manajemen kelas pai bagi anak berkebutuhan...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN KELAS PAI BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
(STUDI KASUS DI SDLB ABC KENDAL)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
Guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Tarbiyah
Jurusan Kependidikan Islam (KI)
Disusun Oleh:
Siti Kholifah
083311039
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
2
3
4
ABSTRAK
Judul : Manajemen Kelas PAI Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (Studi di SDLB ABC Kendal)
Penulis : Siti Kholifah
NIM : 083311039
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Rumusan Masalah: 1).
Bagaimana pelaksanaan pengelolaan kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal?, 2).
Bagaimana Peran guru bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SDLB ABC
Kaliwungu Kendal?. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif lapangan
dengan teknik pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Analisis data dalam penelitian ini berupa teknik analisis deskriptif. Temuan
penelitian ini yaitu meliputi: 1).Pelaksanaan manajemen kelas yang ada di SDLB
ABC Kaliwungu Kendal pada pembelajaran di kelas meliputi dua hal, pertama:
pengaturan siswa, dilakuan dengan pengorganisasian siswa (dimana siswa
diberikan beban kerja), penugasan siswa (tugas bersifat kelompok dan individu,
seperti diskusi, mengarang, ataupun mengerjakan LK), pembimbingan dan
pembinaan, kedisiplinan siswa (dengan ditetapkan aturan-aturan yang dibuat oleh
guru dengan melihat mud siswa dan disepakati secara bersama), raport dan
kenaikan kelas (raport di SDLB ABC ada dua macam, pertama laporan penilaian
secara akademik, kedua laporan terkait perkembangan anak, yakni kemampuan
anak ketika menerima pelajaran dari guru). Kedua: pengaturan fasilitas, dengan
kelas berupa satu kelas dibagi menjadi 4 ruangan, pembelajaran dilaksanakan
secara individu dan satu anak satu meja dan satu kursi, pengaturan alat-alat
pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan ruang kelas, dan pengontrolan
ventilasi dan tata cahaya. Ketika pembelajaran di luar kelas, guru memanfaatkan
fasilitas yang ada di lingkungan sekolah seperti mushola, lapangan. Mushola
sebagai temapat praktek keagamaan dan lapangan sebagai tempat bermain dan
juga sebagai temapat berolahraga siswa. 2). Peran guru dalam manajemen kelas
yang ada di SLB ABC adalah guru selalu mendampingi siswa selama proses
belajar berlangsung sampai pembelajaran tersebut selesai, suasana kelas dibuat
selalu menyenangkan terkadang ada juga siswa yang bosan sehingga guru menjadi
lebih aktif menjaga, siswa memahami pelajaran tidak hanya secara teori,
hubungan yang interaktif antara guru, siswa, dan orangtua, lingkungan sekolah
yang menyehatkan. Dengan manajemen kelas yang dilakukan oleh guru di SDLB
ABC, pembelajaran dapat dilakukan dengan baik, terbukti dengan siswa selalu
berperan aktif dalam pembelajaran dan siswa mampu melaksanakan evaluasi yang
dilakukan oleh guru.
Selanjutnya, semoga penelitian ini diharapkan menjadi khazanah dan
masukan bagi pengelola SDLB ABC, bahan informasi bagi civitas akademika dan
semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang
5
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan yang mengajari kita ilmu
dengan pena dan mengajari manusia atas apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat
dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita, manusia yang paling
mulia, Nabi besar Muhammad Saw, berikut keluarga dan sahabat-sahabat beliau..
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Dr. Suja’i, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. Mustofa, M.Ag, selaku Ketua jurusan dan Fahrurrozi, M.Ag, selaku
Sekretaris jurusan Kependidikan Islam, terimakasih atas masukan dan
semangatnya.
3. Ismail, SM. M.Ag, selaku pembimbing 1 dan Drs. Wahyudi M.Pd selaku
pembimbing 2 yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk membimbing serta mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Para dosen serta staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali penulis
berbagai pengetahuan.
5. Kepala Sekolah SDLB ABC Kendal, beserta semua staf pengajar dan
pegawai SDLB ABC Kendal, terima kasih atas bantuan dan dukungan
datanya selama penelitian.
6. Ayahanda Mugiarto dan Ibundaku tercinta Rohmiyati, terimakasih atas
segala pengorbanan dan kasih sayangnya serta untaian do’a yang tiada
henti, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
7. Suami tercinta, terimakasih atas do’a yang tiada henti.
8. Yani, mb fani, mb wanti, ijah, lala, ina dan kawan-kawan KI 2008 terima
kasih atas semangat dan kebersamaan yang sangat bermakna.
9. Semua pihak yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
6
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberi apa-apa yang berarti,
hanya do’a semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik
balasan serta selalu dalam lindungan-Nya.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dalam penyusunan kata, landasan teori, dan beberapa aspek
inti didalamnya. Oleh karena itu, kritik saran yang konstruktif sangat diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.
Amin.
Semarang, 28 Mei 2012
Penulis,
Siti Kholifah
NIM.083311039
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .......................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka ........................................................................ 8
B. Kerangka Teoritik .................................................................. 9
1. Pengertian Manajemen Kelas ............................................ 9
2. Ruang Lingkup Manajemen Kelas… ................................ 13
3. Tujuan Manajemen Kelas.................................................. 18
4. Fungsi Manajemen Kelas………………………………. . 19
5. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas………………………. 21
6. Pengertian Kelas PAI…………………………………… 23
7. Ruang Lingkup PAI…………………………………….. 25
8. Dasar Pelaksanaan PAI Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus…………………………………………………. .. 26
9. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus………………... . 28
10. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus………………… 31
11. Landasan Kelas Bagi Anak Berkebutuhan Khusus ........... 35
BAB III METODE PENELITIAN
8
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 42
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 43
C. Sumber Penelitian .................................................................. 43
D. Fokus Penelitian ..................................................................... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 45
F. Tenik Analisis Data ................................................................. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 48
B. Pembahasan ............................................................................. 54
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................. 59
B. Saran ........................................................................................ 60
DAFTAR KEPUSTAKAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.1 Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua
warga negara, tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus.
Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara,
tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD
1945 pasal 31 maupun pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasioanl pasal 5 ayat 2 yang dengan tegas menyatakan bahwa “Warga negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus”. Oleh karena itulah, sudah sewajarnya
pemerintah dan kita semua memberikan perhatian yang baik terhadap
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sehingga apa yang
diharapkan dan diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa yang merupakan tanggaung jawab kita semua bangsa Indonesia
dapat terealisasikan dengan baik, termasuk di dalamnya bagi anak berkebutuhan
khusus.
Anak berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat memiliki kelainan
dalam hal fisik, mental, atau sosial. Sebagai individu yang memiliki kekurangan
maka mereka pada umumnya sering dianggap kurang memiliki rasa percaya diri
dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang
kurang positif juga justru menambah beban permasalahan bagi para penyandang
cacat. Sebenarnya dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada mereka harus
1Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan, Prinsip dan Aplikasi dalam
Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), cet.1, hlm.3
10
disikapi secara positif agar mereka dapat dikembangkan seoptimal mungkin
potensinya dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi keluarga,
lingkungan, masyarakat, serta pembangunan bangsa.
Sekolah biasa mengklasifikasikan siswa ke dalam suatu ruangan belajar
yang berbeda-beda dengan harapan agar proses instruksional yang terjadi dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah
ditetapkan, serta mengarah pada pencapaian cita-cita. Pengelompokan siswa
tersebut biasa diilhami oleh keragaman latar belakang siswa, baik ditinjau dari
sudut intelektual, umur maupun prestasi belajar.
Kelas merupakan suatu unit kecil siswa memliki situasi social yang
berbeda-beda antar kelas yang satu dengan kelas yang lain.2 Karena itu supaya
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, maka ada sekolah yang
dengan sengaja mengklasifikasikan siswa atas dasar kemampuan tertentu yang
dimiliki siswa. Pada prinsipnya pengelolaan kelas tidak bisa terelakkan oleh tiga
hal, yaitu: guru, siswa dan materi ajar. Guru menyampaikan ilmu, siswa
mendengarkan dan materi sebagai hal yang diberikan oleh guru pada anak didik.
Guru dalam menyampaikan ilmu tidak semudah yang dibayangkan. Artinya, guru
tidak hanya sekedar menyampaikan ilmu yang berupa verbalistik-fisik saja,
melainkan unsur psikologi turut andil besar dalam mencapai tujuan.3
Inti kegiatan suatu sekolah atau kelas adalah proses belajar mengajar
(PBM), kualitas belajar siswa serta para lulusan banyak ditentukan oleh
keberhasilan pelaksanaan PBM tersebut atau dengan kata lain banyak ditentukan
oleh fungsi dan peran guru. pada dewasa ini masih banyak permasalahan yang
berkaitan dengan PBM. Seringkali muncul berbagai keluhan, kritikan para orang
tua siswa ataupun guru berkaitan dengan pelaksanaan PBM tersebut.
Keluhan-keluhan seperti kegaduhan siswa di dalam kelas, ngantuk, tidak
faham dengan apa yang disampaikan guru, sebenarnya tidak perlu terjadi atau
setidak-tidaknya dapat diminimalisasikan, apabila semua pihak dapat berperan,
terutama guru sebagai pengelola kelas dalam fungsi yang tepat. Sementara ini
2Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009), Cet.II, hlm. 70
3Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007). Hlm. 21
11
pemahaman mengenai pengelolaan kelas nampaknya masih keliru. Seringkali
pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang berkaitan
dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar saja.
Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil,
yang terutama adalah pengkondisian kelas, artinya bagaimana guru
merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses
belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik. Pengelolaan kelas
menurut penulis adalah upaya yang dilakukan guru untuk mengkondisikan kelas
dengan mengoptimalisasikan berbagai sumber (potensi yang ada pada diri guru,
sarana dan lingkungan belajar di kelas) yang ditujukan agar proses belajar
mengajar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan tujuan.
Terkait dengan keberhasilan peserta didik, guru memiliki peran yang
sangat urgen sekali, terutama dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu
seorang guru dituntut untuk mampu mengelola kelas dengan baik, dimana kelas
merupakan tempat interaksi belajar mengajar berlangsung, sehingga tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai akan terlaksana. Dengan pengelolaan kelas yang
baik maka peserta didik akan mendapatkan pelayanan menurut kebutuhannya dan
mencapai hasil pendidikan yang maksimal secara efektif dan efisien.
Kemampuan mengelola kelas sering juga disebut kemampuan menguasai
kelas dalam arti seorang guru harus mampu mengontrol dan mengendalikan
perilaku para muridnya sehingga mereka terlibat secara aktif dalam proses belajar
mengajar. Jadi, tidak akan sempurna apabila seorang guru yang menguasai materi
atau bahan ajar akan tetapi tidak bisa menciptakan kegiatan-kegiatan belajar yang
menarik dengan mampu mengatur peserta didik dan juga fasilitas yang terdapat di
dalam kelas.
Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan
ditetapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 23 disebutkan bahwa: “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan
12
sosial.4 Ketetapan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak berkebutuhan
khusus sangat berarti karena member landasan yang kuat bahwa anak berkelainan
perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada
anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak yang
tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan
berbakat. Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi
berkelainan (exception) atau luar biasa.5 Konsep ketunaan berbeda dengan konsep
berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan kecacatan, sedangkan
konsep bekelainan atau luar biasa mencakup anak yang menyandang ketunaan
maupun yang dikaruniai keunggulan.
Berdasarkan pengertian tersebut, anak berkebutuhan khusus dikategorikan
memiliki kelainan dalam aspek fisik yang meliputi: indra pendengaran
(Tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (Tunawicara), dan kelainan fungsi
anggota tubuh (Tunadaksa).
Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak berkebutuhan
khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka
memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa
(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB
bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G
untuk cacat ganda.
Pendidikan agama islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana
untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan
4Mohammad Efendi, Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2006), hlm. 1
5Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT. Indeks,
2009), hm. 166.
13
mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan.6 Ilmu pendidikan tidak terlepas dari obyek yang menjadi sasarannya, yaitu
manusia. Manusia adalah makhluk Allah, manusia dan alam semesta bukan terjadi
dengan sendirinya. Tetapi diajadikan oleh Allah.7
Allah berfirman dalam QS. Ar Rum 40:
“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki,
kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)”.
Pendidikan tidak hanya diberikan kepada anak yang mempunyai
kelengkapan fisik saja, namun juga diberikan kepada anak yang mempunyai
kelainan dan kekurangan fisik/mental, karena manusia mempunyai hak yang sama
di hadapan Allah SWT. Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah SWT QS. An
Nur 61
..........
“tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,
tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, Makan
(bersama-sama mereka)”
Maksud dari ayat di atas yaitu bahwa semua manusia disisi Allah itu sama,
yang membedakan hanyalah iman dan akhlaknya. Dalam dunia pendidikan juga
tidak ada perbedaan antara anak yang normal perkembangan baik jasmani dan
rohaninya, dengan anak-anak yang mengalami kecacatan fisik maupun kelemahan
mental. Semuanya sama dihadapan Allah SWT.
Dalam penelitian ini penulis akan fokus kepada pendidikan dengan
konsep pengelolaan kelas bagi anak berkebutuhan khusus, yakni kelas yang
6Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 12.
7Zakiyah Darajad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 1
14
dimana ruang lingkupnya yaitu anak-anak berkebutuhan khusus dan peran guru
yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di kelas secara
berlangsung.
Sekolah luar biasa yang ada di daerah Kaliwungu kabupaten Kendal
merupakan salah satu sekolah yang mengembangkan aspek intelektual, emosional,
spiritual serta berbagai keterampilan hidup siswa sejak mereka usia dini walaupun
memiliki kelainan fisik atau berkebutuhan khusus yaitu mulai dari tingkat TKLB,
SDLB, SMPLB dan SMALB. SLB ABC swadaya menerapkan pola pembelajaran
sama seperti halnya di sekolah normal pada umumnya yaitu untuk melatih aspek
kognitif, afektif serta psikomotorik siswa dengan mengeksplorasi kreatifitas yang
dimiliki masing-masing individu sehingga anak selalu merasa fun pada saat proses
belajar mengajar. Di sekolah ini, guru sebagai pembimbing dan fasilitator. Para
siswa dibimbing dan diarahkan dengan tulus sehingga siswa merasa nyaman pada
saat di dalam kelas.
Karena pengelolaan kelas yang ada di SLB inilah peneliti ingin mengkaji
tentang bagaimana pengelolaan kelas yang ada di SLB pada tingkat Sekolah Dasar
dengan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Tentu dalam pengelolaan
kelas pada sekolah normal berbeda dengan sekolah bagi anak berkebutuhan
khusus. Bagaimana seorang guru mampu mengatur peserta didik dengan pola
pembelajaran di dalam kelas ABK, akan tetapi tujuan pembelajaran tetap tercapai.
Alasan penulis memilih manajemen kelas, karena dalam pembelajaran
manajemen kelas sangat penting sekali, karena dengan manajemen atau
pengelolaan kelas yang baik merupakan syarat mutlak bagi terjadinya proses
interaksi edukatif yang efektif.8
Richard I Arends mengutip dari Kounin, J.S. dalam bukunya discipline
and group management in classroom, bahwa aspek yang paling menantang dalam
8Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Didik Dalam Interaksi Edukatif “Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), Cet. 2, hlm. 145.
15
pekerjaan guru adalah mengembangkan dan mempertahankan kelas yang well
managed (terkelola dengan baik).9
Pengelolaan kelas merupakan proses seleksi dan penggunaan alat-alat
yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas
menciptakan, memperbaiki dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga
anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya dan energinya pada
tugas-tugas individu.10
Untuk menciptakan kelas yang kondusif bagi anak berkebutuhan khusus,
guru berperan aktif sebagai penggerak atau pengelola kelas berkewajiban untuk
mengelola kelas seefektif mungkin.
Kegiatan manajemen kelas meliputi dua kegiatan yaitu pengaturan orang
(peserta didik) dan pengaturan fasilitas. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis
mengganti pengaturan fasilitas menjadi peran guru di dalam kelas, karena kelas
yang ada di SLB 1 kelas untuk 4 ruangan. Kelas yang diatur dengan baik pada
hakikatnya dapat mendukung iklim pembelajaran. Maka di dalamnya semua siswa
akan tertib, namun tidak kaku dan mereka akan merasa aman dari kekerasan fisik
dan kekhawatiran akan ejekan.
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti bermaksud
mengadakan penelitian tentang “Manajemen Kelas PAI bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (studi kasus di SDLB Kaliwungu Kendal).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk mempermudah dalam
memahami permasalahan, penulis membuat rangkaian dan batasan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan siswa berkebutuhan khusus yang ada di SDLB ABC
Kaliwungu Kendal?
9Richard I Arends, Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar), tej. Helly Prajitno
Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 180.
10Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Rineka Cipta,2005), Cet. II,, hlm. 172
16
2. Bagaimana pengaturan fasilitas yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Dengan melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini untuk:
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan siswa berkebutuhan khusus
di SDLB ABC Kaliwungu Kendal
b. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan fasilitas yang ada di SDLB
ABC Kaliwungu Kendal
2. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Manfaat bagi lembaga: penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan dapat dijadikan wacana untuk menambah pengetahuan
khususnya mengenai pengelolaan kelas yang efektif bagi anak
berkebutuhan khusus. Bagi masyarakat: penelitian ini diharapkan dapat
memberikan dorongan dan motivasi kepada anak berkebutuhan khusus
supaya anak tersebut mau sekolah. Bagi guru: penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan masukan yang positif dalam meningkatkan pengelolaan
kelas dan mempergunakan fasilitas yang ada sebaik mungkin.
17
BAB II
MANAJEMEN KELAS PAI
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. Kajian Pustaka
Dalam telaah pustaka ini penulis akan mendeskripsikan beberapa
penelitian yang ada relevansinya dengan judul penulis.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lilik Wiyono pada tahun 2009 dengan
skripsinya yang berjudul “Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi di
SMA N Mojotengah Wonosobo” dalam penulisannya mengungkapkan
pelaksanaan pendidikan agama islam dalam kelas inklusi yang memiliki
keunikan di bandingkan dengan pendidikan yang sama di kelas reguler bagi
anak berkebutuhan khusus.11
2. Penelitian yang dilakukan oleh Muttaqin pada tahun 2010 dengan skripsinya
yang berjudul “Implementasi Keterampilan Pengelolaan Kelas Dalam
Pembelajaran PAI di SMP N 1 Mranggen” dalam penulisannya
mengungkapkan bahwa keterampilan pengelolaan kelas yang baik, di lihat
dari kompetensi guru dalam mengelola tata ruang kelas.12
3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Yuliatun pada tahun 2007 yang berjudul
“Manajemen Pengelolaan Kelas Mata Pelajaran PAI Pada Anak Autisme
(Studi di Semarang Autism School Tembalang)”, membahas tentang
pengelolaan kelas di Semarang Autism School Tembalang semarang khusus
untuk anak autisme mana yang lebih baik dan mendukung untuk
perkembangan dan kemajuan anak, maka akan mereka gunakan. Jadi, secara
khusus belum ada pedoman khusus untuk pengelolaan kelas anak autis.
Dijelaskan pula bahwa dalam pengelolaan kelasnya melibatkan beberapa
pihak, yaitu: orang tua murid, guru (terapis), kepala sekolah, masyarakat
11
Lilik Wiyono, Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi Di SMA N Mojotengah
Wonosobo, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah)
12Muttaqin, Implementasi Keterampilan Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran PAI di
SMP N 1 Mranggen, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah)
18
sekitar, dan orang-orang yang dapat mengatasi anak autisme yaitu psikolog
dan dokter.13
Dari beberapa karya tersebut ada titik sambung antara karya tersebut
dengan pembahasan berikut, yaitu sama-sama menyinggung tentang pengelolaan
kelas. Namun, tentu saja banyak hal yang membedakan antara karya tersebut
dengan tema yang akan dipaparkan di sini, yaitu dengan fokus penelitian anak
berkebutuhan khusus secara umum.
B. Kerangka Teoritik
Dalam kaitannya dengan pembahasan ini akan di jelaskan mengenai
berbagai teori dan referensi yang mendukung dengan apa yang akan di bahas.
Kerangka teori ini akan membahas tentang kelas PAI, anak berkebutuhan khusus
dan manajemen kelas.
1. Manajemen Kelas PAI
a. Pengertian Manajemen Kelas
Secara semantis kata manajemen yang umum digunakan saat ini
berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti mengurus, mengatur,
mengemudikan, mengendalikan, menangani, mengelola, menyelenggarakan,
menjalankan, melaksanakan, dan memimpin.14
Manajemen berasal dari
Bahasa Latin, yaitu dari asal manus yang berarti tangan dan agere yang berarti
melakukan. Kata-kata kerja itu di gabungkan menjadi kata kerja managere
yang artinya menangani. Managere di terjemahkan ke dalam Bahasa Inggris
dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management dan
manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya
management di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen
atau pengelola.15
13
Siti Yuliatun, “Manajemen Pengelolaan Kelas Mata Pelajaran PAI Pada Anak Autisme
(Studi di Semarang Autism School Tembalang)”, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah)
14Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan Konsep Prinsip Dan Aplikasi
Dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Bandung: PT Pustaka Educa, 2010), hlm. 1
15Husaini Usman, Manajemen Teori Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 4.
19
Manajemen dari kata “ Management “. Diterjemahkan pula menjadi
pengelolaan, berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk
mencapai sasaran. Sedangkan pengelolaan adalah proses yang memberikan
pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian
tujuan. Maksud manajemen kelas adalah mengacu kepada penciptaan suasana
atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat
belajar dengan efektif.
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan SDM
secara efektif yang didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, ada dua
sistem yang terdapat dalam manajemen yaitu sistem organisasi dan sistem
manajerial organisasi. Sistem organisasi berhubungan dengan model/pola
keorganisasian yang dianut, sedangkan sistem manajerial berkaitan dengan
pola-pola pengorganisasian, kepemimpinan dan kerjasama yang diterapkan
oleh para anggota organisasi.16
Untuk memahami lebih lanjut tentang apa yang disebut manajemen,
artinya kita akan mengkaji tentang manajemen dilihat dari berbagai definisi
yang disampaikan oleh beberapa pakar manajemen.
1) Malayu S.P. Hasibuan, mengartikan manajemen merupakan ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.17
2) G.R Terry, mengatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses
Management is a distinct process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling performance to determine and accomplish stated
objectives by the use of human being and other resources.(manajemen
merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan:
perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan, yang
16
Hikmat, Manajemen Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 11
17Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), Cet. 10, hlm. 1-2.
20
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain.18
3) Syufarma dengan mengutip Miller mengungkapkan bahwa manajemen itu
sebagai, “management is the process of directing and facilitating the work
of people organized in formal group to achieve a desired goal."
Manajemen adalah seluruh proses kegiatan dan memanfaatkan orang-orang
(sumber daya) dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.19
Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan
keterampilan khusus yang di miliki oleh seseorang untuk melakukan suatu
kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang
lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Pengertian kelas menurut Arikunto, adalah sekelompok siswa yang
pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.20
Sementara Oemar Hamalik, kelas adalah suatu kelompok orang yang
melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru.
Kelas sebagai lingkungan belajar siswa merupakan aspek dari lingkungan yang
harus diorganisasikan dan di kelola secara sistematis.21
Dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas adalah proses atau upaya
yang dilakukan oleh seorang guru secara sistematis untuk menciptakan dan
mewujudkan kondisi kelas yang dinamis dan kondusif dalam rangka
menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Sulistyorini dalam bukunya manajemen pendidikan islam menjelaskan
bahwa manajemen kelas merupakan usaha yang di arahkan untuk mewujudkan
18
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008), Cet. I, hlm. 16.
19Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan Konsep Prinsip Dan Aplikasi
Dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, hlm. 3-4
20Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas Dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif,
(Jakarta: CV Raja Wali, 1986), hlm. 17
21Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep Strategi Dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Teras, 2009), hlm. 91
21
suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.22
Banyak pakar pendidikan yang juga mendefinisikan manajemen kelas ,
Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen atau pengelolaan kelas adalah
proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan
situasi kelas.23
Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan
memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat
memanfaatkan kemampuan, bakat dan energinya.
Dari beberapa definisi di atas akan penulis tegaskan kembali bahwa
manajemen atau pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dengan
pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu
pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih menekankan pada upaya-
upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi
terjadinya proses belajar yang di dalamnya mencakup pengaturan orang
(peserta didik) dan fasilitas.
Dalam pengelolaan kelas ini, guru sebagai faktor determinan harus
mampu menentukan faktor-faktor yang menjadi syarat-syarat kriterianya.
Untuk itu, guru memiliki peran untuk menjalankan tugas-tugas manajerial
tersebut sesuai kriteria-kriteria yang telah direncanakan dalam ketentuan
tugasnya di dalam kelas.
Hadits tentang pengelolaan kelas24
:
اذ و سد ا المر ايل غري -م-عن ايب ىر ى رة رضي اهلل عنو قال رسو ل هلل ص اىلو فنتظر السا عة )رواه البخا ري(
Dari Abu Hurairah RA. Berkata, telah bersabda rasulullah saw apabila
suatu perkara di serahkan kepada yang tidak ahlinya, maka tinggallah
kehancurannya.” (HR. Bukhari)
22
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 2
23Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Rineka Cipta,2005), Cet. II, hlm. 172.
24 Imam Abi Abdillah, Muhammad ibn Ismail, ibn Ibrahim ibn Mughirah Bardizbah al
Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari (Beirut: dar al Kutub al Ilmiyah, 1992), juz 1 hlm. 26
22
Peran guru dalam tugas pengelolaan kelas, yaitu: guru sebagai
penagajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai administrator kelas.25
Peran guru sebagai pendidik atau educational, meliputi: a) mendidik dan
mengantarkan siswa menjadi manusia dewasa yang cerdas dan berbudi luhur,
b) membentuk sikap mental dan watak serta kepribadian siswa, c) mengamati
dan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan, kelainan-kelainan atau kekurangan
siswa dan mengarahkan agar siswa dapat berkembang secara optimal dan
proporsional.
Kemampuan tersebut harus dilakukan guru dengan baik pada saat
pelajaran berlangsung maupun sebelum ataupun sesudah pelajaran
berlangsung. Maka guru merupakan pemimpin yang bertanggung jawab
terhadap kondisi kelas yang dikelolanya.
Dengan demikian, maka guru harus mengetahui latar belakang siswa
baik dari segi sosial, ekonomi maupun budayanya sehingga proses kegiatan
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan sukses.
b. Ruang Lingkup Manajemen Kelas
Sebagaimana yang dijelaskan bahwa Manajemen /pengelolaan kelas
yang dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam
mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-
luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif
dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara
efisien. Untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan
kurikulum dan perkembangan murid.26
Secara garis besar ada dua kegiatan dalam manajemen kelas (pengelolaan
kelas), yaitu:
1) Pengaturan Siswa (fokus pada hal-hal yang bersifat non fisik)
25
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1995). Hlm.15.
26Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1989), hlm. 115
23
Pengaturan siswa ini berkaitan dengan pemberian stimulus dalam
rangka membangkitkan dan mempertahankan kondisi motivasi siswa untuk
secara sadar berperan aktif dan terlibat dalam proses pendidikan dan
pembelajaran di sekolah. Manifestasinya dapat berbentuk kegiatan, tingkah
laku, suasana yang diatur atau diciptakan guru dengan menstimulasi siswa
agar ikut serta berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran
secara penuh.27
Siswa adalah orang yang melakukan aktifitas di kelas yang
ditempatkan sebagai objek karena perkembangan ilmu pengetahuan dan
kesadaran manusia, maka siswa bergerak kemudian menduduki fungsi
sebagai subyek, artinya siswa bukan barang atau obyek yang hanya dikenai
akan tetapi juga merupakan objek yang memiliki potensi dan pilihan untuk
bergerak.28
Pergerakan yang terjadi dalam konteks pencapaian tujuan tidak
sembarang, artinya dalam hal ini fungsi guru tetap memiliki proporsi yang
besar untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memandu aktifitas yang
harus di lakukan oleh siswa.
Oleh karena itu, pengaturan siswa adalah bagaimana mengatur dan
menempatkan siswa dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan
perkembangan emosionalnya. Sehingga siswa diberikan kesempatan untuk
memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan
keinginannya.
Peserta didik adalah subyek atau pribadi yang otonom dan ingin
diakui keberadaannya, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri secara
terus menerus guna memecahkan masalah-masalah yang dijumpai sepanjang
hidupnya).
Dalam manajemen kelas kegiatan pengaturan siswa meliputi:
a) Pembentukan organisasi siswa
27
Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009, hlm. 72-73)
28Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 108
24
Wali atau guru kelas harus mampu membagi beban kerja dan
pemberian wewenang dan tanggung jawab secukupnya, kepada semua
warga sekolah, tidak hanya dikalangan guru, tetapi murid juga hendaknya
memperoleh beban kerja sebagai wujud rasa tanggungjawab siswa
terhadap kelas.
Dengan adanya organisasi kelas ini diharapkan akan membantu
guru baik dalam ketertiban kelas, ataupun dalam melakukan pengawasan
dan juga menciptakan kekompakan dan rasa kekeluargaan di dalam kelas.
b) Pengelompokan peserta didik
Menurut Conny Semiawan, dkk. yang dikutip oleh Syaiful Bahri
Djamarah29
dalam mengelompokkan peserta didik didasarkan pada:
1) Pengelompokan menurut kesenangan berkawan
Pada pengelompokan ini anak didik dibagi dalam beberapa
kelompok atas dasar perkawanan atau kesenangan bergaul di antara
mereka. Mereka duduk mengelilingi meja yang telah disusun dalam
keadaan berhadapan. Dalam pengelompokan seperti ini, setiap anak
didik mempelajari atau berbuat hal yang sama dengan sumber yang
sama.
2) Pengelompokan menurut kemampuan
Dalam mempelajari sesuatu, ada anak didik yang pandai,
sedang dan lambat. Untuk memudahkan pelayanan guru, anak didik
dikelompokkan ke dalam kelompok cerdas, sedang/menengah dan
lambat, pengelompokan seperti ini diubah sesuai dengan kesanggupan
individual dalam mempelajari mata pelajaran.
3) Pengelompokan menurut minat
Ada anak didik yang senang menulis, yang lainnya senang
matematika, ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam. Anak didik
yang berminat melakukan kegiatan belajar yang sama dikelompokkan.
29
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, hlm. 180-181
25
Pada situasi seperti ini, guru perlu terus menerus mengamati setiap
peserta didik.
c) Penugasan siswa
Aktifitas dan kreatifitas siswa dapat ditingkatkan dengan sistem
penugasan. Disamping itu penugasan pada siswa berfungsi juga untuk
mematangkan penugasan bahan yang telah diajarkan.
Kriteria tugas yang baik adalah jelas dan mudah dipahami oleh
siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak bingung penugasan yang
dimaksud dapat tercapai secara optimal oleh karena itu dalam
memberikan tugas guru harus ingat beberapa hal: (a) menerangkan tugas
yang harus diperlukan, (b) mengisolasikan tingkah laku yang diperlukan,
(c) menciptakan suatu kriteria untuk suatu tingkah laku atau penampilan
manajemen yang dapat diterima.
d) Pembimbingan siswa
Pembimbingan dan konseling adalah bentuk kegiatan sebagai
salah satu fungsi educational yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi
manajerial guru, karena hal itu berhubungan dengan tugas pokok seorang
guru.
e) Raport dan kenaikan kelas
Tata cara sekolah tentang raport untuk orang tua, sangat sering
menerima kritikan. Yang harus kita pertimbangkan disini bukanlah
kelemahan-kelemahan suatu raport, tetapi bagaimana kita bisa
memanfaatkan raport sebaik mungkin. Raport adalah buku yang
mencerminkan keberhasilan seni dalam mengelola kelas. Hasil tersebut
harus menjadi feedback untuk kerja kita selanjutnya.30
2) Pengaturan Fasilitas (fokus pada hal-hal yang bersifat fisik)
Aktifitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas
kelangsungannya akan banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik
lingkungan kelas. Oleh karena itu lingkungan kelas fisik berupa sarana dan
30
Michael Marland, Seni Mengelola Kelas, (Semarang: Dahara Prize, 1990), hlm. 56
26
prasarana kelas harus dapat memenuhi dan mendukung interaksi yang
terjadi, sehingga harmonisasi kelas dapat berlangsung dengan baik dari
permulaan masa kegiatan belajar mengajar sampai akhir masa belajar
mengajar.
Pengaturan fasilitas adalah kegiatan yang harus dilakukan siswa,
sehingga seluruh siswa dapat terfasilitasi dalam aktifitasnya di dalam kelas.
Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektifitas belajar
siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman dan aman dan bisa belajar
dengan baik. Pengaturan fasilitas dalam manajemen kelas meliputi:
a) Pengaturan tempat duduk siswa
Dalam belajar anak didik memerlukan tempat duduk. Karena
tempat duduk mempengaruhi dalam belajar anak didik. Sebaiknya tempat
duduk anak didik tidak berukuran besar agar mudah diubah-ubah
formasinya sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kursi dan meja peserta
didik dan guru juga menunjang perlu ditata (setting kelas) sedemikian
rupa sehingga dapat mengaktifkan peserta didik, agar memenuhi prinsip
pengelolaan tata ruang kelas, meliputi: (1) Aksebilitas: yaitu peserta didik
mudah menjangkau sumber belajar yang tersedia; (2) Mobilitas; yaitu
peserta didik dapat bergerak kebagian lain kelas; (3) interaksi;
memudahkan interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar
peserta didik bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau
kelompok.31
Formasi pengaturan meja kursi yang dapat dikembangkan:
formasi huruf U, meja konferensi, lingkaran, susunan chevron atau huruf
V, atau kelas tradisional yaitu berjejer atau berbaris serta formasi
auditorium. Formasi lainnya yang dapat digunakan disesuaikan dengan
tujuan dan strategi pembelajaran yang digunakan atau intensitas interaksi
yang digunakan oleh guru.
b) Pengaturan alat-alat pengajaran
31
Darwin syah dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2007), hlm.260
27
Diantara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah:
(a) Perpustakaan kelas
(b) Alat peraga atau media pengajaran
(c) Papan tulis, kapur tulis dan sebagainya
(d) Papan presensi peserta didik
c) Penataan keindahan dan kebersihan kelas
Dalam rangka pemeliharaan ruang kelas dalam menciptakan
kenyamanan di dalamnya, hubungannya dalam penataan komponen-
komponen yang terkait, yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan
ruang kelas, antara lain:
(a) Hiasan dinding, Gambar-gambar presiden, wakil presiden dan
lambang garuda pancasila ditempatkan di depan kelas, gambar
pahlawan, papan tulis posisi penempatannya disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku.
(b) Penempatan lemari kelas, Lemari kelas dapat ditempatkan
disamping papan tulis atau sebelah kiri atau kanan dinding bisa juga
diletakkan disebelah meja guru.
(c) Pemeliharaan kebersihan, dibentuk jadwal piket ditempatkan
disamping papan absensi dan tempat sampah diletakkan disudut
kelas.
d) Ventilasi dan tata cahaya
Dalam menjamin kesehatan peserta didik, yang perlu di perhatikan
yaitu: (a) Ventilasi sesuai dengan ruang kelas, (b) Pengaturan cahaya perlu
diperhatikan sehingga cahaya yang masuk cukup, (c) Cahaya masuk dari
arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan.32
c. Tujuan Manajemen Kelas
Secara umum yang menjadi tujuan pengelolaan kelas dalam pandangan
Sudirman adalah penyediaan fasilitas bagi kegiatan belajar siswa dalam
32
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, hlm 177
28
lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. Secara khusus yang
menjadi tujuan pengelolaan kelas dalam pandangan Usman adalah
mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar,
menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan bekerja
serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.33
Tujuan manajemen kelas adalah :
1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, bai sebagai lingkungan belajar
maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik
untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi pembelajaran.
3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung
dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan social,
emosional dan intelektual siswa dalam kelas.
4. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.
Peserta didik dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan
beragam, ada yang memiliki kemampuan beragam, ada yang memiliki
kemampuan yang tinggi, sedang dan kurang. Pandangan psikologi pendidikan,
sebenarnya tidak ada peserta didik yang pandai/bodoh, yang lebih tepat adalah
peserta didik dengan kemampuan yang lambat/cepat dalam belajar. Dalam
materi yang sama, bagi peserta didik satu memerlukan dua kali pertemuan
untuk memahami isinya, namun bagi peserta didik lain perlu empat kali
pertemuan atau lebih untuk dapat menyerapnya.34
d. Fungsi Manajemen Kelas
Fungsi dari manajemen kelas sendiri sebenarnya merupakan penerapan
fungsi-fungsi manajemen yang di aplikasikan di dalam kelas oleh guru untuk
mendukung tujuan belajar yang hendak dicapainya. Sesuai dengan fungsi
33
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 94-95
34Ismail, SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, (Semarang: RaSAIL
Media Group, 2008), hlm. 57
29
manajemen untuk pengelolaan kelas yang efektif disyaratkan adanya
kepemimpinan aktif yang mampu menciptakan iklim yang memberi atau
menekankan adanya harapan untuk keberhasilan dan suasana tertib (melalui)
suatu proses perencanaan, pengorganisasian (pengaturan), dan pengawasan
yang dilakukan oleh guru, baik individu maupun dengan melalui orang lain
untuk mencapai pembelajaran dengan cara memanfaatkan segala sumber daya
yang ada secara optimal.35
Munculnya masalah individual disebabkan beberapa
kemungkinan tindakan siswa seperti : a) Tingkah laku yang ingin mendapat
perhatian orang lain, b) Tingkah laku yang ingin menujukkan kekuatan, c)
Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain, d) Peragaan
ketidakmampuan.
Sedangkan masalah-masalah kelompok yang mungkin muncul dalam
kelas : a) Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan
sosial ekonomi, dan sebagainya, b) Penyimpangan dari norma-norma tingkah
laku yang telah disepakai sebelumnya, b) Kelas mereaksi negatif terhadap
salah seorang anggotanya.c) “Membombang” anggota kelas yang justru
melanggar norma kelompok.
Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah
digarap, semangat kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara
oleh guru lain.
Dalam pelaksanaannya fungsi manajemen tersebut harus disesuaikan
dengan filosofis dari pendidikan (belajar, mengajar) di dalam kelas. Fungsi
manajemen kelas meliputi:
1) Merencanakan
Dalam organisasi merencanakan adalah suatu proses memikirkan
dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan dan sekaligus
mengkaji berbagai sumber daya dan metode-teknik yang tepat.
Perencanaan disini berarti pekerjaan guru untuk menyusun tujuan belajar
35
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Professionalisme
Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, cet.1. 2002, hlm.173.
30
yang meliputi: (a) memperkirakan tuntutan, (b) merumuskan tujuan dalam
silabus kegiatan instruksional, (c) menentukan urutan topik, (d) topik yang
harus dipelajari, (d) mengalokasikan waktu yang telah tersedia.
2) Mengorganisasikan
Dalam manajemen kelas mengorganisasikan yaitu pekerjaan
seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar,
sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling efektif
dan ekonomis. Jadi, organisasi hanyalah sebagai alat atau sarana untuk
mencapai apa yang harus diselesaikan, dimana tujuan akhirnya adalah
membuat siswa menjadi lebih mudah bekerja dan belajar bersama.
3) Memimpin
Di dalam kelas memimpin merupakan pekerjaan seorang guru untuk
memberikan motivasi, dorongan dan menstimulasikan siswa untuk tetap
terus belajar, sehingga mereka akan menjadi siap untuk mewujudkan tujuan
belajar.
4) Mengawasi (Controlling)
Mengawasi adalah pekerjaan seorang guru untuk menentukan
apakah fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin diatas telah
berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Jika tujuan
belum dapat diwujudkan, maka guru harus menilai dan mengatur kembali
situasi pembelajarannya bukan mengubah tujuannya.
5) Motivasi (Motivating)
Motivasi adalah menggerakkan orang dengan menumbuhkan
keinginan bekerja dalam memenuhi kebutuhan yang ditimbulkan.36
Dalam
pengelolaan kelas motivasi adalah dorongan untuk menumbuhkan
kesadaran siswa sebagai warga sekolah, agar mampu mengikuti
pembelajaran dengan baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
36
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset,
2005), hlm. 104.
31
6) Pemberdayaan (Empowering)
Dalam pengelolaan kelas, pemberdayaan diwujudkan dengan guru
selalu mengajak siswa untuk berperan aktif, karena siswa merupakan
subjek yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
7) Evaluasi (Evaluating)
Evaluasi merupakan koreksi untuk mengetahui ketercapaian tujuan
dalam suatu kegiatan. Dalam manajemen kelas dengan adanya evaluasi
dapat diukur hasil kerja yang dilakukan dalam pembelajaran, dan jika
terjadi penyimpangan akan segera dilakukan perbaikan, sehingga akan
tercapai tujuan pembelajaran.
e. Prinsip-prinsip pengelolaan kelas
Sebagai upaya memperkecil masalah dalam pengelompokan kelas,
sebagai prasyarat menciptakan satu model pembelajaran yang efektif dan
efisien, beberapa prinsip pengelolaan kelas yang dapat dipergunakan sebagai
berikut:37
Djamarah, menyebutkan “Dalam rangka memperkecil masalah
gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip
pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut.
1) Hangat dan antusias
Suasana hangat dan antusias guru diperlukan dalam proses belajar
mengajar siswa. Guru-guru yang hangat dan penuh keakraban dengan anak
didik selalu menunjukkan semangat dan tanggung jawabnya dan
keinginannya untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan sebaik-
baiknya, hal ini akan berhasil dalam mengimplementasikan manajemen
kelas
2) Tantangan
Tantangan dapat diberikan kepada siswa dengan menggunakan
kata-kata, tindakan, cara kerja, atau buku-buku dalam rangka
meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi
37
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, hlm. 148
32
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang. Tantangan juga
akan menarik perhatian anak didik untuk dapat menambah dan
mengendalikan gairah belajar mereka.
3) Bervariasi
Variasi dalam menggunakan alat atau media, atau alat bantu, gaya
mengajar guru, pola interaksi antara guru dan siswa akan dapat mengurangi
munculnya gangguan dalam proses pembelajaran, serta dapat
meningkatkan perhatian siswa. Dengan variasi seperti yang telah
disebutkan diatas merupakan kunci untuk tercapainya manajemen kelas
yang efektif dan menghindari kejenuhan belajar dikalangan siswa.
4) Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi
mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan dari
siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan
pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa,
tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5) Penekanan pada hal-hal yang positif
Dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan serta
mengarahkan siswa berfikir dan berbuat kepada hal-hal yang positif dan
menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif.
6) Penanaman disiplin guru
Disiplin belajar siswa dan disiplin kelas menjadi tujuan akhir dari
pengelolaan kelas. Guru mengupayakan siswa agar siswa dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu
mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru
sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan
pelaksanaan tanggung jawab, dan menjadi tuntunan kepada guru untuk
selalu berdisiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin
dalam berbagai hal.
Berdasarkan pendapat diatas, jelas betapa pentingnya pengelolaan
kelas PAI guna menciptakan suasana kelas yang kondusif demi meningkatkan
33
kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab
guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada dalam kelas demi
kelangsungan proses pembelajar
2. Kelas PAI
Pengertian tentang Pendidikan Agama Islam pada dasarnya telah banyak
dirumuskan oleh para pakar pendidikan. Namun masing-masing rumusan itu
mempunyai sudut pandang yang berbeda, meskipun sebenarnya tidak ada
pertentangan yang mendasar bahkan saling melengkapi.
Muhaimin, mengemukakan bahwa PAI adalah sebagai usaha sadar yaitu
suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara
berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.38
Pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan
sekaligus masa depan.39
Hal ini berarti bahwa, proses pendidikan yang dilakukan
pada saat ini bukan semata-mata untuk hari ini, melainkan untuk masa depan.40
Pernyataan tersebut, sebagaimana dalam kutipan Muzayyin Arifin, sejalan dengan
pesan imam Ali Bin Abi Thalib yang berbunyi:
علموا اوالد كم غري ما علمتم فاهنم خلقو ا لز من غري زما نكم“Ajarkanlah kepada anak-anakmu (pengetahuan) selain dari apa yang
diajarkan kepadamu karena mereka diciptakan untuk masa yang berbeda
dengan zamanmu.”41
Sedangkan Tayar Yusuf, menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah usaha sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak
menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT.42
38
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 76.
39Usman, Filasafat Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2010), hlm. 23.
40E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik Dan Implementasi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm,18.
41Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 235
42Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurkulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.30.
34
Jadi pengertian kelas PAI adalah proses mengelola kelas yang
diselenggarakan untuk mempelajari agama Islam secara sadar dan terencana
sehingga murid bisa memahami agama dan mempraktikkan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari.
a. Komponen-komponen Pendidikan Agama Islam
1) Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam pada sekolah bertujuan untuk
“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan
siswa terhadap ajaran Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang
beriman, bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.43
Pendidikan
dalam perspektif Islam tidak lepas dari peran manusia dalam mengemban
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, dimana peran ini di
laksanakan sepanjang hidup , waktu dan sepanjang generasi umat manusia.
Oleh karena itu, PAI harus sesuai dengan tujuan hidup setiap
muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah yang percaya dan menyerahkan
diri sepenuhnya kepada Allah SWT, seperti di sebutkan dalam Al Qur’an
QS. Al Baqarah 21.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
menciptakan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Menurut Hasan Langgulung, menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan hidup manusia. Seperti Firman
Allah dalam QS Az Zariyat 56:
وما خلقت اجلنا واال نس اال ليعبد ون
43
Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Yogyakarta: TERAS, 2007), hlm. 16
35
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
menyembahku”.44
2) Ruang Lingkup PAI
Pendidikan agama islam merencanakan pada keseimbangan,
keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT,
hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan diri
sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.
Seperti dalam QS Ali Imron: 102
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.”
Ruang lingkup PAI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Al Qur’an Hadis,
Aspek Al-Qur’an Hadis, aspek menjelaskan beberapa ayat
dalam al-Qur’an dan sekaligus juga menjelaskan beberapa hukum dan
bacaannya yang terkait dengan bidang ilmu tajwid dan juga
menjelaskan beberapa hadis nabi muhammad saw.
b) Aqidah dan Akhlak
Aspek keimanan atau akidah islam, yang menjelaskan berbagai
konsep keimanan yang meliputi enam rukun iman dan lima rukun
islam. Sedangkan aspek akhlak menjelaskan berbagai sifat terpuji yang
harus di ikuti dan sifat-sifat tercela yang harus di jauhi. Menekankan
kualitas seperti kejujuran-kejujuran, keikhlasan, cinta ilmu, cinta kerja
dan cinta keadilan.
c) Fiqih
Pembelajaran fiqih diarahkan untuk mengarahkan peserta didik
dapat memahami pokok-pokok hukum islam dan tata cara
pelaksanaannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga
44
Armai Arif, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, hlm. 24
36
menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat islam secara
kaaffah (sempurna)
Pembelajaran fiqih bertujuan untuk membekali peserta didik
agar dapat: (1) mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam
dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan
manusia dengan Allah yang di atur dalam fiqih ibadah dan hubungan
manusia dengan sesama yang diatur dalam fiqih muamalah. (2)
melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum islam dengan benar
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial.
Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan
hukum islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam
kehidupan pribadi maupun sosial.
d) Tarikh dan kebudayaan islam
Sejarah kebudayaan merupakan salah satu aspek yang
menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peran
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam
sejarah Islam dimasa lampau. Secara substansial, mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan
motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati sejarah kebudayaan islam, yang mengandung nilai-nilai
kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk
sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.
3) Dasar Pelaksanaan PAI bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya suatu agar
sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Dasar suatu bangunan yaitu
fondamen yang menjadi landasan bangunan tersebut. Demikian pula dasar
pendidikan Islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau azaz agar
pendidikan Islam dapat berdiri tegak.
Pengertian dasar pendidikan islam disini adalah landasan
operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber
37
pendidikan Islam.45
Dasar pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah
mempunyai dasar yang kuat.46
a) Dasar Yuridis
Dasar yuridis yaitu pelaksanaan PAI yang berasal dari
peraturan perundang-undangan yang secara langsung dijadikan
pegangan dalam pelaksanaan PAI di sekolah ataupun pada lembaga
pendidikan formal lainnya di indonesia.
Adapun dasar yuridis yang berlaku di Indonesia adalah:
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
(SISDIKNAS) pasal 30 ayat 1 yang berbunyi, “pendidikan keagamaan
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.47
Dasar hukum pelaksanaan PAI terutama pula dalam PP RI No.
19 tahun 2005 tentang SNP yang tertulis pada pasal 7 ayat 1 berbunyi:
“kelompok pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/
Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat dilaksanakan
melalui muatan dan atau kegiatan agama, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan teknologi, estetika, jasmani, O.R dan
kesehatan.48
b) Dasar Religius
Dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran agama
islam. Diantara dasar PAI yang bersumber di dalam Al Quran
disebutkan dalam QS Luqman ayat 13 yang berbunyi:
و يعظو يبين ال تشرك باهلل ان اشرك لظلم عظيمواذ قال لقمن البنو وى
45
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 44
46Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep
Dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.132.
47UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
48SNP, PP.RI. No 19 Tahun 2005, tentang SNP, (Jakarta:Lek Dis, 2005), hlm. 16
38
“Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: ”hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah
adalah kezaliman yang besar”.
Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa orangtua wajib
memberikan pendidikan agama kepada anaknya baik anak yang lahir
tersebut normal dalam fisik dan mentalnya ataupun anak tersebut sehat
fisik namun terbelakang mentalnya.
Al Quran sebagai dasar hukum islam mengajarkan pula untuk
memperhatikan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebagai
anak normal. Allah tidak memandang dari bentuk fisik seseorang
melainkan tergantung niat dan amal yang dikerjakan olehnya.
c) Dasar sosial
Keterbelakangan mental pada dasarnya adalah suatu
ketidakmampuan sosial. Ketidakmampuan sosial berarti
ketidakmampuan untuk memahami aturan sosial dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan
perhatian dan bantuan agar dapat berinteraksi sosial dengan baik.
Kebutuhan itu meliputi: 1) kebutuhan untuk merasa menjadi bagian
dari yang lain, 2) kebutuhan menemukan perlindungan dari sikap dan
label negara, 3) kebutuhan akan dukungan dan kenyamanan sosial, 4)
kebutuhan menghilangkan kebosanan dan menemukan stimulasi
sosial.49
3. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah ABK adalah sebagai pengganti istilah lama anak
berkebutuhan cacat atau penyandang cacat. Istilah ABK adalah untuk
menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan atau sosial.50
49
J. David Smith, Inklusi Sekolah Rumah Untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2006), hlm. 12
50http://www.slbn.sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-berkebutuhan-khusus/
39
Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ABK. Adapun yang dirancang
dalam PLB adalah kelas, program dan layanannya. Sehingga PLB dapat
diartikan juga sebagai Spesial kelas, program atau layanan yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak luar biasa.
ABK bisa memiliki masalah dalam sensorisnya, motoriknya,
belajarnya, dan tingkahlakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya
perkembangan fisik anak. Hal ini karena sebagian besar ABK mengalami
hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan lingkungan untuk
melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya
terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan
benar. Di satu sisi, Anak luar Biasa harus dapat mandiri, beradaptasi, dan
bersaing dengan orang normal, di sisi lain ia tidak secara otomatis dapat
melakukan aktivitas gerak. Secara tidak disadari akan berdampak kepada
pengembangan dan peningkatan kemampuan fisik dan keterampilan
geraknya. Pendidikan jasmani bagi ABK disamping untuk kesehatan juga
harus mengandung pembetulan kelainan fisik.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.51
Menurut Mulyono,
anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak yang tergolong
cacat/yang menyandang ketunaan dan juga anak lantib dan berbakat.
Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi
berkelainan (exception) atau luar biasa. Konsep ketunaan hanya berkenaan
dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan/luar biasa mencakup
anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.52
51
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: KATAHATI, 2010), hlm. 33.
52Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks,
2009), hlm. 166
40
Menurut Supariyadi, Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak-
anak yang mengalami penyimpangan sedemikian rupa dari keadaan anak
normal dalam segi-segi fisik, mental, emosi/sosial.53
Pengertian cacat adalah kelainan. Kelainan ini meliputi kelainan
fisik, mental, emosi, maupun sosial, sehingga menimbulkan akibat
hambatan tingkah laku sikap dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.54
Jenis cacat tersebut meliputi:
1) Cacat tubuh, yaitu cacat pada anggota tubuh, tangan, kaki, indra dan
urat-urat saraf yang diderita sejak lahir
2) Kelainan mental, yaitu kelainan pada aspek psikisnya.
Menurut Slamet Suyanto dalam bukunya yang berjudul: Dasar-
dasar pendidikan anak usia dini. Menjelaskan bahwa anak berkenutuhan
khusus adalah anak cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau
tangan yang sempurna, buta warna, tuli termasuk anak berkebutuhan
khusus. Pengertian ABK kemudian berkembang menjadi anak yang
memiliki kebutuhan individual yang tidak bias disamakan dengan anak
yang normal. Pengertian ABK tersebut akhirnya mencakup anak berbakat,
anak cacat dan anak yang mengalami kesulitan belajar.55
Ada enam macam istilah mengenai anak berkebutuhan khusus,
yaitu: anak luar biasa, anak cacat, anak berkekurangan, anak berkelainan
dan anak berkebutuhan khusus.56
Sesuai dengan arti kata “exceptional”,
anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus bisa diartikan sebagai
53
Supariyadi, dkk. Mengapa anak Berkebutuhan khusus perlu mendapat pendidikan,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 43
54Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004), hlm. 52.
55Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Hikayat, 2005),
hlm. 202
56Santoso S. Hamijoyo, Identifikasi Dan Evaluasi Anak Luar Biasa, hlm. 9
41
individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya
yang dipandang oleh masyarakat pada umumnya.57
Secara teknis operasional pendidikan khusus di atur dalam
Permendiknas No. 01 Tahun 2008 tentang standar operasional pendidikan
khusus yang secara sederhana dapat difahami sebagai berikut58
:
1. Pengelompokan siswa adalah bagian A untuk siswa Tunanetra, bagian
B untuk siswa Tunarungu, bagian C untuk siswa Tunagrahita ringan,
bagian C1 untuk siswa Tunagrahita sedang, bagian D untuk siswa
Tunadaksa, bagian D1 untuk siswa Tunadaksa sedang dan bagian E
untuk anak Tunalaras.
2. Pengelolaan kelas diatur untuk jenjang TKLB dan SDLB maksimum 5
anak per kelas, dan untuk SMPLB dan SMALB 8 anak per kelas
3. Kurikulum yang diterapkan adalah KTSP dalam bentuk kurikulum
jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB masing-masing untuk
bagian A, B, C, C1, D, D1 dan E
4. Pembelajaran bersifat individual
5. Pembagian tugas untuk jenjang TKLB dan SDLB adalah guru kelas,
sedang untuk SMPLB dan SMALB sebagai guru mata pelajaran.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)59
adalah anak yang
secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan atau penyimpangan
(fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
b. Jenis-jenis dan Ciri-ciri Anak Berkebutuhan Khusus
Di atas telah penulis kemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus
yaitu anak yang keadaan dan perkembangannya menyimpang dari yang di
57
Samsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 245
58Anak berkebutuhan khusus. http://www.slbn-sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-
anak-brkebutuhan-khusus/
59Dalam penulisan selanjutnya, peneliti menggunakan istilah ABK untuk menuliskan anak
berkebutuhan khusus/cacat.
42
anggap normal yang sebaya, pada segi fisik, mental, sosial, maupun emosinya.
Anak berkebutuhan khusus dapat di bedakan atas:
a) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi
psikis
b) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi
Mental
c) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi
Sosial
d) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi
emosi
Anak berkebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi:
1) Tunanetra
Individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra ini
dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total dan low
vision.60
. Buta total yaitu bila tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau
hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk
orientasi mobilitas. Sedangkan low vision adalah mereka yang bila melihat
sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus di jauhkan dari objek yang
dilihatnya, atau mereka yang memiliki pemandangan kabur ketika melihat
objek.61
Untuk mereka pengembangan kegiatan PAI sebenarnya tidak hanya
di sekolah saja, akan tetapi perlu dikembangkan juga di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Adapun pengembangannya adalah sebagai
berikut:
a. Lingkungan sekolah
Pengembangan itu dapat berupa;
60
http://wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus, diakses pada hari Rabu, 9
November 2011, pukul 09.08
61Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, hlm. 22
43
1) Pengembangan ekstra kurikuler (mengadakan kegiatan baca tulis
arab braille bagi para siswa pemula, adanya seni dan budaya Islam)
2) Pengembangan di asrama atau mushalla (mengadakan pengajian
membaca al-Qur’an braille serta praktik ibadah lainnya)
b. Lingkungan keluarga
Pengembangan itu dapat berupa;
a) Membiasakan pengamalan ajaran islam dalam kehidupan sehari
hari
b) Memotivasi anak untuk selalu tekun beribadah di rumah
c) Mengulangi kembali pelajaran agama yang diberikan di sekolah
d) Melindungi anak dari pengaruh buruk di lingkungannya
c. Lingkungan masyarakat
Pengembangan itu berupa, melibatkan diri dalam kepanitiaan
hari-hari besar Islam di masyarakat atau di masjid-masjid.
Pada dasarnya dalam pengembangan pembelajaran agama di
dalam kelas di SLB yaitu dengan menggunakan metode personal,
penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti serta contoh
yang dapat dihayati oleh anak dan pengulangan terhadap materi yang
abstrak maupun praktek ibadah (berkali-kali sampai dia paham).
2) Tunarungu
Salah satu indera-indera yang dimiliki manusia ialah indera
pendengaran. Anak kecil yang berusia dua atau tiga bulan sudah mampu
mendengar suara. Anak dikatakan menderita kelainan pendengaran apabila
anak itu tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Alat yang di pakai untuk mengukur pendengaran ialah audiometer. Dengan
alat ini akan dapat dipakai untuk menentukan taraf pendengaran.62
Kekurangan anak tunarungu atau tunawicara terletak pada
pendengaran dan percakapan.
62
Santoso S. Hamijoyo, Identifikasi Dan Evaluasi Anak Luar Biasa, hlm 22-23
44
a) Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunarungu tidak dalam
bentuk ceramah sebagaimana anak-anak lainnya, tetapi dengan cara
percakapan. Jadi guru harus lebih aktif dalam percakapan. Apalagi yang
menyangkut ibadah dengan mengucapkan lafal atau bacaan.
b) Materi hendaklah lebih menarik bagi anak. Dalam hal ini kreativitas dan
inovasi guru sangat diperlukan. Penyampaian materi hendaklah dari hal
yang abstrak ke yang kongkret, dari yang mudah ke yang sulit.
c) Materi PAI hendaklah disesuaikan dengan kemampuan anak, serta
dilakukan pengelompokan sesuai dengan kemampuannya. Anak yang
pandai harus disendirikan dari anak yang berkemampuan sedang atau
kurang.
3) Tuna daksa
Individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit/
akibat kecelakaan termasuk cerebral palcy, amputasi, polio dan lumpuh.
Kekurangannya pada kerusakan atau hilangnya anggota fisik.
Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunadaksa baik dari segi
materi maupun metodologi pengajaran hampir sama dengan anak-anak
tunanetra dan tunalaras, hanya perlu bimbingan dalam gerakan karena
keterbatasan atau kecacatan fisik mereka yang perlu diarahkan, apalagi
yang menyangkut gerakan-gerakan ibadah sholat.
4) Tunagrahita
Inteligensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai
dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa
perkembangan. Anak Tunagrahita kekurangannya terletak pada lemahnya
mental atau intelektual.
a) Pengembangan materi
Dalam menyajikan materi keagamaan bagi anak tunagrahita
harus lebih disederhanakan dan diturunkan, bobot materinya disesuaikan
dengan kemampuan dan kesanggupan anak itu sendiri.
b) Pengembangan metode
45
Metode pengembangan hendaknya bervariasi, kadang satu materi
harus dengan 6 (enam) atau 8 (delapan) metode. Sebab anak tunagrahita
lebih sulit dan susah dalam menjalani proses pembelajaran dikarenakan
keterbatasannya dalam mental intelegensinya
c) Pengembangan sistem penilaian
Menilai hasil belajar PAI bagi anak tunagrahita hendaknya lebih
ditekankan pada aspek efektif dan psikomotor, karena kemampuan
kognitifnya terbatas. Meskipun aspek kognitif harus dinilai, tetapi
jangan dijadikan ukuran atau standar pokok dari keberhasilan belajarnya
Klasifikasi Tunagrahita ini berdasarkan pada tingkat IQ: 1) ringan (IQ:
51-70), 2) sedang (IQ: 36-51), 3) berat (IQ: 20-35), 4) sangat berat (IQ
dibawah 20).
5) Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya
menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena
faktor internal dan eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Kekurangannya terletak pada pembinaan pribadi dan sosial. Dalam
pengembangan materi PAI bagi anak tunalaras materi dan metodologi
pengajaran hampir sama dengan anak-anak tunanetra dan tunadaksa. Yang
berbeda, guru perlu mengkondisikan dan mengkonsentrasikan anak tersebut
dalam praktik ibadah maupun pembelajaran di kelas karena anak tunalaras
sangat sulit untuk berkonsentrasi atau terlalu banyak gerakan-gerakan.
c. landasan Kelas bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Penerapan kelas bagi anak berkebutuhan khusus mempunyai landasan
spiritual, filosofis, dan yuridis yang kuat. Landasan tersebut berupa:
1) Landasan Spritual
a) Surat An Nisa ayat 9
46
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”
Dalam ayat di atas Allah mengisyaratkan kepada manusia
bahwa ketakutan dan kekhawatiran manusia akan kehidupan anak-anak
(atau peserta didik) yang dalam kondisi lemah merupakan pekerjaan
yang sia-sia karena kesejahteraan anak-anak tersebut akan dijamin oleh
Allah dengan kekuasaan Nya.
b) Surat Az Zuhruf ayat 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Inti ayat di atas adalah bahwa dalam kehidupan di dunia, Allah
mewajibkan kepada hamba Nya untuk menaburkan rahmat kepada semua,
tanpa melihat perbedaan kondisi fisik maupun psikis seseorang,
sebagaimana kondisi peserta didik yang cacat.
2) Landasan Filosofis
Mulyono Abdulrahman menjelaskan; landasan filosofis utama
penerapan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di indonesia adalah
47
pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan
atas dasar pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka
Tunggal Ika. Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia,
baik kebhinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi
tunggal sebagai umat Tuhan di bumi.63
Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan,
kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan
pengendalian diri, dsb. Sedangkan kebhinekaan horizontal diwarnai
dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat
tinggal, daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun
dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi menjadi kewajiban
untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling
membutuhkan.
Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu
dengan lainnya, seperti halnya dengan perbedaan suku, bahasa, budaya
atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem
pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi
antara siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih
asuh dan silih asih dengan semangat toleransi seperti halnya yang
dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Landasan Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil pembelajaran siswa. Namun,
diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang ada pada umumnya dipandang
lebih esensial itu adalah:64
tingkat kecerdasan/inteligensi siswa, sikap
siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa.
63
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/inklusi, buku 1, Mengenal Pendidikan
Terpadu, (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004), hlm. 11.
64Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL
Media Group, 2008), hlm. 16
48
Tujuan pembelajaran pada hakekatnya adalah diperolehnya
perubahan tingkah laku individu. Perubahan tersebut merupakan akibat
perbuatan belajar.
Ciri-ciri tingkah laku yang diperoleh hasil belajar adalah: a)
terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan aktual dan potensial,
b) kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu yang relatif lama,
c)kemampuan baru tersebut diperoleh melalui usaha
4) Landasan Pedagogis
Pada pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman da bertakwa kepada Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu
individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam
masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka
disosialisasikan dari teman sebayanya di dalam sekolah-sekolah khusus.
Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman
sebayanya.
d. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas Anak Berkebutuhan Khusus
Mendidik anak berkebutuhan khusus tidak sama seperti halnya mendidik
anak normal. Sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga
memerlukan strategi yang khusus.65
Hal tersebut semata-mata karena bersandar
pada kondisi dialami ABK. Oleh karena itu, melalui pendekatan dan strategi
khusus dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, diharapkan ABK: 1) dapat
menerima kondisinya, 2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik, 3) mampu
berjuang sesuai dengan kemampuannya, 4)memiliki kemampuan yang sangat
65
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2006), hlm. 23
49
dibutuhkan, dan 5) menyadari sebagai warga Negara dan anggota
masyarakat.66
tujuan lainnya agar upaya yang dilakukan dalam rangka habilitasi
maupun rehabilitasi anak berkebutuhan khusus dapat memberikan daya guna dan
hasil guna yang tepat.
Pengembangan prinsip-prinsip secara khusus, yang dapat dijadikan dasar
dalam upaya mendidik anak berkebutuhan khusus67
, antara lain sebagai berikut:
1) Prinsip kasih sayang
Prinsip kasih saying pada dasarnya adalah menerima mereka
sebagaimana adanya dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani
hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya.
Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka adalah: (a)
tidak bersikap memanjakan, (b) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap
kebutuhannya, dan (c) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan
anak.
2) Prinsip layanan individual
Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkebutuhan
khusus perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap ABK
dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah
yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu upaya
yang perlu dilakukan untuk mereka selama pendidikannya adalah: (a)
jumlah siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap
kelasnya, (b) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat
fleksibel, (c) penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga
guru dapat menjangkau semua siswa dengan mudah, dan (d) modifikasi
alat bantu pengajaran.
3) Prinsip kesiapan
Untuk menerima suatu pelajaran diperlukan kesiapan. Khususnya
kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, mental,
dan fisik, yang diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya. Contoh,
66
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, hlm. 25
67 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, hlm 24-26
50
anak tunagrahita sebelum diajarkan pelajaran menjahit perlu terlebih
dahulu diajarkan bagaimana cara memasukkan jarum. Oleh karena itu,
guru dalam kondisi ini tidak perlu memberikan pelajaran baru, melainkan
mereka diberikan kegiatan yang menyenangkan dan rileks, setelah segar
kembali guru harus dapat melanjutkan memberikan pelajaran.
4) Prinsip keperagaan
Kelancaran pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus sangat
didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain
mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat
peraga sebagai media pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus, yakni
mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru.
Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan
menggunakan benda atau situasi aslinya, namun apabila hal itu sulit
dilakukan dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambarnya.
Misalnya, mengenalkan macam binatang pada anak tunarungu dengan
cara anak disuruh menempelkan gambar-gambarnya di papan flannel.
Anak tunanetra yang diperkenalkan sosok buah belimbing, maka akan
lebih baik jika dibawakan buah aslinya, sebab selain anak dapat mengenal
bentuk dan ukuran, anak juga dapat mengenal rasanya.
5) Prinsip motivasi
Prinsip motivasi ini lebih menitikberatkan pada cara mengajar dan
pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan
khusus. Contoh, bagi anak tunanetra, mempelajari orientasi dan mobilitas
yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih menarik jika
mereka diajak ke kebun binatang. Bagi anak Tunagrahita, untuk
menerangkan makanan empat sehat lima sempurna, akan lebih menarik
jika diperagakan bahan aslinya kemudian diberikan kepada anak untuk
dimakan.
6) Prinsip belajar dan bekerja kelompok
Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai
salah satu dasar mendidik anak berkebutuhan khusus, agar mereka sebagai
51
anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya,
tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Oleh
karena itu, sifat seperti egosentris atau egoisitis pada anak tunarungu
karena tidak menghayati perasaan agresif, dan destruktif pada anak
tunalaras perlu diminimalkan atau dihilangkan melalui belajar dan bekerja
kelompok. Melalui kegiatan tersebut diharapkan mereka dapat memahami
bagaimana cara bergaul dengan orang lain secara baik dan wajar.
7) Prinsip keterampilan
Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak
berkebutuhan khusus, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan
terapi, juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupannya kelak. Selektif
berarti untuk mengarahkan minat, bakat, keterampilan dan perasaan anak
berkelainan secara tepat guna. Edukatif berarti membimbing anak
berkebutuhan khusus untuk berpikir logis, berperasaan halus dan
kemampuan untuk bekerja. Rekreatif berarti unsur kegiatan yang
diperagakan sangat menyenangkan bagi anak berkebutuhan khusus. Terapi
berarti aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu
sarana habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya.
8) Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap
Secara fisik dan psikis sikap anak berkebutuhan khusus memang
kurang baik sehingga perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap
yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain. Misalnya
blindism pada anak tunanetra, yaitu kebiasaan menggoyang-goyangkan
kepala ke kiri-kanan, atau menggoyang-goyangkan badan yang dilakukan
secara tidak sadar, atau anak tunarungu memiliki kecenderungan rasa
curiga pada orang lain akibat ketidakmampuannya menangkap percakapan
orang lain.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan tergolong sebagai penelitian lapangan (field
research) yakni penelitian yang langsung dilakukan atau pada responden.68
Oleh
karena itu, objek penelitiannya adalah berupa obyek di lapangan yang sekiranya
mampu memberikan informasi tentang kajian penelitian. Dalam hal ini peneliti
menjadikan SDLB ABC Kaliwungu Kendal sebagai obyek penelitian dengan
difokuskan pada pelaksanaan manajemen kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal
sehingga mengetahui keunggulan yang dimiliki dalam pelaksanaan manajemen
kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
Penelitian dalam penyusunan karya ilmiah (skripsi) ini tergolong
penelitian kualitatif, yaitu suatu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistic atau berupa hitungan lainnya.69
Atau
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.70
Penelitian ini
digunakan untuk mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
manajemen kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDLB ABC Kaliwungu Kendal,
tepatnya terletak di Jl. Masjid 30. Kec. Kaliwungu, Kabupaten. Kendal. Telp.
08157682454. Pada tanggal 11 Juli- 10 Oktober 2011.
C. Sumber Penelitian
Lokasi yang dijadikan obyek penelitian yaitu di SDLB ABC
Kaliwungu Kendal. SDLB ABC Kendal merupakan salah satu sekolah luar
biasa yang berada di daerah Kaliwungu Kendal yang mana dulu sekolah
tersebut pertama kali berdiri siswanya hanya anak Tunanetra. Pendiri SDLB
ABC swadaya tersebut adalah ibu susatyo selaku ketua yayasan dank arena
usia beliau itu sudah lanjut maka digantikan oleh putrinya yang bernama
68
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), hlm. 11.
69Straus dan Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Daftar Pustaka,
2003), hlm. 4
70Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), hlm.. 6
53
Karina Satyani yang sekarang mengajar di SMK N 1 Kendal. Dan semakin
lama semakin bertambah anak berkebutuhan khusus dan tidak hanya anak
tunanetra saja. Oleh karena itu SLB ABC di beri nama SLB ABC , dimana A
itu untuk anak Tunanatra, B Tunarungu dan Tunawicara, C Tunagrahita.
Sebelum digunakan untuk sekolah luar biasa, gedung yang digunakan
dulunya adalah gedung sekolah SMA Sudirman yang tidak terpakai, atas
kesepakatan dan swadaya masyarakat gedung tersebut digunakan untuk proses
kegiatan belajar mengajar SLB ABC, yayasan ini masih merupakan cabang
dari yayasan yang ada di kota semarang, kemudian yayasan ini berdiri sendiri
di kabupaten kendal ditetapkan pada tanggal 16 maret 2003 telah resmi
menjadi yayasan pendidikan swasta yang ada di Kaliwungu kabupaten Kendal
sebagai kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak yang memiliki kelainan
atau kecacatan baik fisik maupun mental.71
Tahun berdiri No.70 tanggal 28 September 1965, kepala sekolah
pertama kali ibu Lolita Vistara, kepala sekolah kedua ibu Nani, ketiga ibu
Riyatni, keempat ibu nani lagi sampai sekarang. Sistem kepala sekolahannya
dipilih melalui voting, dan dilaksanakan 5 tahun sekali.
SLB ABC Kaliwungu Kendal adalah yayasan yang melayani
pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus/luar biasa/cacat jenis: Tunanetra,
Tunawicara dan tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tunawicara,
Tunaganda, HIV/AIDS, Kesulitan belajar (a.I. hyperaktif, ADD/DHD,
Dyslexia/baca, Dysphasia/bicara, Dyspraxia/motorik, Lambat belajar, Autis,
Korban penyalahgunaan narkoba, Indigo.
1. Visi SLB ABC Kaliwungu Kendal
Terwujudnya anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki
keimanan dan ketakwaan, sehat jasmani dan rokhani, berpengetahuan dan
berketerampilan, cinta tanah air dan berbudi pekerti luhur.
2. Misi SLB ABC Kaliwungu Kendal
a. Melaksanakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan
berdasarkan keimanan dan ketakwaan
b. Melaksanakan pembiasaan hidup sehat dan bersih
c. Mengoptimalkan potensi poserta didik yang masih dimiliki
d. Melaksanakan pendidikan berbasis keterampilan
e. Melaksanakan pembiasaan hidup saling menghormati dan menyayangi
sesama
3. Struktur Organisasi SLB ABC Kaliwungu Kendal
a. Ketua Yayasan : Dra. Endita Satiyani
b. Ketua Komite : Slamet Setiyadi
71
Widyati Nani Hidayati, Kepala Sekolah SLB ABC Kaliwungu Kendal, Wawancara,
tanggal 11 Juli 2011.
54
c. Kepala Sekolah : Dra. Widya Nani Hidayati
d. Guru-guru SLB ABC Kendal
4. Keadaan Guru dan karyawan
Suatu lembaga pendidikan akan dapat berjalan dengan baik apabila
dalam lembaga tersebut terdapat pendidik dan karyawan yang bertugas
sesuai dengan bidang yang diembannya untuk membantu penyelenggaraan
pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Tenaga pendidik di SLB ABC
Kendal adalah pendidik yang mempunyai kualifikasi yang baik, yang
berasal dari berbagai perguruan tinggi di sekitar Semarang.
5. Keadaan siswa
Berdasarkan data yang di peroleh dalam penelitian langsung di
SDLB, jumlah siswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012 secara
keseluruhan berjumlah 150.
6. Keadaan fasilitas
Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas tidak akan berlangsung
dengan baik jika tidak di dukung dengan fasilitas yang memadai, oleh
karena itu SDLB ABC mempunyai fasilitas yang mendukung dalam
proses pembelajaran di dalam kelas yaitu: DVD, tulisan brile untuk anak
tunanetra, dan audio visual.
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah
“subyek dari mana data dapat diperoleh”.72
Adapun dalam penelitian ini,
penulis mengelompokkan penentuan sumber data menjadi dua yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang secara langsung didapatkan di lokasi atau
objek penelitian, adapun data diperoleh dari kepala sekolah, guru-guru,
karyawan untuk mengambil data tentang Manajemen kelas PAI Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada, data
diperoleh dari Ka. Tata Usaha (TU) diantaranya yaitu mengenai sejarah
berdiri dan perkembangan, visi dan misi, letak geografis, struktur
organisasi serta keadaan guru dan karyawan di SDLB ABC Kaliwungu
Kendal.
D. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada manajemen kelas PAI bagi anak
berkebutuhan khusus di SDLB Kaliwungu Kendal.
72
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi
(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172.
55
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan
berbagai metode sebagai berikut:
1. Wawancara atau Interview
Wawancara adalah salah satu metode untuk mendapatkan data melalui
sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi
dari terwawancara.73
Dalam melaksanakan interview, pewawancara membawa
pedoman yang hanya garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan. Tanya
jawab ini dilakukan oleh peneliti kepada guru yang bersangkutan untuk
memperoleh data keterampilan pengelolaan kelas PAI bagi anak berkebutuhan
khusus. Dalam hal ini yang menjadi sumber data adalah kepala sekolah, guru
PAI, anak berkebutuhan khusus dan pihak lain yang berkaitan dengan
perolehan data dalam penulisan skripsi ini.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
a. Wawancara dengan kepala sekolah Ibu Widyati Nani Hidayati di ruang
kepala sekolah tanggal 11 Juni 2011 tentang sejarah berdiri SLB, Visi misi
dan tujuan, keadaan siswa dan sarprasnya, dan bimbingan bagi ABK di
SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
b. Wawancara dengan guru kelas PAI Bapak Khoirul Ulum S.Ag di kelas 2
pada tanggal 25 Oktober 2011 tentang Pengelolaan kelas yang meliputi
pengaturan siswa dan pengaturan fasilitas yang ada di SDLB ABC
Kaliwungu Kendal.
c. Wawancara dengan bidang tata usaha Bu Nuril di ruang tata usaha tanggal
7 Juli 2011 tentang jumlah siswa yang ada dan pengelolaan kelas di SDLB
ABC Kaliwungu Kendal
2. Metode Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.74
Dalam
penelitian ini penulis mengobservasi guru PAI dalam mengelola kelas saat
pembelajaran berlangsung. Teknik ini untuk mengetahui kegiatan
pembelajaran di dalam kelas.
73
Bimo Walgito, Bimbingan Dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1995),
hlm. 63.
74S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000 ), hlm. 158.
56
Observasi yang dilakukan meliputi:
a. Observasi kantor kepala sekolah sekolah dan ruang guru pada tanggal 15
Juni 2011.
b. Observasi ruang kelas, pada tanggal 17 Januari 2011.
c. Observasi pengelolaan kelas pada tanggal 18 Juni-oktober 2011
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.75
Atau dikatakan juga dokumentasi merupakan metode
yang digunakan dengan mencari data melalui peninggalan tertulis, seperti
arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian.76
Teknik ini digunakan untuk
memperoleh data tentang profil sekolah, kegiatan pengelolaan kelas serta
yang bersifat dokumentasi sebagai tambahan untuk bukti penguat penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Prof. Dr. Sugiono metode analisis data merupakan proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami
oleh diri sendiri dan orang lain.77
Adapun analisis yang digunakan melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian,
seseorang peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan
data yang banyak, apabila peneliti mampu menerapkan metode wawancara,
observasi atau dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan manajemen
kelas PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
Selama proses reduksi data peneliti dapat melanjutkan ringkasan,
menemukan tema, reduksi data berlangsung selama penelitian dilapangan
sampai pelaporan penelitian selesai.
b. Data Display (Penyajian Data)
Biasanya dalam penelitian, kita mendapatkan data banyak. Data yang
kita dapat selama penelitian tidak mungkin penulis paparkan secara
75
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000), hlm. 73
76Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm.
280
77Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2006)hlm. 335.
57
keseluruhan. Untuk itu, dalam penyajian data dapat di analisis oleh peneliti
untuk disusun secara sistematis, atau simultan sehingga data yang diperoleh
dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan yang diteliti.
c. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
ini akan diikuti dengan bukti-bukti yang diperoleh ketika penelitian di
lapangan. Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari
keseluruhan proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan permasalahan
mengenai manajemen kelas di SLB ABC Kaliwungu Kendal dapat di jawab
sesuai dengan kategori data dan permasalahannya.
Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan.78
78
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D),
(Bandung: Alfabeta CV, 2010), hlm. 345
58
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam Manajemen Kelas PAI di
SLB ABC Kaliwungu Kendal, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengaturan siswa yang dilakukan di SDLB ABC Kaliwungu Kendal yang
sangat menentukan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Hal tersebut
menjadi salah satu tolok ukur kualitas dan kapabilitas seorang guru dalam
mengelola kelas. Selain itu, dalam mengatur siswa khususnya dalam
mengelompokkan siswa tunanetra dengan tunanetra dan tunarungu dengan
tunarung, hal tersebut harus dikuasai oleh guru yang bisa diselidiki dengan
perilaku-perilaku yang sesuai dengan pengelolaan kelas yang ada dan yang
khusus untuk ABK.
2. Pengaturan fasilitas
Pelaksanaan pengelolaan kelas harus ada fasilitas di dalamnya supaya
metode yang digunakan guru juga dapat berjalan dengan lancar. Pengaturan
fasilitas bertujuan memberikan penguatan kepada peserta didik tentang materi
yang telah disampaikan oleh guru. Karena pengaturan fasilitas ini
berhubungan dengan fasilitas di dalam kelas maka fasilitas yang ada harus
disesuaikan dengan mud anak berkebutuhan khusus. Kaitanntya dengan
pengaturan tempat duduk, ABK sering kali “mud” nya terganggu sehingga
tempat duduk yang sudah di setting dengan baik pun akan hilang begitu saja.
Oleh karena itu dalam mengatur temapat duduk harus disesuaikan dengan
“Mud Anak”. Alat peraga yang ada dalam kelas juga harus dikenalkan kepada
peserta didik. Kaitannya dengan alokasi waktu, dari para guru khususnya guru
PAI selalu menyesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan keinginannya untuk
belajar, dan materi yang sudah tercantum dalam RPP yang di buat. Namun
terkadang guru PAI di SDLB merasa kewalahan dalam pemanfaatan waktu,
karena anak berkebutuhan khusus terkadang marah-marah, menangis,
berlarian dan semacamnya.
59
B. Saran
Melalui hasil analisis dan kesimpulan manajemen kelas PAI bagi anak
berkebutuhan khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal, ada beberapa hal yang
perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan. Adapun saran yang ditujukan terhadap
pihak-pihak yang terkait adalah:
1. Kepala sekolah, hendaknya melakukan pengamatan kepada aktifitas guru
dalam mengelola kelas yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, agar
ketika terdapat kekurangan dalam mengelola kelas dapat diperbaiki hingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
2. Guru juga hendaknya lebih memperhatikan pemilihan strategi dalam
mengelola kelas supaya anak tersebut mau memperhatikan pada saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung.
3. Guru hendaknya lebih meningkatkan lagi keterampilannya dalam mengelola
kelas yaitu di setting sedemikian rupa agar mutu atau kualitas dari siswa tetap
terjaga dengan baik sesuai dengan tujuan yang ada di SDLB ABC Kaliwungu
Kendal.
60
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurkulum 2004, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004
Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004
Rohmad, Ali, Kapita Selekta Pendidikan, Yogyakarta: TERAS, 2009
Anak berkebutuhan khusus. http://www.slbn-
sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-brkebutuhan-khusus/
Smart, Aqila, Anak Cacat Bukan Kiamat, Yogyakarta: KATAHATI, 2010
Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan, Prinsip dan Aplikasi
dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, Bandung: Pustaka Educa,
2010
Bimo Walgito, Bimbingan Dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Andi Ofset,
1995
Dalam penulisan selanjutnya, peneliti menggunakan istilah ABK untuk
menuliskan anak berkebutuhan khusus/cacat.
Darwin syah dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Gaung
Persada Press, 2007
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik Dan
Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai Lembaga
Pendidikan, Jakarta: PT Gunung Agung, 1989
Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009
http://wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus, diakses pada hari Rabu, 9
November 2011, pukul 09.08
http://www.slbn.sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-berkebutuhan-
khusus/
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara, 2000
Imam Abi Abdillah, Muhammad ibn Ismail, ibn Ibrahim ibn Mughirah Bardizbah
al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari Beirut: dar al Kutub al Ilmiyah,
1992
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang:
RaSAIL Media Group, 2008
61
J. David Smith, Inklusi Sekolah Rumah Untuk Semua, Bandung: Nuansa, 2006
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004
Lilik Wiyono, Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi Di SMA N
Mojotengah Wonosobo, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002
Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi
Aksara, 2007, Cet. 10
Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000
Michael Marland, Seni Mengelola Kelas, Semarang: Dahara Prize, 1990
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2006
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2008, Cet. I
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Andi
Offset, 2005
Muttaqin, Implementasi Keterampilan Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran
PAI di SMP N 1 Mranggen, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas
Tarbiyah
Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1991
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 1995
Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, Yogyakarta: Teras, 2007
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/inklusi, buku 1, Mengenal
Pendidikan Terpadu, Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004
Richard I Arends, Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar), tej. Helly
Prajitno Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Samsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif,
Jakarta: Kencana, 2010
Siti Yuliatun, “Manajemen Pengelolaan Kelas Mata Pelajaran PAI Pada Anak
Autisme (Studi di Semarang Autism School Tembalang)”, Semarang:
IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah
62
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat,
2005
SNP, PP.RI. No 19 Tahun 2005, tentang SNP, Jakarta:Lek Dis, 2005
Straus dan Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Daftar
Pustaka, 2003
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan
Professionalisme Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, cet.1. 2002
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D), Bandung: Alfabeta CV, 2010
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas Dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif,
Jakarta: CV Raja Wali, 1986
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi
(Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep Strategi Dan Aplikasi, Yogyakarta: Teras, 2009
Supariyadi, dkk. Mengapa anak Berkebutuhan khusus perlu mendapat
pendidikan, Jakarta: Balai Pustaka, 1982
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
PT Rineka Cipta,2005, Cet. II
Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,
Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009
Usman, Filasafat Pendidikan, Yogyakarta: TERAS, 2010
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT.
Indeks, 2009
Zakiyah Darajad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000
63
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa:
Nama : Siti Kholifah
Tempat/Tanggal Lahir : Kendal, 14 Mei 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Jambiarum, RT 01/RW 04, Kec. Patebon, Kab.
Kendal
SD 03 Jambiarum :Lulus Tahun 1999
MTs N Kendal : Lulus Tahun 2005
MAN Kendal : Lulus Tahun 2008
IAIN Fakultas Tarbiyah : Angkatan 2008
Demikian daftar riwayat hidup pendidikan penulis ini dibuat dan harap
menjadikan maklum adanya.
Semarang, 2 Juli 2012
Siti Kholifah
NIM. 083311039