makalah pik 2 -kelompok 10

Upload: muhammad-hanivan-reynaldi

Post on 15-Oct-2015

140 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

DFDSFSD

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAHPERANCANGAN INFRASTRUKTUR KEAIRANDAS CIGEUNTIS

MATA KULIAH PERANCANGAN INFRASTRUKTUR KEAIRAN 2

MUHAMMAD HIDAYAT(1006758376)RADEN PRASETYO RM(1006758413)RAHMAT NUR DIAN SYAH(1106139670)RIKA YUNITASARI(1106139746)RIZKI HERDIAN(1006758426)

FAKULTAS TEKNIKDEPARTEMEN TEKNIK SIPILDEPOK2013iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah Perancangan Infrastruktur Keairan 2 ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan 2 pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak selama proses perkuliahan dan penyusunan makalah ini, sangatlah sulit bagi Kami untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, Kami mengucapkan terima kasih kepada:(1) Tim Dosen dan Fasilitator Perancangan Infrastruktur Keairan 2 yang telah sabar mengajarkan dan membimbing Kami dalam pembuatan makalah ini.(2) Orang tua dan keluarga Kami yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan(3) Sahabat yang telah banyak membantu Kami dalam menyelesaikan makalah ini.Akhir kata, Kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juni 2013

PenulisDAFTAR ISI

COVERiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiii

BAB I. PENDAHULUAN11.1. Latar Belakang11.2. Rumusan Masalah21.3. Tujuan21.4. Batasan Penulisan21.5. Sistematika Penulisan2BAB II. LANDASAN TEORI42.1. Siklus Hidrologi42.2. Hujan62.3. Data Hujan92.4. Curah Hujan Rata-rata122.5. Analisis Frekuensi152.6. Analisis Intensitas Curah Hujan192.7. Geometri Penampang Saluran212.8. WinTR-20262.9. WinTR-5527BAB III. METODE PEMECAHAN MASALAH333.1. Langkah-langkah Program WinTR-20343.2. Langkah-langkah Program WinTR-55353.3. Membandingkan Hydrograph WinTR-20 dan 5535BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN364.1. WinTR-20364.2. WinTR-55494.3. Perbandingan Hasil WinTR 20 dan 5559BAB V. PENUTUP615.1. Kesimpulan615.2. Saran61

DAFTAR PUSTAKA63

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAir sangat berarti dalam kehidupan. Hal ini terbukti dari ketidakmampuan manusia, hewan dan tumbuhan hidup tanpa air. Kita bisa hidup sebulan tanpa makanan, tapi hanya bisa bertahan beberapa hari saja tanpa air. Air seperti halnya energi, adalah hal yang esensial pada sejumlah sektor, mulai dari pertanian, industri, hingga hampir seluruh bidang dalam kehidupan. Merupakan suatu tantangan untuk bisa mendayagunakan air dengan sebaik-baiknya. Air kita posisikan sebagai sumber daya alam yang harus kita kelola dan lestarikan. Itulah mengapa kita perlu mempelajari mata kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan.Tim dosen dan fasilitator Mata Kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan telah menyusun strategi pembelajaran agar mahasiswa memahami benar semua tentang Perancangan Infrastruktur Keairan mulai dari delineasi DAS, perhitungan debit tahunan rencana, analisis banjir tahun periode dengan Win-TR 20 dan 55, analisis hydrograph hingga perencanaan waduk. Dengan makalah ini, semua teori dan rumus yang diberikan dalam perkuliahan dapat diaplikasikan.Wilayah yang menjadi studi kasus adalah wilayah sekitar Sungai Cigeuntis, Kabupaten Karawang. Wilayah ini butuh dilakukan kajian untuk diketahui berapa debit limpasan tahunan yang mungkin terjadi, hingga tahu hydrograph-nya pada subdas dan reach di wilayah ini, juga infrastruktur yang mungkin dibutuhkan sebagai penunjang.

1.2. Rumusan MasalahDari latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:a. Bagaimana hydrograph debit banjir limpasan Das Cigeuntis dengan menggunakan Win-TR 20 dan dimensi saluran yang mampu menampung?b. Bagaimana hydrograph debit banjir limpasan Das Cigeuntis dengan menggunakan Win-TR 55 dan dimensi struktur waduk yang digunakan?c. Bagaimana perbedaan output yang didapat dari Win-TR 20 dan 55?

1.3. TujuanDari rumusan masalah maka tujuan penulisan makalah ini adalah:a. Mengetahui hydrograph debit banjir limpasan Das Cigeuntis dengan menggunakan Win-TR 20 dan dimensi saluran yang mampu menampung.b. Mengetahui hydrograph debit banjir limpasan Das Cigeuntis dengan menggunakan Win-TR 55 dan dimensi struktur waduk yang digunakan.c. Mengetahui perbedaan output yang didapat dari Win-TR 20 dan 55.

1.4. Batasan PenulisanDalam makalah ini penulis membatasi masalah hanya pada pencapaian tujuan dengan beberapa pendekatan dalam pemecahan masalahnya. Peninjauan feasibilitas dari pembuatan saluran dan infratruktur lainnya tidak menjadi scope kami.

1.5. Sistematika PenulisanSistematika dalam penulisan makalah meliputi:BAB I PENDAHULUANBerisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.BAB II LANDASAN TEORIBerisikan teori-teori yang menunjang dalam pengerjaan dan perhitungan makalah ini.BAB III METODE PEMECAHAN MASALAHBerisikan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mendapatkan tujuan.BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASANBerisikan perhitungan dengan analisis dan pembahasan sehingga tercapainya tujuan.BAB V PENUTUPBerisikan kesimpulan dari tiap-tiap tujuan dan saran.

63

BAB IILANDASAN TEORI

2.1. Siklus HidrologiSetiap benda memiliki siklusnya masing-masing, tak terkecuali dengan air. Siklus Hidrologi adalah proses perjalanan air secara alami di Bumi. Siklus hidrologi terjadi akibat sifat air yang dapat mengalami perubahan secara fisika menjadi uap, embun, salju, dan es oleh pengaruh perubahan suhu dan bergerak dari satu tempat ke tempat lain karena perbedaan tekanan udara, atau dengan kata lain selalu mengikuti pergerakan udara. Pergerakan air dalam menjalani siklusnya menunjukkan adanya suatu mekanisme yang tidak tetap dari waktu ke waktu dimana air berada. Bahkan mungkin untuk suatu daerah yang berdekatan pun mempunyai siklus hidrologi yang berbeda.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi(Sumber: anneahira.com)

Secara sederhana siklus hidrologi dapat diterangkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.2. Skema Sederhana Siklus Hidrologi Air di laut / lautan (1), oleh karena adanya pengaruh radiasi matahari maka sebagian volume air itu akan menguap. Uap air tersebut dapat terbawa angin yang semakin tinggi elevasinya akan dipengaruhi suhu udara yang semakin menurun sehingga terkondensasi menjadi butir-butir air dan terbentuk awan hujan. Butir-butir itu akan semakin besar, akhirnya jatuh karena gravitasi bumi dan jadilah hujan (2). Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface runoff) (3). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (4), dan perkolasi (5), selebihnya akan terkumpul didalam jaringan alur sungai, sebagai aliran sungai (river flow) (6). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir kembali kedalam sungai, atau genangan lainnya seperti waduk, danau sebagai interflow (7). Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul kembali kepermukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (8) dan dapat terkumpul lagi kedalam alur sungai atau langsung menuju ke laut / lautan. Aliran sungai tersebut sebagian akan mengalir kembali menuju laut / lautan. Air hujan yang jatuh di bumi sebagian akan tertahan oleh vegetasi, sebagian jatuh ke permukaan bumi dan sebagian lagi jatuh langsung ke daerah genangan, ke laut, ke sungai, ke danau dan akan menguap kembali ke atmosfer dan sebagian air hujan itu masuk ke dalam tanah menjadi air bawah permukaan dan kembali ke atmosfer melalui proses penguapan (evaporasi) (9), dan evapotranspirasi (10). Sebagian air hujan tersebut masuk ke dalam akuifer menjadi aliran tanah (11) dan mengalir kembali ke laut. [footnoteRef:1] [1: Desi Supriyan, Diktat Hidrologi, Teknik Sipil, PNJ, 2004, Hal. 3]

2.2. Hujan2.2.1. Definisi HujanHujan (rain), adalah bentuk tetesan air yang mempunyai garis tengah lebih dari 0,50 mm atau lebih kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan. Sedangkan curah hujan (rain fall), adalah banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi, dalam hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami penguapan dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air (rain fall depth, mm, cm).[footnoteRef:2] [2: Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 177 ]

Gambar 2.3. Hujan(sumber: dpshots.com)Hujanmerupakan satu bentukpresipitasiyang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnyasaljudanhujan es) atau aerosol (sepertiembundan kabut). Hujan terbentuk apabila titikairyang terpisah jatuh kebumidariawan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagaivirga.Hujan memainkan peranan penting dalamsiklus hidrologi. Lembaban darilaut menguap, berubah menjadiawan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali kebumi, dan akhirnya kembali ke laut melaluisungaidan anak sungai untuk mengulangidaur ulangitu semula.

2.2.2. Alat Pengukur HujanJumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujanatau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalamanairyang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut SI adalahmilimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.

Gambar 2.4. Alat Pengukur Hujan Standar (Ombrometer)(Sumber: kamusmeteorology)Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti rotihamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pelbagai peralatan sepertipayungdan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan. Biasanya hujan memiliki kadar asampH6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggaphujan asam.Banyak orang menganggap bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber dari bau ini adalahpetrichor,minyak atsiriyang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.

2.2.3. Jenis-jenis hujanUntuk kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran butirannya, atau curah hujannya.Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya: Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar. Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitarekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandunguap airyang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan. Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidangfront. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidangfrontinilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal. Hujan musonatau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunanMatahariantaraGaris Balik UtaradanGaris Balik Selatan. DiIndonesia, hujan muson terjadi bulanOktobersampaiApril. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulanMeisampaiAgustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanyamusim penghujandanmusim kemarau.

Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya: Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm Hujansalju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0Celsius Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0Celsius Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0Celsiusdengan diameter 7 mm.

Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisiBMKG): hujan sedang, 20 - 50 mm per hari hujan lebat, 50-100 mm per hari hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari.

2.3. Data HujanData hujan dapat didapat dari hasil pengukuran alat pengukur hujan pada pos hujan pos hujan. Membangun pos hujan mempunyai banyak tujuan, antara lain : (1) Mendapatkan sampel data hujan dari suatu jaringan hidrologi, (2) Menentukan karakteristik hujan suatu DPS, seperti curah hujan, intensitas, frekuensi, atau periode ulang hujan.Untuk mendapatkan karakteristik hujan diperlukan analisis seperti :[footnoteRef:3] [3: Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 199]

2.3.1. Pengecekan Kualitas Data HujanData yang diperlukan harus tidak mengandung kesalahan dan harus dicek sebelum digunakan untuk dianalisis hidrologi lebih lanjut, oleh karena itu harus dilakukan pengecekan kualitas data dengan uji konsistensi. Data hujan yang disebut konsisten berarti data yang terukur dan dihitung adalah benar dan teliti sesuai dengan fenomena saat huajan itu terjadi.Beberapa hal yang menyebabkan data hujan tidak konsisten, antara lain karena :[footnoteRef:4] [4: Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 199]

1. Penggantian jenis alat dan atau spesifikasi alat.2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan, misal dari kawasan persawahan menjadi perkantoran dengan gedung-gedung tinggi sehingga hujan tidak dapat terukur seperti semula.3. Pemindahan lokasi pos hujan atau perubahan elevasi pos hujan.4. Perubahan alam, misal perubahan iklim.

2.3.2. Pengisian Data Hujan yang Hilang (kosong)Seringkali ditemukan data hujan tidak komplit (incomplete record). Data hujan yang tidak komplit dapat disebabkan oleh faktor manusia atau oleh alat. Misal kesengajaan pengamat tidak mencatat data ataupun bila mencatat data yang diukur salah dalam pengukurannya. Beberapa cara untuk memperkirakan data hujan yang hilang atau tidak tercatat untuk runtut waktu tertentu, diantaranya :[footnoteRef:5] [5: Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 202]

1. Rata-rata ArimatikData periode kosong dapat diperkirakan berbasis data dari pos hujan A, B, dan C yang lokasinya berdekatan dengan pos X. Bila semua pos hujan mempunyai karakteristik sama dan curah hujan normal tahunan dari pos A, B, dan C tidak lebih besar dari 10 % bedanya dari pos X, data hujan dari pos X pada periode kosong dapat dihitung dengan rumus :

Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X sedangkan Ha, Hb, dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C.

2. Perbandingan NormalBila curah hujan normal di pos A, B, dan C tersebut berbeda lebih dari 10 % dari pos hujan X, maka metode aritmatik tidak berlaku. Dan dapat digunakan metode perbandingan normal yang dapat dirumuskan:

Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X sedangkan Ha, Hb, dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C. Na, Nb, dan Nc menunjukkan nilai curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C.

3. Kantor CuacaMetode ini memerlukan data dari 4 (empat) pos hujan sebagai pos indeks (index station) yaitu misalnya pos hujan A, B, C, dan D yang berlokasi disekeliling pos hujan X yang diperlirakan data hujannya (lihat gambar 2). Bila pos indeks itu lokasinya berada disetiap kuadran dari garis yang menghubungkan Utara Selatan dan Timur Barat melalui titik pusat di pos hujan X. Persamaannya adalah :

Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan di pos X yang akan diperkirakan dan Hi = besarnya curah hujan di pos A, B, C,dan D.Nilai Li menunjukan jarak pos hujan A, B, C, dan D terhadap pos hujan x.

Gambar 2.5 Metode Kantor Cuaca

2.4. Curah Hujan Rata-Rata DPSHujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat setempat. Sejauh mana curah hujan yang diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili karakteristik hujan untuk daerah yang luas, hal itu bergantung dari beberapa fungsi, antara lain adalah :[footnoteRef:6] [6: Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 205]

1. Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan yang dihitung curah hujannya.2. Luas daerah.3. Topografi.4. Sifat hujan.Data hujan yang terukur selalu dianggap mewakili kondisi kawasan dari suatu DPS. Oleh karena itu semakin sedikit jumlah pos hujan dan semakin luas DPS maka anggapan tersebut akan semakin besar kesalahannya.Dalam suatu catchment area atau DAS, distribusi curah hujan yang terjadi seringkali tidak merata hal ini dapat disebabkan faktor berikut ini: Latitude Posisi dan luas daerah Jarak dari pantai atau sumber lembab Suhu laut dan air laut ke arah pantai Efek geografis KetinggianOleh karena untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan dan rancangan pengendalian banjir digunakan curah hujan rata-rata yang jatuh di wilayah yang bersangkutan. Beberapa metode pendekatan yang dianggap dapat digunakan untuk menentukan curah hujan rata-rata dari suatu DPS antara lain: Rata-rata aritmatik (arithmetic mean method) Poligon Thiesen (Thiessen polygon method) Isohiet (Isohyeat method) Pertimbangan penggunaan meode di atas pada umumnya menggunakan standar luas daerah sebagai berikut :1. Daerah dengan luas 250 ha yang mempunyai variasi topografi yang kecil, dapat diwakili oleh sebuah alat ukur curah hujan.2. Untuk daerah antara 250-50.000 ha dengan 2 atau 3 titik pengamatan dapat digunakan dengan cara rata-rata.3. Untuk daerah antara 120.000 500.000 ha yang mempunyai titiktitik pengamatan yang tersebar cukup merata dan dimana curah hujannya tidak terlalu di pengaruhi oleh kondisi topografi, dapat digunakan cara aljabar rata-rata. Jika titiktitik pengamatan tersebut tidak tersebar merata maka digunakan cara Thiessen.4. Untuk daerah lebih besar dari 500.000 ha, dapat digunakan cara Isohiet atau cara potongan antara ( inter-section method ).

2.4.1. Metode AritmatikCara menghitung rata rata aritmatik (arithmetic mean) adalah cara yang paling sederhana. Cara ini biasanya dipergunakan untuk daerah yang datar, dengan jumlah pos curah hujan yang cukup banyak dan dengan anggapan bahwa curah hujan di daerah tersebut bersifat uniform (uniform distribution), dengan rumus sebagai berikut :

2.4.2. Metode Thiesen PolygonCara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah tengah garis hubung dua pos penangkar hujan. Dengan setiap pos penangkar hujan Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup dengan luas An.Curah hujan rata rata diperoleh dengan cara menjumlahkan semua hasil kali curah hujan pada pos penangkar hujan Rn dengan suatu wilayah poligon tertutup dengan luas An untuk semua luas yang terletak di dalam catchment area dan kemudian dibagi dengan luas total At.

Gambar 2.6. Gambar Metode Thiesen Polygon

2.4.3. Metode IsohietIsohiet adalah garis lengkung yang menunjukkan harga curah hujan yang sama seperti peta kontur. Umumnya garis tersebut menunjukkan angka yang bulat. Isohiet ini diperoleh dengan cara menginterpolasi harga harga curah hujan yang tercatat pada pos penangkar hujan lokal (Rnt).Besarnya curah hujan rata rata diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian curah hujan rata rata diantara garis isohiet tersebut dan dibagi luas seluruh catchment area.

Gambar 2.7. Gambar Metode Isohiet

2.5. Analisis FrekuensiSistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim). Besaran peristiwa ekstrim tersebut berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya. Peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya sangat langka Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data-data hidrologi yang dianalisa diasumsikan tidak bergantung (independent), terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, kala ulang (return period) adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan besaran tertentu akan disamai atau dilampaui Namun tidak berarti bahwa kejadian tersebut akan berulang terjadi secara teratur menurut periode ulangnya. Untuk analisis frekuensi diperlukan seri data hujan dari stasiun penakar hujan Analisis ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan dating. Dengan asumsi bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian di masa lalu Macam seri data yang digunakan dalam analisis frekuensi yaitu:a. Seri Data Maksimum Tahunan (maximum annual series)Tiap tahun hanya diambil satu besaran maksimum. b. Seri data parsial Data seri yang ada diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil, kemudian diambil data-data terbesar dari seri data tersebut. Ada kemungkinan dalam satu tahun terdapat lebih dari satu data yang diambil (tahun dengan data-data yang besar), atau dalam satu tahun tidak satupun data yang diambil (tahun dengan data-data yang kecil).Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang dapat terjadi. Metode yang dipergunakan untuk memperkirakan kejadian berulang ini yaitu :1. Metode Normal

Xt=Curah hujan yang diharapkan berulang setiap t tahunXa=Curah hujan rata rata dari suatu catchment areaKT= Reduce Variate GaussSx = Standar Deviasi

2. Metode Log Normal

X= Data curah hujanYt=Perkiraan nilai yang diharapkan berulang setiap t tahunYa=Nilai rata rata dari suatu catchment areaKT= Reduce Variate GaussSx = Standar Deviasi

3. Metode GumbelRumus yang digunakan adalah :

Dimana :Xt = Besarnya CH yang diharapkan berulang setiap t tahun.Xa = Curah hujan rata-rata dari suatu catchment area (mm).Yt = Reduce Variate ( Tabel 1).Yn = Reduce Mean (Tabel 2).Sn = Reduce Standart Deviation (Tabel 3).Sx = Standart Deviasi.Tabel 2.1 Return Period a Function of ReducedReturn PeriodReduced Variate

20,3665

51,9940

102,2504

202,9606

253,1985

503,9019

1004,6002

Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2Tabel 2.2 Reduced Mean (Yn)Reduced Mean (Yn)

No0123456789

100.49520.49960.50350.50700.51000.51280.51570.51810.52020.5220

200.52360.52520.52680.52830.52960.53090.53200.53320.53430.5353

300.53620.53710.53800.53880.53960.54020.54100.54180.54240.5430

400.54360.54420.54480.54530.54580.54630.54680.54730.54770.5481

500.54850.54890.54930.54970.55010.55040.55080.55110.55150.5518

600.55210.55240.55870.55300.55330.55350.55380.55400.55430.5545

700.55480.55500.55520.55550.55570.55530.55610.54630.55650.5567

800.55690.55700.55720.55740.55760.55780.55800.55810.55830.5585

900.55860.55870.55890.55910.55920.55930.55950.55960.55980.5599

Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2Tabel 2.3 Reduced Standart Deviation (Sn)Reduced Standard Deviation (Sn)

No0123456789

100.94960.96760.98330.99711.00951.0201.031.0411.0491.056

201.06281.06961.07541.08111.08641.0911.091.1001.1041.108

301.11241.11591.11931.12261.12551.1281.131.1331.1361.138

401.14131.14361.14581.1481.14491.1611.151.1551.1571.159

501.60701.16231.16381.16581.16671.1681.161.1701.1721.173

601.74701.17591.17701.17821.17931.1801.181.1821.1831.184

701.18541.18631.18731.18811.18911.1891.191.1911.1921.193

801.19381.19451.19531.19591.19671.1971.191.1981.1991.200

901.20071.20131.20201.20261.20371.2031.201.2041.2051.206

Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 24. Metode Log Pearson III

Log Xi= Logaritma data curah hujanLog Xa= Rata rata logaritma data curah hujanSi= Standart Deviation logaritma data curah hujanG= Harga yang diperoleh dari Tabel 4, tergantung dari skew coefficient (Cs) dan Percent chance

5. Metode Haspers221121RaRRaRSx

Rt= Curah hujan dangan return periode T tahunRa= Curah hujan maksimum rata rata Sx= Standart deviasi untuk pengamatan n tahunR1= Curah hujan absolut maksimum 1R2= Curah hujan absolut maksimum 21= Standard Variable untuk periode ulang R12= Standard Variable untuk periode ulang R2m1 & m2= masing masing ranking dari curah hujan R1 dan R2n= jumlah tahun pengamatan= Standard variable untuk return periode T

2.6. Analisis Intensitas Curah HujanIntensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi.[footnoteRef:7] Analisa intensitas curah hujan ini diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf atau dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu per jam. Intensitas curah hujan yang dinyatakan dalam mm/jam dihubungkan dengan durasi (lamanya hujan) yang dinyatakan dalam menit digambarkan dalam Kurva Intensitas Hujan atau biasa disebut Intensitas Duration Frequency (IDF). Maka diperlukan data curah hujan dengan durasi 5, 10, 15, 30, 60, 120, menit sampai 24 jam. Beberapa rumusan dalam perhitungan intensitas curah hujan berdasarkan cara empiris yang sering digunakan diantaranya : [7: Desi Supriyan, Diktat Hidrologi, Teknik Sipil, PNJ, 2004, Hal. 48]

1. Formula Prof. Talbot (1881)

Dimana :I= Intensitas curah hujan (mm/jam).t= Lamanya curah hujan (jam).a dan b = Konstanta yang tergantung pada lamnya curah hujan yang terjadi di daerah aliran.

2. Formula Prof. Sherman (1905)

Dengan :

3. Formula Dr. Ishiguro (1953)

Dengan :

4. Formula Dr. Mononobe

Jika data curah hujan yang tersedia berupa curah hujan harian, maka perhitungan intensitas curah hujan dapat menggunakan rumus Dr. Mononobe : Dimana :I = Intensitas curah hujan (mm/jam).t = Lamanya curah hujan (jam).R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).Intensitas hujan (I) didapatkan dari grafik lengkung IDF dengan cara mengeplotkan waktu konsentrasi (tc) memotong lengkung IDF dengan periode ulang tertentu.

Gambar 2.8 Contoh Grafik Lengkung IDF

2.7. Geometri Penampang SaluranSaluran Terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan permukaan bebas. Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-usul: Saluran alam (natural channel) contoh : sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara. Saluran buatan (artificial channel) contoh : saluran drainase tepi jalan, saluan irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum, saluran banjir. Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasar : Saluran prismatik (prismatic channel) Yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya tetap. Contoh : saluran drainase, saluran irigasi Saluran non prismatik (non prismatic channel) Yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah. Contoh : sungai

Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan geometri penampang melintang : Saluran berpenampang segi empat. Saluran berpenampang trapesium Saluran berpenampang segi tiga. Saluran berpenampang lingkaran. Saluran berpenampang parabola. Saluran berpenampang segi empat dengan ujung dibulatkan (diberi filet berjari-jari tertentu). Saluran berpenampang segi tiga dengan ujung dibulatkan (diberi filet berjari-jari tertentu).

Di lapangan, Saluran buatan (artificial channel) bisa berupa : Canal : semacam parit dengan kemiringan dasar yang landai, berpenampang segi empat, segi tiga, trapezium maupun lingkaran. Terbuat dari galian tanah, pasangan batu, beton atau kayu maupun logam. Talang (flume) : semacam selokan kecil terbuat dari logam, beton atau kayu yang melintas di atas permukaan tanah dengan suatu penyangga. Got Miring (chute) : semacam selokan dengan kemiringan dasar yang relatif curam. Bangunan Terjun (drop structure) : semacam selokan dengan kemiringan yang tajam. Perubahan muka air terjadi pada jarak yang sangat dekat. Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup yang melintasi jalan atau menerobos gundukan tanah dengan jarak yang relatif pendek. Terowongan ( tunnel) : saluran tertutup yang melintasi gundukan tanah atau bukit dengan jarak yang relatif panjang.

Geometri penampang saluran biasanya seperti berikut : Saluran alam (natural channel): tidak beraturan, bervariasi mulai dari bentuk parabola hingga trapezium. Saluran buatan (artificial channel) terbuka: beraturan, berpenampang segiempat, segitiga, trapezium, trapezium ganda, lingkaran hingga parabola Saluran buatan (artificial channel) tertutup: lingkaran, bujur sangkar, elips. Unsur-unsur Geometri Penampang Melintang Saluran :

Kedalaman aliran (y): jarak vertikal titik terendah dasar saluran hingga (depth of flow) permukaan air. Taraf (stage) : elevasi dari muka air terhadap bidang persamaan. Lebar dasar (B) : lebar penampang melintang bagian bawah (dasar). (bed width) Kemiringan dinding (m): angka penyebut pada perbandingan antara sisi (side slope) vertikal terhadap sisi horizontal. Lebar puncak (T): lebar penampang saluran pada permukaan air. (top width) Luas basah (A): luas penampang melintang yang tegak lurus aliran. (water area) Keliling basah (P): panjang garis perpotongan dari permukaan basah (wetted perimeter) saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran. Jari-jari hidraulik (R) : perbandingan antara luas basah A dengan keliling (hydraulic radius) basah P. Kedalaman hidraulik (D) : perbandingan antara luas basah A dengan keliling (hydraulic depth) lebar puncak T. Faktor penampang (Z) : perkalian antara luas basah A dengan akar kuadrat (section factor) dari kedalaman hidraulik D.

Tabel 2.4. Unsur-unsur Geometris Penampang Saluran

Distribusi, Koefisien Kecepatan Dan Pengukuran Kecepatan. Kecepatan aliran v adalah jarak yang ditempuh aliran air pada saluran dalam satuan waktu. Biasanya kecepatan v dinyatakan dalam satuan m/dt. Kecepatan aliran pada saluran adalah tidak merata. Kecepatan maksimum aliran terjadi pada kisaran 0.05 hingga 0.25 kedalamannya. Makin mendekati tepi saluran maupun dasar saluran, kecepatan aliran adalah mengecil. Koefisien distribusi kecepatan berkisar antara 1.03 sampai 1.36. Untuk masalah-masalah dalam praktek, besaran koefisien distribusi kecepatan dianggap sama dengan 1. Distribusi kecepatan pada penampang saluran tergantung pada beberapa factor antara lain : Bentuk penampang. Kekasaran saluran. Adanya tekukan-tekukan. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan cara antara lain : Menggunakan alat pengukur aliran (current meter) mengukur kecepatan rata-rata pada segmen-segmen penampang dengan membagi-bagi penampang saluran secara vertikal. Menggunakan pelampung yang dihanyutkan ke dalam aliran dengan mencatat laju pelampung pada jarak tertentu. Distribusi kecepatan secara umum dinyatakan pada gambar berikut :

Gambar 2.9. Kurva Kecepatan Khas Penampang Saluran

2.8. WinTR 20

Gambar 2.10. Welcome Screen WinTR-20WinTR-20 System Controller/Editor adalah software aplikasi pemodelan limpasan air hujan produksi USDA Natural Resources Conservation Service. Output program ini yakni hydrograph debit banjir limpasan tahun periode. Pemodelan pada aplikasi dapat dilakukan pada sejumlah sub-area yang saling terhubung. Hydrograph upstream dan downstream yang dihasilkan merupakan hasil dari perhitungan kombinasi dari data sub-area dan data reach yang dimasukan dalam program.Program ini memiliki beberapa batasan dalam sistem kerjanya yang dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kapabilitas dan Batasan pada program WinTR-20

Berikut sistem kerja WinTR-20 tergambar pada skema alir pada gambar 2.11.

Gambar 2.11. Skema Sistem WinTR-20

2.9. WinTR 55

Gambar 2.12. Welcome Screen WinTR-55WinTR-55 Small Watershed Hydology adalah software aplikasi pemodelan limpasan air hujan produksi USDA Natural Resources Conservation Service. Output program ini sama dengan versi pendahulunya, WinTR 20, yakni hydrograph debit banjir limpasan tahun periode. Aplikasi ini dapat digunakan pada wilayah perkotaan maupun wilayah agricultural yang dilewati aliran sungai. Pemodelan pada aplikasi dapat dilakukan pada sejumlah sub-area yang saling terhubung. Hydrograph upstream dan downstream yang dihasilkan merupakan hasil dari perhitungan kombinasi dari data sub-area dan data reach yang dimasukan dalam program.Program ini memiliki beberapa batasan dalam sistem kerjanya yang dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Kapabilitas dan Batasan pada program WinTR-55VariableLimits

Minimum areaNo absolute minimum is included in the software. The user should carefully examine results from sub-areas less than 1 acre.

Maximum area25 square miles (6,500 hectares)

Number of Subwatersheds1-10

Time of concentration for any sub-area0.1 hour < Tc < 10 hour

Number of reaches0-10

Types of reachesChannel or Structure

Reach RoutingMuskingum-Cunge

Structure RoutingStorage-Indication

Structure TypesPipe or Weir

Structure Trial Sizes1-3

Rainfall DepthDefault or user-defined0 50 inches (0-1,270 mm)

Rainfall Distributions NRCS Type I, IA, II, III, NM60, NM65, NM70, NM75, or user-defined

Rainfall Duration24-hour

Dimensionless Unit HydrographStandard peak rate factor 484, , or user-defined (e.g. Delmarvasee Example 3)

Antecedent Moisture Condition2 (average)

Berikut skema sistem kerja WinTR-55 secara general:Gambar 2.13. Skema Sistem WinTR-55Dasar-dasar perhitungan dalam WinTR-55 berdasarkan beberapa rumus di bawah ini:Runoff Equation Q = [P 0.2(1000CN-10)]2

P + 0.8(1000CN-10)

Where Q = runoff (in) P = rainfall (in), andCN = runoff curve numberComposite CN (connected impervious area) CNc = CNp + (Pim100)(98-CNp)

WhereCNc = composite runoff curve numberCNp = pervious runoff curve number, andPim = percent imperviousness

Composite CN (unconnected w/