makalah - pertemuan 13

22
M A K A L A H APLIKASI LEAN SIX-SIGMA PADA PT. SALIM IVOMAS PRATAMA-BITUNG O L E H Kelompok 1 Yustya Indriani (2012310603) Novika Safrilia A. (2012310614) Alwiyah Husen (2012310615) Rima Irmawati (2011310426) Sinta Dimas Surya (2012310050) Riska S.Jamalia (2012310618) Mata Kuliah Manajemen Biaya Kelas F Program Studi S1 Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya 2014

Upload: agnesdewidiaz

Post on 16-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Manajemen Biaya

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah - Pertemuan 13

M A K A L A H

APLIKASI LEAN SIX-SIGMA

PADA PT. SALIM IVOMAS PRATAMA-BITUNG

O L E H

Kelompok 1

Yustya Indriani (2012310603)

Novika Safrilia A. (2012310614)

Alwiyah Husen (2012310615)

Rima Irmawati (2011310426)

Sinta Dimas Surya (2012310050)

Riska S.Jamalia (2012310618)

Mata Kuliah Manajemen Biaya

Kelas F

Program Studi S1 Akuntansi

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas

Surabaya

2014

Page 2: Makalah - Pertemuan 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas

ijin dari-Nya maka makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Adapun

makalah ini merupakan prasyarat dalam menempuh mata kuliah Manajemen Biaya di STIE

Perbanas Surabaya.

Di dalam makalah ini, dibahas mengenai Aplikasi Lean Six Sigma.Kami menyadari

bahwa dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh

karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Sekian dan terima kasih.

Surabaya, November 2014

Kelompok 3

1

Page 3: Makalah - Pertemuan 13

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................................................2

BAGAIMANA TOYOTA MENJADI PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERBAIK DUNIA...........3

Keluarga Toyoda : Generasi-Generasi Kepemimpinan yang Konsisten.............................................3

Perusahaan Otomotif Toyota...............................................................................................................5

Perkembangan Toyota Production System (TPS)...............................................................................8

One-Piece Flow, Sebuah Prinsip Inti...................................................................................................9

Menciptakan Sistem Manufaktur yang Mengubah Dunia.................................................................10

Kesimpulan........................................................................................................................................13

2

Page 4: Makalah - Pertemuan 13

BAGAIMANA TOYOTA MENJADI PERUSAHAAN

MANUFAKTUR TERBAIK DUNIA

Cerita Tentang Keluarga Toyoda dan Toyota Production System

Hasil yang paling nyata dari upaya Toyota mencari keunggulan adalah filosofi

manufaktur yang disebut Toyota Production System (TPS). TPS merupakan evolusi besar

dalam proses bisnis yang efisien setelah system produksi masal yang diciptakan oleh Henry

Ford, dan telah didokumentasikan, dianalisis, dan diekspor ke perusahaan-perusahaan di

berbagai industry di seluruh dunia.

Walaupun sekarang memiliki lebih dari 240.000 karyawan di seluruh dunia, dalam

banyak hal Toyota masih merupakan sebuah “bisnis keluarga” besar yang masih sangat

dipengaruhi oleh keluarga pendiri Toyoda.

Keluarga Toyoda : Generasi-Generasi Kepemimpinan yang Konsisten

Ceritanya dimulai dengan Sakichi Toyoda, seorang tukang dan penemu, tidak

ubahnya Henry Ford, yang dibesarkan di akhir tahun 1800-an di sebuah desa yang terpencil

di luar Nagoya. Pada saat itu, pemintalan adalah industry utama dan pemerintah Jepang

berkeinginan untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil, dengan mendorong

pembentukan industry-industri rumah tangga diseluruh Jepang. Toko-toko kecil dan

penggilingan kecil yang mempekerjakan beberapa orang saja merupakan hal yang umum.

Para ibu rumah tangga menghasilkan sedikit uang tambahan dengan bekerja di toko-toko

tersebut atau di rumah. Sebagai anak laki-laki, Toyoda belajar perkayuan dari ayahnya, dan

pada akhirnya menerapkan keahlian tersebut untuk merancang dan membuat mesin tenun dari

kayu. Pada tahun 1894, ia mulai membuat alat tenun manual yang lebih murah tetapi lebih

baik dari alat tenun yang sudah ada.

Toyoda merasa senang dengan alat tenun buatannya, tapi hatinya terusik karena

ibunya, neneknya, dan teman-teman mereka masih harus bekerja sangat keras memutar dan

menenun. Dia ingin menemukan cara agar mereka terbebas dari kerja keras tersebut, jadi dia

mulai mengembangkan alat tenun kayu yang dijalankan oleh mesin.

3

Page 5: Makalah - Pertemuan 13

Pada masa itu, penem harus melakukan semua hal sendiri. Tidak ada departemen riset

dan pengembangan agar pekerjaan dapat didelegasikan. Ketika Toyoda pertama kali

mengembangkan mesin tenun, tidak terdapat sumber tenaga untuk menjalankan mesin tenun

tersebut, sehingga dia memusatkan perhatiannya pada masalah pembangkitan tenaga. Mesin

uap merupakan jenis sumber tenaga yang paling umum, jadi dia membeli sebuah mesin uap

bekas dan bereksperimen untuk menjalankan mesin tenun dengan menggunakan sumber

tenaga ini. Dia berusaha mencari tahu bagaimana melakukan hal tersebut dengan cara

mencoba-coba dan melakukan semuanya sendiri—suatu pendekatan yang akan menjadi

bagian fondasi Toyota Way, genchi genbutsu. Pada tahun 1926, dia mendirikan Toyoda

Automatic Loom Works, induk Toyota Group dan masih merupakan inti konglomerat Toyota

(atau keiretsu) sampai saat ini.

Upaya Toyoda untuk terus-menerus mencoba, memperbaiki, dan menemukan sesuatu

yang baru, pada akhirnya menghasilkan mesin tenun otomatis canggih yang menjadi “sama

terkenalnya dengan permata Mikimoto dan biola Suzuki” (Toyoda, 1987). Di antara

penemuannya adalah mekanisme khusus untuk secara otomatis menghentikan alat tenun

ketika ada benang yang putus—sebuah penemuan yang berevolusi menjadi sebuah system

yang lebih luas yang menjadi salah satu dari dua pular Toyota Production System, yang

disebut jidoka (otomasi dengan sentuhan manusia). Pada intinya, jidoka berarti menciptakan

kualitas pada saat Anda memproses bahan baku atau “pencegahan kesalahan”. Hal ini juga

memungkinkan untuk merancang operasi dan peralatan sedemikian, sehingga pekerja tidak

terikat pada mesin dan bebas melakukan pekerjaan lain yang memberi nilai tambah.

Selama hidupnya, Sakichi Toyoda adalah insinyur hebat dan kemudian dianggap

sebagai “Raja Penemu” Jepang. Namun kontribusinya yang lebih luas terhadap

pengembangan Toyota berasal dari filosofi dan pendekatannya terhadap pekerjaan, yang

didasarkan pada semangat peningkatan berkesinambungan. Menariknya, filosofi ini dan pada

akhirnya Toyota Way, sangat dipengaruhi oleh sebuah buku yang dibaca oleh Sakichi karya

Samuel Smiles dengan judul Self-Help (Smiles, 2002). Buku ini pertama kali terbit di Inggris

pada 1859. Buku ini memngkhotbakan kebaikan-kebaikan kerja keras, hidup hemat, dan

perbaikan diri, dan dibumbui dengan cerita-cerita tentang para penemu hebat seperti James

Watt, yang membantu mengembangkan mesin uap. Buku tersebut sangat memberi inspirasi

kepada Sakichi Toyoda sehingga satu kopi buku tersebut dipamerkan di museum yang

didirikan di tempat kelahirannya.

4

Page 6: Makalah - Pertemuan 13

Ketika membaca buku Samuel Smiles itu, Anda dapat melihat bagaimana

pengaruhnya terhadap Toyoda. Pertama, inspirasi Smiles untuk menulis buku tersebut hanya

untuk berbagi apa yang dia ketahui kepada orang lain. Buku ini berasal dari usahanya untuk

membantu kaum muda yang mengalami kesulitan ekonomi dan ingin memusatkan perhatian

mereka untuk mengembangkan diri mereka sendiri—tujuan Smiles bukanlah untuk mencari

uang. Kedua, buku tersebut menjelaskan secara runtut cerita mengenai para penemu yang

berkat dorongan alami dan rasa ingin tahunya berhasil mendapatkan penemuan-penemuan

hebat yang mengubah hidup manusia. Sebagai contoh, Smiles menyimpulkan bahwa

keberhasilan dan damak yang muncul dari penemuan James Watt bukan disebabkan bakat

alamnya, tapi dicapai melalui kerja keras, kegigihan, dan disiplin. Hal tersebut merupakan

ciri-ciri yang ditunjukkan oleh Sakichi Toyoda ketika membuat mesin tenun bertenaga uap.

Ada banyak contoh di sepanjang buku Smiles mengenai “manajemen berdasarkan fakta” dan

pentingnya bagi orang untuk memberi perhatian secara aktif—suatu ciri khas pendekatan

Toyota terhadap pemecahan masalah yang didasarkan pada genchi genbutsu.

Perusahaan Otomotif Toyota

Mesin tenun buatan Toyoda yang ”Bebas kesalahan” menjadi model yang paling

popular dan pada tahun 1929 dia mengirimkan putranya, Kichiro ke Inggris untuk

merungdingkan penjualan hak patennya dengan Platt Brothers, produsen utama

peralatan tenun. Anaknya menegosiasikan harga 100.000 pound Inggris, dan pada

tahun 1930 dia menggunakan modal tesebut untuk mulai membangun Toyota Motor

Corporation (Fujimoto, 1999).

Ironisnya, pendiri Toyota Motor Company, Kiichiro Toyoda adalah anak laki-laki

yang lemah dan sering sakir, yang menurut banyak orang tidak memiliki kapasitas fisik untuk

menjadi seorang pemimpin. Namun ayahnya membantah hal itu dan Kiichiro Toyoda pun

bekerja keras. Ketika Sakichi Toyoda memberi tugas anaknya untuk membangun bisnis

mobil, hal itu tidak ditunjukkan untuk meningkatkan keuangan keluarga. Dia dapat saja

dengan mudah mewariskan bisnis alat tenun keluarga kepada anaknya. Tidak diragukan lagi

Sakichi Toyoda sangat sadar bahwa dunia tengah berubah dan mesin tenun bertenaga uap

akan menjadi teknologi masa lalu sementara mobil akan menjadi teknologi masa depan.

Namun lebih dari itu, dia telah meninggalkan sesuatu di dunia industry melalui pembuatan

5

Page 7: Makalah - Pertemuan 13

mesin tenunnya dan ingin anaknya memiliki kesempatan yang sama dalam berkontribusi ke

dunia. Dia menjelaskan kepada Kiichiro:

Setiap orang harus menangani beberapa proyek besar setidaknya satu kali dalam

hidupnya. Saya mendedikasikan sebagian besar dari hidup saya untuk menciptakan

berbagai jenis alat tenun baru. Sekarang giliranmu. Kamu harus berupaya untuk

menyelesaikan sesuatu yang akan bermanfaat bagi masyarakat. (Reingold, 1999)

Ayah Kiichiro mengirimnya ke Tokyo Imperial University yang bergengsi untuk

belajar teknik mesin; dia berfokus pada teknologi mesin. Dia memperoleh banyak

pengetahuan mengenai cara pengecoran dan pemrosesan komponen logam dari Toyoda

Automatic Loom Works. Walaupun pendidikan formalnya di bidang teknik, dia mengikuti

jejak ayahnya dengan “belajar sambil melakukan”. Shoichiro Toyoda, anaknya,

mendeskripsikan Kiichiro Toyoda sebagai seorang “insinyur tulen” yang :

…..memikirkan dengan sungguh-sungguh suatu permasalahan dan tidak bergantung

pada intuisi. Dia selalu suka mengumpulkan fakta. Sebelum memutuskan untuk

membuat mesin mobil, dia membuat sebuah mesin kecil. Blok silinder adalah benda

yang paling sulit untuk dicor, sehingga ia mempunyai banyak pengalaman di bidang

tersebut, dan dengan rasa percaya diri, dia terus maju. (Reingold, 1999)

Pendekatannya dalam belajar dan mencipta serupa dengan yang dilakukan ayahnya.

Setelah Perang Dunia II, Kiichiro Toyoda menulis, “Saya akan mengubur segala harapan

akan kemampuan kami untuk membangun kembali industry Jepang, jika insinyur kami

adalah orang-orang yang dapat duduk makan tanpa pernah mencuci tangan terlebih dahulu.”

Dia membangun Toyota Automotive Company berdasarkan filosofi dan pendekatan

manajemen ayahnya, tapi dia menambahkan inovasinya sendiri. Sebagai contoh, sementara

Sakichi Toyoda adalah penemu jidoka yang nantinya menjadi salah satu pilar Toyota

Production System, Just-In-Time adalah kontribusi Kiichiro Toyoda. Idenya dipengaruhi dari

perjalanan studinya ke pabrik Ford di Michigan untuk melihat industry mobil dan juga

melihat system supermarket AS yang menggantikan barang-barang di rak segera setelah

pelanggannya membeli. Visinya merupakan akar system kanban, yang dibuat berdasarkan

model system supermarket. Tanpa memandang rendah pencapainan tersebut, tindakannya

sebagai seorang pemimpinlah, sama seperti yang dilakukan oleh ayahnya, yang

meninggalkan jejak terbesar pada Toyota.

6

Page 8: Makalah - Pertemuan 13

Dalam perjalanannya mebangun perusahaan mobil, Perang Dunia II terjadi, Jepang

kalah, dan pemenang Amerika dapat saja mengehentikan produksi mobil. Kiichiro Toyoda

sangat khawatir bahwa penduduk Amerika setelah perang dapat menutup perusahaannya.

Sebaliknya, Amerika menyadari kebutuhan akan truk untuk membangun kembali Jepang dan

bahkan membatuk Toyota untuk mulai memproduksi truk kembali.

Ketika ekonomi bangkit kembali di bawah pendudukan Amerika, Toyota tidak

memperoleh kesulitan dalam memperoleh pesanan mobil, tapi inflasi yang tinggi telah

membuat uang menjadi tidak berharga dan sangat sulit mendapatkan pembayaran dari

pelanggan. Arus kas menjadi sangat memberatkan sehingga pada satu saat di tahun 1948,

hutang Toyota delapan kali lebih besar dari nilai total perusahaannya (Reingold, 1999). Agar

tidak bangkrut, Toyota mengadopsi kebijakan biaya yang ketat, termasuk pemotongan gaji

secara sukarela bagi para manajer dan pemotongan sebesar 10 persen dari gaji semua

karyawan. Hal tersebut merupakan hasil dari negosiasi dengan para karyawan sebagai ganti

dari pemutusan hubungan kerja, untuk mempertahankan kebijakan Kiichiro Toyoda yang

tidak menyetujui pemberhentian karyawan. Akhirnya, bahkan pemotongan gaji tersebut tidak

mencukupi. Keadaan ini memaksanya untuk meminta 1.600 pekerja “pension” secara

sukarela. Akibatnya produksi berhenti dan para pekerja beremonstrasi, yang saat itu umum

terjadi di seluruh Jepang.

Setiap hari selalu ada perusahaan yang bangkrut. Yang sering didengar adalah CEO

berusaha mempertahankan paket opsi sahamnya atas perusahaan atau mungkin menjual

perusahaan setelah memecah-mecah aktiva berharga yang masih tersisa. Orang selalu

menyalahkan orang lain jika perusahaan mereka gagal. Kiichiro Toyoda mengambil

pendekatan yang berbeda. Dia menerima tanggung jawab atas kegagalan perusahaan mobil

tersebut dan memundurkan diri dari kedudukannya sebagai presiden direktur, walaupun pada

kenyataannya masalah itu berada di luar kendali siapa pun. Pengorbanan pribadinya

membantu meredakan ketidakpuasan para pekerja. Makin banyak pekerja yang secara

sukarela meninggalkan perusahaan dan ketenangan di kalangan para pekerja pulih kembali.

Akan tetapi pengorbanan pribadinya yang besar itu memiliki dampak yang mendasar

terhadap Toyota. Setiap orang di Toyota tahu apa yang telah dilakukannya dan mengapa dia

melakukannya. Filosofi Toyota hingga hari ini adalah berpikir melampaui kepentingan

pribadi demi kepentingan jangka panjang perusahaan, selain menerima tanggung jawab atas

permasalahan. Kiichiro Toyoda memberikan contoh yang berada di luar logika sebagian

besar dari kita.

7

Page 9: Makalah - Pertemuan 13

Anggota keluarga Toyoda dibesarkan dengan filosofi yang serupa. Mereka semua

belajar untuk turun tangan secara langsung, belajar mengenai semangat berinovasi, dan

memahami nilai perusahaan dalam berkontribusi terhadap masyarakat. Setelah Kiichiro

Toyoda, salah satu pemimpin keluarga Toyoda yang membentuk perusahaan adalah Eiji

Toyoda. Ketika dia lulus, sepupunya Kiichiro, memberinya tugas untuk membangun, yang

harus dilakukannya sendiri, sebuah labolatorium penelitian di sebuah “hotel mobil” di

Shibaura (Toyoda, 1987).

“Hotel mobil” yang dimaksud oleh Kiichiro adalah sebuah tempat yang menyerupai

garasi tempat parker yang luas. Pada awalnya, dia bekerja sendiri selama beberapa waktu dan

memerlukan waktu satu tahun untuk akhirnya membangun sebuah kelompok yang terdiri dari

10 orang. Tugas pertamanya adalah untuk meneliti mesin pemrosesan, yang sama sekali tidak

diketahuinya. Di waktu luangnya, dia akan mengevaluasi perusahaan-perusahaan yang dapat

membuat suku cadang untuk Toyota.

Ketika tantangan muncul, jawabannya adalah untuk mencoba berbagai hal untuk

belajar sambil melakukannya. Dengan system keyakinan dan nilai-nilai seperti ini, tidak

dapat dibayangkan menyerahkan perusahaan kepada putra, sepupu, atau keponakan yang

tidak mau tangan mereka kotor dan benar-benar mencintai bisnis mobil. Nilai-nilai

perusahaan ini membentuk cara mengembangkan dan memilih setiap generasi pemimpin.

Sekarang Toyota Way telah disebarkan tidak saja kepada para pemimpin di

Jepangtetapi juga kepada mitra kerja Toyota di seluruh dunia. Toyota selalu memikirkan

suatu cara untuk mengajarkan dan memperkuat system nilai yang mendorong para pendiri

perusahaan untuk turun langsung, untuk benar-benar berinovasi dan berpikir secara

mendalam mengenai masalah berdasarkan fakta-fakta yang nyata.

Perkembangan Toyota Production System (TPS)

Toyota Motor Corporation berjuang selama tahun 1930-an, terutama dalam

pembuatan truk-truk sederhana. Pada awalnya, perusahaan ini memproduksi kendaraan yang

berkualitas rendah dengan teknologi primitive dan hanya sedikit sukses. Pada tahun 1930-an,

para pemimpin Toyota mengunjungi Ford dan GM untuk mempelajari jalur perakitan mereka

dan membaca buku Henry Ford, Today and Tomorrow (1926). Sebelum PD II, Toyota

8

Page 10: Makalah - Pertemuan 13

menyadari bahwa pasar Jepang terlalu kecil dan permintaan terlalu terbagi-bagi umtuk

mendukung volume produksi yang besar seperti yang dilakukan di AS. Para manajer Toyota

sadar bahwa jika mereka ingin perusahaannya dapat bertahan dalam jangka panjang mereka

harus menyesuaikan pendekatan produksi missal pada kondisi pasar Jepang.

Setelah Perang Dunia II, di tahun 1950 Toyota telah memiliki bisnis otomotif yang

sedang menanjak. System produksi massal Ford dirancang untuk membuat sejumlah model

yang terbatas dalam kuantitas yang sangat besar. Sebaliknya, Toyota perlu untuk

memproduksi berbagai jenis model dalam volume kecil, dengan menggunakan jalur perakitan

yang sama, karena permintaan konsumen di pasar kendaraan mereka terlalu rendah unutk

dapat menggunakan satu jalur perakitan hanya untuk satu jenis kendaraan. Dengan sumber

daya dan modal terbatas, Toyota perlu memutar uang dengan cepat. Toyota tidak memiliki

kemewahan untuk berlindung di balik volume tinggi dan skala ekonomi yang dimungkinkan

oleh system produksi missal Ford. Diperlukan penyesuaian proses manufaktur Ford untuk

mencapai secara simultan kualitas yang tinggi, biaya yang rendah, lead time yang singkat dan

flesibiltas

One-Piece Flow, Sebuah Prinsip Inti

Ketika Eiji Toyoda dan para manajer melakukan perjalanan study selama 12 minggu

ke pabrik-pabrik AS pada tahun 1950, mereka berharap akan merasa kagum dengan

kemajuan manufaktur mereka. Tetapi system produksi tersebut memiliki banyak kekurangan

yaitu, banyak peralatan membuat produk dalam jumlah besar yang disimpan sebagai

persediaan, hanya untuk kemudian dipindahkan ke departemen lain, yang akan diproses oleh

peralatan besar,dan seterusnya hingga ke langkah-langkah selanjutnya. Mereka melihat

bagaimana proses yang terputus-putus ini dikarenakan volume yang tinggi, dan interupsi

diantara langkah-langkah ini telah menyebabkan material dalam jumlah besar tertahan

sebagai persedian dan menunggu. Mereka melihat biaya tinggi dari peralatan dan apa yang

disebut sebagai efisiensi dalam mengurangi biaya per unit ,dengan membat para pekerja terus

sibuk agar peralatan tersebut terus bekerja.

Untungnya bagi Ohno,penugasan dari Eiji Toyoda untuk “mengejar produktivitas

ford” bukan berarti perusahaan harus bersaing langsung dengan ford. Dia hanya berfokus

9

Page 11: Makalah - Pertemuan 13

dalam meningkatkan manufaktur Toyoda untuk pasar jepang yang terlindungi–meskipun

demikian masih merupakan sebuah penugasan yang menakutkan.

Sebuah kunci keberhasilan dariproduksi massal adalah perkembangan dari mesin

pemrosesan yang presisi dan komponen yang dapat ditukar pasangkan (Womack, Jones,

Roos, 1991). Dengn menggunakan prinsip gerakan manajemen ilmiah yang dipelopori

Frederick Taylor, Ford juga sangat bergantung pada study tentang waktu (time studies), tugas

pekerja yang sangat terspesialisasi, dan pemisahan antara perencanaan yang dilakukan oleh

para insinyur dan pelaksanaan yang dilakukan oleh para pekerja.

Menciptakan Sistem Manufaktur yang Mengubah Dunia

Ohno tidak dapat mengimplementasikan system ERP atau menggunakan internet

untuk membuat informasi bergerak dengan kecepatan cahaya. Namun dia dibekali dengan

pengetahuannya mengenai lantai pabrik, para insinyur, manajer dan pekerja yang berdedikasi,

yang memberikan segalanya untuk membantu perusahaan agar berhasil. Dengan ini dia

banyak melakukan perjalanan lansung ke pabrik-pabrik Toyota yang hanya sedikit

jumlahnya, menetapkan prinsip jidoka dan one-piece flow.

Sejalan dengan pelajaran yang diambil Henry Ford, TPS meminjamkan banyak ide

dari AS. Salah satu ide yang penting adalah konsep dari “system tarik”, yang dialami oleh

supermarket-supermarket di AS.

JIT adalah serangkaian prinsip, alat, dan teknik yang memungkinkan perusahaan

memproduksi dan mengirim produk dalam kuantitas kecil, dengan lead time yang singkat,

untuk memenuhi keinginan pelanggan yang spesifik. Secara sederhana dapat dikatakan JIT

menyediakan barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat.

Kekurangan JIT adalah ia memungkinkan anda untuk menjadi responsive terhadap perubahan

permintaan pelanggan dari hari ke hari, tepat seperti apa yang diperlukan oleh Toyota.

Toyota juga mendalami ajaran pelopor kualitas Amerika W. Edwards Deming. Dia

memberikan seminar produktivitas dan kualitas di Jepang, dan mengajarkan bahwa dalam

system bisnis pada umumnya, memenuhi dan melampaui tuntutan pelanggan merupakan

tugas setiap orang dalam sebuah organisasi. Dan dia secara dramatis memperluas definisi

“pelanggan” dengan memasukkan pelanggan internal dan eksternal. Setiap orang atau

10

Page 12: Makalah - Pertemuan 13

langkah dalam suatu jalur produksi atau proses bisnis diperlakukan sebagai “pelanggan” dan

dipasok dengan apa yang benar-benar diperlukannya, tepat pada waktu yang diperlukan. Ini

adalah asal-usul prinsip Deming, “proses berikutnya adalah pelanggan.” Istilah bangsa

Jepang untuk hal ini, atokotei wa o- kyakusama, menjadi ungkapan yang paling signifikan di

JIT, karena dalam system Tarik hal tersebur berarti proses yang sebelumnya harus selalu

melakukan apa yang dikatakan oleh proses yang berikutnya. Jika tidak, JIT tidak akan

berjalan.

Deming juga mendorong orang-orang Jepang untuk mengadopsi sebuah pendekatan

sistematis dalam pemecahan masalah yang kemudian dikenal sebagai Deming Cycle atau

Plan-Do-Check-Act (PDCA) Cycle, dasar peningkatan berkesinambungan. Istilah Jepang

untuk pengingkatan berkesinambungan adalah kaizeny, dan merupakan proses membuat

perbaikan kecil-kecil, seberapa pun kecilnya, dan mencapai tujuan lean untuk menghilangkan

semua pemborosan yang menambah biaya tanpa menambah nilai. Kaizen mengajarkan

keterampilan kepada setiap orang untuk bekerja secara efektif dalam kelompok-kelompok

kecil, memecahkan masalah, mendokumentasikan dan meningkatkan proses, mengumpulkan

dan menganalisis data, dan memanajemeni diri sendiri dalam sebuah kelompok. Ia

mendorong pengambilan keputusan (atau penyampaian usulan) sampai ke tingkat para

pekerja, dan menuntut pembahasan secara terbuka dan consensus dalam kelompok sebelum

mengimplementasikan keputusan. Kaizen adalah filosofi total yang mendorong

kesempurnaan dan mempertahankan TPS dalam kehidupan sehari-hari.

Sekembalinya Ohno dan timnya dari lantai pabrik dengan suatu system manufaktur

yang baru, system tersebut bukan hanya ditunjukkan untuk satu perusahaan dengan pasar

tertentu dan budaya tertentu. Apa yang mereka ciptakan adalah sebuah paradigm baru dalam

manufaktur atau pemberian jasa-suatu cara baru untuk melihat, memahami, dan

menerjemahkan apa yang terjadi dalam proses produksi, yang dapat mendorong mereka jauh

melampaui system produksi masal.

Pada tahun 1960-an, TPS menjadi filosofi yang kuat yang dapat dipelajari untuk

digunakan oleh semua jenis bisnis dan proses, tapi hal tersebut memerlukan waktu. Toyota

mengambil langkah pertama untuk menyebarluaskan “Lean” dengan secara sungguh-sungguh

mengajarkan prinsip TPS kepada para pemasoknya. Hal ini memindahkan pabrik manufaktur

lean yang terisolasi menjadi sebuah perusahaan lean total yang luas-ketika semua orang yang

berada dalam supply chain mempraktikkan prinsip-prinsip TPS yang sama. Model bisnis

11

Page 13: Makalah - Pertemuan 13

yang sangat kuat! Namun kekuatan TPS sebagian besar tidak diketahui oleh perusahaan lain

di luar Toyota dan para pemasoknya hingga krisis minyak pada tahun 1973 yang

menyebabkan dunia mengalami resesi global, dan Jepang merupakan salah satu Negara yang

paling terpukul. Industri Jepang sedang terjun bebas dan satu-satunya yang dapat dilakukan

adalah bertahan hidup. Namun pemerintah Jepang mulai menyadari ketika Toyota keluar dari

bahaya dan kembali memperoleh prfitabilitas lebih cepat dari perusahaan-perusahaan yang

lain. Pemerintah Jepang mengambil inisiatif untuk meluncurkan seminar mengenai TPS,

walaupun disadari bahwa hal tersebut hanya merupakan sebagian kecil dari apa yang

membuat Toyota sukses.

Pada awal tahun 1980-an, jika Anda mnegunjungi Jepang, ketika Anda keluar dari

Toyota City dan kelompok afiliasi Toyota lainnya untuk kemudian memasuki perusahaan

Jepang yang lain, akan tampak bahwa penerapan prinsip TPS dengan cepat berkurang dan

melemah. Masih perlu sementara waktu sebelum dunia dapat memahami Toyota Way dan

paradigm manufaktur baru ini.

Sebagian dari masalah terjadi karena produksi massal setelah Perang Dunia II

berfokus pada biaya, biaya, dan biaya. “Buatlah mesin yang lebih besar dan melalui skala

ekonomi turunkan biaya.” “Lakukan otomatisasi untuk menggantikan orang jika hal tersebut

dapat menghemat biaya.” Pemikiran seperti ini menguasai dunia manufaktur hingga tahun

1980-an. Kemudian dunia bisnis memperoleh pemahaman mengenai kualitas dari Deming,

Joseph Juran, Kaoru Ishikawa, dan para ahli kualitas lainnya. Dunia bisnis belajar bahwa

memfokuskan diri pada kualitas sebenarnya akan mengurangi biaya lebih besar daripada jika

kita hanya memfokuskan diri pada biaya saja. Terakhir, pada tahun 1990-an, melalui

pekerjaan dari MIT’s Auto Industry Program dan buku laris berdasarkan penelitiannya, The

Machine That Changed the World (Womack, Jones, Roos, 1991), komunitas dunia

manufaktur menemukan ”lean production”—istilah penulis untuk apa yang telah dipelajari

Toyota selama beberapa dasawarsa yang lalu dengan memusatkan perhatian pada supply

chain : mempersingkat lead time dengan menghilangkan pemborosan pada setiap langkah

dalam satu proses, mengarah pada kualitas terbaik dan biaya yang terendah, sementara

dalam waktu yang sama meningkatkan keselamatan kerja dan semangat kerja.

12

Page 14: Makalah - Pertemuan 13

Kesimpulan

Toyota dimulai dengan nilai-nilai dan keinginan ideal dari keluarga Toyoda. Untuk

memahami Toyota Way kita harus mulai dengan keluarga Toyoda. Mereka adalah innovator,

mereka orang pragmatis yang idealis, mereka belajar sambil mengerjakan, dan selalu percaya

pada misinya untuk menyumbangkan sesuatu bagi masyarakat. Mereka tidak kenal lelah

dalam mencapai tujuan mereka. Yang terpenting adalah mereka memimpin dengan memberi

contoh.

TPS berevolusi untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh Toyota selama

perusahaan tumbuh. Ia berevolusi ketika Taiichi Ohno dan sejawatnya marancang prinsip-

prinsip ini agar dapat diterapkan di lantai pabrik dengan cara coba-coba selama bertahun-

tahun. Ketika kit memotretnya pada satu titik, kita dapat mendeskripsikan karakter teknis dan

prestasi TPS. Namun cara Toyota mengembangkan TPS, tantangan yang telah dihadapinya,

dan pendekatan yang telah diambilnya untuk memecahkan masalah benar-benar merupakan

refleksi Toyota Way. Dokumen internal Toyota Way yang dibuat oleh Toyota sendiri

membahas mengenai ”semangat menghadapi tantangan” dan menyambut tanggung jawab

untuk mengatasi tantangan tersebut. Dokumen tersebut menyatakan :

Kami menyambut tantangan dengan semangat kreatif dan keberanian untuk

merealisasikan mimpi kamu tanpa kehilangan semangat atau tenaga. Kami

melakukan pekerjaan kami dengan penuh semangat, dengan optimism, dan keyakinan

yang tulus mengenai nilai dari kontribusi kami.

Dan selanjutnya :

Kami berusaha keras memutuskan nasib kami sendiri. Kami bertindak secara

mandiri, percaya pada kemampuan kami sendiri. Kami menerima tanggung jawab

atas tindakan kami dan untuk mempertahankan dan meningkatkan keterampilan yang

membuat kami mampu menciptakan nilai tambah.

Kata-kata yang penuh kekuatan ini mendeskripsikan dengan baik apa yang dicapai

oleh Ohno dan timnya. Keluar dari kemelut Perang Dunia II, mereka menerima tantangan

yang tampaknya tidak mungkin—menyamai produktivitas Ford. Ohno menerima tantangan

tersebut dan, ”dengan semangat kreatif dan keberanian,” memecahkan masalah demi masalah

dan menciptakan sebuah system produksi baru. Dia dan timnya melakukannya sendiri dan

13

Page 15: Makalah - Pertemuan 13

tidak meminta bantuan dari pemerintah Jepang atau pihak lainnya. Proses yang sama ini telah

dimainkan secara berulang kali sepanjang sejarah Toyota.

Secara umum, kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut.

1. Hasil yang paling dilihat adalah dari filosofi manufaktur yang disebut TPS (Toyota

Production System);

2. Perusahaan Toyota adalah generasi kepemimpinan yang konsisten;

3. Pada tahun 1929 awal dibuka usaha membuat mesin tenun buatan Toyoda. Lalu

mengirimkan puteranya Kichihiro ke Inggris untuk merundingkan penjualan hak

patennya dengan Platt Brathers;

4. Pada tahun 1930 dia menggunakan modal untuk memulai membangun Toyota Motor

Corporation;

5. Dalam perjalanan kerja keras anak dari Toyoda memulai produksi mobil; dan

6. Dalam perjalanan membangun mobil, terjadi Perang Dunia II dan Jepang Kalah. Tapi

Amerika menyadari kebutuhan akan truk dari buatan Toyota dan Toyota memproduksi

kembali.

Anggota keluarga Toyoda dibesarkan dengan filosofi yang serupa, mereka semua

belajar untuk turun tangan secara langsung. Mereka semua memiliki visi untuk menciptakan

sebuah perusahaan yang istimewa dengan masa depan yang panjang. Sekarang Toyota Way

telah disebarluaskan tidak saja kepada para pemimpin di Jepang tetapi juga pada mitra kerja

Toyota di seluruh dunia. Toyota selalu mengajarkan dan memperkuat system untuk benar-

benar berinovasi dan berpikir secara mendalam mengenai masalah berdasarkan fakta-fakta

yang nyata.

14