ulkus kornea
DESCRIPTION
ulkus kornea adalah..................................................TRANSCRIPT
BAB ILAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Maspupah
Umur : 57 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kuti Gunung, Gedangan, Magersari
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Petani
Status Marital : Menikah
Tgl MRS : 21 Februari 2015
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2015
No. RM :
1.2 ANAMNESA
Keluhan Utama :
Mata Kanan tidak bisa melihat, Kemeng (Sakit,Nyeri), Merah dan Berair
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh mata kiri kemeng (sakit, nyeri) sampai kepala ± 1 bulan yang lalu, kemeng
perlahan-lahan bertambah parah 1 minggu terakhir sebelum MRS, pasien tidak mengalami
demam, sebelumnya mata sering kelilipan gabah padi dan membasuhnya dengan air sawah.
Pasien sempat berobat ke praktek dokter umum setempat dan diberikan satu obat tetes mata
tanpa label dan obat anti nyeri, tetapi tidak ada perubahan dan kemudian timbul bercak putih
dimata dan pasien merasa padangan nya berkabur secara perlahan, serta berair.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak menggunakan kacamata
Hipertensi (-) disangkal
Diabetes (+) 228
1
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang menggunakan kacamata
Hipertensi (-)
Diabetes (-)
Riwayat Kebiasaan :
Pasien sering mencuci muka dan membilas matanya bila kelilipan dengan air sawah
Riwayat Pengobatan :
Pasien menggunakan obat tetes mata dari dokter umum yang tidak ada labelnya
Pasien meminum obat anti nyeri dari dokter umum tetapi lupa nama obatnya
Planing Diagnosa :
DL, SGOT, SGPT, GDA, RFT (BUN, Kreatinin)
Flouresin Test
1.3 PEMERIKSAAN FISIK (FOLLOW UP)
Hari Pertama Sabtu 21 Februari 2015
S : Mata kanan nyeri kurang lebih 1 bulan lalu dan bertambah parah seminggu terakhir,
kabur(+) secara perlahan, merah(+), Nerocoh (+), sakit bila terkena cahaya, susah membuka
mata, belekan (-).
Status Internis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaraan : Compos Mentis
GCS : 4 / 5 / 6
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Kepala Leher : A / I / C / D - / - / - / -
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Rhonki -/-, Wheezing (-)
Abdomen : Supel (+), Meteorismus (-), BU (+) DBN
Ekstremitas : Akral Hangat, Edema (-)
2
Status Oftalmologi
Visus OD : LP (-) posisi berbaring
Visus OS : 5/60 posisi berbaring
Segmen Anterior ODS
OD OS
Palpebra : Oedem -, Hiperemi + Oedem -, Hiperemi -
Konjungtiva : Hiperemi +, Laserasi – PTG gr II Hiperemi -, Laserasi -
Kornea : Keruh, Infiltrat + Jernih
BMD : Dangkal, Hipopion 1 mm Dalam
Iris : Radier Radier
Pupil : Bulat, Ø ± 4 mm RC Bulat, Ø ± 3 mm RC +
Lensa : Keruh Jernih
A : OD Ulkus Kornea Cum Hipopion ± 1 mm + Pterygium gr II
P: Infus RL drip Neurobion 1 amp 14 tpm
Cefotaxime 3x1 gr iv (Antibiotik)
Vigomox ed tiap 3 jam
Ketokonazole 2 x 1 Tab. (Anti-Jamur)
Hari kedua Minggu 22 Februari 2015
3
S : Mata kanan nyeri, kabur(+), merah(+), Nerocoh (+), sakit bila terkena cahaya, susah
membuka mata, belekan (-).
Status Internis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaraan : Compos Mentis
GCS : 4 / 5 / 6
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Kepala Leher : A / I / C / D - / - / - / -
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Rhonki -/-, Wheezing (-)
Abdomen : Supel (+), Meteorismus (-), BU (+) DBN
Ekstremitas : Akral Hangat, Edema (-)
Status Oftalmologi
Visus OD : LP (-) posisi berbaring
Visus OS : 5/60 posisi berbaring
Segmen Anterior ODS
OD OS
Palpebra : Oedem -, Hiperemi + Oedem -, Hiperemi -
Konjungtiva : Hiperemi +, Laserasi – PTG gr II Hiperemi -, Laserasi -
Kornea : Keruh, Infiltrat + Jernih
BMD : Dangkal, Hipopion 1 mm Dalam
Iris : Radier Radier
Pupil : Bulat, Ø ± 4 mm RC Bulat, Ø ± 3 mm RC +
Lensa : Keruh Jernih
A : OD Ulkus Kornea Cum Hipopion ± 1 mm + Pterygium gr II
P: Infus RL drip Neurobion 1 amp 14 tpm
4
Cefotaxime 3x1 gr iv (Antibiotik)
Vigomox ed tiap 3 jam
Ketokonazole 2 x 1 Tab. (Anti-Jamur)
Hari ketiga Senin 23 Februari 2015
S : Mata kanan nyeri, kabur(+), merah(+), Nerocoh (+), sakit bila terkena cahaya, susah
membuka mata, belekan (-).
Status Internis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaraan : Compos Mentis
GCS : 4 / 5 / 6
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Kepala Leher : A / I / C / D - / - / - / -
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Rhonki -/-, Wheezing (-)
Abdomen : Supel (+), Meteorismus (-), BU (+) DBN
Ekstremitas : Akral Hangat, Edema (-)
Status Oftalmologi
Visus OD : LP (-) posisi berbaring
Visus OS : 5/60 posisi berbaring
Segmen Anterior ODS
OD OS
Palpebra : Oedem -, Hiperemi + Oedem -, Hiperemi -
Konjungtiva : Hiperemi +, Laserasi – PTG gr II Hiperemi -, Laserasi -
Kornea : Keruh, Infiltrat + Jernih
BMD : Dangkal, Hipopion 1 mm Dalam
Iris : Radier Radier
5
Pupil : Bulat, Ø ± 4 mm RC Bulat, Ø ± 3 mm RC +
Lensa : Keruh Jernih
A : OD Ulkus Kornea Cum Hipopion ± 1 mm + Pterygium gr II
P: Infus RL drip Neurobion 1 amp 14 tpm
Cefotaxime 3x1 gr iv (Antibiotik)
Vigomox ed tiap 3 jam
Ketokonazole 2 x 1 Tab. (Anti-Jamur)
1.4 DIAGNOSA
OS Ulkus Kornea
1.5 PROGNOSIS
DUBIA AD MALAM
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENDAHULUAN
6
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi
menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 menyebutkan saat ini terdapat 285
juta orang menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan.
Sembilan puluh persen penderitanya berada di negara berkembang. Ekstrapolasi
perkiraan India lanjut ke seluruh Afrika dan Asia, jumlah ulkus kornea yang terjadi
setiap tahunnya di negara berkembang dengan cepat mendekati 1,5-2 juta, dan jumlah
sebenarnya mungkin lebih besar.
. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan
kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor lima di Indonesia.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri,
jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan
mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas yang
akhirnya mengarah pada kebutaan fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobati secara memadai.
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
a. Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 12,5 mm.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan
epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +
43 dioptri.
7
Gambar Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:
1. Lapisan epitel
- Tebalnya 40 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
- Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari lapisan fibril
kolagen yang tersusun secara random.
- Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang mengenai
bagian ini maka akan digantikan dengan jaringan parut karena tidak memiliki daya
regenerasi.
3. Jaringan Stroma
8
- Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma. Jenis kolagen yang dibentuk adalah tipe I, III dan VI.
- Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air di stroma
sebesar 78%.
4. Membran Descement
- Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
- Sel endotel mempunyai fungsi transport aktif air dan ion yang menyebabkan stroma
menjadi relatif dehidrasi sehingga terus menjaga kejernihan kornea.
Gambar Potongan Melintang Kornea
9
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air
mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui
epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat
melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus.
2.3 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.
Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang
membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.
2.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
10
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat
sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua
arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
2.5 Etiologi Ulkus Kornea
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
11
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Trauma kimia asam
adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan karena adanya kontak
dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan epitel
bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus
permanen baik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan
mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih
dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering
dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi
kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel
kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan mengendapkan protein.
Sel-sel terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai penghalang relatif pada
12
penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer pada
asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik
mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan
koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar
asam tidak penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda
dapat menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi secara
cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema kornea
karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel,
sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk kedalam kornea. Selain
itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga menyebabkan
tidak terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air
mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
13
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindung oleh palpebra.
Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada keadaan
ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang. Benda asing
pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu kuman dapat
berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan
stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi okular di segmen
anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca, episkleritis, ulkus kornea, uveitis,
dan vasculitis retina.
Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan permukaan
okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi progresif indolen dari
kornea perifer atau pericentral dengan peradangan minimal yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan perforasi kornea.
2.6 Klasifikasi Ulkus Kornea
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
14
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
2.6.1 Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus :
Ulkus kornea sentral yang disebabkan Streptococcus Beta-Hemolyticus tidak memiliki
ciri khas.Stroma kornea di sekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab , dan biasanya
terdapat hipopion berukuran sedang.Kerokan menampakkan kokus gram-positif dalam
bentuk rantai.Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang
menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus :
Banyak di antaranya pada kornea yang telah biasa terkena kortikosteroid
topikal.Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit infiltrat pada
kornea sekitar.Ulkus ini sering superficial , dan dasar ulkus teraba pada saat dilakukan
kerokan.Kerokan mengandung kokus gram positif satu-satu , berpasangan atau dalam bentuk
rantai. Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses
kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.
Gambar Ulkus Kornea Bakterialis
15
Ulkus Pseudomonas :
Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat
epitel kornea yang retak.Nyeri yang sangat biasanya menyertainya.Lesi ini cenderung cepat
menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organism
ini.Meskipun pada awalnya superficial , ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea.Umumnya
terdapat hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus.Infiltrat dan
eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan.Ini akibat pigmen yang dihasilkan organism dan
patognomonik untuk infeksi P aeruginosa.Dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau
penggunaan lensa kontak lunak terutama yang dipakai agak lama.Kerokan dari ulkus
mengandung batang gram negative halus panjang yang sering tidak banyak.
Gambar Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus :
S pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia.Ulkus ini
sering terdapat pada pasien dengan sumbatan duktus nasolakrimalis.Biasanya muncul 24-48
jam setelah inokulasi pada kornea yang lecet.Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah
ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat
infeksi ke sentral kornea.Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi
sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh.( Efek merambat ini menimbulkan istilah
“ulkus serpiginosa akut”).Lapis superficial kornea adalah yang pertama terlibat , kemudian
parenkim bagian dalam.Kornea sekitar ulkus biasanya ada hipopion.Kerokan dari tepian
depan ulkus kornea pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk lancet gram
positif.Dakriosistitis yang timbul bersamaan harus diobati pula.
16
Gambar Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion
b.. Ulkus Kornea Fungi
Ulkus fungi itu indolen , dengan infiltrate kelabu , sering dengan hipopion , peradangan
nyata pada bola mata , ulserasi superficial , dan lesi-lesi satelit umumnya infiltrat di tempat-
tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi ).Lesi utama dan lesi satelit merupakan plak
endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama , disertai reaksi kamera
anterior yang hebat dan abses kornea.Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organism oportunis
seperti Candida , Aspergillus , dan lain-lain.Kerokan dari ulkus kornea fungi kecuali yang
disebabkan Candida mengandung unsure-unsur hypha.Kerokan dari ulkus Candida
umumnya mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi yang menampakkan kuncup-kuncup
khas.
Gambar Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster :
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-
3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan
17
stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes
simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya
disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex :
Ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Perjalanan klinik dapat berlangsung lama
karena stroma kornea kurang vaskuler , sehingga menghambat migrasi limfosit dan
makrofag ke tempat lesi.Infeksi okuler HSV pada hospes imuno kompeten biasanya
sembuh sendiri namun pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten , termasuk
pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal , perjalanan penyakitnya mungkin
menahun dan dapat merusak.Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah
respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus namun
sekarang bukti menunjukkan infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma dan juga
sel-sel endotel , selain di jaringan lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel
trabekel.Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak
namun memberi peluang terjadinya replikasi virus.Jadi setiap kali menggunakan
kortikosteroid topikal , harus ditambahkan obat anti-viral. Kebanyakan infeksi HSV pada
kornea disebabkan HSV tipe 1 ( penyebab herpes labialis ) namun beberapa kasus pada
bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan HSV tipe 2 ( penyebab herpes genitalis ).Lesi
kornea kedua jenis ini tidak dapat dibedakan.
Ulkus dendritik terjadi pada epitel kornea memiliki percabangan linear khas dengan
tepian kabur , memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.Pemulasan floresein
memudahkan melihat dendrit.Ulserasi geografik sebentuk penyakit menahun yang lesi
dendritiknya berbentuk lebih lebar.Tepian ulkus tidak kabur.Sensasi kornea menurun.
Gambar Ulkus Kornea Dendritik
18
Gambar Ulkus Kornea Herpetik
d.Ulkus Kornea Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang
mengandung bakteri.Komplikasi pada pengguna lensa kontak lunak khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri.Infeksi ini juga pada yang terpapar pada air yang
tercemar.Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kilniknya yaitu
kemerahan dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen , cincin stroma dan
infiltrate perineural.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan.Biopsi
kornea mungkin diperlukan.Sediaan histopatologik menampakkan adanya kista atau trofozoit.
Gambar Ulkus Kornea Acanthamoeba
2.6.2 Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
19
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit.Ulkus ini timbul
akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokok.Namun ulkus ini bukan proses infeksi dan kerokan tidak mengandung bakteri
penyebab.Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri di mana antibody dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.Infiltrat
mulai berupa infiltrat linear atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya
pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.Proses ini sembuh sendiri
umumnya setelah 7 sampai 10 hari namun yang menyertai blefarokonjungtivitis stafilokok
umumnya kambuh.
Gambar Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Penyebab ulkus Mooren belum diketahui namun diduga autoimun.Paling sering
terdapat pada usia tua namun tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering
diderita orang tua.Ulkus ini tidak responsive terhadap antibiotic atau kortikosteroid.
20
A
B
C
Gambar Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.
21
Gambar Ulcer Ring
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
2.7.1 Gejala Subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
i. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
2.7.2 Gejala Objektif
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
2.8 Diagnosis Ulkus Kornea
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
22
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama
keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit-lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflek pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.
Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.
Gambar Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
23
Gambar Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simpleks
Gambar Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster
A B
Gambar A. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan gram ulkus kornea akantamoeba
2.9 Penatalaksanaan Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik,
anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.
24
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
- Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
- Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
- Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1.Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtivitis, dakriosistitis
harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salep atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan
25
ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B
1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik.
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder
analgetik bila terdapat indikasi.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi
pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir
ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
26
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan :
- Iridektomi dari iris yang prolaps
- Iris reposisi
- Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
- Beri sulfas atropin, antibiotik dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti
ulkus biasa tetapi prolaps irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar Ulkus kornea perforasi (jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada
kornea ditepi perforasi)
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan
kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa
kriteria yaitu :
a. Kemunduran visus yang cukup mengganggu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
27
Gambar Keratoplasti
2.10 Komplikasi Ulkus Kornea
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder
2.11 Prognosis Ulkus Kornea
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan
dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
28
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
29
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ulkus Kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang
membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur ,virus dan Acanthamoeba),
noninfeksi ; seperti bahan kimia bersifat asam atau basa tergantung PH, radiasi atau suhu,
Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obat-obatan, pajanan (exposure), neurotropik dan juga
bisa disebabkan oleh pengaruh sistem imun (Reaksi Hipersensitivitas).
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2007; 126-138.
2. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. 159-167
3. Wijana. N.Ulkus Kornea. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989. Jakarta
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2, Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari web site: http://depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/2084-kemenkes-canangkan-hari-pemberantasan-gangguan-penglihatan-dan-kebutaan-di-indonesia.html. pada tanggal 15 Juni 2013.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari web site: http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845-gangguan-penglihatan-masih-menjadi-masalah-kesehatan.html. pada tanggal 15 Juni 2012
7. Suhardjo, Widodo F, dan Dewi MU. Artikel Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata. Diunduh dari website : http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/art-1.htm
31