masalah keamanan pangan dalam pola konsumen · pdf filemasalah keamanan pangan dalam pola...
TRANSCRIPT
MASALAH KEAMANAN PANGAN DALAM POLA KONSUMSI MASYARAKAT
INDONESIA
oleh: Ir. Udjang Sumarwan, Ph.D (Dosen mata kuliah Pendidikan Konsumen pada Fakultas Pertanian Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga Institut Pertanian Bogor)
Lokakarya Hukum Perlindungan Konsumen b a g i D o s e n d a n P r a k t i s i H u k u m
Diselenggarakan: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)Jakarta, 22 Oktober 1997
MASALAH KEAMANAN PANGAN DALAM POLA KONSUMSI
MASYARAKAT INDONESIA
O l e h : Dr. Ir. Ujang Sumarwan*
Jurusan Gizi Masyarakat clan Sumberdaya Keluarga F a k u l t a s P e r t a n i a n Institut Pertanian Bogor
PENDAHULUAN
Pencluduk Indonesia saat ini berjumlah lebih dari 200 juta orang. Artinya,
Indonesia memiliki lebih dari 200 juta konsumen. Setiap penduduk, berapapun
usianya, apapun jenis kelaminnya, statusnya. pekerjaannya bisa dianggap sebagai
seorang konsumen. sebagai seorang konsumen. setiap penduduk melakukan berbagai
alctifitas konsumsi barang dan jasa. Dari sekian ratus jenis barang clan jasa yang
dikonsumsi konsumen, makanan merupakan kebutuhan utama konsumen. Makanan
adalah kebutuhan dasar manusia agar is bisa bertahan hidup dan melakukan berbagai
kegiatan. Menurut konsep kebutuhan Maslow, makanan bisa dianggap sebagai
kebutuhan dasar fisiologis yang harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-
kebutuhan manusia lainnya dapat terpenuhi. Kebutuhan itu meliputi rasa aman, kasih
sayang, rasa memiliki dan dimiliki, penghargaan dan aktualisasi diri.
Banyak pihak sangat berkepentingan dengan konsumen terutama bagaimana
konsumen dapat memenuhi kebutuhan konsumsi makannya. Pemerintah sangat
memperhatikan agar pangan/makanan dapat tersedia dengan cukup di segala pelosok
tanah air, agar semua lapisan konsumen dapat menjangkau dan mampu membeli
makanan tersebut. Di lain pihak, bagi oragnisasi bisnis terutama industri makanan,
jumlah konsumen yang banyak merupakan potensi pasar bagi berbagai macam produk
makanan yang diproduksinya. Sektor swasta atau industri makanan perlu memahami
Staf Dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Swriberdava Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
1
kebiasaan dan prilaku makan konsumen, sehingga mereka mengetahui makanan apa
yang seharusnya diproduksi dan dipasarkan kepada konsumen. Lembaga sosial,
perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya juga sangat berkepentingan dengan
konsumen. Lemba-ja-lembaga bukan pemerintah dan bukan swasta ini sangat peduli
untuk membantu konsumen agar konsumen dapat membeli dan mengkonsumsi
makanan yang balk dan aman. Konsumen juga harus dilindungi dari berbagai
makanan yang tidak aman dan merugikan konsumen. Perlindungan ini seharusnya
diberikan oleh pihak pemerintah, swasta dan lembaga sosial lainnya.
Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan ketiga fihak tersebut bisa sama
dan berbeda. Undang-undang, peraturan pemerintah dan pendidikan konsumen
merupakan bentuk perlindungan konsumen yang diberikan pemerintah. Sementara itu
pihak swasta juga memiliki peranan yang sangat besar untuk melindungi konsumen.
Perlindungan itu bisa melalui ketaatan mereka terhadap undang-undang dan peraturan
pemerintah, mengutamakan keamanan makanan dan kesehatan konsumen dalam
memproduksi makanan serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
konsumen.
Akhimya lembaga sosial dan lembaga pendidikan lainnya bersama pemerintah
berkewajiban memberikan perlindungan konsumen melalui pendidikan maupun
penyuluhan konsumen. Pendidikan konsumen bisa disampaikan dalam berbagai
bentuk dan melalui keragaman media. Tujuan dari pendidikan konsumen ini untuk
membantu konsumen agar is :
a) bisa melakukan pilihan dengan tepat.
b) memiliki pengetahuan yang cukup mengenai makanan yang aman dan
bergizi.
c) menjadi konsumen yang kr i t i s terhadap produk makanan yang
dikonsumsinya.
d) lebih berhati-hati dalam melakukan pembelian dan konsumsi produk
makanan.
2
Pada akhirnya, perlindungan konsumen yang tepat dan efektif akan datang dari
konsumen itu sendiri. Dengan pendidikan konsumen inilah, kita mengharapkan agar
konsumen dapat melindungi dirinya sendiri.
Pola Konsumsi Mikanan Makanan merupakan kebutuhan pokok konsumen. Peran makanan menjadi
semakin penting terutama bagi masyarakat kita. Konsumsi makanan seringkali
dijadikan indikator untuk menentukan kesejahteraan konsumen dan keluarga.
Beberapa konsep kesejahteraan menggunakan makanan sebagai determinan dari
kesejahteraan konsumen. Teori Engel yang sangat terkenal itu menyatakan bahwa
semakin tinggi pendapatan konsumen, semakin kecil proporsi pendapatannya yang
dikeluarkan untuk makanan. Berdasarkan teori klasik ini, seorang konsumen atau
kejuarga dikatakan lebih sejahtera apabila persentase pengeluaran untuk makanan
relatif lebih kecil dari persentase pengeluaran untuk bukan makanan. Teori lain
adalah Bennett's law yang menyatakan bahwa "starchy staple ratio" menurun wiring
dengan meninakatnva pendapatan konsumen/keluarga. Dengan kata lain, teori ini
menyebutkan bahNN-a semakin tinggi pendapatan seorang konsumen, semakin rendah
konsumsi kalori/energi yang berasal dari umbi-umbian. Konsumen akan
mendiversifikasikan makanannya kepada jenis makanan yang lebih mahal.
Konsumen yang meningkat pendapatannya akan mengkonsumsi lebih banyak pangan
hewani, cumber lemak hewani dan gula. Kedua teori ini didukung oleh hasil empiric
dari pola konsumsi makanan di Indonesia.
Tabel 1 memperlihatkan persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan
berdasarkan kelompok makanan dan bukan makanan Tahun 1990 dan 1996 di daerah
perkotaan dan pedesaan. Data ini merupakan hasil survey BPS yang dikenal sebagai
Survey Social Ekonomi Nasional (SUSENAS). Survey ini dilakukan setiap tiga tahun
sekali untuk mengumpulkan data modul konsumsi. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa pada tahun 1996, 48% dari pengeluaran konsumen di kota dibelanjakan untuk
makanan. Sedangkan di pedesaan, persentase pengeluaran makanan mencapai 63%.
Data ini menunjukkan bahwa makanan merupakan konsumsi yang sangat penting
3
bagi pencluduk- kota maupun desa. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih
bergelut untuk memenuhi kebutuhan makan, terutama bagi masyarakat pedesaan.
Masyarakat di negara maju dicirikan oleh kecilnya persentase pengeluaran untuk
makanan. Selama kurun waktu enam tahun, terjadi perubahan pola konsumsi.
Persentase pengeluaran untuk makanan cenderung menurun baik bagi masyarakat di
kota maupun di desa. Dan sebaliknya, persentase pengeluaran untuk bukan makanan
menunjukkan. kenaikan. Ini jugs merupakan cermin bahwa kesejahteraan penduduk
semakin membaik. Mereka mulai mendiversifikasikan konsumsinya kepada produk
bukan makanan.
Tabel 1. Persentase Pengeluaran Rata-rata Per kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang
Perkotaan Pedesaan 1990 1996 1990 1996
A. Makanan 51.40 47.97 67.41 63.10
1. Padi-padian 11.90 8.47 22.87 17.40 2. Umbi-umbian 0.52 0.42 1.38 0.95 3. Ikan 4.73 4.03 6.39 5.58 4. Daging 3.40 3.70 2.54 2.73 5. Telur & susu 3.38 3.20 2.25 2.69 6. Sayur-sayuran 4.32 4.08 6.16 5.89 7. Kacang-kacangan 2.25 1.67 2.61 2.22 8. Buah-buahan 3.22 2.98 3.40 2.78 9. Minyak clan Lemak 2.08 1.85 3.26 2.99 10. Bahan minuman 2.76 2.31 4.10 3.71 11. Bumbu-bumbuan 1.61 1.15 2.38 1.68 12. Konsumsi lainny a 0.78 1.42 0.66 1.14 13. Makanan dan minuman jadi 6.49 9.19 3.94 7.72 14. Minuman alkohol 0.09 0.07 0.14 0.09 15. Tembakau & sirih 3.88 3.43 5.33 5.53
B. Bukan Makanan
1. Perumahan clan fasilitas tangga
rumah48.60
20.11
52.03
24.15
32.59
13.08
36.90
14.25 2. Barang clan jasa 16.22 14.44 6.56 7.963. Pakaian 5.47 5.00 5.66 5.66 4. Barang tahan lama 2.92 4.74 3.35 5.91 5. Pajak clan asuransi 1.73 1.85 0.77 1.01 6. Keperluan pests dan upacara 2.15 1.85 3.10 2.11
Sumber : Pengeluaran untuk Konsumsi Penducluk Indonesia 1996. Buku 1. BPS (1997).
4
Bagaimara pola konsumsi masyarakat kita ? Tabel 2 memperlihatkan
persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk sub kelompok makanan.
Konsumsi umbi-umbian clan padi-padian cenderung menurun antara tahun 1990-1996.
Sebaliknya konsumsi ikan, claging, telur clan susu memperlihatkan kenaikan. Demikian
pula konsumsi makanan clan minuman jadi menunjukkan kenaikan. Persentase
pengeluaran untuk makanan clan minuman jadi hanya 8.4% pada tahun 1990
meningkat menjadi 15.4% pada tahun 1996. Ini merupakan suatu inclikator bahwa
terjadi perubahan pola konsumsi makanan dalam masyarakat kita. Peran makanan dan
minuman jadi semakin penting bagi konsumen wiring dengan terjadinya perubahan
karakteristik konsumen clan keluarga.
Indonesia telah mengalami transisi demografi selama PJP I. Transisi ini telah
mengubah karakteristik penduduk Indonesia menjadi semakin tua, semakin mengkota,
mempunyai harapan hidup lebih lama, partisipasi angkatan kerja wanita meningkat clan
mobilitas penduduk yang semakin meningkat.
Perubahan karakteristik penduduk ini membawa implikasi penting kepada
peningkatan kebutuhan konsumen/keluarga. Kebutuhan ini meliputi makanan, alai-alas
rumah tangga, pelayanan kesehatan, sandang, perumahan, energi, transportasi dan
pendidikan.
Partisipas'. angkatan keria semakin meningkat artinya semakin banyak ibu yang
bekerja di luar rumah. Istri atau ibu yang bekerja mempunyai waktu yang lebih sedikit
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga termasuk mempersiapkan clan
memasak makanan untuk keluarga. Pada keluarga yang memiliki istri bekerja akan
mengandalkan jasa orang lain untuk mempersiapkan makanan bagi anggota keluarga.
Pembantu clan makanan yang slap santap dari industri jasa boga maupun industri
makanan akan semakin penting peranannya dalam membantu keluarga seperti ini.
Mobilitas penduduk yang semakin tinggi menyebabkan orang lebih banyak berada di
luar rumah. Ini membawa implikasi bahwa konsumen akan tergantung kepada
makanan slap santap yang berasal dari industri jasaboga dan industri makanan.
5
Tabel 2. Persen:ase Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Untuk Sub Kelompok
Makanan Indonesia
Jenis Pengeluaran 1990 1996
1. Padia-padiar, 29.89 23.12
2. Umbi-umbian 1.66 1.22
3. Ikan, daging- telur dan susu 18.78 19.84
4. Sayuran, kacang-kacangan dan buah-buahan 18.42 17.69
5. Konsumsi lainnya 14.88 14.61
6. Makanan dar, minuman jadi 8.40 15.35
7. Minuman mengandung alkohol 0.20 0.14
8. Tembakau dan sirih 7.77 8.03
Jumlah 100.00 100.00
Sumber : Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 1996. Buku I, BPS.
Dilain pl* ak, kita bisa mengaman bahwa industri jasaboga dan industri
makanan berkembang dengan pesat. Sebaliknya, makanan jadi yang tersedia di pasar
belum tentu aman dan balk bagi kesehatan konsumen. Bahkan makanan yang diolah
dan dimasak oleh sendin pun mengandung resiko kepada kesehatan konsumen.
Masalah Keamanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Tanga makan dan minuet yang cukup jumlah dan
mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktifitasnya. Masalah
pangan menvangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik jasmani maupun
rohani.
K e a ma n a n p ang an mer up ak an s a l ah s a tu f ak to r p en t ing y ang h a r us
diperhatikan dalam konsumsi sehari-harl. Dengan demikian sesungguhnya pangan
selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, harga yang terjangkau juga harus
6
memenuhi persyaratan lain yaitu sehat, aman dan halal. Jadi sebelum pangan tersebut
harus memenuhi persyaratan kualitas, penampilan clan cita rasa, maka terlebih dahulu
pangan tersebut harus benar-benar aman untuk dikonsumsi. Artinya pangan tidak
boleh mengandung bahan berbahaya seperti cemaran pestisida, logam berat, mikroba
patogen ataupun tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kepercayaan
ataupun keyakinan masyarakat misalnya tercemar bahan yang berbahaya.
Menurut Undang-Undang Pangan, keamanan pangan diartikan sebagai kondisi
atau upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologic, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan clan membahayakan
kesehatan. Dalam Undang-Undang Pangan tersebut terlihat jelas bahwa keamanan
pangan terkait lansung dengan kesehatan manusia, yang dapat terjadi sebagai akibat
cemaran biologi& seperti bakteri, virus, parasit dan cendawan, pencemaran kimia
seperti pestisida, wksin (racun) dan logam berat serta pencemaran fisik seperti radiasi.
Keamanan pangan di Indonesia dewasa ini masih jauh dari keadaan aman, yang
dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang banyak terjadi belakangan ini.
Kenyataan ini ditunjang juga dengan data hasil pengujian makanan oleh laboratorium
di beberapa daerah, masih menunjukkan kondisi makanan masih rawan bahaya.
Walaupun, demikian, konsumen pada umumnya belum memperdulikan atau
belum mempunyai kesadaran tentang keamanan makanan yang mereka konsumsi,
sehingga belum banyak menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang
aman. Hal ini iuga yang menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan
keselamatan konsumen demi memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Sebagai contoh masih banyak produsen makanan yang senang menggunakan zat
pewarna tekstil untuk berbagai produk makanan clan minuman karena pertimbangan
ekonomis. Berkembangnya industri tekstil di Indonesia menyebabkan zat pewarna
tekstil itu menjadi murah dan disalahgunakan pemanfaatannya oleh kalangan produsen
makanan. Di lain pihak, konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam
mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya,
sehingga mereka mempunyai keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit untuk
7
menghindari resiko dari produk-produk makanan yang tidak bermutu clan tidak aman
bagi kesehatan. Akhirnya konsumen dengan senang dan tanpa radar mengkonsumsi
produk-produk makanan tersebut karena penampakan yang menarik dengan harga
yang lebih murah Padahal pewarna tersebut merupakan bahan yang berbahaya yang
menjadi sumber dan penyebab keracunan.
Karena keterbatasan pengetahuan clan kemampuan dalam meperoleh informasi,
konsumen seringkali beranggapan bahwa pangan dengan harga tinggi identik dengan
mutu yang tinggi pula. Bagi golongan ekonomi lemah, mereka akan memilih harga
yang murah yang mampu mereka beli. Golongan ini lebih menitikberatkan pada harga 9
yang terjangkau dari pada pertimbangan lainnya. Mereka sudah merasa pugs jika
dapat membeli makanan dengan harga murah, meskipun produk tersebut bermutu
rendah clan tidak terjamin keamanannya. Bagi golongan ekonomi tinggi, memilih
pangan dengan harga yang tinggi atau memilih produk impor juga menjadi perhatian.
Namun apakah produk tersebut sesuai atau tidak dengan kondisi di Indonesia dan
bagaimana cara mereka memperlakukan makanan tersebut sehingga aman untuk
dikonsumsi.
Perkernba-m2an teknologi pengolahan pangan, disatu pihak memang membawa
hal-hal yang pcsitif seperti: peningkatan pengawasan mutu, perbaikan sanitasi,
standarisasi pengepakan dan labeling Berta grading. Namun di sisi lain teknologi
pangan akan menyebabkan semakin tumbuhnya kekhawatiran semakin tinggi resiko
tidak aman bagi makanan yang dikonsumsi. Teknologi pangan telah mampu membuat
makanan-makanan sintetis, menciptakan berbagai macam zat pengawet makanan, zat
additives Berta zat-zat flavor. Zat-zat kimia tersebut merupakan zat-zat yang
ditambahkan pada produk-produk makanan, sehingga produk tersebut lebih awet,
indah, lembut dan lezat. Produk-produk inilah yang disukai konsumen untuk
dikonsumsi. Tetapi dibalik semua itu, zat-zat kimia tersebut mempunyai dampak yang
tidak aman bagi kesehatan. Dalam hal ini jarang sekali disadari konsumen, sehingga
konsumen tetap mengkonsumsinya clan semakin Bering mengkonsumsinya, zat-zat
tersebut semakin menumpuk dan akhirnya menjadi racun.
8
Dan berbagai lapdran dan pertemuan tentang kemanan pangan di dunia,
diperkirakan sebagian besar (70%) kasus keracunan pangan disebabkan oleh makanan
siap santap, yaitu makanan yang langsung dimakan setelah diolah. Makanan yang
sexing menyebabkan keracunan terutama yang dipersiapkan oleh industri jasaboga
(katering), rumah makan dan makanan jajanan. Yang menjadi korban bervariasi
mulai dari karyawan perusahaan berlangganan katering, anak-anak sekolah, sampai
pada tamu-tamu sebuah hotel/restoran, atau sekelompok orang yang memakan
makanan tradisional seperti tempe bongkrek atau makanan jajanan lainnya.
Beberapa faktor yang, meyebabkan makanan beracun :
1. Cemaran yang tinggi pada produk makanan siap santap, baik cemaran
mikrobiologi, kimia maupun fisik
Pembuatan pangan dalam jumlah besar, yang tidak/kurang memperhatikan
kebersihan (higienis) menvebabkan cepat bertumbuhnya bakteri seperti E. coli
ataupun Staphylococcus. Masih banyak pengusaha makanan yang mempunyai
pengetahuan rendah tentang kebersihan dan waktu simpan pangan. Sehingga
mereka sexing menyediakan pangan yang sudah basi ataupun sudah terkon-
taminasi bakteri yang mengakibatkan konsumen keracunan. Hasil pengujian
terhadap contoh makanan yang berasal dari makanan jasaboga. rumah makan dan
makanan jajanan dari delapan Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi menun-
jukkan bahwa dari 2491 contoh makanan yang diperiksa. sebanyak 23.6%
menunjukkan hasil positif adanya bakteri E. coli, yaitu bakteri yang digunakan
sebagai indikator sanitasi atau kontaminasi kotoran dan 12.36% contoh makanan
positif berasal dari rumah makan.
Kontaminasi mikrobiologi dan kimia dapat juga terjadi pada produk-
produk pertanian seperti sayuran dan buah-buahan. Produk-produk semacam itu
seringkali dikonsumsi dalam bentuk mentah, sehingga terhindarnya dari
kontaminasi mikrobiologi dan kimia sangat penting bagi kemanan konsumen.
Sebaliknya konsumen harus lebih hati-hati dalam mengkonsumsinya.
9
Kontaminasi mikrobiologi bisa muncul saat limbah manusia atau hewan
clijaclikan sebagai pupuk clan manakala air yang tercemar digunakan untuk
k rj 1 akibat kebun-kebun. Sedangkan kontaminasi kimia te 'adi akibat penggunaan
pestisida dan pupuk sebagai salah satu cara meningkatkan produksi pangan. Hal
ini rnenyefi-abkan tingginya residu pestisida dan pupuk pada produk produk
pertanian. hka konsumen tidak peduli akan hal tersebut, maka resiko keracunan
akan sernalon tinggi.
2. Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Peng:,unaan BTP yang tidak terkontrol pada produk industri kecil/rumah
tangga balk pada makanan atau minuman sangat barbahaya. Karena hal tersebut
merupakan cumber dan penyebab keracunan. Bahan tambahan pangan yang
berbahaya -neliputi zat warna ynag bukan untuk makanan, boraks, formalin yang
dipakai unt--ik- mengawetkan makanan ataupun penggunaan bahan tambahan yang
melebihi closis maksimal.
Pengetahuan dari seJumah pengusaha masih rendah, sehingga mereka tidak
mengetahu: bahwa BTP yang mereka gunakan sebenarnya berbahaya bagi
kesehatan manusia clan dilarang penggunaannya. Masih banyak bahan-bahan
terlarang terclapat di pasar, dan dengan mudah dapat dibeli dengan harga yang
murah, sel•Ingga masih ada pengusaha walaupun sudah tahu bahwa bahan
tambahan tersebut sudah dilarang penggunaannya, tetap saja menggunakannya,
karena harganya lebih murah tetapi produk yang dihasilkan tetap menarik dan
bagus. Sebagai contoh, masih banyak produsen tahu yang menggunakan formalin
sebagai pemzawet. Selain itu juga banyak peclagang bakso yang menggunakan
boraks dengan tujuan bakso yang dihasilkan lebih bagus. Tetapi walaupun demikian
konsumen tetap mengkonsumsinya. Rupanya konsumen tidak menyadari bahaya
*anizka panjang yang akan dihadapinya.
i
]0
3. Bahan dasar makanan
Adanya zat beracun berasal dar i bahan dasar makanan i tu sendir i .
Misalnya singkong yang mengandung sianida atau jengkol yang mengandung
jengkola. Kancungan racun tersebut cukup tinggi apabila pangan tersebut
d ikonsumsi mentah . Te tap i sebag ian masyaraka t mas ih ada yang suka
mengkonsumsi men- tah, hal ini mungkin karena informasi mengenai hal tersebut
sangat kurang.
4. Kadaluarsa
Konsumen menghadapi resiko yang sangat besar dalam mengkonsumsi
makanan atau minuman, karena masih banyak produk-produk makanan yang
tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Pangan yang kadaluarsa selain dari segi
r a s a s u d a h b e r u b a h , j u g a b i s a m e n y e b a b k a n r a c u n b a g i o r a n g y a n g
mengkonsumsinya.
Pada zaman modem ini, masih banyak masyarakat yang kurang mengerti
dan tidak memperdulikan batas kadaluarsa makanan yang dikonsumsinya. Hal
demikian banyak terjadi di daerah-daerah dimana makanan pada umumnya
diolah secara s-.derhana yang pada umumnya mempunyai masa simpan yang
relatif pendek. sehingga meskipun makanan tersebut telah kadaluarsa mereka
tetap mengkonsumsinya. Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan yang
kurang. Keadaan demikian sering dimanfaatkan oleh sebagian pedagang atau
produsen makanan untuk menjual makanan kadaluarsa dengan harga murah.
Hal inilah yang banyak disambut oleh orang-orang yang kurang pengetahuannya
dan pada umumnya banyak menimpa golongan ekonomi lemah.
Masalah-masalah keamanan tersebut diatas terutama disebabkan oleh
berbagai faktor sebagai berikut
• Fasilitas pengolahan yang belum memenuhi syarat
Keadaan sanitasi tempat pengolahan makanan di Indonesia masih
cukup rawan, terutama jasaboga dan rumah makan .
• Pengetahuan pengolah/penjamah pangan masih rendah
• Terbatasnya persediaan air bersih yang memenuhi syarat
I I
• Lina-ungan berusaha/berdagang yang ticlak memenuhi syarat
• Limbah/sampah hasi l pengolahan pangan yang belum ditangam
dengan balk
• Pengawasan pangan yang belum memadai
• KeteTbatasan modal untuk berusaha/berdagang
Untuk meng--tasi masalah keamanan pangan sehingga pangan yang dipasarkan
di masyarakat benw-benar aman untuk dikonsumsi maka perlu adanya satu instansi
yang manangam masalah keamanan pangan secara lebih tegas,sejak pangan tersebut
diproduksi, diolah, Ledarkan dan disalurkan. Demikian pula pengawasan keamanan
dan mutu bagi produk impor.
Pelatihan juga diperlukan bagi para produsen agar selalu mempersiapkan diri
menerima dan menerapkan teknologi yang paling tepat, serta meningkatkan
pengetahuan clan kesadaran mereka akan kemajuan dan perkembangan di bidang
produksi yang ber-wawasan keamanan pangan. Pelat ihan ini semakin penting
terutama untuk produsen pangan yang berskala menengah dan keci l . Dengan
pelat ihan ini diharapkan produk makanan yang dihasi lkan dapat memenuhi
persyaratan produksi pangan yang aman, sehat dan bermutu, sehingga konsumen
t i d a k r a g u me n g k o n s u m s i n y a d a n t e r h i n d a r d a r i b e r b a g a i b a h a y a y a n g
mengancamnya.
KESIMPULAN
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia, agar la bisa bertahan hidup dan
malakukan berbagai kegiatan. Makanan selain harus tersedia dalam jumlah yang
cukup, harga yang terjangkau juga harus memenuhi persyaratan lain yaitu sehat, aman
dan halal. Keterlibatan pihak pemerintah, swasta dan lembaga soisal lainnya sangat
penting untuk melindungi konsumen dari berbagai makanan yang tidak aman dan
merugikan.
Konsumsi makanan merupakan indikator dari kesejahteraan konsumen.
Konsep ini didukung oleh beberapa teori seperti Engel dan Bennett's law. Semakin
tinggi pendapat konsumen, maka persentase pengeluaran untuk makanan relatif lebih
12
kecil dan semakin rendah konsumsi kalori/energi yang berasal dari umbi-umbian.
Selama kurun wakr-i enam tahun (1990-1996) di Indonesia telah terjadi perubahan
pola konsumsi yang ditandai dengan persentase pengeluaran untuk makanan yang
cenderung menurun dan persentase pengeluaran untuk bukan makanan menunjukkan
kenaikan baik bagi masvarakat kota maupun desa.
Transisi demografi selama PJP I telah mengubah karakteristik penduduk
Indones i a . Ha l in i membawa impl ikas i kepada pen ingka tan kebu tuhan
konsumen/ke luarga . Makanan merupakan sa l ah s a tu kebutuhan u tama
konsumen/keluarga- sehingga keamanan makanan merupakan salah satu faktor
penting yang harus diperhatikan dalam konsumsi makanan sehari-hari.
Masalah keamanan pangan mempunyai cakupan yang lebih luas meliputi
berbagai aspek sejak dari proses produksi, pengolahan, penyimpanan, transportasi
sampai pangan tersebut sampai ke tangan konsumen. Oleh karena itu pengawasan
pangan harus melibatkan instansi-instansi.
Masih rendahnya kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan dan
sebaliknya masih 'tbanyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam upaya
menciptakan keamanan pangan, antara lain disebabkan karena belum dipahaminya
pengertian tentang proses pengolahan yang baik, penggunaan bahan kimia yang
melebihi ambang batas dan sebagainya. Sehingga masih belum menjamin bahwa
makanan yang dikonsumsi oleh konsumen benar-benar sehat, aman dan halal.
Program pelatihan bagi produsen, khususnya pengusaha kecil dan menengah
perlu dilakukan secara terns menerus, agar mereka lebih mampu dan sadar untuk
menerapkan ta ta Cara produks i pangan yang sehat , aman dan bermutu .
13
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, T. 19,)7. Konsep dan Kebijaksanaan Keamanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan. Makalah Disampaikan pada Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Jakarta, 26-27 Juni 1997.
1
Fardiaz, S. 1997. Konsep dan Kebijaksanaan Keamanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan. Makalah Disampaikan pada Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Jakarta, 26-27 Juni 1997.
Hadad, T. 1997. Kebijaksanaan dan Keamanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan. Makalah Disampaikan pada Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Jakarta, 26-27 Juni 1997.
Kandun, I.N. 1997. Konsep dan Kebijaksanaan Keamanan Pangan Makanan (Pangan). Makalah Disampaikan pada Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Jakarta, 26-27 Juni 1997.
Sidik, M. 1997. Kcnsep dan Kebijaksanaan Keamanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan. Makalah Disampaikan pada Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Jakarta, 26-27 Juni 1997.
Suryana, A. 1997. Konsep dan Kebijaksanaan Keamanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan. Makalah Disampaikan pada Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Jakarta, 26-27 Juni 1997.
Sumarwan, U. 199-. Makanan Dalam Perspektif Konsumen. Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi, Jurusan Gizi Masyar~at dan Sumberdaya Keluarga, IPB, 2-16Agustus 1994
Sumarwan, U. 199-. Perlindungan Konsumen Terhadap Praktek Penjualan Makanan dan Kualitas Makanan yang Merugikan Konsumen. Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi, Jurusan Gizi Masyafiat dan Sumberdaya Keluarga, IPB, 2-16Agustus 1994
14
LAMPIRAN
Tabel 3. Penggunaan Bahan Tambahan pada Minuman Jajanan Anak Sekolah Tahun 1994/1995
Tabel 4. Pengguman Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Produk Inclustri Pangan Skala Kecil/Rumah Tangga di Tiga Propinsi
Tabe1 5. Kasus Keracunan Pangan di 10 Propinsi di Indonesia dalam Tahun 1995/1996
Tabel 6. Distribusi Keracunan Makanan di Indonesia Tahun 1989 s/d 1996
Tabel 7. Distribusi Tingkat Cemaran Mikroba Pada Jenis Makanan Tahun 19941199-5
Tabel 8. Distribusi Tingkat Cemaran Mikroba Pada Jenis Makanan per Propinsi Tahun 1994/1995
Tabel 9. Di stri bust Tingkat Cemaran Mikroba Pada Jenis Makanan per i eni s TPM Tahun 1994/1995
Tabel 10. Distribusi Sampel Peralatan clan Persentase E. coli per Jenis Peralatan Makan Tahun 1994/1995
Tabel 11. Distribusi Sampel Peralatan clan Persentase cemaran E. coli per Jenis TPM Tahun 1994/1995
15
Tabel 3. Pengg
-unn Bahan Tarnbahan. pada Minuman Jajanan Anak Sekolah Tahun 19,411995 *
Contoh fang dianallsis/BTP terlarang Jumlah Persen
Jumlah contoh yang dinalisis 1.183 Jumlah contoh fang memenuhi syarat BTP 215 18,2 Jumlah contoh,,-ang tdk memenuhi syarat BTP 968 81,8
Penggunaan pewarna terlarang 225 19,0 - Amaranth 19 - Methanyl yel',)w 5 - Rhodomin B 189 - Pewama tidal- terdaftar 12
Penggunaan pengawet terlarang/melebihi batas 18 1.5 - Boraks 6 0,5 - Fon-nalin 0 0 - Benzoat 12 1,0
Penggunaan pemanis buatan - Sakarin 302 25,5 - Siklamat 835 70,6
Direktorat Jen~eral Pengawasan Makanan dan Minuman, Ditjen POM, Depkes. (1995,. dikutif dari Fardiaz, 1997 hal 7.
16
Tabel 4. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Produk Industri Pangan
Skala KecIVRumah Tangga di Tiga Propinsi * a
Propinsi Jumlah contoh
Tidak memenuhi syarat BTP
Jumlah (%) Jenis BTP Jenis produkDKI Jakarta 23 5 (21,74%) Pewarna (4),
Pewarna & pengawet (1)
Camilan, sirup, saus tomat
Jawa Barat 23 15 (65,22%) Pewarna (8), Pengawet (2), Pewarna & pengawet (5)
Camilan, sirup, limun, sambal, saus tomat
Sulawesi Selatan 19 9 (47,37%) Pewarna (9) Camilan, sirup, limun, sambal, saus tomat
Jumlah 65 29 (44,62)
Puslitbang Farmasi Balitbang Kesehatan, Depkes. (1995), dikutip dari Fardiaz, 1997 hal 8.
17
Tabel 5. Kasus Keracunan Pangan di 10 Propinsi di Indonesia dalam tahun
1995/1996 *
Jumlah korban Propinsi Jumlah k as, u s
Pende -rita
Menin g-gal
% CFR
Sumber/asal TPM
Jumlah yang telah diidentifikasi (penyebab)
1. D.I. Aceh 1 3 0 0 Makjan ? 2. Sumatera 2 10 1 10,00 Rumah ?
Barat Tangga (RT)
3. Bengkulu 1 37 0 0 RT Zat kimia 4. Jawa Barat 1 163 0 0 Jasaboga ?
5. Jawa Tengah
6 431 0 0 Jasaboga, pasar
?
6. Jawa Timur 12 505 6 1,19 Jasaboga, industri RT, makjan, pasar
1 (nitrit), 1 (Amaranth), 1 (pestisida), 1 (Salmonella), 8 (?)
7. Kalimantan 2 27 0 0 Toko, RT ? Barat
8. Kalimantan 1 18 0 0 Selatan
9. Sulawesi 4 76 7 0,92 Pasar, RT 1 Oamur) Selatan 1 (nitrit), 2(?)
10. Bali 1 111 0 0 Lokal Shigella S. Aureus
Jumlah 31 1.381 14 1,01 16 (51,61%)
Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Ditjen. PPMPLP, Depkes. (1996), dikutip dan Fardiaz, 1997 hal 10.
18
Tabel 6. Distribusi Keracunan Makanan di Indonesia tahun 1989 s/d 1996
No Tahun Jurr1ah Propinsi Kejadian Penderita Mati CFR (%) 1 1989 9 32 1.131 20 176 2 1990 11 25 2.506 11 43 3 1991 9 36 2.404 2 8 4 1992 9 25 3.911 4 10 5 1993 6 8 424 15 354 6 1994 13 109 3.423 48 140 7 1995 14 65 1.593 18 129 8 1996 5 32 1.172 6 51 9 1997
10 1998 11 1999 12 2000
Sumber : Kandun. 1997 hal 12.
Tabel 7. Distribusi Tingkat Cemaran Mikroba Pada Jenis Makanan Tahun 1994/1995
Persentase sampel yang positif No Jenis Makanam, Jumlah sampel
Salmo -nella
Shigela Staphylo- coccus
Coll- patogen
E. coli
1 Bahan makanai 118 - - - 0,9 22,9 2 Ayam 107 - - 0,90 - 34,6 3 Daging 194 - - 0,50 - 39,7 4 Ikan 68 - - 2,98 - 54,4 5 Kerang 6 - - - - 66,7 6 Telur 13 - - - 11,1 38,5 7 Mie 124 - - 0,80 1,0 58,8 8 Kue 242 - - 2,70 - 20,2 9 Sayuran 161 - - - 0,8 43,5 10 Buah 3 - - - 33,3 11 Minuman 84 2,9 17,8 12 Mak. campur 24 - - 45,8 13 Mak. lainnya 567 2,0 0,6 31,0
Total 1.711 1,34 0,66 34,01 Sumber -. Kandun, 199, hal 12.
19
Tabel 8. Distribusi Tingkat Cemaran Mikroba Pada Jenis Makanan per Propinsi
Tahun 1994/1995
Persentase sampel yang positif No Propinsi Jumlah sampel
Salmo -nella
Shigela Staphylo- coccus
Coll- patogen
E. coli
1 Sumatera Selatan 362 - - 2.21 1.1 51.66 2 Jawa Barat 55 - - 5.45 - 34.54 3 Jawa Tengah 366 - - 0.82 39.89 4 Jawa Timur 707 - - 1.09 - 14.71 5 Yogyakarta 100 - - 1.0 4.0 36.0 6 Sulawesi Utara 121 - - - - 74.38
Total 1,711 - - 1.34 0.66 34.01 Sumber : Kandun, 1997 hal 13.
Tabel 9. Distribusi Tingkat Cemaran Mikroba Pada Jenis Makanan per jenis TPM Tahun 1994/1995
Persentase sampel yang positif No Jenis TPM Jumlah sampel
Salmo -nella
Shigela Staphylo- coccus
Coli- patogen
E. coli
1 Industri makanan 8 - - - 12.5 50.0 2 Jasaboga 469 - - 1.94 - 19.83 3 Restoran 28 - - - - 32.14 4 Rumah makan 474 - - 0.89 0.45 41.35 5 Warung 221 - - - - 44.796 Makanan jajanan 114 - - - - 64.91 7 TPM lain 397 - - 2.45 1.37 26.95
Total 1711 - - 1.34 0.66 34.01 Sumber : Kandun, 1997 hal 13.
20
Tabel 10. Distribusi Sampel Peralatan dan Persentase E. coli per Jenis Peralatan
Makan Tahun 1994/1995
Persentase sampel yang positif No Jenis Peralatan Jumlah sampel
Salmo- nella
Shigela Staphylo -coccus
E. coli
1 Sendok 58 - - - 22.4 2 Garpu 14 - - - 0.0 3 Piring 86 - - - 19.7 4 Gelas 54 - - - 33.3 5 Mangkuk 19 - - - 0.0 6 Lainnya 120 - - - 1.6
Total 351 - - - 14.25 Sumber -. Kandun. 1997 hal 14.
Tabel 11. Distribusi Sampel Peralatn dan Persentase cemaran E. coli per Jenis TPM Tahun 1994/1995
Persentase sampel yang positif No Jenis Peralatan Jumlah sampel
Salmo- nella
Shigela Staphylo -coccus
E. coli
1 Industri makanan
0 - - - 0.0
2 Jasaboga 29 - - - 10.3 3 Restoran 24 - - - 8.3 4 Rumah makan 121 - - - 15.75 Warung 104 - - - 17.3 6 Makanan j aj anan 42 - - - 4.7 7 TPM lainnya 31 - - - 15.3
Total 351 - - - 14.25 Sumber : Kandun, 1997 hal 14.
21