perkembangan psikologi kognitif

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, dan Ligos yang berarti ilmu. Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku.Beragamnya pendapat para ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari lingkungannya. Arti dari kata kognisi (cognition) itu sendiri sebetulnya tidak ada kesepakatan secara umum, namun kesadaran tetap yang dipelajari dalam psikologi kognitif adalah berbagai hal seperti sikap, ide, harapan dan sebagainya. Dengan perkataan lain psikologi kognitif mempelajari bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indra dan diproses dalam jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Psikologi kognitif dikatakan sebagai perpaduan antara psikolog I gestalt dan behaviorisme. Dari sejarahnya diketahui bahwa perkembangan psikologi kognitif berawal dari hijrahnya Kurt Lewin ke Amerika Serikat karena kejaran Nazi Jerman menjelang Perang Dunia II. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan psikologi kognitif? 2. Bagaimana sejarah perkembangan psikologi kognitif? 3. Apa yang dimaksud intelegensi? 4. Bagaimana penerapannya dalam terapi di bidang psikologi? Psikologi Kognitif Page 1

Upload: bintang-bagaskara

Post on 20-Jul-2015

618 views

Category:

Education


6 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, dan Ligos

yang berarti ilmu. Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari

tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, kemudian arti psikologi

menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang

mengandung arti yang abstrak itu sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan

jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku.Beragamnya pendapat

para ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan bahwa

psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu

dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari lingkungannya.

Arti dari kata kognisi (cognition) itu sendiri sebetulnya tidak ada kesepakatan secara

umum, namun kesadaran tetap yang dipelajari dalam psikologi kognitif adalah berbagai hal

seperti sikap, ide, harapan dan sebagainya. Dengan perkataan lain psikologi kognitif mempelajari

bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indra dan diproses dalam jiwa seseorang sebelum

diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Psikologi kognitif

dikatakan sebagai perpaduan antara psikolog I gestalt dan behaviorisme. Dari sejarahnya

diketahui bahwa perkembangan psikologi kognitif berawal dari hijrahnya Kurt Lewin ke

Amerika Serikat karena kejaran Nazi Jerman menjelang Perang Dunia II.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan psikologi kognitif?

2. Bagaimana sejarah perkembangan psikologi kognitif?

3. Apa yang dimaksud intelegensi?

4. Bagaimana penerapannya dalam terapi di bidang psikologi?

Psikologi Kognitif Page 1

1.3 Tujuan

Agar pembaca dapat memahami seluk beluk tentang perkembangan sejarah psikologi kognitif,

memahami segala teori di dalamnya dan juga terapi-terapi dalam psikologi kognitif

Psikologi Kognitif Page 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Kognitif

Selama otak manusia itu aktif maka tidak akan lari jauh dengan “kognitif”. Kognitif

merupakan pusat penerimaan informasi, pusat mengingat informasi yang telah diperoleh dan

disimpan dalam memori, juga merupakan perencanaan seseorang dalam membuat keputusan

sesuatu juga dalam hal menyampaikan informasi yang kemudian dilakukan dengan aktivitas

proses persepsi serta tata cara penyusunan bahasa kata-kata maka hal ini disebut dengan proses

Psikologi kognitif. Berhubungan dengan otak atau melibatkan kognisi, dan berdasarkan kepada

pengetahuan faktual yg empiris (KBBI). Kognisi adalah kegiatan atau proses memperoleh

pengetahuan termasuk kesadaran, perasaan dan sebagainya. Psikologi kognitif bisa disimpulakan

dengan dinamika mental atau ilmu proses-proses mental dan pola pikir manusia.

B. Sejarah Perkembangan

Psikologi kognitif dikatakan sebagai perpaduan antara psikologi gestalt dan

behaviorisme. Psikologi Gestalt itu sendiri merupakan sebuah teori yang menjelaskan proses

persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola,

ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori

gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian yang kecil.

Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler.

Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat

dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Sedangkan psikologi behaviorisme memaknai

psikologi sebagai studi tentang perilaku sebagai adaptasi terhadap stimulus lingkungan. Inti

utama behaviorisme adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilaku dan pembelajaran

tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi. Tokoh-tokoh yang memperkuat psikologi

behaviorisme antara lain J.B Watson, Edward Chance Tolman, dan B.F. Skinner.

Psikologi kognitif berawal dari hijrahnya Kurt Lewin ke Amerika Serikat karena kejaran

Nazi Jerman menjelang Perang Dunia II. Di Amerika Serikat, dari universitas-universitas

tempatnya ia bekerja di Iowa dan Massachussets, Lewin menyebarkan teori-teori Psikologi

Psikologi Kognitif Page 3

Gestalt yang telah dikembangkannya menjadi Teori Lapangan. Mula-mulai tertarik pada paham

Gestalt tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak kuat. Lewin kurang

setuju dengan cara pendekatan Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala-gejala

kejiwaan. Ia lebih cenderung kepada cara pendekatan yang Galilean yaitu yang mementingkan

fungsi kejiwaan.

Teori lapangan yang dikemukankan oleh Lewin itu sendiri adalah teori yang membahas

proses psikologi yang terjadi dalam diri seseorang. Dengan perkataan lain teori lapangan

mempelajari unsur O (organisme) yang dalam teorinya Tolman dinyatakan bahwa mempelajari

O harus dilaksanakan dengan mencari hubungan Antara B (behavior atau tingkah laku) dengan S

(situasi) dan A (antecedent atau peristiwa-peristiwa yang mendahului). Hubungan S_R dalam

teori Thorndike, menurut Tolman perlu dijadikan hubungan S-O-R dalam hubungan S-O-R

inilah teori-teori psikologi lapangan mendapat tempatnya dalam dunia psikologi di Amerika

Serikat yang pada waktu itu didominasi oleh Behaviorisme, untuk kemudian berkembang

menjadi teori kognitif.

Pada abad Rennaissance, terjadi perubahan besar – besaran dalam bidang teknologi,

sosial dan politik. Pada masa inilah sebuah cabang ilmu filsafat yang akan menjadi psikologi

mulai dibawa pada titik keilmiahan. Selama abad ke – 19 ini para psikolog bermunculan dari

bidang studi filsafat. Para psikolog ini membentuk suatu disi[lin ilmu baru yang meskipun

bersumber dari filsafat, didasarkan pada hipotesis yang dapat diuji dan pada data – data empiris,

alih – alih menggunakan spekulasi filosofis. Asumsi – asumsi yang dibuat oleh salah satu tokoh,

Hume menjadi dasar psikologi kognitif masa kini.

Pada saat yang bersamaan, William James secara kritis mengevaluasi aliran psikologi

baru yang berkembang di Jerman dan dibawa ke Amerika oleh murid – murid Wundt, seperti

Titchener. James mendirikan laboratorium psikologi pertama di Amerika, di Universitas Harvard

dan mengembangkan teori model pikiran yang ilmiah.

Namun pada akhir abad 19, studi proses – proses mental tiba – tiba menjadi studi yang

terbilang “kolot” dan digantikan oleh behaviorisme. Studi terhadap operasi dan struktur mental

seperti atensi, kesadaran, memori dan berpikir diabaikan hingga lima puluh tahun kemudian.

Pada tahun 1932, sebelum kebangkitan revolusi kognitif, seorang behaviorism dari Universitas

Psikologi Kognitif Page 4

California di Berkeley bernama Edward Tolman menerbitkan bukunya, Purposive Behaviour in

Animals and Men yang mana ia menggunakan tikus sebagai bahan eksperimennya dalam sebuah

labirin. Postulat Tolamn tentang peta kognitif pada hewan mengantisipasi minat kontemporer

tentang bagaimana pengetahuan direpresentasikan dalam struktur kognitif.

Pada tahun 1950 – an studi terhadap proses kognitif kembali diminati. Jurnal – jurnal

baru dan kelompok – kelompok profesionalpun bermunculan ketika para psikolog menyelidiki

proses kognitif secara mendalam. Pada musim panas 1956, sebuah simposium tentang teori

informasi diadakan dikampus MIT. Berbagai tokoh penting hadir dalam teori komunikasi untuk

mendengarkan para pembicara seperti Allen Newell dan Herbert. Pada titik ini seseorang

mungkin menyimpulkan bahwa selanjutnya ilmu psikologi kognitif tebentuk, namun pada

kenyataannya psikologi kognitif terus mendefinisikan dirinya sendiri melalui eksplorasi ilmiah

terhadap proses – proses dalam pikiran dengan menggunakan berbagai metodologi, ilmu dan

pemikiran baru dalam bidang ini.

C. Tokoh-Tokoh Psikologi Kognitif

a. George A. Miller, 1920 - Informasi Pengolahan (IP)

George A. Miller lahir 3 Februari 1920, di Charleston, Virginia Barat. Pada tahun 1940 ia

menerima gelar Bachelor of Arts dari University of Alabama dan pada tahun 1946 ia menerima

gelar Ph.D. Psikologi dari Universitas Harvard. Dia mengajar di Harvard, Rockefeller, dan

universitas Princeton. Dia dikenal karena karyanya dalam psikologi kognitif, terutama

komunikasi dan psikolinguistik. Di Harvard, selama dan setelah Perang Dunia II, ia belajar

produksi ujaran dan persepsi. George A. Miller telah menyediakan dua gagasan teoritis yang

penting untuk psikologi kognitif dan kerangka pengolahan informasi.

Konsep pertama adalah “chunking” dan kapasitas memori jangka pendek. Miller (1956)

mempresentasikan gagasan bahwa memori jangka pendek hanya bisa menampung 5-9 potongan

informasi (tujuh plus atau minus dua) di mana sepotong adalah setiap unit yang berarti. Sebuah

potongan bisa merujuk ke angka, kata-kata, posisi catur, atau wajah orang. Konsep chunking dan

terbatasnya kapasitas memori jangka pendek menjadi elemen dasar dari semua teori selanjutnya

dari memori.

Psikologi Kognitif Page 5

Konsep kedua adalah TOTE (Uji-Operate-Test-Keluar) diusulkan oleh Miller, Galanter &

Pribram (1960). Miller menyarankan bahwa TOTE harus mengganti stimulus-respon sebagai

unit dasar dari perilaku. Dalam unit TOTE, tujuan diuji untuk melihat apakah telah dicapai dan

jika tidak operasi dilakukan untuk mencapai tujuan, hal ini siklus tes-beroperasi diulang sampai

tujuan akhirnya tercapai atau ditinggalkan. Konsep TOTE memberikan dasar teori berikutnya

banyak pemecahan masalah (misalnya, GPS) dan sistem produksi.

Lingkup / Aplikasi:

Teori informasi pengolahan telah menjadi sebuah teori umum tentang kognisi manusia;

fenomena chunking telah diverifikasi di semua tingkat pengolahan kognitif.

Prinsip:

1. Memori jangka pendek (atau rentang perhatian) adalah terbatas pada tujuh potongan

informasi.

2. Perencanaan (dalam bentuk TOTE unit) adalah proses kognitif yang mendasar.

3. Perilaku adalah hirarki terorganisir (misalnya potongan, TOTE unit).

b. Avram Noam Chomsky (Generatif and Transformatif)

Teori genetik dan kognitif ini dikemukakan oleh Avram Noam Chomsky, yang

merupakan seorang ahli psikolinguistik Amerika serikat. Metode Chomsky sangat menaruh

perhatian terhadap aspek akal. Ia membahas masalah-masalah bahasa dan psikologi, kemudian

membingkainya menjadi satu bingkai dengan bentuk bahasa kognitif.

Chomsky berpandangan bahwa pemerolehan bahasa itu didasarkan pada faktor genetik

yang telah dimiliki anak sejak lahir. Anak memperoleh kemampuan untuk berbahasa seperti dia

memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai piring

kosong, seperti dalam teori tabula rasa yang dikemukakan oleh Jhon Locke, akan tetapi seorang

anak tersebut telah dibekali sebuah alat yang dinamakan Piranti Pemerolehan Bahasa.

Psikologi Kognitif Page 6

Menurut Chomsky manusia mempunyai faculties of the mind, (kapling mind) yakni,

semacam ” kapling-kapling intelektual” dalam benak atau otaknya. Salah satu bagianya khusus

diciptakan untuk memperoleh bahasa. Manusia memiliki bekal kodrati (innate properties) waktu

yang lahir dan bekal inilah yang kemudian membuatnya mampu untuk mengembangkan bahasa,

piranti pemerolehan bahasa tersebut menurut Chomsky dinamakan Language Acquisition Device

(LAD).

LAD (Language Acquisition Device) merupakan Alat yang hanya menangkap

gelombang-gelombang bahasa. Setelah diterima, gelombang-gelombang itu ditata dan dihubung-

hubungkan satu sama lain menjadi sebuah sistem kemudian dikirimkan ke pusat pengolahan

kemampuan berbahasa (Language Competence). Pusat ini merumuskan kaidah-kaidah bahasa

dari data-data ujaran yang dikirimkan oleh LAD dan menghubungkannya dengan makna yang

dikandungnya, sehingga terbentuklah kemampuan berbahasa. Pada tahap selanjutnya, pembelajar

bahasa menggunakan kemampuan berbahasanya untuk mengkreasikan atau menghasilkan

kalimat-kalimat dalam bahasa yang dipelajarinya untuk mengungkapkan keinginan atau

keperluannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah diketahuinya.

Teori Chomsky adalah teori linguistic modern, yang mencerminkan kemampuan akal,

membicarakan masalah-masalah kebahasaan dan pemerolehannya, serta hubungannya dengan

akal dan pengetahuan manusia. Chomsky mendasarkan teorinya ini atas dasar asumsi bahwa

bahasa menjadi bagian dari komponen manusia dan produk khas akal manusia.

Chomsky melihat bahwa bahasa adalah kunci untuk mengetahui akal dan pikiran manusia.

Manusia berbeda dengan hewan karena kemampuannya berfikir dan kecerdasannya, serta

kemampuannya berbahasa.

Dalam kasus ini Chomsky pernah meminta bantuan seorang rekannya ahli bedah otak,

untuk membandingkan struktur otak manusia dengan simpanse. Dalam eksperimen itu dapat

dibuktikan bahwa struktur otak manusia dengan struktur otak simpanse sama persis, kecuali satu

simpul syaraf bicara yang ada pada struktur otak manusia tidak terdapat pada struktur otak

simpanse. Itulah sebabnya simpanse tidak dapat berbicara meskipun kadang-kadang ada

simpanse yang keterampilan dan kecerdasannya mandekati manusia. Meskipun simpanse dilatih

dengan metode drill and practice seribu kali dalam sehari, maka tidak akan mungkin seekor

Psikologi Kognitif Page 7

simpanse dapat berbicara, sebab dapat atau tidaknya berbicara itu bukan karena factor latihan

atau kebiasaan melainkan karena factor warisan atau innate.

Bertolak belakang dengan teori behaviorisme, yang menekankan pentingnya stimulus

eksternal dalam pembelajaran, teori kognitif menegaskan pentingnya keaktifan pembelajar.

Pembelajarlah yang mengatur dan menentukan proses pembelajaran. Lingkungan bukanlah

penentu awal dan akhir positif atau negatifnya hasil pembelajaran. Menurut teori kogitif ini,

seseorang ketika menerima stimulus dari lingkungannya, dia melakukan pemilihan sesuai dengan

minat dan keperluannya, menginterpretasikannya, menghubungkannya dengan pengalamannya

terdahulu, baru kemudian memilih alternatif respon yang paling sesuai.

Dalam toeri linguistic Chomsky, dibutuhkan adanya pasangan penutur dan pendengar

yang ideal dalam sebuah masyarakat tutur atau proses pembelajaran bahasa. Sehingga keduanya

dapat menerima dan mengerti dengan penggunaan bahasa yang diucapkan dalam jumlah yang

tidak terbatas, yang sebelumnya belum pernah didengar.

Chomsky membedakan adanya kompetensi dan performance dalam proses pembentukan

bahasa. Kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya,

sedangkan performance atau perbuatan berbahasa merupakan pelaksanaan berbahasa dalam

bentuk menerbitkan kalimat-kalimat dalam keadaan yang nyata. Kedua tahapan tersebut akan

membentuk tata bahasa yang baik, sehingga dapat diterima dan dipahami baik bagi penutur atau

pendengar dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa.

c. Herbert Simon (Organisation)

Menurut Herbert Simon dengan mengembangkan teori perilaku administrasi yaitu

menggambarkan bagaimana kerja struktur organisasi dan dukungan pengambilan keputusan pada

individu dalam organisasi mencapai derajat tertinggi secara konsisten

disamping kemungkinan terjadinya boundedly rational behavior. Keberadaan organisasi dengan

individu-individu yang ada didalamnya diharapkan mengadopsi dasar-dasar nilai organisasi

sebagai petunjuk untuk pengambilan keputusan; dasar-dasar nilai factual yaitu peraturan dan

prosedur sebagai dasar melakukan kegiatan rutin.

Psikologi Kognitif Page 8

Perilaku individu dalam organisasi adalah bersifat rasional karena perilakunya dibatasi

dengan peraturan, dan terkait dengan program-program kerja organisasi. Karena itu asumsi nilai,

kerangka kognitif, peraturan, kegiatan rutin, adalah unsur-unsur yang mengarahkan individu

untuk berperilaku rasional. Selanjutnya teori institusi berkembang pesat tahun 1960-an ketika

diperkenalkan konsep system terbuka dalam studi organisasi. Teori system terbuka

ditransformasikan melalui pendekatan yang menekankan pentingnya konteks lingkungan dalam

arti luas yang berpengaruh terhadap perubahan organisasi. Konteks lingkungan tersebut;

Pertama

Menyangkut lingkungan teknis yaitu terkait dengan system produksi instrumental,

transformasi input menjadi output.

Kedua

Kekuatan social budaya sebagai lingkungan institusi yang berkembang di tahun 1970-an.

Karena itu institusi dapat dilihat sebagai suatu system produksi dan sebagai system social

budaya. Itu karena pengaruh aspek lingkungan yang semakin komplek, maka teori instuisi juga

berkembang sesuai dengan perkembangan kompleksitas lingkungan. Pandangan beberapa teoritis

menurut Scott menunjukkan bahwa teori institusi dapat berkembang dalam berbagai disiplin

ilmu, karena itu tidak ada teori tunggal tengtang institusi melainkan teori institusi yang ditinjau

dari disiplin ilmu tertentu.

d. Leon Festinger (Disonansi Kognitif)

Dalam bukunya, A Theory of Cognitive Dissonance (1957), Festinger (1919-1989)

mengemukakan teorinya yang banyak dipengaruhi oleh K. Lewin. Dalam teori Festinger, sektor-sektor dalam

lapangan kesadaran dinamakan elemen-elemen kognisi. Elemen-elemen kognisi itu saling berhubungan satu

sama lain dan jenis hubungan itu ada tiga macam, yaitu: (1) hubungan tidak relevan, (2) hubungan disonan, dan

(3) hubungan konsonan.

Menurut Festinger, hubungan yang disonan juga dapat disebabkan oleh nilai-nilai budaya dan pendapat

umum. Untuk mengurangi disonansi kognitif ada tiga cara yang bisa ditempuh, yaitu:

Psikologi Kognitif Page 9

1. Mengubah elemen tingkah laku, misalnya: seorang gadis membeli baju mahal, tetapi teman-temannya

mencela baju itu karena menurut mereka baju itu jelek. Gadis tersebut merasa disonan karena baju mahal

ternyata tidak bagus (elemen I ditolak oleh elemen II). Reaksi gadis itu mungkin akan menjual

lagi baju itu atau memberikannya kepada orang lain.

2. Mengubah elemen kognisi dan lingkungannya, misalnya: Gadis diatas meyakinkan teman-temannya

bahwa baju tersebut sedang mode dijaman ini, disukai oleh bintang-bintag film dan sangat cantik.

3. Mengubah elemen kognisi baru, misalnya: mencari pendapat teman-teman lainnya yang mendukung

pendapat bahwa baju itu sangat cantik sehingga penyangkalan oleh elemen kedua bisa dinetralkan.

Teori disonansi kognitif ini adalah sebuah teori dalam psikologi sosial yang membahas mengenai

perasaan ketidaknyamanan seseorang akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan dan

memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Istilah

disonansi kognitif pertama kali dipopulerkan oleh Leon Fetinger pada tahun 1950-an. Banyak hal yang

dikritik di dalam teori ini, yaitu:

• Teori ini dinilai kurang memiliki kegunaan karena teori ini tidak menjelaskan secara menyeluruh kapan

dan bagaimana seseorang akan mencoba untuk mengurangi disonansi.

• Kemungkinan pengujian tidak sepenuhnya terdapat dalam teori ini. Kemungkinan pengujian berarti

kemampuan untuk membuktikan apakah teori tersebut benar atau salah.

e. Heider (Teori P-O-X)

Dalam tulisannya yang telah disebutkan di atas, Heider mengemukakan teori yang

berpangkal pada perasaan-perasaan yang ada pada seseorang terhadap seseorang lain dan sesuatu hal yang lain

(pihak ketiga) yang menyangkut orang pertama dan orang kedua. Orang pertama yang mengalami perasaan itu

diberi lambang P (Person atau pribadi). Orang kedua yag berhubungan dengan P diberi lambang O (Others atau

orang lain), dan orang ketiga yang bisa berupa orang lain, benda, situasi dan sebagainya diberi lambang X.

Dengan demikian hubungan tiga pihak itu disebut hubungan P-O-X.

f. Jerome Bruner (Discovely Learning)

Psikologi Kognitif Page 10

Yang menjadikan dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak

harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa

yang disenbtnya discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari

dengan suatu bentuk akhir. Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu,

diantaranya J.Dewey (1933) dengan complete art of reflective activity. Atau terkenal dengan

problem solving. Didalamnya buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi diantara para

ahli science. Dalam hal ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat

diajarkan secara efektif dalam intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

The act of discovery dari Bruner:

1. Adanya suatu kenaikan di dalam potensi intelektual.

2. Ganjaran intristik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik.

3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berate murid itu menguasai metode

discovery learning.

4. Murid lebih senang mengingat-ingat informasi.

g. Jean Piaget (Cognitive Develop mental)

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari

fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah seorang psikologi develop mental

karena penelitiannya mengenai tahap – tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang

mempengaruhi kemampuan belajar individu. Dia adalah salah seorang psikologi suatu teori

komperhensif tentang perkembangan inteligensi. Piaget memakai istilah scheme secara

interchangeablngy, Piaget memakaiistilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur.

Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan dengan:

- Refleksi- refleksi pembawaan: misalnya bernapas, makan minum.

- Scheme mental: misalnya scheme of class fication, scheme of operation (pola tingkah laku

yang masih suka diamati seperti sikap), dan scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat

diamati). Menurut Piaget, inteligensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,

Psikologi Kognitif Page 11

a) Struktur, disebutjuga scheme seperti yang dikemukakan di atas.

b) Isi, disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individual menghadapi sesuatu

masalah.

c) Fungsi, disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan

intelektual. Fungsi itu sendiri. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant yaitu

organisasi dana daptasi.

• Organisasi: berupa kecakapan seseoraang/organism dalam menyusun proses-

proses fisik dan psikis dalam bentuk sitem-sistem yang koheren.

• Adaptasi: adaptasi individu terhadap lingkungannya.Adaptasi ini terdiri dari dua

macam proses komplementer yaitu: asimilasi dana komondasi.

• Asimilasi: proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk

menghadapi masalah dalam lingkungannya

• Akomodasi: proses peruahan respon individu terhadap stimuli lingkungan

Tahap-tahap perkembangan:

1. Tahap Sensorimotor (dari lahir – 2 tahun)

Ciri : tidak ada bahasa, anak bersifat egocentris, pada akhir tahap ini anak

mengembangkan object permanence, anak tahu benda itu ada meskipun tidak tampak.

2. Pemikiran preoperational (sekitar 2 tahun – 7 tahun)

• Pemikiran prakonseptual (sekitar 2 tahun - 4 tahun)

Ciri : Pembentukan konsep sederhana, mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok

berdasarkan kemiripan, logika mereka tidak induktif atau deduktif, namun transduktif

( sapi adalah hewan besar dan berkaki empat, hewan itu juga berkaki empat dan besar

jadi hewan itu adalah sapi)

• Pemikiran intuitif (sekitar 4 tahun - 7 tahun)

Anak memecahkan masalah secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah-kaidah logika.

Psikologi Kognitif Page 12

Ciri : anak tidak mampu untuk conservation (kemampuan untuk menyadari bahwa

jumlah, panjang, substansi atau luas akan tetap sama meski mungkin hal-hal itu

direpresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda). Anak secara mental

tidak mampu membalikkan operasi kognitif.

3. Operasi konkret (sekitar 7 tahun - 11/12 tahun)

Ciri : anak memiliki kemampuan konservasi, kemampuan mengelompokkan secara

memadai, mampu melakukan pengurutan (dari yang besar ke yang kecil dan sebaliknya),

dan mampu menangani konsep angka. Akan tetapi, proses pemikiran masih didasarkan

hal-hal yang konkret.

4. Operasi formal (sekitar 11/12 tahun – 14/15 tahun)

Anak mampu menangani situasi hipotetis dan proses berpikir mereka tidak lagi

tergantung hanya pada hal-hal yang langsung. Pemikiran anak semakin logis dimana

pemikiran ini dapat membantunya untuk mencari solusi atas problem kehidupan yang

tidak kunjung selesai.

D. Teori Intelegensi

Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia.

Inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher

order cognition). Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang

memiliki inteligensi yang tinggi sering disebut orang cerdas atau jenius.

Para ahli belum ada kesatuan pendapat tentang definisi inteligensi. Menurut Solso (1988),

Inteligensi adalah kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan; menggunakan

pengetahuan untuk memahami konsep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan di

antara objek-objek dan gagasan-gagasan; menggunakan pengetahuan dengan cara-cara yang

lebih berguna (in a meaningful way) atau efektif.

Inteligensi sebagai Kemampuan

Nickerson, Perkins, dan Smith (dalam Solso, 1988) membuat daftar kemampuan yang mereka

percayai sebagai representasi dari inteligensi manusia. Sebagai berikut:

Psikologi Kognitif Page 13

• Kemampuan Mengklasifikasikan Pola-pola Objek

Orang dengan inteligensi normal mampu mengenali dan mengklasifikasikan stimulus-stimulus

yang tidak identik ke dalam satu kelas atau rumpun.

• Kemampuan Beradaptasi (Kemampuan Belajar)

Kemampuan belajar dan memodifikasi perilaku agar dapat beradaptasi dengan lingkungan

merupakan hal yang penting bagi inteligensi manusia.

• Kemampuan Menalar secara Deduktif

Orang yang inteligen mampu menarik kesimpulan tertentu berdasarkan premis-premis yang

mendahului.

• Kemampuan Menalar secara Induktif

Penalaran Induktif meminta seseorang menarik kesimpulan di balik informasi yang diberikan

atau terbatas. Penalaran ini meminta seseorang untuk menemukan aturan-aturan atau prinsip-

prinsip tertentu berdasarkan contoh-contoh khusus.

• Kemampuan Mengembangkan dan Menggunakan Konsep

Meliputi bagaimana seseorang membentuk suatu kesan-pemahaman mengenai cara-cara suatu

objek bekerja atau berfungsi, dan bagaimana menggunakan model itu untuk memahami dan

menginterpretasi kejadian-kejadian.

• Kemampuan Memahami

Berkaitan dengan kemampuan melihat adanya hubungan atau relasi dalam suatu permasalahan,

dan kegunaan-kegunaan hubungan ini bagi pemecahan masalah itu. Keabsahan kemampuan

memahami ini merupakan bagian yang menonjol di dalam tugas-tugas pada tes inteligensi.

E. Terapi Kognitif

Psikologi Kognitif Page 14

Seringkali istilah terapi kognitif biasa digunakan, namun sebenarnya istilah ini salah

karena mengandung pengertian bahwa seolah-olah pendekatan kognitif merupakan bentuk terapi

tersendiri. Padahal tidak demikian, beberapa teknik sudah biasa digunakan oleh terapis

perilakuan (missal: pelatihan asertif, pelatihan mengatasi masalah dll). Dalam terapi kognitif

teknik-teknik yang sudah biasa digunakan terapis tersebut diperkenalkan kepada pasien.

Keterlibatan klien menunjukkan bahwa terapi kognitif merupakan terapi yang aktif.

Terapis secara bebas mencari bentuk-bentuk kerjasama dengan klien, dengan terapi yang

dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang. Pengalaman dan kejadian di masa lalu hanya

dipertimbangkan sejauh kenyataan itu dapat membantu menerangkan pola pikir dan perilaku

yang sudah menjadi kebiasaan saat ini.

Dalam terapi kognitif dipahami bahwa faktor kognitif juga berperan pada timbulnya

gangguan. Para psikolog dalam menangani kasus-kasus depresi dan kecemasan mengambil

pikiran dan dialog internal atau bicara diri sebagai bahan masukan sendiri dalam proses terapi.

Asumsi dasar dalam terapi kognitif yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari

penyimpangan atau distorsi dalam berpikir. Perbaikan akan dicapai dengan mengubah pola pikir

yang menyimpang tersebut. Tanpa perubahan pola pikir maka kesembuhan akan bersifat

sementara, dan masih rentan kalau klien menghadapi situasi yang menyesakkan atau

menimbulkan akibat negatif.

Tujuan dalam teknik kognitif yaitu:

1. Membangkitkan pikiran-pikiran pasien, dialog internal atau bicara diri dan interpretasi

terhadap kejadian-kejadian yang dialami.

2. Terapis bersama pasien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah

interpretasi-interpretasi yang diambil.

3. Menyusun desain eksperimen untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data

tambahan untuk diskusi di dalam proses perlakuan teurapetik.

Terapi kognitif diarahkan untuk memunculkan kesalahan atau kesesatan dalam berpikir, sebagai

contoh

Psikologi Kognitif Page 15

1. Berpikir dikotomik, yaitu berpikir serba ekstrem tanpa penilaian atau pendapat

relativistik ditengah-tengah (hitam vs putih, semuanya atau tidak sama sekali)

2. Abstraksi selektif, pemisahan sebagian kecil dari situasi keseluruhan dengan

mengabaikan sisa bagian yang jauh lebih besar atau penting. Misalnya yaitu secara

keseluruhan orang itu bertampang menarik tetapi karena hidungnya saja yang pesek

orang tersebut jadi minder.

3. Inferensi arbitrer (sembarangan atau semena-mena) yaitu menarik kesimpulan yang

merupakan inferensi dari bukti-bukti yang tidak relevan. Misalnya yaitu menelpon pacar

tatapi tidak ada jawaban kemudian dia menyimpulkan bahwa pacarnya sedang berpacaran

dengan orang lain.

4. Overgeneralisasi, menyimpulkan suatu kejadian negatif yang khusus, sebagai kejadian

negatif secara keseluruhan. Misalnya tidak bisa statistik, kemudian menyimpulkan bodoh

dalam semua hal.

5. Catastrophising, berpikir hal yang paling buruk dalam suatu situasi.

STRATEGI PERENCANAAN TERAPI

Normalnya terapi kognitif dibatasi antara 15-20 pertemuan, masing-masing

membutuhkan waktu 50 menit, sekali seminggu. Meskipun demikian, untuk kasus-kasus depresi

yang lebih parah perlu dua kali pertemuan setiap minggunya untuk 4-5 minggu pertama.

Pendekatan yang digunakan biasanya yaitu behavioral kemudian kognitif. Semakin berat depresi

semakin ditekankan pada teknik behavioral. Dalam komponen kognitif, proses terapi dimulai

dari diskusi tentang pikiran-pikiran yang sedehana dan jelas kesalahan interpretasinya kearah

asumsi-asumsi yang lebih komplek.

Karakteristik pertemuan-pertemuan terapi:

1. Terapis menyusun agenda.

2. Terapis mengatur waktu terapi.

3. Terapis membuat ringkasan secara periodik selama wawancara, kemudian minta

tanggapan klien terhadap ringkasan yang dibuat.

Psikologi Kognitif Page 16

4. Dominasi pendekatan dengan terapis banyak bertanya.

5. Langkah akhir, ada 2 tugas terapis:

• Memberikan tugas rumah yang didasarkan pada topik atau masalah yang nampak muncul

sebagai masalah pokok selama session yang baru dijalani.

• Meminta pasien untuk membuat ringkasan tentang apa yang telah dikerjakan di dalam

session yang baru dijalani, dan merincikan apa yang harus dikerjakan dalam pekerjaan

rumah. Pasien didorong untuk menunjuk pokok-pokok topik diskusi yang kurang tepat,

yang dirasa menyakitkan , yang membantu mencapai kemajuan dalam pengentasan

masalah.

Psikologi Kognitif Page 17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan mempelajari psikologi, berarti kita berusaha untuk mengenal manusia,

mengetahui aspek-aspek kepribadian manusia dan memahami agar dapat menguraikan dan

menggambarkan tingkah laku manusia. Salah satu aspek kepribadian itu misalnya keterbukaan,

yaitu sikap terbuka terhadap dunia luar, sikap mau memahami perasaan orang lain, sikap mudah

menerima pendapat orang lain dan sikap ini bersifat menetap dan menjadi ciri bagi orang yang

bersangkutan, yang individual dari orang tersebut.

Jadi, kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif, konatif

sampai pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun dengan orang

lain. Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan dengan yang lain dan dijadikan objek studi

ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang

lainnya. Oleh karena itu, psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang

khas kognitif, tetapi juga meninjau aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa

penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan (afektif) dan keputusan kehendak

(konatif)

B. Saran

Sejalan dengan simpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.

1. Pembaca hendaknya memahami lebih tentang konsep perkembangan kognitif, sejarahnya,

beserta segala teori yang berkaitan dengan teori psikologi kognitif

2. Pembaca mampu memahami setiap tahap perkembangan kognitif yang terjadi pada individu.

Psikologi Kognitif Page 18