makalah seminar apendisitis askep

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai pada anak. Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis didiagnosa per tahun, rata- rata usia anak yang mengalami apendisitis adalah 10 tahun. Di Amerika Serikat angka kematian akibat apendisitis 0.2- 0.8% (Santacroce & Craig, 2006). Di Indonesia Apendisitis menjadi penyakit terbanyak diderita dengan urutan keempat tahun 2006 setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis (DepKes RI, 2006). Kelompok usia yang umumnya mengalami apendisitis yaitu pada usia 10 – 30 tahun. Satu dari 15 orang pernah mengalami apendisitis dalam hidupnya (Sisk, 2004). Apendisitis lebih sering terjadi di negara-negara maju, pada masyarakat barat (Sulu, Gunerhan, Ozturk & Arslan, 2010). Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat urban Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang Caucasian, insiden apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian (Carr, 2000). Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah serat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Upload: ferinable

Post on 21-Dec-2015

284 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

vvvvvvvv

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Seminar Apendisitis Askep

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering

dijumpai pada anak. Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis didiagnosa per tahun,

rata-rata usia anak yang mengalami apendisitis adalah 10 tahun. Di Amerika Serikat

angka kematian akibat apendisitis 0.2-0.8% (Santacroce & Craig, 2006).

Di Indonesia Apendisitis menjadi penyakit terbanyak diderita dengan urutan keempat

tahun 2006 setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis (DepKes RI, 2006). Kelompok usia

yang umumnya mengalami apendisitis yaitu pada usia 10 – 30 tahun. Satu dari 15 orang

pernah mengalami apendisitis dalam hidupnya (Sisk, 2004).

Apendisitis lebih sering terjadi di negara-negara maju, pada masyarakat barat (Sulu,

Gunerhan, Ozturk & Arslan, 2010). Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat

urban Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang

Caucasian, insiden apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian (Carr, 2000).

Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam

masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan

rendah serat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak

sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Makanan rendah serat memicu terbentuknya fecalith yang dapat menyebabkan obstruksi

pada lumen appendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007).

Apendisitis dapat disebabkan oleh penyebab lainnya antara lain; hyperplasia jaringan

limfoid, infeksi virus, parasit Enterobius vermicularis yang dapat menyumbat lumen

appendiks (Hockenberry & Wilson, 2007).

Gejala klasik yang terjadi pada anak yang menderita apendisitis antara lain nyeri

periumbilikal, mual, muntah, demam, dan nyeri tekan pada kuadaran kanan bawah perut,

(Marianne, Susan & Loren, 2007).

Page 2: Makalah Seminar Apendisitis Askep

Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui

beberapa tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign, dan Jump Sign, (Lynn,

Cynthia & Jeffery, 2002).

Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan segera untuk

mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Apendiktomi

merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan segera mungkin

untuk mengurangi risiko perforasi (Brunner & Suddarth, 2001).

1.2 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien apendisitis.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari apendisitis.

2. Untuk mengetahui etiologi dari apendisitis.

3. Untuk mengetahui klasifikasi dari apendisitis.

4. Untuk mengetahui komplikasi dari apendisitis.

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari apendisitis.

Page 3: Makalah Seminar Apendisitis Askep

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Apendisitis

Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil yang panjangnya kira-kira 10 cm (4

inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan

mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif

dan lumennya kecil, apendiks cenderung terjadi sumbatan dan terutama rentan terhadap

infeksi (apendisitis) (Smeltzer, 2001: 1097).

Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks dan menjadi penyebab umum

terjadinya tindakan emergency bedah abdomen pada anak (Hockenberry & Wilson,

2008). Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks, sebuah kantung

buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh

obstruksi pada lumen appendiks (Luxner, 2005). Jadi dapat disimpulkan apendisitis

merupakan peradangan yang terjadi pada appendiks (kantung buntu yang berhubungan

dengan akhir secum) yang disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks.

2.2 Etiologi Apendisitis

Penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga

abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7 %

dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup

mereka; pria lebih sering diperngaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering pada

orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering

terjadi antara usia 10 dan 30 tahun (Smeltzer, 2001: 1097).

Etiologi apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi lumen

appendiks. Obstruksi lumen pada appendiks yang menyebabkan apendisitis antara lain

karena; material feses yang keras (fecalith), hyperplasia jaringan limfoid, dan infeksi

virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lainnya dari apendisitis antara lain;

benda asing, infeksi bakteri, parasit, dan tumor appendiks atau sekum (Lynn, Cynthia, &

Jeffery, 2002).

Page 4: Makalah Seminar Apendisitis Askep

2.3 Klasifikasi Apendisitis

Terdapat Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan kronis

(Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

1. Apendisitis Akut

Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda setempat.

Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri

visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan

penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada

titik ini nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatic setempat (Sjamsuhidayat, 2005).

Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk

apendisitis akut. Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah perforasi.

Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses periapendisitis yaitu terkumpulnya pus

yang terinfeksi bakteri. Appendiks menjadi terinflamasi, bisa terinfeksi dengan bakteri, dan

bisa dipenuhi pus hingga pecah, jika appendiks tidak diangkat tepat waktu. Pada apendisitis

perforasi isi pus yang di dalam appendiks dapat ke luar ke rongga peritoneum. Gejala dari

apendisitis perforasi mirip dengan gejala apendisitis akut biasa, namun keluarnya pus dari

lubang appendiks menyebabkan nyeri yang lebih saat mencapai rongga perut (Lee, 2009).

2. Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu;

pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling

sedikit 3 minggu tanpa alternative diagndosis lain. Kedua, setelah dilakukan appendiktomi

gejala yang dialami pasien akan hilang dan yang ketiga, secara histopatologik gejalanya

dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif pada dinding appendiks atau

fibrosis pada appendiks, (Santacroce & Craig, 2006). Gejala yang dialami oleh pasien

apendisitis kronis tidak jelas dan progresifnya lambat. Terkadang pasien mengeluh

merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah yang intermiten atau persisten selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

2.4 Manifestasi Klinis Apendisitis

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam disertai oleh demam

rigan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila

Page 5: Makalah Seminar Apendisitis Askep

dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan

dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat

konstipasi atau diare tidak bergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiktis. Bila

apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbar;

bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan

rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujungan apendiks berada dekat rektum; nyeri pada

saat perkemihan menunjukkan bahwa apendiks berada didekat kandung kemih atau ureter.

Adanya kekakuan pada bagian otot rektus kanan dapat terjadi (Smeltzer, 2001: 1098).

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yan secara

paradoksial meyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah

ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitis, dan

kondisi pasien memburuk (Smeltzer, 2001: 1099).

2.5 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,

kemungkinan oleh fekalit massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi

meningkatkan tekanan inflmasi, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat

secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen.

Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus (Smeltzer, 2001: 1097).

Berdasarkan definisi, apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis. Karena

struktur yang terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan

multiplikasi. Apendisitis dapat terjadi pada segala usia kendati lebih sering ditemukan pada

remaja dan dewasa muda (Chang, 2009: 313).

Kemungkinan penyebab apendisitis meliputi obstruksi lumen apendiks oleh faecalith

(massa feses yang keras), batu, benda asing, tumor, atau edema; pelekukan apendiks;

pembengkakan dinding usus; dan oklusi eksternal usus oleh pelekatan. Terlepas dari

penyebabnya, ketika apendiks tersumbat, tekanan didalam lumen meningkat. Keadaan ini

mengganggu suplai darah sehingga terjadi inflamasi, edema, nekrosis, gangren atau perforasi

(Chang, 2009: 313).

Page 6: Makalah Seminar Apendisitis Askep

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium dan sinar-x.

Hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah darah putih.

Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat

menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran-udara terlokalisasi (Smeltzer,

2001: 1099).

Diagnosis apendisitis dibuat, terutama berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik pasien.

Namun, hasil pemeriksaan laboratorium akan membantu menegakkan diagnosis yang benar.

Hasil abnormal meliputi kenaikan jumlah sel darah putih dan protein C-reaktif kendati kedua

hasil pemeriksaan ini tidak khas hanya pada apendisitis. Sinar-X dan USG abdomen dapat

mengungkapkan kepadata pada abdomen kuadran kanan bawah atau distensi lokal pada usus

kendati hasil radiograf yang negatif tidak boleh digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan diagnosis apendisitis (Chang, 2009: 313).

2.7 Penatalaksanaan Apendisitis

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan

cairan IV ddiberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah

diagnosa ditegakkan (Smeltzer, 2001: 1099).

Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin

untuk menurunkan risiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum

atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode

terbaru yang sangat efektif (Smeltzer, 2001: 1099).

Tidak ada terapi farmakologi yang spesifik untuk apendisitis. Terapi, terutama terdiri

dari pengangkatan apendiks dengan pembedahan. Asuhan pra bedah meliputi pemberian

infus dan antibiotik. Karena perforasi dapat terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam sesudah

awitan gejala, laparotomi merupakan satu-satunya tindakan yang aman jika apendisitis

merupakan diagnosis sementara. Bayak uji coba memperlihatkan efektivitas terapi antibiotik

prabedah dalam menurunkan komplikasi infeksi, akan tetapi, jika yang ditemukan hanya

apendisitis akut sederhana, pemberian antibiotik lebih dari 24 jam tidak membawa manfaat

(Chang, 2009: 314).

Page 7: Makalah Seminar Apendisitis Askep

Karena adanya orgaisme Gram-negatif didalam usus, terapi antibiotik harus meliputi

pemberian sefalosporingenerasi-ketiga yang efektif melawan banyak bakteri Gram-Negatif.

Contoh sefalosporin generasi-ketiga adalah sefotaksim, seftriakson, dan seftazidim. Ketiga

preparat ini menghancurkan bakteri dengan menghambat sintesis dinding selnya (Chang,

2009: 314).

2.8 Komplikasi Apendisitis

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang

menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32% . insiden lebih

tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.

Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri

atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer, 2001: 1099).

2.9 Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian

Riwayat kesehatan meliputi gambaran lengkap masalah telinga, termasuk infeksi

otalgia, otorea, kehilangan pendengaran. Data dikumpulkan dari durasi dan

intensitas masalahnya, penyebab, dan pengangan sebelumnya. Informasi perlu

diperoleh mengenai masalah kesehatan lain dan semua obat yang diminum pasien.

Selain itu, pertanyaan mengenai alergi obat dan riwayat keluarga penyakit

telingan harus ditanyakan.

Pengkajian fisik meliputi observasi adanya eritema, edema, otoria, lesi,dan bau

cairan yang keluar. Hasil audiogram harus dikaji (Smeltzer, 2001).

2.5.2 Diagnosa

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnose yang mungkin mucul meliputi:

1. Ansietas yang berhungan dengan prosedur pembedahan, potensial kehilangan

pendengaran, potensial gangguan pengecap dan potensial kehilangan gerakan

vasial.

2. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan mastoid .

3. Resiko terhadap infeksi bd mastoidektomi Pemasangan graft protesis, dan

elektroda, trauma beda terhadap jaringan dan struktur disekitarnya.

Page 8: Makalah Seminar Apendisitis Askep

4. Perubahan persepsi sensori auditoris bd kelainan telingan / pembedahan

telinga.

5. Resiko terhadap trauma bd kesulitan keseimbangan / vertigo Selama periode

pasca operasi segera.

6. Perubahan persepsi sensoro bd potensial kerusakan nervus vasialis( nervus

kranialis Vll) dan saraf korda timpani.

7. Kerusakan integritas kulit bd pembedahan telinga, insisi, dan tempat graft.

8. Kurang pengetahuan mengenai penyakit mastoid, prosedur bedah dan asuhan

pascaoperatif dan harapan.

BAB III

PEMBAHASAN

Kasus:

Seorang pasien bernama Nn. Aq saat ini menjalani hari ke 2 dirawat di RSUD AA. Ketika

dilakukan pengkajian oleh perawat, pasien mengeluhkan nyeri di kuadran kanan bawah.

Nyeri hilang timbul dan bisa muncul meskipun dalam keadaan istirahat. Pasien juga

mengeluhkan mual sehinggan pasien menjadi tidak selera makan. Klien tampak lemah dan

pucat. Didapatkan hasil TTV Td=110/90 mmHg, Hr= 84x/i, Sh= 37o C, dan RR= 19x/i.

Diagnosa medis pasien adalah apendisitis. Pasien mengatakan sebelumnya suka

mengkonsumsi makanan pedas. Pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC=9000,

HGB=12 dan PLT=276.000. selain itu pasien mendapatkan terap medikasi cepotaxin dan

ketorolax.

Page 9: Makalah Seminar Apendisitis Askep

Pengkajian:

1. Anamnesa

a. Identitas pasien

1) Inisial nama : Tn. Aq

2) Usia : 13 tahun

3) Jenis kelamin : perempuan

4) Agama : Islam

5) Suku : Melayu

6) Pendidikan : SMP

7) Alamat : jalan satria no. 117

2. Riwayat penyakit

a. Keluhan utama

1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah

2) Rasa mual

b. Riwayat penyakit sekarang

Sebelumnya pasien suka makanan yang pedas/ cabe, pada awalnya pasien

mengeluhkan nyeri di abdomen kuadran kanan bawah, semakin lama pasien

merasakan nyeri semakin bertambah. Pasien pun mengalami penurunan selera

makan karena adanya rasa mual.

Diagnosa medis adalah apendisitis.

c. Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada.

d. Riwayat penyakit keluarga (Genogram)

Tidak ada dan tidak dilakukan pengkajia genogram.

e. Riwayat alergi

Tidak ada

3. ROS (review of system)

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran / GCS : compos mentis

c. Tanda vital : TD: 110/90 mmHg Nadi: 84 x/i Suhu: 37oC RR : 19 x/i

d. Pernapasan

Page 10: Makalah Seminar Apendisitis Askep

1) Bentuk dada : Normoches

2) Pola napas/ irama : Teratur/ reguler

3) Suara napas : normal

e. Kardiovaskuler

1) Irama jantung : Regular/ teratur

2) S1/S2 tunggal : S1 dan S2 tunggal, tidak ada bunyi tambahan

3) Bunyi jantung : lup dup

4) CRT : < 3 derik

5) Akral : Hangat

6) JVP : tidak dilakukan tindakan

f. Persyarafan dan pengindraan

Refleks fisiologis : Normal, tidak ada kelainan

Refleks patologis : Tidak ada kelainan dari lahir

Istirahat/ tidur : 7 jam/ hari

Gangguan tidur : Susah tidur dimalam hari karena nyeri hilang timbul

Pusing : tidak ada

Nyeri : ada Skala nyeri: 8 Lokasi: abdomen kuadran kanan

bawah Durasi: 3-5 menit

g. Penglihatan

1) Skelra : Tidak ikterik

2) Pupil : Mengecil jika terkena cahaya

3) Konjungtiva : tidak anemis

4) Gangguan pendengaran : tidak ada gangguan pendengaran

5) Bentuk hidung : simetris

h. Perkemihan

1) Keluhan : tidak ada keluhan saat BAK

2) Alat bantu : tidak menggunakan alat bantu

3) Bladder : tidak ada nyeri tekan

4) Produksi urin : warna: kuning Bau: khas

5) Intake cairan : Parenteral ± 500 cc/hari

i. Pencernaan

1) BB: 44 kg

2) Mukosa mulut : Bibir kering

3) Gigi : tidak ada caries pada gigi

Page 11: Makalah Seminar Apendisitis Askep

4) Tenggorokan : tidak ada nyeri saat menelan

5) Abdomen : nyeri abdomen kuadran kanan bawah

6) BAB : belum ada BAB

7) Diet

Frekuensi : 3x/hari

Jenis : bubur

j. Musculoskeletal/ integumen

1) Pergerakan sendi : sendi bebas, tidak ada gangguan

2) Kulit : lembut dan tidak kering

3) Turgor : elastis

4) Luka dan balutan : tidak ada

k. Personal hygyne

1) Mandi /dilap : - x/hari Sikat gigi : 2 x/hari

2) Keramas : - x/hari Kuku : pendek dan bersih

3) Rambut : bersih

4) Ganti pakaian : 1x/hari

l. Psiko-sosio-spritual

1) Persepsi klien terhadap penyakitnya : klien takut dan cemas dengan

penyakitnya

2) Ekspresi klien terhadap penyakitnya : klien tampak tenang namun

terlihat pucat

3) Reaksi saat interaksi : klien kurang kooperatif

m. Pemeriksaan laboratorium/ penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

WBC 9.000 5.000-10.000

HGB 12 12-14 (wanita)

14-16 (pria)

PLT 276.000 150.000-450.000

Page 12: Makalah Seminar Apendisitis Askep

n. Terapi Medikasi

Obat Dosis Kegunaan Efek Samping

cepotaxin Sebagai obat

infeksi bakteri

Radang pada

tempat suntikan

ketorolax ½ ampul Anti nyeri

(analgesik)

Ulkus, perdarahan

saluran cerna dan

perforasi

FORMAT ANALISA DATA

No. Data Bagan etiologi Masalah keperawatan

1 DS:

Klien mengatakan nyeri

dibagian perut kanan

bawah dan nyeri bisa

muncul saat kedaan

istirahat. Skala nyeri: 8.

Klien mengatakan nyeri

hilang timbul.

DO:

Klien tampak pucat, lemah

dan sesekali memegang

area nyeri. TD: 110/90

Sh:37,5oC HR: 84x/i RR:

19x/i

sering makan cabe

massa keras feses

obstruksi lumen

suplai aliran darah

menurun

mukosa terkikis

peradangan pada apendiks

nyeri

Gangguan rasa nyaman

nyeri

2 DS:

Klien mengatakn ketika

penyebab belum diketahui Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

Page 13: Makalah Seminar Apendisitis Askep

sedang makan muncul rasa

mual, tidak ada nafsu

makan

DO: klien tampak pucat

dan lemah

kerja fisik yang keras

massa feses keras

obstruksi umen

suplai darah menurun

distensi abdomen

menekan gaster

peningkatan produk HCl

mual, muntah

perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

tubuh

Diagnose keperawatan:

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan pada HCl, tekanan pada

abdomen

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 1. Gangguan rasa

nyaman nyeri

b.d distensi

jaringan usus

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

3x24 jam diharapkan

nyeri hilang/ berkurang.

1. Kaji nyeri, catat lokasi dan

karakteristik nyeri

2. Pertahankan istirahat dengan

posisi semi fowler

Page 14: Makalah Seminar Apendisitis Askep

oleh inflamasi KH: -skala nyeri <5

- klien merasa nyaman

3. Ajarkan teknik relaksasi

napas dalam

4. Kolaborasi: analgesik

2 1. Perubahan

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh b.d

peningkatan

pada HCl,

tekanan pada

abdomen

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x24 jam

diharapkan nafsu makan

meningkat.

KH: - intake cairan

seimbang - mual teratasi

1. Lakukan oral higiene pada

klien

2. Berikan makanan sedikt tap

sering

3. Kolaborasi dalam pemberian

obat-obatan

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 15: Makalah Seminar Apendisitis Askep

Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil, melekat pada sekum tepat dibawah katup

ileosekal, berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung terjadi sumbatan dan

terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis).

3.2 Saran

Diharapkan penulisan makalah ini bisa memberikan masukan untuk tambahan ilmu

bagi mahasiswa ilmu keperawatan yaitu tentang apendisitis, dan menjadikan ilmu yang

bermanfaat ini untuk pengaplikasiannya dan praktik bila menghadapi kasus apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester. 2009. Patofisiologi: Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.

Edisi 8. Jakarta: EGC.

http://www.search?q=pdf+asuhan+keperawatan+apendisitis&oq diakses tanggal 4 April

2015.