manajemen parkir di kota serang - fisip untirta …repository.fisip-untirta.ac.id/708/1/manajemen...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN PARKIR
DI KOTA SERANG
Skripsi
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
HAERUL UMAM
NIM. 6661101139
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, JULI 2016
ABSTRAK
Haerul Umam. NIM 6661101139. Skripsi. Manajemen Parkir Di Kota Serang. Pembimbing I: Dr. Agus Sjafari, M.Si dan Pembimbing II: Listyaningsih, S.Sos, M. Si
Penelitian ini dilatar belakangi oleh manajemen parkir di Kota Serang yang belum berjalan maksimal karena masih ditemukannya masalah dalam hal pengelolaan, ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadai, sumber daya manusia yang kurang, mekanisme pemungutan, setoran serta pengupahan kepada juru parkir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang manajemen parkir di Kota Serang. Teori yang digunakan menurut George R Terry (Badrudin,2013:14) yaitu manajemen merupakan proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), penggerakan (Actuating) dan pengawasan (Controlling). Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Informan terdiri dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Serang, Juru Parkir dan masyarakat pengguna jasa parkir. Hasil penelitian ini adalah perencanaan parkir masih belum dilakukan maksimal, masih perlu pembenahan dalam berbagai sistem yang ada, kurang koordinasi serta kurang ketegasan dan pengawasan yang belum maksimal dalam hal evaluasi, sanksi dan alternatif solusi. Perlu perencanaan yang matang dalam berbagai segi, atutan yang jelas, sistem yang jelas,peningkatan koordinasi dan peningkatan pengawasan.
Kata Kunci: Manajemen, Parkir.
ABSTRACT
Haerul Umam. 6661101139. Research Paper. Management of Serang City Parking. Advisor I: Dr. Agus Sjafari, M.Si and Advisor II: Listyaningsih, S.Sos, M. Si
This research while such by the management of parking in the Serang city that not work optimally because it still found problems in terms of management, availability of facilities and infrastructures are inadequate, lack of human resources, mechanisms of collection, deposit, and salary to the parking clerks. The purpose of this research is to review and analyze about the management of parking in the Serang city. The theory of this research is from George R Terry (Badrudin, 2013:14) who state that management is a typical process, that consists of the actions of planning, organizing, actuating and controlling. The method used is a qualitative approach by collecting data through observation, interview, and documentation. The informants are consists of Department of Communication and Information Serang City, parking clerks and parking clerk users. The results of this study is planning parking has not been made up, whereas it still need improvement in a variety of existing systems, lack of coordination and lack of firmness and supervision have not been up to the evaluation, sanctions and alternative solutions. It needs careful planning in many respects, clear rules, a clear system, improved coordination and increased supervision.
Keywords: Management, Parking.
LEMBAR PERSEMBAHAN
“ Kamu ingin berubah tanpa pengorbanan?
Kamu ingin damai tanpa perjuangan?
Dunia tidak bekerja seperti itu.”
Allegiant - 2016
“ Jangan pernah takut hidup ini,
Selama kita masih memiliki AKAL.”
Haerul Umam bin Mulyana
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah memberikan
Kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam mengerjakan skripsi ini
Aku persembahkan skripsi ini kepada Orang Tua ku, teteh-teteh ku, kakak-kakak ku
Serta ku persembahkan kepada sahabat-sahabat serta teman-teman ku.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH
SWT, karena atas berkat ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang
berlimpah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam rangka memenuhi
salah satu syarat skripsi pada Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang berjudul
“MANAJEMEN PARKIR DI KOTA SERANG ”.
Dengan selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung serta membimbing
peneliti baik secara moril maupun materil. Maka dengan ketulusan hati peneliti
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing I yang memberikan semangat dan membimbing peneliti
dalam menyusun proposal ini dengan teliti dan sabar dari awal hingga
akhir.
3. Rahmawati, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, M. Ikom, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang
memberikan semangat dan membimbing peneliti dalam menyusun
proposal ini dengan teliti dan sabar dari awal hingga akhir.
ii
7. Riswanda, Ph.D selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
8. Semua Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
9. Untuk kedua orang tua ku, Ibu Rohilah Yusuf dan Bapak Mulyana
Syarbini, yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan bagi
penulis untuk menempuh gelar Strata Satu. Mohon maaf apabila
selama ini belum bisa memberikan yang terbaik dan belum bisa
membalas segala kebaikan selama ini.
10. Terima kasih kepada Kakak dan Teteh , Rohimu, Murliana, Yani,
Mahdi dan Meti yang memberikan semangat dalam pembuatan skripsi
ini.
11. Untuk Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Serang
yang telah bekerjasama dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Sahabat-sahabatku Manis Manja, Hikmah Isnaeni, Ikhwan Al-Shafa,
Randi Rahman H, Rosyiana Mahardhika, Yusuf Ardabili, terima kasih
telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabat-sahabatku Opname Family, Abdul Rojak, Aryan Acu, Agung
Mastur, Dio Dober, Didi Darmawan, Fityan Mapex, Hendryana
Buntung, Irfan Wawaw, Ikhwan Pei, Lukman Olay, Riswandi Qyong,
Towi Aceng, terima kasih telah memberi semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
14. Kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Reguler
kelas B angkatan 2010, A. Fahrurrozi, Agryan WP, Dedi S, Dina,
Dian N, Dwi Rahayu, Eka SK, Fauzi, Fani Mutia Hanum, Fityan
Ahdiyat, Herly FH, Hesti, Ikhwanul M, Irma, Mayabela, M. Ishmat,
M. Nurdin, Novryan A, Nona R, Putri Menes AS, Putri Pustika S,
Reni BA, Rey Ambon, Siska A, Susi, Syafruddin I, Vierta A, Yuanita
iii
R yang memberikan canda tawa, masukan dan nasehat yang
bermanfaat.
15. Sahabat-sahabatku Penghuni Kosan Kalpataru, Adhi Tompel, Prapto,
Irdam, Andrianto Toge, Haniv Jambi, Kasmidun Kesman, Gunarso
Ucok, Tb. Toha, Kiki, Hermantos Mantos, Eko Kodok, Eko Jawa,
Binter, Esa Bebeb, terima kasih telah memberi semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
16. Sahabat-sahabatku Penghuni Apartement Asmara, Anton Kuping,
Fityan Mapex, Novryan Gepeng, Nurdin Bedeng, Syafruddin Jono,
Rama Haw, Dwi Uwi, Gan Gan AA, Rezza K, Rizal N, Reza R,
terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
17. Sahabat-sahabatku Devi VS, Dyas Z, Amim A, Wildan CMYK, Irfan
Panoy, Fauzi Vijay, Indriana Indrul, Nadia Ihya Muthi, A. Dzikri A,
Tama PT, Gea AR, Septian Kaki Gunung, Viska N, dan sahabat
lainnya terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
18. Terima kasih juga kepada WANITA yang telah membantu dan selalu
memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang membangun tetap
dinantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Serang, Juli 2016
Haerul Umam
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Abstrak
Abstract
Lembar Orisinalitas
Lembar Persetujuan
Lembar Persembahan
Kata Pengantar ............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
Daftar Tabel .................................................................................................... viii
Daftar Gambar ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................... 12
1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................... 13
1.4 Perumusan Masalah ................................................................................ 13
v
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 13
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 15
2.1.1 Pemerintah Daerah ........................................................................ 15
2.1.2 Konsep Manajemen ........................................................................ 17
2.1.3 Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD) ....................................... 27
2.1.4 Konsep Retribusi Daerah ................................................................ 29
2.1.5 Konsep Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum ............................... 63
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 65
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................. 67
2.4 Asumsi Dasar ............................................................................................ 69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ............................................................ 70
3.2 Fokus Penelitian ......................................................................................... 71
3.3 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 72
3.4 Fenomena Yang Diamati ............................................................................ 72
3.4.1 Definisi Konsep ............................................................................. 72
vi
3.4.2 Definisi Operasional ......................................................................... 73
3.5 Instrumen Penelitian ................................................................................... 74
3.6 Informan Penelitian .................................................................................... 75
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................... 77
3.7.1 Teknik Analisis Data ....................................................................... 82
3.7.2 Pengujian Keabsahan Data .............................................................. 85
3.8 Jadwal Penelitian ....................................................................................... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ......................................................................... 88
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang........................................................ 88
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kota Serang ....................................................................................... 92
4.1.2.1 Profil Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Serang ....................................................................................... 92
4.1.2.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Serang ............................... 94
4.1.2.3 Kewenangan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kota Serang .............................................................................. 96
vii
4.2 Deskripsi Data Penelitian ........................................................................... 113
4.2.1 Daftar Informan Penelitian .............................................................. 113
4.2.2 Deskripsi Data ................................................................................. 114
4.3 Temuan Lapangan ........................................................................................ 117
4.3.1 Perencanaan (Planning) .................................................................. 118
4.3.2 Pengorganisasian (Organizing) ...................................................... 139
4.3.3 Penggerakan/Pengarahan (Actuating) ............................................. 153
4.3.4 Pengawasan (Controling) ............................................................... 158
4.4 Pembahasan ................................................................................................ 165
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 174
5.2 Saran ............................................................................................................. 175
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Pembagian Zona Parkir Di Tepi Jalan Umum .............................. 4
Tabel 1.2 Rekapitulasi Penerimaan/Penyetoran Karcis Parkir Di Tepi Jalan
Umum Tahun 2013 ......................................................................... 6
Tabel 1.3 Pembagian Zona Penelitian ........................................................... 7
Tabel 1.4 Target Dan Realisasi Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum
Pemerintah Kota Serang 30 Desember 2013 ................................. 8
Tabel 2.1 Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli ......................................... 21
Tabel 2.2 Sifat Barang Publik, Barang Privat dan Barang Campuran............. 43
Tabel 3.1 Daftra Informan Penelitian ............................................................ 77
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara .................................................................... 79
Tabel 3.3 Waktu Penelitian ............................................................................. 87
Tabel 4.1 Daftar Nama Kecamatan dan Luas Wilayahnya ............................. 92
Tabel 4.2 Potret Kepegawaian Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi
Kota Serang .................................................................................... 94
Tabel 4.3 Daftar Informan Penelitian ............................................................. 114
Tabel 4.4 Zona Parkir Sebelum Perombakan ................................................. 121
Tabel 4.5 Zona Parkir Setelah Perombakan .................................................. 123
Tabel 4.6 Target dan Realiasasi ...................................................................... 134
Tabel 4.7 Jumlah Juru Parkir ......................................................................... 147
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Manajemen ........................................................................ 21
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................ 68
Gambar 3.1 Komponen Data Dalam Kualitatif Menurut Miles Dan Huberman
................ .......................................................................................... 83
Gambar 4.1 Wilayah Administrasi Kota Serang ............................................... 91
Gambar 4.2 SOP Pelayanan Retribusi Parkir ...................................................... 140
Gambar 4.3 Sanksi Administratif dalam lampiran Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah pada BAB X Pasal
148 ……………………………………………………………..… 162
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menjadi dasar kepada pemerintah daerah untuk mengurus serta mengelola segala
potensi sumber daya yang dimiliki daerahnya sendiri dengan tetap mengacu
kepada pemerintah pusat. Selain itu, adanya Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang menekankan
peranan pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara
mandiri. Dengan adanya undang-undang tersebut, muncul asas desentralisasi yang
bertujuan yaitu mewujudkan keadilan antara kemampuan dan daerah, peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari pemerintah pusat,
dan mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah pasal 157, sumber pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah
(PAD) yaitu hasil dari pajak daerah, hasil dari retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Selain PAD,
sumber pendapatan daerah juga bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah.
2
Peranan pendapatan asli daerah sangatlah penting dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah untuk
pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan mampu
mengoptimalkan sumber daya daerah yang ada untuk meningkatkan penerimaan
yang berasal dari daerahnya sendiri.
Dalam pendapatan asli daerah (PAD) terdapat Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal
pemenuhan penerimaan daerah. Sedangkan penjelasan secara khusus mengenai
retribusi daerah sendiri adalah bagian dari pendapatan asli daerah (PAD) yang
potensial, sehingga mampu membantu penerimaan daerah juga. Retribusi
memiliki prinsip pungutan yang harus dibayar oleh si penerima manfaaat harus
sama dengan nilai dari manfaat yang diterimanya. Retribusi tidak bersifat
memaksa, namun bersifat ekonomis, artinya siapa saja yang tidak merasakan jasa
balik, maka tidak dikenakan biaya tersebut. Karena retribusi tidak bersifat
memaksa maka akan ada sanksi bagi pelanggarnya, maka dari itu untuk mengatur
masalah retribusi dibuatlah Kebijakan Daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah diatur oleh Peraturan Daerah (Perda).
Dengan adanya kebijakan pemerintah yang berupa Peratuan Daerah (Perda),
Pemerintah Kota Serang juga memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang
retribusi daerah yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13
Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. Di dalam peraturan daerah tersebut
3
terdapat 23 jenis retribusi dan diantaranya adalah retribusi parkir di tepi jalan
umum dan tempat khusus.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang No.13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah, Retribusi parkir di tepi jalan umum yang kemudian disebut
dengan retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dipungut retribusi sebagai
pembayaran atas setiap pelayanan di tepi jalan umum yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah. Retribusi parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus
merupakan salah satu retribusi di Kota Serang yang memiliki potensi, namun
memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kota Serang sendiri. Retribusi
parkir di tepi jalan umum dikelola oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kota Serang, sedangkan retribusi parkir tempat khusus dikelola
langsung oleh Dinas Pendapatan Keuangan Daerah Kota Serang.
Retribusi parkir di tepi jalan umum di Kota Serang sudah cukup jelas
dalam Peraturan Daerah No.13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah baik dalam
objek retribusi, subyek retribusi, cara mengukur tingkat penggunaan jasa retribusi
pelayanan di tepi jalan umum, prinsip dan sasaran dalam penerapan struktur dan
tarif retribusi pelayanan di tepi jalan umum serta struktur dan besarnya tarif
retribusi pelayanan di tepi jalan umum.
4
Tempat parkir di tepi jalan umum Kota Serang dibagi dalam sembilan
zona, sebagai berikut :
Tabel 1.1 Pembagian Zona Parkir Di tepi Jalan Umum Kota Serang
NO ZONA WILAYAH 1
ZONA I
Jl. Tirtayasa 2 Jl. Juhdi 3 Jl. Veteran (bjb s/d Sp4 Pisang Mas) 4 Jl. Maulana Yusuf 5 Seputaran Taman Sari
1
ZONA II
Jl. Hasanudin 2 Seputaran Pasar aLama (BCA) 3 Jl. Raya Banten (Prapatan Lopang) 4 Jl. Diponegoro 5 Simpang Tiga On on s/d Blok M
1
ZONA III
Seeputaran Alun-alun 2 Jl. Ki Mas Jong 3 Jl. Veteran (Ramayana s/d Alun-alun Barat) 4 Jl. Brigjen Sam’un 5 Jl. Ki Uju Kaujon
1
ZONA IV
Mayor Syafei 2 Jl. Raya Cilegon 3 Jl. Purbaya 4 Jl. Kagungan Lontar s/d Prapatan Brimob
1
ZONA V
Jl. KH. Abd. Latief 2 Jl. Sam’un Bakri 3 Jl. Tb. Sueb 4 Jl. Ayip Usman 5 Jl. Raya Kaligandu
1 ZONA VI
Jl. Ahmad Yani 2 Jl. Sudirman 3 Jl. Raya Jakarta
5
4 Pasar Kalodran 5 Jl. Syech Nawawi / Polda
1
ZONA VII
Jl. Yumaga 2 Jl. KH. Fatah Hasan 3 Jl. KH. Abdul Hadi 4 Jl. Raya Ciwaru 5 Jl. KH. Khotib (Kedalingan)
1
ZONA VIII
Jl. KH. Sochari 2 Jl. Ki Ajurum Cipocok 3 Jl. Bhayangkara 4 Jl. Raya Pandeglang +Tengkele
1
ZONA IX
Jl. Raya Letnan Jidun 2 Jl. Tb. Ma’mun s/d Cikulur 3 Jl. Raya Taktakan 4 Jl. Lingkar Selatan Ciracas
Sumber: Diolah peneliti dari UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, 2015
Menurut Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Ahmad Yani,
pembagian zona diharapkan mampu membantu Dishubkominfo terutama UPT
Parkir dalam memantau serta mengelola parkir di tepi jalan umum serta
memudahkan dalam hal pemberian pengarahan kepada juru parkir terkait
perparkiran di Kota Serang.
Selain data tabel di atas, UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Kota Serang juga memiliki data rekapitulasi penggunaan karcis parkir
pada tahun 2013, sebagai berikut :
6
Tabel 1.2 Rekapitulasi Penerimaan/Penyetoran
Karcis Parkir Tepi Jalan Umum Tahun 2014
NO BULAN PEMAKAIAN KARCIS (LEMBAR)
Kendaraan Roda Dua
Kendaraan Roda Empat JUMLAH
1 Januari 6,976 8,227 15,203 2 Februari 5,954 7,863 13,817 3 Maret 8,534 8,179 16,713 4 April 7,976 8,212 16,188 5 Mei 10,776 10,635 21,411 6 Juni 7,360 7,370 14,730 7 Juli 9,100 9,225 18,325 8 Agustus 5,420 5,050 10,470 9 September 9,230 8,200 17,430 10 Oktober 8,900 8,050 16,950 11 November 7,835 7,525 15,360 12 Desember 8,160 6,965 15,125
JUMLAH 96,221 95,501 191,722
Sumber: Diolah peneliti dari UPT Parkir Dishub Kota Serang, 2014
Dari data yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti membatasi lokus
penelitian dengan membagi kembali zona parkir di tepi jalan umum yang sudah
ada dengan ketentuan sebagai berikut :
7
Tabel 1.3 Pembagian Zona Penelitian
NO ZONA WILAYAH KETERANGAN 1
ZONA RAMAI
Jl. Maulana Yusuf Asal Zona I 2 Jl. Veteran Asal Zona I 3 Jl. Sam'un Bakri Asal Zona V 4 Jl. Ponegoro Asal Zona II
1
ZONA SEPI
Jl. Ayip Usman Asal Zona V
2 Jl. Trip Jamaksari Asal Zona III 3 Jl. Kagungan Lontar Asal Zona IV
4 Jl. Kaloran Brimob Asal Zona IV
Sumber: Peneliti, 2014.
Pembagian zona di atas diharapkan dapat membantu peneliti untuk lebih
fokus dalam melakukan penelitian, serta dapat mengetahui manajemen retbusi
parkir di Kota Serang.
Pembagian zona diatas, berdasarkan tingkat keramaian dari kendaraan
yang parkir, bukan berdasarkan dari tingkat keramaian kendaraan yang lewat atau
lalu lalang disekitr jalan yang diteliti. Karena zona atau daerah yang ramai belum
menentukan banyaknya kendaraan yang parkir.
Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum dilaksanakan
oleh juru parkir yang tersebar disetiap titik disetiap zonanya. Setelah melakukan
penelitian awal pada lokasi penelitian, terlihat beberapa masalah pada retribusi
parkir di tepi jalan umum yang dikelola oleh UPT Parkir Dinas Perhubungan,
Komunikasi, dan Informatika Kota Serang.
8
Masalah pertama, belum tercapainya target dan realisasi dari retribusi
parkir di tepi jalan umum, seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1.4 Target dan Realisasi Retribusi
(Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum) Pemerintah Kota Serang
30 Desember 2014
SKPD Uraian Target Realisasi Presentase
Realisasi
Keterangan
( Rupiah ) ( Rupiah )
Dishubkominfo
Kota Serang
Retribusi Parkir Di
Tepi Jalan Umum
700.000.000 283.233.000 40 % Target yang
belum tercapai
sebesar 60 %
Sumber: Diolah peneliti dari DPKD Kota Serang, 2014
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa retribusi di tepi jalan umum
memberikan kontribusi yang rendah, bahkan target yang ditetapkan belum
tercapai. Hal ini terlihat dari target yang seharusnya dalam setahun ditetapkan
sebesar Rp 700.000.000,- namun realisasinya hanya mencapai Rp 283.233.000,-.
Target yang tersisa masih sebesar Rp 416.717.000,- . Hanya 40% target yang
tercapai dan 60% target yang tidak tercapai atau dengan kata lain target yang
ditentukan belum mencapai 100%.
Masalah kedua yang terlihat adalah ketidaksesuaian tarif yang dikenakan
kepada pengguna jasa pasa parkir terutama pada kendaraan beroda dua. Pada
Lampiran V Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah, disebutkan bahwa tarif kendaraan bermotor roda dua yaitu
9
Rp. 1.000/ kendaraan. Namun, berdasarkan observasi awal peneliti, pada
kenyataannya pengguna jasa tetap dikenakan tarif Rp. 2.000/ kendaraan. Hal
serupa juga disampaikan oleh pengguna jasa parkir yang peneliti wawancarai
mengatakan bahwa membayar parkir motor disini Rp. 2.000, baik lama ataupun
sebentar sama saja, dan jika dibayar Rp. 1000, seringnya ditolak (wawacara
dengan Anton, 14 Februari 2013, Pukul 16.45 WIB,di Jl. Ponegoro depan Bank
BCA ).
Masalah ketiga yaitu karcis parkir yang masih berbeda-beda disetiap juru
parkir. Masih ada juru parkir yang menggunakan karcis parkir hasil buatan
sendiri, baik difotocopy, tulisan tangan pada secarik kertas bahkan ada yang
didesain sesuai keinginan juru parkir. Selain itu, kartu yang dimiliki juru parkir
juga tidak memiliki kode resmi serta tahun pelaksanaan. Terkadang para
pengguna jasa parkir juga tidak diberikan kartu parkir. Belum ada kejelasan
terkait karcis parkir yang seharusnya seragam yang dimiliki oleh setiap juru parkir
yang berasal dari Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang.
Sesuai ungkapan Kepala Subag Umum dan Kepegawaian Dinas Perhubungan,
Komunikasi, dan Informatika Kota Serang yang mengatakan bahwa Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang telah mengeluarkan
karcis secara legal yang diketahui dan disetujui pula oleh Dinas Pendapatan
Keuangan Daerah Kota Serang (wawacara dengan Ibu Hj. Eti Sukmawati, 18
Februari 2013, Pukul 09.15 WIB, di Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kota Serang ).
10
Masalah keempat yaitu parkir liar, baik di zona ramai maupun zona sepi,
belum optimalnya pengelolaan zona-zona parkir untuk meningkatkan retribusi
parkir di Kota Serang. Hal ini dilihat berdasarkan observasi awal peneliti,
sepanjang wilayah retribusi parkir di tepi jalan umum, baik di zona ramai maupun
zona sepi, masih ada parkir liar, artinya masih ada wilayah retribusi parkir di tepi
jalan umum yang digunakan oleh sejumlah oknum untuk parkir tanpa
sepengetahuan dan tidak terdaftar di Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Kota Serang. Hal ini tentunya menyebabkan retribusi yang didapat
tentunya berkurang dari yang diharapkan. Berdasarkan observasi, rendahnya
kualitas dari juru parkir dalam mengetahui, menangani,dan mengelola perparkiran
serta rendahnya kuntitas jumlah pegawai UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang. Hal ini menunjukan bahwa dalam pengelaolaan parkir belum
dioptimalkan secara maksimal.
Masalah kelima, masih belum dilaksanakannya sistem penyetoran dari juru
parkir kepada UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kota
Serang. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala
UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, bahwa sistem penyetoran dari juru
parkir kepada UPT Parkir telah diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, namun pada kenyataanya disesuaikan dengan
kondisi di lapangan. ( wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala
UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, pada tanggal 12 Februari 2014 pukul
10.30 WIB, di Kantor UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang ).
11
Masalah keenam, belum jelasnya sistem pengupahan juru parkir guna
meningkatkan kinerja para juru parkir. Sistem pengupahan juru parkir hanya
berdasarkan kelayakan dari kesepakatan antara UPT Parkir dan Dinas
Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang. Hal ini berdasarkan
wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala UPT Parkir
Dishubkominfo Kota Serang yang mengatakan, kesepakatan antara UPT Parkir,
Dishubkominfo Kota Serang, serta juru parkir menentukan upah juru parkir
dengan ketentuan presentase 20% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan 80%
untuk juru parkir termasuk uang makan, uang rokok dan untuk penguasa
setempat, namun belum disahkan secara legal. ( wawancara dengan Bapak Ahmad
Yani, SE selaku Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, pada tanggal 12
Februari 2014 pukul 10.30 WIB, di Kantor UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang ).
Atas dasar latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengetahui permasalahan ini. Oleh karena itu peneliti memberi
judul “Manajemen Parkir Di Kota Serang”.
12
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis membuat identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Belum tercapainya target pendapatan daerah yang berasal dari
retribusi parkir di tepi jalan umum.
2. Ketidaksesuaian tarif retribusi parkir ditepi jalan umum yang
dikenakan khususnya pada kendaraan roda dua. Pada perda tertera
Rp. 1.000/ kendaraan. Namun pada kenyataannya adalah Rp.
2.000/ kendaraan.
3. Belum jelasnya penggunaan karcis parkir yang digunakan juru
parkir. Ketidakseragaman penggunaan karcis parkir serta karcis
parkir yang masih dibuat sendiri oleh juru parkir.
4. Belum optimalnya pengelolaan zona-zona parkir untuk
meningkatkan retribusi parkir di Kota Serang.
5. Belum dilaksanakan sistem penyetoran hasil parkir dari juru parkir
kepada UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Kota Serang.
6. Belum jelasnya sistem pengupahan juru parkir guna meningkatkan
kinerja para juru parkir.
13
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti mencoba membatasi ruang lingkup
permasalahan karena keterbatasan peneliti sendiri dan agar penelitian ini tidak
menyimpang dari tujuannya. Maka, penelitian ini fokus pada objek penelitian
yaitu Manajemen Parkir Di Kota Serang.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah diatas, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana manajemen parkir di Kota Serang?”
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
tentang manajemen parkir di Kota Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian manajemen parkir di Kota Serang
adalah :
a) Secara teoritis
1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan
teori-teori yang telah ada serta dapat mengembangkan khazanah
ilmu pengetahuan yang ada khususnya dalam kaitannya dengan
ilmu manajemen.
2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai ilmu
manajemen.
14
b) Secara Praktis
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran untuk
meningkatkan Manajemen Retribusi Parkir Di Kota Serang agar
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang.
2. Bagi peneliti dapat memberikan input dan menambah pengetahuan
dan wawasan serta melatih kemampuan dalam menganalisis
khususnya dibidang ilmu manajemen.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Sub bab Tinjauan Pustaka mengemukakan teori-teori pendukung yang
digunakan dalam penelitian ini. Teori-teori ini berguna sebagai penjelas dan
kerangka pemikiran dalam penelitian. Dalam Penelitian yang berjudul Manajemen
Retribusi Parkir di Kota Serang, peneliti menggunakan teori-teori yaitu teori
mengenai Pemerintah Daerah, Konsep Manajemen, Konsep Pendapatan Asli
Daerah, Konsep Retribusi Daerah untuk melengkapinya digunakan penelitian
terdahulu sebagai gambaran dalam memecahkan masalah yang ada. Adapun
penjelasan yang lebih lengkap akan dijabarkan pada point-point di bawah ini.
2.1.1. Pemerintah Daerah
UU No. 32 tahun 2004, ayat 3 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan
bahwa Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan Perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam hal ini
dimaksudkan bahwa pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah
otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Asas
desentralisasi dalam hal ini sebagai suatu penyerahan wewenang pemerintah oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom. Oleh karenanya daerah
mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
berdasarkan aspirasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16
Pemerintahan Daerah dalam pasal 1 ayat 2, UU No. 32 tahun 2004
menjelaskan Pemerintahan daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
oleh Pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan
kewenangan antara pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar
pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai suatu
sistem pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadikan kewenangan
pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib
berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan
yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang No. 13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah, pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam menentukan
berbagai hal terkait retribusi, yang didalamnya terdapat retribusi parkir ditepi jalan
umum. Peraturan ini dapat diimplementasikan secara tepat agar memberikan
keuntungan dari segi pendapatan asli daerah.
17
2.1.2. Konsep Manajemen
Manajemen adalah serangkaian cara untuk melakukan pengaturan agar
sebuah organisasi dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan adapun menurut
Abdurahmat Fathoni ( 2006: 5 ) manajemen memiliki arti yang sangat luas
dengan berbagai sudut pandang didalamnya, sehingga muncul banyak definisi dari
para ahli. Hakikat manajemen adalah merupakan proses pemberian bimbingan,
pimpinan, pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya.
Menurut The Liang Gie ( Fathoni, 2006: 27 ), mengemukakan bahwa :
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pngerahan, dan
pengontrolan human dan natural resources untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian, manajemen tergolong kedalam ilmu
pengetahuan kerana memiliki persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai prinsip-
prinsip, metode-metode, peraturan-peraturan, dan ketentuan-ketentuan yang
merupakan suatu kesatuan dalam sistem yang berlaku secara umum, yang dapat
memecahkan permasalahan atas setiap problem yang timbul dibidang manajemen,
baik problem yang dijumpai sehari-hari maupun yang terungkap melalui survei
atau percobaan-percobaan dalam suatu penelitian dengan penganalisaan dan
pengujian, sehingga dapat diperoleh kebenaran yang objektif yang berlaku umum.
Manajemen adalah tugas. Manajemen adalah disiplin dan juga orang-
orang. Setiap pencapaian dari manajemen adalah pencapaian seorang manager
juga kegagalannya. Visi, dedikasi dan integritas seorang manager menentukan
keberhasilan manajemen.
18
Lebih lanjut Drukcer ( 2008: 12 ) menyatakan bahwa
”the ultimate test of management is performance. Achievement rather than knowledge remains, of necessity, both aim and proof. Management is a practice rather than a science or a profession,though containing elements of both (manajemen dibuktikan lewat kinerja, melalui pencapaian bukan teori semata. Manajemen didasarkan pada tujuan dan bukti pencapaian, manajemen adalah praktek bukan sekedar ilmu pengetahuan atau profesi, meskipun mencakup keduanya.
Menurut Hasibuan ( 2007: 1 ) sebagai berikut, Manajemen berasal dari
kata to manage yang berarti mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan
diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen itu
merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Selain itu,
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, Andrew F. Sikula ( Hasibuan, 2007: 2 ) mengatakan bahwa :
“Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some product or service”. ( Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimilikioleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Selanjutnya, Harold Koontz dan Cyril O’Donnel ( Hasibuan, 2007: 2 )
mendefinisikan bahwa :
“Management is getting thing done through people, about coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities other people”. Artinya, manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan
19
demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian. Pengertian manajemen juga dikemukakan oleh Millet ( Siswanto, 2005: 1 )
manajemen is the process of directing and facilitating the work of the people
organized in formal groups to achieve a desired goal ( adalah suatu proses
pengarahan atau pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan
dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya Millet lebih menekankan bahwa manajemen sebagai suatu
proses, yaitu suatu rangkaian aktivitas yang satu sama lain saling berurutan.
1. Proses pengarahan (process of directing), yaitu suatu rangkaian kegiatan untuk memberikan petunjuk atau instruksi dari seorang atasan kepada bawahan atau kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal dan untuk mencapai tujuan.
2. Proses pemberian fasilitas kerja (process of facilitating the work), yaitu rangkaian kegiatan untuk memberikan sarana dan prasarana serta jasa yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan dari seorang atasan kepada bawahan atau kepada orang yang terorganisasi dalam kelompok formal untuk pencapaian suatu tujuan. Dari berbagai konsep mengenai definisi manajemen di atas maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen merupakan alat atau cara yang digunakan melalui
beberapa tahapan untuk mencapai tujuan, yang mana tahapan-tahapan tersebut
terdiri atas perencanaan baik apa yang akan dilakukan, apa yang akan dituju dan
kemudian diorganisasikan keseluruh unit kerja, lalu actuating dan yang terakhir
adalah pengawasan atau controlling. Dimensi-dimensi tersebut memiliki
keterkaitan masing-masing agar terjadi keseimbangan dalam perjalanan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Adapun untuk lebih jelasnya di bawah ini akan di
jelaskan mengenai asas-asas manajemen menurut beberapa para ahli:
20
Adapun asas-asas umum manajemen (general principles of management) ,
menurut Henry Fayol ( Handoko, 2003: 46-47 ) yaitu, sebagai berikut :
1. Division of work ( asas pembagian kerja ) ; 2. Authority and responsibility ( asas wewenang dan tanggungjawab ) ; 3. Discipline ( asas disiplin ) ; 4. Unity of command ( asas kesatuan perintah ) ; 5. Unity of direction ( asas kesatuan jurusan atau arah ) ; 6. Subordination of individual interest into general interest ( asas
kepentingan umum diatas kepentingan pribadi ) ; 7. Remuneration of personnel ( asas pembagian gaji yang wajar ) ; 8. Centralization ( asas pemusatan wewenang ) ; 9. Scalar of chain ( asas hierarki atau asas rantai berkala ) ; 10. Order ( asas keteraturan ) ; 11. Equity ( asas keadilan ) ; 12. Initiative ( asas inisiatif ) ; 13. Esprit de crops ( asas kesatuan ) ; 14. Stability of turn-over personnel ( asas kestabilan masa jabatan ).
Asas-asas umum manajemen yang telah disampaikan di atas dijabarkan
secara jelas dan lengkap oleh Henry Fayol, empat belas asas tersebut dapat
dijadikan acuan dalam suatu manajemen. Sedangkan menurut George R Terry
( Badrudin, 2013: 14 ) sebagai berikut: manajemen merupakan proses yang khas,
yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (Planning), pengorganisasian
(Organizing), penggerakan (Actuating) dan pengawasan (Controlling) yang
dilakukan untuk menentukan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya. Adapun beberapa fungsi
manajemen dari para ahli ( Badrudin, 2013: 14 ) yaitu sebagai berikut:
21
Tabel 2.1 Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli
George R. Terry Planning Organizing Actuating Controlling
John F. Me Planning Organizing Motivating Contolling
Louis A. Allen Leading Planning Organizing Controlling
Mc Namara Planning Programming Budgeting System
Henry Fayol Planning Organizing Ccommanding Coordinating Controlling
Koonts & O’donnol Planning Organizing Staffing Directing Controlling
S. P. Siagian Planning Organizing Motivating Contolling Evaluating
Oey Liang Lee Planning Organizing Directing Coordinating Controlling
W. H. Newman Planning Organizing Assembling Resources Directing Controling
Luther Gullick Planning Organizing Staffing Directing Coordinating Reporting Budgeting
L. F.Urwick Forecasting Planning Organizing Commanding Coordinating Controling
John D. Millet Directing Facilitating
(Sumber: Badrudin, 2013: 14 )
Siklus Kegiatan Manajemen
Gambar: 2.1 Siklus Kegiatan Manajemen
Perencanaan
Penggerakan
Pengawasan
Pengorganisasian
Manajemen
22
Dari tabel di atas akan diperinci empat fungsi manajemen yang paling
penting yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling.
1. Perencanaan ( Planning ) Perencanaan merupakan persiapan yang teratur dari setiap usaha untuk mewujudkan/mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam pengertian tersebut, terkandung makna bahwa pada hakekatnya aspek perencanan senantiasa terdapat dalam setiap jenis usaha manusia. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output) dengan memberdayakan semua sumber daya yang ada agar tujuan dapat tercapai secara efisien dan efektif.
2. Pengorganisasian ( Organizing ) Keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab atau wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
3. Penggerakan ( Actuating ) Keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengen efisien dan ekonomis
4. Pengawasan ( Controlling ) Proses pengamatan dari sebuah kegiatan administrasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dikerjakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Penjalasan mengenai fungsi- fungsi manajemen menurut George R Terry
yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan ( Planning )
Menurut Siagian ( 2011: 88 ) perencanaan dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
23
Menurut Hasibuan ( 2007: 40 ) perencanaan adalah proses
penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik
dari alternatif-alternatif yang ada. Selanjutnya, Harold Koonts and Cyril
O’Donnel dalam Hasibuan ( 2007 : 40 ) mengatakan bahwa :
“Planning is the function of a manager which involves the
selection from objectives, policies, procedures, and program”.
( Perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan
memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur
dan program-program dari alternatif-alternatif yang ada ).
Menurut George R Terry ( 2009 : 17 ) planning ialah menetapkan
pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh sekelompok untuk mencapai
tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan pengambilan
keputussan, karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan.
Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat
kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
mendatang. Jadi, masalah perencanaan adalah masalah “memilih” yang
terbaik dari beberapa alternatif yang ada.
2. Pengorganisasian ( Organizing )
Menurut Siagian ( 2011: 95 ), definisi sederhana pengorganisasian
adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-
tugas, tanggungjawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta
suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh
24
dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Sedangkan menurut Hasibuan ( 2007: 40 ) pengorganisasian adalah
suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan bermacam-
macam aktifitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktifitas ini, menyediakan alat-alat yang
diperlukan dan menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan
kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas- aktivitas tersebut.
Dalam Hasibuan ( 2007: 40 ), George R Terry mengatakan :
“ Organizing is the estabilishing of effective behavioral relationship
among person so that they may work together efficienly and again
personal satisfactions for the purpose of the achieving some goal or
objective”. ( Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-
hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien, dan dengan demikian memperoleh
kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam
kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu ).
3. Penggerakan / Pengarahan ( Actuating )
Menurut Siagian ( 2011 : 106 ), actuating dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong
para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik
mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif dan
ekonomis.
25
Menurut Hasibuan ( 2007 : 41 ) pengarahan adalah mengarahkan
semuabawahan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai
tujuan.
George R Terry memberikan definisi mengenai pengarahan
( actuating ), yaitu :
“ Actuating is setting allmembers of the group to want to achieve and to
strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial
planning and organizing efforts”. ( Pengarahan adalah membuat semua
anggota kelompok agar mau sama dan bekerja sama secara ikhlas serta
bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaa dan usaha-
usaha pengorganisasian).
Selain itu, George R Terry ( 2009 : 17 ) menjelaskan juga bahwa
actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan
yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-
tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan
kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan,
mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka.
4. Pengawasan ( Controlling )
Menurut Siagian ( 2011 : 112 ) , Fungsi pengawasan adalah fungsi
terakhir dari proses manajemen. Fungsi pengawasan adalah proses
pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana
26
yang telah ditentukan sebelumnya. Fungsi ini sangat penting dan sangat
menentukan pelaksanaan proses manajemen, karena itu harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya. Pengawasan berkaitan erat dengan fungsi
perencanaan, kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi karena :
a. Pengawasan harus lebih dahulu direncanakan:
b. Pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana;
c. Pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan dengan
baik;
d. Tujuan baru dapat diketahui tercapai atau tidak, setelah
pengawasan atau penilaian dilakukan.
Titik tolak yang digunakan dalam membahas pengawasan sebagai salah
satu fungsi organik manajemen ialah definisi yang mengatakan bahwa
pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna
lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai fungsi organic, pengawasan
merupakan salah satu tugas yang mutlak diselenggarakan oleh semua orang yang
menduduki jabatan manajerial, mulai dari manajer puncak hinggan para manajer
rendah yang secara langsung mengendalikan kegiatan-kegiatan teknis yang
diselenggarakan oleh semua petugas operasional.
Penjelasan di atas mengenai asas dan fungsi yang telah disampaikan oleh
para pakar manajemen dapat disimpulkan bahwa asas-asas menjadi panduan
dalam setiap pelaksanaan manajemen, sedangkan fungsi manajemen merupakan
tindakan yang harus dilakukan dalam suatu manajemen yang mana tindakan yang
27
paling menentukan adalah dalam proses perencanaan karena apabila sebuah
perencanaan dibuat dengan matang maka fungsi yang lainnyapun hanya tinggal
mengikuti namun jika perencanaan dibuat secara apa adanya maka fungsi yang
lainnya akan mengalami kesulitan saat pelaksanaannya sehingga baik asas dan
fungsi harus dijalankan agar tercapai tujuan yang optimal sesuai yang diharapkan.
Sedangkan berdasarkan konsep manajemen diatas, maka manajemen
pelayanan dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ilmu untuk menyusun
rencana, mengimplementasikan rencana, mengkoordinasikan dana dan
menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan
pelayanan. Menurut A.S. Moenir ( 2010: 186 ), yang dimaksud dengan
manajemen pelayanan adalah manajemen proses, yaitu sisi manajemen yang
mengatur dan mengendalikan proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan
dapat berjalan tertib, lancar, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak
yang harus dilayani.
2.1.3. Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menjadi dasar kepada pemerintah daerah untuk mengurus serta mengelola segala
potensi sumber daya yang dimiliki daerahnya sendiri dengan tetap mengacu
kepada pemerintah pusat. Selain itu, adanya Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang menekankan
peranan pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara
28
mandiri. Dengan adanya undang-undang tersebut, muncul asas desentralisasi yang
bertujuan :
a) Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan daerah;
b) Peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari
pemerintah pusat; dan
c) Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah pasal 157, sumber pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yaitu hasil dari pajak daerah, hasil dari retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Selain PAD,
sumber pendapatan daerah juga bersumber dari Dana Perimbangan dan Lain-Lain
pendapatan Daerah Yang Sah.
Menurut H.A.W. Widjaja ( 2007: 78 ) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah seperti laba, deviden dan penjualan saham milik daerah serta
pinjaman dan pendapatan asli daerah yang sah seperti hasil penjualan asset tetap
dan jasa giro.
Berdasarkan definisi pendapatan asli daerah (PAD) diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh oleh pemerintah daerah hasil dari pungutan dilakukan sesuai dengan
peraturan daerah yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah berhak menentukan
29
aturan terkait potensi daerah nya untuk menigkatkan hasil pendapatan daerah
sesaui aturan yang berlaku.
2.1.4. Konsep Retribusi Daerah
Dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdapat unsur pendapatan dari
retribusi daerah. Retibusi daerah memiliki potensi yang cukup besar dalam
menyumbang pendapatan pemerintah daerah. Menurut Suparmoko ( 2001: 85 )
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Sedangkan, Nasrun ( Kaho, 2007:
171 ) mengatakan Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai
pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik
daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah
baik langsung maupun tidak langsung.
Dalam Pasal 37 UU Nomor 22 Tahun 1948 ditegaskan bahwa Retribusi
Daerah adalah pungutan pendapatan oleh Pemerintah sebagai pengganti
(kerugian) diensten yang diberikan oleh Daerah kepada siapa saja yang
membutuhkan diensten itu.
Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Retribusi
Daerah adalah pungutan Daerah sebagai bayaran atas pemakaian jasa atau karena
mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik Daerah bagi yang berkepentingan
atau karena jasa yang diberikan oleh Daerah.
30
Demikian pula, dari pendapat-pendapat diatas dapat diikhtisarkan ciri-ciri
pokok Retribusi Daerah sebagai berikut :
1. Retribusi dipungut oleh daerah;
2. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang
langsung dapat ditunjuk;
3. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau
mengenyam jasa yang disediakan Daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Retribusi daerah dikelompokkan menjadi tiga macam
sesuai dengan objeknya. Objek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa
tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun tidak semua jasa
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya.
Jasa pelayanan yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa
pelayanan yang menurut pertimbangan social ekonomi layak dijadikan objek
retribusi.
Jasa-jasa pelayanan tersebut diantaranya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk bertujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah:
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan; b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda penduduk
dan Akte Catatan Sipil; d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat; e) Retribusi Pelayanan Parkir Ditepi Jalan Umum;
31
f) Retribusi Pelayanan Pasar; g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadaman Kebakaran; i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; k) Retribusi Pengolahan Air Limbah; l) Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang; m) Retribusi Pelayanan Pendidikan; n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c) Retribusi Tempat Pelelangan; d) Retribusi Terminal; e) Retribusi Tempat Khusus Parkir; f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g) Retribusi Rumah Potong Hewan; h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhan; i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; j) Retribusi Penyeberangan di Atas Air;dan k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3. Retribusi Perizinan tertentu Retribusi Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c) Retribusi Izin Gangguan; d) Retribusi Izin Trayek;dan e) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
32
Sedangkan menurut Iksan dan Salomo ( 2002: 133-155 ) Retribusi atau
charging merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat penting di
samping pajak daerah. Menurut Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2001,
komposisi pendapatan asli daerah Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia pada
tiga tahun terakhir (1998/1999 hingga 2000) menunjukkan bahwa kontribusi
penerimaan retribusi daerah terhadap PAD berfluktuasi antara 35% sampai 41%.
Sedangkan kontribusi pajak daerah berfluktuasi antara 42% hingga 47%.
Fluktuasi penerimaan retribusi daerah serta kontribusinya terhadap PAD
memperlihatkan bahwa kontribusi masing-masing sumber PAD dipengaruhi oleh
kondisi perekonomian makro. Pada saat kondisi perekonomian memburuk maka
sumber-sumber PAD juga cenderung berkurang, sebaliknya pada saat kondisi
perekonomian membaik maka sumber-sumber PAD juga cenderung meningkat.
Kondisi demikian disebabkan karena sumber-sumber PAD sebagian besar
adalah penerimaan-penerimaan yang berasal dari aktivitas perekonomian yang
dilakukan oleh masyarakat atau pelaku-pelaku usaha. Memburuknya kondisi
perekonomian sebagai akibat terjadinya krisis ekonomi pada gilirannya membuat
para pelaku usaha kurang bergairah dan kurang mampu mengembangkan
usahanya, yang membuat aktivitasnya menurun dengan konsekuensi menurunnya
transaksi maupun keuntungan yang diperoleh. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan sumber-sumber PAD juga berkurang sebagai akibat penurunan
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber-sumber lainnya.
Tingginya penerimaan dari pajak daerah dibandingkan dengan penerimaan
dari retribusi daerah memperlihatkan gejala bahwa PAD umumnya mengalami
33
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap penerimaan dari pajak daerah. Pajak
daerah dapat dikatakan menjadi satu-satunya sumber andalan bagi penerimaan
daerah. Kontribusi pajak daerah terhadap PAD yang lebih besar dari retribusi
daerah juga menunjukkan betapa dominannya kedudukan pajak daerah dalam
sumber penerimaan daerah sehingga hamper dapat dikatakan bahwa sumber-
sumber pendapatan lainnya hanya berperan sebagai pelengkap bagi penerimaan
daerah. Tingginya penerimaan pajak daerah dibandingkan dengan penerimaan dari
sektor-sektor PAD lainnya merupakan konsekuensi dari begitu dominannya sektor
sekunder dan tersier dalam perekonomian. Perekonomian daerah yang
bersandarkan pada sektor sekunder dan tersier (industri, perdagangan dan jasa)
mengandung banyak sekali aktivitas yagn dapat dijadikan sebagai tax base (basis
pajak daerah)yang merupakan salah satu sumber PAD.
Namun demikian, tingginya penerimaan pajak daerah dibanding retribusi
memperlihatkan dua gejala. Pertama, secara tidak langsung kondisi tersebut
memperlihatkan bahwa pemda masih kurang mampu untuk menggali sumber-
sumber penerimaan lain di luar pajak daerah, terutama dari retribusi daerah,
BUMD maupun pengelolaan aset daerah dan kekayaan daerah lainnya. Upaya
penggalian sumber pendapatan daerah dari retribusi daerah dan laba BUMD agar
menjadi sumber penerimaan yang potensial memang mempersyaratkan pemberian
layanan yang luas dan berutu tinggi pada masyarakat. Rendahnya kontribusi
penerimaan dari retribusi daerah dan BUMD mengindikasikan bahwa pemda
masih kurang mampu untuk mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan, menciptakan jenis-jenis pelayanan yang dibutuhkan tersebut serta
34
memberikan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan masyarakat tersebut dengan
mutu yang tinggi untuk kemudian memungut penerimaan dari pelayanan yang
telah diberikannya. Sebaliknya, tingginya penerimaan dari pajak daerah
dibandingkan dengan penerimaan dari retribusi daerah memperlihatkan bahwa
pemda lebih konsern dengan upaya penggalian sumber-sumber penerimaan secara
optimal namun kurang konsern terhadap upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat. Hal ini karena berbeda dengan retribusi, pemungutan pajak
daerah memang dapat dipaksakan dan tidak terkait secara langsung dengan
pelayanan yang diberikan pemda kepada masyarakat.
Kedua, ketergantungan PAD yang sangat tinggi terhadap pendapatan yang
berasal dari pajak daerah juga memperlihatkan sangat dominannya peran Dinas
Pendapatan Daerah ( Dipenda ) dalam menggali sumber-sumber pendapatan
daerah yang berasal dari pajak daerah. Hal ini karena umumnya Dipenda
berkedudukan sebagai unsur pelaksana pemda di bidang pemungutan pendapatan
daerah yang mempunyai tugas untuk melaksanakan sebagian urusan rumah tangga
daerah dalam bidang pemungutan pendapatan daerahdan mengadakan koordinasi
dengan instansi lain dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian
pemungutan pendapatan daerah. Oleh karena itu kemudian keuangan daerah
menjadi sangat tergantung pada sejauh mana kemampuan Dipenda dalam
mengidentifikasi dan menggali sumber-sumber pendapatan daerah, terutama dari
pajak daerah. Sementara itu,keberadaan unit-unit atau instansi lain dalam
lingkungan pemda menjadi kurang berarti dalam menciptakan pendapatan daerah,
meskipun secara substansial unit-unit atau instansi tersebut memberikan
35
pelayanan langsung kepada masyarakat dan karena itu sebenarnya potensial bagi
pemungutan retribusi atau penerimaan lainnya. Karena tugas pemungutan
pendapatan daerah berada di pundak Dipenda maka keberadaan instansi lain
menjadi lebih berperan sebagai instansi yang hanya cenderung menghabiskan
dana (cost center) meskipun sebenarnya potensial untuk menjadi unit yang
mampu menghasilkan pendapatan (revenue center). Hal ini dapat mengakibatkan
hubungan yang kurang harmonis di dalam organisasi pemda sendiri, karena yang
muncul kemudian adalah kurangnya kompetisi antar instansi, instansi kurang
berorientasi pada pelayanan dan instansi yang lebih berperan sebagai cost centre
dibandingkan dengan revenue centre. Pada satu sisi terdapat dinas yang berupaya
menggali sumber-sumber penerimaan daerah, namun di sisi lain terdapat dinas-
dinas yang berupaya menggunakan dana tersebut secara kurang akuntabel dan
transparan.
Karena itu pada masa yang akan datang diperlukan adanya keseimbangan
peran diantara berbagai sumber penerimaan daerah dan peran masing-masing
instansi pemda dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah melalui
berbagai jenis pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Retribusi daerah
merupakan aspek penting untuk dibahas dalam membicarakan keuangan daerah
secara keseluruhan. Pembahasan mengenai retribusi atau pungutan diperlukan
dalam upaya mencari cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
retribusi daerah pada masa yang akan datang. Pembahasan mengenai retribusi
pada bab ini akan mencakup berbagai aspek yang secara teoritis terkait di
36
dalamnya sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran dalam mengkaji apa
yang ada di balik penetapan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah.
Pemerintah daerah diantaranya melaksanakan tugas memberikan layanan
kepada seluruh masyarakat. Pungutan retribusi oleh pemerintah daerah selalu
dikaitkan dengan layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, karena retribusi
merupakan pembayaran atas jasa yang telah diberikan oleh pemerintah daerah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa retribusi merupakan pungutan yang
dilakukan atas jasa-jasa atau layanan yang diberikan oleh pemerintah atau pihak
lainnya kepada masyarakat. Karena itu pungutan retribusi daerah selalu dikaitkan
dengan layanan yang diterima masyarakat dari pemerintah atau lembaga lain yang
berada di lingkungan pemerintahan, seperti badan-badan usaha yang dimiliki oleh
daerah. Demikian pula, layanan yang diterima tersebut lebih bersifat pribadi. Hal
ini pula yang membedakan retribusi daerah dengan pajak daerah. Pajak daerah
tidak secara langsung memberikan kontribusi kepada pembayarnya. Kontribusi
yang diterima pembayar pajak juga tidak disediakan semata-mata untuk dirinya
pribadi, melainkan untuk seluruh masyarakat secara bersamaan.
Di Indonesia, aturan mengenai retribusi daerah diantaranya adalah UU
Darurat No. 12 tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah. Di
samping itu, undang-undang lain yang terkait adalah UU No. 5 tahun 1974
mengenai Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah. Sebagaimana dengan pajak
daerah, dewasa ini retribusi daerah diatur dengan UU No. 18 tahun 1987 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan
Atas UU No. 18 tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurut
37
undang-undang tersebut retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Jasa merupakan kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas atau kemanfaatan lainnya yang dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa-jasa yang dimaksudkan dapat
berupa jasa pekerjaan, jasa atas usaha atau milik daerah dan jasa lainnya,
termasuk jasa pemberian ijin untuk pengendalian yang secara langsung memberi
manfaat bagi pemakainya. Dalam peraturan perundang-undangan jasa dibedakan
menjadi jasa umum, jasa usaha dan perijinan tertentu.
Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan. Jasa usaha disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersil, karena jasa uasaha pada dasarnya juga
dapat disediakan oleh sektor swasta. Sedangkan perijinan tertentu adalah kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang prasarana sarana atau fasilitas guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut,
selanjutnya pelaksanaan pungutan retribusi secara operasional pada msing-masing
daerah dijabarkan dalam bentuk Peraturan Daerah.
38
Sebagaimana dikemukakan di depan, retribusi terkait dengan pemberian
layanan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Pelayanan pemda dapat
diberikan oleh unit-unit yang langsung berada dalam struktur organisasi
pemerintah daerah, seperti dinas-dinas daerah maupun unit pelayanan yang
dikelola secara terpisah dari pemerintah daerah seperti BUMD. Demikian pula
lingkup pelayanan yang diberikan dapat berbeda-beda di setiap unit pelayanan
tersebut, dari layanan-layanan yang berkaitan dengan tugas-tugas umum
pemerintahan sampai dengan layanan yang berupa penyediaan barang maupun
jasa untuk memenuhi kebutuhan pribadi seseorang. Pengertian layanan yang
tercakup dalam retribusi daerah memiliki lingkup pengertian yang luas. Karena itu
pungutan retribusi daerah terkadang sulit dibedakan dengan bentuk pungutan
lainnya seperti pajak daerah.
Kesulitan tersebut misalnya didapati pada pungutan terhadap ijin. Pungutan
terhadap ijin sebenarnya lebih berfungsi sebagai alat regulasi daripada untuk
menjadi sumber pendapatan daerah. Namun demikian dalam kenyataan pungutan
terhadap ijin dewasa ini dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah dari
retribusi. Kekhawatiran yang muncul adalah apabila pungutan terhadap perijinan
dianggap sebagai pungutan retribusi daerah maka untuk pungutan perijinan juga
dapat ditetapkan target tertentu yang harus dicapai. Hal yang semacam itu di
samping tidak sejalan dengan prinsip pemungutan retribusi juga dapat
menimbulkan akibat yang buruk ( eksternalitas negatif ) baik bagi pemerintah
maupun masyarakat daerah secara keseluruhan. Misalnya, pungutan atas ijin
pengambilan hasil hutan ikutan bisa menyebabkan terjadinya kerusakan hutan
39
yang tidak terkendali. Hal itu karena untuk mencapai target tertentu yang telah
ditetapkan pemda maka Dinas Kehutanan kemudian mendorong masyarakat,
setidaknya membiarkan, untuk melakukan usaha pengambilan hasil hutan ikutan
yang kemudian dapat mempercepat terjadinya pengrusakan hutan. Bila hal ini
terjadi maka pungutan retribusi perijinan dapat berakibat pada terjadinya
kerusakan lingkungan hidup yang untuk memperbaikinya tentu akan memakan
biaya yang jauh lebih besar daripada hasil pungutan yang diperoleh.
Cara Penetapan Retribusi Daerah
Karena luasnya lingkup pengertian retribusi daerah, maka penetapan
retribusi juga menimbulkan persoalan sendiri. Dalam hal penetapan retribusi,
dikenal dua macam cara penetapan besarnya retribusi daerah. Yang pertama
adalah retribusi daerah yang ditetapkan atas dasar target pendapatan yang harus
dicapai. Penetapan dengan cara seperti ini biasanya dilakukan terhadap layanan-
layanan yang sangat sulit dihitung biayanya, karena adanya komponen-komponen
tertentu dari layanan tersebut yang tidak dapat dihitung kecuali hanya sekedar
biaya administrasi untuk melakukan pemungutannya saja. Pungutan semacam ini
sering dinamakan dengan retribusi. Pendapatan retribusi dengan cara seperti ini
misalnya diterapkan pada retribusi parkir di tepi jalan umum. Retribusi seperti ini
biasanya dipungut oleh unit-unit yang secara langsung berada dalam struktur
organisasi pemda, misalnya retribusi parkir dipungut atau dikelola oleh Badan
Pengelola Perparkiran. Pada pungutan retribusi parkir, sulit sekali dijelaskan
40
mengapa atau atas dasar apa tarif parkir ditetapkan sebesar, misalnya Rp. 2000,-
untuk jam pertama dan Rp. 1000,- untuk setiap jam berikutnya.
Cara penetapan retribusi yang kedua adalah dengan benar-benar
menghitung seluruh pengeluaran yang dilakukan dalam mengelola suatu objek
pendapatan, termasuk diantaranya pengeluaran untuk biaya operasi dan
pemeliaharaan (operation and maintenance), pembayaran hutang dan cicilannya
serta keuntungan yang hendak dicapai. Setelah semua biaya tersebut dihitung,
barulah ditetapkan retribusi yang akan ditarik dari pemakai jasa. Jenias retribusi
seperti ini dikenal dengan sebutan charging atau kadang-kadang dipakai pula kata
iuran dan biasanya dikelola oleh badan-badan usaha milik daerah. Misalnya
retribusi yang dipungut oleh PDAM sebagai pembayaran atas pelayanan air
bersih. PDAM dapat secara rinci menghitung berapa besarnya cost untuk setiap
meter kubik air yang diproduksi dan dengan demikian dapat secara rasional
menjelaskan alasan penetapan tarif air bersih. Secara teoritis cara penetapan yang
kedualah yang lebih tepat untuk disebut sebagai retribusi.
Dalam prakteknya di Indonesia, sesuai dengan pengertian retribusi daerah
berdasarkan undang-undang, tampaknya cara penetapan retribusi yang pertama
lebih popular atau banyak digunakan. Cara penetapan yang kedua justru tidak
digolongkan termasuk dalam pengertian retribusi. Hal ini sesuai dengan ketentuan
bahwa pembayaran yang dipungut oleh daerah sebagai penyelenggara perusahaan
atau usaha yang dianggap sebagai perusahaan tidak dimasukkan dalam pengertian
retribusi daerah. Pembahasan pada bab ini selanjutnya akan lebih difokuskan pada
berbagai hal yang berkaitan dengan retribusi secara teoritis.
41
Alasan Penerapan Retribusi
Alasan penerapan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah sangat
berbeda dengan alasan yang diterapkan terhadap pajak daerah. Jika pengenaan
terhadap pajak daerah bersifat memaksa maka retribusi daerah mempunyai
pilihan-pilihan untuk tidak diterapkkan pada semua orang. Untuk itu ada beberapa
alasan teoritis yang akan dibahas untuk membedakan retribusi dan pajak.
1. Adanya barang publik (public goods) dan barang privat (private goods)
Salah satu alasan diterapkanya retribusi adalah karena adanya barang
publik dan barang privat untuk memnuhi kebutuhan. Untuk lebih
mempermudah pembahasan sebelumnya perlu dijelaskan ter;ebih dahulu
secara singkat apa yang dimaksud dengan public goods atau barang publik
dan private goods atau barang privat. Public goods atau barang publik adalah
barang yang bila dikonsumsi oleh seseorang atau individu tidak akan
mengurangi kesempatan bagi individu lainnya untuk mengonsumsinya.
Barang publik memiliki dua sifat utama, yakni non excludable dan non rival.
Sifat non excludable berarti bahwa penyediaan barang-barang tersebut tidak
dapat dibatasi hanya kepada orang-orang tertentu yang bersedia membayar
saja. Seseorang akan tetap dapat menikmati manfaat barang publik meskipun
ia tidak bersedia membayar sama sekali, dengan kenikmatan yang sama
dengan orang yang bersedia membayar. Selain itu barang publik juga bersifat
non rejectable artinya seseorang tidak dapat menolak kemanfaatan barang
publik tersebut, suka atau tidak suka. Dengan demikian jelas bahwa barang
publik adalah barang dan jasa yang dapat dikonsumsi oleh semua orang tanpa
42
diterapkannya azas excludable. Di samping memiliki sifat non excludable
barang publik juga memiliki sifat non rival, maksudnya adalah bahwa
manfaat barang publik tersebut dapat dinikmati oleh satu orang atau lebih
pada saat yang bersamaan. Konsumsi barang tersebut oleh satu orang tidak
akan mengurangi ketersediaannya bagi orang lain. Hal ini juga berarti barang
publik bersifat indivisible atau tidak dapat dibagi-bagi. Contoh dari public
good adalah keamanan nasional, lampu penerangan jalan umum, taman-
taman umum (public park) seperti Taman Monas Jakarta, dan sebagainya.
Sebaliknya, barang privat bersifat excludable dan rival. Barang privat
hanya disediakan bagi orang-orang yang bersedia membayarnya. Pemilik
barang privat dapat menikmati barang tersebut secara pribadi dengan
menyingkirkan atau mengecualikan (meng-exclude) orang lain untuk turut
menikmatinya. Demikian pula, apabila barang privat telah dinikmati oleh
seseorang maka akan menghilangkan atau mengurangi kesempatan bagi
orang lain untuk mengonsumsi barang tersebut. Dengan kata lain, barang
privat memiliki sifat rival. Contohnya adalah tidak semua orang dapat
menjadi konsumen air bersih yang disediakan PAM. Hanya mereka yang
memenuhi persyaratan tertentu saja, seperti membayar biaya pemasangan
infrastruktur, membayar pemakaian air yang dikonsumsi, yang dapat menjadi
konsumen air bersih di PDAM. Mereka yang tidak mau membayar dapat
dikeluarkan dari himpunan konsumen air bersih PDAM.
43
Pada kenyataannya banyak barang dan jasa yang tidak dapat
dikategorikan sebagai barang dan jasa yang murni public goods atau private
goods. Barang dan jasa seperti ini disebut mixed goods atau barang campuran.
Mixed goods biasanya adalah private goods yang mempunyai dampak
eksternalitas terhadap lingkungannya. Eksternalitas adalah dampak yang
dirasakan oleh masyarakat yang tidak secara langsung mengonsumsi barang
tersebut. Eksternalitas ini dapat berupa external cost yang menimbulkan
social cost atau external benefit yang menimbulkan social benefit. Mixed
goods ini ada yang bersifat non rival tetapi excludable (dalam hal ini
barangnya dinamakan quasi privat) atau sebaliknya, rival tetapi non
excludable (barangnya dinamakan quasi public). Yang termasuk dalam
kategori mixed goods antara lain adalah pendidikan (menengah), dan
komponen-komponen tertentu dari kesehatan, seperti imunisasi hepatitis B.
Tabel 2.2
Sifat Barang Publik, Barang Privat dan Barang Campuran
Sifat Dapat dikecualikan Tidak dapat dikecualikan
Rival
Barang Privat Murni (Public Goods)
Biaya pengecualian rendah Diproduksi oleh
pasar/swasta Dijual melalui mekanisme
pasar Dibiayai dari hasil penjualan Dihasilkan oleh pemerintah
atau swasta
Barang Campuran (Quasi Public)
Manfaatnya dirasakan bersama
Dikonsumsi bersama Dapat terjadi kejenuhan atau
kepadatan Dijual melalui mekanisme
pasar atau langsung oleh pemerintah
44
Contoh : sepatu, kemeja, dsb.
Contoh : taman
Non
Rival
Barang Campuran (Quasi Private)
Barang privat yang menimbulkan eksternalitas
Dibiayai dari hasil penjualan atau dari APBN
Contoh : rumah sakit, transportasi umum, sekolah, pemancar tv.
Barang Publik Murni (Public Goods)
Biaya pengecualian besar Diproduksi oleh pemerintah Didistribusikan oleh
pemerintah Dijual melalui pasar atau
langsung oleh pemerintah Contoh : pertahanan, peradilan
Pelayanan-pelayanan yang diberikan pemerintah dapat pula
dikategorikan memiliki karakteristik barang publik, barang privat maupun
barang campuran. Oleh karena itu pembiayaan untuk penyediaan barang-
barang tersebut juga berbeda. Dalam hal pembiayaan untuk penyediaannya,
secara teoritis public goods (terutama yang murni) karena kemanfaatannya
dapat dinikmati secara bersama, maka harus dibiayai sepenuhnya dengan
pajak (pajak daerah), dan sebaliknya private goods yang kemanfaatannya
dapat dinikmati secara pribadi harus dibiayai dengan retribusi.
Untuk mixed goods atau barang campuran, biasanya cara
pembiayaannya mengambil jalan tengah, yakni dengan sebagian dibiayai
dengan pajak daerah dan sebagian lagi dibiayai oleh retribusi daerah. Berapa
banyak bagian pembiayaan yang berasal dari pajak serah dan berapa banyak
yang berasal dari retribusi daerah tentu saja harus memperhatikan pula sifat
45
mixed goods tersebut. Bila dalam mixed goods lebih banyak komponen
barang privatnya, maka bagian terbesar pembiayaannya seharusnya diperoleh
dari retribusi daerah, sebaliknya bila dalam mixed goods tersebut lebih
banyak memiliki sifat sebagai barang publik maka seharusnya
pembiayaannya juga lebih banyak berasal dari pajak daerah. Dengan
demikian jelas bahwa retribusi diterapkan pada private goods dimana azas
excludability dapat diterapkan dan juga pada mixed goods dimana terdapat
eksternalitas dari suatu barang atau jasa terhadap lingkungannya.
2. Untuk efesiensi ekonomi (economic efficiency)
Retribusi terhadap pemakaian barang atau jasa terhadap private goods perlu
diterapkan untuk melakukan rasionalisasi permintaan (rationing demand) dari
konsumen. Biasanya private goods secara ekonomi merupakan barang yang
langka dank arena itu penerapan harga ( tarif ) terhadap barang-barang privat akan
dapat membatasi permintaan yang berlebihan dan tidak perlu atas barang tersebut.
Tanpa adanya harga maka permintaan dan penawaran terhadap suatu barang tidak
akan mencapai titik keseimbangan, yang akibatnya tidak dapat menciptakan
alokasi sumber daya yang tidak efesien. Dengan diterapkannya harga (tarif
retribusi) maka setiap orang memilikikebebasan untuk mengatur jumlah
konsumsinya terhadap barang tersebut agar lebih sesuai dengan kebutuhannya dan
kemampuannya untuk membayar. Misalnya, jika terhadap air bersih tidak
dipungut retribusi air bersih maka setiap orang, rumah tangga atau industry akan
cenderung menggunakan air tanpa batas dan untuk hal-hal yang tidak diperlukan,
padahal biaya untuk memproduksi dan mendistribusikan air kepada konsumen
46
sangat tinggi. Belum lagi biaya tambahan yang sangat besar untuk menambah
produksi air dan memperluas jaringan distribusinya mengingat baru sebagian kecil
dari masyarakat yang telah menikmati air bersih dari PDAM. Dengan demikian
penerapan retribusi dapat mencegah pemakaian terhadap suatu barang atau jasa
secara tidak perlu ( terjadinya pemborosan ) karena pemakai barang atau jasa
harus membayar sejumlah harga yang ditetapkan oleh produsen.
Alasan lain dari penerapan retribusi adalah untuk memberikan tanda atau
isyarat kepada produsen mengenai berapa sebenarnya produksi yang dibutuhkan
oleh konsumen. Dengan adanya retribusi, pemakaian terhadap suatu barang aatau
jasa dapat dikontrol sedemikian pula sehingga produsen dapat mengetahui berapa
banyak unit barang atau jasa yang harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dengan demikian maka produsen tidak perlu memproduksi suatu
barang atau jasa secara berlebihan (over produksi), yang secara ekonomis
merugikan.
Seperti telah dikemukakan diatas, bahwa msaih banyak masyarakat yang
belum dapat memenuhi kebutuhan terhadap barang dan jasa, bahkan barang dan
jasa yang sangat mendasar sifatnya (basic needs) seperti air bersih, pendidikan,
kesehatan dan sebagainya. Untuk air bersih misalnya, dibutuhkan dana yang besar
untuk menigkatkan kapasitas produksi dan mendistribusikan ke rumah-rumah
penduduk. Dengan memproduksi air bersih sebanyak yang dibutuhkan saja, maka
dana yang masih tersedia kemudian dapat digunakan untuk membangun instalasi
air bersih dan memperluas jaringan distribusinya sehingga jangkauan pelayanan
47
air bersih dapat diperluas untuk dapat menjangkau lapisan masyarakat yang
terbawah.
3. Prinsip Benefit
Alasan lain diterapkannya retirbusi adalah prinsip benefit. Prinsip benefit
menyatakan bahwa mereka yang membayar biaya untuk memproduksi barang
ataupun jasa seharusnya adalah mereka yang menikmati manfaat barang atau jasa
tersebut. Sebaliknya mereka yang tidak menikmati manfaatnya seharusnya
dibebaskan dari biaya atas barang atau jasa yang bersangkutan. Hal yang sama
berlaku untuk retribusi daerah. Sebagai contoh, mereka yang menikmati jasa
parkirlah yang harus membayar retribusi parkir, bukan orang yang tidak memarkir
kendaraannya pada tempat tersebut. Demikian pula dengan retribusi pasar, para
pedagang yang berjualan di dalam lingkungan pasarlah yang harus membayar
retribusi pasar, karena merekalah yang dapat memanfaatkan fasilitas atau
pelayanan yang disediakan oleh pemda. Atas dasar prinsip benefit ini maka
terkesan aneh bila ada daerah menetapkan kebijakan area parkir misalnya.
Keanehannya terletak pada kewajiban bagi setiap pengendara kendaraan yang
melalui area parkir untuk membayar retribusi parkir meskipun pengendara
tersebut hanya sekedar lewat dan tidak memarkir kendaraannya sama sekali. Hal
tersebut tentu saja bertentangan dengan prinsip benefit dalam penetapan retribusi.
4. Lebih Mudah Dikelola
Retribusi merupakan sumber pendapatan daerah yang mudah dikelola
dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya. Yang dimaksud dengan mudah
48
dikelola dalam hal ini adalah karena pada retribusi dapat diterapkan azas
excludability. Dengan penerapan azas tersebut maka control atau penggunaan
barang atau jasa oleh mereka yang menjadi konsumen dapat secara mudah
dilakukan. Misalnya dalam pelayanan listrik, control atas penggunaan listrik oleh
konsumen dapat secara mudah dilakukan dengan menggunakan meteran listrik.
Dengan demikian apabila konsumen listrik tidak membayar konsumsi listriknya
maka dengan mudah dapat dilakukan tindakan pemutusan aliran listrik ke rumah
konsumen yang bersngkutan dalam upaya untuk memaksa konsumen untuk
melunasi tunggakannya. Demikian pula halnya dalam pelayanan air bersih.
Penggunaan air bersih oleh konsumen juga mudah dilakukan menggunakan
meteran air. Kemudahan melkukan control sebagai implikasi dapat diterapkannya
azas excludability juga dapat dengan mudah dilakukan terhadap pelayanan
telepon, parkir ( terutama pada gedung-gedung parkir yang dikelola langsung oleh
Pemerintah Daerah ) dan sebagainya. Kemudahan pengelolaan tersebut juga
didukung oleh adanya dan dapat digunakannya teknologi tertentu yang dapat
membantu pengontrolan atau pemakaian suatu layanan oleh konsumen.
Selain itu, kemudahan penetapan retribusi juga menjadi alasan mengapa
retribusi disukai menjadi sumber pendapatan daerah di Indonesia, penetapan
retribusi dapat dilakukan oleh kepala daerah ( melalui Peraturan Daerah ) dengan
persetujuan lembaga perwakilan rakyat daerah tanpa harus menunggu persetujuan
dari pemerintah pusat. Hal ini berbeda misalnya dengan penerapan pajak daerah
yang harus memperoleh persetujuan dari pemerintah pusat. Karena itu penerapan
retribusi daerah lebih disukai di daerah-daerah Kabupaten atau Kota dibandingkan
49
dengan di daerah Provinsi. Hal itu karena layanan-layanan yang diberikan oleh
pemerintah daerah Kabupaten dan Kota jauh lebih banyak dan berhubungan
secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Selain adanya kebaikan-kebaikan ataupun keuntungan-keuntungan dengan
penerapan retribusi pada sejumlah barang dan jasa tertentu sehingga banyak pihak
yang mendukung penerapan retribusi, namun penerapan retribusi terhadap
sejumlah barang dan jasa tertentu juga mempunyai kelemahan yang kemudian
menimbulkan penentangan terhadap penerapan retribusi. Penentangan terhadap
retribusi didasari oleh beberapa alasan sebagai berikut :
1. Kesulitan Administrasi dan Peningkatan Harga Layanan
Dapat diterapkannya azas excludability pada barang dan jasa tertentu pada
satu sisi memang dapat membuat pengelolaan retribusi menjadi lebih mudah.
Namun pada sisi lain penerapan azas excludability justru membutuhkan
administrasi yang kompleks untuk keperluan control dan law enforcement-nya.
Administrasi terhadap pelayanan yang nkompleks tersebut pada gilirannya dapat
membuat harga layanan menjadi lebih mahal, karena biaya pengadministrasian
tersebut kemudian akan dibebankan kepada konsumen melalui penyesuaian harga
layanan atau tarif retribusi.
Hal ini terjadi misalnya pada pelayanan air bersih. Untuk mengontrol
penggunaan air bersih oleh konsumen maka PAM perlu memperkerjakan
pegawai yang secara khusus mencatat angka meteran air, menghitung berapa
banyak konsumsi oleh setiap konsumen, menetapkan jumlah yang harus dibayar
oleh konsumen, memeriksa kebocoran air, menagih tunggakan dan seterusnya.
50
Hal ini berarti PAM harus menyediakan dana tambahan untuk memperkerjakan
sejumlah pegawai yang secara khusus menangani urusan-urusan tersebut. Biaya
administrasi untuk pelayanan air bersih yang cukup mahal tersebut kemudian
dibebankan kepada konsumen air. Untungnya, dewasa ini kesulitan administratif
semacam itu dapat dikurangi dengan penggunaan teknologi seperti meteran air
elektronik yang mampu mencatat penggunaan air bersih secara otomatis, pencatat
pulsa telepon secara otomatis dang digunakan PT Telkom, dan sebagainya.
Penggunaan teknologi tersebut memang mampu menyederhanakan system
pengadministrasian layanan yang diberikan, namun tetap membawa konsekuensi
pada meningkatnya biaya karena teknologi tersebut berharga mahal. Hal itu
menyebabkan penyederhanaan sistem pengadministrasian layanan belum secara
otomatis dapat meningkatkan efesiensi dalam pengelolaan layanan.
2. Ketidakmampuan Masyarakat Miskin untuk Mengonsumsi Layanan
Sebagai akibat langsung dari tingginya biaya administrasi layanan maka
harga layanan kemudia menjadi lebih mahal daripada yang seharusnya. Mahalnya
harga layanan atau tarif retribusi kemudian mengakibatkan harga layanan tersebut
menjadi tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat
pada lapisan terbawah yang berpendapatan rendah. Dengan demikian
diterapkannya retribusi kemudian justru dapat mengakibatkan tidak semua orang
dapat mengonsumsi layanan yang disediakan untuknya. Hal ini merupakan suatu
paradoks, pada satu sisi pelayanan pada dasarnya disediakan untuk seluruh lapisan
masyarakat, namun pada sisi lain ternyata sebagian besar lapisan masyarakat
justru tidak dapat menikmatinya karena tidak mampu membayar harga layanan
51
tersebut. Kondisi semacam itu tentu saja sangat ironi bila terjadi pada berbagai
jenis barang dan jasa yang sifatnya sangat mendasar ( basic needs ) seperti air
bersih, listrik, imunisasi terhadap sejumlah penyakit berbahaya, dan sebagainya.
Secara empirik diterapkannya retribusi penggunaan air bersih yang oleh
sebagian besar masyarakat masih tergolong mahal mengakibatkan banyak
masyarakat tidak mampu atau golongan masyarakat miskin akhirnya tidak dapat
mengonsumsi air bersih. Bahkan dengan jumlah konsumsi dengan standard
minimum sebagaimana yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO).
Hal ini karena mereka tidak mampu membayar biaya penyambungan meteran air
yang menurut ukuran mereka mahal dan tidak terjangkau, apalagi bila harus
dibayar sekaligus. Untuk mengatasi kebutuhan air bersih tersebut maka sebagian
masyarakat miskin kemudian membeli air bersih secara eceran dari pedagang air,
yang harganya justru lebih mahal dibandingkan dengan harga air bersih yang
disediakan oleh PAM. Dengan kondisi yang demikian maka yang terjadi kemudia
adalah pelayanan air bersih hanya dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat
yang mampu. Dampak yang dapat terjadi adalah pada suatu lingkungan tertentu
tingkat kesehatan masyarakatnya dapat menjadi sangat buruk, yang pada
gilirannya dapat merugikan masyarakat dalam skala yang lebih besar.
Demikian pula dalam kasus imunisasi penyakit cacar misalnya, karena
harga atau tarif pelayanan imunisasi cacar yang harus dibayar dianggap masih
terlalu mahal oleh sekelompok masyarakat tertentu maka mereka kemudian dapat
mengambil keputusan untuk tidak diimunisasi. Padahal bila hal ini terjadi akan
dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Karena bila
52
masih ada sekelompok orang yang tidak diimunisasi terjangkit penyakit cacar,
maka penyakit tersebut kemudian dapat berjangkit menjadi wabah. Karena alasan
itu maka sejumlah mixed goods seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dasar,
dan sebagainya seharusnya dapat diberikan secara gratis kepada masyarakat.
Alasannya adalah karena layanan-layanan tersebut menyangkut kepentingan orang
banyak atau masyarakat secara menyeluruh.
Penetapan Harga Layanan Atau Tarif Retribusi
Salah satu pertanyaan penting yang diajukan dalam penerapan retribusi
adalah berapa harga yang harus dibayar oleh konsumen terhadap barang atau jasa
yan dikonsumsi. Pada prinsipnya, tarif retribusi sedapat mungkin harus bersifat
full cost recovery. Artinya adalah dengan tarif retribusi tersebut dapat dihasilkan
penerimaan yang mampu menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
menyediakan layanan tersebut. Dengan penerapan azas tersebut maka pemberian
suatu layanan langsung oleh pemerintah daerah kepada masyarakat seharusnya
tidak lagi membebani anggaran pemeritah daerah. Demikian pula, instansi
pemberi layanan tersebut seharusnya dapat menjadi instansi yang otonom dari
pemda.
Namun demikian azas full cost recovery tidak selalu mudah untuk
diterapkan dapat penetapan tarif retribusi. Para ekonom mengatakan bahwa harga
yang harus dibebankan kepada konsumen sebaiknya adalah harga yang
berdasarkan pada biaya marginal ( marginal cost ). Karena itu harga layanan
dinamakan dengan marginal cost price, yaitu suatu tingkat harga yang sama
53
dengan biaya produksi untuk melayani konsumen terakhir atau the marginal (the
last consumer) . Penerapan harga atas dasar marginal cost mempersyaratkan pasar
yang kompetitif ( competitive market ) atas barang dan jasa tersebut. Jika
kemudian pasar kompetitif ini dapat dicapai maka harga barang dan jasa yang
ditetapkan adalah harga yang secara ekonomi paling efisien. Dengan
menggunakan prinsip ini maka historical cost atau biaya-biaya maupun investasi
yang telah dikeluarjan untuk menyediakan atau membangun infrastruktur tidak
dimasukkan dalam perhitungan cost layanan, karena yang dihitung hanyalah
tambahan biaya untuk konsumen terakhir.
Pada pasar yang kompetitif, setiap prosuden maupun konsumen
merupakan satu unit yang sangat kecil sehingga tidak dapat mempengaruhi harga
melalui penambahan atau pengurangan barang atau jasa yang dibeli atau dijual.
Bagi produsen maupun konsumen, harga sudah merupakan suatu datum ( sesuatu
yang given dan tidak dapat dipengaruhi ). Atas dasar harga tersebut, maka
konsumen akan menyesuaikan jumlah pembeliannya dengan harga yang ada,
demikian pula produsen akan menyesuaikan jumlah produksinya dengan harga
yang ada.
Masalah Pada Penerapan Marginal Cost Price
Penerapan pendekatan biaya marginal dalam penetapan harga layanan
( tarif retribusi ) secara teoritis memang merupakan pendekatan yang lebih baik.
Namun demikian pendekatan tersebut masih mengandung beberapa masalah.
Masalah pertama yang dihadapi pada penerapan marginal cost price adalah bahwa
54
dalam praktek biasanya sangat sulit untuk menghitung secara tepat berapa
marginal cost ( biaya marginal ) dari suatu barang dan jasa. Hal ini disebabkan
karena perhitungan cost biasanya dilakukan atas aktivitas-aktivitas yang secara
nyata dapat diukur, misalnya untuk barang baku, untuk gaji, pemeliharaan,
adminitrasi dan sebagainya. Lagipula cost biasanya dihitung dalam satuan-satuan
kumulatif yang sifatnya agregat sehingga sangat sulit untujk mengukur secara
rinci cost yang riil untuk suatu aktivitas yang kecil atau atas satu produksi yang
dihasilkan.
Masalah kedua adalah dalam hal menetapkan harga adalah apakah harga
harus ditetapkan berdasarkan short run marginal cost ( biaya marginal jangka
pendek ) atau long run marginal cost ( biaya marginal jangka panjang ).
Penggunaan salah satu dari keduanya akan memiliki konsekuensi yang berbeda
terhadap perhitungan biaya marginal yang sebenarnya yang akan digunakan untuk
menetapkan harga layanan.
Kelemahan ketiga adalah bahwa dengan penetapan marginal cost price
maka dengan harga yang ada maka dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
untuk memproduksi layanan tidak dapat sepenuhnya ditutupi. Ini berarti
penerapan marginal cost price tidak sepenuhnya mampu menerapkan prinsip full
cost recovery. Misalnya historical capital cost kemungkinan besar tidak dihitung
pada waktu menetapkan marginal cost karena prinsip marginal cost price itu
sendiri adalah menghitung berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
penambahan produksi dengan satu unit atau untuk melayani konsumen marginal (
terakhir ). Bila suatu saat terjadi keadaan dimana kapsaitas yang tersedia sudah
55
used up atau sudah terpakai seluruhnya ( full capacity ), maka marginal cost yang
harus dihitung akan menjadi terlalu besar karena harus mengikutsertakan cost
yang harus disediakan untuk membiayai investasi berikutnya dalam rangka
menambah kapasitas produksi. Hal ini berarti penambahan kapasitas produksi
secara ekonomis tidak mungkin dilakukan jika tambahan konsumen jumlahnya
relatif kecil, karena pada akhirnya beban yan harus ditanggung oleh masing-
masing konsumen akan menjadi terlalu besar.
Alternatif Penetapan Harga Layanan
Karena alasan-alasan mengenai kelemahan penerapan marginal cost price
untuk menetapkan harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen, maka
berkembanglah sejumlah alternatif penetapan harga. Beberapa alternatif yang
cukup dikenal dan sering digunakan dalam penetapan harga layanan yang
diproduksi oleh pemerintah ( daerah ) antara lain adalah two-part tarif, peak-load
tarif dan price discrimination.
1. Two-part tarif
Pada penetapan harga layanan dengan pendekatan two-part tariff harga
layanan atau tarif retribusi terdiri dari dua komponen sesuai dengan komponen
biaya produksi. Kedua komponen biaya produksi tersebut adalah biaya tetap
( fixed cost ) dan biaya tidak tetap ( variable cost ). Dengan demikian harga
layanan juga terdiri dari dua komponen, yakni komponen fixed charge dan
komponen kedua adalah komponen variable charge.
56
Komponen fixed charge adalah komponen yang akan digunakan untuk
menutupi biaya tetap, yakni biaya penyusutan asset, biaya untuk membangun
infrastruktur, biaya yang digunakan untuk operation and maintenance instalasi
( misalnya dalam pelayanan air bersih, listrik dan telepon ), dan sebagainya.
Untuk pelayanan air bersih misalnya, biaya infrastruktur yang dimaksud adalah
biaya untuk pembangunan instalasi pengolah air bersih, biaya untuk
mendistribusikan air bersih, biaya pemasangan jaringan pipa ke rumah-rumah
konsumen, dan sebagainya. Biaya yang sudah pasti ini dibebankan kepada
konsumen tanpa memperhitungkan berapa jumlah air yang dikonsumsi atau
berapa kwh listrik yang digunakan, atau berapa jumlah pulsa telepon yang
dihabiskan oleh seorang konsumen. Sedangkan biaya operation and maintenance
adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan atas
jaringan yang telah terpasang, serta biaya-biaya untuk mengoperasikan system
penyaluran layanan agar sampai ke tempat-tempat dimana konsumen berada.
Komponen kedua adalah komponen untuk menutupi variable cost yaitu
komponen perubahan harga yang dikaitkan dengan jumlah atau banyaknya
pelayanan yang dikonsumsi atau diterima oleh seorang konsumen. Yang termasuk
dalam komponen ini misalnya untuk air bersih adalah berapa meter kubik yang
dikonsumsi oleh seorang konsumen dalam sebulan, untuk listrik adalah berapa
kilowatt (kwh) listrik yang dikonsumsi oleh seorang konsumen dalam sebulan,
dan untuk telepon adalah berapabanyak pulsa yang dipakai oleh seorang
pelanggan dalam sebulannya. Tentunya jumlah ini akan berbeda-beda antara
seorang konsumen dengan konsumen yang lainnya, karena perbedaan pemakaian
57
barang atau jasa setiap bulan dari masing-masing konsumen dapat berbeda-beda.
Pada komponen variable cost ini, beban yang harus dibayar oleh
seorangkonsumen ditntukan oleh berapa banyak konsumsi yang dilakukan atas
barang atau jasa yang bersangkutan.
2. Peak-Load Tariff
Peak-load tariff merupakan suatu system penentuan harga layanan atau
tarif retribusi dimana konsumsi pada kurun waktu tertentu ( jam-jam tertentu ),
biasanya jam-jam sibuk ( peak hour ) akan dikenakan harga yang berbeda, yaitu
harga yang lebih tinggi, dibandingkan dengan waktu-waktu atau jam-jam lainnya.
Kebijaksanaan untuk menerapkan sistem tarif seperti ini dilakukan karena adanya
sejumlah layanan yang dikonsumsi secara berlebihan atau dalam jumlah yang
sangat banyak pada kurun waktu yang sangat terbatas. Sedangkan pada saat kurun
waktu tersebut berlalu, maka pola konsumsi akan berubah drastis menjadi sangat
sedikit.
Hal tersebut didapati misalnya pada pemakaian jasa telekonumikasi
( telepon ). Penggunaan telepon mencapai puncaknya pada siang hari, yaitu pada
jam-jam bisnis. Sedangkan pada malam hari pemakaian jasa ini jauh lebih sedikit.
Karena itu kemudian PT Telkom dan PT Indosat menerapkan peak load tariff,
yaitu dengan cara menaikkan tarif pembiacaraan telepon pada jam-jam sibuk
menjadi 125% dari tarif normalnya. Sebaliknya, untuk mendorong penggunaan
telepon pada jam-jam tidak sibuk maka tarif telepon, khususnya untuk sambungan
interlokal dan internasional, pada malam hari ( kurang lebih mulai jam 21:00
58
malam hingga jam 06:00 ) lebih murah dibandingkan tarif normalnya. Tujuan
diterapkannya peak load tariff ini adalah agar para pelanggan mengurangi
pemakaian telepon pada jam-jam sibuk, kecuali dalam keadaan sangat penting
atau mendesak, karena pada jam-jam sibuk tersebut beban infrastruktur sentral
telepon maupun jaringannya sangat berat, yang kemudian mengakibatkan
tingginya angka kegagalan sambung. Melalui system penetapan tariff peak load
ini maka beban penggunaan infrastruktur sentral telepon maupun jaringan dapat
dipindahkan kepada jam-jam tidak sibuk, yakni pada malam hari.
3. Price Discrimination
Metode penetapan harga price discrimination atau diskriminasi harga pada
dasarnya digunakan untuk mengakomodasi prinsip keadilan dalam pelayanan.
Pada metode ini konsumen yang dianggap lebih maju mampu secara ekonomis
dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen yang dianggap
tidak mampu. Dengan demikian pada metode dapat diterapkan subsidi silang
( cross subsidy ). Pada prinsip subsidi silang, konsumen yang mampu harus
membantu konsumen yang tidak mampu. Biasanya metode subsidi silang ini
diberlakukan pada penyediaan barang atau jasa yang sifatnya sangat mendasar
bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti air bersih dan pelayanan angkutan
umum seperti bis kota dan kereta api. Di Indonesia subsidi silang ini telah
diterapkan pada beberapa jenis layanan, seperti penetapan tarif listrik dan
penetapan harga air bersih, termasuk juga telepon.
59
Pada kenyataannya, ketiga metode penetapan tarif di atas seringkali
diterapkan secara bersamaan dengan cara kombinasi. Cara penetapan tarif listrik
misalnya, selain menerapkan two-part tariff, diterapkan pula price discrimination.
Hal itu dapat dilihat dengan adanya perbedaan harga per kilowatt antara
pelanggan dengan sambungan listrik 400 watt ke bawah, antara 400 watt hingga
900 watt, antara 900 watt hingga 2200 watt serta pelanggan dengan sambungan
daya diatas 2200 watt. Demikian pula terdapat perbedaan tarif per kwhnya untuk
pelanggan yang rumah tangga dengan pelanggan bisnis atau industri.
Yang paling penting untuk diingat dalam berbagai cara penetapan harga
layanan adalah bahwa metode manapun yang digunakan dalam menetapkan tarif.
Tarif yang ditetapkan haruslah selalu mengacu pada prinsip full cost recovery.
Prinsip full cost recovery, seperti dijelaskan diatas adalah suatu prinsip dimana
badan atau perusahaan yang menyediakan pelayanan atau barang tertentu haruslah
dapat menutupi biaya yang dikeluarkannya. Namun demikian, pad akasus-kasus
dimana barang dan jasa yang disediakan bersifat sebagai mixed goods maka
kemungkinan adanya unsure subsidi (dari pembayaran pajakmasyarakat daerah)
maka mungkin dilakukan.
Aspek-Aspek Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Selain harus selalu mengacu pada prinsip full cost recovery dalam
penetapan tarif, ada beberapa hal penting lainnya yang juga harus diperhatikan.
Dibawah ini akan dikemukakan beberapa hal yang penting diperhatikan dalam
menetapkan tarif suatu barang atau jasa tertentu.
60
1. Efisiensi alokasi sumber daya (allocative efficiency)
Penetapan tarif suatu barang dan jasa haruslah tetap berpegang pada
prinsip efisiensi ekonomi. Seperti telah dibahas sebelumnya, alokasi barang atau
jasa yang mengacu pada prinsip ini hanya dapat terjadi pada pasar yang kompetitif
sehingga harga barang atau jasa dapat ditetapkan dengan menggunakan
pendekatan marginal cost price. Tetapi telah dibahas pula bahwa sangat sulit
untuk menetapkan harga dengan menggunakan marginal cost price, antara lain
karena tidak adanya competitive market. Karena itu disarankan dalam menetapkan
harga dengan prinsip-prinsip marginal cost price sedapat mungkin diterapkan
dengan ( misalnya ) membuat asumsi berfungsinya competitive market atau
dengan suatu pengandaian adanya suatu competitive market.
2. Keadilan (equity)
Dalam menetapkan harga layanan atau tarif retribusi, prinsip keadilan
merupakan salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan. Hal ini
dimaksudkan agar mereka yang tidak mampu tetap dapat menikmati suatu jenis
jasa pelayanan yang sifatnya sangat mendasar. Meskipun demikian, penerapan
prinsip keadilan dalam retribusi ini masih menghadapi masalah pula. Masalah
yang dihadapi pada aspek keadilan ini adalah bahwa seringkali juga tidak terdapat
definisi yang seragam mengenai apa yang disebut sebagai adil itu sendiri. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa yang disebut dengan adil adalah bahwa setiap
orang membayar sama dengan apa yang dikonsumsinya. Pada pihak lain ada
pendapat yang mengatakan bahwa keadilan adalah mereka yang mempunyai
keadaan lebih baik secara ekonomi harus membantu mereka yang dalam keadaan
61
buruk secara ekonomi. Karena itu, mereka yang mempunyai pendapat yang
terkhir beranggapan bahwa penetapan tariff akan semakin adil atau baik jika tariff
semakin progresif.
3. Perhitungan yang jelas (financial requirements)
Seringkali perhitungan terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
rangka penyediaan barang dan jasa kurang menjadi perhatian suatu lembaga
perusahaan milik pemerintah karena dianggap dapat menaikkan harga layanan
atau tarif retribusi yang harus dibayar oleh masyarakat. Menaikkan harga layanan
atau tarif retribusi dianggap oleh sebagian besar aparat pemerintah sebagai
tindakan yang tidak popular atau tidak mendapat dukungan rakyat, malah
sebaliknya akan ditentang. Akibatnya yang terjadi adalah banyaknya BUMN/D
harus disubsidi karena jika tidak maka BUMN/BUMD tersebut tidak mampu
beroperasi lagi. Pemberian subsidi ini akhir-akhir ini sangat ditentang, karena
mengakibatkan BUMN/BUMD beroperasi secara tidak efisien. Tambahan pula
subsidi dianggap dapat menggagalkan usaha-usaha yang berkaitan dengan
keadilan. Hal ini disebabkan karena subsidi di Indonesia ditanggung oleh pajak
tidak langsung yang berasal dari segenap lapisan masyarakat ( dari golongan yang
sangat mampu sampai dengan golongan yang sangat tidak mampu ). Padahal
dalam kenyataannya barang atau jasa yang disubsidi tersebut pada banyak kasus
hanya dikonsumsi oleh sebagian masyarakat golongan menengah ke atas.
Dalam kaitan dengan financial requirement tersebut perhitungan-
perhitungan yang didasarkan atas prinsip full cost recovery harus tetap
62
dipertimbangkan. Karena itu biaya yang harus dihitung untuk menetakan harga
harus mencakup antara lain biaya operasi, historical cost dan depreciation
( depresiasi ), pengembalian pinjaman, bunga pinjaman dan lain-lain.
4. Memperhitungkan kelestarian lingkungan
Perhatian terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini sangat menonjol
karena gejala terjadinya pengrusakan yang berlebihan terhadap lingkungan.
Karena itu dalam penetapan harga layanan atau tarif retribusi maka aspek
perhatian terhadap lingkungan hidup merupakan hal yang penting untuk
diperhitungkan. Seperti telah digambarkan sebelumnya, jika tarif air bersih yang
harus dibayar oleh golongan masyarakat terlalu tinggi, maka mereka yang tidak
mampu mengonsumsi air bersih akan terdorong untuk mencari alternatif baru
dalam upaya memnuhi kebutuhan air bersih, antara lain adalah dengan pembuatan
sumur pompa penghisap air tanah. Pembuatan sumur air tanah yang tidak
terkendali dapat membuat terjadinya penurunan permukaan air tanah, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan terjadinya peresapan air laut di darat ( intrusi air
laut ) dan terjadinya penurunan permukaan tanah sebagaimana yang telah terjadi
di Jakarta. Keadaan demikian tentu saja akan membawa dampak negatif yang
lebih luas jangkauannya.
63
5. Aspek lainnya
Terdapat beberapa aspek lain yang juga perlu diperhatikan dalam
menetapkan harga layanan. Variasi aspek-aspek ini sangat ditentukan oleh jenis
pelayanan atau barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Untuk penyediaan air
bersih misalnya aspek kesehatan masyarakat tetap saja menjadi perhatian utama.
Demikian pula misalnya pada penyediaan listrik, aspek kelangsungan tersedianya
energy alam harus menjadi aspek yang diperhatikan pula.
Tujuan awal retribusi adalah utuk meningkatkan pendapatan asli daerah
agar sebuah daerah dapat melakukan pembangunan secara mandiri tanpa
bergantung dana dari pemerintah pusat sehigga segla bentuk retribusi ditetapkan
oleh pemerintah daerah. Retribusi juga menunjukkan seberapa besar usaha yang
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandiriannya dari
pemerintah pusat dan mensejahterakan masyarakatnya. Sehingga memberikan
gambaran bahwa apabila retribusi gencar dilakukan menandakan bahwa sebuah
daerah sedang mencoba mandiri begitu pula sebaliknya. Pada penelitian ini
mengenai retribusi parkir maka akan dijelaskan konsep retribusi parkir di tepi
jalan umum sebagai berikut:
2.1.5. Konsep Retribusi Parkir Di tepi Jalan Umum
Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir
di tepi jalan umum yang ditentukan pemerintah daerah. Karena jalan
menyangkut kepentingan umum, penetapan jalan umum sebagai tempat parkir
64
mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan ( Siahaan,
2005:439 ).
Dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah pasal 28 dijelaskan bahwa dengan nama retribusi pelayanan
parkir ditepi jalan umum dipungut sebagai pembayaran atas setiap pelayanan
parkir ditepi jalan umum yang diberikan oleh pemerintah daerah. Dalam pasal
29-30 dijelaskan bahwa Objek retribusi parkir pelayanan ditepi jalan umum
merupakan penyediaan pelayanan ditepi jalan umum yang ditentukan
pemerintah daerah. Subyek retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa pelayanan parkir ditepi
jalan umum.
Sedangkan dalam pasal 32 dijelaskan bahwa prinsip dan sasaran dalam
penetapan tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum ditetapkan
dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yng bersangkutan, kemampuan
masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan
tersebut. Peraturan daerah Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 telah
menjabarkan secara jelas apa-apa saja yang harus dilakukan dalam
meningkatkan potensi retribusi parkir. Namun secara khusus kota serang
belum memiliki perda dalam penghitungan potensi retribusi parkir sesuai
dengan kondisinya sehingga terdapat kesulitan dalam mengoptimalkan
potensinya. Namun di bawah ini akan dijabarkan mengenai perhitungan
potensi retribusi parkir yaitu sebagai berikut:
65
2.2. Penelitian Terdahulu
Untuk bahan pertimbangan dalam penelitian ini, peneliti mencantumkan
hasil penelitian terdahulu yang pernah penulis baca. Penelitian terdahulu ini
bermanfaat dalam mengolah atau memecahkan masalah yang timbul dalam
Potensi dan Pengelolaan Retribusi Parkir Di Kota Serang. Walaupun fokus dan
lokusnya tidak sama persis tetapi sangat membantu peneliti menemukan sumber-
sumber pemecahan masalah dalam ranah Manajemen Retribusi Parkir Di Kota
Serang. Di bawah ini adalah hasil penelitian yang peneliti baca:
Penelitian yang dilakukan oleh Yusti Aprilian Adi,, dengan judul
Implementasi Strategi Peningkatan Retribusi Parkir di Kota Cilegon. Pada
penelitian tersebut dijelaskan bahwa Implementasi Strategi Peningkatan Retribusi
Parkir di Kota Cilegon kurang optimal. Pelaksanaan strategi yang kurang optimal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, bail oleh factor eksternal maupun factor
internal. Factor eksternal antara lain adalah adanya keterlibatan pihak kedua
dalam sistem pengelolaan retribusi parkir di Kota Cilegon, sehingga
mempengaruhi penerimaan retribusi parkir. Factor-faktor internal yang
mempengaruhi antara lain adalah tidak adanya program dalam upaya peningkatan
retribusi parkir, kurangnya pegawai baik dalam kualitas maupun kuantitas,
peraturan yang mengatur mengenai retribusi parkir sudah tidak sesuai dengan
kondisi di lapangan, kurangnya hubungan kerja yang terjalin diantara para
stakeholders, gaya kepemimpinan di UPTD Perparkiran kurang mampu
menggerakan dan memotivasi pegawai serta nilai-nilai bersama di UPTD
66
Perparkiran kurang mampu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
kerja pegawai.
Penelitian lainnya yaitu oleh Tirta Kusuma, dengan judul Pengawasan
Penyelenggaraan Retribusi Parkir oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informasi Kota Serang ( Studi Kasus pada Objek Retribusi Parkir di Tepi Jalan
Umum Wilayah II Kota Serang ). Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi
Kota Serang belum optimal, dikarenakan jumlah SDM pengawas yang masih
minim, belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengawasan,
kurangnya anggaran dan kelengkapan sarana dan prasarana serta jadwal
pengawasan yang belum ditetapkan secara baku.
Penelitian selanjutnya yaitu oleh Ismail Dwi Saputra, dengan judul
Analisis Pengelolaan Retribusi Parkir Di Kota Makassar. Pada penelitian tersebut
dijelaskan bahwa proses pengelolaan retribusi parkir yang dikelola oleh
Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya, mulai dari pembayaran yang dilakukan
oleh pengguna jasa kepada juru parkir, setoran juru parkir kepada petugas
pemungut, penerimaan bendahara kemudian setoran pada Pemerintah Kota
hingga dapat disebut sebagai PAD Kota Makassar dari sektor retribusi khususnya
parkir.
67
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka berpikir menjelaskan alur pemikiran peneliti dalam
menjelaskan permasalahan penelitian. Penelitian ini bermula dari masalah
manajemen parkir di Kota Serang yang belum maksimal dalam memberikan
kontribusi di pendapatan asli daerah.
Untuk itu penulis, mengajukan Manajemen Parkir Di Kota Serang.
Penelitian ini menggunakan teori fungsi manajemen milik Terry ( Badrudin, 2013:
14 ), meliputi perencanaan ( Planning ), Pengorganisasian ( Organizing ),
penggerakan ( Actuating ), dan pengawasan ( Controlling ).
Selanjutnya dengan dilakukannya manajemen retribusi parkir di tepi jalan
umum maka diharapkan mampu meningkatkan penerimaan daerah baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Untuk mempermudah memahami alur berpikir,
peneliti menggambarkan kerangka berpikirnya sebagai berikut :
68
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Berpikir (Sumber : Peneliti, 2014)
PERMASALAHAN
1. Belum tercapainya target pendapatan daerah yang berasal dari retribusi parkir di tepi jalan umum.
2. Ketidaksesuaian tarif retribusi parkir ditepi jalan umum yang dikenakan khususnya pada kendaraan roda dua. Pada perda tertera Rp. 1.000/ kendaraan. Namun pada kenyataannya adalah Rp. 2.000/ kendaraan.
3. Belum jelasnya penggunaan karcis parkir yang digunakan juru parkir. Ketidakseragaman penggunaan karcis parkir serta karcis parkir yang masih dibuat sendiri oleh juru parkir.
4. Belum optimalnya pengelolaan zona-zona parkir untuk meningkatkan retribusi parkir di Kota Serang.
5. Belum dilaksanakan sistem penyetoran hasil parkir dari juru parkir kepada UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang.
6. Belum jelasnya sistem pengupahan juru parkir guna meningkatkan kinerja para juru parkir.
Manajemen Parkir Di Kota Serang
Tercapainya manajemen parkir ditepi jalan umum yang maksimal serta pengeloaan yang baik dan benar
Fungsi Manajemen milik George R Terry (Badrudin, 2013: 14 ): 1. perencanaan (Planning)
2. Pengorganisasian (Organizing)
3. Penggerakan (Actuating)
4. Pengawasan (Controlling)
69
2.4. Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan sebuah persepsi awal peneliti terhadap objek
yang diteliti. Asumsi yang disimpulkan didasarkan pada pengamatan peneliti di
lapangan yang menunjukkan bahwa ketersedian sarana dan prasarana yang belum
memadai seperti di UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
serta kurang memadainya sumber daya manusia di UPT Parkir Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika dalam mengelola retribusi parkir di
tepi jalan umum . Selain menarik asumsi berdasarkan pengamatan dilapangan,
peneliti juga menarik asumsi berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber
dengan cara wawancara sementara, dan menemukan masalah seperti masalah
tidak digunakannya karcis parkir legal yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika, tarif yang tidak sesuai, dan lain sebagainya.
Berdasarkan inti masalah di atas maka peneliti berasumsi bahwa
Manajemen Parkir Di Kota Serang belum berjalan maksimal.
70
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud
mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut.
Cara dimaksud dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang terdiri dari
berbagai tahapan atau langkah-langkah. Oleh karena itu, metode merupakan
keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu
masalah. Dengan langkah-langkah tersebut, siapapun yang melaksanakan
penelitian dengan mengulang atau menggunakan metode penelitian yang sama
untuk objek dan subjek yang sama akan memperoleh hasil yang sama pula
( Silalahi, 2010: 12-13 ). Adapun metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian ( Moleong, 2006: 6 ).
Sedangkan menurut Sugiyono ( 2014: 15 ) mendefinisikan metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang dilandaskan pada filsafat pospositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisiobjek yang alamiah, ( sebagai lawannya
adalah eksperimen ) dimana peneliti adaalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball,
teknik pengumpulan dengan triangulaasi (gabungan), analisis data bersifat
71
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
Maka penelitian mengenai analisis manajemen parkir di Kota Serang
peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif peneliti bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian
dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, yang terdapat
dalam suatu konteks yang khusus yang alamiah. Peneliti mengumpulkan data
dengan cara bersentuhan langsung dengan situasi lapangan, misalnya mengamati
(observasi) dan wawancara mendalam. Dengan pendekatan kualitatif diharapkan
peneliti dapat memahami situasi sosial, peran, peristiwa, interaksi, dan kelompok
serta kepentingan.
3.2. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono ( 2014 : 285 ) menjelaskan bahwa dalam penelitian
kualitatif, gejala itu bersifat holistik ( menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan ),
sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya
berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang
meliputi aspek tempat (places), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis serta penentuan fokus berdasarkan hasil studi
pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang
yang di pandang ahli. Dalam penelitian mengenai Manajemen Retribusi Parkir di
Kota Serang, maka peneliti memfokuskan pada manajemen dari retribusi parkir.
72
Fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
peneliti dilapangan.
3.3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Serang dan lokasi penelitian
lainnya yaitu di instansi yang bersangkutan terhadap manajemen retribusi parkir.
3.4. Fenomena yang diamati
3.4.1. Definisi Konsep
Definisi konseptual digunaan untuk menegaskan konsep-konsep
yang jelas, yang digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran
antara penulis dan pembaca. Konsep-konsep yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Perencanaan ( Planning )
Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya
(maximum output) dengan memberdayakan semua sumber daya yang ada
agar tujuan dapat tercapai secara efisien dan efektif.
2. Pengorganisasian ( Organizing )
Keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas,
tanggung jawab atau wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
73
3. Penggerakan ( Actuating )
Keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan
sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi dengen efisien dan ekonomis.
4. Pengawasan ( Controlling )
Proses pengamatan dari sebuah kegiatan administrasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang sedang dikerjakan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya.
3.4.2. Definisi Operasional
Definisi Operasional dalam penelitian Manajemen Retribusi
Parkir di Kota Serang, yaitu meliputi :
1. Perencanaan ( Planning ) dengan indikator :
a. Pengambilan keputusan
b. Pelaksanaan perencanaan
c. Evaluasi perencanaan
2. Pengorganisasian ( Organizing )
a. Standar Operasional Prosedur
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
c. Tupoksi
3. Penggerakan / Pengarahan ( Actuating )
a. Koordinasi antara pihak yang terkait
74
4. Pengawasan ( Controlling )
a. Evaluasi Kerja
b. Sanksi
c. Alternatif Solusi
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.
Menurut Irawan ( 2006 : 17 ), dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Sedangkan menurut Moleong
didalam bukunya mengatakan salah satu ciri pokok dari tahapan penelitian
kualitatif adalah peneliti sebagai alat penelitian, untuk itu peneliti harus memilki
bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis,
memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan
bermakna.
Selanjutnya Nasution ( Sugiyono, 2014 : 60-61 ) menyatakan:
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil uang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala Sesutu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian
kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti maka yang
75
menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalah dipelajari, maka
dapat dikembangkan suatu instrumen. Selanjutnya setelah fokus penelitian
menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian
sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan
data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.
3.6. Informan Penelitian
Informan Penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yang sesuai
dengan karakteristik penelitian kualitatif. Untuk itu peneliti secara indvidu akan
turun ke tengah-tengah masyarakat guna memperoleh data dari informan.
Informan diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi penelitian
dimana dipilih secara purposive merupakan metode penetapan informan dengan
berdasarkan informasi yang dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Informan tersebut ditentukan dan
ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan
berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informasi sesuai fokus masalah
penelitian ( Moleong, 2006:217 ). Disini peneliti memilih informan yaitu pegawai
pemerintah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang, juru
parkir, serta masyarakat pengguna jasa parkir ditepi jalan umum. Namun, untuk
masyarakat pengguna jasa parkir di tepi jalan umum, peneliti tidak menutup
kemungkinan untuk menggunakan Insidental. Teknik Insidental adalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan /
insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
76
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (
Sugiyono, 2014 : 85 ).
Informan tersebut, ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada
jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran
informan sesuai fokus masalah penelitian.
Peneliti menentukan informan berdasarkan kesesuaian dengan penelitian.
Instansi yang berkaitan yaitu Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kota Serang, yaitu pertama, Kepala Dinas selaku pelaksana urusan pemerintahan
daerah di bidang perhubungan darat dan laut, komunikasi dan informatika
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Kedua, Kepala UPT Parkir
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang selaku pelaksana
kebijakan teknis di bidang perparkiran di Kota Serang. Juru Parkir dipilih karena
sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan parkir di Kota Serang dibawah
pengawasan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang.
Masyarakat dipilih karena sebagai pengguna parkir.
77
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian
NO Informan Kode Informan Kode Informan
1 Instansi
1. Kepala Dishubkominfo Kota Serang
2. Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang
3. Juru Parkir
I1-1
I1-2
I1-3
Key Informan
2 Masyarakat Pengguna Jasa Parkir
I3 Secondary Informan
(Sumber : Peneliti, 2014)
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
mengumpulkan data primer dan sekunder yang berkaitan dengan masalah yang
akan di bahas. Menurut Lofland dan Lofland ( Moleong, 2006:157 ) sumber data
utama atau primer dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai
berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksdu tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
78
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan.
Esterberg ( 2002 ) dalam Sugiyono ( 2005: 72 ) mendefinisikan
interview sebagai berikut :
“a meeting of two person to exchange information and idea through question and respones, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Susan Stainback ( Sugiyono, 2005: 72 ) mengemukakan bahwa:
“interviewing provide the researcher a mean to gain a deeper understanding of how the participants interpret a situation or phenomenon than can be gained through observation alon”. Jadi dengan wawancara makan peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan siyuasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.
Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik
observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama obsevasi,
peneliti juga melakukan wawancara dengan orang-orang yang ada
didalamnya. Dalam wawancara peneliti menggunakan wawancara
terstruktur dan tidak tersruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai
teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah
mengetahui informasi apa yang akan diperoleh.
Wawancara dilakukan dengan membawa instrumen sebagai
pedoman wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat
79
bantu seperti tape recorder, gambar, dan material lain yang dapat
membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Menurut Sugiyono
( 2005 : 74 ) mengatakan bahwa, wawancara tidak terstruktur atau terbuka
adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun pedoman wawancara
yang isinya mengenai hal-hal yang nantinya akan ditanyakan kepada
informan yang akan memberikan jawab pada permasalahan yang ada.
Pedoman wawancara yang digunakan untuk memperoleh informasi.
Berikut adalah pedoman wawancara menurut teori dari George R
Terry ( Badrudin, 2013: 14) :
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara
No Dimensi Indikator Pernyataan Informan 1 Perencanaan
( Planning )
a. Pengambilan
keputusan
b. Pelaksanaan
perencanaan
c. Evaluasi
1. Pengambilan keputusan
dilakukan dengan memperhatikan aspek yang ada dalam retribusi parkir.
2. Pelaksanaan perencanaan retribusi parkir dilakukan dengan prosedur yang ada.
3. Evaluasi retribusi parkir
dilakukan secara berkala.
Kepala Dishubkominfo Kota Serang, Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Sekretaris UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang.
80
Perencanaan 2
Pengorganisasian
( Organizing )
a. Standar
Operasional
Prosedur
b. Sumber daya
manusia (SDM)
c. Tupoksi
1. Standar operasional prosedur untuk meningkatkan potensi retribusi parkir.
2. Sumber daya manusia
yang bertugas melaksanakan retribusi parkir.
3. Kesesuaian tugas yang dilaksanakan SDM dalam melaksanakan retribusi parkir dengan peraturan yang ada.
Kepala Dishubkominfo Kota Serang, Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Masyarakat Pengguna Jasa Parkir,
3 Penggerakan /
Pengarahan
( Actuating )
a. Koordinasi antara pihak yang terkait
1. Koordinasi kepala dinas dengan kepala UPT.
2. Koordinasi kepala UPT dengan koordinator wilayah parkir.
3. Koordinasi koordinator wilayah parkir dengan juru parkir.
4. Kooordinasi juru parkir dengan pengelola parkir informal.
Kepala Dishubkominfo Kota Serang, Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Juru Parkir, Masyarakat Pengguna Jasa Parkir.
4 Pengawasan
( Controlling )
a. Evaluasi Kerja
b. Sanksi
c. Alternatif Solusi
1. Evaluasi kerja untuk mengawasi jalannya pelaksanaan retribusi parkir.
2. Sanksi jika terjadi penyimpangan dalam retribusi parkir.
3. Alternatif solusi
Kepala Dishubkominfo Kota Serang, Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Juru Parkir, Masyarakat Pengguna Jasa Parkir.
81
(Sumber:Peneliti, 2014)
2. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan
langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau
lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti berpedoman kepada desain
penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati
langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penelitian selalu
dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk
membuktikan kebenaran masalah yang ada pada penelitian ini.
Nasution ( 1988 ) dalam Sugiyono ( 2005: 64 ) menyatakan bahwa
observasi adalah dasar ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat
bekerja berdasarkandata, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering denga
bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang
sangat kecil ( proton dan elektron ) maupun yang sangat jauh ( benda
ruang angkasa ) dapat diobservasi dengan jelas.
Marshall ( 1995 ) dalam Sugiyono ( 2012 : 64 ) menyatakan
bahwa:
“Through observation the researches learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.
dilaksanakan terhadap permasalahan yang ada pada retribusi parkir.
82
3. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar. Studi dokumentasi merupakan
pelengkap dari penggunaaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber
data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan. Menurut Guba dan Lincoln ( 1981: 228 ) dalam Moleong
( 2006 : 216 ) dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari
record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang
penyidik. Dokumen dalam penelitian ini menggunakan berupa peraturan
perundang-undangan, jurnal, artikel, catatan serta dokumen lain yang
terkait dalam penelitian.
3.7.1 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai dilapangan. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
analisis data Miles dan Huberman dalam buku Analisis Data Kualitatif ( 2009 :
16-20 ). Menurut kedua tokoh tersebut, bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif.
83
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Dalam Kualitatif menurut Miles dan Huberman ( 2009 : 20 ).
Berdasarkan gambar diatas, analisis data kualitatif merupakan upaya yang
berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan
sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Namun dua hal
lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari lapangan. Kegiatan analisis data
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi Data ( Data Reduction )
Pengumpulan
Data
Penyajian
Data
Kesimpulan-kesimpulan :
Penarikan/Verifikasi
Reduksi
Data
84
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan , pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatantertulis dilapangan. Sebagaimana diketahui,
reduksi data, berlangsung secara terus menerus selama proyek yang
berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian Data ( Data Display )
Alur penting yang keduadari kegiatan analisis adalah penyajian
data.penyajian data paling sering digunakan pada data kualitatif pada masa
yang lalu adalah bentik teks naratif. Penyajian-penyajian yang dapat
meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semua
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu
bentuk yang padu. Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam
bentuk teks naratif untuk memudahkan memahami apa yang terjadi dan
kemudian merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi ( Conclusions drawing / verification )
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi, yaitu menyimpulkan dari temuan-temuan penelitian untuk
dijadikan suatu kesimpulan penelitian. Kesimpulan awal yang
dikemukakan bersifat sementara, kemudian akan berubah bila ditemukan
85
temuan-temuan atau bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data selanjutnya.
3.7.2 Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring
dengan proses penelitian itu berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus
dilakukan sejak awal pengambilan data, display data dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi.
Adapun untuk pengujian keabsahan data, penelitian ini mengguanakan dua
cara yaitu:
a. Triangulasi
Triangulasi di artikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Bila peneliti mengumpul-kan data dengan triangulasi, maka sebenarnya
peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji keabsahan data, yaitu
mengecek keabsahan data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan
triangulasi teknik. peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi
teknik, karena dirasa bagi peneliti yaitu untuk menguji keabsahan data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber dengan melakukan wawancara dan untuk menguji keabsahan data yang
dilakukan dengan cara observasi.
86
b. Mengadakan Membercheck
Membercheck adalah proses mengecek data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data, itu artinya data
tersebut valid sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang
ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak di sepakati oleh pemberi
data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data dan apabila
perbedaannya tajam, maka peneliti harus mengubah temuannya dan harus
menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi, tujuan
membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam
penulisan laporan sesuai dengan apa yang di maksud sumber data atau informan.
87
87
3.8 Jadwal Penelitian
Setiap rancangan penelitian perlu dilengkapi dengan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam jadwal berisi kegiatan apa saja
yang akan dilakukan, dan berap alama akan dilakukan ( Sugiyono, 2005: 330 ). Berikut ini merupakan waktu penelitian mengenai
penelitian Manajemen Parkir Di Kota Serang.
Tabel 3.3 Waktu Penelitian
Sumber: Peneliti, 2016
No.
Kegiatan
Waktu
2014 2015 2016
Januari s/d Oktober Des Jan Februari s/d September Oktober s/d
Desember Januari s/d Juni Juli
1 Penyusunan Proposal Skripsi
2 Seminar Proposal Skripsi
3 Perizinan Observasi kembali
4 Observasi Lapangan
5 Pengolahan Data
6 Penyusunan Hasil Penelitian
7 Sidang Skripsi
88
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang
Banten merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Banten berdiri
pada tanggal 4 Oktober 2000 sesuai dengan UU No 23 tahun 2000, serta dengan luas
wilayah 9.1670,70 km2 dan populasi totalnya 10.644.030 jiwa dengan kepadatan
1.161,91 km2 dari jumlah tersebut ada kenaikan dari tahun ketahun yang tersebar ke
4 kabupaten dan 4 kota yang berada di Banten. Tingginya jumlah penduduk dari
tahun ke tahun karena adanya mobilitas penduduk dari daerah lain yang ingin
mengadu nasib di Provinsi Banten. Menyebabkan tingginya kebutuhan lapangan kerja
namun itu semua tidak di dukung dengan peningkatan kualitasnya seperti
peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, bila faktor-faktor tersebut ditingkatkan
maka perekonomian pun akan naik dan dapat mensejahterakan masyarakat yang ada
di Banten. Ironis kiranya, provinsi yang bisa di bilang cukup dekat dengan ibukota
Republik Indonesia namun masih ada masyarakatnya yang hidup terbelakang. Masih
banyak yang harus dibenahi di Provinsi Banten mulai dari pemerintahan provinsi
sampai pemerintah kabupaten/kota, salahsatunya Kota Serang yang menjadi pusat
pemerintahan Provinsi Banten.
89
Kota Serang merupakan hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Serang.
Kota Serang harus siap dengan segala aspek masalah yang timbul mulai dari aspek
ekonomi, budaya, infrastruktur, dan sosial. Kota Serang harus mampu memobilisasi
segala aspek apalagi dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat tiap
tahunnya. Sarana dan prasarana yang belum memadai membuat Kota Serang terlihat
belum siap menjadi pusat pemerintahan Provinsi Banten.
Namun masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan bila dinas dan instansi
yang terkait saling mendukung dalam hal memobilisasi jumlah penduduk yang kian
meningkat. Kota Serang memiliki luas wilayah 266,74 km2 serta populasi 501,471
jiwa dan kepadatan 1.880/km2 yang terdiri dari 6 Kecamatan, 46 Desa, dan 20
Kelurahan dengan Walikota Tubagus Haerul Zaman. Di sisi lain, Kota Serang
merupakan mitra terdepan pemerintah Provinsi Banten dalam penyelenggaraan
pelayanan bidang pemerintahan dan pelayanan masyarakat sewilayah Provinsi
Banten. Kota Serang bercitra Banten yang mampu melestarikan khazanah historis,
kultural, etnis dan religi yang menyatu ke dalam pola kehidupan bermasyarakat
secara turun-temurun. Kota Serang berletak strategis karena berada di jalur utama
penghubung lintas Jawa-Sumatera dan dilintasi jalan negara.
Kota Serang adalah salah satu kota yang terdapat di Provinsi Banten. Kota
Serang merupakan daerah otonom yang secara yuridis dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2007 yang ditetapkan pada tanggal 2 November2007, secara
geografis Kota Serang ini berada pada posisi koordinat 6°7′12″LU106°9′1″BT /
6,12°LS 106,15028°BT , dengan luas wilayah sebesar 266.74 km2 (102.99 mil²).
90
Kota dengan julukan kota madani ini menjadi pusat pemerintahan Provinsi
Banten. Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran, Kabupaten Serang
Provinsi Banten. Sebagai ibukota provinsi, kehadirannya adalah sebuah konsekuensi
logis dari keberadaan Provinsi Banten. Kota ini diresmikan pada tanggal 2 November
2007 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota
Serang, pertimbangan pembentukan Kota Serang adalah perlunya peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik
guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Kota Serang memiliki luas wilayah 266.74 Km2 (102.99 mil²). Kota Serang
berada pada koordinat antara 50°50 LS – 6°20 LS dan 105°00’BT - 106°22 BT. Jarak
terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak
terpanjang dari barat ke timur adalah sekitar 90 km. Batas Wilayah Kota Serang
mencakup sebagai berikut.:
Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Banten.
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan Ciruas,
Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang.
Sebelah barat berbatasan dengan Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung
dan Kecamatan Kramatwaktu Kabupaten Serang.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir
dan KecamatanBaros Kabupaten Serang.
91
Adapun peta Kota Serang dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1 Wilayah Administratif Kota Serang
Kota Serang yang merupakan ibukota Provinsi Banten terletak pada posisi
yang sentral dan strategis karena berada di jalur utama penghubung lintas Jawa –
Merak serta dilintasi jalur Kereta Api Lintas Jakarta – Merak. Jarak Kota Serang
hanya lebih kurang 75 km ke Jakarta ibukota negara yang telah dihubungkan dengan
jalan bebas hambatan (jalan tol Jakarta Merak). Kota Serang terdiri dari 6 (enam)
Kecamatan, 20 (dua puluh) Kelurahan dan 46 (empat puluh enam) Desa. Secara
keseluruhan dapat dilihat pada tabel 4.1.
92
Tabel 4.1
Daftar Nama Kecamatan dan Luas Wilayahnya
No Nama Kecamatan Ibukota
Kecamatan Luas ( Ha )
Jumlah
Desa /Kelurahan
1 Serang Kaligandu 2.588 12
2 Cipocokjaya Cipocokjaya 3.154 08
3 Curug Curug 4.960 10
4 Taktakan Taktakan 4.788 12
5 Kasemen Kasemen 6.336 10
6 Walantaka Pipitan 4.848 14
JUMLAH 26.674 66
Sumber: BPS Kota Serang, 2012
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota
Serang
4.1.2.1 Profil Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan sistem penyelenggaraan Pemerintah Daerah di
Kota Serang yang memiliki fungsi utama penyelenggaraan pemerintah dibidang
perhubungan, komunikasi dan informatika. Dinas dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Serang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Dinas Daerah Kota Serang.
93
Struktur Organisasi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota
Serang dibentuk berdasarkan Peraturan Wali Kota Serang Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kota Serang.
Dalam rangka pelaksanaan tupoksi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kota Serang didukung oleh 39 personil yang terdiri dari 37 PNS dan 2
CPNS. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah pegawai menurut jenjang pendidikan
pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
1. Profil Kepegawaian Dishubkominfo
Jumlah pegawai keseluruhan adalah 39 orang, meliputi 37 PNS
dan 2 CPNS.
85% didominasi oleh Pegawai PNS Golongan III dengan 46%
berlatar belakang pendidikan S-1 atau D-IV.
94
Tabel 4.2
Potret Kepegawaian Dishubkominfo Kota Serang
Uraian Jumlah
(orang)
Pendidikan (orang)
SD/SLTP SLTA D-3 S-1/D-
4
S-2 DIKLATPIM
Golongan
I
- - - - - - -
Golongan
II
6 - 4 2 - - -
Golongan
III
33 - 5 - 18 10 9
Golongan
IV
3 - - - 1 2 3
Jumlah I 39 3 9 - 19 12 12
4.1.2.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
1. Kedudukan
a. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang
merupakan unsur pendukung tugas Walikota;
95
b. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika dipimpin oleh
Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah;
2. Tugas Pokok
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas
melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang perhubungan darat dan
laut, komunikasi dan informatika berdasarkan azas otonomi dan tugas
pembantuan.
3. Fungsi
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, menyelenggarakan
fungsi sebagai berikut :
a. Penyusunan perencanaan bidang lalu lintas dan angkutan, komunikasi
dan informatika;
b. Perumusan kebijakan teknis bidang lalu lintas dan angkutan,
komunikasi dan informatika;
c. Pelaksanaan laporan pemerintahan dan pelayanan umum bidang lalu
lintas dan angkutan, komunikasi dan informatika;
d. Pembinaan, koordinasi, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan
kegiatan bidang lalu lintas, komunikasi dan informatika;
e. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan dinas;
96
f. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas;
g. Pelaksanaa tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
4.1.2.3 Kewenangan
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, maka kewenangan Dishubkominfo Kota Serang adalah
sebagai berikut :
1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan;
2. Pemberian izin penyelenggaraan dan pemberian fasilitas parkir untuk
umum;
3. Pengawasan dan pengendalian operasional terhadap pengguna jalan selain
untuk kepentingan lalu lintas di jalan;
4. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan dan latihan mengemudi;
5. Penetapan lokasi terminal penumpang tipe C;
6. Pengesahan rancangan bangunan terminal penumpang tipe C;
7. Pembangunan pengoperasian terminal penumpang tipe A, Tipe B dan Tipe
C;
8. Pembangunan Terminal Angkutan Barang;
9. Pengoperasian Terminal Angkutan Barang;
97
10. Penyusunan dan penetapan kelas jalan pada jaringan jalan
Kabupaten/Kota;
11. Pemberian izin trayek angkutan Pedesaan/Kota;
12. Pemberian izin operasional Angkutan Taksi yang melayani wilayah
Kabupaten/Kota
13. Pemberian rekomendasi Angkutan Sewa;
14. Pemberian izin usaha Angkutan Pariwisata;
15. Pemberian izin usaha Angkutan Barang;
16. Penetapan tarif penumpang kelas ekonomi Angkutan dalam
Kabupaten/Kota;
17. Penentuan lokasi pengadaan , pemasangan, pemeliharaan dan
penghapusan lalu lintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalu lintas di
jalan Kabupaten/Kota;
18. Penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan
Kabupaten/Kota;
19. Penyelenggaraan ANDALALIN di Kabupaten/Kota;
20. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan lalu lintas
di jalan Kabupaten/Kota;
21. Penyelenggaraan pencegahan penanggulangan kecelakaan lalu lintas di
Kabupaten/Kota;
22. Penelitian dan pelaporan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
korban meninggal dunia dan/atau yang menjadi isu Kabupaten/Kota;
98
23. Pelaksanaan pengujian berkala Kendaraan Bermotor;
24. Pemeriksaan kendaraan di jalan sesuai kewenangan;
25. Perijinan penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas di jalan
Kabupaten/Kota;
26. Pelaksanaan penyelidikan pelanggaran;
27. Pengumpulan pengolahan data dan analisis kecelakaan lalu lintas di
wilayah Kabupaten/Kota;
28. Pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor;
29. Penyelenggaraan pelayanan pos di pedesaan;
30. Pemberian rekomendasi untuk pendirian kantor pusat jasa titipan;
31. Pemberian izin jasa titipan untuk kantor agen;
32. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) alat komunikasi sebagai
sarana dan prasarana telekomunikasi;
33. Pemberian izin lokasi pembangunan studio dan stasiun pemancar radio
dan/atau televisi.
Peraturan Walikota Kota Serang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pembentukan
dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang terdiri dari :
1. Kepala Dinas;
2. Sekretaris membawahi sub bagian :
a. Sub bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub bagian Keuangan;
99
c. Sub bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
3. Bidang Lalu Lintas dan Angkutan;
4. Bidang Keselamatan, Teknik, Sarana dan Prasarana;
5. Bidang Komunikasi dan Informatika.
Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah
dibidang perhubungan darat dan laut, komunikasi dan informatika berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan.
Sekretariat
Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas.
1. Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan penyusunan
perencanaan, evaluasi, pelaporan, pengelolaan keuangan serta urusan
umum dan kepegawaian.
2. Sekretariat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), menyelenggarakan fungsi :
a. Penyelenggaraan penyusunan perencanaan;
b. Penyelenggaraan pengelolaan administrasi perkantoran, administrasi
keuangandan administrasi kepegawaian;
100
c. Penyelenggaraan urusan umum dan perlengkapan, keprotokolan dan
hubungan masyarakat;
d. Penyelenggaraan penatausahaan, ketatalaksanaan, kearsipan dan
perpustakaan;
e. Pelaksanaan koordinasi, pembinaan, pengendalian, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan kegiatan unit kerja;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris.
2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan umum dan pengelolaan administrasi kepegawaian.
3. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan urusan umum dan pengelolaan
administrasi kepegawaian;
b. Penyelenggaraan urusan umum dan pengelolaan administrasi
kepegawaian;
c. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi kegiatan urusan umum dan
pengelolaan administrasi kepegawaian;
101
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Sub Bagian Keuangan
1. Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris
2. Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan
pengelolaan administrasi keuangan.
3. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Sub Bagian Keuangan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan pengelolaan administrasi keuangan;
b. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan;
c. Pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan pengelolaan
administrasi keuangan;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan
1. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Sekretaris.
2. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas pokok
menyusun perencanaan program dan kegiatan Dinas.
102
3. Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sub
Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan menyelenggarakan fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Dinas;
b. Pelaksanaan penyusunan rencana kerja dan anggaran serta dokumen
pelaksanaan anggaran;
c. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi kegiatan bidang program dan
pelaporan;
d. Pelaksanaan penyusunan laporan kegiatan Dinas;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Bidang Lalu Lintas dan Angkutan
Bidang Lalu Lintas dan Angkutan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
1. Bidang Lalu Lintas dan Angkutan mempunyai tugas pokok merumuskan
dan melaksanakan kebijakan teknis bidang lalu lintas, angkutan dan
perhubungan laut.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang lalu lintas, angkutan dan
perhubungan laut;
103
b. Perumusan kebijakan teknis bidang lalu lintas, angkutan dan
perhubungan laut;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang lalu lintas, angkutan dan
perhubungan laut;
d. Pelaksanaan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang lalu lintas,
angkutan dan perhubungan laut;
e. Pengawasan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan bidang lalu
lintas, angkutan dan perhubungan laut;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Seksi Lalu Lintas
1. Seksi Lalu Lintas dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan.
2. Seksi Lalu Lintas mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan teknis
bidang lalu lintas.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Seksi
Lalu Lintas menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang lalu lintas;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang lalu lintas;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang lalu lintas;
104
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi, fasilitasi bidang lalu lintas;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang lalu lintas;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Seksi Angkutan
1. Seksi Angkutan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan.
2. Seksi Angkutan mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan teknis
bidang angkutan.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Seksi
Angkutan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang angkutan;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang angkutan;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang angkutan;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi, fasilitasi bidang angkutan;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang angkutan;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
105
Seksi Perhubungan Laut
1. Seksi Perhubungan Laut dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan.
2. Seksi Perhubungan Laut mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan
teknis bidang perhubungan laut.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Seksi
Perhubungan Laut menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang perhubungan laut;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang perhubungan
laut;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang perhubungan laut;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi, fasilitasi bidang
perhubungan laut;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang perhubungan laut;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
106
Bidang Keselamatan, Teknik, Sarana dan Prasarana
Bidang Keselamatan, Teknik, Sarana dan Prasarana dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
1. Bidang Keselamatan, Teknik, Sarana dan Prasarana mempunyai tugas
pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis bidang pengujian
kendaraan bermotor, keselamatan, perparkiran dan terminal.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2),
Bidang Keselamatan, Teknik, Sarana dan Prasarana menyelenggarakan
fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang pengujian kendaraan bermotor,
keselamatan, perparkiran dan terminal;
b. Perumusan kebijakan teknis bidang pengujian kendaraan bermotor,
keselamatan, perparkiran dan terminal;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang pengujian kendaraan bermotor,
keselamatan, perparkiran dan terminal;
d. Pelaksanaan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang pengujian
kendaraan bermotor, keselamatan, perparkiran dan terminal;
e. Pengawasan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan bidang
pengujian kendaraan bermotor, keselamatan, perparkiran dan terminal;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
107
Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor
1. Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang brada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang
Keselamatan, Teknik, Sarana dan Prasarana.
2. Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor mempunyai tugas pokok
melaksanakan kebijakan teknis bidang pengujian kendaraan bermotor.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2),
Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang pengujian kendaraan bermotor;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang pengujian
kendaraan bermotor;
c. Penyelenggara kegiatan bidang pengujian kendaraan bermotor;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang
pengujian kendaraan bermotor;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang pengujian kendaraan bermotor;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
108
Seksi Keselamatan
1. Seksi Keselamatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Keselamatan,
Teknik, Sarana dan Prasarana.
2. Seksi Keselamatan mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan
teknis bidang keselamatan.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Seksi
Keselamatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang keselamatan;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang keselamatan;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang keselamatan;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang
keselamatan;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang belanja tidak langsung;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Seksi Perparkiran dan Terminal
1. Seksi Perparkiran dan Terminal dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Keselamatan,
Teknik, Sarana dan Prasarana.
109
2. Seksi Perparkiran dan Terminal mempunyai tugsa pokok melaksanakan
kebijakan teknis bidang perparkiran dan terminal.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Seksi
Perparkiran dan Terminal menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang perparkiran dan terminal;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang perparkiran dan
terminal;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang perparkiran dan terminal;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang
perparkiran dan terminal;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang perparkiran dan terminal;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Bidang Komunikasi dan Informatika
1. Bidang Komunikasi dan Informatika dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Dinas.
2. Bidang Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas pokok
merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis bidang Pos dan
Telekomunikasi, Komunikasi dan Informatika serta persandian.
110
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2),
Bidang Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan fungsi :
a. Mempunyai rencana kegiatan bidang pos dan telekomunikasi,
komunikasi dan informatika serta persandian;
b. Perumusan kebijakan teknis bidang pos dan telekomunikasi,
Komunikasi dan Informatika serta Persandian;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang-bidang pos dan telekomunikasi,
Komunikasi dan Informatika serta Persandian;
d. Pelaksanaan pembinaan koordinasi dan fasilitasi bidang pos dan
telekomunikasi, Komunikasi dan Informatika serta persandian;
e. Pengawasan, evaluasi dan pelaporan pelasanaan kegiatan bidang pos
dan telekomunikasi, komunikasi dan informatika serta persandian;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Seksi Pos dan Telekomunikasi
1. Seksi Pos dan Telekomunikasi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang
Komunikasi dan Informatika.
2. Seksi Pos dan Telekomunikasi mempunyai tugas pokok melaksanakan
kebijakan teknis bidang Pos dan Telekomunikasi.
111
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Seksi
Pos dan Telekomunikasi menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang Pos dan Telekomunikasi;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang Pos dan
Telekomunikasi;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang Pos dan Telekomunikasi;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitiasi bidang Pos
dan Telekomunikasi;
e. Evaluasi dan pelaporan bidnag Pos dan Telekomunikasi;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Seksi Komunikasi dan Informatika
1. Seksi Komunikasi dan Informatika dipimpin oleh seorang kepala seksi
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang
Komunikasi dan Informatika.
2. Seksi Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas pokok
melaksanakan kebijakan teknis bidang Komunikasi dan Informatika.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Seksi
Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang Komunikasi dan Informatika;
112
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang Komunikasi
dan Informatika;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang Komunikasi dan Informatika;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang
Komunikasi dan Informatika;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang Komunikasi dan Informatika;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Seksi SANDITEL
1. Seksi Sanditel dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada kepala Bidang Komunikasi dan
Informatika.
2. Seksi Sanditel mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan teknis
bidang Persandian.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Seksi
Sanditel menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang Persandian;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang Persandian;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang Persandian;
d. Penyusunan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang Persandian;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang Persandian;
113
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
4.2.1 Daftar Informan Penelitian
Pada bab sebelumnya mengenai metodologi penelitian, peneliti telah
menjelaskan dalam pemilihan Informan diperoleh dari kunjungan lapangan yang
dilakukan di lokasi penelitian dimana dipilih secara purposive merupakan metode
penetapan informan dengan berdasarkan informasi yang dibutuhkan, artinya teknik
pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Informan tersebut
ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan
berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informasi sesuai fokus masalah penelitian
(Moleong, 2004:217). Disini peneliti memilih informan yaitu pegawai pemerintah
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang, juru parkir, serta
masyarakat pengguna jasa parkir ditepi jalan umum. Namun, untuk masyarakat
pengguna jasa parkir di tepi jalan umum, peneliti tidak menutup kemungkinan untuk
menggunakan Insidental. Teknik Insidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan / insidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data ( Sugiyono, 2011 : 85 ).
114
Informan tersebut, ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah
yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informan
sesuai fokus masalah penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Daftar Informan Penelitian
NO Informan Kode Informan Kode Informan
1 Instansi
1. Kepala Dishubkominfo Kota Serang
2. Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang
3. Juru Parkir
I1.1
I1.2
I1.3
Key Informan
2 Pengelola Parkir Informal I2 Key Informan
3 Masyarakat Pengguna Jasa
Parkir
I3 Secondary Informan
(Sumber : Peneliti, 2014)
4.2.2 Deskripsi Data
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari hasil
penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teknik analisa
data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai Manajemen Retribusi Parkir Di Kota
Serang. Peneliti menggunakan teori fungsi-fungsi manajemen milik George R Terry
(dalam Badrudin, 2013: 14 ):
115
1. Perencanaan (Planning)
2. Pengorganisasian (Organizing)
3. Penggerakan (Actuating)
4. Pengawasan (Controlling)
Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka dalam
proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara bersamaan.
Seperti yang telah dipaparkan dalam bab 3 sebelumnya, bahwa dalam prosesnya
analisa dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis data menurut
Miles and Huberman (2009:20), yaitu selama penelitian dilakukan dengan
menggunakan 4 tahap penting, diantaranya : pengumpulan data (data collection) yaitu
proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian.
Ini merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat
memperoleh informasi mengenai masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, merangkum, memfokuskan
pada hal yang penting, dicari tema dan polanya.Untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan reduksi data, peneliti memberikan kode pada aspek tertentu, yaitu :
a. Kode Q1,2,3 dan seterusnya menandakan daftar urutan pertanyaan.
b. Kode I1.1, menunjukkan daftar urutan informan dari Kepala Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang.
c. Kode I1.2 menunjukkan daftar urutan informan dari Kepala UPT Parkir Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang.
116
d. Kode I1.3,menunjukkan daftar informan dari Juru Parkir.
e. Kode I2, menunjukkan daftar urutan informan dari Pengelola Parkir Informal.
f. Kode I3 menunjukkan daftar urutan informan dari masyarakat pengguna jasa
parkir.
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data,
penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Beberapa
jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik, jaringan, bagan dan lain
sebagainya yang semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi tersusun
dalam suatu bentuk yang padu (Prastowo, 2011:244). Kemudian penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan
selanjutnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
Analisis data kualitatif yang terakhir menurut Miles dan Huberman (2009 :16)
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah data bersifat jenuh artinya telah
ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan jawaban atas
masalah penelitian.
117
4.3 Deskripisi Temuan Lapangan
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang
peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan yaitu menggunakanteori fungsi-fungsi manajemen milik George R Terry
(Badrudin, 2013: 14 ).
Kota Serang adalah Ibukota Provinsi Banten yang merupakan sebuah kota
dengan julukan Kota Madani. Kota Serang sebagai ibukota provinsi diberikan
kewenangan untuk mengelola dan mengurus segala potensi yang ada, adapun hal
tersebut berdasarkan dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang menekankan peranan
pemerintah daerah untuk mengurus rumah tanggaya sendiri secara mandiri. Lebih
dalamnya undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah di
dalamnya terdapat penjelasan mengenai Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan asli
daerah memiliki peranan yang sangat penting yaitu untuk digunakan untuk
pembangunan daerah. Pendapata Asli Daerah (PAD) berasal dari Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dan Kota Serang memiliki potensi di Retribusi parkir Kota Sernag
yang apabila dioptimalkan cukup untuk membantu meningkatkan PAD Kota Serang.
Retribusi parkir di tepi jalan umum dikelola oleh Dishubkominfo Kota
Serang. Namun untuk kenyataan dilapangan retribusi parkir belum optimalhal ini
terlihat dari belum tercapainya target pendapatan daerah yang berasal dari retribusi
parkir di tepi jalan umum, ketidaksesuaian tarif kendaraan yang dikenakan khususnya
118
pada kendaraan roda dua, belum jelasnya penggunaan karcis parkir, belum
optimalnya pengelolaan zona-zona parkir, belum dilaksanakan sistem penyetoran dari
juru parkir kepada Dishubkominfo serta belum jelasnya sistem pengupahan juru
parkir. Dalam manajemen retribusi parkir Di Kota Serang ini menggunakan teori
fungsi manajemen menurut teori dari George R Terry ( Badrudin, 2013: 14) yang
terdiri dari Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing),
Penggeraan/pengarahan (Actuating), Pengawasan (Controlling).
4.3.1 Perencanaan (Planning)
Perencanaan atau Planning menurut Siagian (2011:88) perencanaan dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dan menurut George R Terry (2009:17)
planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, pelaksanaan perencanaan dan
evaluasi perencanaan. Selanjutnya akan dijelaskan pada setiap aspek dalam
perencanaan (planning).
a. Pengambilan Keputusan
Perencanaan atau rencana merupakan sebuah hasil dari pengambilan
keputusan yang diambil dari alternatif-alternatif dengan memperhatikan aspek-aspek
yang ada. Pengambilan keputusan terkait dasar peraturan, penetapan zona parkir, dan
tarif parkir. Dalam hal ini retribusi parkir tentu didasarkan atas peraturan yang berlaku
119
hal ini sesuai yang dikatakan oleh Kepala Dishubkominfo Kota Serang yang bernama
Bapak Drs. Syafruddin, M.Si atau I1.1 sebagai berikut :
“Ada Peraturan Daerah dan ada juga Undang-undang” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang). Selain itu, Kepala UPT Dishubkominfo Kota Serang yang bernama Bapak
Ahmad Yani, SE atau I1.2 menambahkan sebagai berikut :
“UUD Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan daerah No. 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah. Jadi, sekarang kita sudah punya perda yang mengatur tentang retribusi daerah, namun pada pelaksanaan nya masih banyak yang harus dibenahi, akibat masih umumnya perda yang ada”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan mengenai perencanaan mengenai manajemen retribusi parkir di Kota
Serang mengacu kepada peraturan atau undang-undang diatasnya dan diatur kembali
dengan perda.
Adapun perda terkait pengmabilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang No. 28 Tahun 2009, tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
2. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011, tentang Retribusi Daerah.
3. Keputusan Wali Kota Serang No. 550/ kep. 108-Huk-Org/2008, tentang
Pendelegasian Wewenang kepada Pejabat di Lingkungan Dihubkominfo
Kota Serang.
120
Dalam hal retribusi di Kota Serang yang lebih mengacu kepada Peraturan
Daerah No. 13 Tahun 2011 yang dibuat dengan persetujuan bersama DPRD Kota
Serang dan Walikota Serang (tercantum dalam Perda halaman 5) . Dari Peraturan
daerah yang kemudian dibuat Keputusan Walikota Serang terkait pendelegasian
wewenang kepada pejabat di lingkungan Dishubkominfo Kota Serang yaitu Keputusan
Wali Kota Serang No. 550/ kep. 108-Huk-Org/2008, merupakan rujukan terkait aturan
retribusi parkir di Kota Serang.
Namun seperti yang kita ketahui kekurangan dari peraturan perundang-
undangan adalah kurang fleksibel atau kurang mengikuti perkembangan masa kini
atau bersifat kaku sehingga sedikit banyak masih terdapat kekurangan dan perlu
perbaikan, hal ini seperti yang diungkapkan dalam pertanyaan Adakah beberapa aspek
peraturan atau keputusan yang perlu dibenahi? Yang diajukan kepada Kepala
Dishubkominfo dan Kepala UPT Dishubkominfo. Adapun yang disampaikan oleh
Kepala Dishubkominfo Kota Serang I1.1 mengatakan sebagai berikut:
“Zona-zona parkir masih banyak yang belum terjamaah koordinator. Itu salah satu yang harus dibenahi. Jadi, masih banyak hal yang harus dibenahi dalam perparkiran di Kota Serang”(Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang).
Pernyataan di atas membuka pertanyaan baru mengenai pengambilan
keputusan yaitu tentang pengambilan keputusan mengenai penetapan Zona Parkir.
Zona parkir yang diatur dalam retribusi parkir tepi jalan umum di Kota Serang dibagi
menjadi sebagai berikut:
121
Tabel 4.4 Zona Parkir sebelum perombakan
NO ZONA WILAYAH 1
ZONA I
Jl. Ahmad Yani 2 Jl. Maulana Yusuf 3 Jl. Tirtayasa 4 Jl. Juhdi 5 Jl. Veteran 6 Jl. Alun-alun Timur (Sop Ikan) 7 Jl. KH. Sochari
NO ZONA WILAYAH 1
ZONA II
Jl. Sam'un Bakri 2 Pangkalan Truk Taman Sari 3 Pasar Karangantu 4 Jl. Raya Banten (Lopang) 5 Pasar Lama 6 Seputar Pasar Lama (BCA) 7 Jl. Hasanudin 8 Jl. Purbaya 9 Jl. Ponogoro 10 Jl. Kali Gandu
NO ZONA WILAYAH 1
ZONA III
Jl. Raya Ciwaru 2 Jl. KH.Fatah Hasan 3 Jl. KH.Abdul Latief 4 Blok M.Pasar Rau + Terminal Cangkring 5 Jl. Ayip Usman 6 Jl. Tb.Sueb 7 Jl. Sudirman 8 Jl. Trip Jamaksari 9 Jl. Raya Jakarta (Kemang) 10 Pasar Kalodran s/d Pakupatan + Jl. Syeh Nawawi 11 Jl. Bayangkara 12 Alun-alun 13 Pasar Taman Sari 14 Jl. Raya Cilame 15 Jl. Raya Ciomas (Palima)
NO ZONA WILAYAH
122
1
ZONA IV
Jl. Brigjen Sam'un 2 Jl. Mayor Syafei 3 Jl. Raya Cilegon 4 Jl. Kagungan Lontar 5 Jl. Kaloran Brimob 6 Jl. Raya Taktakan 7 Jl. Letnan Jidun 8 Depan Taman Kopassus 9 Jl. Amin Jasuta 10 Prapatan Kaujon 11 Jl. Yumaga 12 Jl. Ki Mas Jong 13 Jl. Kebon Jahe 14 Jl. KH.Khotib 15 Jl. Lingkar Selatan (Ciracas) 16 Jl. Raya Cipocok Jaya 17 Jl. RS.DKT 18 Sop Ikan (Taman Kopassus)
Sumber: Diolah peneliti dari UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, 2012
Dapat dilihat tabel di atas bahwa dalam manajemen parkir di Kota Serang atau
zona parkir di tepi jalan umum di Kota Serang dibagi menjadi 4 Zona masing-masing
zona terdapat jalan yang ramai dan jalan yang sepi, namun setelah beberapa waktu
terdapat perubahan zona parkir, jika sebelumnya terdapat 4 zona kemudian terjadi
perubahan menjadi 9 Zona yaitu sebagai berikut:
123
Tabel 4.5 Zona Parkir setelah perombakan
NO ZONA WILAYAH 1
ZONA I
Jl. Tirtayasa 2 Jl. Juhdi 3 Jl. Veteran (bjb s/d Sp4 Pisang Mas) 4 Jl. Maulana Yusuf 5 Seputaran Taman Sari
1
ZONA II
Jl. Hasanudin 2 Seputaran Pasar aLama (BCA) 3 Jl. Raya Banten (Prapatan Lopang) 4 Jl. Diponegoro 5 Simpang Tiga On on s/d Blok M
1
ZONA III
Seeputaran Alun-alun 2 Jl. Ki Mas Jong 3 Jl. Veteran (Ramayana s/d Alun-alun Barat) 4 Jl. Brigjen Sam’un 5 Jl. Ki Uju Kaujon
1
ZONA IV
Mayor Syafei 2 Jl. Raya Cilegon 3 Jl. Purbaya 4 Jl. Kagungan Lontar s/d Prapatan Brimob
1
ZONA V
Jl. KH. Abd. Latief 2 Jl. Sam’un Bakri 3 Jl. Tb. Sueb 4 Jl. Ayip Usman 5 Jl. Raya Kaligandu
1
ZONA VI
Jl. Ahmad Yani 2 Jl. Sudirman 3 Jl. Raya Jakarta 4 Pasar Kalodran 5 Jl. Syech Nawawi / Polda
124
1
ZONA VII
Jl. Yumaga 2 Jl. KH. Fatah Hasan 3 Jl. KH. Abdul Hadi 4 Jl. Raya Ciwaru 5 Jl. KH. Khotib (Kedalingan)
1
ZONA VIII
Jl. KH. Sochari 2 Jl. Ki Ajurum Cipocok 3 Jl. Bhayangkara 4 Jl. Raya Pandeglang +Tengkele
1
ZONA IX
Jl. Raya Letnan Jidun 2 Jl. Tb. Ma’mun s/d Cikulur 3 Jl. Raya Taktakan 4 Jl. Lingkar Selatan Ciracas
Sumber: Diolah peneliti dari UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, 2015
Tabel di atas menunjukkan perubahan yang signifikan. Jika pada tabel
sebelumnya menunjukkan 4 Zona dengan pembagian zona yang tidak tetap, maka
perubahan zona ini lebih terlihat rapi walau zona yang terbagi menjadi lebih banyak.
Pembagian zona setelah perubahan menjadi teratur masing-masing zona terdiri dari 4-
5 jalan. Pengambilan keputusan ini tentunya nantinya akan menjadi kemudahan
dalam pengawasan. Seperti yang disampaikan oleh I1.2 sebagaiberikut:
“UPT membentuk zona, intinya dapat membantu dalam memantau atau mempermudah pengawasan, membedakan potensi besar dan kecil dari bentangan wilayah yang luas, untuk mempermudah menyelesaikan / pengawasan dan pengendalian tidak melebar ke zona lain serta memudahkan dalam hal pemberian pengarahan kepada juru parkir terkait perparkiran di Kota Serang”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
125
Zona parkir dibuat oleh UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang yang
diketahui dan disetujui oleh Kepala Dishubkominfo Kota Serang. Seperti hasil
wawancara diatas dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang
pembagian zona masih memiliki kelemahan dalam pengambilan keputusan zona ini
adalah tidak jelasnya pembagian zona berdasarkan pada apa, dan tidak jelasnya
penetapan zona ramai dan zona sepi, belum ada tolak ukur yang jelas untuk
penetapan Zona Parkir.
Selain belum jelasnya alasan penetapan zona parkir dalam pengambilan
keputusan adalah penetapan tarif parkir. Adapun tarif parkir atau penetapan retribusi
parkir menurut Iksan dan Salomo ( 2002: 153-155 ) harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Efesiensi alokasi sumber daya (allocative efficiency).
2. Keadilan (equity).
3. Perhitungan yang jelas (financial requirements).
4. Memperhitungkan kelestarian lingkungan.
5. Aspek lainnya.
Adapun dalam Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah
pada paragrap 4 mengenai struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan parkir di
tepi jalan umum pada pasal 33 adalah sebagai berikut:
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
digolongkan berdasarkan jenis pelayanan parkir yang diberikan;
126
(2) Tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran V dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Penentuan tarif mengacu kepada Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Retribusi Daerah, pada lampiran V Perda Kota Serang Nomor 13 tahun 2011
tentang retribusi daerah, disebutkan bahwa tarif kendaraan bermotor roda dua yaitu
Rp. 1.000/ kendaraan, namun yang terjadi adalah pengguna jasa dikenakan tarif
sebesar Rp. 2.000/ kendaraan. Hal ini peneliti alami sendiri dan juga dialami oleh I3.2
selaku pengguna jasa yang mengatakan sebagai berikut:
“Bayar parkir motor Rp. 2.000, mau lama mau sebentar, kalau dikasih Rp. 1.000 seringnya sih ditolak” (Wawacara dengan Saudara Iyan, 21 Agustus 2015, Pukul 16.45 WIB,di Jl. Alun-alun )
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh I3.3 sebagai berikut:
“Biasanya sih 2.000 kadang juga 1.000 engga apa apa, tapi ada juga yang dikasih 1.000 masih gamau tetep aja minta 2.000, tapi saya sendiri gatau sebenernya berapa ketetapan untuk bayar parkir roda dua”(Wawacara dengan Saudara Aryan, 21 Agustus 2015, Pukul 19.15 WIB,di Jl. Veteran )
Hasil wawancara demikian juga disampaikan oleh beberapa narasumber juga
merasakan ketidakadilan dalam penggenaan tarif parkir. Adapun alasan mendasar
dari penetapan tarif sebesar Rp. 1.000,- untuk kendaraan roda dua dan Rp. 2.000,-
untuk kendaraan roda empat ditetapkan berdasarkan target pendapatan yang harus
dicapai. Menurut sumber lain penetapan dengan cara seperti ini biasanya dilakukan
terhadap layanan-layanan yang sangat sulit dihitung biayanya, karena adanya
127
komponen-komponen tertentu dari layanan tersebut yang tidak dapat dihitung kecuali
hanya sekedar biaya administrasi untuk melakukan pemungutannya saja. Retribusi
seperti ini biasanya dipungut oleh unit-unit yang secara langsung berada dalam
struktur organisasi pemda, misalnya retribusi parkir dipungut atau dikelola oleh
Badan Pengelola Perparkiran. Pada pungutan retribusi parkir, sulit sekali dijelaskan
mengapa atau atas dasar apa tarif parkir ditetapkan besarnya, misalnya Rp. 2000,-
untuk jam pertama dan Rp. 1000,- untuk setiap jam berikutnya.
Berdasarkan beberapa pengambilan keputusan terkait dasar peraturan,
penetapan zona parkir, dan tarif parkir, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan belum dilakukan dengan maksimal dengan memperhatikan aspek-aspek
dan alasan yang jelas dan belum menjawab dari kendala-kendala yang akan dihadapi
dalam pelaksanaan.
b. Pelaksanaan Perencanaan
Dalam pelaksanaan perencanaan didasarkan pada beberapa aspek. Aspek-
aspek yang terkait dalam pelaksanaan perencaanaan yaitu masterplan, pengelolaan
hasil, target dan realisasi serta sistem penyetoran retribusi parkir di tepi jalan umum.
Sebagian besar pelaksanaan mengacu pada masterplan. Masterplan
sekumpulan perencanaan yag berisi tujuan dari perencanaan, bagaimana perencanaan
dilaksanakan, siapa yang menjalankan pelaksanaan dan bagaimana atau evaluasi dari
pelaksanaan. Masterplan dibuat oleh Dishubkominfo Kota Serang. Adapun terkait
128
manajemen retribusi parkir di Kota Serang terdapat masterplan adapun pendapat I1-2
mengenai masterplan adalah sebagai berikut:
“Ada masterplan karena potensi besar harus melihat kondisi lapangan yang masuk hanya 20-30%” (Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 16 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ). Kepala Dishubkominfo Kota Serang juga mengiyakan bahwa sudah ada
masterplan seperti dalam wawancara:
“Ada masterplan” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang). Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, menunjukkan bahwa terdapat
masterplan dalam manjemen retribusi parkir di Kota Serang, namun dalam
penelusuran dokumen yang dilakukan peneliti tidak mendapatkan adanya
masterplan. Namun, pada kenyataannya banyak sekali perencanaan yang dibuat oleh
pemerintah, tetapi belum sampai menjadi masterplan. Perencanaan yang ada masih
belum sesuai dengan pelaksanaannya, terkadang dalam pelaksanaan perencanaan
pelaku atau pelaksana menemui kendala yang cara mengatasinya belum disiapkan
dalam perencanaan sehingga perlu mengambil langkah improvisasi yang terkadang
tidak sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam hal ini peneliti mencoba
menggali informasi mengenai apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan
yang dibuat, dibawah ini adalah jawaban yang disampaikan oleh Kepala
Dishubkominfo I1.1sebagai berikut:
129
“Masih Jauh. Perencanaan sudah sesuai, tapi ada kekurangan yang harus dibenahi seperti masih belum maksimalnya pemasukan daeri parkir”(Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang)
Pernyataan yang hampir serupa juga disampaikan oleh Kepala UPT Parkir
Dishubkominfo Kota Serang I1.2 yang mengatakan sebagai berikut:
“Kalau untuk perencanaan sudah sesuai hanya saja untuk mekanisme antara perencanaan ada perubahan dengan pelaksanaan , semuanya tergantung dengan kondisi dilapangan, karena kondisi dilapangan tidak selalu mulus”. (Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Untuk mengetahui bagaimana perencanaan penyeleggaraan parkir di Kota
Serang di bawah ini merupakan penjabaran mengenai parkir umum berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 7 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Bidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika di Kota Serang pada
bagian ke enam mengenai parkir umum sebagai berikut:
1. Paragraf I (Fasilitas parkir umum dan penyelenggaran perpakiran)
- Pasal 65
(1) Parkir untuk umum diselenggarakan di tepi jalan umum dan atau
dengan fasilitas khusus berupa pedagang atau taman parkir.
(2) Parkir untuk umum di tepi jalan umum dilaksanakan pada badan jalan
dan atau pada daerah milik jalan, daerah pengawasan jalan yang
merupakan satu kesatuan wilayah lalu lintas dan angkutan jalan.
130
(3) Penyelenggaraan parkir untuk umum dengan fasilitas khusus berupa
gedung parkir dan atau taman parkir dilaksanakan di pusat-pusat
kegiatan baik di dalam kota, kawasan wisata, kawasan penidikan atau
tempat-tempat lain yang ditetapkan peruntukannya sebagai lahan
parkir khusus
- Pasal 66
(1) Penyelenggaraan parkir untuk umum di badan jalan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 65 ayat (2) dilaksanakan dengan
memperhatikan:
a. Satuan Ruang Parkir (SRP) ditetapkan berdasarkan perbandingan
volume kendaraan dengan kapasitas jalan (V/C Ratio), jenis
kendaraan, dengan konfigurasi arah parkir sejajar atau sudut.
b. Dinyatakan oleh rambu-rambu peruntukan parkir dan marka jalan
(2) Penyelenggaraan parkir untuk umum di daerah milik jalan atau daerah
pengawasan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (2)
dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Keluar masuk kendaraan tempat dan atau keluar dari tempat parkir
diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan hambatan,
gangguan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas pada jaringan
jalan yang secara langsung dipengaruhi
b. Tidak menimbulkan kerusakan terhadap perlengkapan jalan
131
- Pasal 67
Fasilitas parkir untuk umum yang diselenggarakan di gedung parkir dan
atau di taman parkir, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tempat parkir harus merupakan bagian atau didukung dengan
manajemen lalu lintas pada jaringan jalan sekitarnya;
b. Lokasi parkir harus memiliki akses yang mudah ke pusat kegiatan
c. Satuan Ruang Parkir (SRP) diberi tanda-tanda yang jelas berupa kode
atau nomor lantai, nomor lajur dan marka jalan.
- Pasal 68
(1) Parkir untuk umum ditepi jalan umum diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, dengan cara:
a. Parkir yang dilaksanakan pada badan jalan hanya diselenggarakan oleh
pemerintah daerah dan dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga;
b. Parkir yang dilaksanakan di daerah milik jalan atau daerah
pengawasan jalan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pemilik lahan yang
berada disekitar fasilitas parkir
(2) Penyelenggaraan parkir untuk umum yang dilaksanakan di gedung
parkir atau taman parkir, dapat berupa usaha parkir umum secara
132
penuh atau usaha tambahan yang memanfaatkan fasilitas pendukung
dari suatu sistem kegiatan;
(3) Usaha parkir umum sebagaimana di maksud pada ayat (2), dapat
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Badan Hukum atau
Perorangan;
(4) Parkir umum yang merupakan usaha tambaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), diselenggarakan dengan cara kerja sama teknis Antara
Pemerintah Daerah dengan pemilik fasilitas parkir.
- Pasal 69
(1) Usaha parkir umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (2)
yang diselenggarakan oleh Badan Hukum atau Perseorangan
dilaksanakan setelah mendapat izin dari kepala dinas;
(2) Pemilik izin untuk usaha parkir umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib melaksanakan kerja sama teknis dengan pemerintah
daerah dan dikenakan pajak parkir
Penjabaran di atas mengenai perencanaan retribusi dan penyelenggaraan
parkir telah jelas dijabarkan adapun yang harus diperhatikan adalah
perencanaan mengenai sistem pengelolaan hasil dari Retribusi Parkir. Karena
pada prinsipnya retribusi digunakan untuk penunjang pendapatan daerah
sehingga retribusi harus ditingkatkan sebagai bentuk kreatifitas atau tindakan
133
dalam kemandirian daerah terhadap anggarannya. Adapun terkait retribusi
parkir di kota Serang pengelolaan hasil retribusi parkir menurut Kepala
Dishubkominfo Kota Serang sebagai berikut :
“Digunakan untuk menambah pendapatan daerah.” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang adalah sebagai berikut:
“Hasil retribusi parkir yang diterima dishub dari juru parkir itu kemudian direkap dan disetorkan kepada DPPKD. Uang dari hasil setoran tidak boleh mengendap di kantor dishub”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Berdasarkan wawancara di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa
pengelolaan hasil retribusi digunakan untuk menambah pendapatan asli
daerah (PAD) guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan daerah. Adapun
berdasarkan informasi yang telah didapat, pengelolaan hasil retribusi
sepenuhnya diserahkan kepada dinas yang berwenang yaitu DPPKD Kota
Serang. Adapun bagaimana pengelolaan hasil retribusi belum dijelaskan lebih
detail oleh DPPKD Kota Serang. Berdasarkan studi dokumentasi menemukan
bahwa realisasi retribusi parkir di tepi jalan umum pada tahun 2014
ditargetkan mencapai Rp 700.000.000 namun dalam realisasinya belum
mencapai target sehingga jika dikatakan menyumbang pendapatan daerah
134
maka persentase nya sangat kecil sehingga bila dijabarkan bagaimana
pengelolaan hasil retribusi parkir tidak terlihat jelas partisipasinya. Terkait
target yang tidak mencapai realisasi akan dibahas lebih dalam pada paragraph
selanjutnya.
Pencapaian target yang ditetapkan oleh setiap dinas menunjukan
optimalisasi kinerja dinas tersebut. Realisasi 100% menunjukan kinerja yang
baik, sedangkan realisasi yang kurang dari target menunjukan kurang
optimalnya kinerja suatu dinas. Hal ini tergambar di Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang, khususnya UPT
Parkir. Menggali lebih dalam bagaimana pengelolaan retribusi parkir dilihat
dari target dan realisasinya yang sudah berjalan selama ini:
Tabel 4.6 Target dan Realisasi
Tahun Target Realisasi
2014 700.000.000 283.233.000
Sumber: Diolah peneliti dari DPPKD Kota Serang, 2014
Tabel di atas menunjukkan bahwa antara target dan realisasi begitu terjadi
ketimpangan di mana realisasi bahkan jauh dari target sehingga setiap
tahunnya Kota Serang menurunkan targetnya namun turun juga terhadap
realisasinya. Adapun bagaimana target ditetapkan berdasarkan hasil observasi
135
dan beberapa sumber terkait bahwa penetapan target dilakukan pada awal
tahun dengan mengadakan rapat internal Dishubkominfo dengan agenda
pengajuan target untuk diajukan dan disetujui oleh DPRD, namun pada
kenyataannya DPRD memiliki perhitungan tersendiri dalam penentuan target,
sementara DPRD tidak melihat kemampuan Dishubkominfo dalam realisasi
target. Sementara masih banyak kendala dilapangan yang dihadapi oleh
Dishubkominfo dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan. Salah
satunya adalah sistem penyetoran yang belum jelas.
Adapun berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
narasumber peneliti belum Jelasnya sistem penyetoran yang harus dilakukan
Menurut Bapak Ahmad Yani selaku kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang mengatakan sebagai berikut:
“Sistem penyetoran dari juru parkir kepada UPT Parkir telah diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, namun pada kenyataanya disesuaikan dengan kondisi di lapangan”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Adapun pernyataan ini semakin di perkuat berdasarkan penyataan beberapa
Juru Parkir sebagai berikut:
“Setoran disini sehari 25.000 buat 2 orang, yang jaga pagi sampe siang sama siang sampe malem. Sisanya buat kita orang setoran dikasih ke koordinator, baru koordinator ngasih ke dishub” (Wawancara dengan Juru Parkir, Pamungkas, Pada 5 September 2015 di Jl. Bhayangkara ).
136
Pernyataan lain mengenai sistem penyetoran parkir juga didapatkan
pernyataan dari I1.3.2 sebagai berikut:
“Setoran sehari 100.000, buat yang punya lahan 50.000 buat ke dishub 50.000” (Wawancara dengan Juru Parkir, Ilham, Pada 5 September 2015 di Jl. Lingkar Selatan Ciracas ).
Pernyataan ketiga masih belum memberikan titik terang bahwa ada sistem
yang jelas untuk penyetoran. Adapun pernyataan ini disampaikan oleh I1.3.4yaitu:
“Setoran disini 5.000 perhari, kalo saya bulanan, sebulan 200.000 langsung ke dishub sisanya buat saya”(Wawancara dengan Juru Parkir, Tomi, Pada 10 September 2015 di Jl. Fatah Hasan ).
Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan bahwa belum ada sistem yang
jelas dalam penyetoran hal inilah yang menyebabkan antara target dan realisasi tidak
ada ketercapaian sehingga perlu dilakukan pembenahan terhadap sistem penyetoran
retribusi parkir. Berdasrkan hasil analisis peneliti sistem penyetoran parkir yang tidak
jelas ini dikarenakan melihat kondisi lapangan yang tidak selalu menguntungkan.
Misalnya dengan adanya pengguna yang tidak membayar parkir sehingga tentunya
hal ini mengurangi pendapatan. Selain berdasarkan hasil analisis peneliti hal ini juga
didasarkan pada wawancara peneliti yang menghasilkan 4 dari 5 juru parkir
mengatakan ada saja yang tidak membayar parkir. Aspek inilah yang dinilai dari
keseriusan dan ketidakseriusan pemerintah dalam peningkatan retribusi parkir karena
bukan tidak mungkin retribusi parkir dapat membantu peningkatan PAD.
137
c. Evaluasi Perencanaan
Tujuan akhir dari perencanaan adalah tercapainya tujuan akhir yang telah
ditetapkan. Saat pelaksanaan perencanaan sudah berjalan baik maka langkah yang
dilakukan adalah evaluasi dari perencanaan tersebut apakah sudah membantu untuk
mencapai tujuan, apakah perencanaan yang dilakukan sudah tepat sesuai sasaran
atau perlu penggantian, maka dari itu evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui
kekurangan atau kelebihan agar dapat meningkatkan apa yang diperlu dilakukan
nantinya. Evaluasi perencanaan biasanya dilakukan secara berkala. Hal ini juga
dilakukan dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang yang peneliti dapatkan
dari narasumber yaitu Kepala Dishubkominfo Kotas Serang I1.1 yang mengatakan
sebagai berikut:
“Ada, setiap bulan dan ada juga yang 3 bulan” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang)
Pernyataan dari Kepala Dishubkominfo dirasa belum mampu menjawab apa
yang peneliti cari, sehingga peneliti mendapatkan pernyataan dari Kepala UPT
Parkir Dishubkominfo Kota Serang I1.2 sebagai berikut
“Evaluasi ada perbulan, triwulan, perenambulan dan eavaluasi Pertahun. Memuat pendapatan, kinerja, situasi di lapangan. Biasanya dipimpin oleh Kepala Dinas, UPT Pelaksana di lapangan, koordinator selaku user dan melibatkan TNI dan POLRI” (Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Dari kedua pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam manajemen
retribusi parkir Kota Serang evaluasi perencanaan dilakukan secara berkala. Namun
138
dari 5 hasil wawanara dengan pelaksana atau Juru Parkir kelimanya menjawab tidak
ada evaluasi selama ini, saat di konfirmasi terkait evaluasi dengan petugas. Seperti
yang telah disampaikan sebelumnya bahwa evaluasi sangat penting dilakukan untuk
menjawab masalah atau kendala yang dihadapi saat pelaksanaan perencanaan hal ini
peneliti melakukan konfirmasi dengan I1.1 yang mengatakan bahwa evaluasi yang
dilakukan sudah mampu menjawab atau memberikan jawaban yang bisa terjadi.
Sangat disayangkan narasumber I1.1 kurang komunikatif dengan peneliti sehingga
konfirmasi ulang dilakukan kepada I1.2 hanya saja jawaban yang kurang sesuai yaitu
jawaban yang dilontarkan adalah evaluasi memuat pendapatan, kinerja dan situasi
lapangan. Hal ini semakin memberikan gambaran bahwa evaluasi perencanaan
manajemen pegelolaan retribusi parkir di Kota Serang belum dilaksanakan dengan
maksimal.
Berdasarkan penjabaran mengenai aspek-aspek terkait perencanaan maka
dapat disimpulkan dari segi perencanaan manajemen retribusi parkir di Kota Serang
belum dilaksanakan dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan :
1. Aspek-aspek peraturan atau keputusan masih perlu perbaikan atau dilengkapi
agar semakin jelas dalam apa yang akan direncanakan dalam manajemen
pengelolaa retribusi parkir di Kota Serang.
2. Antara perencanaan dan pelaksanaan perencanaan masih belum sesuai.
3. Manajemen retribusi parkir Kota Serang evaluasi perencanaan dilakukan
secara berkala.
139
4.3.2 Pengorganisasian (Organizing)
Menurut Siagian (2011:95), pengorganisasian adalah keseluruhan proses
pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggungjawab dan wewenang
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu
kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Jika pembahasan di atas kita membicarakan mengenai Perencanaan maka
pada pembahasan ini kita akan membicarakan bagaimana Pengorganisasian dalam
manajemen retribusi parker di Kota Serang, dilihat dari alat-alat, tugas, orang-orang
dan lain sebagainya untuk optimalisasi retribusi parkir di Kota Serang itu sendiri.
Dalam pengorganisasian ada dua aspek yang akan dibahas yaitu tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan Sistem Pemungutan.
a. Standar Operasional Prosedur
Standar Operasional Prosedur adalah sebuah aturan yang dirancang yang
digunakan sebagai batasan-batasan dalam pelaksanaan atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa standar operasional prosedur adalah sebuah bentuk pengorganisasian
yang dibuat berdasarkan perencanaan dan kesepakatan dari para pelaksana. Biasanya
Standar operasional prosedur ada disetiap organisasi bahkan disetiap program hal ini
juga disampaikan oleh Kepala Dishubkominfo Kota Serang sebagai berikut:
“Pengelolaan sudah ada didalam peraturan” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang)
140
Dirasa jawaban masih kurang cukup, dilakukan wawancara dengan Kepala
UPT Dishubkominfo Kota Serang saat dikonfirmasi mengenai bagaimana pengelolaan
retribusi parkir di Kota Serang sebagai berikut:
“Tertuang dalam SOP, mengenai penyebaran karcis kepada juru parkir, pungutan, penarikan, pencatatan di UPT, penyetoran kepada bendahara, dan pendapatan disetor kepada DPPKD melalui bank” (Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam manajemen retribusi parkir
sudah terstruktur dengan baik. Adapun SOP dalam Retribusi parkir di Kota Serang
terbagi menjadi dua yaitu SOP Pelayanan Retribusi Parkir dan SOP Pembuatan (Surat
Perintah Tugas ) Koordinator Parkir. Dibawah ini akan di lampirkan bagan SOP
Pelayanan Retribusi Parkir :
Gambar 4.2 SOP Pelayanan Retribusi Parkir
Sumber : Diolah oleh Peneliti dari Dishubkominfo Standar Operasional Prosedur (SOP) UPT Parkir,
2015
141
Berdasarkan bagan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan retribusi parkir
telah terencana dengan rapi. Adapun dasar-dasar dari SOP tersebut mengacu kepada
Undang-undang dan juga Perda adapun rincian dasar hukum sebagai berikut:
- Undang-undang No. 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan
- Undang-undang No. 28 Tahun 2009, tentang Pajak dan Retribusi Daerah
- Peraturan Daerah No. 07 Tahun 200, tentang Penyelenggaraan Bidang
Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang
- Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011, tentang Retribusi Daerah
- Peraturan Daerah No. 05 Tahun 2014, tentang Pembentukan dan Susuan
Organisasi Daerah Kota Serang (SOTK Perubahan Perda No. 07 Tahun
2008)
- Keputusan Wali Kota Serang No. 550/ kep. 108-Huk-Org/2008, tentang
Pendelegasian Wewenang kepada Pejabat di Lingkungan Dihubkominfo
Kota Serang
Adapun untuk memperdalam analisis digunakan perda yang dijelaskan secara
global misalnya seperti dalam perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah yang menjelaskan Konsep Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dari
segi objek, subjek, dan juga mengenai prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif yang
tertuang dalam pasal 32. Pasal 32 tersebut menjelaskan secara jelas apa-apa saja yang
harus dilakukan dalam meningkatkan retribusi parkir. Isi perda yang menyagkut
mengenai retribusi parkir yaitu sebagai berikut:
142
1. Bagian Kelima (Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum Paragraf 1 Nama,
Objek dan Subjek
- Pasal 28
Dengan nama retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dipungut
retribusi sebagai pembayaran atas setiap pelayanan parkir di tepi jalan
umum yang diberikan oleh pemerintah daerah.
- Pasal 29
Obyek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum merupakan
penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh
Pemerintah Daerah.
- Pasal 30
Subyek retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum adalah orang pribadi
atau Badan yang memperoleh jasa pelayanan parkir di tepi jalan umum
2. Paragraf 2 (Cara mengukur tingkat penggunaan jasa retribusi pelayanan parkir di
tepi jalan umum)
- Pasal 31
Tingkat penggunaan jasa pada Retribusi pelayanan parkir di tepi Jalan
umum diukur berdasarkan jenis kendaraan dan jangka waktu.
3. Paragraf 3 (Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarya tarif retribusi
pelayanan parkir di Tepi Jalan Umum)
143
- Pasal 32
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi pelayanan parkir di tepi
jalan umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa
yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan
efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
Adapun standar dalam retribusi parkir tertera dalam Perda Kota Serang
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah Pada Bab IV dan Bab VII yang akan
di uraikan lebih rinci di bawah ini:
1. Bab IV Tata Cara Penghitung Retribusi Pasal 142:
1) Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara
tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi.
2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya
yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang
bersangkutan.
3) Apabila tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sulit diukur, maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan
rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah.
4) Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus mecerminkan
beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan
jasa tersebut.
144
5) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah nilai
rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung
besarnya retribusi yang terhutang.
6) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan
seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan
sasaran penetapan tarif retribusi.
2. Bab VII Tata Cara Pemungutan Retribusi Pasal 145
1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat berupa kupon, karcis dan kartu langganan.
3) Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur dengan Peraturan
Walikota.
Pada tata cara pemungutan retribusi dijelaskan di atas adalah dengan
menggunakan karcis hal ini juga dilakukan oleh retribusi parkir. Dishub mengeluarkan
karcis dengan mekanisme yang telah dijabarkan oleh narasumber yaitu sebagai berikut:
“Pembuatan dilakukan oleh sekretariat dishub. Sudah dianggarkan karena ada untuk terminal dan parkir. Dalam 1 tahun kurang lebih 30 juta. Bagaimana bisa menghasilkan yang besar butuh anggaran yang lebih untuk mendapatkan hasil yang besar. Karcis yang asli ada tanda koorporasi lobang DPPKD baru bernialai uang. Prosesnya dari UPT, kepala dinas, baru di legislasi DPPKD, UPT lagi baru UPT distribusi melalui koordinator” (Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
145
Kepala Dishub juga menambahkan bahwa :
“Penentuan tarif ditentukan oleh dishub, DPPKD serta DPRD” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang) Pernyataan dari narasumber lain mengenai karcis parkir disampaikan oleh
Kepala Subag umum dan kepegawaian Dishubkominfo Kota Serang mengatakan
sebagai berikut:
“Karcis parkir yang legal sudah dikeluarkan dan diketahui oleh DPPKD Kota Serang”(Wawancara dengan Ibu Hj. Eti Sukmawati, 18 Februari 2013 di Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang ).
Pernyataan di atas tidak sesuai dengan kondisi dilapangan. Kondisi dilapangan
adalah karcis parkir yang masih berbeda-beda disetiap juru parkir. Masih terdapat juru
parkir yang menggunakan karcis parkir hasil buatan sendiri, baik fotocopy, tulisan
tangan bahkan didesain sesuai keinginan juru parkir. Ini ditunjukkan dari hasil
wawancara dengan juru parkir I1.3.1sampai dengan I1.3.3yang sebagian besar tidak
mengetahui bahwa Dishubkominfo mengeluarkan karcis resmi. Adapun narasumber
yang mengatakan ada yaitu sebagai berikut:
“Ada, kalo karcis dari Dishub itu sebulan sekali dikasihnya, kalo belum sebulan udah abis, pakai kartu sendiri” (Wawancara dengan Juru Parkir, Tomi, Pada 10 September 2015, di Jl. Fatah Hasan).
Pernyataan lain terkait menggunakan karcis parkir buatan sendiri yaitu
pernyataan dari I1.3.3 yang mengatakan sebagai berikut:
“Kalau karcis buatan Dishub sih saya tidak tahu, soalnya kalo di sini mah karcisnya buat sendiri” (Wawancara dengan Juru Parkir, Herman, Pada 10 September 2015 di Jl. Alun-alun ).
146
Berdasarkan dari pernyataan dan informasi di atas menunjukkan bahwa
terdapat penyimpangan SOP melalui Karcis Parkir. Dalam hal ini pemerintah terkait
atau Dishubkominfo harus segera mengambil tindakan untuk ketegasan terkait karcis
parkir karena tidak adanya karcis parkir tentu menimbulkan penyimpangan lain yaitu
tarif parkir yang tidak sesuai dengan aturan yang ada dan telah dijelaskan pada poin
sebelumnya. Sehingga dari keseluruhan mengenai SOP dapat di simpulkan bahwa
SOP perlu dipertegas dan di perjelas serta disesuaikan dengan pelaksanaannya. Selain
Standar operasional prosedur yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian adalah
Sumber daya manusa (SDM).
b. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia atau orang-orang tentu diperlukan untuk pelaksanaan
manajemen retribusi parkir di Kota Serang. Dalam sumber daya manusia mencakup
kegiatan pengambilan pengupahan dan rekruitmen juru parkir. Ada beberapa SDM
dengan tingkat kewenangan tertentu dari hirarki yang paling atas sampai yang paling
bawah. Dalam hal ini adalah untuk hirarki atau orang dengan kewenangan dan
tanggung jawab paling tinggi adalah Kepala Dishubkominfo sedangkan untuk
dihirarki yang paling bawah adalah Juru Parkir. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota
Serang Nomor 7 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Bidang Perhubungan,
Pariwisata, Komunikasi dan Informatika di Kota Serang paragrap 2 tentang Juru
147
Parkir pada pasal 70 yang berbunyi pengaturan keluar dan masuk serta pemungutan
biaya jasa parkir kendaraan ke tempat parkir dilaksanakan oleh Juru Parkir.
Terkait sumber daya manusia dalam manajemen retribusi parkir di Kota
Serang. Adapun para penanggung jawab dan pelaksana retribusi parkir di Kota
Serang yaitu, Kepala Dishubkominfo, Kasi Perparkiran dan Terminal, Kepala UPT
Parkir, Kasubag TU UPT Parkir dan Juru Parkir. Tentunya juru parkir merupakan
ujung tombak dari kegiatan retribusi parkir maka tentunya jumlahnyapun tidak sedikit
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.7 Jumlah Juru Parkir
No Nama Zona Jumlah
1 Zona I 110
2 Zona II 129
3 Zona III 89
4 Zona IV 60
Total 406
Sumber: Diolah peneliti dari Dishubkominfo Kota Serang, 2012
Tabel di atas menunjukkan jumlah juru parkir dari Zona I dan Zona IV yaitu
secara total yaitu 406 orang. Adapun tabel ini masih menyajikan juru parkir yang
terdri dari 4 zona, sedangkan saat ini sudah menjadi 9 zona. Namun total juru parkir
belum didapat. Jika dilihat secara total membuktikan bahwa juru parkir sangat banyak
148
dan jika di bandingkan dengan Kepala UPT dan Kasubag TU UPT Parkir yang hanya
berjumlah 2 orang tentunya terdapat masalah dan kendala dalam mengelola retribusi
parkir dan berdasarkan observasi peneiti menemukan beberapa masalah yaitu:
1. Sistem pengupahan SDM atau Sumber daya manusia yang bertugas
Belum jelasnya sistem pengupahan hal ini dibuktikan berdasarkan wawancara
dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang yang menyatakan.
“Pengupahan itu tergantung dari kesepakatan Antara UPT parkir, dishubkominfo, serta juru parkir. Ketentuannya adalah 20% untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah dan 80% untuk juru parkir termasuk uang makan, uang rokok dan penguasa setempat, namun belum di sahkan secara legal”( wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, pada tanggal 12 Februari 2014 di Kantor UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang ). Berdasarkan wawancara di atas menunjukkan bahwa sistem pengupahan
belum tercantum di dalam peraturan atau prosedur yang ada, namun masih wacana
tetapi sudah di terapkan. Bahkan dalam kesempatan yang lain peneliti mencoba
melakukan tringulasi waktu dengan Bapak Ahmad Yani sebagai berikut:
“Tidak diatur atau belum diatur. Tidak diupah/ digaji (juruparkir). Ada penentuan target dari dishub jika lebih buat juru parkir, tapi itu semua aturan berubah setelah dilapangan”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ). Pernyataan yang hampir mirip tersebut sekilas membuat hati menjadi miris
bahwa untuk juru parkir yang bertugas sementara penetapan target ada namun jasa
untuk keringat dan sengatan matahari yang mereka terima belum dihargai
149
sepantasnya. Terkait hal ini peneliti melakukan konfirmasi kepada Juru Parkir terkait
pengupahan, namun tidak mendapatkan perhitungan yang pasti karena Juru parkir
hanya memberikan gambaran besaran dengan minimal pendapatan 50.000 sampai
100.000 ribu rupiah perhari. Sulitnya menghitung dikarenakan terdapat tiga shift
yaitu pagi, siang dan malam dan ketiganya memiliki pendapatan yang berbeda.
Adapun yang memberikan persentase yaitu narasumber I1.3.3 yang mengatakan
sebagai berikut:
“50% dari pendapatan sisanya buat yang punya lahan”(Wawancara dengan Juru Parkir, Herman, Pada 5 Mei 2015 di Jl. Alun-alun ).
Pernyataan di atas semakin memperkuat kesimpulan peneliti mengenai sistem
pengupahan yang belum terkoordinasi dengan baik.
2. Belum jelasnya sistem rekrutment juru parkir dilapangan.
Dalam menetapkan juru parkir tentunya dilakukan dengan sistem perekrutan,
adapun sistem perekrutan juru parkir beum jelas secara rinci dan aturannya.
Temuan lapangan terkait belum jelasnya rekrutmrnt juru parkir dilapangan
disimpulkan berdasaran pernyataan beberapa narasumber yaitu sebagai berikut:
“Jadi pas daftar jadi tukang parkir itu ke RT, RW, koordinator, baru ke dishub”(Wawancara dengan Juru Parkir, Pamungkas, Pada 5 Septeember 2015 di Jl. Bhayangkara ).
Pernyataan lain disampaikan oleh juru parkir lain :
“Langsung ke koordinator”(Wawancara dengan Juru Parkir, Ilham, Pada 5 September 2015 di Jl. Lingkar Selatan Ciracas ).
150
Pernyataan berbeda juga disampaikan oleh Juru Parkir Herman :
“Langsung ke dishub”(Wawancara dengan Juru Parkir, Herman, Pada 10 September 2015 di Jl. Alun-alun ).
Pernyataan lain yang juga berbeda yaitu:
“Kalau mau jadi tukang parkir ga ada persyaratan hanya bantu aja sukarela” (Wawancara dengan Juru Parkir, Tomi, Pada 5 Mei 2015 di Jl. Fatah Hasan ).
Beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa belum jelas bagaimana
sebenarnya sistem perekrutan juru parkir, selain itu aturan. Adapun yang terdapat
dalam aturan hanyalah pengeluaran Surat Perintah Tugas untuk Koordinator parkir
bukan untuk juru parkir. Tidak jelasnya sistem rekrutment juru parkir namun
sebagian besar juru parkir mendapatkan SK, hal ini berdasarkan pernyataan dari 5
juru parkir yang peneliti Tanya mengenai identitas resmi. Ini menunjukkan bahwa
pemerintah perlu memperjelas dan mempublikasi sistem rekrutment juru parkir.
Kedua masalah di atas dapat membuat kesimpulan bahwa penanganan Sumber Daya
Manusia masih perlu pembenahan yang signifikan terutama terkait juru parkir yang
merupakan ujung tombak.
c. Tupoksi
Dalam manajemen yang harus juga diperhatikan adalah tupoksi. Tupoksi yang
jelas dan dipahami oleh para pelaksana sehingga tupoksi bukan hanya sekedar
rincian tulisan tanggungjawab dan tugas apa yang harus dilakukan pelaksana sesuai
bagiannya. Tupoksi yang tepat adalah di mana para pelaksana mudah dalam
151
memahaminya dan mudah untuk diaplikasikan selain itu tupoksi yang baik harus
merinci sampai keposisi terbawah sehingga tidak terjadi tumpang tindih tugas yang
harus dilaksanakan. Yang sering terjadi adalah tupoksi merupakan urutan tugas dan
tanggungjawab yang bahkan pelaksananya tidak memahami atau bahkan hanya
sekedar mengingatnya, sehingga Antara apa yang dikerjakan dengan apa yang tertulis
di dalam tupoksi tidak terjadi kesesuaian.
Namun, hal ini tidak terjadi dalam manajemen retribusi parkir Kota Serang.
Hal ini berdasarkan wawancara dengan I1.1 atau selaku Kepala Dishubkominfo Kota
Serang yaitu sebagai berikut :
“Tupoksi jelas, sudah diatur dan dijelaskan kepada petugas pelaksana” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang)
Selain itu, informan I1.2 atau selaku kepala UPT Dishubkominfo Kota Serang
juga menjelaskan sebagai berikut:
“Tupoksinya jelas karena dalam pegawasan, ada pembinaan juru parkir, pembekalan teknis tentang aturan, ilmu dan sebagainya. Satu kali dalam 1 tahun karena ada keterbatasan anggaran dalam beberapa tahap. Hamper kurang lebih 600 juru parkir pertahun perzona perwakilannya selama satu hari penuh. Ada penggantian dana sesuai anggaran yang ada kurang lebih 60 ribu rupuah, 60 orang sekali pembinaan”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Pernyataan menyatakan bahwa tupoksi yang ada harus jelas karena dalam
pengawasan. Adapun tupoksi yang ada hanya tupoksi seksi perparkiran dan terminal
yaitu:
152
Seksi Perparkiran dan Terminal
1. Seksi Perparkiran dan Terminal dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Keselamatan, Teknik,
Sarana dan Prasarana.
2. Seksi Perparkiran dan Terminal mempunyai tugsa pokok melaksanakan
kebijakan teknis bidang perparkiran dan terminal.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Seksi
Perparkiran dan Terminal menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan bidang perparkiran dan terminal;
b. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis bidang perparkiran dan
terminal;
c. Penyelenggaraan kegiatan bidang perparkiran dan terminal;
d. Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitasi bidang
perparkiran dan terminal;
e. Evaluasi dan pelaporan bidang perparkiran dan terminal;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Sedangkan untuk tupoksi UPT Parkir dan Juru Parkir tidak ada sehingga
sangat diperlukan tupoksi agar dapat memberikan aturan, dan batasan dalam
melakukan pengelolaan retribusi dari hal penyetoran sampai kepada penggunaan.
153
Maka dapat disimpulkan terkait Tupoksi, tupoksi sudah ada namun belum sampai
kepada hirarki yang ada di bawahnya.
Berdasarkan penjabaran setiap aspek terkait dapat disimpulkan bahwa
pengorganisasian sudah cukup dilakukan dengan baik hanya saja masalah-masalah
yang ada diselesaikan dengan improvisasi yang tidak menyelesaikannya. Hal ini
dibuktikan dengan :
1. SOP perlu dipertegas dan di perjelas serta disesuaikan dengan pelaksanaannya
2. Sumber Daya Manusia masih perlu pembenahan yang signifikan
3. Tupoksi sudah ada namun belum sampai kepada hirarki yang ada di bawahnya
4.3.3 Penggerakan / Pengarahan (Actuating)
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2 mengenai Penggerakan atau
pengarahan (Actuating) yang dapat didefiniskan sebagai keseluruhan proses
pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka
mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan
ekonomis. Sedangkan menurut Siagian (2011:106) mendefinisikannya sebagai
keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota untuk
bekerja dengan sebaik mungkin. Dalam actuating mencakup terkait identitas juru
parkir dan koordinasi antar pihak terkait retribusi parkir. Oleh karena itu pembinaan
perlu dilakukan agar pekerjaan dilakukan secara tepat. Pembinaan dalam manajemen
retribusi parkir di Kota Serang adalah pembinaan kepada Juru Parkir, karena juru
154
parkir adalah ujung tombak dari kegiatan retribusi parkir. Adapun pembinaan juru
parkir diatur dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika di
Kota Serang yaitu sebagai berikut:
1. Pasal 70 ayat 2 dan 3
Ayat 2
Pembinaan terhadap juru parkir ditetapkan sebagai berikut:
a. Penunjukkan dan penugasan juru parkir dilaksanakan oleh perorangan dan
atau badan yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah;
b. Seragam juru parkir ditetapkan dengan warna tertentu yang dilengkapi
dengan atribut atau tanda-tanda yang jelas dan lengkap yang ditetapkan
oleh walikota;
c. Juru parkir diwajibkan terlebih dahulu mengikuti pelatihan keterampilan,
disiplin dan sopan santun pelayanan parkir yang diselenggarakan oleh
dinas.
2. Ayat 3, Pembinaan terhadap juru parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
termasuk juru Badan Hukum, Perorangan dan Swasta.
Aturan di atas memberikan gambaran bahwa juru parkir memperoleh
pembinaan dan fasilitas seperti seragam hal ini juga dikatakan oleh beberapa
narasumber yaitu sebagai berikut:
155
“Dapat baju, kartu nama, SK dari dishubnya pas awal daftar”(Wawancara dengan Juru Parkir, Pamungkas, Pada 5 September 2015 di Jl. Bhayangkara ).
Pernyataan yang hampir sama juga dikatakan oleh narasumber I1.3.2, dan I1.3.5
namun pernyataan yang agak berbeda disampaikan oleh narasumber I1.3.4 adaah
sebagai berikut:
“Dapet identitas dari dishub seperti baju, kartu nama sama SK, kalau baju kadang sebulan sekali dikasih, kadang juga engga”(Wawancara dengan Juru Parkir, Ilham, Ardi dan Tomi, Pada 5, 10 dan 15 September 2015 di Jl. Lingkar Selatan Ciracas, Jl. Fatah Hasan dan Jl. Sam’un Bakri ).
Beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa juru parkir sudah
diberikan seragam sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengarahan atau Actuating
sangat bergantung pada koordinasi pihak-pihak terkait. Pelaksanaan manajemen
retribusi parkir di Kota Serang tentu tidak dilakukan hanya UPT Parkir tapi seluruh
pihak-pihak terkait. Adapun salah satu langkahnya adalah dengan melakukan
koordinasi. Koordinasi yang dilakukan adalah :
1. Koordinasi Kepala Dinas dengan Kepala UPT
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang
mengenai koordinasi dengan Kepala Dinas dan Kepala UPT dalam memanajemen
retribusi parkir di Kota Serang yaitu sebagai berikut:
“Koordinasi kepala dinas kepada UPT melalui sekretaris sesuai perda” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang).
156
Wawancara juga dilakukan dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang, sebagai berikut :
“Dalam SOTK. UPT bertanggungjawab langsung kepada kepala dinas Garis Komando langsung dari kepala dinas hal ini ada dalam perda No. 5 Tahun 2004. Memberi laporan kepada Kepala Dinas dengan koordinasi Sekretaris”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Penyataan di atas memberikan kesimpulan bahwa koordinasi yang dilakukan
Kepala Dinas dan Kepala UPT adalah sebatas tanggung jawab, Kepala UPT
bertanggungjawab kepada Kepala Dinas, dan kepala Dinas memberikan dan
menyerahkan tugas kepada Kepala UPT. Segala bentuk laporan evaluasi diserahkan
kepada Kepala Dinas untuk diteruskan kepada pihak terkait misalnya Walikota
Serang atau pihak terkait lainnya.
2. Koordinasi Kepala UPT dengan Koordinator Wilayah Parkir
Berdasarkan wawancara dengan I1.2 mengenai koordinasi kepala UPT dengan
koordinator wilayah parkir dalam memanajemen retribusi parkir di Kota Serang
adalah sebagai berikut:
“UPT memberikan perintah langsung. Tidak lepas dari UPT dan pelaporan dilakukan secara berkala untuk penyetoran perhari seharusnya”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
157
Namun, Kepala dinas memberikan wewenang kepada kepala UPT Parkir
dalama hal koordinasi dengan jajarannya, sesuai wawancara berikut :
“Kepala dinas memberi wewenang kepada kepala UPT untuk berkoordinasi dengan jajarannya” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang)
Sama halnya dengan koordinasi antara Kepala Dinas dan Kepala UPT.
Koordinasi yang dilakukan antara Kepala UPT dengan koordinator wilayah parkir
yaitu memberikan perintah langsung kepada koordinator wilayah
3. Koordinasi Koordinator wilayah parkir dengan juru parkir
Adapun koordinasi Antara koordinator wilayah dengan juru parkir adalah
dengan cara penagihan uang setoran. Beberapa ada yang membayar setoran ke
koordinator namun selain itu juga koordinasi Antara koordinator dan juru parkir
adalah terkait rekrutment yang sebelum menjadi juru parkir harus terlebih dahulu
datang kepada koordinator. Selain itu koordinator juga membagi sesi atau shift para
juru parkir untuk beberapa zona yang memerlukan shift.
4. Koordinator Juru Parkir dengan Pengelola Parkir informal
Yang dimaksud dengan pengelola parkir informal adalah yang disebut dengan
penguasa lahan. Penguasan lahan dalam hal ini adalah Antara pemilik lahan atau yang
dapat disebut dengan “preman”. Adapun koordinator dan juga juru parkir melakukan
setoran atau membayar atas lahan. Pembayaran setoran kepada penguasa parkir ini
158
dibenarkan dari narasumber I1.3.1 sampai I1.3.5 yang sebagian besar menjawab mereka
melakukan setoran kepada penguasa lahan.
Berdasarkan data di atas maka peneliti menemukan beberapa masalah
terhadap penggerakan dan actuating yaitu kurangnya koordinasi antara pihak terkait
dan juga kurangnya ketegasan pihak-pihak terkait dalam mengatasi penguasa lahan
sehingga hal ini tentunya mengurangi pendapatan, dalam aturan yang ada tidak
tertulis terkait penguasa lahan dan tidak terkait perhitungan setoran yang harus
diberikan untuk penguasa lain, namun pihak terkait tidak juga memberikan solusi dan
antisipasi terkait ini. Selain itu, peneliti mendapat beberapa kendala untuk menemui
“yang punya lahan” atau penguasa non formal dikarenakan yang bersangkutan
ternyata adalah aparat negara. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya koordinasi antara
pihak terkait dan juga kurangnya ketegasan pihak-pihak terkait dalam mengatasi
penguasa lahan.
4.3.4 Pengawasan (Controlling)
Dalam setiap perencanaan, target dan kegiatan yang dilakukan pasti di
dalamnya terdapat pengawasan. Pengawasan dilakukan agar pekerjaan atau rencana
dan kegiatan yang dijalankan sesuai dengan tujuan awal yang ditetapkan sehingga
tidak terjadi penyimpangan yang akan merugikan banyak pihak tapi menguntungkan
satu pihak. Adapun seperti yang telah diungkapkan dalam BAB II telah dijelaskan
definisi Pengawasan Menurut Siagian ( 2011 : 112 ) , fungsi pengawasan adalah
fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi pengawasan adalah proses pengamatan
159
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang
sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen.
Pengawasan harus dilakukan oleh orang berdiri secara netral dan dilakukan secara
berkala. Dalam pengawasan mencakup evaluasi kerja, sanksi dan alternatif solusi.
Berdasarkan hasil wawancara saat di lakukan wawancara mengenai Berapa kali
pengawasan dilakukan berikut adalah pernyataannya :
“Cukup sering” (Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang) Kemudian jawaban dari Kepala UPT Parkir sebagai berikut : “Pengawasan rutin yang berpotensi rawan, laporan masyarakat kita langsung cek, kalo ada diupayakan pemberdayaan kalo tidak mau kepihak berwajib 1 bulan 6 kali” (Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ). Pengawasan dalam rangka manajemen retribusi parkir di Kota Serang
dilakukan secara berkala, dan langsung dilakukan oleh dinas terkait, namun belum
menimbulkan atau berdampak baik untuk peningkatan retribusi parkir di Kota Serang,
atau penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
a. Evaluasi Kerja
Selain dilakukan untuk menjamin pekerjaan dilakukan sesuai dengan
perencanaan, Pengawasan dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang juga
dilakukan untuk mengevaluasi hasil kerja para pelaksana. Adapun evaluasi dan
160
pengawasan dilakukan oleh atasan dan terdapat seksi khusus yaitu Sub Bagian
Program Evaluasi dan Program Pelaporan yang memiliki tupoksi yaitu:
1. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Sekretaris.
2. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas pokok
menyusun perencanaan program dan kegiatan Dinas.
3. Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sub
Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan menyelenggarakan fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Dinas;
b. Pelaksanaan penyusunan rencana kerja dan anggaran serta dokumen
pelaksanaan anggaran;
c. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi kegiatan bidang program dan
pelaporan;
d. Pelaksanaan penyusunan laporan kegiatan Dinas;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Terpisahnya fungsi pengawasan ini tentunya sangat baik hal ini akan
menjadikan penilaian yang lebih objektif. Berdasarkan observasi pengawasan
dilakukan dengan baik juga dilakukan dengan berkeliling, mengamati juru parkir dari
kejauhan atau sekaligus mengambil uang setoran, namun yang sangat disayangkan
adalah para juru parkir tidak pernah menganggap ada evaluasi hal ini berdasarkan
161
dari wawancara I1.3.1 dan I1.3.2 yang mengatakan tidak ada evaluasi dan pengawasan,
atau tidak pernah di ajak rapat.
Menurut narasumber I1.3.1 menyatakan terkait evaluasi :
“Engga pernah diajak rapat sama dishub, palingan kalo rapat dishub itu cuma koordinator aja. Nah kita mah rapatnya sama koordinator aja. Itu juga kalo ada info dari dishub. Pernah rapat waktu itu sama koordinator ngebahas tentang penampatan aja” (Wawancara dengan Juru Parkir, Pamungkas, Pada 5 Septeember 2015 di Jl. Bhayangkara ).
Hal serupa disampaikan oleh narasumber I1.3.2 :
“Tidak ada evaluasi atau rapat”(Wawancara dengan Juru Parkir, Ilham, Pada 5 September 2015 di Jl. Lingkar Selatan Ciracas ). Evaluasi kerja belum memberikan dampak yang positif terhadap kinerja atau
penerimaan retribusi parkir di Kota Serang.
b. Sanksi
Sanksi adalah sebuah bentuk hukuman yang diberikan apabila dalam
pengawasan ditemukan sesuatu yang menyimpang dari yang seharusnya. Selain itu
sanksi diberikan untuk memberikan efek jera agar penyimpangan tidak terjadi untuk
hari ini atau yang akan datang. Dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang
perihal terkait sanksi diatur dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 tahun
2011 tentang Retribusi Daerah pada BAB X Pasal 148 yang berbunyi dalam hal wajib
retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
162
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari retribusi
yang tertutang yang tidak atau kurang dibayar. Berikut lampiran Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah pada BAB X Pasal 148
yang telah disampaikan diatas :
Gambar 4.3 Sanksi Administratif dalam lampiran Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah pada BAB X Pasal 148
Sumber : Peneliti diolah dari Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, 2015
Sanksi ini terkait dengan penyetoran, sedangkan dibeberapa aspek lain yang
membahas mengenai penyetoran bahwa para juru parkir selalu melakukan penyetoran
setiap hari sehingga sanksi terkait penyetoran tidak pernah dilanggar. Adapun
penyimpangan lain seperti penguasa lahan atau juru parkir yang tidak membantu
pengguna parkir, atau terkait penggunaan karcis parkir, tidak ada sanksi yang
mengaturnya.
163
Selain tidak di atur dalam peraturan sanksi tersebut juga tidak di terapkan oleh
koordinator ataupun UPT. Menurut peneliti hal ini terjadi karena perencanaan yang
ada kurang matang sehingga fungsi yang lainpun menjadi tidak terarah. Tidak adanya
sanksi yang tegas tentunya menibulkan kebiasaan yang merugikan berbagai pihak.
Sehingga sangat perlu untuk mengatur sanksi yang akan diberikan bila terjadi
penyimpangan tersebut. Lemahnya sanksi menunjukkan lemahnya pengawasan
sehingga pengawasan harus di tingkatkan lagi
c. Alternatif Solusi
Hasil akhir dari pengawasan adalah kesimpulan dari kinerja dalam
pelaksanaan perencanaan, yang mana hasil akhir yang baik atau tidak baik pasti
mendapatkan alternatif solusi untuk menjadi lebih baik dalam pelaksanaan
perencanan berikutnya. Dalam manajemen retribusi parkir belum ada alternatif solusi
yang mampu mengatasi masalah yang ada. Adapun salah satu alternatif solusi
berdasarkan studi dokumentasi dan beberapa narasumber adalah mempersempit zona
wilayah parkir yang memiliki tujuan agar memudahkan untuk pengawasan dan
penyetoran. Sedangkan alternatif solusi yang lain seperti karcis parkir yang belum
jelas, rekrutment, dan yang lainnya masih belum ada kondisinya belum jauh berbeda.
Hal ini didukung oleh pernyataan dari Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang :
164
“alternatif solusi dalam rangka hasil akhir dari pengawasan dapat berupa mempersempit zona seperti yang sudah dilakukan untuk mempermudah pengawasan, alternatif lain nya bisa dilakukan sesuai dengan hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan.”(Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Bapak Ahmad Yani, SE, Pada 5 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang ).
Kepala Dishubkominfo Kota Serang jga memberikan pernyataan terkait
alternatif solusi, yaitu : “alternatif solusi diberikan wewenang kepada UPT Parkir selaku pelaksana
dan pihak yang mengetahui kondisi lapangan, namun nanti nya tetap ada laporan kepada kepala dinas.”(Wawancara dengan Kepala Dishubkominfo Kota Serang, H. Syafruddin, M.Si , Pada 28 Mei 2015 di Kantor Dishubkominfo Kota Serang).
Dari ketiga aspek di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan dalam
manajemen retribusi parkir di Kota Serang belum dilakukan dengan maksimal, hal ini
terjadi karena perencanaan yang belum matang sampai kepada sistem pengawasan
sehingga lemahnya evaluasi, sanksi dan alternatif solusi belum dapat teratasi. Hal ini
dibuktikan dengan :
1. Evaluasi kerja belum memberikan dampak yang positif terhadap kinerja atau
penerimaan retribusi parkir di Kota Serang
2. Tidak adanya sanksi yang tegas
3. Belum ada alternatif solusi yang mampu mengatasi masalah yang ada
165
4.4 Pembahasan
Pembahasan adalah isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan, atau rangkuman dalam hasil analisis penelitian yang telah disesuaikan
dengan teori yang peneliti gunakan. Dalam pembahasan ini peneliti menggunakan teori
fungsi-fungsi manajemen menurut George. R Terry ( Badrudin, 2013:14) yaitu:
Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Penggerakan (Actuating),
Pengawasan (Controling). Adapun di bawah ini akan dijelaskan pembahasan terkait
hasil penelitian di atas:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan (planning) dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang
merupakan langkah awal dalam mencapai tujuan dan target yaitu optimalisasi
retribusi parkir di Kota Serang.
Langkah awal dalam perencanaan adalah pengambilan keputusan yang
dibahas dalam sub indikator dalam perencanaan. Pengambilan keputusan sangat
penting untuk merancang bagaimana perencanaan akan dilakukan, berlandaskan apa
perencanaan dilakukan, dan bagaimana cara-cara atau alternatif yang akan diambil
dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek yang nantinya akan memudahkan dalam proses
berikutnya. Pengambilan keputusan yang diambil dalam manajemen retribusi parkir
di Kota Serang yaitu diantaranya, penetapan aturan dasar, penetapan zona, dan
penetapan tarif parkir. Penetapan-penetapan tersebut tentunya mengacu pada aturan-
166
aturan di atasnya, seperti penetapan tarif parkir mengacu kepada Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan observasi
mengenai pengambilan keputusan manajemen retribusi parkir di Kota Serang maka di
dapatkan bahwa aspek-aspek peraturan atau keputusan masih perlu perbaikan atau
dilengkapi agar semakin jelas dalam apa yang akan direncanakan dalam manajemen
retribusi parkir di Kota Serang. Karena beberapa penetapan belum diketahui
alasannya dan berdasarkan apa penetapan itu dilakukan.
Pengambilan keputusan yang masih belum jelas adalah terkait pembagian zona
yang semula hanya 4 zona kini menjadi 9 zona, perubahan yang demikian bila dilihat
memang memudahkan namun berarti di perlukan penamban dalam penerimaan
koordinator parkir selain itu perlu adanya kejelasan dalam penetapan zona ramai dan
sepi perlu ada standar yang mengatur mengapa sebuah tempat dinyatakan sebagai
zona ramai dan zona sepi. Lalu penetapan lain adalah penetapan tarif parkir yang
tidak sesuai dengan aturan, aturan yang berlaku adalah tarif parkir motor sebesar Rp.
1000,- dan mobil sebesar Rp. 2.000,- namun perlakuan dilapangan tidak sesuai
dengan yang tertera pada aturan. Padahal penetapan tarif ini diambil berdasarkan
target, namun yang terjadi dilapangan adalah antara mobil dan motor memiliki tarif
yang sama yaitu Rp. 2.000,- seharusnya jika dilihat dari realisasi seharusnya melebihi
target, namun yang membingungkan adalah target tidak atau belum pernah tercapai.
Dalam perencanaan yang harus diperhatikan selain pengambilan keputusan
juga perlu diperhatikan bagaimana pelaksanaan perencanaan itu sendiri. Di mana
pelaksanaan perencanaan harus mengacu kepada pilihan alternatif yang telah di ambil
167
dalam pengambilan keputusan. Namun pada kenyataannya pelaksanaan perencaan
banyak sekali dilakukan improvisasi yang tidak sesuai dan menambah masalah baru
yaitu salah satunya adalah sistem penyetoran dari juru parkir, belum adanya sistem
penyetoran yang jelas mengakibatkan para juru parkir melakukan setoran sesuai
kondisi yang ada di lapangan. Dan juga peneliti mendapatkan bahwa selain melakukan
setoran kepada koordinator juru parkir juga melakukan setoran kepada penguasa
lahan, sehingga antara perencanaan dan pelaksanaan perencanaan masih belum sesuai.
Ketidaksesuaian ini tentunya merugikan karena masterplan yang ada jadi tidak
berjalan karena potensi yang harusnya besar namun hanya 20%-30% saja yang
terealisasi. Pelaksanaan perencaan yang belum sesuai ini diakibatkan kurang
matangnya perencanaan dan kurang matangnya persiapan kendala yang ditemui
dilapangan. Pelaksanaan perencanaan yang menyimpang lain adalah di mana juru
parkir disediakan untuk membantu pengguna parkir untuk memarkirkan kendaraannya
namun yang terjadi adalah sebagian juru parkir hanya memungut tarif parkir dan tidak
membantu memarkirkan. Terkait hal tersebut tentunya masyarakat merasa kecewa
karena sudah bayar namun tidak dibantu.
Setelah dilaksanakan perencanaan maka perlu dilakukan evaluasi perencanaan
agar kejadian-kejadian atau kekurangan yang ada dapat ditutupi sehingga tidak terjadi
lagi pada perencanaan berikutnya, dan evaluasi perencanaan Manajemen retribusi
parkir Kota Serang evaluasi perencanaan dilakukan secara berkala. Evaluasi sangat
baik jika dilakukan secara berkala karena ini akan dapat menyelesaikan masalah
secara singkat, hanya saja yang terjadi dilapangan adalah masalah belum teratasi
168
meskipun evaluasi sudah dilakukan secara berkala, selain itu evaluasi tidak melibatkan
juru parkir sebagai pelaksana lapangan yang merasakan betul bagaimana kondisi di
lapangan. Berdasarkan masalah-masalah di atas maka perencanaan dalam manajemen
retribusi parkir di Kota Serang belum dijalankan secara maksimal.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah bagaimana menggunakan alat-alat atau
mengelompokkan orang dan menjabarkan tugas dan tanggungjawabnya, atau dengan
kata lain pengorganisasian adalah bagaimana perencanaan dijalankan.
Pengorganisasian yang baik dan jelas akan mensukseskan sebuah perencanaan, dan
perencanaan yang jelas memudahkan dalam pengorganisasian sehingga baik
pengorganisasian dengan perencanaan memiliki keterkaitan yang erat.
Dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang pengorganisasian dibagi
menjadi beberapa sub indikator yaitu: Standar Operasional Prosedur, Sumber Daya
Manusia dan tupoksi .
Standar Operasional Prosedur dalam manajemen retribusi parkir di Kota
Serang SOP perlu dipertegas dan diperjelas serta disesuaikan dengan pelaksanaannya.
SOP yang ada masih berdasarkan perda no 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah
dan aturan-aturan yang bersifat keseluruhan sedangkan SOP dalam ruang lingkup
kecil belum tegas adapun SOP yang ada masih sulit dipahami khususnya untuk orang
awam selain itu SOP yang lainnya adalah mengenai pemberian surat tugas untuk
169
Koordinator. SOP yang lain masih belum jelas sehingga menimbulkan masalah yaitu
salah satunya adalah terkait cara penarikan tarif parkir yang seharusnya menggunakan
karcis parkir, namun sebagian besar juru parkir tidak menggunakan karcis parkir dari
Dishubkominfo, mereka mengaku bahwa tidak diberi karcis parkir atau diberi hanya
beberapa kali sedangkan pihak dishubkominfo mengaku menyediakan karcis parkir,
adapun karcis parkir desain sendiri yang digunakan oleh juru parkir. Hal ini juga yang
menimbulkan adanya penyimpangan tarif parkir motor yang didalam aturan sebesar
Rp. 1.000,- menjadi Rp. 2.000,-. Hal ini tidak akan terjadi bila ada karcis parkir yang
jelas dan tertera tarif di dalamnya sehingga konsumen tidak merasa dirugikan.
Selanjutnya adalah Sumber Daya Manusia, dalam manajemen retribusi parkir
di Kota Serang Sumber Daya Manusia masih perlu pembenahan yang signifikan ini
dikarenakan berdasarkan observasi peneliti menemukan masih belum jelasnya sistem
pengupahan juru parkir ini dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur
bagaimana sistem pengupahan juru parkir sehingga yang didapatkan dari juru parkir
dalam satu hari sebesar Rp. 50.000,- dan Rp. 100.000,-, selain itu pihak
Dishubkominfo juga tidak menetapkan berapa upah juru parkir diberikan perhari atau
perminggu atau perbulan, belum ada aturan yang mengatur itu baik pihak
Dishubkominfo atau Peraturan Daerah Kota Serang. Adapun pihak Dishubkominfo
mengatur juru parkir terkait pembinaan juru parkir saja. Selain itu masih belum
jelasnya sistem rekrutment hal ini berdasarkan observasi peneliti yang melihat belum
ada aturan bagaimana juru parkir dipekerjakan atau direkrut, namun mereka
mendapatkan SK sebagai bukti tugas mereka jelas. Masalah lainnya adalah jumlah
170
sumber daya manusia yang yang berada di UPT Parkir hanya kepala UPT Parkir dan
Kasubag TU UPT Parkir, hanya 2 orang mengatur 9 zona parkir, meskipun ada
koordinator, tentu ini sangat disayangkan.
Selanjutnya adalah Tupoksi, tupoksi dalam manajemen retribusi parkir di
Kota Serang . Tupoksi sudah ada namun belum sampai kepada hirarki yang ada di
bawahnya. Bahkan tupoksi terkait juru parkir belum ada, yang ada hanya tupoksi
seksi perparkiran dan terminal. sehingga menyebabkan juru parkir berbuat semaunya.
Perlunya penjabaran tupoksi sampai kepada hirarki yang palih bawah agar lebih jelas
tugas dan wewenangnya. Dari ketiga penjabaran aspek-aspek di atas maka
pengorganisasian dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang dapat
disimpulkan masih perlu pembenahan yang signifikan baik dari segi sistem maupun
aturan-aturan dasar yang mendasarinya.
3. Penggerakan/pengarahan (Actuating)
Dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang penggerakan atau
pengarahan (actuating)belum dilaksanakan dengan maksimal, hal ini dikarenakan
aspek terkait yaitu koordinasi antara pihak terkait masih kurang serius dilakukan.
Penggerakan atau pegarahan tidak jauh berbeda dengan pengorganisasian, jika
pengorganisasian mengatur kelompok, orang dan alat, namun jika penggerakan dan
pengarahan lebih kepada motif kerja kepada bawahan, atau bagaimana atasan
menjalin hubungan kerja yang baik dengan bawahannya hal ini dapat dilakukan salah
171
satunya dengan koordinasi. Koordinasi dalam manajemen retribusi parkir di Kota
Serang yaitu diantaranya: koordinasi kepala dinas dengan kepala UPT, koordinasi
kepala UPT dengan Koordinator wilayah parkir, Koordinasi koordinator wilayah
parkir dengan juru parkir, Koordinasi juru parkir dengan pengelola parkir informal.
Koordinasi kepala dinas dengan kepala UPT hanya sekedar pemberian tugas dan
wewenang dan tanggungjawab, sedangkan koordinasi Kepala UPT dengan
Koordinator parkir juga hanya terkait penyerahan setoran, tugas, wewenang dan
tanggung jawab, Koordinasi koordinator wilayah parkir dengan juru parkir hanya
terkait penagihan setoran dari juru parkir, dan yang terakhir adalah koordinasi antara
juru parkir dan pengelola parkir informal juga sama terkait penyetoran. Dalam hirarki
seharusnya tidak ada yang dinamakan pengelola parkir informal atau penguasa lahan,
karena semuanya harusnya dikelola oleh pemerintah daerah sehingga seharusnya
tidak ada yang dinamakan penguasa lahan atau preman. Hal-hal di atas adalah alasan
mengenai belum maksimalnya penggerakan atau pengarahan atau actuating
dilakukan.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan atau controlling dalam penelitian manajemen retribusi parkir di
Kota Serang dibagi menjadi beberapa sub indikator yaitu diantaranya evaluasi kerja,
sanksi dan alternatif solusi.
172
Evaluasi Kerja dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang belum
memberikan dampak yang positif terhadap kinerja atau penerimaan retribusi parkir di
Kota Serang hal ini di karenakan evaluasi belum dilakukan dengan serius selian itu
memang evaluasi dilakukan secara berkala hanya saja belum melibatkan juru parkir
sebagai ujung tombak pelaksana dilapangan, selain itu ukuran evaluasi kerja untuk
juru parkir belum ada sehingga penilaian atau evaluasi belum jelas. Selain itu
evaluasi yang dilakukan seharusnya memberikan dampak yang positif untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang ada sehingga belum terjadi peningkatan dalam
retribusi parkir di Kota Serang. Adapun evaluasi kinerja dilakukan oleh pihak
Dishubkominfo pada Sub Bagian Program Evaluasi dan Program Pelapor. Walaupun
pengawasan juga dilakukan dengan cara berkelilingnya koordinator ke tempat-tempat
parkir untuk melakukan penagihan dan juga sekaligus penyetoran.
Sanksi dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang tidak adanya sanksi
yang tegas adapun sanksi yang ada dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13
tahun 2011 tentang Retribusi Daerah hanya mengatur sanksi terkait penyetoran,
sedangkan sanksi yang lain seperti tidak menggunakan seragam, karcis parkir atau
yang lain tidak diatur oleh peraturan, atau kepala UPT dan koordinator.
Dalam manajemen retribusi parkir di Kota Serang belum ada alternif solusi
yang mampu mengatasi masalah yang ada. Adapun solusi yang sudah dilakukan
hanya memecah pembagian zona yang semula hanya 4 zona menjadi 9 zona,
sedangkan masalah lain seperti karcis parkir, keluhan pengguna parkir, pengupahan,
rekrutment, dan penguasa lahan belum ada solusi yang mengatasi masalah tersebut.
173
Dari penjabaran di atas maka dapat dsimpulkan bahwa pengawasan dalam
manajemen retribusi parkir di Kota Serang belum dilaksanakan dengan maksimal,
masih perlu pembenahan yang harus dilakukan oleh Dishubkominfo terkait
pengawasan karena pengawasan sangat diperlukan untuk mengetahui kesalahan diri
agar tidak terulang kembali.
174
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Manajamen Parkir di Kota Serang belum dilakukan dengan maksimal dan
masih perlu pembenahan hampir disemua aspek. Adapun penyebabnya yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan yang dilakukan oleh Dishubkominfo Kota Serang melalui
retribusi parkir, target pendapatan daerah belum tercapai. Hal tersebut
dikarenakan penentuan target yang diajukan kepada DPRD tidak sesuai
dengan hasil akhir yang disahkan oleh DPRD Kota Serang.
2. Untuk pengorganisasian, tarif retribusi belum sesuai. Hal tersebut dikarenakan
berbeda-bedanya tarif parkir yang diberlakukan oleh juru parkir itu sendiri,
tidak sesuai dengan Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah, khususnya untuk keendaraan roda dua.
3. Selain itu untuk pengorganisasian karcis parkir juga belum merata karena
tidak semua juru parkir menggunakan karcis resmi dan kebanyakan juru
parkir membuat karcis parkirnya sendiri.
4. Dari segi pengarahan, pembentukan zona parkir hanya berdasarkan kemauan
atau pemikiran dari Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, dengan
175
alasan mudah dijangkau oleh petugas dan memudahkan dalam mengawasi.
Jadi dalam pembentukan zona parkir tidak ada dasar yang melandasi.
5. Dalam pengawasan dapat diliat dari belum adanya sistem penyetoran dari juru
parkir ke petugas UPT Parkrir Dishubkominfo Kota Serang yang belum
disesuaikan jumlahnya, karena setiap juru parkir berbeda jumlah setorannya.
6. Lalu dari segi pengawasan lainnya adalah tidak jelasnya pengupahan juru
parkir, sebab setiap juru parkir mendapatkan upah yang berbeda-beda.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka peneliti
memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi
1. Dalam perencanaan terkait target retribusi parkir sebaiknya ada komunikasi
dan koordinasi yang jelas saat melakukan penetuan target retribusi parkir
supaya tercapai kesepakatan dengan melihat potensi serta kenyataan yang ada
dilapangan.
2. Untuk pengorganisasian tarif retribusi parkir sebaiknya dilakukan evaluasi
ulang serta sosialisasi terkait kesesuaian tarif yang dikenakan karena sudah
ada acuannya yaitu Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah.
3. Dalam pengorganisasian karcis parkir sebaiknya melakukan pengawasan
langsung ke lapangan serta menindak tegas kepada juru parkir yang masih
176
menggunakan karcis buatan sendiri, selain itu perlu pengawasan dalam hal
pendistribusian karcis dari UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang sampai
kepada juru parkir.
4. Dari segi pengarahan, pembentukan zona sebaiknya memiliki landasan atau
dasar yang kemudian jadi dasar kuat yang dibuat oleh pihak terkait
berdasarkan evaluasi serta keadaan di lapangan.
5. Dalam sistem penyetoraan sebaiknya dibuat lagi rinciannya dalam Perda Kota
Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, supaya ada
pemerataan dalam hal penyetoran supaya memudahkan dalam menentukan
target dan realisasi.
6. Sama halnya dengan sistem penyetoran, dalam sistem pengupahan juga perlu
ada kejelasan dalam aturan yang bisa dituangkan dalam Perda Kota Serang
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, supaya ada kejelasan dan
tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Daftar Pustaka
Badrudin. 2013. Dasar-dasar Manajemen. CV. Alfabeta : Bandung
Drucker, Peter F. 2008. Management Resived Edition. Harper Collins Books
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Rineka Cipta : Bandung
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. BPFE : Yogyakarta
Hasibuan, Malayu, S.P. 2007. Manajemen : Dasar, Pengertian dan Masalah. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Iksan dan Salomo. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. STIA-LAN Press : Jakarta
Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Universitas Terbuka : Jakarta
Kaho, Josef Rawu. 2007. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Miles, Matthew dan Michael Hubeman. 2009. Analisis Data Kualitatif ( Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru ). UI Press : Jakarta
Moenir, HAS. 2010. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. PT. Bumi Aksara: Jakarta
Moleong, J Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung
Siagian, Sondang P. 2011. Filasafat Administrasi. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Siahaan, Marihot. 2008. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo Persada. : Jakarta
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Aditama : Bandung
Siswanto. 2005. Pengantar Manajemen. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D ). CV. Alfabeta : Bandung
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik. ANDI : Jakarta
Terry, George R. 2009. Prinsip-prinsip Manajemen. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Widjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dilandasi Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Sumber Lain
Adi, Aprilian, Yusti. 2010. Implementasi Strategi Peningkatan Retribusi Parkir di Kota Cilegon. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Kusuma, Tirta. 2012. Pengawasan Penyelenggaraan Retribusi Parkir oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang (Studi Kasus pada Objek Retribusi di Tepi Jalan Umum Wilayah II Kota Serang). Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Saputra, Dwi, Ismail. Analisis Pengelolaan Retribusi Parkir Di Kota Makassar (Studi Kasus Di Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya). Universitas Hasanudin
Dokumen Lain
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Daerah Kota Serang No. 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah
LAMPIRAN
CATATAN LAPANGAN
No. Waktu Tempat Kegiatan / Hasil Informan
1. Maret 2015 ACC Lapangan - -
2. Maret 2015 FISIP Untirta Mengajukan surat izin penelitian
-
3. Maret 2015 Kesbangpol Kota Serang
Mengajukan surat izin penelitian
4. 28 April 2015 DISHUB KOMINFO Kota Serang
Mengajukan surat izin penelitian
Sekretariat Dishub
5. 28 April 2015 DPPKD Kota Serang Mengajukan surat izin penelitian
Kesekretariatan DPPKD
6. 5 Mei 2015 DISHUBKOMINFO Kota Serang
Wawancara Ka UPT
7. 28 Mei 2015 DISHUBKOMINFO Kota Serang
Wawancara Kadishub
8. 24 Juni 2015 DPPKD Kota Serang Data retribusi parkir Kota Serang
-
9. Agustus 2015 Parkir di tepi jalan umum
Wawancara Juru Parkir
10. September 2015 Parkir di tepi jalan umum
Wawancara Pengguna
MEMBER CHECK
Nama : Drs. Syafruddin, M.Si
Pekerjaan : Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Serang
1. Peraturan atau Keputusan apa saja yang mengatur retribusi parkir? Ada Peraturan Daerah dan ada juga Undang-undang.
2. Apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat? Perencanaan sudah ada dan sesuai, namun masih jauh karena tetap harus ada yang dibenahi.
3. Adakah beberapa aspek peraturan atau keputusan yang perlu dibenahi? Zona-zona parkir masih banyak yang belum terjamah serta masalah koordinator parkir.
4. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Ada evaluasi rutin.
5. Berapa kali evaluasi dilaksanakan dalam setahun? Ada, setiap bulan dan ada juga yang 3 bulan.
6. Apakah hasil evaluasi memberikan jawaban atas masalah yang terjadi sebelumnya? Sudah bisa menjawab, karena memuat tentang situasi di lapangan.
7. Bagaimana pengelolaan retribusi parkir di Kota Serang ? Pengelolaan sudah ada didalam peraturan.
8. Adakah master plan pengelolaan retribusi parkir setiap tahunnya? Ada masterplan.
9. Bagaimana proses perencanaan target penerimaan retribusi setiap tahunnya? Ditentukan bersama DPRD.
10. Bagaimana perencanaan sistem pengelolaan hasil dari retribusi parkir? Digunakan untuk menambah pendapatan daerah.
11. Bagaimana perencanaan pengelolaan zona-zona parkir? Perencanaan pengelolaan zona-zona parkir sudah dilakukan bersama Kepala UPT Parkir dengan membentuk zona-zona beserta kelengkapannya.
12. Apakah Standar Operasional Prosedur tersebut sudah dilaksanakan? Sudah dilaksanakan.
13. Bagaimana sistem pengupahan SDM yang bertugas ? Dishub dalam hal ini UPT Parkir beserta jajaran nya.
14. Apakah masing-masing pelaksana memiliki tupoksi yang jelas dan dimengerti oleh petugas? Tupoksi jelas, sudah diatur dan dijelaskan kepada petugas pelaksana.
15. Bagaimana koordinasi dengan kepala dinas dan kepala UPT dalam memanajemen retribusi parkir di Kota Serang? Koordinasi kepala dinas kepada UPT melalui sekretaris sesuai perda.
16. Bagaimana koordinasi kepala UPT dengan koordinator wilayah parkir dalam memanajemen retribusi parkir di kota serang? Kepala dinas memberi wewenang kepada kepala UPT untuk berkoordinasi dengan jajarannya.
17. Siapa yang melakukan pengawasan atau controling dalam pengelolaan retribusi parkir? UPT Parkir yang berkoordinasi dengan kepala dinas.
18. Berapa kali pengawasan dilakukan?
Cukup sering.
19. Adakah sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan dalam retribusi parkir? Ada.
20. Bagaimana proses pembuatan dan penggunaan karcis parkir? Pembuatan dilakukan di bagian Sekretariat dishub.
21. Bagaimana proses penentuan tarif retribusi parkir baik untuk kendaraan beroda dua maupun kendaraan beroda empat? Penentuan tarif ditentukan oleh dishub, DPPKD serta DPRD.
22. Bagaimana alternatif solusi dalam tahap pengawasan? Alternatif solusi diberikan wewenang kepada UPT Parkir selaku pelaksana dan pihak yang mengetahui kondisi lapangan, namun nanti nya tetap ada laporan kepada kepala dinas.
MEMBER CHECK
Nama : Ahmad Yani, SE
Pekerjaan : Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi
Kota Serang
1. Peraturan atau Keputusan apa saja yang mengatur retribusi parkir? UUD 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah No 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.
2. Apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat? Perencanaan sudah sesuai, mekanisme antara perencanaan ada perubahan dengan pelaksanaan, sesuai dengan kondisi lapangan, tidak mulus.
3. Adakah beberapa aspek peraturan atau keputusan yang perlu dibenahi? Masih, tentang mekanisme pemungutan retribusi harus dituangkan melalui kepwal/perwal dan dibuatkan perda.
4. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Evaluasi selalu kita lakukan baik dalam perencanaan maupun realisasinya, karena masih perlu perbaikan dalam parkir apalagi pada saat pelaksanaan di lapangan.
5. Berapa kali evaluasi dilaksanakan dalam setahun? Evaluasi perbulan, triwulan, perenam bulan, pertahun.
6. Apakah hasil evaluasi memberikan jawaban atas masalah yang terjadi sebelumnya? Evaluasi memuat pendapatan, kinerja dan situasi di lapangan.
7. Bagaimana pengelolaan retribusi parkir di Kota Serang ?
Tertuang dalam SOP, penyebaran karcis kepada juru parkir, pungutan, penarikan, pencatatan di UPT, penyetoran kepada bendahara pendapatan disetor kepada DPPKD melalui bank.
8. Adakah master plan pengelolaan retribusi parkir setiap tahunnya? Ada masterplan karena potensi besar harus melihat kondisi lapangan yang masuk hanya 20-30%
9. Bagaimana proses perencanaan target penerimaan retribusi setiap tahunnya? Seharusnya pertarget berdasarkan hasil kajian dinas, diusulkan ke DPRD tetapi terbalik ditentukan legislatif baru ke dishub tanpa melihat kondisi, berarti ga berimbang. Tetap berupaya walau berat, karena ada kemampuan dan tarif akan sulit. Dewan tidak menjelaskan angka yang diperoleh.
10. Bagaimana perencanaan sistem pengelolaan hasil dari retribusi parkir? Hasil retribusi parkir yang diterima dishub dari juru parkir itu kemudian direkap dan disetorkan kepada DPPKD. Uang dari hasil setoran tidak boleh mengendap di kantor dishub.
11. Bagaimana perencanaan pengelolaan zona-zona parkir? UPT membentuk zona, intinya mempermudah pengawasan, membedakan potensi besar dan kecil dari bentangan wilayah yang luas, untuk mempermudah menyelesaikan / pengawasan dan pengendalian tidak melebar ke zona lain
12. Apakah Standar Operasional Prosedur tersebut sudah dilaksanakan? SOP sebenarnya sudah dilaksanakan, hanya saja masih perlu penyesuaian ketika di lapangan.
13. Bagaimana sistem pengupahan SDM yang bertugas ? Tidak diatur atau belum diatur. Tidak diupah/ digaji (juruparkir). Ada penentuan target dari dishub jika lebih buat juru parkir, tapi itu semua aturan berubah setelah dilapangan.
14. Apakah masing-masing pelaksana memiliki tupoksi yang jelas dan dimengerti oleh petugas?
Tupoksinya jelas karena dalam pegawasan, ada pembinaan juru parkir, pembekalan teknis tentang aturan, ilmu, dan sebagainya 1 kali dalam 1 tahun, karena keterbatasan anggaran dalam beberapa tahap. Hampir 600 juta pertahun perzona perwakilannya. 1 hari penuh ada penggantian dana sesuai anggaran yang ada kurang lebih 60 ribu dan pembinaan 60 orang untuk sekali pembinaan.
15. Bagaimana koordinasi dengan kepala dinas dan kepala UPT dalam memanajemen retribusi parkir di Kota Serang? Dalam STOK. UPT bertanggungjawab langsung kepada kepala dinas. Garis Komando langsung dari kepala dinas hal ini adal dalam perda no 5 tahun 2014.
16. Bagaimana koordinasi kepala UPT dengan koordinator wilayah parkir dalam memanajemen retribusi parkir di kota serang? UPT memberikan perintah langsung. Tidak lepas dari UPT dan pelaporan dilakukan secara berkala untuk penyetoran perhari seharusnya.
17. Siapa yang melakukan pengawasan atau controling dalam pengelolaan retribusi parkir? UPT Parkir tentunya yang lebih berperan, karena sudah tupoksinya, hanya saja tetap perlu juga pengawasan dari masyarakat karena kita belum menjangkau semua zona dengan SDM yang terbatas.
18. Berapa kali pengawasan dilakukan? Pengawasan rutin yang berpotensi rawan, laporan masyarakat kita langsung cek, kalo ada diupayakan pemberdayaan kalo tidak mau kepihak berwajib 1 bulan 6 kali.
19. Adakah sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan dalam retribusi parkir? Penyimpangan ada dimana dulu, biasanya kelapangan kalo ada tindakan kriminal langsung ke pihak berwajib. Perubahan dan penggantian SDM walaupun secara hirarki bukan orang dinas.
20. Bagaimana proses pembuatan dan penggunaan karcis parkir? Penentuan tarif awalnya ditentukan oleh dishub yang kemudian dirapatkan kembali dengan DPRD baru setelah itu muncul sebagai perda.
21. Bagaimana proses penentuan tarif retribusi parkir baik untuk kendaraan beroda dua maupun kendaraan beroda empat? Pembuatan dilakukan oleh sekretariat dishub. Sudah dianggarkan karena ada untuk terminal dan parkir. Dalam 1 tahun kurang lebih 30 juta. Bagaimana bisa menghasilkan yang besar butuh anggaran yang lebih untuk mendapatkan hasil yang besar.Karcis yang asli ada tanda koorporasi lobang DPPKD baru bernialai uang. Prosesnya dari UPT, kepala dinas, baru di legislasi DPPKD, UPT lagi baru UPT distribusi melalui koordinator
22. Bagaimana alternatif solusi dalam tahap pengawasan? Alternatif solusi dalam rangka hasil akhir dari pengawasan dapat berupa mempersempit zona seperti yang sudah dilakukan untuk mempermudah pengawasan, alternatif lain nya bisa dilakukan sesuai dengan hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan.
MEMBER CHECK
Nama : Pamungkas A. Kasih
Pekerjaan : Juru Parkir
1. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Engga pernah diajak rapat sama dishub, palingan kalo rapat dishub itu cuma koordinator aja. Nah kita mah rapatnya sama koordinator aja. Itu juga kalo ada info dari dishub. Pernah rapat waktu itu sama koordinator ngebahas tentang penampatan aja
2. Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir? Setoran disini sehari 25.000 buat 2 orang, yang jaga pagi sampe siang sama siang sampe malem. Sisanya buat kita orang setoran dikasih ke koordinator, baru koordinator ngasih ke dishub.
3. Bagaimana sistem pengupahan juru parkir? Rata-rata disini dapat 100.000 perhari.
4. Apakah dishub pernah melakukan sidak? Dishub sering ngecek, kadang tiap hari, pakai mobil patroli, naik motor, kan keliatan tuh kalao motor sama mobil dishub mah. Dishub mantau lewat-lewat aja, kadang berenti kadang juga cuman ngopi diwarung.
5. Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir? Kalo di sini ga ada penguasa lahan, jadi setor kekoordinator aja, koordinator juga sama-sama tukang parkir.
6. Berapa besaran hasil yang dibagi kepada penguasa setempat? 50.000 untuk yang punya lahan.
7. Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir?
Ada aja yang ga bayar parkir, disini mah bebas ga dipatokin , dikasih gope juga di terima.
8. Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas? Bebas disinimah ga pake karcis.
9. Apakah juru parkir mengetahui bahwa dishub mengeluarkan karcis resmi? Kurang tau deh kalo dishub juga ngeluarin karcis.
10. Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir? Dapat baju, kartu nama, SK dari dishubnya pas awal daftar.
11. Apakah ada persyaratan untuk menjadi juru parkir? Jadi pas daftar jadi tukang parkir itu ke RT, RW, koordinator, baru ke dishub.
12. Pernahkah juru parkir tidak memberikan setoran kepada pengasa setempat? Kita setor setiap hari ga pernah engga.
MEMBER CHECK
Nama : Ilham
Pekerjaan : Juru Parkir
1. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Tidak ada evaluasi atau rapat.
2. Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir? Setoran sehari 100.000, buat yang punya lahan 50.000 buat kedishub 50.000.
3. Bagaimana sistem pengupahan juru parkir? Paling juga kita dapet 50.000 .
4. Apakah dishub pernah melakukan sidak? Engga pernah ada sidak.
5. Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir? Ga ada preman ada juga yang punya lahan parkir.
6. Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir? Ada aja yang ga bayar parkir, seikhlasnya aja.
7. Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas? Ga ada karcis dari dishubnya.
8. Apakah juru parkir mengetahui bahwa dishub mengeluarkan karcis resmi? Ga tau.
9. Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir? Identitas dari dishub cuman ngasih seragam sama SK aja.
10. Apakah ada persyaratan untuk menjadi juru parkir? Langsung ke coordinator.
11. Pernahkah juru parkir tidak memberikan setoran kepada pengasa setempat? Setor setiap hari
MEMBER CHECK
Nama : Herman
Pekerjaan : Juru Parkir
1. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Engga pernah.
2. Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir? Setoran 50% 50%, nah buat dishub dikasih dari yang punya lahan.
3. Bagaimana sistem pengupahan juru parkir? 50% dari pendapatan sisanya buat yang punya lahan.
4. Apakah dishub pernah melakukan sidak? Sidak, dishub ga pernah ngecek.
5. Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir? Ada, tapi namanya yang punya lahan.
6. Berapa besaran hasil yang dibagi kepada penguasa setempat? 50% dari pendapatan.
7. Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir? Bayar semua kalo disini.
8. Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas? Tidak ada.
9. Apakah juru parkir mengetahui bahwa dishub mengeluarkan karcis resmi? Tidak Tahu karcis di sini dibuat sendiri.
10. Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir? Ada SK nya ko.
MEMBER CHECK
Nama : Tomi
Pekerjaan : Juru Parkir
1. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Engga ada, engga pernah rapat sama dishub.
2. Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir? Setoran disini 5.000 perhari, kalo saya bulanan, sebulan 200.000 langsung ke dishub sisanya buat saya.
3. Bagaimana sistem pengupahan juru parkir? Minimal disini dapet 70.000 satu shift.
4. Apakah dishub pernah melakukan sidak? Kalo sidak ga ada cuman pantau aja setiap hari sekalian ambil setoran.
5. Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir? Ya, ada yang punya lahan.
6. Berapa besaran hasil yang dibagi kepada penguasa setempat? Jadi setor lagi perminggu 300.000 yang punya lahan tentara, tapi kalo lagi.sepi, alasannya jelas ya ga setor, dianggep bolong.
7. Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir? Ada aja yang ga bayar, ga dipatok kalo disini.
8. Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas? Ada, kalo karcis dari dishub itu sebulan sekali dikasihnya, kalo belum sebulan udah abis, pake kartu sendiri.
9. Apakah juru parkir mengetahui bahwa dishub mengeluarkan karcis resmi? Tau.
10. Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir? Dapet identitas dari dishub seperti baju, kartu nama sama SK, kalau baju kadang sebulan sekali dikasih, kadang juga engga.
11. Apakah ada persyaratan untuk menjadi juru parkir? Langsung ke dishub.
12. Pernahkah juru parkir tidak memberikan setoran kepada pengasa setempat? Setor setiap hari.
MEMBER CHECK
Nama : Ardi
Pekerjaan : Juru Parkir
1. Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya? Engga ada evaluasi.
2. Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir? Setorannya 10.000 ribu ke dishub, sisanya buat kita.
3. Bagaimana sistem pengupahan juru parkir? Sisa setelah setoran ke dishub.
4. Apakah dishub pernah melakukan sidak? Dishub sidak kalua ada kehilangan cuman sekedar bantu aja/
5. Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir? Kalau preman ga ada.
6. Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir? Kadang ada yang ga bayar.
7. Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas? Dishub ga pernah kasih karcis, kita di sini ga pake karcis ribet.
8. Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir? Dikasih seragam aja sama SK.
9. Apakah ada persyaratan untuk menjadi juru parkir? Kalau mau jadi tukang parkir ga ada persyaratan hanya bantu aja sukarela.
10. Pernahkah juru parkir tidak memberikan setoran kepada pengasa setempat? Setor setiap hari.
MEMBER CHECK
Nama : Rizal
Pekerjaan : Pegawai Swasta
1. Berapa tarif yang parkir yang dikenakan?
Rp.2000
2. Apakah anda diberikan karcis saat parkir? Tidak, seharusnya diberikan karcis untuk pengendara dan juga di motornya .diberi karcis yang sama supaya menghindari pencurian.
3. Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada? Ya, karena untuk motor cukup memberatkandan biasanya saya menggunakan hanya sebentar dan jarang-jarang.
4. Berapa tarif yang diinginkan? 1.000.
5. Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir? Tidak, sepertinya pemerintah tidak melakukan sosialisasi tentang peraturan parkir.
6. Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan? Ya, membantu. Juru parkir juga membantu ketika saya mengeluarkan .kendaraan saya dari tempaat parkir jika saya kesulitan.
7. Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir? Ya, ketika saya mengeluarkan motor, juru parkir menghampiri untuk menagih retribusi parkirnya.
8. Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir? Tidak, pemerintah sepertinya tidak transparansi terkait pengelolaan retribusi parkir.
MEMBER CHECK
Nama : Iyan
Pekerjaan : Pegawai Swasta
1. Berapa tarif yang parkir yang dikenakan? Bayar parkir motor Rp. 2.000, mau lama mau sebentar, kalau dikasih Rp. 1.000 seringnya sih ditolak.
2. Apakah anda diberikan karcis saat parkir? Iya, terkadang diberikan karcis.
3. Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada? Tidak sama sekali, itung-itung membantu sesama.
4. Berapa tarif yang diinginkan? Untuk motor 1.000 dan mobil 2.000.
5. Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir? Sedikit mengetahui.
6. Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan? Ya, kadang-kadang.
7. Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir? Beberapa juru parkir memaksakan bayar parkir.
8. Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir? Tidak sama sekali, karena kurang sosialisasi.
MEMBER CHECK
Nama : Aryan
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Berapa tarif yang parkir yang dikenakan? Biasanya sih 2.000 kadang juga 1.000 engga apa apa, tapi ada juga yang dikasih 1.000 masih gamau tetep aja minta 2.000, tapi saya sendiri gatau sebenernya berapa ketetapan untuk bayar parkir roda dua.
2. Apakah anda diberikan karcis saat parkir? Kadang ada yang ngasih karcis kadang ada juga yang dibiarin ga pake karcis Cuma ujung-ujungnya ditagih juga.
3. Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada? Dengan tarif yang ada, saya merasa tidak keberatan, tetapi saya merasa bingung harus membayar berapa karena belum mengetahui peraturan menurut daerah.
4. Berapa tarif yang diinginkan? Kalau yang diinginkan tetap 1.000 untuk kendaraan roda dua.
5. Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir? Mengetahui tentang retribusi parkir, tetapi tidak mendalam karena hanya tau kalua retribusi parkir itu sumber PAD.
6. Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan? Tidak cukup membantu, karena terkadang ada saja juru parkir yang diam saja, bisa dikatakan makan gaji buta.
7. Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir? Memaksa untuk bayar parkir.
8. Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir?
Tidak mengetahui secara spesifik, karena yang saya ketahui retribusi parkir itu setiap tempat dikuasai oleh satu pihak bias dibilang penguasa tempat “preman atau jawara” atau pihak ketiga dan tidak mengetahui seberapa besar yang diberikan kepada dinas perhubungan atau dinas terkait yang menangani ini
MEMBER CHECK
Nama : Indra
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
1. Berapa tarif yang parkir yang dikenakan? Pernah kena kadang 2000 kadang 1000.
2. Apakah anda diberikan karcis saat parkir? Kadang dapet kadang engga.
3. Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada? Keberatan, kadang motor kalo kita jagain juga tetep kena tarif.
4. Berapa tarif yang diinginkan? Harusnya kalo ditempat umum tidak dikenakan tarif karena bias menurunkan antusias masyarakat jika dilakukan terus menerus.
5. Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir? Untuk masyarakat awam sih belum.
6. Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan? Boro-boro, ga pernah peka tuh tukang parkir, pengen duit doang.
7. Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir? Maksa, nagihnya kadang ada yang galak, tapi ada juga yang sedikasihnya aja.
8. Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir? Kadang mikir itu uang parkir dikemanakan, apa dimakan petugas parkir, apa emang disetor ke yang punya tempat, apa emang dikasih ke dinas terkait untuk, masuk kas pajak parkir.
MEMBER CHECK
Nama : Dwi
Pekerjaan : Mahasiswi
1. Berapa tarif yang parkir yang dikenakan? Kalo parkir di sekitar BCA Penancangan masih 1000. Ditempat lain sering nya 2000. Kadang saya kasih uang pas 1000, kalau dikasih uang 2000 ga dikembaliin.
2. Apakah anda diberikan karcis saat parkir? Engga.
3. Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada? Kalo 2000 keberatan, karena sama kaya tarif parkir mobil.
4. Berapa tarif yang diinginkan? 1000 buat waktu parkir yang lama diatas 1 jam. 500 buat waktu parkir dibawah 1 jam.
5. Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir? Kurang tau.
6. Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan? Kadang bantuin, kadang engga, lebih sering mundurin motor sendiri.
7. Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir? Harus bayar parkir.
8. Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir? Kurang tau.
MEMBER CHECK
Nama : Tama
Pekerjaan : Pegawai Swasta
1. Berapa tarif yang parkir yang dikenakan? Kadang 2000, kadang 1000.
2. Apakah anda diberikan karcis saat parkir? Kadang iya, kadang tidak.
3. Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada? Tidak keberatan.
4. Berapa tarif yang diinginkan? Sudah sesuai 2000, karena menurut saya sudah sesuai dengan kemampuan membayar dan kesediaan untuk membayar bagi pengguna jasa parkir.
5. Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir? Tidak.
6. Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan? Tergantung situasi.
7. Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir? Tidak.
8. Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir? Tidak .
TRANSKIP DATA
Peneliti Peraturan atau Keputusan apa saja yang mengatur retribusi parkir?
Kode
I1.1 Ada Peraturan Daerah dan ada juga Undang-undang. 1
I1.2 UUD 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah No 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah
2
Peneliti Apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat?
I1.1 Masih jauh. Perencanaan sudah sesuai masih ada kekurangan yang harus dibenahi.
3
I1.2 Perencanaan sudah sesuai, mekanisme antara perencanaan ada perubahan dengan pelaksanaan, sesuai dengan kondisi lapangan, tidak mulus
4
Peneliti Adakah beberapa aspek peraturan atau keputusan yang perlu dibenahi?
I1.1 Zona-zona parkir masih banyak yang belum terjamah koordinator
5
I1.2 Masih, tentang mekanisme pemungutan retribusi harus dituangkan melalui kepwal/perwal dan dibuatkan perda
6
Peneliti Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya?
I1.1 Ada evaluasi rutin. 7
I1.2
Evaluasi selalu kita lakukan baik dalam perencanaan maupun realisasinya, karena masih perlu perbaikan dalam parkir apalagi pada saat pelaksanaan di lapangan.
8
I1.3.1
Engga pernah diajak rapat sama dishub, palingan kalo rapat dishub itu cuma koordinator aja. Nah kita mah rapatnya sama koordinator aja. Itu juga kalo ada info dari dishub. Pernah rapat waktu itu sama koordinator ngebahas tentang penampatan aja
9
I1.3.2 Tidak ada evaluasi atau rapat 10
I1.3.3 Engga pernah 11 I1.3.4 Engga ada, engga pernah rapat sama dishub 12 I1.3.5 Engga ada evaluasi 13
Peneliti Berapa kali evaluasi dilaksanakan dalam setahun? I1.1 Ada, setiap bulan dan ada juga yang 3 bulan. 14 I1.2 Evaluasi perbulan, triwulan, perenam bulan, pertahun 15
Peneliti Apakah hasil evaluasi memberikan jawaban atas masalah yang terjadi sebelumnya?
I1.1 Sudah bisa menjawab, karena memuat tentang situasi di lapangan.
16
I1.2 Evaluasi memuat pendapatan, kinerja dan situasi di lapangan
17
Peneliti Bagaimana pengelolaan retribusi parkir di Kota Serang ?
I1.1 Pengelolaan sudah ada didalam peraturan. 18
I1.2
Tertuang dalam SOP, penyebaran karcis kepada juru parkir, pungutan, penarikan, pencatatan di UPT, penyetoran kepada bendahara pendapatan disetor kepada DPPKD melalui bank
19
Peneliti Adakah master plan pengelolaan retribusi parkir setiap tahunnya?
I1.1 Ada masterplan. 20
I1.2 Ada masterplan karena potensi besar harus melihat kondisi lapangan yang masuk hanya 20-30%
21
Peneliti Bagaimana proses perencanaan target penerimaan retribusi setiap tahunnya?
I1.1 Ditentukan bersama DPRD 22
I1.2
Seharusnya pertarget berdasarkan hasil kajian dinas, diusulkan ke DPRD tetapi terbalik ditentukan legislatif baru ke dishub tanpa melihat kondisi, berarti ga berimbang. Tetap berupaya walau berat, karena ada kemampuan dan tarif akan sulit. Dewan tidak menjelaskan angka yang diperoleh.
23
Peneliti Bagaimana perencanaan sistem pengelolaan hasil dari retribusi parkir?
I1.1 Digunakan untuk menambah pendapatan daerah. 24
I1.2
Hasil retribusi parkir yang diterima dishub dari juru parkir itu kemudian direkap dan disetorkan kepada DPPKD. Uang dari hasil setoran tidak boleh mengendap di kantor dishub.
25
Peneliti Bagaimana perencanaan pengelolaan zona-zona parkir?
I1.1 Perencanaan pengelolaan zona-zona parkir sudah dilakukan bersama Kepala UPT Parkir dengan membentuk zona-zona beserta kelengkapannya.
26
I1.2
UPT membentuk zona, intinya mempermudah pengawasan, membedakan potensi besar dan kecil dari bentangan wilayah yang luas, untuk mempermudah menyelesaikan / pengawasan dan pengendalian tidak melebar ke zona lain
27
Peneliti Apakah Standar Operasional Prosedur tersebut sudah dilaksanakan?
I1.1 Sudah dilaksanakan. 28 I1.2 SOP sebenarnya sudah dilaksanakan, hanya saja masih
perlu penyesuaian ketika di lapangan. 29
Peneliti Bagaimana sistem pengupahan SDM yang bertugas ?
I1.1 Dishub dalam hal ini UPT Parkir beserta jajaran nya. 30 I1.2 Tidak diatur atau belum diatur. Tidak diupah/ digaji
(juruparkir). Ada penentuan target dari dishub jika lebih buat juru parkir, tapi itu semua aturan berubah setelah dilapangan
31
Peneliti Apakah masing-masing pelaksana memiliki tupoksi yang jelas dan dimengerti oleh petugas?
I1.1 Tupoksi jelas, sudah diatur dan dijelaskan kepada petugas pelaksana.
32
I1.2 Tupoksinya jelas karena dalam pegawasan, ada pembinaan juru parkir, pembekalan teknis tentang aturan, ilmu, dan sebagainya 1 kali dalam 1 tahun, karena keterbatasan anggaran dalam beberapa tahap. Hampir 600 juta pertahun perzona perwakilannya. 1 hari penuh ada penggantian dana sesuai anggaran yang ada kurang lebih 60 ribu dan pembinaan 60 orang untuk sekali pembinaan.
33
Peneliti Bagaimana koordinasi dengan kepala dinas dan kepala UPT dalam memanajemen retribusi parkir di Kota Serang?
I1.1 Koordinasi kepala dinas kepada UPT melalui sekretaris sesuai perda.
34
I1.2 Dalam STOK. UPT bertanggungjawab langsung kepada kepala dinas. Garis Komando langsung dari kepala dinas hal ini adal dalam perda no 5 tahun 2014
35
Peneliti Bagaimana koordinasi kepala UPT dengan koordinator wilayah parkir dalam memanajemen retribusi parkir di kota serang?
I1.1 Kepala dinas memberi wewenang kepada kepala UPT untuk berkoordinasi dengan jajarannya
36
I1.2 UPT memberikan perintah langsung. Tidak lepas dari UPT dan pelaporan dilakukan secara berkala untuk penyetoran perhari seharusnya.
37
Peneliti Siapa yang melakukan pengawasan atau controling dalam pengelolaan retribusi parkir?
I1.1 UPT Parkir yang berkoordinasi dengan kepala dinas. 38
I1.2 UPT Parkir tentunya yang lebih berperan, karena sudah tupoksinya, hanya saja tetap perlu juga pengawasan
39
dari masyarakat karena kita belum 4ari menjangkau semua zona dengan SDM yang terbatas.
Peneliti Berapa kali pengawasan dilakukan? I1.1 Cukup sering. 40 I1.2 Pengawasan rutin yang berpotensi rawan, laporan
masyarakat kita langsung cek, kalo ada diupayakan pemberdayaan kalo tidak mau kepihak berwajib 1 bulan 6 kali
41
Peneliti Adakah sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan dalam retribusi parkir?
I1.1 Ada. 42 I1.2 Penyimpangan ada dimana dulu, biasanya kelapangan
kalo ada tindakan kriminal langsung ke pihak berwajib. Perubahan dan penggantian SDM walaupun secara hirarki bukan orang dinas
43
Peneliti Bagaimana proses pembuatan dan penggunaan karcis parkir?
I1.1 Pembuatan dilakukan di bagian Sekretariat dishub. 44 I1.2 Pembuatan dilakukan oleh sekretariat dishub. Sudah
dianggarkan karena ada untuk terminal dan parkir. Dalam 1 tahun kurang lebih 30 juta. Bagaimana bisa menghasilkan yang besar butuh anggaran yang lebih untuk mendapatkan hasil yang besar.Karcis yang asli ada tanda koorporasi lobang DPPKD baru bernialai uang. Prosesnya dari UPT, kepala dinas, baru di legislasi DPPKD, UPT lagi baru UPT distribusi melalui koordinator
45
Peneliti Bagaimana proses penentuan tarif retribusi parkir baik untuk kendaraan beroda dua maupun kendaraan beroda empat?
I1.1 Penentuan tariff ditentukan oleh dishub, DPPKD serta DPRD.
46
I1.2 Penentuan tarif awalnya ditentukan oleh dishub yang kemudian dirapatkan kembali dengan DPRD baru setelah itu muncul sebagai perda.
47
Peneliti Bagaimana alternatif solusi dalam tahap pengawasan?
I1.1 Alternatif solusi diberikan wewenang kepada UPT Parkir selaku pelaksana dan pihak yang mengetahui kondisi lapangan, namun nanti nya tetap ada laporan kepada kepala dinas.
48
I1.2 Alternatif solusi dalam rangka hasil akhir dari pengawasan dapat berupa mempersempit zona seperti
49
yang sudah dilakukan untuk mempermudah pengawasan, alternatif lain nya bisa dilakukan sesuai dengan hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan.
Peneliti Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir?
I1.3.1 Setoran disini sehari 25.000 buat 2 orang, yang jaga pagi sampe siang sama siang sampe malem. Sisanya buat kita orang setoran dikasih ke koordinator, baru koordinator ngasih ke dishub.
50
I1.3.2 Setoran sehari 100.000, buat yang punya lahan 50.000 buat kedishub 50.000
51
I1.3.3 Setoran 50% 50%, nah buat dishub dikasih dari yang punya lahan
52
I1.3.4 Setoran disini 5.000 perhari, kalo saya bulanan, sebulan 200.000 langsung ke dishub sisanya buat saya
I1.3.5 Setorannya 10.000 ribu ke dishub, sisanya buat dia 53
Peneliti Bagaimana sistem pengupahan juru parkir? I1.3.1 Rata-rata disini dapat 100.000 perhari 54 I1.3.2 Paling juga kita dapet 50.000 55 I1.3.3 50% dari pendapatan sisanya buat yang punya lahan 56 I1.3.4 Minimal disini dapet 70.000 satu shift 57 I1.3.5 Sisa setelah setoran ke dishub
Peneliti Apakah dishub pernah melakukan sidak? I1.3.1 Dishub sering ngecek, kadang tiap hari, pakai mobil
patroli, naik motor, kan keliatan tuh kalao motor sama mobil dishub mah. Dishub mantau lewat-lewat aja, kadang berenti kadang juga cuman ngopi diwarung
58
I1.3.2 Engga pernah ada sidak 59 I1.3.3 Sidak, dishub ga pernah ngecek 60
I1.3.4 Kalo sidak ga ada cuman pantau aja setiap hari sekalian ambil setoran
61
I1.3.5 Dishub sidak kalua ada kehilangan cuman sekedar bantu aja,
62
Peneliti Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir?
I1.3.1 Kalo di sini ga ada penguasa lahan, jadi setor kekoordinator aja, koordinator juga sama-sama tukang parkir
63
I1.3.2 Ga ada preman ada juga yang punya lahan parkir 64 I1.3.3 Ada, tapi namanya yang punya lahan 65
I1.3.4 Ya, ada yang punya lahan 66 I1.3.5 Kalau preman ga ada 67
Peneliti Berapa besaran hasil yang dibagi kepada penguasa setempat?
I1.3.1 50.000 untuk yang punya lahan 68 I1.3.3 50% dari pendapatan 69 I1.3.4 Jadi setor lagi perminggu 300.000 yang punya lahan
tentara, tapi kalo lagi sepi, alasannya jelas ya ga setor, dianggep bolong
70
Peneliti Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir?
I1.3.1 Ada aja yang ga bayar parkir, disini mah bebas ga dipatokin , dikasih gope juga di terima
71
I1.3.2 Ada aja yang ga bayar parkir, seikhlasnya aja 72 I1.3.3 Bayar semua kalo disini 73 I1.3.4 Ada aja yang ga bayar, ga dipatok kalo disini 74 I1.3.5 Kadang ada yang ga bayar 75
Peneliti Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas?
I1.3.1 Bebas disnimah ga pake karcis 76 I1.3.2 Ga ada karcis dari dishubnya 77 I1.3.3 Tidak ada 78 I1.3.4 Ada, kalo karcis dari dishub itu sebulan sekali
dikasihnya, kalo belum sebulan udah abis, pake kartu sendiri
79
I1.3.5 Dishub ga pernah kasih karcis, kita di sini ga pake karcis ribet
80
Peneliti Apakah juru parkir mengetahui bahwa dishub mengeluarkan karcis resmi?
I1.3.1 Kurang tau deh kalo dishub juga ngeluarin karcis 81 I1.3.2 Ga tau 82 I1.3.3 Tidak Tahu karcis di sini dibuat sendiri 83 I1.3.4 Tau 84
Peneliti Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir?
I1.3.1 Dapat baju, kartu nama, SK dari dishubnya pas awal daftar
85
I1.3.2 Identitas dari dishub cuman ngasih seragam sama SK aja
86
I1.3.3 Ada SK nya ko 87
I1.3.4 Dapet identitas dari dishub seperti baju, kartu nama sama SK, kalau baju kadang sebulan sekali dikasih, kadang juga engga
88
I1.3.5 Dikasih seragam aja sama SK 89
Peneliti Apakah ada persyaratan untuk menjadi juru parkir?
I1.3.1 Jadi pas daftar jadi tukang parkir itu ke RT, RW, koordinator, baru ke dishub
90
I1.3.2 Langsung ke koordinator 91 I1.3.4 Langsung ke dishub 92 I1.3.5 Kalau mau jadi tukang parkir ga ada persyaratan hanya
bantu aja sukarela 93
Peneliti Pernahkah juru parkir tidak memberikan setoran kepada pengasa setempat?
I1.3.1 Kita setor setiap hari ga pernah engga 94 I1.3.2 Setor setiap hari 95 I1.3.4 Setor setiap hari 96 I1.3.5 Setor setiap hari 97
Peneliti Berapa tarif yang parkir yang dikenakan? I3.1 2.000 rupiah 98 I3.2 Bayar parkir motor Rp. 2.000, mau lama mau sebentar,
kalau dikasih Rp. 1.000 seringnya sih ditolak 99
I3.3 Biasanya sih 2.000 kadang juga 1.000 engga apa apa, tapi ada juga yang dikasih 1.000 masih gamau tetep aja minta 2.000, tapi saya sendiri gatau sebenernya berapa ketetapan untuk bayar parkir roda dua
100
I3.4 Pernah kena kadang 2000 kadang 1000. 101 I3.5 Kalo parkir di sekitar BCA Penancanganmasih 1000.
Ditempat lain sering nya 2000. Kadang saya kasih uang pas 1000, kalau dikasih uang 2000 ga dikembaliin.
102
I3.6 Kadang 2000, kadang 1000. 103
Peneliti Apakah anda diberikan karcis saat parkir?
I3.1 Tidak, seharusnya diberikan karcis untuk pengendara dan juga di motornya diberi karcis yang sama supaya menghindari pencurian.
104
I3.2 Iya, terkadang diberikan karcis. 105 I3.3 Kadang ada yang ngasih karcis kadang ada juga yang
dibiarin ga pake karcis Cuma ujung-ujungnya ditagih juga.
106
I3.4 Kadang dapet kadang engga. 107 I3.5 Engga. 108
I3.6 Kadang iya, kadang tidak. 109
Peneliti Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada?
I3.1 Ya, karena untuk motor cukup memberatkandan biasanya saya menggunakan hanya sebentar dan jarang-jarang.
110
I3.2 Tidak sama sekali, itung-itung membantu sesama. 111 I3.3 Dengan tarif yang ada, saya merasa tidak keberatan,
tetapi saya merasa bingung harus membayar berapa karena belum mengetahui peraturan menurut daerah.
112
I3.4 Keberatan, kadang motor kalo kita jagain juga tetep kena tarif.
113
I3.5 Kalo 2000 keberatan, karena sama kaya tarif parkir mobil.
114
I3.6 Tidak keberatan. 115 Peneliti Berapa tarif yang diinginkan?
I3.1 1.000. 116 I3.2 Untuk motor 1.000 dan mobil 2.000. 117 I3.3 Kalau yang diinginkan tetap 1.000 untuk kendaraan
roda dua . 118
I3.4 Harusnya kalo ditempat umum tidak dikenakan tarif karena bias menurunkan antusias masyarakat jika dilakukan terus menerus.
119
I3.5 1000 buat waktu parkir yang lama diatas 1 jam. 500 buat waktu parkir dibawah 1 jam.
120
I3.6 Sudah sesuai 2000, karena menurut saya sudah sesuai dengan kemampuan membayar dan kesediaan untuk membayar bagi pengguna jasa parkir.
121
Peneliti Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir?
I3.1 Tidak, sepertinya pemerintah tidak melakukan sosialisasi tentang peraturan parkir.
123
I3.2 Sedikit mengetahui. 124 I3.3 Mengetahui tentang retribusi parkir, tetapi tidak
mendalam karena hanya tau kalua retribusi parkir itu sumber PAD.
125
I3.4 Untuk masyarakat awam sih belum. 126 I3.5 Kurang tau. 127 I3.6 Tidak. 128
Peneliti Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan?
I3.1 Ya, membantu. Juru parkir juga membantu ketika saya mengeluarkan kendaraan saya dari tempaat parkir jika saya kesulitan.
129
I3.2 Ya, kadang-kadang. 130 I3.3 Tidak cukup membantu, karena terkadang ada saja juru
parkir yang diam saja, bias dikatakan makan gaji buta. 131
I3.4 Boro-boro, ga pernah peka tuh tukang parkir, pengen duit doang.
132
I3.5 Kadang bantuin, kadang engga, lebih sering mundurin motor sendiri.
133
I3.6 Tergantung situasi. 134
Peneliti Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir?
I3.1 Ya, ketika saya mengeluarkan motor, juru parkir menghampiri untuk menagih retribusi parkirnya.
135
I3.2 Beberapa juru parkir memaksakan bayar parkir. 136 I3.3 Memaksa untuk bayar parkir. 137 I3.4 Maksa, nagihnya kadang ada yang galak, tapi ada juga
yang sedikasihnya aja. 138
I3.5 Harus bayar parkir. 139 I3.6 Tidak. 140
Peneliti Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir?
I3.1 Tidak, pemerintah sepertinya tidak transparansi terkait pengelolaan retribusi parkir.
141
I3.2 Tidak sama sekali, karena kurang sosialisasi. 142 I3.3 Tidak mengetahui secara spesifik, karena yang saya
ketahui retribusi parkir itu setiap tempat dikuasai oleh satu pihak bias dibilang penguasa tempat “preman atau jawara” atau pihak ketiga dan tidak mengetahui seberapa besar yang diberikan kepada dinas perhubungan atau dinas terkait yang menangani ini.
143
I3.4 Kadang mikir itu uang parkir dikemanakan, apa dimakan petugas parkir, apa emang disetor ke yang punya tempat, apa emang dikasih ke dinas terkait untuk, masuk kas pajak parkir.
144
I3.5 Kurang tau. 145 I3.6 Tidak . 146
KODING DATA
Kode Kata Kunci 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Peraturan daerah dan Undang-undang. UUD 28/2009 dan Perda Kota Serang 13/2011. Perencanaan sudah sesuai. Perencanaan sudah sesuai. Zona-zona parkir yang belum terjamah. Mekanisme pemungutan retribusi dituangkan dalam kepwal /perwal. Evaluasi rutin. Evaluasi selalu dilakukan. Tidak pernah diajak rapat oleh dishub. Tidak ada evaluasi. Tidak pernah. Tidak ada. Tidak ada. Evaluasi setiap bulan dan pertiga bulan. Evaluasi perbulan, triwulan, perenam bulan dan pertahun. Sudah bisa menjawab. Memuat pendapatan, kinerja dan situasi. Pengelolaan ada dalam peraturan. Tertuang dalam SOP. Ada masterplan. Ada masterplan. Ditentukan bersama DPRD. Dikaji dishub dan diusulkan ke DPRD. Untuk menambah pendapatan daerah. Diterima dishub dan direkap DPPKD. Pengelolaan zona parkir oleh UPT Parkir. UPT membentuk zona. Sudah dilaksanakan. SOP sudah dilaksanakan. UPT beserta jajarannya. Tidak diatur atau bbelum diatur. Tupoksi jelas. Tupoksi jelas. Sesuai Perda. Sesuai Perda. Kepala dinas member wewenang kepada kepala UPT UPT memberikan perintah langsung UPT Parkir UPT Parkir Cukup sering. Rutin. Ada Tergantung letak penyimpangan
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Pembuatan dilakukan di secretariat Dishub Dari UPT, kepala dinas, baru dilegislasi DPPKD, UPT lagi baru UPT distribusi melalui coordinator Ditentukan oleh DPRD dan DPPKD Awal dari Dishub, dirapatkan DPRD lalu muncuk Perda Alternatif solusi diberikan wewenang kepada UPT Parkir selaku pelaksana Alternatif solusi dilakukan hasil dari evaluasi Setoran ke koordinator, koordinator kasih ke Dishub Setoran sehari 1000.000, buat punya lahan 50.000 buat ke dishub 50.000 Setoran 50% : 50% Setoran 5000/hari, kalo bulanan 200.000, setor ke dishub sisanya buat saya Setorannya 10.000 ke dishub, sisanya buat dia Rata-rata 100.000/hari 50.000 50% dari pendapatan sisanya buat yang punya lahan 70.000 per shift Sisa setelah setoran ke dishub Sering Enggak pernah Sidah, ga pernah ngecek Cuma pantau dan ambil setoran Dishub sidak kalau ada kehilangan Hanya setor ke koordinator Ga ada preman, yang ada yang punya lahan Ya, ada yang punya lahan Ya, ada yang punya lahan Ga ada 50.000 untuk yang punya lahan 50% dari pendapatan 300.000 perminggu ke yang punya lahan Ada. Ada. Bayar semua Ada. Ada. Ga pakai karcis Ga ada karcis Tidak ada Ada. Sebulan sekali Ga pernah pakai karcis Kurang tau Gak Tau Tidak tau Tau Baju, kartu nama, SK dari dishub Identitas, seragam, SK
89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134
Ada SK Baju, kartu nama, SK Seragam, dan SK Daftar ke RT/RW, koordinator, lalu Dishub Ke Koordinator Langsung Dishub Ga ada persyaratan Tidak Setor Setor Setor 2000 rupiah 2000, kalau 1000 saya tolak Biasanya 2000, kadang 1000. Tapi sering ga mau kalau 1000 Kadang 2000 kadang 1000 Ada yang masih jujur 1000, ada yang harus bayar 2000 Kadang 2000, kadang 1000 Tidak Iya dikasih Kadang dikasih Kadang dikasih Enggak Kadang dikasih Ya Tidak sama sekali Tidak. Tapi harus jelas sesuai tariff Keberatan Kalau tariff parkir motor sama kayak mobil, keberatan Tidak keberatan 1000 Motor 1000, mobil 2000 1000 Kalau ditempat umum tidak perlu dikenakan tarif 1000 untuk parkir diatas 1 jam, dan 500 untuk parkir dibawah 1 jam Sudah sesuai 2000 Tidak Sedikit Tahu Belum Kurang tau Tidak Ya Ya, terkadang Tidak cukup membantu Ga pernah Kadang bantu, kadang tidak
135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146
Tergantung situasi Ya Memaksa bayar Maksa Harus bayar Tidak Tidak Tidak sama sekali Tidak mengetahui secara spesifik Tidak tau Kurang tau Tidak
KATEGORISASI DATA
Q1 Peraturan atau Keputusan apa saja yang mengatur retribusi parkir?
Kesimpulan
I1.1 Ada Peraturan Daerah dan ada juga Undang-undang.
Retribusi parkir diatur didalam Undang-undang dan juga peraturan daerh (perda), yaitu UUD No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi serta Peraturan daerah Kota Serang No. 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.
I1.2
UUD 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah No 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.
Q2 Apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat?
Kesimpulan
I1.1 Masih jauh. Perencanaan sudah sesuai masih ada kekurangan yang harus dibenahi.
Perencanaan sudah sesuai, tetapi masih ada kekurangan yang harus dibenahi sesuai dengan keadaan dilapangan. I1.2
Perencanaan sudah sesuai, mekanisme antara perencanaan ada perubahan dengan pelaksanaan, sesuai dengan kondisi lapangan, tidak mulus.
Q3 Adakah beberapa aspek peraturan atau keputusan yang perlu dibenahi?
Kesimpulan
I1.1 Zona-zona parkir masih banyak yang belum terjamah koordinator.
Beberapa aspek peraturan masih perlu dibenahi seperti zona-zona parkir yang masih belum terjamah serta mekanisme pemungutan retribusi parkir.
I1.2
Masih, tentang mekanisme pemungutan retribusi harus dituangkan melalui kepwal/perwal dan dibuatkan perda.
Q4 Adakah evaluasi mengenai retribusi parkir baik dalam perencanaan maupun realisasinya?
Kesimpulan
I1.1 Ada evaluasi rutin. Evaluasi dilakukan rutin oleh Dishubkominfo Kota Serang, baik dalam perencanaan maupun realisasinya. Namun, dari
I1.2
Evaluasi selalu kita lakukan baik dalam perencanaan maupun realisasinya, karena masih perlu perbaikan dalam parkir apalagi pada saat pelaksanaan di lapangan.
I1.3.1
Engga pernah diajak rapat sama dishub, palingan kalo rapat dishub itu cuma koordinator aja. Nah kita mah rapatnya sama koordinator aja. Itu juga kalo ada info dari dishub. Pernah rapat waktu itu sama koordinator ngebahas tentang penampatan aja.
pihak juru parkir tidak dilibatkan dalam proses evaluasi. Sesekali hanya koordinator lapangan yang ikut evaluasi dengan Dishubkominfo Kota Serang.
I1.3.2 Tidak ada evaluasi atau rapat.
I1.3.3 Engga pernah.
I1.3.4 Engga ada, engga pernah rapat sama dishub.
I1.3.5 Engga ada evaluasi.
Q5 Berapa kali evaluasi dilaksanakan dalam setahun?
Kesimpulan
I1.1 Ada, setiap bulan dan ada juga yang 3 bulan.
Dishubkominfo Kota Serang melaksanakan evaluasi rutin yaitu setiap bulan, setiap 3 bulan, setiap 6 bulan serta setiap tahun.
I1.2
Evaluasi perbulan, triwulan, perenam bulan, pertahun.
Q6 Apakah hasil evaluasi memberikan jawaban atas masalah yang terjadi sebelumnya?
Kesimpulan
I1.1 Sudah bisa menjawab, karena memuat tentang situasi di lapangan.
Evaluasi yang dilakukan Dishubkominfo Kota Serang dapat memberikan jawaban atas masalah yang terjadi.
I1.2
Evaluasi memuat pendapatan, kinerja dan situasi di lapangan.
Q7 Bagaimana pengelolaan retribusi parkir di Kota Serang ?
Kesimpulan
I1.1 Pengelolaan sudah ada didalam peraturan. Pengelolaan retribusi parkir di Kota Serang sudah diatur didalam peraturan dan tertuang dalam SOP, seperti tentang mekanisme nya, pencatatan serta penyetoran dan pihak terkait.
I1.2
Tertuang dalam SOP, penyebaran karcis kepada juru parkir, pungutan, penarikan, pencatatan di UPT, penyetoran kepada bendahara pendapatan disetor kepada DPPKD melalui bank.
Q8 Adakah master plan pengelolaan retribusi parkir setiap tahunnya?
Kesimpulan
I1.1 Ada masterplan. Ada masterplan tentang retribusi parkir karena melihat kondisi dilapangan yang memiliki potensi besar.
I1.2
Ada masterplan karena potensi besar harus melihat kondisi lapangan yang masuk hanya 20-30%.
Q9 Bagaimana proses perencanaan target penerimaan retribusi setiap tahunnya?
Kesimpulan
I1.1 Ditentukan bersama DPRD. Perencanaan target penerimaan retribusi parkir setiap tahun seharusnya berdasarkan hasil kajian Dishubkominfo Kota Serang, yang kemudian diusulkan ke DPRD. Tetapi pada kenyataannya keadaan terbalik, legisltif menentukan tanpa melihat kondisi dilapangan dan alas an yang jelas.
I1.2
Seharusnya pertarget berdasarkan hasil kajian dinas, diusulkan ke DPRD tetapi terbalik ditentukan legislatif baru ke dishub tanpa melihat kondisi, berarti ga berimbang. Tetap berupaya walau berat, karena ada kemampuan dan tarif akan sulit. Dewan tidak menjelaskan angka yang diperoleh.
Q10 Bagaimana perencanaan sistem pengelolaan hasil dari retribusi parkir?
Kesimpulan
I1.1 Digunakan untuk menambah pendapatan daerah.
Hasil dari retribusi parkir yang diterima Dishubkominfo Kota Serang direkap dan disetorkan kepada DPPKD, uang tidak boleh mengendap di kantor Dishubkominfo Kota Serang. Hasil dari retribusi parkir digunakan untuk menambah pendapatan daerah.
I1.2
Hasil retribusi parkir yang diterima dishub dari juru parkir itu kemudian direkap dan disetorkan kepada DPPKD. Uang dari hasil setoran tidak boleh mengendap di kantor dishub.
Q11 Bagaimana perencanaan pengelolaan zona-zona parkir?
Kesimpulan
I1.1 Perencanaan pengelolaan zona-zona parkir sudah dilakukan bersama Kepala UPT Parkir dengan membentuk zona-zona
Perencanaan pengelolaan zona-zona parkir dilakukan
beserta kelengkapannya. dengan Kepala UPT Parkir yang bertujuan untuk mempermudah pengawasan, membedakan potensi, mempermudah menyeleseikan pengendalian.
I1.2
UPT membentuk zona, intinya mempermudah pengawasan, membedakan potensi besar dan kecil dari bentangan wilayah yang luas, untuk mempermudah menyelesaikan / pengawasan dan pengendalian tidak melebar ke zona lain.
Q12 Apakah Standar Operasional Prosedur tersebut sudah dilaksanakan?
Kesimpulan
I1.1 Sudah dilaksanakan. SOP sudah dilaksanakan tetapi masih perlu penyesuaian ketika berada dilapangan.
I1.2
SOP sebenarnya sudah dilaksanakan, hanya saja masih perlu penyesuaian ketika di lapangan.
Q13 Bagaimana sistem pengupahan SDM yang bertugas ?
Kesimpulan
I1.1 Dishub dalam hal ini UPT Parkir beserta jajaran nya.
Sistem pengupahan tidak diatur atau belum diatur, belum berupa gaji atau upah. Sistem yang ada masih sesuai hasil yang didapat kemudian dibagi sesuai kesepakatan, peraturan yang ada berubah ketika dilapangan.
I1.2
Tidak diatur atau belum diatur. Tidak diupah/ digaji (juruparkir). Ada penentuan target dari dishub jika lebih buat juru parkir, tapi itu semua aturan berubah setelah dilapangan.
Q14 Apakah masing-masing pelaksana memiliki tupoksi yang jelas dan dimengerti oleh petugas?
Kesimpulan
I1.1 Tupoksi jelas, sudah diatur dan dijelaskan kepada petugas pelaksana.
Tupoksi masing-masing pelaksana sudah jelas dan dimengerti oleh setiap petugas, karena ada pengawasan, pembinaan, pembekalan teknis. Hanya saja pelaksanaannya belum menyeluruh masih terbentur dengan anggaran yang ada.
I1.2 Tupoksinya jelas karena dalam pegawasan, ada pembinaan juru parkir, pembekalan teknis tentang aturan, ilmu, dan sebagainya 1 kali dalam 1 tahun, karena keterbatasan anggaran dalam beberapa tahap. Hampir 600 juta pertahun perzona perwakilannya. 1 hari penuh ada penggantian dana sesuai anggaran yang ada kurang lebih 60 ribu dan pembinaan 60 orang untuk sekali pembinaan.
Q15
Bagaimana koordinasi dengan kepala dinas dan kepala UPT dalam memanajemen retribusi parkir di Kota Serang?
Kesimpulan
I1.1 Koordinasi kepala dinas kepada UPT melalui sekretaris sesuai perda.
Koordinasi Kepala Dinas dengan kepala UPT Parkir adalah UPT bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas sesuai peraturan yang ada.
I1.2 Dalam STOK. UPT bertanggungjawab langsung kepada kepala dinas. Garis Komando langsung dari kepala dinas hal ini ada dalam perda no 5 tahun 2014.
Q16
Bagaimana koordinasi kepala UPT dengan koordinator wilayah parkir dalam memanajemen retribusi parkir di kota serang?
Kesimpulan
I1.1 Kepala dinas memberi wewenang kepada kepala UPT untuk berkoordinasi dengan jajarannya.
Koordinasi Kepala UPT Parkir dengan koordinator wilayah yaitu UPT memberikan perintah langsung dalam memanajemen retribusi parkir dan Kepala Dinas memberikan wewenang kepada Kepala UPT Parkir untuk berkoordinasi dengan jajarannya.
I1.2
UPT memberikan perintah langsung. Tidak lepas dari UPT dan pelaporan dilakukan secara berkala untuk penyetoran perhari seharusnya.
Q17 Siapa yang melakukan pengawasan atau controling dalam pengelolaan retribusi parkir?
Kesimpulan
I1.1 UPT Parkir yang berkoordinasi dengan kepala dinas.
Dalam melakukan pengawasan atau controling pengelolaan retribusi parkir, UPT lebih berperan karena sudah tupoksinya namun tetap berkoordinasi dengan Kepala Dinas.
I1.2 UPT Parkir tentunya yang lebih berperan, karena sudah tupoksinya, hanya saja tetap perlu juga pengawasan dari masyarakat karena kita belum 5ari menjangkau semua zona dengan SDM yang terbatas.
Q18 Berapa kali pengawasan dilakukan? Kesimpulan I1.1 Cukup sering.
Pengawasan dilakukan cukup sering. Pengawasan rutin dilakukan ditempat
I1.2 Pengawasan rutin yang berpotensi rawan, laporan masyarakat kita langsung cek,
kalo ada diupayakan pemberdayaan kalo tidak mau kepihak berwajib 1 bulan 6 kali.
yang berpotensi rawan. Tetapi jika mengarah kepada tindak kriminal, akan dilaporkan kepada pihak yang berwajib.
Q19 Adakah sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan dalam retribusi parkir?
Kesimpulan
I1.1 Ada. Ada sanksi bila terjadi penyimpangan. Tetapi harus dilihat dimana penyimpangan itu terjadi. Apabila kriminal langsung ke pihak yang berwajib, apabila tentang SDM, akan ditindak oleh UPT.
I1.2
Penyimpangan ada dimana dulu, biasanya kelapangan kalo ada tindakan kriminal langsung ke pihak berwajib. Perubahan dan penggantian SDM walaupun secara hirarki bukan orang dinas.
Q20 Bagaimana proses pembuatan dan penggunaan karcis parkir?
Kesimpulan
I1.1 Pembuatan dilakukan di bagian Sekretariat dishub.
Pembuatan karcis parkir dilakukan dibagian secretariat Dishubkominfo Kota Serang. Pembuatan karcis parkir sudah memiliki anggaran. Karcis yang asli akan memilik koorporasi lubang DPPKD, baru setelah itu akan bernilai uang. Dari UPT Parkir kemudian ke Kepala Dinas baru di legislasi DPPKD, ke UPT Parkir lagi untuk didistribusikan.
I1.2 Pembuatan dilakukan oleh sekretariat dishub. Sudah dianggarkan karena ada untuk terminal dan parkir. Dalam 1 tahun kurang lebih 30 juta. Bagaimana bisa menghasilkan yang besar butuh anggaran yang lebih untuk mendapatkan hasil yang besar.Karcis yang asli ada tanda koorporasi lobang DPPKD baru bernialai uang. Prosesnya dari UPT, kepala dinas, baru di legislasi DPPKD, UPT lagi baru UPT distribusi melalui koordinator.
Q21
Bagaimana proses penentuan tarif retribusi parkir baik untuk kendaraan beroda dua maupun kendaraan beroda empat?
Kesimpulan
I1.1 Penentuan tarif ditentukan oleh dishub, DPPKD serta DPRD. Penentuan tarif ditentukan
oleh Dishub, DPPKD, dan DPRD Kota Serang
I1.2 Penentuan tarif awalnya ditentukan oleh dishub yang kemudian dirapatkan kembali dengan DPRD baru setelah itu muncul
sebagai perda.
Q22 Bagaimana alternatif solusi dalam tahap pengawasan?
Kesimpulan
I1.1 Alternatif solusi diberikan wewenang kepada UPT Parkir selaku pelaksana dan pihak yang mengetahui kondisi lapangan, namun nanti nya tetap ada laporan kepada kepala dinas.
Alternatif solusi diberikan wewenangnya kepada UPT
Parkir selaku pelaksana
I1.2 Alternatif solusi dalam rangka hasil akhir dari pengawasan dapat berupa mempersempit zona seperti yang sudah dilakukan untuk mempermudah pengawasan, alternatif lain nya bisa dilakukan sesuai dengan hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan.
Alternatif solusi dilakukan hasil dari evaluasi
Q23 Bagaimana sistem penyetoran retribusi parkir?
Kesimpulan
I1.3.1 Setoran disini sehari 25.000 buat 2 orang, yang jaga pagi sampe siang sama siang sampe malem. Sisanya buat kita orang setoran dikasih ke koordinator, baru koordinator ngasih ke dishub. Untuk ke Dishub setor Rp
10.000/ hari atau Rp 200.000/ bulan, sedangkan untuk setor ke pemilik lahan adalah 50 % pendapatan parkir.
I1.3.2 Setoran sehari 100.000, buat yang punya lahan 50.000 buat kedishub 50.000
I1.3.3 Setoran 50% 50%, nah buat dishub dikasih dari yang punya lahan.
I1.3.4 Setoran disini 5.000 perhari, kalo saya bulanan, sebulan 200.000 langsung ke dishub sisanya buat saya.
I1.3.5 Setorannya 10.000 ribu ke dishub, sisanya buat dia.
Q24 Bagaimana sistem pengupahan juru parkir?
Kesimpulan
I1.3.1 Rata-rata disini dapat 100.000 perhari.
50% pendapatan untuk sendiri/ sisanya disetorkan ke pemilik lahan dan Dishub (bagi hasil)
I1.3.2 Paling juga kita dapet 50.000. I1.3.3 50% dari pendapatan sisanya buat yang
punya lahan. I1.3.4 Minimal disini dapet 70.000 satu shift. I1.3.5 Sisa setelah setoran ke dishub.
Q25 Apakah dishub pernah melakukan Kesimpulan
sidak? I1.3.1 Dishub sering ngecek, kadang tiap hari,
pakai mobil patroli, naik motor, kan keliatan tuh kalao motor sama mobil dishub mah. Dishub mantau lewat-lewat aja, kadang berenti kadang juga cuman ngopi diwarung. Untuk sidak tidak pernah,
hanya untuk keperluan ambil setoran
I1.3.2 Engga pernah ada sidak. I1.3.3 Sidak, dishub ga pernah ngecek. I1.3.4 Kalo sidak ga ada 8umin pantau aja setiap
hari sekalian ambil setoran. I1.3.5 Dishub sidak kalau ada kehilangan 8umin
sekedar bantu aja.
Q26 Adakah penguasa setempat yang meminta bagian dari hasil parkir?
Kesimpulan
I1.3.1 Kalo di sini ga ada penguasa lahan, jadi setor kekoordinator aja, koordinator juga sama-sama tukang parkir.
Pemilik lahan yang menjadi penguasa parkirnya.
I1.3.2 Ga ada preman ada juga yang punya lahan parkir.
I1.3.3 Ada, tapi namanya yang punya lahan. I1.3.4 Ya, ada yang punya lahan. I1.3.5 Kalau preman ga ada.
Q27 Berapa besaran hasil yang dibagi kepada penguasa setempat?
Kesimpulan
I1.3.1 50.000 untuk yang punya lahan.
Tergantung kesepakatan dengan pemilik lahan.
I1.3.3 50% dari pendapatan. I1.3.4 Jadi setor lagi perminggu 300.000 yang
punya lahan tentara, tapi kalo lagi sepi, alasannya jelas ya ga setor, dianggep bolong.
Q28 Adakah pengguna parkir yang tidak membayar parkir?
Kesimpulan
I1.3.1 Ada aja yang ga bayar parkir, disini mah bebas ga dipatokin , dikasih gope juga di terima.
Ada I1.3.2 Ada aja yang ga bayar parkir, seikhlasnya
aja. I1.3.3 Bayar semua kalo disini. I1.3.4 Ada aja yang ga bayar, ga dipatok kalo
disini. I1.3.5 Kadang ada yang ga bayar.
Q29 Adakah karcis parkir yang dibuatkan oleh dinas?
Kesimpulan
I1.3.1 Bebas disnimah ga pake karcis.
Tidak pakai karcis
I1.3.2 Ga ada karcis dari dishubnya. I1.3.3 Tidak ada. I1.3.4 Ada, kalo karcis dari dishub itu sebulan
sekali dikasihnya, kalo belum sebulan udah abis, pake kartu sendiri.
I1.3.5 Dishub ga pernah kasih karcis, kita di sini ga pake karcis ribet.
Q30 Apakah juru parkir mengetahui bahwa dishub mengeluarkan karcis resmi?
Kesimpulan
I1.3.1 Kurang tau deh kalo dishub juga ngeluarin karcis. Sebagaian juru parkir
kurang megetahui tentang karcis resmi dari Dishub.
I1.3.2 Ga tau. I1.3.3 Tidak Tahu karcis di sini dibuat sendiri. I1.3.4 Tau.
Q31 Apakah identitas resmi yang diberikan oleh dishub kepada juru parkir?
Kesimpulan
I1.3.1 Dapat baju, kartu nama, SK dari dishubnya pas awal daftar.
Ada identitas resmi serta seragam yang diberikan oleh pihak dishub kepada juru parkir.
I1.3.2 Identitas dari dishub 9umin ngasih seragam sama SK aja.
I1.3.3 Ada SK nya ko. I1.3.4 Dapet identitas dari dishub seperti baju,
kartu nama sama SK, kalau baju kadang sebulan sekali dikasih, kadang juga engga.
I1.3.5 Dikasih seragam aja sama SK.
Q32 Apakah ada persyaratan untuk menjadi juru parkir?
Kesimpulan
I1.3.1 Jadi pas daftar jadi tukang parkir itu ke RT, RW, koordinator, baru ke dishub.
Melalui koordinator parkir setempat, lalu ke Dishub
I1.3.2 Langsung ke koordinator. I1.3.4 Langsung ke dishub. I1.3.5 Kalau mau jadi tukang parkir ga ada
persyaratan hanya bantu aja sukarela.
Q33 Pernahkah juru parkir tidak memberikan setoran kepada pengasa setempat?
Kesimpulan
I1.3.1 Kita setor setiap hari ga pernah engga. Tidak pernah, harus setor setiap hari. I1.3.2 Setor setiap hari.
I1.3.4 Setor setiap hari.
I1.3.5 Setor setiap hari.
Q34 Berapa tarif yang parkir yang dikenakan?
Kesimpulan
I3.1 2.000 rupiah
Rp 2000,-
I3.2 Bayar parkir motor Rp. 2.000, mau lama mau sebentar, kalau dikasih Rp. 1.000 seringnya sih ditolak.
I3.3 Biasanya sih 2.000 kadang juga 1.000 engga apa apa, tapi ada juga yang dikasih 1.000 masih gamau tetep aja minta 2.000, tapi saya sendiri gatau sebenernya berapa ketetapan untuk bayar parkir roda dua.
I3.4 Pernah kena kadang 2000 kadang 1000. I3.5 Kalo parkir di sekitar BCA
Penancanganmasih 1000. Ditempat lain sering nya 2000. Kadang saya kasih uang pas 1000, kalau dikasih uang 2000 ga dikembaliin.
I3.6 Kadang 2000, kadang 1000.
Q35 Apakah anda diberikan karcis saat parkir?
Kesimpulan
I3.1 Tidak, seharusnya diberikan karcis untuk pengendara dan juga di motornya diberi karcis yang sama supaya menghindari pencurian.
Tidak diberikan karcis, tapi pada tempat tertentu diberi karcis
I3.2 Iya, terkadang diberikan karcis. I3.3 Kadang ada yang ngasih karcis kadang
ada juga yang dibiarin ga pake karcis Cuma ujung-ujungnya ditagih juga.
I3.4 Kadang dapet kadang engga. I3.5 Engga. I3.6 Kadang iya, kadang tidak.
Q36 Apakah anda merasa keberatan dengan tarif yang ada?
Kesimpulan
I3.1 Ya, karena untuk motor cukup memberatkandan biasanya saya menggunakan hanya sebentar dan jarang-jarang. Tidak keberatan, jika
mendapatkan pelayanan parkir yang sesuai
I3.2 Tidak sama sekali, itung-itung membantu sesama.
I3.3 Dengan tarif yang ada, saya merasa tidak keberatan, tetapi saya merasa bingung harus membayar berapa karena belum mengetahui peraturan menurut daerah.
I3.4 Keberatan, kadang motor kalo kita jagain juga tetep kena tarif.
I3.5 Kalo 2000 keberatan, karena sama kaya tarif parkir mobil.
I3.6 Tidak keberatan. Q37 Berapa tarif yang diinginkan? Kesimpulan I3.1 1.000.
Rp 1000,-
I3.2 Untuk motor 1.000 dan mobil 2.000. I3.3 Kalau yang diinginkan tetap 1.000 untuk
kendaraan roda dua . I3.4 Harusnya kalo ditempat umum tidak
dikenakan tarif karena bias menurunkan antusias masyarakat jika dilakukan terus menerus.
I3.5 1000 buat waktu parkir yang lama diatas 1 jam. 500 buat waktu parkir dibawah 1 jam.
I3.6 Sudah sesuai 2000, karena menurut saya sudah sesuai dengan kemampuan membayar dan kesediaan untuk membayar bagi pengguna jasa parkir.
Q38 Apakah anda mengetahui tentang Peraturan Pemerintah terkait retribusi parkir?
Kesimpulan
I3.1 Tidak, sepertinya pemerintah tidak melakukan sosialisasi tentang peraturan parkir.
Banyak masyarakat yang belum mengetahui.
I3.2 Sedikit mengetahui. I3.3 Mengetahui tentang retribusi parkir, tetapi
tidak mendalam karena hanya tau kalua retribusi parkir itu sumber PAD.
I3.4 Untuk masyarakat awam sih belum. I3.5 Kurang tau. I3.6 Tidak.
Q39 Apakah juru parkir membantu anda saat memarkirkan kendaaraan?
Kesimpulan
I3.1 Ya, membantu. Juru parkir juga membantu ketika saya mengeluarkan kendaraan saya dari tempaat parkir jika saya kesulitan. Juru parkir sering tidak
membantu atau tidak melakukan tugas sebagaimana layaknya juru parkir.
I3.2 Ya, kadang-kadang. I3.3 Tidak cukup membantu, karena terkadang
ada saja juru parkir yang diam saja, bias dikatakan makan gaji buta.
I3.4 Boro-boro, ga pernah peka tuh tukang parkir, pengen duit doang.
I3.5 Kadang bantuin, kadang engga, lebih sering mundurin motor sendiri.
I3.6 Tergantung situasi.
Q40 Apakah juru parkir memaksakan untuk harus membayar parkir?
Kesimpulan
I3.1 Ya, ketika saya mengeluarkan motor, juru parkir menghampiri untuk menagih retribusi parkirnya.
Juru parkir lebih sering memaksa untuk bayar parkir. Pengunjung diharuskan membayar parkir.
I3.2 Beberapa juru parkir memaksakan bayar parkir.
I3.3 Memaksa untuk bayar parkir. I3.4 Maksa, nagihnya kadang ada yang galak,
tapi ada juga yang sedikasihnya aja. I3.5 Harus bayar parkir. I3.6 Tidak.
Q41 Apakah anda tahu tentang pengelolaan retribusi parkir?
Kesimpulan
I3.1 Tidak, pemerintah sepertinya tidak transparansi terkait pengelolaan retribusi parkir.
Pengguna jasa tidak mengetahui tentang pengelolaan retribusi parkir.
I3.2 Tidak sama sekali, karena kurang sosialisasi.
I3.3 Tidak mengetahui secara spesifik, karena yang saya ketahui retribusi parkir itu setiap tempat dikuasai oleh satu pihak bias dibilang penguasa tempat “preman atau jawara” atau pihak ketiga dan tidak mengetahui seberapa besar yang diberikan kepada dinas perhubungan atau dinas terkait yang menangani ini.
I3.4 Kadang mikir itu uang parkir dikemanakan, apa dimakan petugas parkir, apa emang disetor ke yang punya tempat, apa emang dikasih ke dinas terkait untuk, masuk kas pajak parkir.
I3.5 Kurang tau. I3.6 Tidak .
Plang Perda 13 tahun 2011 Parkir di tepi jalan Veteran
Karcis parkir yang tidak resmi Karcis parkir resmi
Parkir di tepi jalan Diponegoro Parkir di tepi jalan Veteran
Parkir di tepi jalan Diponegoro Parkir di tepi jalan Kaloran Brimob
Wawancara dengan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang Di Kantor Dishubkominfo Kota Serang
Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang
Di Kantor Dishubkominfo Kota Serang
Wawancara dengan Juru Parkir
Wawancara dengan Juru Parkir
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG
NOMOR 7 TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN, PARIWISATA,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DI KOTA SERANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SERANG,
Menimbang : a. bahwa sektor perhubungan, pariwisata, komunikasi dan informasi
darat memainkan peranan penting dalam rangka menunjang dan mendorong pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. bahwa sejalan dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan sesuai kewenangan Pemerintah Kota dalam penyelenggaraan di bidang perhubungan, pariwisata, komunikasi dan informasi berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b dipandang perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor : 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 );
3. Undang–undang Nomor 6 Tahun 1984 Tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3276) ;
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427);
5. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3486 );
6. Undang-Undang ......................
- 2 -
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493);
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699 );
8. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3881, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3834) ;
9. Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6 , Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985, tentang Penyelenggaraan Pos (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 53);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan ( Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527 );
15. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528 );
16. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaran dan
Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Pemeriksaan
Kecelakaan Kapal ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 187);
19. Peraturan .....................
- 3 -
19. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di
Perairan ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 13);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).
Dengan persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SERANG
dan WALIKOTA
SERANG
MEMUTUSKAN : MENETAPKAN : PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN,
PARIWISATA, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DI KOTA SERANG
B A B I KETENTUAN
UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kota Serang;
2. Pemerintah Daerah adalah WaliKota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah;
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantun dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Walikota adalah WaliKota Serang;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Serang;
6. Dinas adalah Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika Kota Serang;
7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan
Informatika Kota Serang;
8. Badan Hukum ....................
- 4 - 8. Badan Hukum adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma. Kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenisnya, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainya;
9. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang dalam Penyelenggaraan di Bidang Perhubungan;
10. Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
11. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;
12. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan;
13. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan
menurunkan orang dan atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi;
14. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang yang
mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal;
15. Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi suatu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang;
16. Penguji adalah setiap Tenaga Penguji yang dinyatakan memenuhi kualifikasi teknis
tertentu dan diberikan sertifikat serta tanda kualifikasi teknis sesuai dengan jenjang kualifikasinya;
17. Kendaraan wajib uji adalah setiap kendaraan yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku wajib diujikan untuk menentukan kelaikan jalan; 18. Persyaratan Teknis adalah persyaratan tentang susunan, peralatan, perlengkapan,
ukuran, bentuk, karoseri, pemuatan, rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya, emisi gas buang, penggunaan, penggandengan dan penempelan kendaraan bermotor;
19. Laik Jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi
agar terjaminnya keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di jalan;
20. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor;
21. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh peralatan teknik yang
berada pada kendaraan itu;
22. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran;
23. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-
banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi;
24. Mobil bus .................
- 5 - 24. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan)
tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi;
25. Mobil barang adalah kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang,
mobil bus dan kendaraan khusus;
26. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain dari pada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus;
27. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah
kota atau wilayah ibu kota dengan menggunakan mobil bus umum atau penumpang umum yang terikat dalam trayek;
28. Angkutan Perbatasan adalah angkutan kota yang memasuki wilayah kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Kota atau Kabupaten lainnya. 29. Kereta gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang
yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor;
30. Kereta tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan penariknya;
31. Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan atau
memeriksa bagian-bagian atau komponen-komponen kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan;
32. Pengujian berkala kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut uji berkala adalah
pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus;
33. Buku Uji adalah tanda bukti lulus uji berbentuk buku berisi data dan legitimasi hasil
pengujian setiap kendaraan wajib uji; 34. Tanda Uji adalah tanda bukti lulus uji berbentuk plat dan tanda samping yang berisi
data mengenai kode wilayah pengujian, nomor uji kendaraan, nomor kendaraan dan masa berlaku uji berkala yang dipasang/ditempatkan secara permanen ditempat tertentu pada kendaraan;
35. Dampak lalu lintas adalah pengaruh perubahan tingkat pelayanan lalu lintas yang diakibatkan oleh suatu kegiatan pembangunan dan aktivitas lainnya pada unsur-unsur jaringan transportasi;
36. Kompensasi adalah penggantian kerugian yang timbul dari suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkat pelayanan ruas jalan;
37. Jalan Negara adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol;
38. Jalan Provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota, atau antar ibukota Kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi;
39. Jalan Kota .......................
- 6 - 39. Jalan Kota adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
jalan negara dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah Kota, dan jalan strategis Kota;
40. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;
41. Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan egiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran tempat perpindahan intra dan atau antar moda;
42. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,
kepelabuhanan serta keamanan dan keselamatan pelayaran; 43. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan
tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda termasuk kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air serta alat apung dan bangunan terapung ng tidak berpindah-pindah;
44. Perairan Indonesia adalah perairan yang meliputi laut wilayah, perairan kepulauan,
perairan pedalaman serta perairan daratan; 45. Alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari segi
kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayani; 46. Kerangka kapal adalah setiap kapal yang tenggelam atau terdampar dan telah
ditinggalkan; 47. Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keamanan kapal,
pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta penumpangdan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu;
48. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik
kapal atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil;
49. Nahkoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas
kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
50. Pimpinan kapal adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan utama
di atas kapal untuk jenis dan ukuran tertent serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu yang berbeda deng yang dimiliki oleh Nahkoda;
51. Anak Buah Kapal adalah awak kapal selain nahkoda atau pimpinan kapal;
52. Petugas ...................
- 7 -
52. Petugas Dinas adalah pegawai pada Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika yang diberi tugas untuk mengatur lalu lintas dan angkutan;
53. Usaha Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan Pemerintah Kota, Industri
Pariwisata dan Masyarakat yang bertujuan menyelenggarakan Usaha Jasa Pariwisata atau menyediakan dan mengusahakan Obyek dan Daya Tarik Wisata, serta Usaha Sarana Pariwisata dan usaha lainnya yang terkait di bidang pariwisata Kota Serang;
54. Ijin usaha pariwisata adalah ijin usaha yang diberikan kepada badan usaha, industri
pariwisata atau perorangan untuk membuka dan menjalankan serta mengelola usaha kepariwisataan setelah memenuhi syarat-syarat perijinkan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
55. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata; 56. Agen Perjalanan Wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan
yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan;
57. Akomodasi adalah sarana untuk menyediakan fasilitas kamar dan jasa pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum serta jasa lainnya;
58. Arena Latihan Golf adalah suatu usaha yang menyediakan tempat, peralatan, fasilitas
dan pelatih untuk melakukan latihan golf serta dapat dilengkapi penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman;
59. Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia atau ASITA (Association of The Indonesia
Tours and Travel Agencies) adalah organisasi profesi perjalanan, yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara berjenjang, oleh Badan Pimpinan Pusat (BPP ASITA), Badan Pimpinan Daerah (BPD ASITA), dan Badan Pimpinan Cabang (BPC ASITA);
60. Atraksi Wisata adalah sutau usaha yang menyelenggarakan pertunjukkan, olahraga,
pameran/promosi dan bazar di tempat tertutup atau di tempat terbuka yang bersifat temporer, baik komersil maupun tidak komersil;
61. Bar adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menghidangkan
minuman di tempat usahanya; 62. Billiard adalah suatu jenis hiburan yang menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas
untuk bermain bola sodok, serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa makanan dan minuman;
63. Bioskop adalah suatu usaha yang menyediakan tempat peralatan pemutar film dan
fasilitas untuk pertunjukan film serta dapat menyediakan jasa makanan dan minuman; 64. Biro Perjalanan Wisata adalah kegiatan usaha bersifat komersial, yang mengatur,
menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utamanya berwisata;
65. Bowling adalah suatu jenis hiburan yang menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas
untuk bermain bola gelinding serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman;
66. Cabang Biro ..................
- 8 - 66. Cabang Biro/Counter merupakan salahsatu unit usaha Biro Perjalanan Wisata yang
berkendudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusat atau wilayah lain, yang melakukan kegiatan kantor pusatnya;
67. Cottage adalah suatu bentuk usaha akomodasi terdiri dari unit-unit bangunan terpisah seperi rumah tinggal dengan perhitungan pembayaran harian serta dapat menyediakan restoran atau rumah makan yang terpisah;
68. Diskotik adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menari dengan diiringi musik dan disertai atraksi pertunjukan cahaya lampu, disjokey, serta dilengkapi penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman;
69. Fitness dan Sport Club (pusat kebugaran) adalah suatu usaha yang menyelenggarakan kegiatan olahraga dan kebugaran tubuh untuk perorangan, kelompok/keluarga dengan menggunakan sarana olahraga serta menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman;
70. Gelangang/Kolam Renang/Kolam Air adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berenang, taman dan arena bermain sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum;
71. Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) adalah organisasi profesi pramuwisata, yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara berjenjang, oleh Badan Pimpinan Pusat (BPP HPI), Badan Pimpinan Daerah (BPD HPI), dan Badan Pimpinan Cabang (BPC HPI);
72. Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan fasilitas kamar dan jasa pelayanan penginapan, restoran dan rumah makan dan bar, serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial, serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan;
73. Hunian Wisata/Service Apartement adalah suatu bentuk usaha akomodasi untuk tinggal sementara yang dikelola oleh suatu badan dengan perhitungan pembayaran mingguan atau bulanan;
74. Ijin Sementara Usaha Hotel adalah ijin yang bersifat sementara diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk membangun hotel dan selama melengkapi syarat–syarat perijinan yang ditetapkan ;
75. Ijin Tetap Usaha Hotel adalah ijin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk mengusahakan hotel setelah memenuhi syarat–syarat perijinan yang ditetapkan;
76. Ijin Usaha Pariwisata adalah ijin usaha yang diberikan kepada badan usaha, industri pariwisata atau perorangan untuk membuka dan menjalankan serta mengelola usaha kepariwisataan setelah memenuhi syarat-syarat perijinan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
77. Jasa Boga/Catering adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mengolah makanan dan minuman yang melayani pesanan sekurang–kurangnya 50 (lima puluh) porsi makanan;
78. Jasa Impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan berupa kegiatan mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikannya serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan/kegiatan;
79. Jasa Informasi Pariwisata adalah merupakan usaha penyediaan informasi, penyebaran dan pemanfaatan kepariwisataan;
80. Jasa Konsultan ......................
- 9 - 80. Jasa Konsultan Pariwisata adalah merupakan kegiatan usaha yang memberikan jasa
berupa saran dan nasehat untuk masalah-masalah yang timbul mulai penciptaan gagasan, sampai pada pelaksanaan operasional;
81. Jasa Lainnya adalah semua jenis sarana dan kemudahan yang disediakan oleh hotel untuk melayani kebutuhan tamu hotel yang dapat berupa jasa pemenuhan kebutuhan sehari–hari, kebutuhan profesi, kebutuhan olahraga, kebutuhan rekreasi dan hiburan umum serta ibadah;
82. Jasa Pramuwisata adalah suatu usaha yang bertugas dalam memberikan bimbingan, penerangan dan petunjukan tentang objek wisata serta membantu segala sesuatu yang diperlukan oleh wisatawan;
83. Karaoke adalah suatu usaha yang menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas untuk menyanyi yang diiringi musik rekaman lampu atau layar monitor, serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman;
84. Kolam Pemancingan adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memancing ikan serta dapat dilengkapi dengan menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman;
85. Laik Sehat Hotel adalah meliputi lokasi hotel, konstruksi bangunan dan penataan ruangan, kesehatan dan kebersihan peralatan makan dan minum, serta konstruksi ruangan dapur dan kesehatan atau kesehatan dan kebersihan peralatan masak;
86. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur konsentrat dengan ethanol, atau dengan cara pengenceran minuman dengan ethanol;
87. Objek Wisata Budaya/Alam adalah suatu usaha yang menyediakan tempat untuk menyimpan, memelihara benda-benda purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, kelestarian dan pembudidayaan flora dan fauna serta menata dan memelihara keadaan lingkungan wisata/alam;
88. Padang Golf adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk bermain golf serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman;
89. Panti Mandi Uap/sauna adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mandi uap sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makanan dan minuman;
90. Penginapan Remaja adalah suatu usaha yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi remaja untuk memperoleh pelayanan penginapan dan pelayanan lainnya;
91. Penjual Langsung (Minuman Beralkhohol) untuk diminum adalah hotel yang berbintang 3 (tiga), 4 (empat) dan 5 (lima), termasuk di dalamnya Restoran, Bar, Pub dan klab malam yang menjual minuman beralkhohol untuk diminum di tempat;
92. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia yang selanjutnya disebut PHRI, adalah organisasi profesi perhotelan, yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara berjenjang, oleh Badan Pimpinan Pusat (BPP PHRI), Badan Pimpinan Daerah (BPD PHRI), dan Badan Pimpinan Cabang (BPC PHRI);
93. Permainan ...................
- 10 - 93. Permainan Ketangkasan Mekanik atau Elektronik adalah suatu jenis hiburan yang
menyediakan tempat, peralatan/mesin maupun non mesin dan fasilitas untuk bermain ketangkasan yang bersifat hiburan bagi anak-anak dan remaja;
94. Persyaratan Teknis Operasional Hotel adalah terdiri dari komponen fisik, komponen
pengelolaan dan komponen pelayanan hotel sebagai suatu kesatuan fungsi yang memberikan citra atas kualitas produk hotel yang penilaiannya dilaksanakan secara bersama pimpinan hotel dan lembaga profesi perhotelan Indonesia atau Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI);
95. Pertunjukan/Pertunjukan Terbatas/Show Biz adalah jenis pertunjukan seni suara, seni
musik, seni tari dan atau atraksi/hiburan yang menampilkan artis lokal maupun artis mancanegara yang terbuka untuk umum, yang pelaksanaannya ditempat terbuka/tertutup dan bersifat komersil atau non komersil;
96. Pimpinan hotel adalah seorang atau lebih yang sehari–harinya memimpin dan bertanggung jawab atas pengelolaan usaha hotel, dan atau seseorang yang di tunjuk mewakili badan hukum oleh pemilik hotel;
97. Pondok Wisata adalah suatu usaha yang menggunakan sebagian rumah tinggal untuk
menginap bagi setiap orang dengan perhitungan pembayaran harian; 98. Pub/Singing Hall/Music Room (Musro) adalah tempat hiburan khusus untuk
mendengarkan musik yang dibuka pada malam hari serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa makanan dan minuman;
99. Restoran/Rumah Makan adalah suatu jenis usaha jasa pangan bertempat di sebagian
atau seluruh bangunan yang permanen dan atau semi permanen yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan dan atau penyimpanan dan atau penyajian serta penjualan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan;
100. Salon adalah usaha komersial yang menyediakan tempat dan fasilitas perawatan
kecantikan dan kerapihan diri untuk menunjang penampilan diri seseorang atau kelompok tertentu;
101. Sangar Seni dan Budaya adalah suatu usaha komersial yang menyediakan tempat,
fasilitas dan atau tempat pemain untuk pendidikan, pelatihan ataupun pertunjukan hiburan tradisional dan atau seni kreasi;
102. Seluncur/Ice Skating/Skateboard/Sepatu Roda adalah suatu usaha yang
menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas untuk bermain seluncur/ice skating/skateboard/sepatu roda serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman;
103. Sertifikat Kelaikan adalah pernyataan secara tertulis atau dalam bentuk tanda segel,
atau bentuk lain oleh dinas dan instansi teknis pemerintah yang memiliki kewenangan atas suatu fungsi peralatan,prosedur,proses yang dinyatakan aman bagi kesehatan dan keselamatan umum;
104. Taman Rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis
fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan dan kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan, minuman dan akomodasi lainnya;
105. Tamu Hotel .....................
- 11 - 105. Tamu Hotel adalah setiap yang menginap dan atau mempergunakan jasa–jasa
lainnya yang disediakan oleh hotel; 106. Tempat Konvensi/Gedung Pameran/Balai Pertemuan adalah suatu usaha yang
menyediakan tempat dan fasilitas untuk mengadakan pertemuan berupa konferensi, seminar, lokakarya, upacara, pameran, bazaar dan sejenisnya;
107. Tempat Wisata Belanja adalah suatu usaha komersial yang menyediakan tempat dan
atau fasilitas belanja modern dengan sistem swalayan atau pelayanan mandiri dan pelayanan umum wisata belanja;
108. Usaha Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran merupakan usaha dengan
kegiatan pokok memberikan jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendikiawan dsb) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama termasuk dalam pengertian ini adalah event organizer/penyelenggaraan pameran dan hiburan;
109. Usaha Sarana Pariwisata adalah kegiatan pengelolaan, penyediaan fasilitas dan atau
pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata; 110. Pos adalah pelayanan lalu lintas surat pos, uang, barang dan pelayanan jasa lainnya
oleh badan yang ditugasi menyelenggarakan Pos; 111. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem Elektromagnetik lainnya ;
112. Alat komunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi; 113. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang
memungkinkan bertelekomunikasi; 114. Pemancar radio adalah alat yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
115. Jaringaan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi untuk memenuhi kebutuhaan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
116. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
117. Penyelenggara Telekomunikasi adalah Perseroan, Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Instansi Pertahanan dan Keamanan;
118. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan Penyediaan dan peraturan sarana
dan/atau fasilitas telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
119. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus adalah penyelenggaraan komunikasi yang
sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus; 120. Amatir Radio adalah setiap orang yang diberi ijin karena berminat dalam teknik
radio dengan tujuan pribadi tanpa maksud keuntungan keuangan serta digunakan untuk kegiatan latih diri selain berkomunikasi dan penyidikan-penyidikan teknik;
121. Radio .......................
- 12 - 121. Radio Antar Penduduk adalah setiap orang yang diberi ijin untuk berkomunikasi
yang bertujuan untuk kegiatan kemasyarakatan yang meliputi antara lain kegiatan kepramukaan, olah raga, kesenian, sosial, ketertiban dan gangguan Keamanan Negara;
122. Warung Internet yang selanjutnya disebut Warnet adalah tempat yang disediakan untuk pelayanan jasa internet untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun tetap ;
123. Warung Telekomunikasi yang selanjutnya disebut Wartel adalah tempat yang disediakan untuk pelayanan jasa telekomunikasi untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun tetap;
124. Pengusaha Jasa Titipan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara untuk menerima, membawa dan atau menyampaikan surat pos jenis tertentu, paket dan uang dari pengirim kepada penerima dengan memungut biaya;
125. Filateli adalah kegemaran mengumpulkan dan mempelajari prangko dan hal-hal yang berkaitan dengan prangko dan keprangkoan;
126. Instalasi Kabel Rumah/Gedung yang selanjutnya disebut IKR/G adalah Saluran kabel yang melingkupi Kabel Terminal Batas ( KTB ) atau rangka pembagi utama/rangka pembagi internal perkawatan dan soket yang dipasang di dalam rumah/gedung milik pelanggan;
127. Pos adalah pelayanan lalu lintas surat pos, uang, barang dan pelayanan jasa lainnya oleh badan yang ditugasi menyelenggarakan Pos;
128. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda–tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi, melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;
129. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yamg digunakan dan bertelekomunikasi;
130. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
131. Pemancar Radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
132. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
133. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
134. Penyelenggara Telekomunikasi adalah Perseorangan, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik daerah, Badan Usaha Swasta, Instansi Pemerintah dan Instansi Pertahanan Keamanan Negara;
135. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan Penyediaan dan peraturan sarana dan/atau fasilitas telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
136. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus adalah penyelenggaraan Telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
137. Amatir Radio ......................
- 13 - 137. Amatir Radio adalah setiap orang yang diberi ijin karena berminat dalam teknik radio
dengan tujuan pribadi tanpa maksud keuntungan keuangan serta digunakan untuk kegiatan latih diri selain berkomunikasi dan penyidikan-penyidikan teknik;
138. Radio Antar Penduduk adalah setiap orang yang diberi ijin untuk berkomunikasi
yang bertujuan untuk kegiatan kemasyarakatan yang meliputi antara lain kegiatan kepramukaan, olah raga, kesenian, sosial, ketertiban dan gangguan Keamanan Negara;
139. Warung Internet yang selanjutnya disebut Warnet adalah tempat yang disediakan
untuk pelayanan jasa internet untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun tetap;
140. Warung Telekomunikasi yang selanjutnya disebut Wartel adalah tempat yang
disediakan untuk pelayanan jasa telekomunikasi untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun tetap;
141. Pengusaha Jasa Titipan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara untuk
menerima, membawa dan/atau menyampaikan barang cetakan, surat kabar, sekogram, bingkisan kecil, paket dan uang dari pengirim ke penerima dengan memungut biaya;
142. Filateli adalah kegemaran mengumpulkan dan mempelajari prangko dan hal-hal yang berkaitan dengan prangko dan keprangkoan;
143. Instalasi Kabel Rumah/Gedung yang selanjutnya disebut IKR/G adalah Saluran
kabel yang melingkupi Kabel Terminal Batas (KB ) atau rangka pembagi utama/rangka pembagi internal perkawatan dan soket yang dipasang di dalam rumah/gedung milik pelanggan;
144. Instalatur adalah badan penyelenggara, Badan Hukum atau perorangan yang diberi
kewenangan untuk menyelesaikan pekerjaan pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan gangguan instalasi kabel rumah atau gedung;
145. Menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk
menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi;
146. Menara Bersama adalah menara telekomunikasi yang digunakan secara bersama–
sama oleh penyelenggara telekomunikasi;
147. Penyelenggaraan Jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
148. Penyelenggaraan Jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
149. Pemancar Radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio; 150. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari mengumpulkan dan
mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
151. Penyidik .......................
- 14 - 151. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang dan kewajiban untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah;
152. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
BAB II PENYELENGGARAAN
PERHUBUNGAN Bagian Kesatu
Kewenangan Pembinaan
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan Bidang Perhubungan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Pembinaan jalan, sungai, danau dan penyeberangan serta perairan laut sebagai prasarana dan atau ruang lalu lintas;
b. Pembinaan kendaraan sebagai sarana angkutan; c. Pembinaan terhadap pengguna jalan, sungai, danau dan penyeberangan dan
perairan laut; d. Pembinaan teknis pengaturan dan pengendalian lalu lintas angkutan darat dan laut; e. Pembinaan teknis operasional perhubungan.
(3) Kewenangan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri :
a. Pembinaan Umum oleh WaliKota; b. Pembinaan Teknis dan administrasi oleh Kepala Dinas;
BAB III
MANAJEMEN PRASARANA PERHUBUNGAN
Bagian Kesatu
Tatanan Transportasi Lokal
Pasal 3
Untuk memberikan arah yang jelas tentang pembangunan transportasi yang ingin dicapai, maka Pemerintah Daerah wajib menyusun Tatanan Transportasi Lokal yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 4
Tatanan transportasi lokal sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 memuat : a. rencana lokasi ruang kegiatan yang harus dihubungkan dengan ruang lalu lintas; b. prakiraan perpindahan orang dan atau barang menurut asal dan tujuan perjalanan; c. arah kebijakan peranan transportasi dan keseluruhan moda transportasi; d. rencana kebutuhan lokasi simpul; e. rencana kebutuhan ruang lalu lintas.
Bagian Kedua ......................
- 15 -
Bagian Kedua
Perencanaan Pembangunan Jalan
Pasal 5
Guna merealisasikan pembangunan Jalan Propinsi, Jalan Nasional dan jalan bebas hambatan, maka WaliKota mengusulkan rencana pembangunannya kepada Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah.
Bagian Ketiga
Penetapan Kinerja Jaringan Jalan
Pasal 6
Setiap jaringan jalan yang telah selesai dibangun, sebelum dioperasikan dilakukan penetapan kinerja jaringan jalan yang meliputi penetapan : status, fungsi, kelas jalan, muatan sumbu terberat yang diijinkan, dan kecepatan setempat yang diperbolehkan.
Pasal 7
Bagi jalan yang dibangun oleh Badan Hukum tertentu baik Pemerintah maupun Swasta yang merupakan jalan konsesi, kawasan, jalan lingkungan tertentu dinyatakan terbuka untuk lalu lintas umum setelah pengelola jalan menyerahkan kewenangan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah untuk ditetapkan sebagai jalan umum.
Bagian Keempat
Dispensasi Jalan
Pasal 8
(1) Berdasarkan pertimbangan tertentu, Dinas menetapkan dispensasi penggunaan jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan yang dimensi dan beratnya diatas kemampuan daya dukung jalan yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi teknis dari Dinas yang bertanggung jawab terhadap jalan.
(2) Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas :
a. Kendaraan pengangkut membawa barang yang dimensi ukuran dan beratnya tidak dapat dipisahkan menjadi bagian yang lebih kecil;
b. Larangan masuk ke jalan tertentu dan atau pembatasan pengangkutan mengakibatkan dampak negatif terhadap pertumbuhan daerah yang bersangkutan dan atau menimbulkan keresahan dan merugikan masyarakat;
c. Pengangkutan bersifat darurat.
Pasal 9
Kendaraan pengangkut yang dapat memasuki jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat memasuki jalan setelah mendapatkan ijin dari Kepala Dinas.
Pasal 10
Setiap pemegang ijin dispensasi, bertanggung jawab atas segala resiko kerusakan sebagai akibat proses pengangkutan dan wajib mengembalikan kondisi jalan kepada keadaan semula dalam bentuk pembayaran kompensasi kerusakan jalan bagi kendaraan-kendaraan yang melakukan pengangkutan baik secara reguler maupun insidentil.
Pasal 11 .....................
- 16 -
Pasal 11
Besaran pembayaran kompensasi kerusakan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 10 diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.
Bagian Kelima
Pengawasan Penggunaan Jalan
Pasal 12
Untuk memelihara dan menjaga kondisi jalan dan jembatan dari kerusakan akibat pengangkutan barang oleh kendaraan-kendaraan diluar kemampuan daya dukung yang bersangkutan, Kepala Dinas melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan kelebihan muatan angkutan barang.
Pasal 13
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilaksanakan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan atau secara mobile yang dilengkapi dengan alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan.
Pasal 14
Pelaksanaan kegiatan pengawasan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualifikasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugasnya membidangi urusan lalu lintas dan angkutan jalan.
BAB IV
PENGUJIAN KENDARAAN, BENGKEL UMUM DAN PENDIDIKAN MENGEMUDI
Bagian Kesatu
Pengujian Kendaraan Bermotor
Paragraf 1
Kendaraan Wajib Uji
Pasal 15
(1) Setiap kendaraan bermotor wajib uji, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dioperasikan di jalan, harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan melalui uji berkala.
(2) Kendaraan bermotor yang secara teknis mengalami perubahan baik spesifikasi, bentuk
dan fungsinya diwajibkan melaksanakan pengujian kendaraan bermotor.
(3) Pengujian Kendaraan bermotor dilakukan berdasarkan standar teknis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Paragraf 2
Unit Pengujian
Pasal 16
Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pengujian berkala, unit pengujian harus dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas pengujian.
Pasal 17
Untuk memenuhi kebutuhan unit pengujian statis dengan peralatan modern, Dinas atas persetujuan WaliKota dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.
Pasal 18 ..................
- 17 -
Pasal 18
Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, tidak menghilangkan dan atau mengurangi otoritas Pejabat teknis dalam melaksanakan fungsi teknis pengujian kendaraan bermotor.
Paragraf 3
Tenaga Pelaksana Pengujian
Pasal 19
(1) Pelaksanaan pengujian berkala dilakukan oleh pejabat fungsional penguji yang
memiliki kualifikasi teknis diangkat dan diberhentikan oleh WaliKota.
(2) Dalam hal pejabat fungsional sebagaimana dimaksud ayat (1) belum diangkat, maka
pengujian dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis.
Pasal 20
Dalam rangka penyelenggaraan pengujian, setiap pejabat penguji dan atau tenaga penguji
berwenang :
a. Menetapkan jadwal waktu pengujian kepada pemilik kendaraan yang telah
mengajukan permohonan pengujian kendaraan;
b. Menolak dan atau menunda pelaksanaan pengujian apabila persyaratan untuk
mengujikan kendaraan belum terpenuhi atau belum lengkap;
c. Melakukan pemeriksaan teknis kendaraan;
d. Melakukan penilaian dan penetapan lulus uji dan atau tidak lulus uji ;
e. Menandatangani tanda pengesahan lulus uji;
f. Menetapkan batas muatan orang dan atau barang bagi kendaraan yang diuji;
g. Mencabut tanda pengesahan lulus uji apabila kendaraan yang bersangkutan
melakukan pelanggaran, penyimpangan teknis dan atau mengalami kecelakaan;
h. Menetapkan masa berlaku pengujian;
i. Memerintahkan uji ulang kepada pemilik apabila terjadi penyimpangan, kerusakan
dan lain-lain sehingga kendaraan menjadi tidak laik jalan;
j. Memeriksa dan menahan kendaraan atau memerintahkan penghentian operasi
terhadap kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan dan
atau tidak melakukan pengujian berkala;
k. Memberikan pernyataan teknis dalam hal terjadi kecelakaan sepanjang menyangkut
kelaikan jalan;
l. Membuat penilaian dan merekomendasikan penghapusan bagi kendaraan-
kendaraan Dinas, Instansi, Badan Hukum Pemerintah dan swasta yang akan
melakukan penghapusan dan atau pelelangan;
m. Membuat penilaian dan merekomendasikan pencabutan hak pemilikan kendaraan
kepada pengadilan untuk dilakukan pemusnahan apabila sebuah kendaraan betul-
betul tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sehingga dapat mengancam
dan membahayakan keselamatan umum di jalan.
Paragraf Keempat .................
- 18 -
Paragraf 4
Pelaksanaan Pengujian
Pasal 21
Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor dilakukan dengan kegiatan :
a. Pengujian Pertama :
1. Penerbitan surat pelaksanaan pengujian;
2. Pemeriksaan fisik dan komponen teknis kendaraan;
3. Pemberian nomor uji atau nomor kontrol pengujian yang dilakukan secara permanen pada rangka landasan kendaraan;
4. Penetapan tanda samping;
5. Penetapan tanda uji yang ditempatkan pada tanda nomor kendaraan;
6. Pencatatan identitas kendaraan pada kartu induk atau kartu kendali;
7. Melakukan penilaian teknis, perhitungan berat muatan yang diijinkan (JBI), berat muatan yang diperbolehkan (JBB), jumlah berat kombinasi yang diijinkan (JBKI), penetapan masa berlaku uji dan penilaian modifikasi kendaraan ;
8. Penerbitan buku uji. b. Pengujian Berkala :
1. Pemeriksaan fisik dan komponen kendaraan;
2. Penetapan masa berlaku pengujian;
3. Penggantian tanda uji;
4. Penggantian masa berlaku yang dibubuhkan dalam tanda samping.
Pasal 22
Pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud Pasal 22 huruf b, tidak dilakukan penerbitan buku uji baru dan nomor kontrol atau nomor uji baru kecuali buku uji dalam keadaan hilang, rusak tidak terbaca, tidak lengkap, habis halaman pengesahan serta pengetokan ulang nomor uji lama pada rangka apabila nomor uji yang sudah ada tidak terbaca.
Pasal 23
(1) Terhadap kendaraan yang dinyatakan lulus uji berkala diberikan tanda pengesahan lulus uji berupa buku uji dan tanda uji;
(2) Masa berlaku pengujian berkala ditetapkan selama 6 (enam) bulan;
(3) Penguji dapat menetapkan masa berlaku hasil pengujian kurang dari 6 (enam) bulan yang didasarkan atas penilaian teknis dan keyakinan penguji terhadap kendaraan yang secara fisik perlu pengawasan melalui pemeriksaan ulang agar kendaraan tidak membahayakan keselamatan orang lain di jalan.
Pasal 24
(1) Apabila suatu kendaraan dinyatakan tidak lulus uji, penguji memberitahukan secara tertulis :
a. Perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan; b. Waktu dan tempat dilakukan pengujian ulang.
(2) Pemilik atau pemegang kendaran yang melakukan uji ulang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak diperlakukan sebagai pemohon baru dan tidak dipungut biaya uji lagi.
Pasal 25 ....................
- 19 -
Pasal 25
(1) Apabila pemilik atau pemegang kendaraan tidak menyetujui keputusan penguji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), maka dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan penguji;
(2) Atasan penguji setelah menerima pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segera meminta penjelasan dari penguji yang bersangkutan dan selanjutnya memberikan jawaban secara tertulis kepada pemilik/pemegang kendaraan, mengenai diterima atau ditolaknya permohonan keberatan tersebut;
(3) Apabila permohonan keberatan diterima, atasan penguji segera memerintahkan kepada penguji lainnya untuk melakukan uji ulang dan tidak dikenakan lagi biaya uji.
(4) Apabila pemohon keberatan ditolak dan atau setelah dilakukan uji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetap dinyatakan tidak lulus uji, pemilik atau pemegang kendaraan tidak dapat lagi mengajukan keberatan;
(5) Terhadap kendaraan yang dinyatakan tidak lulus uji sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penguji merekomendasikan kepada pemilik untuk melakukan perbaikan, penghapusan dan atau pemusnahan.
Pasal 26
(1) Bilamana pemilik kendaraan tidak mengindahkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dan kendaraannya masih tetap dioperasikan, maka PPNS dapat melakukan upaya paksa dengan cara menyita kendaraan yang dituangkan dalam berita acara penyitaan;
(2) Kendaraan yang disita sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diambil oleh pemilik apabila pemilik telah menyatakan kesanggupan akan melakukan perbaikan, penghapusan dan atau pemusnahan yang dibuat di atas kertas segel atau kertas bermeterai cukup;
(3) Selama kendaraan dalam perbaikan surat-surat kendaraan tetap ditahan sampai yang bersangkutan mengujikan kembali kendaraannya setelah dilakukan perbaikan;
(4) Bagi pemilik kendaraan yang akan menghapuskan atau memusnahkan kendaraan yang disita, maka surat-surat kendaraan tetap ditahan untuk selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 27
(1) Apabila kendaraan yang disita sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 28 ayat (1), pemiliknya tidak melakukan upaya perbaikan, penghapusan atau pemusnahan dalam masa 6 (enam) bulan, maka WaliKota mengusulkan pencabutan hak kepemilikan kepada pengadilan;
(2) Penetapan Pengadilan atas pencabutan hak kepemilikan memberikan kewenangan kepada WaliKota untuk melakukan penghapusan.
Pasal 28
Pemilik kendaraan yang telah mendapat bukti lulus uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus melaporkan secara tertulis kepada Dinas apabila :
a. Terjadi kehilangan atau kerusakan yang mengakibatkan tidak dapat terbaca dengan jelas;
b. Memindahkan operasi kendaraan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) bulan ke wilayah lain diluar wilayah daerah;
c. Mengubah ..................
- 20 - c. Mengubah spesifikasi teknik kendaraan bermotor sehingga tidak sesuai lagi dengan
data yang terdapat dalam bukti lulus uji;
d. Mengalihkan pemilikan kendaraan sehingga nama pemilik kendaraan tidak sesuai lagi dengan yang tercantum dalam buku lulus uji;
e. Pada saat masa berlaku uji kendaraan berakhir, tidak dapat melakukan uji berkala dengan menyebutkan alasan-alasannya.
(1) Buku uji dapat dicabut apabila :
Pasal 29
a. Kendaraan diubah spesifikasi tekniknya sehingga tidak sesuai lagi dengan data yang ada pada sertifikat registrasi uji type dan buku uji kendaraan yang bersangkutan ( rubah bentuk );
b. Kendaraan dioperasikan secara terus menerus lebih dari tiga bulan diluar wilayah pengujian yang bersangkutan;
c. Mengalihkan kepemilikan kendaraan sehingga nama pemilik tidak sesuai lagi dengan yang tercantum dalam buku uji.
(2) Pemilik kendaraan yang buku ujinya dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat diberi buku dan tanda uji baru setelah yang bersangkutan melaksanakan uji berkala kembali.
Pasal 30
(1) Dalam hal kendaraan bermotor wajib uji yang tidak dapat mengujikan kendaraannya karena beroperasi diluar wilayah domisili, maka pemilik dapat mengujikan kendaraannya di luar wilayah domisili dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki tanda bukti lulus uji yang masih berlaku;
b. Memiliki tanda jati diri pemilik kendaraan;
c. Memiliki Rekomendasi dari domisili asal uji berkala kendaraan; (2) Rekomendasi numpang uji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c hanya
diperbolehkan berturut-turut 2 (dua) kali pengujian dan setelah itu diwajibkan untuk mengujikan kendaraan di wilayah pengujian yang bersangkutan dan seterusnya.
(3) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud ayat (1), penguji berkewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penguji dimana domisili kendaraan berada.
Pasal 31
(1) Kendaraan Wajib Uji dari luar wilayah dapat mengujikan kendaraannya di daerah.
(2) Pengujiaan kendaraan dari luar wilayah hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Ijin Numpang Uji dari Daerah asal.
Pasal 32
Pemilik kendaraan dapat melakukan mutasi uji kendaraan dengan memenuhi persyaratan :
a. Memiliki Rekomendasi dari daerah asal;
b. Memiliki buku uji dan kartu induk;
c. Memiliki fotocopy STNK kendaraan dari daerah asal dan surat fiskal antar daerah atau salinan STNK baru;
Pasal 33.....................
- 21 -
Pasal 33
Uji berkala, perubahan dan penggantian tanda lulus uji, numpang uji dan mutasi uji kendaraan dipungut biaya retribusi.
Paragraf 5
Penilaian, Perawatan dan Pemeliharaan Kendaraan Bermotor
Pasal 34
(1) Instansi Pemerintah dan atau badan hukum yang akan melakukan penghapusan dan atau pelelangan terhadap kendaraan bermotor terlebih dahulu wajib melakukan penilaian kondisi teknis kendaraan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh penguji yang dituangkan dalam berita acara hasil penilaian.
(3) Atas permintaan petugas pendaftaran kendaraan bermotor untuk melengkapi data nomor rangka dan nomor mesin dan atau untuk menyatakan keasliannya, penguji dapat melakukan pemeriksaan terhadap nomor mesin dan nomor rangka yang hasilnya dituangkan dalam surat keterangan.
Pasal 35
(1) Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi teknis kendaraan, pemilik kendaraan wajib melakukan perawatan dan pemeliharaan kendaraan.
(2) Perawatan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh bengkel umum perawatan, pemeliharaan dan bengkel umum perbaikan yang telah mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang.
Paragraf 6
Tertib Penyelenggaraan Pengujian
Pasal 36
Dalam rangka ketertiban penyelenggaraan pengujian pada unit pengujian kendaraan bermotor dipasang papan informasi pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca tentang prosedur pengujian, tarif dan atau biaya uji yang harus dibayar oleh pemohon.
Bagian Kedua
Bengkel Umum Kendaraan Bermotor
Paragraf 1
Klasifikasi Bengkel Umum
Pasal 37
(1) Bengkel umum kendaraan bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
(2) Dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat, profesional dan produktif, mampu membangun, memelihara, memperbaiki kendaraan sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan, Bengkel umum kendaraan bermotor di Daerah ditetapkan dalam klasifikasi sebagai berikut :
a. Bengkel perawatan dan pemeliharaan;
b. Bengkel perbaikan dan suku cadang;
c. Bengkel uji emisi gas buang.
Paragraf 2 ..................
- 22 -
Paragraf 2
Bengkel Pemeliharaan dan Perawatan
Pasal 38
Bengkel perawatan dan pemeliharan merupakan bengkel umum yang kegiatannya melaksanakan pemeliharaan dan perawatan komponen teknis kendaraan dan atau penggantian suku cadang dengan menggunakan peralatan mekanik maupun manual.
Paragraf 3
Bengkel Perbaikan dan Suku Cadang
Pasal 39
Bengkel perbaikan dan suku cadang merupakan bengkel umum yang melaksanakan pengelasan, pengetokan, pengecatan, perbaikan terhadap kendaraan dan atau penjualan suku cadang.
Pasal 40
Setiap bengkel umum perbaikan dilarang membangun, merubah ukuran landasan dan rumah kendaraan dan atau memodifikasi kendaraaan yang akan berakibat ketidakseimbangan kinerja kendaraan.
Paragraf 4
Bengkel Uji Emisi Gas Buang
Pasal 41
Bengkel Uji Emisi Gas Buang merupakan bengkel umum yang melaksanakan pengujian terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor.
Pasal 42
Pengujian emisi gas buang diselenggarakan oleh Dinas dan atau oleh bengkel umum yang ditunjuk oleh Kepala Dinas.
Paragraf 5
Perijinan
Pasal 43
(1) Penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, Badan Hukum dan Perorangan;
(2) Penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor yang dilaksanakan oleh Badan Hukum dan Perorangan baru dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Kepala Dinas;
(3) Setiap bengkel umum kendaraan bermotor yang telah mendapatkan ijin, wajib memasang papan nama bengkel dengan mencantumkan klasifikasi dan nomor ijin.
Bagian Ketiga
Pendidikan Mengemudi
Pasal 44
Penyelenggaraan pendidikan mengemudi kendaraan bermotor, bertujuan melatih dan mendidik calon-calon pengemudi kendaraan bermotor untuk menjadi pengemudi yang memiliki pengetahuan di bidang lalu lintas angkutan jalan, terampil, berdisiplin, bertanggung jawab serta bertingkah laku dan bersikap mental yang baik dalam berlalu lintas.
Pasal 45 ..................
- 23 -
Pasal 45
Penyelenggaraan pendidikan mengemudi dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah,
Badan Hukum dan Perorangan.
Pasal 46
Penyelenggaraan pendidikan mengemudi dapat menerbitkan surat tanda lulus pendidikan
mengemudi.
Pasal 47
Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan mengemudi hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat ijin dari WaliKota atau pejabat yang berwenang.
BAB V
TEKNIK LALU LINTAS
Bagian Kesatu
Manajemen Lalu lintas
Pasal 48
Dalam rangka penyelenggaraan lalu lintas yang aman, tertib dan lancar maka diperlukan manajemen lalu lintas yang meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas.
Pasal 49
(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud Pasal 51 meliputi kegiatan :
a. Inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanaan lalu lintas pada tiap-tiap jaringan jalan;
b. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan;
c. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas;
d. Penyusunan rencana dan program pelaksanaannya.
(2) Untuk melaksanakan perencanaan sebagaimana ayat (1), Kepala Dinas melakukan survey lalu lintas yang terdiri dari :
a. Survey asal tujuan;
b. Survey lalu lintas harian rata-rata dan survey perhitungan perbandingan volume dengan kapasitas;
c. Survey dan analisa sistem kegiatan atau bangkitan tarikan lalu lintas.
(3) Survey lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
Pasal 50
(1) Pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud Pasal 50 merupakan kegiatan penetapan kebijakan lalu lintas pada jaringan jalan atau ruas jalan tertentu yang meliputi :
a. Penetapan rute tertunjuk angkutan penumpang umum;
b. Penetapan jaringan lintas atau rute angkutan barang;
c. Penetapan sirkulasi lalu lintas.
(2) Penetapan ..................
- 24 -
(2) Penetapan sirkulasi lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. Penetapan lalu lintas satu arah dan atau dua arah;
b. Penetapan pembatasan masuk kendaraan sebagian dan atau seluruh kendaraan;
c. Penetapan larangan berhenti dan atau parkir pada tempat-tempat tertentu;
d. Penetapan kecepatan lalu lintas kendaraan;
e. Pembatasan muatan sumbu terberat bagi ruas-ruas jalan tertentu.
(3) Pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Petugas Dinas
dan atau dengan mempergunakan alat.
(4) Petugas dinas dapat melakukan tindakan :
a. Memberhentikan arus lalu lintas dan atau pemakai jalan tertentu; b. Memerintahkan pemakai jalan untuk jalan terus; c. Mempercepat arus lalu lintas; d. Memperlambat arus lalu lintas dan atau e. Mengubah arah arus lalu lintas
Pasal 51
Pengawasan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 meliputi pemantauan, penilaian dan tindakan korektif terhadap kebijakan penetapan lalu lintas.
Pasal 52
Pengendalian lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 meliputi kegiatan pemberian arahan, petunjuk, bimbingan dan penyuluhan terhadap hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas.
Bagian Kedua
Rekayasa Lalu Lintas
Pasal 53
(1) Dalam rangka pelaksanaan manajemen lalu lintas, dilakukan rekayasa lalu lintas yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan fasilitas lalu lintas dan perlengkapan jalan;
(2) Fasilitas dan perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Rambu-rambu lalu lintas;
b. Marka jalan;
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan;
e. Alat pengawas dan pengaman jalan;
f. Fasilitas pendukung.
(3) Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d terdiri dari :
a. Alat pembatas kecepatan (Speed Trap);
b. Alat pembatas tinggi dan lebar (Portal);
c. Pagar pengaman (Guardrail);
d. Cermin tikungan;
e. Delinator ..................
- 25 -
e. Delinator;
f. Pulau-pulau lalu lintas (Putaran/Separator);
g. Pita penggaduh.
(4) Alat pengawas dan pengaman jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan alat yang berfungsi untuk melakukan pengawasan berat kendaraan beserta muatannya, berupa alat penimbangan yang dipasang secara tetap dan atau yang dapat dipindah-pindahkan;
(5) Fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi :
a. Tempat pejalan kaki berupa trotoar tempat penyebrangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan atau rambu-rambu jembatan penyebrangan;
b. Fasilitas parkir pada badan jalan yang dilengkapi rambu dan marka jalan;
c. Halte;
d. Tempat istirahat (Rest Area).
Pasal 54
Pembangunan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dilaksanakan sesuai dengan pedoman dan standar yang telah ditetapkan.
Pasal 55
(1) Setiap orang atau Badan yang akan memasang fasilitas lalu lintas, perlengkapan jalan, fasilitas pendukung harus terlebih dahulu mendapat Ijin dari Kepala Dinas.
(2) Setiap orang atau Badan dilarang menempelkan, memasang sesuatu yang menyerupai, menambah atau mengurangi arti, merusak, memindahkan rambu-rambu, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalu lintas.
(3) Setiap orang atau Badan dilarang menyimpan, meletakkan benda-benda atau alat perintang di jalan yang menimbulkan hambatan, gangguan dan kecelakaan lalu lintas kecuali setelah mendapatkan Ijin dari Kepala Dinas.
Bagian Ketiga
Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 56
(1) Untuk menghindarkan terjadinya konflik lalu lintas akibat terjadinya sistem kegiatan pada tata guna lahan tertentu dilakukan analisis dampak lalu lintas;
(2) Analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan :
a. Analisis sistem kegiatan yang direncanakan;
b. Perhitungan dan perkiraan bangkitan dan tarikan perjalanan;
c. Analisis kebutuhan pelayanan angkutan;
d. Analisis dampak lalu lintas terhadap jaringan jalan yang secara langsung dipengaruhi;
e. Rencana penanggulangan dan atau pengelolaan dampak.
(3) Analisis dampak lalu lintas dibuat oleh Badan Hukum, Perorangan yang akan membangun pusat kegiatan.
(4) Kepala Dinas mengesahkan dokumen analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (3) setelah melalui proses penilaian dan pengkajian.
(5) Dokumen yang telah disahkan sebagaimana dimaksud ayat (4), merupakan syarat untuk diterbitkannya ijin lokasi.
Pasal 57 ..................
- 26 -
Pasal 57
(1) Setiap Orang atau Badan yang melaksanakan pembangunan pusat-pusat kegiatan tanpa mengindahkan dan atau melaksanakan analisis rencana pengelolaan dampak lalu lintas yang telah disahkan, maka Dinas dapat melakukan penghentian kegiatan dan atau penutupan jalan masuk.
(2) Penghentian dan atau penutupan jalan masuk dilakukan apabila pemegang Ijin tidak mengindahkan peringatan atau teguran sebanyak tiga kali.
(3) Penghentian dan atau penutupan jalan masuk sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat dicabut kembali setelah pemegang Ijin menyatakan kesanggupan secara tertulis untuk melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan.
Bagian Keempat
Pengawalan Lalu lintas
Pasal 58
Dalam rangka pemberian penghormatan kepada seseorang berkaitan dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam pemerintahan di Daerah serta kewajiban pemakai jalan untuk mendahulukan sesuai urutan prioritas, Dinas dapat menyelenggarakan kegiatan pengawalan lalu lintas terhadap Kepala Daerah.
Bagian Kelima
Pemindahan Kendaraan
Pasal 59
(1) Untuk keamanan, kelancaran, ketertiban dan keselamatan lalu lintas, Dinas dapat melakukan pemindahan kendaraan bermotor di jalan;
(2) Pemindahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal :
a. Kendaraan bermotor mengalami kerusakan teknis, berhenti atau parkir pada tempat yang dilarang;
b. Kendaraan yang disimpan di jalan sehingga jalan berfungsi sebagai garasi atau tempat penyimpan kendaraan;
c. Kendaraan yang ditinggalkan oleh pemiliknya dijalan selama dua kali dua puluh empat jam ( 2 x 24 jam ).
Pasal 60
Pemindahan kendaraan bermotor di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diselenggarakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pemindahan kendaraan dilakukan dengan menggunakan mobil derek yang sesuai dengan peruntukkannya;
b. Tersedia areal tempat penyimpanan kendaraan yang memadai;
c. Adanya jaminan keamanan.
Pasal 61
(1) Selain Pemerintah Daerah, penyelenggaraan pemindahan kendaraan dijalan dapat dilaksanakan oleh badan hukum atau perorangan dengan menggunakan derek umum yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki ijin penyelenggaraan derek umum dari Kepala Dinas;
b. Memiliki tempat penyimpanan atau garasi;
c. Kendaraan ..................
- 27 -
c. Kendaraan derek yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 61
(2) Dalam hal penyelenggaraan derek umum tidak memiliki garasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, penyimpanan derek dapat dilakukan di areal fasilitas penyimpanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat Ijin.
Pasal 62
Pemindahan kendaraan dengan menggunakan derek umum hanya dapat dilakukan terhadap kendaraaan yang mengalami kerusakan teknis atau mogok, mengalami kecelakaan, atas permintaan pemilik kendaraan dan atau atas perintah petugas yang berwenang.
Pasal 63
Pemindahan kendaraan dapat dipungut bayaran yang besarnya masing-masing :
a. Ditetapkan dalam Peraturan Daerah tersendiri bagi pemindahan kendaraan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;
b. Ditetapkan oleh WaliKota bagi pemindahan kendaraan yang menggunakan jasa derek umum atas usul penyelenggara derek umum.
Pasal 64
Untuk menyelenggarakan pemindahan kendaraan, Pemerintah Daerah dapat melakukan
kerja sama dengan pihak ketiga mengenai hal-hal penyediaan derek dan areal tempat
penyimpanan kendaraan.
Bagian Keenam
Parkir Umum
Paragraf 1
Fasilitas Parkir Umum dan Penyelenggaraan Perparkiran
Pasal 65
(1) Parkir untuk umum diselenggarakan ditepi jalan umum dan atau dengan fasilitas khusus berupa gedung parkir atau taman parkir.
(2) Parkir untuk umum di tepi jalan umum dilaksanakan pada badan jalan dan atau pada daerah milik jalan, daerah pengawasan jalan yang merupakan satu kesatuan wilayah lalu lintas dan angkutan jalan.
(3) Penyelenggaraan parkir untuk umum dengan fasilitas khusus berupa gedung parkir dan atau taman parkir dilaksanakan di pusat-pusat kegiatan baik di dalam kota, kawasan wisata, kawasan pendidikan atau tempat-tempat lain yang ditetapkan peruntukannya sebagai lahan parkir khusus.
Pasal 66
(1) Penyelenggaraan parkir untuk umum di badan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan :
a. Satuan ruang Parkir (SRP) ditetapkan berdasarkan perbandingan volume kendaraan dengan kapasitas jalan (V/C Ratio), jenis kendaraan, dengan konfigurasi arah parkir sejajar atau sudut;
b. Dinyatakan oleh rambu-rambu peruntukan parkir dan marka jalan.
(2) Penyelenggaraan ..................
- 28 - (2) Penyelenggaraan parkir untuk umum di Daerah Milik Jalan atau Pengawasan Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan :
a. Keluar masuk kendaraan ke tempat dan atau keluar dari tempat parkir diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan hambatan, gangguan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas pada jaringan jalan yang secara langsung dipengaruhi;
b. Tidak menimbulkan kerusakan terhadap perlengkapan jalan.
Pasal 67
Fasilitas parkir untuk umum yang diselenggarakan di gedung parkir dan atau di taman parkir, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Tempat parkir harus merupakan bagian atau didukung dengan manajemen lalu lintas pada jaringan jalan sekitarnya;
b. Lokasi parkir harus memiliki akses yang mudah ke pusat-pusat kegiatan;
c. Satuan Ruang Parkir (SRP) diberi tanda-tanda yang jelas berupa kode atau nomor lantai, nomor lajur dan marka jalan.
Pasal 68
(1) Parkir untuk umum ditepi jalan umum diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah,
dengan cara :
a. Parkir yang dilaksanakan pada badan jalan hanya diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah dan dapat dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga;
b. Parkir yang dilaksanakan di Daerah Milik Jalan atau Daerah Pengawasan Jalan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pemilik lahan yang berada di sekitar fasilitas parkir.
(2) Penyelenggaraan parkir untuk umum yang dilaksanakan di gedung parkir atau taman parkir, dapat berupa usaha parkir umum secara penuh atau usaha tambahan yang memanfaatkan fasilitas pendukung dari suatu sistem kegiatan;
(3) Usaha parkir umum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Badan Hukum atau Perorangan;
(4) Parkir umum yang merupakan usaha tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diselenggarakan dengan cara kerja sama teknis antara Pemerintah Daerah dengan pemilik fasilitas parkir.
Pasal 69
(1) Usaha parkir umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) yang
diselenggarakan oleh Badan Hukum atau Perseorangan dilaksanakan setelah
mendapat Ijin dari Kepala Dinas;
(2) Pemilik Ijin untuk usaha parkir umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
melaksanakan kerja sama teknis dengan Pemerintah Daerah dan dikenakan Pajak
Parkir.
Paragraf 2
Juru Parkir
Pasal 70
(1) Pengaturan keluar dan masuk serta pemungutan biaya jasa parkir kendaraan ke tempat parkir dilaksanakan oleh juru parkir;
(2) Pembinaan ..................
- 29 - (2) Pembinaan terhadap juru parkir ditetapkan sebagai berikut :
a. Penunjukan dan penugasan juru parkir dilaksanakan oleh perorangan dan atau badan yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah;
b. Seragam juru parkir ditetapkan dengan warna tertentu yang dilengkapi dengan atribut atau tanda-tanda yang jelas dan lengkap yang ditetapkan oleh WaliKota;
c. Juru parkir diwajibkan terlebih dahulu mengikuti pelatihan keterampilan, disiplin dan sopan santun pelayanan parkir yang diselenggarakan oleh Dinas.
(3) Pembinanan terhadap juru parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk juru
parkir yang bekerja dan atau ditugaskan ditempat parkir khusus yang dikelola oleh Badan Hukum, Perorangan dan Swasta.
B A B VI PEMBINAAN ANGKUTAN
Bagian Kesatu
Angkutan Orang
Paragraf 1
Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor
Pasal 71
(1) Penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi :
a. Pengangkutan dengan kendaraan umum;
b. Pengangkutan dengan kendaraan milik perusahaan;
c. Pengangkutan dengan kendaraan yang diusahakan untuk anak sekolah.
(2) Penyelenggaraan angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Badan Hukum dan atau Perorangan.
Pasal 72
(1) Pengangkutan dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 71 huruf a dilakukan dengan menggunakan mobil bus dan mobil penumpang yang dilayani dalam :
a. Trayek tetap dan teratur;
b. Tidak dalam trayek.
(2) Trayek tetap dan teratur sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. Angkutan Kota;
b. Angkutan Perbatasan;
c. Angkutan Khusus.
(3) Angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Angkutan taksi;
b. Angkutan sewa;
c. Angkutan pariwisata;
d. Angkutan karyawan;
e. Angkutan Antar Jemput;
f. Angkutan kawasan permukiman.
Pasal 73 ..................
- 30 -
Pasal 73
(1) Pengangkutan dengan kendaraan milik perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b dilakukan dengan mobil bus dan atau mobil penumpang umum dan bukan umum untuk keperluan pengangkutan karyawan dari perusahaan yang bersangkutan dalam wilayah Daerah.
(2) Setiap perusahaan yang menggunakan kendaraannya untuk pengangkutan karyawan
dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Kendaraan yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
b. Warna kendaraan harus seragam yang dilengkapi dengan tulisan angkutan karyawan dan nama perusahaan;
c. Memiliki ijin dari Kepala Dinas;
d. Tidak melakukan pengangkutan orang selain karyawan dari perusahaan yang bersangkutan;
e. Memiliki garasi atau tempat penyimpanan kendaraan.
Pasal 74
(1) Pengangkutan anak sekolah sebagaimana dimaksud Pasal 72 ayat (1) huruf c dilakukan dengan mobil bis dan atau mobil penumpang umum dan bukan umum untuk keperluan pengangkutan anak sekolah dari dan ke sekolah;
(2) Kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan anak sekolah harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Kendaraan yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
b. Warna kendaraan harus seragam yang dilengkapi dengan tulisan angkutan sekolah;
c. Memiliki Ijin Operasi dan Kartu Pengawasan dari Kepala Dinas;
d. Tidak melakukan pengangkutan orang selain untuk anak sekolah;
e. Memiliki garasi atau tempat penyimpanan kendaraan.
Paragraf 2
Perencanaan Angkutan Jaringan Trayek
Dan Wilayah Operasi Taksi
Pasal 75
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan angkutan umum dalam trayek tetap dan teratur serta pengangkutan dengan menggunakan Taksi, WaliKota menetapkan kebutuhan pelayanan angkutan dalam jaringan trayek dan wilayah operasi Taksi.
Pasal 76
(1) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 memuat :
a. Kode trayek;
b. Lintasan pelayanan atau rute yang harus dilayani;
c. Jumlah armada yang dialokasikan tiap-tiap jaringan trayek;
d. Jenis pelayanan, jenis kendaraan dan warna kendaraan;
(2) Wilayah operasi taksi sebagaimana dimaksud Pasal 76 memuat ruang lingkup wilayah pelayanan, jumlah armada dan warna kendaraan;
(3) Jenis Pelayanan, Jenis Kendaraan dan warna kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 77 ..................
- 31 -
Pasal 77
(1) Penetapan jaringan trayek dan wilayah operasi Taksi dilakukan berdasarkan hasil survey dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Analisis potensi faktor muatan;
b. Asal dan tujuan perjalanan;
c. Kondisi Jalan;
d. Jenis pelayanan dan jenis kendaraan untuk tiap-tiap jaringan yang ditetapkan;
e. Jarak dan waktu tempuh;
f. Perhitungan tarif angkutan;
g. Ketersediaan terminal.
(2) Dinas menyelenggarakan survey lalu lintas dan survey angkutan sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang-kurangnya satu kali dalam lima tahun dan evaluasi pelayanan angkutan setiap tahun.
Pasal 78
(1) Berdasarkan hasil survey lalu lintas dan angkutan sebagaimana dimaksud Pasal 77 ayat (2), WaliKota :
a. Menetapkan jaringan trayek dan wilayah operasi taksi;
b. Melaksanakan kerjasama transportasi antar wilayah.
(2) Kerjasama transportasi antar wilayah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :
a. Perencanaan, penetapan jaringan trayek dan wilayah operasi taksi di daerah perbatasan;
b. Penetapan pembagian alokasi, pengadaan, dan angkutan untuk masing-masing daerah;
c. Perencanaan, penetapan terminal perbatasan;
d. Pengawasan bersama diwilayah perbatasan.
Pasal 79
(1) Setiap jaringan trayek dan wilayah operasi Taksi yang telah mendapat penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf a dilaksanakan realisasi pengisian atau formasi pelayanan angkutan dengan menggunakan kendaraan yang sesuai dengan peruntukan pada tiap-tiap jaringan trayek dan wilayah operasi taksi.
(2) Kendaraan yang sesuai dengan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah jumlah alokasi, jenis kendaraan, warna kendaraan sebagaimana ditetapkan dalam jaringan trayek masing-masing.
(3) Setiap orang, badan hukum yang mengisi formasi pelayanan angkutan dapat diberi ijin apabila kendaraan yang digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Paragraf 3
Perijinan
Pasal 80
Setiap Orang, Badan Hukum yang berusaha dibidang angkutan umum untuk mengangkut orang, wajib memiliki Ijin dari Kepala Dinas yang terdiri dari :
a. Ijin Usaha Angkutan;
b. Ijin Trayek;
c. Ijin Operasi;
d. Ijin Insidentil. Pasal 81 ..................
- 32 -
Pasal 81
(1) Ijin Usaha Angkutan sebagaimana dimaksud Pasal 80 huruf a merupakan ijin untuk melakukan usaha dibidang angkutan baik yang dilaksanakan dalam trayek tetap dan teratur maupun tidak dalam trayek, berlaku selama kegiatan usaha berlangsung;
(2) Penerbitan Ijin Usaha Angkutan dilengkapi dengan Kartu Pengusahaan Angkutan sebagai kutipan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Ijin Trayek;
(3) Kartu Pengusahaan Angkutan memuat data pemilik kendaraan dan alamat untuk tiap- tiap kendaraan yang harus dibawa oleh pengemudi pada saat beroperasi dan diperlihatkan kepada petugas jika sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan;
(4) Kartu Pengusahaan Angkutan diterbitkan oleh Kepala Dinas dan berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang untuk satu tahun berikutnya;
(5) Setiap pemegang ijin wajib :
a. Merealisasikan kegiatan usaha dan atau pengadaan kendaraan paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya Ijin Usaha;
b. Melaporkan kegiatan usahanya setiap tahun kepada WaliKota melalui Kepala Dinas.
Pasal 82
(1) Ijin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf b berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 5 (lima) tahun berikutnya;
(2) Penerbitan ijin trayek dilengkapi Kartu Pengawasan sebagai kutipan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Ijin Trayek;
(3) Kartu Pengawasan memuat data kendaraan dan rute lintasan tertunjuk untuk tiap-tiap kendaraan yang harus dibawa oleh pengemudi pada saat beroperasi dan diperlihatkan kepada petugas jika sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan;
(4) Kartu Pengawasan diterbitkan oleh Kepala Dinas dan berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang untuk satu tahun berikutnya.
Pasal 83
(1) Ijin Operasi sebagaimana dimaksud Pasal 80 huruf c merupakan Ijin untuk mengoperasikan kendaraan yang pelayanannya tidak dalam trayek;
(2) Penerbitan Ijin Operasi dilengkapi Kartu Pengawasan sebagai kutipan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Ijin Operasi;
(3) Ijin operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk Ijin Operasi Angkutan Taksi;
(4) Masa berlaku Ijin Operasi ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk lima tahun berikutnya;
(5) Kartu Pengawasan diterbitkan oleh Kepala Dinas dan berlaku satu tahun serta dapat diperpanjang untuk satu tahun berikutnya.
Pasal 84
(1) Ijin Insidentil merupakan Ijin yang dapat diberikan kepada perusahaan angkutan yang telah memiliki Ijin Trayek untuk menggunakan kendaraan bermotor cadangannya menyimpang dari Ijin Trayek yang dimiliki;
(2) Ijin Insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk kepentingan :
a. Menambah kekurangan angkutan pada waktu keadaan tertentu (angkutan pada hari-hari besar keagamaan, angkutan haji, angkutan liburan sekolah, angkutan olah raga dan lain-lain);
b. Keadaan ..................
- 33 -
b. Keadaan darurat tertentu seperti bencana alam dan lain-lain.
(3) Ijin Insidentil hanya diberikan untuk satu kali perjalanan pergi pulang dan berlaku paling lama 14 (empat belas) hari serta tidak dapat diperpanjang.
Pasal 85
Perijinan angkutan dinyatakan tidak berlaku apabila :
a. Kegiatan usaha tidak laksanakan;
b. Masa berlaku Ijin telah habis dan tidak diperpanjang;
c. Dilakukan pembekuan atau pencabutan Ijin yang disebabkan operasi kendaraan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan setelah diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut.
Paragraf 4
Peremajaan, Penggantian, dan Penghapusan Kendaraan
Pasal 86
(1) Untuk kesinambungan dan peningkatan pelayanan, kelayakan usaha dan
menghindari kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kondisi kendaraan yang tidak
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
peremajaan kendaraan umum;
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan :
a. Atas permintaan pemilik kendaraan;
b. Penggantian kendaraan oleh kendaraan yang lebih baik dari kendaraan semula.
c. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya pembatasan usia pakai kendaraan.
Pasal 87
Peremajaan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dilakukan dengan memperhatikan :
a. Jumlah armada, jenis kendaraan pengganti harus sama dengan kendaraan yang diremajakan;
b. Nomor kendaraan yang baru harus menggunakan nomor kendaraan yang diremajakan;
c. Peremajaan dilaksanakan setelah dilakukan penghapusan/pemusnahan kendaraan
lama apabila kondisinya sudah tidak memenuhi persyaratan laik jalan, perubahan
bentuk dan status kendaraan dari kendaraan penumpang kepada kendaraan barang,
dari kendaraan umum menjadi kendaraan tidak umum dan penghapusan dokumen
atau surat-surat kendaraan lama(mutasi kendaraan).
Pasal 88
(1) Atas permintaan pemilik kendaraan, Pemerintah Daerah dapat melakukan penggantian kendaraan umum;
(2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila :
a Kendaraan mengalami kecelakaan sehingga tidak memungkinkan lagi dioperasikan dan atau karena kendaraan hilang;
b Terjadi pengalihan trayek;
c Kendaraan telah dimutasikan dan atau dirubah sifat menjadi kendaraan tidak umum;
d Terjadi penghapusan kendaraan. (3) Dalam ..................
- 34 - (3) Dalam hal penggantian, tanda nomor kendaraan pengganti tidak harus sama dengan
kendaraan yang diganti.
Pasal 89
Atas pertimbangan keselamatan dan keamanan, Pemerintah Daerah dapat menetapkan
penghapusan kendaraan bagi kendaraan yang beroperasi di jalan yang sudah tidak
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Paragraf 5
Agen Penjualan/Pemesanan Karcis
Pasal 90
(1) Agen berfungsi sebagai tempat pemesanan dan atau penjualan karcis setelah mendapatkan ijin dari Kepala Dinas;
(2) Ijin sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku selama pemegang ijin menjalankan usahanya dan tiap 2 (dua) tahun dilakukan daftar ulang;
(3) Lokasi agen dapat di terminal, depo (pool) atau di tempat lain yang memungkinkan.
Bagian Kedua
Angkutan Barang
Pasal 91
Pengangkutan barang yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi :
a. Pengangkutan barang umum dengan kendaraan umum;
b. Pengangkutan barang perusahaan oleh kendaraan milik perusahaan.
Pasal 92
Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud Pasal 92 huruf a wajib memenuhi : a. Nama Perusahaan harus jelas, melekat pada badan kendaraan di samping kiri dan
kanan; b. Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard.
Pasal 93
Pelayanan angkutan barang umum mempunyai ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :
a. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi kelas jalan;
b. Tersedianya tempat/fasilitas memuat dan membongkar barang;
c. Dilayani dengan kendaraan bermotor jenis mobil barang.
Pasal 94
(1). Pengangkutan barang perusahaan oleh kendaraan milik perusahaan sebagaimana
dimaksud Pasal 91 huruf b merupakan pengangkutan yang bersifat penunjang
terhadap kegiatan perusahaan;
(2). Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
a. Kendaraan yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan,
dilengkapi dengan tulisan nama perusahaan;
b. Kendaraan yang digunakan harus didaftarkan sebagai kendaraan perusahaan dan
mendapat Kartu Pengawasan Penggunaan Kendaraan Bermotor (KPPKB);
c. Barang ..................
- 35 -
c. Barang yang diangkut harus dilengkapi dengan surat muatan (Loading list) dan
daftar muatan dari perusahaan yang bersangkutan.
(3). Dalam hal kendaraan perusahaan yang sewaktu-waktu mengangkut barang umum di
wilayah daerah dengan memungut bayaran hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapat ijin insidentil pengangkutan barang umum dari Kepala Dinas.
Bagian Ketiga
Tarif Angkutan
Pasal 95
Dalam rangka penyelenggaraan angkutan umum ditetapkan tarif angkutan yang terdiri dari : a. Tarif angkutan penumpang; b. Tarif angkutan barang.
Pasal 96
(1). Struktur tarif angkutan penumpang sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf a yang beroperasi dalam trayek tetap dan teratur meliputi :
a. Tarif ekonomi yang terdiri dari tarif dasar dan tarif jarak;
b. tarif non ekonomi terdiri dari tarif dasar, tarif jarak dan tarif pelayanan tambahan.
(2). Struktur tarif angkutan penumpang yang beroperasi tidak dalam trayek meliputi :
a. Tarif taksi terdiri dari tarif awal, tarif dasar dan tarif jarak;
b. Tarif angkutan dengan cara sewa dan pariwisata ditetapkan oleh penyedia jasa angkutan.
(3). Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan.
Pasal 97
Penetapan tarif angkutan penumpang sebagaimana dimaksud Pasal 97 masing-masing :
a. Tarif dasar dan tarif jarak ditetapkan oleh WaliKota;
b. Tarif pelayanan tambahan oleh penyedia jasa angkutan;
c. Tarif angkutan perbatasan di tetapkan oleh Walikota berdasarkan domisili.
Pasal 98
(1) Besarnya tarif angkutan kota yang sepenuhnya beroperasi di wilayah kota ditetapkan berdasarkan perhitungan jarak tempuh dikalikan dengan tarif dasar;
(2) Besarnya tarif angkutan perbatasan ditetapkan berdasarkan perhitungan jarak tempuh dikalikan dengan tarif dasar dan mempertimbangkan kondisi geometrik jalan yang dilalui.
Bagian Keempat
Terminal
Paragraf 1
Perencanaan
Pasal 99
(1) Terminal dibangun dan diselenggarakan melalui proses perencanaan berdasarkan kebutuhan pergerakan orang maupun barang sesuai asal dan tujuan;
(2) Perencanaan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Penentuan Lokasi;
b. Penentuan ..................
- 36 -
b. Penentuan Fungsi dan atau tipe Pelayanan;
c. Penentuan Desain Tata Letak dan Fasilitas Penunjang;
d. Penentuan Sirkulasi Arus Lalu Lintas Kendaraan;
e. Pengembangan Jaringan.
(3) Perencanaan terminal dilaksanakan oleh Dinas dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Paragraf 2
Pembangunan
Pasal 100
(1) Pembangunan terminal dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, setelah mendapat
persetujuan pejabat yang berwenang sesuai tipe pelayanan terminal yang
direncanakan;
(2) Pembangunan terminal dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Tatanan Transportasi Lokal;
b. Rencana Umum Tata Ruang;
c. Kapasitas Jalan;
d. Kepadatan Lalu Lintas;
e. Keterpaduan dengan Moda Angkutan Lain;
f. Kelestarian Lingkungan.
(3) Pembangunan terminal dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan dapat
mengikutsertakan pihak ketiga.
Paragraf 3
Penyelenggaraan
Pasal 101
(1) Penyelenggaraan terminal dilakukan oleh Dinas;
(2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. Pengelolaan;
b. Pemeliharaan;
c. Penertiban.
Paragraf 4
Jasa Pelayanan Terminal
Jasa pelayanan terminal meliputi :
Pasal 102
a. Jasa lahan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau bongkar muat barang;
b. Fasilitas parkir kendaraan umum untuk menunggu waktu keberangkatan;
c. Fasilitas parkir kendaraan umum selain untuk menunggu waktu keberangkatan;
d. Fasilitas loket di dalam terminal;
e. Fasilitas lain guna menunjang kelancaran pelayanan terminal.
Paragraf 5 ..................
- 37 -
Paragraf 5
Kegiatan Usaha Penunjang
Pasal 103
(1) Kegiatan usaha penunjang pada terminal dapat dilakukan oleh Badan Hukum atau perorangan setelah mendapat ijin Kepala Dinas;
(2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
a. Usaha makanan dan minuman;
b. Usaha cindera mata dan bahan bacaan;
c. Usaha tempat istirahat Awak Kendaraan Umum;
d. Usaha jasa telepon, paket dan sejenisnya;
e. Usaha penjualan tiket angkutan;
f. Usaha penitipan barang;
g. Usaha pencucian kendaraan;
h. Usaha toilet dan MCK.
(3) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelayanan terminal.
B A B VII
PERHUBUNGAN LAUT
Bagian Keastu
SURAT-SURAT KAPAL
Pasal 104
(1) Setiap orang pribadi atau badan yang memiliki kapal dengan ukuran lebih kecil dari 7
Groston (GT), wajib memiliki surat-surat kapal;
(2) Surat-surat kapal sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari surat kebangsaan kapal
yang biasa disebut PAS KECIL serta sertifikat keselamatan;
(3) Untuk mendapatkan surat-surat dimaksud ayat (2) terlebih dahulu mengajukan surat
permohonan secara tertulis kepada Walikota melalui Dinas dengan melampirkan
persyaratan teknis dan adminstrasi.
Bagian Kedua
MASA BERLAKU SURAT-SURAT KAPAL
Pasal 105
(1) Surat-surat kapal berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan;
(2) Surat-surat dimaksud ayat (1) dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan
perpanjangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya.
Pasal 106
Surat-surat kapal tidak berlaku lagi dikarenakan :
(1) Sudah habis masa berlakunya dan belum/tidak diperpanjang;
(2) Dikembalikan oleh pemegang surat-surat kapal, karena kapalnya rusak dan tidak dapat dioperasikan.
BAB VIII ..................
- 38 -
BAB VIII PENYELENGGARAAN
KEPARIWISATAAN
Bagian Kesatu
IJIN USAHA KEPARIWISATAAN
Pasal 107
(1) Setiap penyelenggaraan usaha kepariisataan yang berada di kota Serang dapat dilakukan berdasarkan ijin usaha yang diberikan oleh Wali Kota;
(2) Usaha Kepariwisataan yang harus mendapat ijin usaha dari Wali Kota meliputi;
a. Usaha Jasa Pariwisata yang terdiri atas :
1) Jasa Biro Perjalanan Wisata;
2) Jasa Agen Perjalanan Wisata;
3) Jasa Pramuwisata;
4) Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran;
5) Jasa Impresariat;
6) Jasa Konsultan Pariwisata;
7) Jasa Informasi Pariwisata.
b. Pengusaha Obyek dan Daya Tarik Wisata yang dikelompokkan dalam :
1) Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam;
2) Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya;
3) Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Minat Khusus.
c. Usaha Sarana Pariwisata yang terdiri dari :
1) Penyediaan Akomodasi;
2) Penyediaan Makan dan Minum;
3) Penyediaan Angkutan Wisata;
4) Penyediaan Sarana Wisata Tirta;
5) Kawasan Pariwisata.
(3) Bentuk ijin usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada Pasal 107 (2) tersebut di
atas, lebih lanjut diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pasal 108
Usaha Kepariwisataan yang bergerak khusus dalam bangunan sendiri dibidang usaha
Penjualan Minuman Keras atau Hiburan Umum yang meliputi : Diskotik, Pub, Bar,
Karaoke, Musik Hidup, Kelap Malam, Panti Pijat dan Mandi Uap, Mesin Ketangkasan dan
Keterampilan, Video Games dan Playstation, Bioskop, Pemutaran Film Keliling, Pentas
Seni Budaya, Biliyar dan atau diluar pad huruf a, b, c, Pasal 107 (2) tersebut di atas, serta
bukan fasilitas hotel dan restoran berkualifikasi kelas internasional, akan diatur kemudian
dengan Perda tersendiri.
Pasal 109 ..................
- 39 -
Pasal 109
Usaha kepariwisataan dapat berbentuk badan hukum atau perseorangan, Koperasi atau
Usaha Perorangan yang maksud dan tujuannya bergerak dibidang usaha pariwisata sesuai
dengan bidang usaha yang akan dikelola.
Bagian Kedua
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 110
Masyarakat diberikan kesempatan untuk berperan serta kepariwisataan.
Pasal 111
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 110, berupa pemberian
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap pengembangan,
informasi potensi dan masalah, serta rencana pengembangan kepariwisataan daerah;
(2) Saran, Pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111 ayat (1), disampaikan secara tertulis dengan lengkap dan faktual kepada
Walikota.
Bagian Ketiga
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN SERTA PENGENDALIAN PERIJINAN DAN PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN
Pasal 112
(1) Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika substansial
memiliki tugas dan kewajibanyang melekat terhadap pembinaan, pengawasan,
pengendalian dan pengembangan serta pembangunan di daerah;
(2) Dalam pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut di atas,
Kepala dinas kepada pejabat Bidang Pariwisata, atau pejabat lain yang ditunjuk,
diberikan kewenangan untuk bertugas dan berkewajiban melakukan pembinaan dan
pengawasan serta pengendalian perijinan dan penyelenggaraan usaha
kepariwisataan sesuai peraturan Perundangan-undangan yang berlaku;
(3) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian perijinan serta penyelenggaraan usaha
kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal 12 tersebut di atas, agar
terciptanya kondisi yang kondusif bagi kepentingan wisatawan, kelangsungan usaha
pariwisata dan terpeliharanya obyek dan daya tarik wisata beserta lingkungannya.
Pasal 113
Dalam rangka mewujudkan pembinaan, pengawasan dan pengendalian perijinan dan penyelenggaraan usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tersebut di atas, dilakukan sebagai upaya untuk :
a. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas produk pariwisata unggulan dan memiliki daya saing;
b. Penyebaran, pengembangan dan pembangunan produk pariwisata di daerah;
c. Peningkatan aksesibilitas pariwisata;
d. Penciptaan iklim usaha yang sehat dan kondusif di bidang usaha pariwisata;
e. Peningkatan ..................
- 40 - e. Peningkatan peran serta swasta dalam pengembangan usaha pariwisata;
f. Peningkatan Peran serta dan pemberdayaan masyarakat;
g. Perlindungan terhadap kelestarian dan keutuhan obyek dan daya tarik wisata;
h. Peningkatan promosi dan pemasaran produk wisata daerah;
i. Peningkatan kerjasama antar daerah, regional maupun dengan internasional.
BAB IX
PENYELENGGARAAN POS DAN TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
PENYELENGGARAAN POS
Pasal 114
(1) Penyelenggaraan Pos selain BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah yaitu PT. Pos Indonesia juga dilakukan oleh Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum;
(2) Badan usaha berbadan hukum sebagaimana di maksud ayat (1) terdiri dari PT, CV, yang bergerak pada sektor pengadaan Pos;
(3) Badan usaha berbadan hukum di maksud ayat (2) disebut Perusahaan jasa titipan.
BAB X Bagian
Kedua
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Pasal 115
(1) Penyelenggaraan Telekomunikasi dilakukan untuk keperluan :
a. Penyelenggaraan jaringan Telekomunikasi;
b. Penyelenggaraan jasa Telekomunikasi;
c. Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus.
(2) Penyelenggaraan jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (a) dapat menyelenggarakan jasa Telekomunikasi;
(3) Penyelenggaraan jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) dalam menyelenggarakan jasa Telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan Telekomunikasi milik penyelenggara jaringan Telekomunikasi;
(4) Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c), dalam menyelenggarakan Telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus.
Paragraf 1
Penyelenggaraan
Pasal 116
(1) Penyelenggaraan jaringan Telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa Telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. Badan Usaha Swasta;
d. Koperasi.
(2) Penyelenggaraan ..................
- 41 - (2) Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dapat di lakukan oleh :
a. Perseorangan;
b. Instansi Pemerintah;
c. Badan Hukum Selain Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
(3) Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Sebagaimana di maksud dalam pasal 117 ayat (2) huruf (a) dapat menyelenggarakan Telekomunikasi untuk :
a. Keperluan sendiri;
b. Keperluan Pertahanan Keamanan Negara;
c. Keperluan Penyiaran.
(4) Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf (a) terdiri dan menyelenggaraan Telekomunikasi untuk keperluan :
a. Perseorangan;
b. Instansi Pemerintah;
c. Dinas Khusus;
d. Badan Hukum.
(5) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf (b) adalah penyelenggaraan Telekomunikasi yang sifat, bentuk dan kegunaannya diperuntukan khusus bagi keperluan pertahanan keamanan;
(6) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf (c) adalah penylenggaraan Telekomunikasi yang sifat, bentuk dan kegunaannya diperuntukan khusus bagi keperluan penyiaran.
BAB XI
P E R I J I N A N
Pasal 117
(1) Penyelenggaraan kegiatan Pos dan Telekomunikasi harus mendapatkan rekomendasi
atau izin dari Walikota;
(2) Rekomendasi atau izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Jasa titipan;
b. Telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan, pemerintah dan dinas
khusus yang tidak menggunakan spektrum frekuensi radio;
c. Instalasi Kabel Rumah/Gedung (IKR/G);
d. Pendirian kantor cabang operator;
e. Menara Telekomunikasi;
f. Galian Penggelaran Kabel Telekomunikasi;
g. Instalasi Penangkal Petir;
h. Instalasi Genset;
i. Pendirian Usaha Perdagangan Alat Perangkat Telekomunikasi;
j. Lokasi Pembangunan Studio dan Pemancar Radio dan TV.
(3) Tata cara permohonan rekomendasi atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XII ..................
- 42 -
BAB XII
P E N Y I D I K A N
Pasal 118
(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah;
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para Penyidik Pegawai Negeri Sipil dimaksud ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. Melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g. Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
BAB XIII KETENTUAN
PIDANA
Pasal 119
(1) Barang siapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud pada Pasal 9, 10,
15, 31, 40, 43, 47, 55, 56, 61, 63, 69, 73, 74, 79, 80, 90, 94, 104 dan 107 diancam pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah);
(2) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) yang menyebabkan kerugian
akibat pemakaian perangkat telekomunikasi dimaksud pada Pasal 117 ayat (2) huruf c,
e, f, g, h, dan j diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang–undangan.
BAB XIV KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 120
Ijin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini masih berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini
apabila masa berlakunya ijin habis.
BAB XV ..................
- 43 -
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 121
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota dan atau Keputusan Walikota.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Serang.
Ditetapkan di Serang
pada tanggal
P E N J A B A T W A L I K O T A S E R A N G , Diundangkan di Serang
pada tanggal
SEKRETARIS KOTA,
H . S U L H I
AA SS MM UU DD JJ II HH WW
LEMBARAN DAERAH KOTA SERANG TAHUN 2008 NOMOR ....................
- 44 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN, PARIWISATA,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DI KOTA SERANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SERANG,
I. UMUM
Dalam rangka memberikan arahan yang jelas pada sektor perhubungan, pariwisata,
komunikasi dan informatika, Pemerintah Kota Serang telah berupaya untuk
memberikan pedoman dan landasan, dikarenakan di wilayah Kota Serang telah
mengalami banyak perkembangan dengan mobilitas yang tinggi dan tentunya
berdampak pada peningkatan aktifitas pada sektor perhubungan, pariwisata,
komunikasi dan informatika.
Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yanga mengakibatkan
terjadinya pergeseran sistem dari sistem sentralistik ke desentralistik, Pemerintah
Daerah mempunyai Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya, oleh karenanya fungsi-
fungsi pembinaan, pengendaliaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan bidang
perhubungan, pariwisata, komunikasi dan informatika sangat dibutuhkan.
Dengan demikian Pemerintah Kota Serang dituntut untuk lebih meningkatkan tata
pengaturan penyelenggaraan di bidang perhubungan, pariwisata, komunikasi dan
informatika sesuai dengan fungsinya, dengan berpedoman pada azas kemanfaatan
umum, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi maasyarakat
Kota Serang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk penyelenggaraan bidang perhubungan,
pariwisata, komunikasi dan informatika, Pemerintah Kota Serang harus
mempersiapkan tenaga tekhnis yang bertugas untuk melakukan fungsi pengawasan
dan pengendaliaan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2 ..................
- 45 -
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup Jelas.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup Jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 20
21ukup jelas.
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup Jelas.
Pasal 26
Cukup Jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28 ..................
- 46 -
Pasal 28 Cukup Jelas.
Pasal 29
Cukup Jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup Jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup Jelas.
Pasal 37
Cukup Jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup Jelas.
Pasal 39
Cukup Jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup Jelas.
Pasal 42
Cukup Jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup Jelas.
Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
21ukup jelas.
Pasal 47
Cukup Jelas.
Pasal 48
Cukup Jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Cukup Jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup Jelas.
Pasal 54 ..................
- 47 -
Pasal 54 Cukup Jelas.
55
Cukup jelas.
56
Cukup Jelas.
57
Cukup Jelas.
58
Cukup jelas.
59
Cukup Jelas.
60
Cukup Jelas.
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup Jelas.
Pasal 63
Cukup Jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup Jelas.
Pasal 66
Cukup Jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup Jelas.
Pasal 69
Cukup Jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup Jelas.
Pasal 73
Cukup Jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup Jelas.
Pasal 76
Cukup Jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup Jelas.
Pasal 79 ..................
- 48 -
Pasal 79 Cukup Jelas.
80
Cukup jelas.
81
Cukup Jelas.
82
Cukup Jelas.
83
Cukup jelas.
84
Cukup Jelas.
85
Cukup Jelas.
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup Jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup Jelas.
Pasal 91
Cukup Jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup Jelas.
Pasal 94
Cukup Jelas.
Pasal 95
21ukup jelas.
Pasal 96
Cukup Jelas.
Pasal 97
Cukup Jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup Jelas.
Pasal 100
Cukup Jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup Jelas.
Pasal 103
Cukup Jelas.
Pasal 104 ..................
- 49 -
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup Jelas.
Pasal 106
Cukup Jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup Jelas.
Pasal 109
Cukup Jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup Jelas.
Pasal 112
Cukup Jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup Jelas.
Pasal 115
Cukup Jelas.
Pasal 116
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus
perseorangan penyelenggaraan telekomunikasi yang dilaksakan oleh
perseorangan yang tidak menggunakan spektrum frekuensi radio.
Pasal 117
Cukup Jelas.
Pasal 118
Cukup Jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup Jelas.
Pasal 121
Cukup Jelas.
T A M B A H A N L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E R A N G T A H U N 2 0 0 8 N O M O R …
- 50 -
RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI Nama NIM Tempat, Tanggal Lahir Agama Alamat Telepon Email
: Haerul Umam : 6661101139 : Serang, 26 November 1991 : Islam : Jl. KH. Sulaiman Kp. Kelapa Dua Rt. 01 Rw. 07 Gg. H. Zainudin Kelurahan Kagungan Kecamatan Serang Kota Serang Banten, 42114 : 08989629995 : [email protected]
DATA PRIBADI Tempat, Tanggal Lahir Jenis Kelamin Status Agama Kewarganegaraan
: Serang, 26 November 1991 : Laki-laki : Belum Menikah : Islam : Indonesia
IDENTITAS ORANGTUA Nama Ayah Nama Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu
: Mulyana Syarbini : Rohilah Yusuf : Pegawai Swasta : Ibu Rumah Tangga
PENDIDIKAN 1998-2004 2004-2007 2007-2010 2010-2016
: SD Negeri Sukalila : SMP Negeri 1 Kota Serang : SMA Negeri 2 Kota Serang : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Program Strata-1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Administrasi Negara
ORGANISASI