gangguan absorbsi di saluran
cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. Kekurangan vitamin A
menyebabkan keratinisasi generalisata pada epitel seluruh tubuh.
Perubahan pada konjungtiva dan kornea bersama-sama (xeroftalmia)
(Vaughan, 2007).
E. Diagnosa Ulkus Kornea
Pada pelayanan primer penegakan diagnosis dapat ditegakkan dari tanda
subjektif berupa riwayat trauma, dan didapati abrasi kornea. Atau keratitis
supuratif disertai hipopion (Kanski, 2011).
1. Anamnesa (Gejala Subjektif )
Pasien sering merasakan nyeri, kemerahan pada mata, mata berair,
photofobia, penurunan lapang pandang, dan rasa tidak nyaman pada mata.
Dapat pula ditemukan gejala:
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
21
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltrat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Ditanyakan pula onset dari penyakit, faktor predisposisi seperti agrikultur,
non agrikultur, onsen dari gejalanya, pemakaian lensa kontak, riwayat
keratopati, riwayat infeksi herpes, penyakit kelainan mata seperti distropi
kornea, prosedur oprasi tertentu (bullos keratopathy), dry eye syndrome,
abnormalitas kelopak mata (blefaritis, enteropion, ektropion, lagoftalmus)
(Narsani, 2009). Pemakaian streoid perlu ditanyakan (Srinivasan, 2008)
2. Pemeriksaan Fisik (Tanda Objektif)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea
(Khurana, 2007). Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion (Kanski, 2011). Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Tyndall test positif (Narsani, 2009)
22
Dapat ditemukan defek epitel, infiltrate pada stroma, dan hipopion,
pasien denga usia tua (> 50 tahun) lebih sering ditemukan hipopion,
letak, ukuran luas dan kedalaman ulkus perlu diperhatikan, penurunan
visus juga perlu dipertimbangkan. Penurunan sensibilitas kornea
terutama pada ulkus herpetika (Khurana, 2007).
3. Pemeriksaan Penunjang
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH). Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltose (Kanski, 2011)
F. Penatalaksanaan Ulkus Kornea
Pada pelayanan primer ulkus kornea superficial yang ditegakkan oleh
keluhan pasien dan didapati abrasi kornea penatalaksanaan denga
kloramphenikol, tiga kali sehari sekurang-kurangnya tiga hari, tanpa
penggunaan steroid maupun obat-obatan tradisional, Jika didapati lesi putih
atau ulkus maka segara rujuk pada pelayanan kesehatan sekunder. Terutama
jika didapati secret purulen pada COA (WHO, 2004).
Pada pelayanan kesehatan sekunder maka dapat dilakukan pemeriksaan
KOH untuk melihat hifa dari jamur. Jika hifa tidak terlihat maka pemberian
terapinya adalah Cafazolin 5% dan Gentamycin 1,4% yang diteteskan perjam.
Ciprofloxacin dapat diberikan selain Gentamycin, jika tidak memungkinkan
untuk diteteskan perjam atau jika ada injeksi sub konjungtiva (WHO, 2004)
Sedangkan jika terlihat hifa pada pemeriksaan maka terapi yang diberikan
adalah Natamycin 5% yang diteteskan perjam tanpa antibiotic atau dapat
diganti dengan amphotericin 0,15% yang diteteskan perjam. Sebagai terapi
adjuvant diberikan pula sikloplegik, analgetik, anti glaucoma dengan indikasi.
Tanpa pemberian steroids (WHO, 2004)
23
Pada pelayanan tersier selain pemeriksaan dengan KOH dapat pula
dilakukan pemeriksaan gram, uji kultur. Pemberian terapi disesuaikan denga
hasil kultur. Sebelum hasil kultur didapat atau jika tidak didapati
mikroorganisme maka dapat diberikan Cefazolin atau gentamisin (WHO,
2004)
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang
baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang
diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan
(Srinivasan, 2008)
Beberapa spesialis menganjurkan steroid topical untuk bersamaan dengan
antibiotic untuk mengurangi kerusakan jaringan (jaringan yang lebih dalam
dari membrane bowman) dimediasi imun dan jaringan parut. Dari penelitian
retroseptik American Academy Ophtalmology pada tahun 1950-2000
pemberian kortikosteroid terbukti efisien untuk keratitis ulcerative bacterial
dengan infeksi yang memanjang (Srinivasan, 2008)
Pada ulkus mooren para ahli setuju bahwa pemberian prednisolon tiap jam
dengan sikloplegik dan antibiotic profilaksis akan menghasilkan hasil yang
baik. Penggunaan steroid untuk 2-3 hari karena proses reepitelisasi belum
dimulai. Pemberian kortikosteroid oral diberikan jika steroid topical tidak
menunjukkan hasil dalam waktu 5-7 hari (Lubis, 2007). Selain ulkus Mooren
ulkus marginal lain yaitu ulkus karena hipersensitivitas, ulkus rosasea, ulkus
karena rhemathoid arthritis juga diberikan steroid dan imunosupresan (Kanski,
2005)
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1) Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
24
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2) Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan
luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring
dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai
prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung
lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja,
sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik
diberikan juga secara sistemik.
Gambar 12.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol,
infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
25
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas
tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu:
a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia (Weiner, 2012)
Gambar 13. Keratoplasti
G. Pencegahan Ulkus Kornea
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang
sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
H. Komplikasi Ulkus Kornea
Ulkus kornea dapat berkomlikasi dengan terjadinya komplikasi perforasi
kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis
dibanding dengan normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya peningkatan
tekanan intraokular. Jaringan parut kornea dapat berkembang yang pada
26
akhirnya menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks juga dapat terjadi,
glaukoma dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan endoftalmitis dan
endoftalmitis, penipisan kornea yang akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia
anterior, sinekia posterior, glaukoma dan katarakjuga bisa menjadi salah satu
komplikasi dari penyakit ini.
I. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul (Weiner, 2012). Ulkus kornea yang luas
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat
terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat (Weiner, 2012). Ulkus kornea dapat
sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan
dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang
pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit
dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik
(Weiner, 2012)
Prognosis untuk ulkus bakterialis tergantung dari ukuran, letak, dan
kedalaman ulkus, begitu pula denga faktor risiko seperti usia, keadaan umum
dari pasien (Narsani, 2007). Jika ulkus telah mencapai 2/3 dari kedalaman
kornea maka keadaan visus pasien akan buruk, pasien yang terlambat berobat
atau terlambat diterapi dengan steroid juga akan memiliki prognosis buruk.
Hanya 40% pasien yang akan kembali memiliki visus yang baik (Weiner,
2012)
27
PEMBAHASAN
Pada kasus Ny. R, ditegakkan diagnosis ulkus kornea ec mixed infection, dari
anamnesis dan pemeriksaan ophtalmologi. Ulkus kornea adalah hilangnya
sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai
dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Pasien
merupakan seorang wanita berusia 53 tahun yang bekerja sebagai buruh pembuat
bata. Hal tersebut menjadi faktor risiko terjadinya infeksi pada mata terutama
terjadinya ulkus kornea.
Dari identitas pasien, pasien berusia 53 tahun datang dengan keluhan nyeri
pada kedua mata sejak 4 bulan yang lalu. Dari keluhan utama kita ketahui
kemungkinan terjadinya nyeri adalah karena kornea mempunyai banyak serabut
saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat
menimbulkan rasa nyeri dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.
Dari pemeriksaan ophtalmologi didapatkan visus mata penderita menurun
yaitu pada mata kanan dan kiri (1/~). Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan
anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil. Selain itu, dalam pemeriksaan
ophtalmologi juga didapatkan ulkus pada seluruh bagian kornea kanan dengan
infiltrat warna abu kekuningan (+), lesi satelit (+), injeksi siliar (+), sedangkan
ulkus pada kornea kiri yang luas ulkusnya lebih dari setengan lapang kornea kiri
dengan infiltrat warna abu (+), injeksi siliar (+). Karena kornea avaskuler, maka
pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain
28
yang banyak mengandung vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan
sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag,
baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu,
keruh dengan batas-btas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat
terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea..
Penatalaksanaan selanjutnya untuk ulkus kornea yaitu pengobatan
konstitusibdan pengobatan lokal sesuai dengan penyebab ulkus kornea.
29
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
Kanski, J.J. and Brad Bowling. (2011). Clinical Ophthalmologi A Systematic
Approach Sevent Edition. London. Elsevier saunders
Khurana, A.K. (2007). Comprehensif Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi.
New age international limited publisher. Hal 168-203
Narsani, A.K. Shafi,M.I. Mahesh,K.L. et al. (2009) Hospital-Base Epidemiology,
Risk Factor And Microbiological Diagnosis Of Bacterial Corneal Ulcer.
Internal Journal Ophtalmol (IJO) Vol 2 No 4. Pakistan. Department Of
Ophthalmology Liaqual University Eye Hospital Hyderabad Pakistan
Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta, 2002
Srinivasan, M. Prajna, L. Rasendran, M. et al. (2008) Corticosteroids For
Bacterial Corneal Ulcer. London. Br.J.Ophthalmol. BJO.BMJ.1136.BJO.
Vaughan D, Asbury, Eva, P.R. (2007). Opthalmologi Umum (Vaughan &
Asbury’s general opthalmology). Edisi 17. EGC. Jakarta.. hal 125-149
Weiner, Gabrielle. (2012) Confronting Corneal Ulcer. Pinpointing Etiology Is
Cruisal For Treatment Decision Making, AAO. Chicago. Eye net
WHO. (2004). Guidelines For The Management Of Corneal Ulcer At Primary,
Secondary And Tertiary Care Health Facilities In The South East Asia
Region. SEA/Ophthalmol/126. WHO