makalah psikopen. teori belajar kognitif
DESCRIPTION
psikologi pendidikanTRANSCRIPT
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Disusun untuk memenuhi tugas dalam menempuh
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Ibu Nursaadah
Disusun oleh :
Yulianto Wahyu Saputra (3101410094)
Achmad Albar(3101412058)
Karina Dwika Briliyana (3101412128)
Nurul Istikomah (3101412136)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Proses pengamatan terhadap objek itu dapat berlangsung secara sadar, atau sebaliknya
tidak disadarinya, atau bahkan bisa dilakukan secara setengah sadar. Pengkajian terhdap
belajar materi verbal yang bermakna ini sngat penting mengingat proses belajar yang terjadi
di dalam kelas berlangsung dalam proses komunikasi yang berisi pesan-pesan yang berkaitan
dnegan fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan teori kognitif tentang belajar?
2. Bagaimana teori pengolahan informasi tentang belajar?
3. Bagaimana pandangan teori konstruktivisme tentang belajar?
4. Bagaimana penjelasan tentang lupa dan ingat?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pandangan teori kognitif tentang belajar.
2. Menjelaskan teori pengolahan informasi tentang belajar.
3. Menjelaskan teori knstruktivisme tentang belajar.
4. Menjelaskan tentang lupa dan ingat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pandangan tentang Belajar
Pikiran yang berada pada diri manusia adalah alat yang sangat bermanfaat dalam
pembuatan makna dari suatu objek atau stimulus. Dari setiap mili detik, manusia melihat,
mendengar dan merasakan sesuatu, dan pada saat itu juga dia memutuskan apa yang sedang
diamatinya, menghubungkannya dnegan apa yang telah diketahui sebelumnya, dan membuat
keputusan apakah objek yang telah diamati itu perlu disimpan ataukah dilupakan begitu saja.
Pengkajian terhadap teori belajr kognitif memerlukan penggambaran tentang perhatian,
memori, elaborasi, rehearsal, pelacakan kembali, dan pembuatan informasi yang bermakna.
Untuk mengkaji pelbagai konsep tersebut.
Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus
yang di luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor intnal
itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan
pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus.
Berdasarkan pada pandangan diatas, teori psikologi kognitif memandang belajar
sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktifitas belajar
pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni pengolahan
informasi.
Teori belajar konsturktivistik menyatakan bahwa pendidik tidak dapat memberikan
pengetahuan kepada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik harus mengkonstruksikan
pengetahuannya sendiri.
Peran pendidik adalah: (a) memperlancar proses pengkonstruksian pengetahuan dengan
cara membuat informasi scara bermakna dan relevan dengan peserta didik, (b) memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan atau menerapkan gagasannya
sendiri, dan (c) membimbing peserta didik untuk menyadari dan secara sadar menggunakan
strategi belajarnya sendiri (Slavin, 1994).
Intisari dari teori belajar konstuktivisme adlah bahwa belajar merupakan proses
penemuan (discovery) dan transformasi informasi belajr dipandang sebagai orang yang secara
konstan memeriksa informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip (rules) yang telah
dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi
yang baru diperoleh. Agar peserta didik mampu melakukan kegiatan belajar, maka dia harus
melibatkan diri secara aktif.
2.2. Teori Belajar Pengolahan Informasi
Berbagai informasi yang memasuki pikiran setiap orang adalah melalui alat alat
penginderaan, seperti melihat, mendengar atau merasakan.Setiap informasi yang masuk ke
dalam alat penginderaan itu sebagian ada yang diabaikan dan ada yang masuk kedalam alat
penginderaan tanpa disadari. Namun ada sebagian informasi disimpan sebantar di dalam
memori dan kemudian dilupakan.
Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap memori manusia untuk membatu para
pakar teori belajar dalam menggambarkan proses mengingat taupun melupakan informasi
Dalam model pangolahan informasi (Gage dan Berliner, 1984) tampak bahwa stimulus
fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan
disimpan secara cepat di dalam sistem panampungan penginderaan jangka pendek
(STSS).Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori
jangka pendek (STM) dan sistem panampungan memori kerja (WM). Informasi dalam STM
dan WM jika dilang ulang ataupun disandikan maka dapat dimasukan dalam memori jangka
panjang (LTM). Berikut di deskribsikan masing masing komponen dalam teori pengolahan
informasi.
1. Pengampungan Kesan-kesan Penginderaan Jangka Pendek (STSS)
Komponen pertama sistem memori yang berfungsi menerima informasi baru adalah
pusat penampungan kesan kesan penginderaan atau disebut juga memori
ingderawi.komponen ini berfungsi menerma dan menahan informasi dalam waktu yang
sangat singkat.Pusat penampungan kesan kean penginderaan ini menerima informasi dalam
jumlah yang sangat banyak yang dihasilkan dari proses penginderaan dan menahanya dalam
waktj yang sangat singkat yaitu tidak lebih dari 2 detik. Apabila informasi itu tidak
diperhatikan maka informasi itu akan segera hilang.
Gage dan Berliner (1984) menyatakan bahwa stimulus yang berasal dari luar sebagian
besar mampu membangkitkan respon seseorang. Stimulus yang mampu membangkitkan
perhatian dapat dikelompokan dalam 4 kategori yaitu :
Stimulus psikofisik
Variasi intensitas, ukuran suara dan warna suatu stimulus dapat memunculkan respon
tertentu.pendidik yang mengajar dengan menggunakan metode ceramah dan suaranya
berirama secara teratur, misalnya suara agak dikeraskan dengan suara agak dikeraskan
dengan maksud memberi tekanan pada isi ateri tertentu, maka dapat membangkitkan respon
pada diri peserta didik.
Stimulus emosional
Banyak stimulus yang mampu membangkitkan respon emosi seseorang. Pendidik yang
mampu mendramatisir materi pelajaran, maka akan mampu memnagkitkan emosi peserta
didik yang pada akhirnya peserta didik cepet memahami pelajaran baru.
Stimulus kesenjangan
Stimulus yang mampu membangkitkan perhatian sebagian terhgantung pada efek
kebaharuan, kompleksitas, dan keunikannya.Pendidik dalam menjelaskan materi dengan
menggunakan gambar, dan memberikan sedikit tulisan sebagai penjelasan akan lebih menarik
dibandingkan dengan ketika pendidik memberikan banyak tulisan dalam menjelaskan materi
pelajaran.
Manding stimuli
Mand merupakan pernyataan verbal yang memiliki konsekuensi tinggi.dalam
pembelajaran misalnya, pendidik pada waktu menjelaskan materi pelajaran tiba tiba
menyatakan “Nah! Sekarang perhatikan benda benda disekeliling kamu!”. Pernyataan verbal
ini memberi konsekuensi tertentu sehinngga peserta didik segera memperhatikan benda
n=benda yang ada di sekelilingnya.
2. Memori Jangka Pendek (STM) dan Memori Kerja (WM)
Kapasitas penampungan ini terbatas, kurang lebih tujuh penggal informasi.informasi
dapat digeser oleh informasi baru.STM adalah memori kesadaran , yakni seseorang
menyadari adanya informasi.
Informasi yang diamati dan diperhatikan oleh seseorang akan masuk ke dalam memori
jangka pendek (STM) atau memori kerja (WM) melalui STSS. STM merupakan bagian dari
memori dimana suatu informasi pada akhirnya dipikirkan untuk disimpan. Apabila seseorang
berhenti memikirkakn informasi yang baru masuk, maka informasi akan segera hilang dari
STM nya.
Salah satu cara untuk menyimpan informasi ke dalam STM adalah memikirkan atau
mengucapkanya secara terus menerus. Proses mempertahankan informasi di dalam STM
melalui pengulangan disebut reharsal.Reharsal ini penting dalam belajar karena semakin lama
informasi itu berada di STM , semakin besar peluangnya untuk dialihkan kedalam LTM.
3. Memori Jangka Panjang (LTM)
Memori jangka panjang (LTM) adalah bagian dari sistem memori dimana seseorang
menyimpan informasi untuk periode waktu yang lama. LTM memiliki kapasitas yang tidak
terbatas dalam penyompanan informasi.
Para teorisi belajar kognitif membagi memori jangka panjang ke dalam 3 bagian, yaitu :
Memori episodik
Memori episodik adalah memori tentang pengalaman personal yakni semacam
gambaran mental mengenai sesuatu yang telah dilihat atau di dengar
Memori semiantik
Berisi tentang fakta dan informasi tergeneralisasi ynag telah diketahui sebelumnya,
konsep konsep, prinsip- prinsip, dan cara menggunakan informasi tersebut serta keterampilan
pemecahan masalah dan strategi belajar
Memori prosedural
Memori prosedural menunjuk pada pengetahuan tentang cara mengerjakan sesuatu,
terutama dalam tugas tugas fisik.
Memori epidosik, semantik, dan prosedural memiliki perbedaan dalam cara
penyimpanan dan mengorganisir informasi. Informasi dalam memori episodik disimpan dala
bentuk bayangan yang diatur berdasarkan kapan dan bagaimana peristiwa itu terjadi.
Informasi dalam memori semantik diatur dalam bentuk jaringan sejumlah gagasan yang oleh
Piaget disebut skema.Informasi dalam memori prosedural disimpan dalam bentuk pasangan
stimulus respon yang kompleks.
2.3. Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat.Pendidik bukanlah orang yang mampu
memberikan pengetahuan kepada peserta didik,sebab peserta didik yang harus
mengkonstruksikan pengetahuan didalam memorinya sendiri.Tugas utama seorang pendidik
adalah:
1.Memperlancar peserta didik dengan cara mengajarkan cara-cara membuat informasi
bermakna dan relevan dengan peserta didik
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan
gagasannya sendiri
3.Menanamkan kesadaran belajar dan menggunakan strategi belajarnya sendiri.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai
kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Inti sari teori konstruktivisme adalah bahwa
peserta didik harus menemukan dan menstranformasikan informasi kompleks kedalam
dirinya sendiri. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap
orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan
merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai
suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi
proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses
belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata
pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau
pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena
yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang
dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal,
akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah
hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi
yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna.
Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh
setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama
tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Penentuan strategi belajar umumnya tidak seluryhnya efektif bagi setiap orang.Menurut
Thomas dan rohwer(slavin,1994) menyajikan beberapa prinsip belajar efektif:
1.spesifikasi :strategi belajar hendaknya sesuia dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta
didik.
2.Pembuatan: strategi belajar yang efektif memungkinkan seseoramg mengerjakan kembali
materi yang telah dipelajari,dan membuat sesuatu menjadi baru.
3.Pemantauan yang efektif: peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan
strategi belajar dan manfaatnya.
4.Kemujaraban personal: peserta didik harus memiliki kejelasan bahwa belajar akan berhasil
apabila dilakukan secara sungguh-sungguh.
Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan
dalam dunia sebenarnya.
2. Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai
panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan
murid.
4. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7. Mmencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
penemuan.
2.4. Lupa dan Ingat
Pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran orang yang belajar adalah sebagai
berikut: mengapa seseorang mengingat sesuatu dan melupakan yang lain? Mengapa
seseorang dapat mengingat hal sepele yang terjadi setahun yang lalu namun lupa
terhadapsesuatu yang penting yang terjadi kemarin ? kebanyakan peristiwa lupa terjadi
karena informasi dalam STM tidak pernah ditransfer ke LTM. Tetapi bisa juga lupa itu terjadi
karena seseorang kehilangan kemampuannya di dalam mengingat informasi yang telah ada di
dalam LTM.
Salah satu alasan penting orang mengalami lupa adalah karena factor interferensi terjadi
apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain. Salah satu bentuk
interferensi adalah ketika orang mengalami hambatan dalam melakukan rehersal atas
informasi yang dimiliki karena adanya informasi lain.
Interferensi terjadi dalam dua bentuk, yaitu : (a) interferensi retroaktif, disebut juga
inhibisi retroaktif; dan (b) interferensi proaktif, disebut juga inhibisi proaktif. Interferensi
retroaktif itu terjadi apabila informasi yang telah dipelajari mengganggu peserta didik dalam
mempelajari informasin berikutnya, dengan kata lain bab dalam buku yang pernah dipelajari
sebelumnya, mengganggu seseorang dalam mempelajari bab berikutnya. Interferensi proaktif
terjadi apabila informasi informasi yang baru dipelajari mengganggu seseorang dalam
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Misalnya, orang Indonesia yang telah
terbiasa mengendarai kendaraan bermotor di sebelah kiri, ketika tinggal dalam waktu lama di
Negara barat dan mereka harus mengendarai kendaraan bermotor di sebelah kanan, berakibat
lupa akan kebiasaan mengendarai kendaraan bermotor di sebelah kiri sebagaimana yang
berlaku di Indonesia.
Bentuk interferensi retroaktif tersebut perlu diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran.
Ada beberapa cara untuk mengurangi interferensi retroaktif, yaitu : (a) konsep yang sama
atau memiliki karakteristik sama hendaknya tidak diajarkan dalam waktu yang berdekatan .
sebaiknya, setiap konsep itu diajarkan semuanya sebelum memperkenalkan konsep
berikutnya. Misalnya, peserta didik hendaknya benar-benar telah mengenal huruf b sebelum
mempelajari huruf d. dan (b) menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dalam
mengajarkan konsep yang sama atau menggunakan metode pembelajaran bervariasi dalam
mengajarkan konsep yang sama.
Meskipun seseorang dalam belajar mengalami peristiwa interferensi sehingga
mengalami hambatan dalam belajar, namun ada faktor yang dapat membangkitkan seseorang
menjadi ingat akan informasi yang telah dipelajari pada waktu mempelajari informasi yang
sama. Ada dua bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan , yaitu: (a) pelancaran
proaktif, yaitu seseorang akan informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari
memiliki karakteristik yang sama, misalnya, orang Indonesia yang telah terbiasa dengan
menggunakan bahasa Indonesia akan lebih mudah dalam mempelajari bahasa melayu. (b)
pelancaran retroaktif, yaitu seseorang yang mempelajari informasi baru akan memantapkan
ingatan informasi yang telah dipelajari, misalnya peserta didik yang mempelajari bahasa
Indonesia akan memantapkan ingatan pemahamannya tentang bahasa daerah yang telah
dikuasainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang
dari luar. Dengan kata lain, aktifitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
dalam berpikir, yakni pengolahan informasi.
Komponen dalam teori pengolahan informasi yaitu penampungan kesan-kesan
penginderaan jangka pendek (STSS), memori jangka pendek (STM) dan memori kerja (WM),
dan memori jangka panjang (LTM).
Inti sari teori konstruktivisme adalah bahwa peserta didik harus menemukan dan
menstranformasikan informasi kompleks kedalam dirinya sendiri. Pengetahuan tidak bisa
ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang
apa yang diketahuinya.
Daftar Pustaka
Rifa’i RC, Achmad dan Catharina Tri Anni,2012. Psikologi Pendidikan.Semarang: Unnes
Press.