anak berkebutuhan khusus tunarungu.docx

33
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU A. PENDAHULUAN Salah satu hak hidup yang dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali oleh anak yang mempunyai kebutuhan khusus adalah hak untuk mendapatkan pengajaran. Hak untuk mendapatkan pengajaran dapat diperoleh di sekolah. Selain itu sekolah juga merupakan tempat pembentukan karakter serta sarana bersosialisasi untuk mempersiapkan diri menuju jenjang yang lebih tinggi. Banyak kendala-kendala yang dihadapai pendidik dalam proses pembelajaran, mulai dari kendala internal dan kendala eksternal. Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan wicaranya berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis harus mulai dari apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut. Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian dikembangkan dalam bahasa lisan, disesuaikan dengan cara berkomunikasi. Dengan demikian anak tunarungu harus belajar bagaimana cara pemerolehan bahasa yang terproses serta terprogram dengan baik. B. PENGERTIAN TUNARUNGU Istilah tunarungu diabil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia

Upload: oppie-raditya

Post on 26-Oct-2015

332 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

trytrfhrugw456e6sddgatetegatgateatatae

TRANSCRIPT

Page 1: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU

A. PENDAHULUAN

Salah satu hak hidup yang dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali

oleh anak yang mempunyai kebutuhan khusus adalah hak untuk mendapatkan

pengajaran. Hak untuk mendapatkan pengajaran dapat diperoleh di sekolah.

Selain itu sekolah juga merupakan tempat pembentukan karakter serta sarana

bersosialisasi untuk mempersiapkan diri menuju jenjang yang lebih tinggi.

Banyak kendala-kendala yang dihadapai pendidik dalam proses

pembelajaran, mulai dari kendala internal dan kendala eksternal. Bahasa

dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan wicaranya

berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis harus mulai dari

apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut. Bahasa dan berpikir

dibina bersama kemudian dikembangkan dalam bahasa lisan, disesuaikan dengan

cara berkomunikasi. Dengan demikian anak tunarungu harus belajar bagaimana

cara pemerolehan bahasa yang terproses serta terprogram dengan baik.

B. PENGERTIAN TUNARUNGU

Istilah tunarungu diabil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya

kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia

tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang pada

umumnya ada pada ciri fisik orang tunarungu.

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang

diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya

dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya

secara kompleks.

Menurut Donald F. Morees (1978:3) dalam Murni Winarsih (2007),

mendefinisikan tunarungu sebagai berikut:

Hearing impairment a generic term indicating a hearing disability that

may range in severty from mild to profound it concludes hearing disability

Page 2: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

preclude succesfull processing of linguistic information through audition,

with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with

use of hearing aid, hs residual hearing sufficient to enable succesfull

processing og linguistic information through audition.

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa tunrungu adalah suatu

istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar atau tuli yang memiliki

kehilangan pendengaran.

C. CIRI-CIRI TUNARUNGU

1. Segi fisik

a. Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk (hal ini disebabkan

terutama terhadap alat pendengaran).

b. Gerakan matanya cepat agak beringas (hal ini menunjukkan bahwa ia

ingin menangkap keadaan yang ada di sekelilingnya).

c. Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal (hal tersebut

tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat.

d. Pernafasannya pendek dan agak terganggu.

2. Segi intelegensi

Intelegensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar, meskipun

disamping itu ada faktor – faktor lain yang dapat diabaikan. begitu saja

seperti kondisi kesulitan, faktor lingkungan intelegensi merupakan motor

dari perkembangan siswa.

3. Segi social

a. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau

masyarakat.

b. Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil

c. Kurang menguasai irama gaya bahasa.

4. Segi emosi

Kekurangan bahasa lisan dan tulisan seringkali menyebabkan

siswa tuna rungu akan menafsirkan sesuatu negative atau salah dalam hal

pengertiannya. Hal ini disebabkan karena tekanan pada emosinya.

Page 3: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

D. KLASIFIKASI TUNARUNGU

1. 0 db :

Menunjukan pendengaran yang optimal

2. 0 – 26 db :

Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal

3. 27 – 40 db :

Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan

tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara .

( tergolong tunarungu ringan )

4. 41 – 55 db :

Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas,

membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara

( tergolong tunarungu sedang )

5. 56 – 70 db :

Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa

pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat

Bantu dengar serta dengan cara yang khusus. (tergolong tunarungu berat )

6. 71 – 90 db :

Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang

dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif,

membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusus.

( tergolong tunarungu berat )

7. 91 db :

Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak

bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses

menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli ( tergolong

tunarungu berat sekali )

Perlu dijelaskan bahwa decibel (disingkat dB) adalah satuan ukuran

intensitas bunyi. Istilah ini diambil dari nama pencipta telepon, Graham Bel,

yang istrinya tunarungu, dan dia tertarik pada bidang ketunarunguan dan

pendidikan bagi tunarungu. Satu decibel adalah 0,1 Bel.

Page 4: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Bagi para fisikawan, decibel merupakan ukuran tekanan bunyi, yaitu

tekanan yang didesakkan oleh suatu gelombang bunyi yang melintasi udara.

Dalam fisika, 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan

molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi

dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga

manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang

berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera

dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol

audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi

oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz

(Ashman & Elkins, 1994).

E. MENGIDENTIFIKASI, ASSESMEN DAN INTERVESI DINI

Istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan dan

menemukan anak yang mempunyai kelainan atau masalah. Identifikasi

dilakukan oleh orangtua, guru atau anggota keluarga lain. Proses identifikasi

melakukan proses terhadap penyimpangan dengan memperhatikan gejala

awal.

Assesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang

anak yang digunakan untuk mempertimbangan dan keputusan yang

digunakan untuk membuat pertimbangan dan kebutuhan yang berhubungan

dengan anak tersebut.

Intervensi dini suatu kegiatan edukatif dengan memberikan pengaruh

dengan layanan –layanan khusus pada anak yang mengalami masalah atau

gangguan. Intervensi diawali dengan stimulasi dini yang melakukan

perubahan terhadap anak dan tidak memandang anak sebagai manusia yang

memiliki potensi dan berbagai keinginan serta peran orangtua  untuk

mengikuti intruksi-intruksi yang diberikan oleh terapis.

Merujuk pengertian assessmen, maka petugas atau orang yang

melakukan assesmen dapat mengetahui informasi anak kelainan tersebut dan

dilanjutkan dengan kegiatan identifikasi. Kegiatan identifikasi dan intervensi

Page 5: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

dini didasari pada anggapan anak yang mengalami hambatan dapat diatasi

dengan cepat jika gejala awal sudah diketahui.

Ada beberapa intervensi anak tunarungu diantaranya :

1. Intervensi dini secara medis yang dilakukan oleh dokter anak, dokter THT

dan audiologi melalui pengukuran dejarat ketulian

2. Intervensi dini secara prostetik dengan memberikan alat bantu dengar

sesuai dengan derajat ketulian

3. Intervensi dini secara habilitatif dengan memberikan pemerolehan bahasa

kepada anak melalui pendidikan bahasa lisan melalui pemberian stimulasi

atau rangsangan kepada anak tunarungu.

E.     KOMUNIKASI UNTUK TUNARUNGU

Mayoritas mengenai penyandang tunarungu lebih nyaman

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dikarnakan karena

keterbatasan yang mereka miliki, mereka merasa lebih dihargai. Sebagai

orang yang dapat mendengar, alangkah eloknya jika kita menghargai orang

yang berkelainan dengan ikut menggunakan bahasa isyarat dalam

berkomunikasi dengan orang penyandang tunarungu. Jika betul dipelajari

sebenarnya mudah untuk praktek. Dasar penggunaan bahasa isyarakt ada tiga,

yaitu expresi, oral dan gerak tangan

Dengan bahasa isyarat kita membantu orang penyandang tunarungu

dalam berkomunikasi. Karena pada dasarnya orang penyandang tunarungu

masih mengalami sisi kesulitan dalam merangkat kata atau peletakan kata

baik dalam pengucapan, maupun dalam penulisan.

Kemapuan komunikasi yang dimiliki tunarungu terbatas dalam

menyampaikan pemikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan, dan kehendaknya

pada orang lain seperti perkataan. Pada remaja tunarungu menggunaan

komunikasi khusus yaitu menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimic

atau gesture, serta pemampaan sisa pendengaran dengan menggunakan alat

bantu atau hearing aid.

Untuk komunikasi anak tunarungu tidak berbeda dengab anak yang bisa

mendengar, yaitu bentuk komunikasi expresif dan reseftif. Komunikasi

Page 6: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

expresif meliputi berbicara, berisyarat, berejaan jari, menulis dan mimik.

Sedangkan komunikasi reseftif meliputi membaca ujaran, membaca isyarat,

membaca ejaan jari, membaca mimik, serta pemanfaatan sisa pendengaran

dengan alat bantu. Komunikasi tersebut digunakan dengan menggunakan

kode, yaitu cara verbal dan non verbal.

KESIMPULAN

Tunarungu adalah keadaan tidak dapat mendengar karena rusak organ

pendengarannya. Banyak anak tunarungu yang memerlukan pendidikan, dalam

pendidikan tersebut pasti juga mengajarkan bahasa dalam proses interaksi. Karena

anak tunarungum kurang pembiasaan dan cenderung susah untuk berbicara

disebabkan oleh pendengarannya kurang atau tidak bisa mendengarkan apa yang

harus diucapkan. Dengan demikian adanya sekolah luar biasa untuk anak

tunarungu menjadi penting untuk pemerolehan bahasa sebagai alat komunikasi.

Bahasa sangatlah penting dikuasai untuk semua orang tanpa kecuali. Anak

berkebutuhan khususpun wajib menguasainya tanpa bahasa sebagai manusia pasti

tidak dapat berintraksi dengan orang lain. Banyak metode serta alat-alat untuk

mendukung terciptanya bahasa.

44.2  SARAN

Semua orang berhak mendapatkan pengajaran, termasuk anak

berkebutuhan khusus. Orangtua harus mendukung pelaksanaan pendidikan

tersebut. Pemerintah harus menyedikan lembaga kependidikan yang layak serta

mencukupi untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Masyarakat tentunya jangan

menutup diri terhadap anak-anak berkebutuhan khusus ini, agar mereka tidak

merasa diasingkan dalam masyarakat.

Page 7: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Sumber : --------  

http://nahwah-speduuns.blogspot.com/2012/10/anak-berkebutuhan-khusus-

tunarungu.html

Mengenal Inklusi Bagi Anak Tuna   Rungu

28 11 2009

Jan 8, ’08 1:13 AM

Artikel ini menjelaskan Bagaimana penerapan Program Pendidikan Inklusi Untuk

Anak Gangguan Pendengaran

Pendidikan Inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan

dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usia

sekolah , mulai dari jenjang TK, SD, SLTP Sampai dengan SMA.

Pada kasus gangguan pendengaran, pendidikan inklusi ini adalah kelanjutan dari

model terapi mendengar (Auditori Verbal Terapi) yang telah dilakukan pada anak

gangguan pendengaran pada usia dini. Dengan dasar-dasar pendengaran yang

lebih baik, pelayanan terhadap pendidikan yang harus diberikan juga semestinya

lebih terpadu dan terarah. Pelayanan ini dalam rangkaian usaha pendidikan inklusi

bagi anak dengan gangguan pendengaran akan lebih baik jika melakukan

pendekatan model Natural Auditory Oral.

Tujuan dari dari pendidikan inklusi bagi anak gangguan pendengaran ini antara

lain

• Adanya kebutuhan untuk bersosialisasi dan berintegrasi dengan anak sebaya di

sekolah maupun di dalam lingkungan rumah

• Adanya optimisme keluar dari problem komunikasi bagi anak gangguan

mendengar, dengan penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik.

• Penghayatan dan menumbuhkan rasa empati dari kalangan anak normal terhadap

anak berkebutuhan khusus.

Page 8: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Penanganan Anak Gangguan Pendengaran

• Pemberian Intervensi dini/awal yaitu memberikan layanan deteksi dini,

diagnosa, konsultasi, fasilitator dan penyediaan Alat Bantu Dengar dan Implant

Coachlea, perawatan dan servisnya.

• Program habilitasi dengan menitikberatkan pada perbaikan cara komunikasi

anak dengan menggunakan pendengaran sebagai titik tolak dalam berinteraksi

dengan lingkungan luar anak.

• Program pelayanan pendidikan terpadu, memberikan penyetaraan pada sekolah

khusus untuk dipersiapkan pada jalur pendidikan reguler.

Memberikan assesment awal pada anak yang telah masuk pada sekolah regular

dengan pendampingan sebagai guru kunjung.

Sumber

:

http://bikabeleswaraswari.multiply.com/journal/item/1/Mengenal_Inklusi_Bagi_A

nak_Tuna_Rungu_

Terapi Musik Bagi Untuk Tuna Rungu

Oleh : CAMT, Wilfrid Laurier University (terjemahan bebas oleh: Nora. A. Rizal)

Kerusakan pendengaran ditengarai merupakan salah satu kecacatan syaraf yang

paling merusakkan. Dimana kecacatan penglihatan merupakan handicap kita

dengan sekeliling kita, sedangkan kecacatan pendengaran merupakan handicap

komunikasi dengan masarakat (Darrow, 1989). Komunikasi merupakan dasar dari

kehidupan social kita dan aktivitas intelektual, dan tanpa itu kita terputus dari

dunia. Untuk alasan inilah, praktek klinik dalam terapi musik untuk tuna rungu di

fokuskan pada area yang berhubungan dengan komunikasi seperti : pelatihan

auditory, produksi suara (berbicara) dan perkembangan bahasa. Melalui penelitian

dalam kekurangan pada komunikasi ini, terapi musik menjadi suatu efek kedua

untuk memperbaiki rasa sosial dan kepercayaan diri.

Terapi musik masih dianggap tidak praktis. Dikarenakan sebagian besar orang

masih mempunyai konsep yang salah terhadap ketuna runguan dalam

Page 9: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

kapasitasnya untuk mendengar dan mengapresiasi stimulus musik. Seperti yang

telah Darrow (1989) katakan, hanya sebagian kecil persentasi dari ketunarunguan

yang tidak bisa mendengar sama sekali. Selanjutnya ia mengatakan bahwa,

dikarenakan variasi dari frekuensi dan intensitas pada musik, persepsi musik

malah lebih bisa ter-akses, dibandingkan dengan sinyal percakapan yang lebih

kompleks. Musik juga sangat fleksible dan dapat dimodifikasikan pada level

pendengaran pada setiap orang, level bahasa, kematangan dan preferensi musik.

Robbins & Robbins (1980), yang membuat manual resource yang komprehensif

dan kurikulum bagi terapi musik untuk tuna runggu melakukan pendekatan

terhadap subyek bersangkutan dengan mempunyai sikap yang mempercayai

bahwa sense terhadap musik ada pada setiap orang. Melalui musik, mereka

mengarah pada sensitivitas yang inherent dan kapasitas merespon langsung

kepada ekspresi dari ritme dan variasi nada, yang dideskripsikan sebagai musik.

Mereka juga menekankan, bahwa musik dari berbagai sisi mempunyai efek pada

manusia. Musik merupakan media untuk aktivitas dalam bereksplorasi dan

pengalaman diri, sehingga berhubungan langsung pada bicara dan bahasa,

komunikasi dan pikiran, juga pada ekspresi tubuh dan emosi dalam skala besar.

Sehingga terapi musik dapat masuk dan meningkatkan habilitas dan

perkembangan secara luas bagi ketuna runguan.

Bagi penderita tuna rungu, terapi musik dapat:

Meningkatkan auditory, pelatihan dan perluasan penggunaan dari sisa

pendengaran

Auditory training, merupakan bagian yang terintegrasi denga proses habilitasi

pada penderita tunarungu. Tiap individu harus belajar untuk menginterpretasikan

dan mengikuti suara, terutama percakapan dalam lingkungannya, dengan maksud

untuk meningkatkan rate dan kulitas perkembangan sosial dan komunikasi.

Tujuan utama dari auditory training ini adalah untuk mengembakan sisa

pendengaran menjadi maksimal. Mereka harus belajar untuk mendengarkan

mental yang kompleks dan proses aural. Pelatihan auditori cenderung fokus pada

developmment dan fokus untuk analisis suara untuk pasien tuna rungu, dan ini

akan menjadikan suatu proses yang membosankan dan tidak menarik. Maka dari

Page 10: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

itu musik menjadi suatu alat yang memotivasi dan menghidupkan sesi-sesi ini.

Percakapan dan musik mengandung banyak persamaan. Persepsi auditori pada

percakapan dan musik melibatkan kemampuan untuk membedakan antara

perbedaan suara, pitch, durasi, intensitas dan warna nada dan bagaimana suara

bisa berubah-ubah sepanjang waktu. Properti-properti ini terdapat pada

kemampuan pendengaran untuk menginterpretasi suara dan mengartikannya.

Persamaan yang ada antara musik dan percakapan menyebabkan musik dan terapi

musik membuat suatu alternatif dan alat yang menyenangkan untuk melengkapi

tehnik pelatihan auditory sebelumnya (Darrow, 1989).

Prosedur terapi musik dapat dapat memberikan beberapa obyek pada pelatihan

auditory. Perhatian terhadap suara, perhatian terhadap perbedaan dalam suara,

mengenali obyek dan juga suara obyek tersebut, dan penggunaan pendengaran

untuk menentukan jarak dan lokasi dari suara dapat dilatih melalui pengalaman

pada musik (Darrow 1989). Selain itu, Robbins & Robbins (1980) menemukan

bahwa dengan musik yang cocok lebih gampang untuk di dengar dan

diasimilasikan dibandingkan dengan percakapan, sehingga lebih cocok untuk

dapat menstimulasi motivasi alami pada sisa pendengaran.

Amir & Schuchman (1985) membuat suatu program terapi musik untuk

mengembangkan dan meningkatkan kecakapan dalam kesadaran akan suara

musik, kesadaran akan kontras intensitas, menyadari adanya suara musik dan juga

patron dari musik tersebut. Suatu investigasi untuk melihat keefektifan dari

program tersebut memberikan suatu hasil bahwa ada aspek-aspek tertentu untuk

seseorang yang profoundly deaf dapat diukur peningkatannya melalui suatu

program sistimatik pada pelatihan pendengarannya dalam konteks musikal.

Terutama level pendiskriminasian subyek secara signifikan meningkat dan

pelatihan dari subyek dalam menerima musik dan juga lingkungan musik tersebut.

Amir & Schuchman selanjutnya menyuport penggunaan terapi musik ini

dikarenakan hal ini memberikan suatu diversifikasi yang menarik dan pengalam

pengajaran yang positif, dengan memperkuat penggunaan sisa pendengaran.

Meningkatkan perkembangan percakapan dan meningkatkan intonasi/ritme suara

dalam percakapan.

Page 11: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Suara dari seseorang yang mempunyai kekurangan pendengaran sering terdengar

aneh dan tidak natural. Pada individu ini sering terjadi kurangnya feedback

mekanisme internal yang diperlukan untuk memonitor dan menyesuaikan, sebagai

contoh, pelafalan kata-kata, perubahan tinggi rendah (pitch) suara ataupun ritme

suara. Sebagai konsekuensi produksi dari suara percakapan mereka sering tidak

jelas dan terdistorsi. Penderita tuna rungu ini juga cenderung menunjukkan sedikit

variasi pitch dan intonasi dibandingkan orang dengan pendengaran normal,

sehingga menghasilkan suara yang monoton. Mereka sering memanjangkan suku

kata dan atau kalimat dan juga sering mengambil jeda pada posisi yang tidak

tepat. Problem-problem dari ritme dan intonasi ini berpengaruhi pada ketidak

jelasan dalam bercakap.

Tehnik dari terapi dan aktivitas musik dapat membantu secara efektif pada

perkembangan percakapan dari segi ritme, intonasi, rate dan tekanan suara.

Darrow (1989) mendisikusikan penggunaan terapi musik dalam pengertian

berbahasa, intonasi vokal, kualitas vokal dan berbicara lancar. Proses bernafas,

ritme dan pengambilan waktu yang tepat, pitch dan artikulasi yang diperlukan

untuk bernyanyi, memberikan struktur dan motivasi yang penting pagi pasien.

Darrow juga menekankan pada pentingnya feedback yang konstan untuk si

terapis.

Darrow & Starmer (1986) mempelajari efek dari pelatihan vokal pada frekuensi

dasar, range frekuensi dan kecepatan percakapan pada suara anak-anak tuna

rungu. Anak-anak ini cenderung mempunyai frekuensi dasar yang tinggi dan

sedikit variasi pitch, memproduksi suatu permasalahan dalam kecakapan

berbicara. Hasil dari studi ini menyarankan bahwa dengan latihan pada vokal

tertentu dan menyanyikan lagu-lagu pada kunci nada rendah yang tepat dapat

membantu memodifikasian frekuensi dasar dan range frekuensi pada pasien. Studi

lain dari Darrow (1984) juga menunjukkan peran dari terapi musik adalah melatih

respons ritme, sehingga membuat respons pada ritme dari suara percakapan

menjadi lebih baik.

Staum (1987) telah sukses menggunakan notasi musik untuk mempengaruhi

dalam memperbaiki pengucapan bahasa pasien. Ia menggunakan sistem notasi

visual sebagai alat untuk membantu pasien dalam mencocokkan kata-kata atau

Page 12: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

suara dari kata-kata baik yang lazim maupun tidak lazim, dengan ritme yang tepat

dan struktur yang dari pitch yang mudah. Hasil positif yang didapat adalah nada

pelafalan pengucapan lebih berkembang, juga penyamarataan dan transfer ilmu

berkembang secara signifikan

Robbins & Robbins (1980), setelah pelatihan pada pasien tunarungu, mengatakan

bahwa kontribusi dari terapi musik untuk memperkuat dan/atau mempercepat

pembelajaran dan penggunaan percakapan, vokal yg lebih luas/spontan dan

mantap, memperbaiki kualitas suara dan lebih leluasa dalam menggunakan

intonasi dan ritme.

Meningkatkan perkembangan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan

kemampuan berkomunikasi secara umum

Bagi anak-anak tuna rungu, keterbatasan input pendengaran tidak hanya

mempengaruhi kemampuan untuk mendengar suara percakapan dari orang lain,

namun juga mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan bahasa mereka

sendiri. Keteraturan memperdengarkan bahasa melalui pendengaran, memberikan

informasi penting mengenai vocabulary, syntax (kalimat), semantics (arti kata)

dan pragmatics, yang mana hal ini secara langsung diterima oleh anak dengan

pendengaran normal. Tanpa keteraturan mendengarkan ini, bagi anak dengan

pendengaran terbatas biasanya akan mempunyak banyak problem pada bahasa

mereka. Kesulitan itu biasanya terdapat pada kurangnya vocabulary, kesulitan

dalam mengartikan kata, menggunakan kata yang salah, struktur dan isi bahasa

yang salah, dan lainnya. Kesulitan-kesulitan dalam menggunakan bahsa ini

selanjutnya akan menghalangi individu tersebut dari komunikasi yang mempunyai

arti dan juga berinteraksi. Problem berbahasa dapat menimbulkan efek negatif

pada pendidikan seperti membaca, menulis dan pemahaman (Gfeller, & Baumann,

1988).

Secara signifikan terapi musik memberikan konstribusi pada kemampuan untuk

berkomunikasi dan berbahasa pada pasien tuna rungu. Sebagai contoh Gfeller

(1990), mendiskusikan tentang pengayaan repertoire musik dan pengalaman

bergerak dalam terapi musik, yang dapat di gabungkan dengan percakapan dan,

setelahnya penulisan kata. Anak-anak kecil terutama menggunakan setiap saat

pergerakan motorik dan belajar sesuatu melalui manipulasi dari lingkungannya.

Page 13: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Instrument musik dan materialnya kaya akan sumber-sumber keterlibatan pada

sensorik dan motorik. Pengalaman pada Multi sensory bahwa musik merupakan

alat pembelajaran yang bernilai, yang pada akhirnya juga terkait pada representasi

mental atau simbol, Gfeller (1990). Event musik dan sekuensialnya dapat dibuat

oleh para terapis sebagai model penggunaan bahasa untuk anak. Semenjak

rehabilitasi bahasa merupakan suatu proses yang panjang dan lama, terapis musik

dapat memberikan motivasi penting untuk membuat aktifitas menjadi bermain dan

menyenangkan. Aktivitas dalam terapi musik dapat juga membuat suatu oportuniti

untuk menggunakan konsep bahasa dalam konteks yang berbeda

Penelitian lain juga menemukan bahwa integrasi musik dalam pendidikan sebagai

bahasa seni sangat menguntungkan (Darrow, 1989; Gfeller, & Darrow, 1987).

Tidak hanya meningkatkan motivasi tapi juga memberikan sebuah pendekatan

multi sensori untuk belajar, yang dapat membantu pasien untuk mendalami arti

dari kata-kata baru. Bernyanyi contohnya, memberikan suatu kesempatan untuk

secara intensif menggunakan pendengaran dan beraktifitas vokal. Mempelajari

lagu dapat menstimulasi latihan dalam pembedaan auditori, membedakan dan

meleburkan bunyi huruf, pengucapan suku-suku kata dan pelafalan kata (Gfeller,

& Darrow, 1987). Hal ini dapat juga membantu mengembangkan penguasaan

kata-kata dan memberikan suatu pengalaman dalam belajar membuat struktur

kalimat dan semantiknya. Membuat lagu dapat juga bertujuan sama. Lagu juga

mempunyai kelebihan dalam melafalkan suatu patron nada, menjadi tidak

monoton.

Disamping meningkatkan perkembangan bahasa dan mendidik bahasa pada pasien

tuna rungu, terapi musik juga meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan

memberikan semacam kesadaran dan kemampuan melihat suatu arti yang

diselaraskan/disampaikan melalui “nada pada suara”. Hal-hal penting didalam

berkomunikasi dengan orang lain adalah espresi wajah, body language, dan pitch

serta intensitas dinamik. Kesadaran dan kepekaan terhadap style dari bahasa yang

diucapkan oleh diri sendiri dan orang lain, dapat diberikan dengan berhasil

melalui penerapan terapi musik. Dengan menggayakan suatu lagu dan memberi

isyarat pada lagu dengan cara yang “gaya baik/indah”, seseorang dapat

mempelajari untuk menggunakan dan menyadari nuansa dalam berkomunikasi

Page 14: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

dengan yang lain (Gfeller, & Darrow, 1987). Berisyarat dalam bernyanyi juga

memberikan suatu kesempatan untuk mengeksplorasikan ekspresi dari emosi

sendiri, karena lirik dan melodi secara persamaan dapat mengungkapakan suatu

ekspresi jiwa dibandingkan dengan hanya berbicara.

Mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosinal dan

meningkatkan kepercayaan diri

Didalam beberapa literatur mengkarakterkan bahwa seseorang tuna rungu

mempunya perasaan kuat akan rendah diri dan depresi, juga mempunyai sikap

tidak bisa dipengaruhi dan tertutup (lihat ulasan ulang dari Galloway, & Bean,

1974). Body-image dan kesadaran yang tidak terlalu baik, kurangnya berbahasa

dan berkomunikasi, dan tertutupnya rasa sosialisasi, memberikan kontribusi

secara signifikan pada perasaan-perasaan ini. Terapi musik dapat memberikan

kesempatan yang penting untuk memperbaiki masalah ini dan meningkatkan rasa

percaya diri seseorang yang tuna rungu.

Brick (1973) menemukan eurhythmics—Seni dari keharmonisan dan gerak tubuh

yang ekspresif—dan aktifitas musik yang memberikan pasien suatu pengalaman

yang menyenangkan, dimana hal tersebut memberikan energi kreatif untuk pasien.

Hal ini sebaliknya membantu mengembangkan kepercayaan diri, memberi rasa

bangga dalam menyelesaikan sesuatu dan bekerja sama dalam satu grup. Robbins

& Robbins (1980) juga menemukan bahwa aktifitas kelompok musik dapat

memberikan contoh untuk menyesuaikan didalam bersosialisasi. Hasil hakiki

yang didapat dalam pengalaman bermusik sepertinya dapat memotivasi pasien

yang selalu melawan untuk dapat bekerja sama (co-operative), yang selalu tidak

fokus menjadi fokus dan yang selalu gagal menjadi berusaha untuk selalu

menyelesaikan pekerjaannya. Pasien yang juga selalu jelek/gagal dalam hal lain,

dapat menerima bantuan spesial dan kompensasi yang baik melalui terapi musik

ini.

Body-image dan kesadaran juga dapat meningkat melalui terapi musik ini.

Galloway & Bean (1974) menemukan bahwa aktivitas bernyanyi dan melakukan

gerakan pada musik juga efektif. Robbins & Robbins (1980) juga menekankan

pentingnya realistis dan positif pada diri sendiri. Mereka menemukan juga bahwa

Page 15: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

kecakapan dalam bergerak yang dipelajari melalui musik dapat meningkatkan rasa

percaya diri, koordinasi, sikap tenang yang alami dan kesadaran akan jati diri.

Bernyanyi, bermain atau bergaya pada suatu lagu dapat menghasilkan seseorang

untuk dapat berekspresi dan puas terhadap diri secara emosional. Gfeller &

Darrow (1987) menyarankan bahwa bergaya atau bernyanyi pada lagu yang

dibuat sendiri, juga dapat membuat seseorang tuna rungu untuk mengekspresikan

atau mengilustrasikan pikirannya, perasaannya dan idenya bila hal itu terlalu sulit

untuk dituliskan. Staum (1987) juga menemukan bahwa tehnik dan prosedur

terapi musik dapat memberikan suatu skill yang fungsional yang dapat terintegrasi

langsung di dalam pelajaran musik secara private maupun secara klasikal. Melalui

suatu cara yang dapat di transfer diluar sesi terapi, seseorang lebih bisa dan

senang untuk berekspresi pada situasi baru , bertemu orang baru, dan dapat

bekerja dalam suatu grup-grup. Hal ini sebaliknya pula memberikan suatu rasa

tanggung jawab sosial juga kesadaran, kebanggan dan kepercayaan diri dan sosial.

Sumber : http://davinbintang.wordpress.com/2008/06/04/terapi-musik-bagi-untuk-

tuna-rungu/

Komentar : Tinggalkan sebuah Komentar »

Kategori : Tuna Rungu

MENGEMBANGKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNARUNGU

SEJAK   DINI

28 11 2009

Oleh : Dwi (ibu Didan)

Ada hubungan yang kuat antara bagaimana perasaan seseorang terutama bagi

anak dengan tunarungu terhadap dirinya sendiri dan bagaimana cara ia

berperilaku. Oleh karena itu, anak tunarungu perlu dibantu untuk menumbuhkan

rasa percaya diri agar eksistensi mereka bisa disejajarkan dengan anak normal.

Beberapa cara untuk membantu anak tunarungu meningkatkan percaya diri:

1. Lakukan attachment parenting :

Sikap orang tua yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan anak, sehingga

anak mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka dan merasa memiliki

Page 16: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

kontrol terhadap lingkungan. Jika tidak, mereka merasa tidak berharga sehingga

membuat mereka berpikir tidak berharga,butuh dikasihani dan putus asa.

2. Tindakan / perbaiki kepercayaan diri anda sendiri sebagai orang tua :

Mengasuh anak adalah kegiatan terapeutik. Jika ada problem masa lalu yang

mempengaruhi pola asuh yang sedang dilakukan orangtua, sebaiknya ia mencari

pertolongan psikologis dan mengkonfirmasikannya. Jika orang tua memiliki

selfimage yang buruk, khususnya jika ia merasa bahwa itu disebabkan karena pola

asuh orang tuanya dahulu, maka cobalah untuk menghentikan pola asuh keluarga

yang buruk itu.

3.Jadilah cermin yang positif :

Khususnya pada anak-anak prasekolah yang sedang belajar tentang dirinya

sendiri,akan tergantung dari reaksi-reaksi orang tua mereka. Apakah orang tua

merefleksikan gambaran yang positif / negative pada anak-anak mereka ??

Apakah orang tua memberikan pandangan pada anak bahwa ia menyenangkan ??

Pendapat dan keinginannya berharga untuk orang tuanya ? Pada saat orangtua

memberikan refleksi positif terhadap anaknya, maka anak tersebut akan berpikir

positif tentang dirinya.

4.Beramainlah dengan anak :

Ada saat anak bermain anak akan menerima pesan bahwa ia berharga. Pandanglah

bermain sebagai investasi dalam perilaku anak, kesempatan kepada anak unuk

merasa spesial, bisa mengungkapkan inisiatif tentang permainan yang akan

dilakukan.

5.Panggilah anak dengan namanya :

Memanggil anak dengan namanya dan disertai dengan kontak mata akan

memberikan pesan kepada anak tersebut bahwa ia special. Anak belajar

mengasosiasikan bagaimana cara orang tua menggunakan namanya dengan

perilaku yang diharapkan darinya.

6.Lakukan prinsip berkelanjutan

Pada saat anak bertambah besar, kembangkanlah potensi / talenta (bakat) yang ia

miliki. Bila anak menikmati suatu aktifitas, ia akan memiliki citra diri(sel-image)

yang lebih positif dan dapat berlanjut pada aktifitas-aktifitas lain.

Page 17: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Contohnya : meningkatkan kesenangannya & kenikmatan yang diperoleh anak

dari kegiatan renang-nya sekaligus dengan mendukungnya pada bidang akademis.

7.Bantu anak untuk mencapai kesuksesannya :

Mengenali kemampuan anak, memberi s e m a n g a t untuk mencoba

mengembangkan kemampuan tersebut. Jika orangtua tidak melindungi anaknya

dari harapan-harapan yang tidak realistis , maka rasa bersaingnya (kompetisi-nya)

akan terancam. Pastikan bahwa anak percaya b a h w a orangtuanya menghargai-

nya karena siapa diri-nya, bukan karena penampilanya.

8.Lindungi anak dari orang-orang yang dapat merusak self-esteemnya

Dengan pola asuh ini selama 3 tahun pertama kehidupan anak telah dapat

dipertahankan hubungan yang erat dengan anak , maka orangtua telah

memberikan dasar yang kuat mengenai nilai-nilai tentang rumah, k e l u a r g a

dan h u b u n g a n interpersonal-nya. Sebagai hasilnya, anak dapat

mengembangkan hati nurani dan rasa hormat terhadap kebijaksanan pengasuhan

sehingga dimasa yang akan datang anak dapat memasuki kehidupan nyata dengan

aman tanpa harus terhanyut dengan pergaulan yang negative.Hati-hati dengan

pemilihan teman-teman baik disekolah ataupun diluar sekolah, karena nilai-nilai

(values) & konsep diri anak dipengaruhi oleh orang-orang yang memiliki peran

penting dalm hidupnya seperti saudara, guru, teman-teman dll.

9.Berikan tanggung jawab pada anak :

Dengan melibatkan anak pada aktifitas dirumah maupun diluar rumah,

memberikan tugas-tugas rumah tangga, dapat membantu mereka merasa

berharga,menyalurkan tenaga mereka ke perilaku yang bermanfaat dan

mengajarkan ketrampilan-ketrampilan.

Sumber : http://daneshvara.multiply.com/journal/item/8

Komentar : Tinggalkan sebuah Komentar »

Kategori : Tuna Rungu

Informasi Tentang Anak Tuna Rungu, Belajar   Mendengar

28 11 2009

Page 18: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

Oleh: Dr. Rosmadewi, And.TW dalam Makalah “Mengajar Anak Bicara” yang

diberikan pada Simposium Sehari “Mengenal Keterlambatan Wicara Pada Anak”

(7 Agustus 2004)

Mar 17, ’08 10:26 AM

Aktivitas sehari-hari pada anak-anak dapat digunakan untuk meningkatkan

pendengaran, ujaran, bahasa dan berpikir. Perkembangan untuk meningkatkan

pendengaran, terbagi dalam 3 bagian:

1. Diskriminasi fonem dalam suku kata.

2. Diskriminasi perkataan dalam ungkapan.

3. Memori auditori.

Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan

wicaranya berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis

harus mulai dari apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut.

Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian dikembangkan dalam bahasa lisan,

disesuaikan dengan cara berkomunikasi.

Dalam meningkatkan fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara pendengaran,

wicara, bahasa dan pemikiran di dalam semua aktivitas sehari-hari, dimana

sasaran itu digolongkan di dalam 1 aktivitas. Belajar mendengar tidak

berhubungan dengan umur.

1. Meningkatkan pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat dengan

pengguna Alat Bantu Dengar.

2. Mengurangi bunyi bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, AC dan

sebagainya.

3. Bantu anak-anak itu dengan cara menggunakan “motherese” agar wicaranya

lebih jelas.

4. Pilih aktivitas yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut.

Tahapan-Tahapan Peningkatan Kemampuan Pendengaran:

1. Deteksi

Untuk mengetahui ada atau tidaknya bunyi dilakukan dalam permainan, dimana

anak-anak belajar memberi jawaban terhadap bunyi yang ia dengar. Frekuensi

vocal yang mudah seperti (oo), yang sedang (ah) dan (brem-m-m), lebih mudah

Page 19: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

dideteksi oleh anak-anak, oleh karena mereka sering mendengar bunyi-bunyi

konsonan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan bunyi-bunyi konsonan (m-m-m),

(b-b-b) dan bisikan (baa), maka akan menambah pengenalan pendengaran.

2. Diskriminasi

Membedakan bunyi dalam hal kualitas, intensitas, durasi dan nada. Apabila anak-

anak keliru dalam berkata, maka mereka harus belajar membedakan bunyi dulu.

3. Identifikasi

Bila anak-anak itu mulai menggunakan perkataan yang bermakna, maka orang tua

dapat menambah bagaimana pendengaran anak tersebut dalam pembendaharaan

katanya melalui permainan atau aktivitas sehari-hari.

4. Pemahaman

Dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, bercerita dan memberikan lawan kata.

Perkembangan Kemampuan Pendengaran

Perbedaan fonem dalam suku kata:

• Menanggapi variasi vokal. Contoh: /u/, /a/, /i/ dan suara (br-r-r).

• Menanggapi variasi konsonan. Contoh: (m-m-m), (b-b-b) dan (wa-wa).

• Peniruan gerakan fisik (permulaan untuk bicara).

• Mempergunakan peniruan kiu tangan (untuk produksi fonem spontan).

• Peniruan kualitas variasi suara supra segmental pada fonem atau variasikan

nada, irama dan durasi. Contoh: (ae-ae) (ae-ae), (ma) (ma), (m-a-a-a).

• Peniruan pertukaran vokal diftong. Contoh: (a-u) (u-i) (a-i).

• Peniruan variasi konsonan pada friktatif (gesekan, mis: f-v), nasal (sengau, mis:

m-ng) dan posif (letusan, mis: p-t). Contoh: /h/ /h/ dengan /m/ /m/ /m/ dengan

/b/ /b/.

• Peniruan konsonan bersuara dan tidak bersuara, contoh: /b/ /b/ dengan /p/ /p/,

kemudian variasikan dengan vokal. Contoh: (bo-bo) (pae-pae).

• Peniruan suku kata dengan konsonan-vokal. Contoh: (ba-bo), (mi-mu).

• Ganti komponen yang berlainan dan variasikan dengan vokal. Contoh: (ma-ma)

(no-no); (bi-bi) (go-go).

• Variasikan suku kata konsonan dengan vokal yang sama. Contoh: (bi-di), ko-

go).

Perbedaan perkataan dalam ungkapan:

Page 20: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

• Memperkenalkan bunyi untuk kata yang bermakna. Contoh: ngung-ngung

pesawat, ngeng-ngeng motor; tut-tut kereta api.

• Memperkenalkan 2 suku kata berlainan pada kata yang bermakna. Contoh:

pisang, bunga.

• Memperkenalkan kata yang bermakna konsonan awal sama dan vokal yang

bervariasi. Contoh: bola, botak, bonsai.

• Memperkenalkan kata-kata yang bermakna dengan perbedaan konsonan yang

khas untuk p.o.a (point of articulation-penempatan alat ucap) dan m.o.a (manner

of articulation -caranya).

• Memperkenalkan konsonan awal yang sama dan konsonan akhir yang berlainan.

Contoh: cap, cat.

Memori Pendengaran:

• Mulailah dengan suara-suara yang berhubungan. Contoh: tik-tok dengan moo-

oo-oo.

• Memahami dan melakukannya. Contoh: tutup pintu, buka pintu.

• Memperkenalkan kalimat dan mengulang kata-kata terakhir, kemudian kata-kata

tengah. Contoh: Di mana bola kemudian lempar, lempar, lempar. Pegang hidung,

hidung, hidung mancung.

• Memperkenalkan kalimat, dimana kata akhir diletakkan di tengah. Contoh:

Ambil gelas kemudian letakkan gelas di atas meja.

• Pilih 2 objek kata dalam 1 kalimat. Contoh: Beri saya bola dan sepatu. Cuci

kedua tanganmu.

• Memperkenalkan obyek dengan cara mendengarkan uraian dalam kalimat.

Contoh: Bila engkau mempunyai sayap, engkau dapat melakukan terbang ke atas

langit.

• Pilih 3 unit:

- 3 obyek. Contoh: saya mau buku, jeruk dan topi.

- Kata benda, kata depan. Contoh: anjing itu di bawah kursi.

- 2 obyek dan penghubung. Contoh: beri saya apel bukan jus apel.

- 2 kata benda ditambah kata kerja. Contoh: kuda dan ayam sedang minum,

boneka dan kucing duduk di kursi.

- 1 kata kerja dan 2 obyek. Contoh: cuci tangan dan kaki.

Page 21: ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU.docx

• Memperkenalkan 4 sampai 5 unit:

- 4 obyek. Contoh: beri saya apel, buku, pensil dan penghapus.

- 2 kata kerja. Contoh: bapak sedang tidur dan ibu sedang duduk.

- Variasikan perbedaan kata penghubung, kata depan dan kata kerja. Contoh:

ambil apel atau nanas di samping gelas itu atau berikan ibu jam bukan gelang.

- Menambah keterangan waktu. Contoh: sebelum kamu tidur harus gosok gigi

dulu.

- Menambah uraian dalam kalimat. Contoh: Bapak makan kue dan minum teh

kemudian duduk di depan televisi.

• Melakukan percakapan dari topik yang telah diketahuinya.

• Mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan.

• Melakukan percakapan dengan topik yang diketahui oleh keluarganya.

http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-rungu/