makalah perkembangan kognitif
DESCRIPTION
perkembangan kognitifTRANSCRIPT
PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
USIA TK HINGGA SMA
Makalah ini disusun untuk memenuhi
Tugas Perkembangan Peserta Didik
Yang dibimbing oleh Ibu Arbin Janu Setyowati
Disusun oleh:
1. Ayu Ilfiana (120351410913)
2. Diego Pradana (120351412769)
3. Indah Puspitaningtyas (120351410908)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI S1 PENDIDIKAN IPA
Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan intelektual pada dasarnya berhubungan dengan konsep-konsep yang
dimiliki dan tindakan kognitif seseorang, oleh karenanya perkembangan kognitif
seringkali menjadi sinonim dengan perkembangan intelektual. Dalam proses
pembelajaran seringkali anak dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang menuntut
adanya pemecahan. Kegiatan itu mungkin dilakukan anak secara fisik, seperti mengamati
penampilan obyek yang berupa wujud atau karakteristik dari obyek tersebut. Tetapi lebih
lanjut anak dituntut untuk menanggapinya secara mental melalui kemampuan berfikir,
khususnya mengenai konsep, kaidah atau prinsip atas obyek masalah dan pemecahannya.
Ini berarti aktivitas dalam belajar tidak hanya menyangkut masalah fisik semata, tetapi
yang lebih penting adalah keterlibatannya secara mental yaitu aspek kognitif yang
berhubungan dengan fungsi intelektual.
Perkembangan kognitif menjadi sangat penting manakala anak akan dihadapkan
kepada persoalan-persoalan yang menuntut kemampuan berfikir. Masalah ini sering
menjadi pertimbangan mendasar di dalam membelajarkan mereka, khususnya yang
menyangkut isi atau kurikulum yang akan dipelajarinya.
Berkaitan dengan hal itu akan diungkapkan secara berturut-turut mengenai
pengertian-pengertian kognitif, konsep-konsep kognitif, proses perkembangan kognitif,
karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan masalah perkembangan kognitif
peserta didik
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkembangan kognitif?
2. Bagaimana konsep mnegenai perkembangan kognitif?
3. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
4. Apa saja karakteristik perkembangan kognititf peserta didik?
5. Apa saja masalah yang berkaitan dengan proses perkembangan kogntif peserta didik?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian perkembangan kognitif peserta diidik
2. Mengetahui konsep mengenai perkembangan kognitif peserta didik
3. Megetahui proses perkembangan kognitif peserta didik
4. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
5. Mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta
didik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Kognitif
Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang luas mengenai
berfikir dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwa kognitif adalah tingkah laku yang
mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk
menggunakan pengetahuan (Ernawulan, tanpa tahun). Selain itu, kognitif juga dipandang
sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang mengacu kepada kegiatan mental yang
terlibat di dalam perolehan, pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan. Proses
utama yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup : mendeteksi, menafsirkan,
mengelompokkan dan mengingat informasi; mengevaluasi gagasan, menyimpulkan
prinsip dan kaidah, mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi.
Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan yang
mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang bersifat mental pada
diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial dengan
lingkungan seperti : dalam aktivitas mengamati, menafsirkan memperkirakan,
mengingat, menilai dan lain-lain.
Proses kognitif penting dalam membentuk pengertian karena berhubungan
dengan proses mental dari fungsi intelektual. Hubungan kognisi dengan proses mental
disebut sebagai aspek kognitif.
Faktor kognitif memiliki pemahaman bahwa ciri khasnya terletak dalam belajar
memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek
yang dihadapi dan dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental (Ernawulan, tanpa
tahun). Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa makin banyak pikiran dan gagasan
yang dimiliki seseorang, makin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang tersebut.
Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa kognitif merupakan proses mental yang
berhubungan dengan kemampuan dalam bentuk pengenalan secara umum yang bersifat
mental dan ditandai dengan representasi suatu obyek ke dalam gambaran mental
seseorang apakah dalam bentuk simbol, tanggapan, ide atau gagasan dan nilai atau
pertimbangan.
Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam
belajar, karena sebahagian besar aktivitasnya dalam belajar selalu berhubungan dengan
masalah mengingat dan berfikir dimana kedua hal ini merupakan aktivitas kognitif yang
perlu dikembangkan.
Hal-hal yang termasuk dalam aktivitas kognitif adalah mengingat dan berfikir.
Mengingat merupakan aktivitas kognitif dimana orang menyadari bahwa pengetahuan
berasal dari kesan-kesan yang diperoleh dari masa lampau. Bentuk mengingat yang
penting adalah reproduksi pengetahuan, misalnya ketika seorang anak diminta untuk
menjelaskan kembali suatu pengetahuan atau peritiwa yang telah diperolehnya selama
belajar. Sedangkan pada saat berfikir anak dihadapkan pada obyek-obyek yang diwakili
dengan kesadaran. Jadi tidak dengan langsung berhadapan dengan obyek secara fisik
seperti sedang mengamati sesuatu ketika ia melihat, meraba atau mendengar.
Dalam berfikir obyek hadir dalam bentuk representasi, bentuk-bentuk
representasi yang paling pokok adalah tanggapan, pengertian, atau konsep dan lambang
verbal. Makin berkembang seseorang, makin kayalah anak akan tanggapan-tanggapan.
Hubungan atas tanggapan-tanggapan mulai dipahami manakala hubungan yang satu
dengan yang lain mulai dipahami secara logis. Perkembangan berikutnya anak akan
mampu menentukan hubungan sebab akibat.
Prinsip-prinsip Perkembangan Anak
Dalam perkembangan anak dikenal prinsip-prinsip perkembangan sebagai
berikut:
a) Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan
bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi menyangkut semua aspek.
Perkembangan aspek tertentu mungkin lebih terlihat dengan jelas, sedangkan aspek
yang lainnya lebih tersembunyi. Perkembangan tersebut juga berlangsung terus
sampai akhir hayatnya, hanya pada saat tertentu perkembangannya lambat bahkan
sangat lambat, sedangkan pada saat lain sangat cepat. Jalannya perkembangan
individu itu berirama dan irama perkembangan setiap anak tidak selalu sama.
b) Setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang berbeda.
Seorang anak mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan membina hubungan
sosial yang sangat tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi itu sangat cepat,
sedang dalam aspek lainnya seperti keterampilan atau estetika kemampuannya kurang
dan perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada anak yang keterampilan dan
estetikanya berkembang pesat sedangkan kemampuan berpikir dan hubungan
sosialnya agak lambat.
c) Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu. Perkembangan
sesuatu segi didahului atau mendahului segi yang lainnya. Anak bisa merangkak
sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban sebelum anak bisa berbicara, dan
sebagainya.
d) Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. Secara
normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam situasi-situasi
tertentu dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya dapat juga terjadi kemacetan
perkembangan aspek tertentu.
e) Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju ke yang
lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan dimulai
dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum, seperti
kemampuan memegang dimulai dengan memegang benda besar dengan kedua
tangannya, baru kemudian memegang dengan satu tangan tetapi dengan kelima
jarinya. Perkembangan berikutnya ditunjukkan dengan anak dapat memegang dengan
beberapa jari, dan akhirnya menggunakan ujung-ujung jarinya.
f) Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena faktor-
faktor khusus, fase tertentu dilewati secara cepat, sehingga nampak ke luar seperti
tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase lainnya diikuti dengan sangat lambat,
sehingga nampak seperti tidak berkembang.
g) Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau
diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan juga faktor
lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan
laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran baik yang berlebih atau
berkekurangan dari faktor pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju
perkembangan yang lebih cepat atau lebih lambat.
h) Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek
lainnya. Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan kemampuan
berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain
sebagainya.
i) Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda
dengan wanita. Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat matang secara sosial
dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam kemampuan inteleknya
sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya.
2.2. Konsep Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan,
pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan
proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam
interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan,
pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan
menjadi objektif dalam masa dewasa awal.
Menurut Piaget, dinamika perkembangan kognitif individu mengikuti dua proses,
yaitu proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif
yang sudah ada dalam pikirannya. Struktur kognitif yang dimaksud adalah segala
pengalaman individu yang membentuk pola-pola kognitif tertentu. Jadi struktur kognitif
seungguhnya merupakan kumpulan dari pengalaman dalam kognisi individu.
Sedangkan menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung
pada diri seseorang. Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara
kedua proses ini. Keseimbangan itu disebut ekuilibrium yakni pengaturan diri secara
mekanis yang perlu untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.
Pentingnya asimilasi dan akomodasi pada diri individu adalah agar individu
mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada. Dalam beradaptasi dengan
lingkungan, ada kalanya individu cukup mengitegrasikan realitas luar dengan struktur
kognitifnya yang sudah ada, tetapi ada kalanya ia mesti mengubah struktur kognitif yang
sudah ada atau bahkan membuat struktur kognitif baru.
2.3. Proses Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berfikir dan segala bentuk pengenalan,
digunakan individu untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya. Dengan
berfungsinya kognisi mengakibatkan individu memperoleh pengetahuan dan
menggunakannya. Pada prosesnya kognisi mengalami perkembangan ke arah
kolektivitas kemajuan secara berkesinambungan.
Perkembangan struktur kognisi berlangsung menurut urutan yang sama bagi
semua individu. Artinya setiap individu akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu,
sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif
dan ditentukan oleh banyak faktor seperti : kematangan psikis, struktur syaraf, dan
lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme
utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap
berikutnya oleh Piaget disebut: (a) asimilasi, (b) akomodasi, dan (c) ekuilibrium.
a. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan diintegrasikan
pada skema yang telah ada. Dengan kata lain, asimilasi merujuk pada usaha individu
untuk menghadapi lingkungan dengan membuatnya cocok ke dalam struktur
organisme itu sendiri yang sudah ada dengan jalan menggabungkannya. Proses ini
dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan sehubungan dengan
gagasan atau tindakan yang telah diperoleh anak.
Asimilasi tidak menghasilkan perkembangan atau skemata, melainkan hanya
menunjang pertumbuhan skemata. Sebagai suatu ilustrasi, kepada seorang anak
diperlihatkan suatu benda yang berbentuk persegi empat sama sisi. Setelah itu
diperlihatkan persegi panjang. Asimilasi terjadi apabila anak menjawab persegi
panjang adalah persegi empat sama sisi. Jadi persegi panjang diasimilasikan dengan
persegi empat sama sisi. Hal ini karena bentuk itu dikenal anak lebih awal sementara
persegi panjang diperoleh kemudian. Jika menyangkut masalah ukuran dari bentuk
tersebut asimilasi tidak akan terjadi karena tidak cocok dengan gagasan yang telah
ada. Tetapi jika persegi empat itu dilihat sebagaimana adanya persegi empat maka hal
ini merupakan proses akomodasi.
b. Akomodasi
Akomodasi merupakan proses yang terjadi apabila berhadapan dengan stimulus
baru. Anak mencoba mengasimilasikan stimulus baru itu tetapi tidak dapat dilakukan
karena tidak ada skema yang cocok. Dalam keadaan seperti ini anak akan
menciptakan skema baru atau mengubah skema yang sudah ada sehingga cocok
dengan stimulus tersebut.
Akomodasi dapat dikatakan sebagai proses pembentukan skema baru atau
perubahan skema yang telah ada, seperti contoh di atas dimana persegi empat dilihat
sebagaimana adanya persegi empat.
c. Equilibrium
Akomodasi menghasilkan perubahan atau perkembangan skemata atau struktur
kognitif. Asimilasi dan akomodasi berlangsung terus sepanjang hidup. Jika seseorang
selalu mengasimilasi stimulus tanpa pernah mengakomodasikan, ada kecenderungan
ia memiliki skema yang sangat besar, sehingga ia tidak mampu mendeteksi
perbedaan-perbedaan diantara stimulus yang mirip. Sebaliknya jika seseorang selalu
mengakomodasi stimulus dan tidak pernah mengasimilasikannya, ada kecenderungan
ia tidak pernah dapat mendeteksi perasaan persamaan dari stimulus untuk membuat
generalisasi. Oleh karenanya harus terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan
akomodasi yang dikaitkan sebagai equiilibrium.
Berkenaan dengan perkembangan kognitif ini, Syamsuddin (1990)
mengungkapkan bahwa proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif
menurut Piaget berlangsung mengikuti suatu sistem atau prinsip atau teknik
keseimbangan (seeking equilibrium), dengan menggunakan dua cara ialah ialah
assimilation dan accomodation.
Teknik asimilasi digunakan apabila individu memandang bahwa obyekobyek atau
masalah-masalah baru dapat disesuaikan dengan kerangka berfikir. Sedangkan teknik
akomodasi digunakan apabila individu memandang bahwa obyek-obyek kerangka
berfikirnya yang ada sehingga harus mengubah strukturnya.
Equilibrium menunjuk pada relasi antara individu dan sekelilingnya, terutama
sekali pada relasi antara struktur kognitif individu dan struktur sekelilingnya. Di sini ada
keadaan seimbang bila individu tidak lagi perlu mengubah hal-hal dalam kelilingnya
untuk mengadakan asimilasi dan juga tidak harus mengubah dirinya untuk mengadakan
akomodasi dengan hal-hal yang baru.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa, perkembangan kognitif atau dapat
dipandang sebagai suatu perubahan dari suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan
baru. Setiap tahap perkembangan kognitif mempunyai bentuk keseimbangan tertentu
sebagai fungsi dari kemampuan memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti
penyeimbangan memungkinkan terjadinya transformasi dari bentuk penalaran sederhana
ke bentuk penalaran yang lebih komplek, sampai mencapai keadaan terakhir yang
diwujudkan dengan kematangan berfikir orang dewasa.
Menurut Piaget pertumbuhan mental mengandung dua macam proses yaitu
perkembangan dan belajar. Perkembangan adalah perubahan struktur sedangkan belajar
adalah perubahan isi. Proses perkembangan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: (a) heriditas,
(b) pengalaman, (c) transmisi sosial dan (d) ekuilibrasi.
a. Heriditas
Heriditas tidak hanya menyediakan fasilitas kepada anak yang baru lahir untuk
menyesuaikan diri dengan dunianya, lebih dari itu heriditas akan mengatur waktu
jalannya perkembangan pada tahun-tahun mendatang. Inilah yang dikenal dengan
faktor kematangan internal. Kematangan mempunyai peranan penting dalam
perkembangan kognitif, akan tetapi faktor ini saja tidak mampu menjelaskan segala
sesuatu tentang perkembangan kognitif.
b. Pengalaman
Pengalaman dengan heriditas fisik merupakan dasar perkembangan struktur
kognitif. Dalam hal ini sering kali disebut sebagai pengalaman fisis dan logika
matematis. Kedua pengalaman ini secara psikologi berbeda. Pengalaman fisis
melibatkan obyek yang kemudian membuat abstraksi dari obyek tersebut. Sedangkan
pengalaman logika matematis merupakan pengalaman dimana diabstraksikan bukan
dari obyek melainkan dari akibat tindakan terhadap obyek (abstraksi reflektif).
c. Transmisi sosial
Transmisi sosial digunakan untuk mempresentasikan pengaruh budaya terhadap
pola berfikir anak. Penjelasan dari guru, penjelasan orang tua, informasi dari buku,
meniru, merupakan bentuk-bentuk transmisi sosial. Kebudayaan memberikan alat-alat
yang penting bagi perkembangan kognitif, seperti dalam berhitung atau membaca,
dapat menerima transmisi sosial apabila anak ada dalam keadaan mampu menerima
informasi. Untuk menerima informasi itu terlebih dahulu anak harus memiliki struktur
kognitif yang memungkinkan anak dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan
informasi tersebut.
d. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan suatu keadaan dimana pada diri setiap individu akan
terdapat proses ekuilibrasi yang mengintegrasikan ketiga faktor tadi, yaitu heriditas,
pengalaman dan transmisi sosial. Alasan yang memperkuat adanya ekuilibrasi yaitu
dimana anak secara aktif berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai akibat dari interaksi
itu anak berhadapan dengan gangguan atau kontradiksi, yaitu apabila situasi pada pola
penalaran yang lama tidak dapat menanggapi stimulus. Kontradiksi ini menimbulkan
keadaan menjadi tidak seimbang. Dalam keadaan ini individu secara aktif mengubah
pola penalarannya agar dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan stimulus
baru yang disebut ekuilibrasi.
Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung
secara terus menerus dengan tidak ada lompatan. Kemajuan kompetensi kognitif
bertahap dan berurutan selama masa kanak-kanak Piaget melukiskan urutan tersebut ke
dalam empat tahap perkembangan yang berbeda secara kualitatif yaitu : (1) tahap sensori
motor, (2) tahap praoperasional, (3) tahap operasional konkrit dan (4) tahap operasional
formal. Dari setiap tahapan itu urutannya tidak berubah-ubah. Semua anak akan melalui
ke empat tahapan tersebut dengan urutan yang sama. Hal ini terjadi karena masing-
masing tahapan dibangun di atas, dan berasal dari pencapaian tahap sebelumnya. Tetapi
sekalipun urutan kemunculan itu tidak berubah-ubah, tidak mustahil adanya seseorang
untuk melewati tahap-tahap itu secara lebih dini di satu sisi dan terhambat di sisi lainnya.
Berkaitan dengan itu maka dalam pembahasan perkembangan kognitif
sebagaimana yang dikemukakan Piaget sekaligus diungkap pula beberapa sanggahan atas
urutan dari aspek-aspek kemampuan pada tahapan-tahapan tersebut khususnya yang
berkaitan dengan tahapan praoperasional dan tahapan operasional konkrit.
a. Tahap Sensorimotor (0 - 2 tahun)
Tahap sensorimotor ini ada pada usia antara 0 - 2 tahun, mulai pada masa bayi
ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal
lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada
orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi.
Tindakannya berawal dari respon refleks, kemudian berkembang membentuk
representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain, dan
merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan
secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Dalam periode
singkat antara 18 bulan atau 2 tahun, anak telah mengubah dirinya dari suatu
organisme yang hampir sepenuhnya kepada refleks dan perlengkapan heriditer lainnya
menjadi pribadi yang cakap dalam berfikir simbolik.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi
anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus. Dalam
stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-
tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahanlahan
melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk.
Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan.
b. Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun)
Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami
pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya
bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan
karakteristik esensial dari tahapan ini. Hal ini sering dimanefestasikan dalam peniruan
tertunda, tetapi perkembangan bahasanya sudah sangat pesat, kemampuan anak
menggunakan gambar simbolik dalam berfikir, memecahkan masalah, dan aktivitas
bermain kreatif akan meningkat lebih jauh dalam beberapa tahun berikutnya.
Sekalipun demikian, pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam
beberapa hal penting. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak
pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari
perspektif orang lain.
Berfikir praoperasional juga tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum
mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan melakukan tindakan tersebut sekali
lagi secara mental dalam arah yang sebaliknya.
c. Tahap Operasional Konkrit (7 - 11 Tahun)
Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif
ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap
operasional konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar,
artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan
juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain. Oleh karenanya
masalah konservasi sudah dikuasai dengan baik.
Dalam eksperimen konservasi jumlah yang tipikal, satu barisan yang terdiri dari 5
kancing dideretkan di atas satu barisan yang juga terdiri dari 5 kancing sehingga
kedua barisan sama panjangnya. Si anak setuju bahwa kedua barisan memiliki jumlah
kancing yang sama. Namun, apabila satu barisan dipendekkan dengan jalan
merapatkan jarak kancing-kancingnya, anak praoperasional mungkin mengatakan
bahwa barisan yang panjang mempunyai kancing lebih banyak. Anak pada tahap
operasional konkrit tahu bahwa penyusunan ulang kancing-kancing tersebut tidak
mengubah jumlahnya.
Menurut Piaget, anak pada tahap ini mengerti masalah konservasi karena mereka
dapat melakukan operasi mental yang dapat dibalikan (reversable). Reversable
transformation (transformasi bolak-balik) terjadi dalam dua bentuk yaitu ; (1)
inversion (kebalikan) + A kebalikan dari - B (penjumlahan kebalikan pengurangan,
perkalian kebalikan pembagian), (2) recipocity (timbal balik). Ketika sebuah obyek
mengalami perubahan kuantitasnya tidak berubah. Hal ini oleh Piaget disebut
konservasi. Seriasi adalah satu lagi karakteristik tahap operasional konkrit yang
merupakan kemampuan menyusun obyek menurut beberapa dimensi seperti berat atau
ukuran.
Kompetensi yang oleh Piaget dinamakan seriasi sangat penting untuk pemahaman
hubungan bilangan khususnya dalam matematik. Pemahaman lain pada tahap
operasional konkrit, dapat menalar serentak mengenai bagian dan keseluruhan yang
dikenal dengan istilah inklusi kelas. Pemahaman mengenai inklusi kelas ini
mengilustrasikan prinsip logis bahwa ada hubungan hirarkisdiantara kategori-
kategori.
Pemikiran mereka masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat
mengkonservasi kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek
secara nyata. Tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi, proposisi
hipotesis. Jadi mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal
yang sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai pada tahap oprasional
formal.
d. Operasional Formal ( 11 - 16 tahun)
Pada tahap operasional formal anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau
didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat membayangkan
masalah dalam fikiran dan pengembangan hipotesis secara logis. Perkembangan lain
pada tahap ini ialah kemampuannya untuk berfikir secara sistematis, dapat
memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau sistematis untuk
memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat memprediksi berbagai kemungkinan
yang terjadi atas suatu peristiwa. Misalnya ketika mengendarai sebuah mobil dan tiba-
tiba mobil mogok, maka anak akan menduga mungkin bensinnya habis, businya atau
platinanya rusak dan sebab lain yang memungkinkan memberikan dasar atas
pemikiran terjadinya mobil mogok. Perkembangan kognitif pada tahapan ini
mencapai tingkat perkembangan tertinggi dari tahapan yang dijelaskan Piaget.
2.4. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7
tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat
dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis.
Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan
pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul pada
akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori ( Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun
adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu
periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak
terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang
berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun
secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
Kemampuan yang mampu dikuasai anak Pada tahap ini kemampuan anak
berada pada tahap praoperasional. Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini
anak belum memahami. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu
subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara
intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada
fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir
yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan
anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini
merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam
menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil
dan tidak terorganisasi secara baik.
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan
peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di
hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Aspek berpikir
secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak
setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab itu, anak belum dapat
meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain. Subfase berpikir secara
egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh
ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain.
Anak berasumsi bahwa orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang
mereka lakukan.
Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu,
seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti
alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7
tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak
kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu. Kemampuan lain yang dikuasai anak
tahap ini adalah:
a. Memahami identitas
Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter
alamiah sesuatu.
b. Memahami sebab akibat
Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat.
c. Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang
memiliki makna.
d. Memahami angka
Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka.
e. Empati
Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh
orang lain.
f. Teori pikiran
Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.
Tahap perkembangan bahasa berbicara pada masa kanak-kanak awal.
Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1
tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai hasrat anak
mengucapkan kata kata yang pertama, yang merupakan saat paling menakjubkan bagi
orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
1. Fase satu kata atau Holofrase
Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran
yang kornpleks, baik yang bcrupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa
pcrbedaan yang jelas.
2. Fase lebih dari satu kata
Fase dua kata muncul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini
anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat
tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang
pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua
kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya.
Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan
uniuk dirinya sendiri. Mulailah mcngadakan komunikasi dengan orang lain secara
lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana.
Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang
sederhana.
3. Fase ketiga adalah fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang bErlangsung antara usia dua
setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan
berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya
yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata
sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja.
Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut
dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan
berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat
mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, memberitahu dan bentuk-bentuk
kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.
Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awaL. Model
pemprosesan informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam mengingat yaitu:
1. Encoding: proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan jangka
panjang dan pemanggilan kembali di kemudian hari.
2. Storage: penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.
3. Retrieval: proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari
penyimpanan ingatan.
Pada semua usia, mengenal dapat dilakukan lebih baik dari mengingat, akan
tetapi kedua kemampuan tersebut meningkat pada masa anak-anak awal. Cara seorang
anak membentuk memori permanen ada tiga tipe yaitu:
1. Memori generic: memori yang menghasilkan script bagi rutinitas yang akrab
untuk memandu perilaku. Script adalah catatan umum yang akrab dan berulang,
dipergunakan untuk memandu perilaku. Misalnya: seorang anak bisa saja
memiliki script untuk menaiki bus ke sekolah atau makan siang di rumah nenek.
2. Memori episodis: memori jangka panjang tentang peristiwa yang kerap terjadi dan
akrab, dihubungkan dengan tempat dan waktu.
3. Memori autobiografis: memori tentang peristiwa tertentu dalam kehidupan
seseorang. Misalnya: seorang anak mengingat saat dia pergi ke kebun binatang.
Karena ke kebun binatang itu dia mengingat peristiwa baru dan unik, dia juga
mengingat detail dari perjalanan tersebut hingga beberapa tahun.
2. Masa Kanak-kanak Akhir
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas
mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini
berlangsung pada masa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya,
mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera,
karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh
mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini
pikiran anak berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya,
daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya
pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya
ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut
dengan operasi – operasi, yaitu :
a. Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami
hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau
keadaan yang lain.
b. Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-
akibat dalam suatu keadaan.
c. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda
yang ada.
KEMAJUAN KOGNITIF
Pemikiran spasial
Contoh : Dani dapat menggunakan peta atau model untuk membantunya
mencari objek tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk menemukan benda
tersebut kepada orang lain. Dia dapat menemukan jalan ke sekolah dan pulang ke
rumah, dapat memperkirakan jarak, dapat menilai berapa waktu yang dibutuhkan
untuk pergi dari satu tempat ke tempat yang lain.
Sebab akibat
Contoh : Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan
memengaruhi hasil (misalnya, jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah
warna tidak). Tetapi dia belum mengetahui faktor spesial mana seperti posisi dan
penempatan objek, yang membuat perbedaan.
Klasifikasi
Kemampuan mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis.
Contoh : elena dapat memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk,
warna, atau keduanya. Dia mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki
anggota yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelas yang menjadi induknya
(bunga).
Seriasi dan kesimpulan transitif
Kemampuan untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan
mengetahui hubungan antara masing-masing objek tersebut dan objek ketiga.
Contoh : nina dapat mengatur kumpulan tongkat sesuai urutan, dari yang
paling pendek ke yang paling panjang, dan dapat memasukkan tongkat berukuran
menengah ke tempat yang tepat. Dia mengetahui apabila satu tongkat lebih
panjang dibandingkan tongkat kedua, dan tongkat kedua lebih panjang dari
tongkat ketiga, maka tongkat pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.
Penalaran induktif dan deduktif
Penalaran induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari
yang observasi khusus terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan
tentang kelas tersebut. Dan penalaran deduktif merupakan tipe penalaran logis
yang bergeneral dari premis umum tentang sebuah kelas kepada sebuah
kesimpulan tentang anggota tertentu atau beberapa anggota dari kelas tersebut.
Contoh : Dara dapat memecahkan masalah induktif maupun deduktif dan
mengetahui bahwa kesimpulan induktif (yang didasarkan pada beberapa premis
tertentu) memiliki tingkat kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan
kesimpulan deduktif (didasarkan kepada premis umum).
Konservasi
Dalam memecahkan berbagai masalah konservasi, anak-anak yang berada
dalam tahap operasi konkret dapat mencari jawabannya dalam kepala mereka:
mereka tidak harus mengukur atau menimbang objek tersebut.
Contoh : Pada usia 7 tahun, Andre mengetahui apabila bola
tanah liat digulung menjadi bentuk sosis, maka ia memiliki jumlah tanah liat yang
sama (konservasi substansi). Pada usia 9 tahun, dia mengetahui bahwa berat bola
dan sosis sama. Baru pada usia awal remaja, dia mengetahui bahwa keduanya
meluberkan jumlah cairan yang sama jika keduanya diletakkan dalam segelas air.
3. Masa Remaja
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu
berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi
apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang
memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu
mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk
mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja
adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan
sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini
terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka.
Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa
kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses
belajar dan pendidikan yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah
latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya,
serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan
pemikirannya ataupun intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman,
yaitu :
1. Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di
hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.
2. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk
mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.
Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:
a. Abstrak
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta
pengalaman yang benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-
kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.
b. Fleksibel dan kompleks
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan
tentang suatu hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang
lain, dan dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan
standard-standard ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai
tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu
hal. Seharusnya seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan
pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa
berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
c. Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana
mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa
depan (Santrock, 2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan
terbaik akan jalan keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah
secara sistematis.
2.5. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a. Masa kanak-kanak awal
Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja,
pemahamannya hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca.
Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.
b. Masa kanak-kanak akhir
Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya
menggunakan sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan
berdasarkan kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa bahwa
pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu cepat.
Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan
mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan &
sharing.
c. Masa Remaja
Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang
memahami isi bacaan.
Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perkembangan kognitif kognitiif anak sekolah harus disesuaikan dengan kemampuan
belajar dan menerima materi pembelajaran. Perkembangan kognitif pada anak merupakan
kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan
pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui konsep serta proses
perkembangan kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik
perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa
perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing,
sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan
kognitif masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita
sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan
kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui
perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.
DAFTAR RUJUKAN
Syaodih, Ernawulan. Tanpa tahun. Perkembangan Kognitif Anak. (online). (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022- ERNAW-ULAN_SYAODIH/perk_kognitif_anak.pdf). Diakses tanggal 6 Februari 2014
Syaodih, Ernawulan. Tanpa tahun. Psikologi Perkembangan. (online). (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022-ERNAWULAN _SYAODIH/PSIKOLOGI_PERKEMBANGAN.pdf). Diakses tanggal 6 Februari 2014