makalah penyakit

51
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia, namun belum banyak masyarakat yang mampu mengambil keputusan tentang perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, dan tanggung jawab untuk menjaga kesehatannya secara optimal. Betapa pentingnya kesehatan, akan tetapi banyak orang yang mengabaikannya. Mereka tidak menyadari bahwa gaya hidup, pola hidup, dan aktivitas keseharian bisa mempengaruhi kesehatan. Mereka merasa sehat ketika tidak mengalami batuk, flu, atau penyakit menular lainnya. Padahal, ada bahaya yang mengancam apabila pola hidup yang sehat tidak diterapkan dalam keseharian. Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman, virus, atau bakteri tetapi lebih disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Penyebaran kasus penyakit banyak sekali terjadi contohnya di kota cirebon ada bebearapa penyakit yang sering terjadi diantaranya yaitu, DBD, Hipertensi, HIV-AIDS, TBC dan ISPA. 1

Upload: dewisukmawati

Post on 09-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penyakit

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

namun belum banyak masyarakat yang mampu mengambil keputusan

tentang perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, dan tanggung jawab

untuk menjaga kesehatannya secara optimal. Betapa pentingnya kesehatan,

akan tetapi banyak orang yang mengabaikannya. Mereka tidak menyadari

bahwa gaya hidup, pola hidup, dan aktivitas keseharian bisa mempengaruhi

kesehatan. Mereka merasa sehat ketika tidak mengalami batuk, flu, atau

penyakit menular lainnya. Padahal, ada bahaya yang mengancam apabila

pola hidup yang sehat tidak diterapkan dalam keseharian.

Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman, virus,

atau bakteri tetapi lebih disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak

sehat. Penyebaran kasus penyakit banyak sekali terjadi contohnya di kota

cirebon ada bebearapa penyakit yang sering terjadi diantaranya yaitu, DBD,

Hipertensi, HIV-AIDS, TBC dan ISPA.

2. Tujuan

Makalah ini dibuat bertujuan untuk:

1. Memenuhi tugas Masa Bimbingan Mahasiswa Baru.

2. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penyakit yang sering

terjadi di Cirebon

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Demam Berdarah

1.1. Definisi

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,

yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot,

dan/ atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD)

terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan

dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh

renjatan/shock.1,2

1.2. Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus

Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari

asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.

Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan

serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan

Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan West Nile

virus.1

1.3. PATOGENESIS

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD)

disebabkan oleh virus yangsama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang

berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaanyang utama adalah pada

peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan

2

karenakebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam

dengue hal ini tidak terjadi.3

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus. Virus akanberkembang di dalam peredaran darah dan akan

ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2hari sebelum timbul

gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan

segerabereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga

makrofag menjadi APC(AntigenPresenting Cell). Antigen yang menempel di

makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarikmakrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik

yangakan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan

sel B yang akan melepasantibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu

antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,antibodi fiksasi komplemen.3

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejalasistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise

dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahankarena terjadi aggregasi

trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini

bersifatringan.3

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis

infeksidengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous

infectiotheory) dan hipotesis immune enhancementMenurut hipotesis infeksi

sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1997, sebagai akibat infeksi sekunder

oleh tipe virus dengueyang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan

terpicu,menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan

menghasilkantiter tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,

proliferasilimfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus

dengue.Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi

yangselanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan

C5amenyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darahdan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti denganpeningkatan

3

kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnyacairan dalam rongga

serosa.4

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secaratidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virusheterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderitaDBD berat. Antibodi

herterolog yang telah ada akan mengenali viruslain kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang berikatandengan Fc reseptor dari membran

leukosit terutama makrofag. Sebagaitanggapan dari proses ini, akan terjadi

sekresi mediator vasoaktif yangkemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah,sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia

dan syok.4

Gambar 1 : secondary heterologous dengue infection

1.4. Patologi

Pada autopsi, semua pasien yang telah mati karena DBD menunjukkan suatu

tingkatan hemoragi, berdasarkan frekuensi hemoragi ditemukan pada kulit dan

jaringan subkutan, pada mukosa saluran gastrointestinal, dan pada jantung serta

hati. Hemoragi gastrointestinal mungkin hebat, tetapi hemoragi subarachnoid

atau serebral jarang terjadi. Efusi serosa dengan kandungan protein tinggi

(kebanyakan albumin) umumnya terdapat pada rongga pleural dan abdomen,

tetapi jarang terjadi pada rongga perikardial.

4

Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan

aktifitas system limfosit B, dengan priliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel

limfablastoid, dan pusat germinal aktif. Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-

sel hepar, pembengkakan, adanya Councilman dan nekrosis hialin dari sel-sel

Kupfer. Pemeriksaan patologis terhadap sumsum tulang, ginjal, dan kulit telah

dilakukan pada pasien yang mengalami DBD non-fatal. Pada sumsum tulang,

tampak depresi semua sel-sel hematopoetik, yang secara cepat membaik dengan

penurunan demam. Studi pada ginjal telah menunjukkan tipe glomerulus

kompleks imun yang ringan, yang akan membaik setelah kira-kira 3 minggu

dengan tidak ada perubahan residual. Biopsi terhadap ruam kulit telah

menunjukkan edema perivaskular dan mikrovaskular terminal papilla dermal dan

infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuclear pembawa antigen telah

ditemukan pada sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum, immunoglobulin,

dan fibrinogen pada dinding pembuluh darah juga telah ditemukan. 3

1.5. Manifestasi Klinis

Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak

selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini

pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan

jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien juga mengeluh sakit

kepala hebat,rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan,

mual-mual danruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam

tinggi yang bisa mencapaisuhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh hari, wajah

kemerahan, dan gelaja lainnyayang menyertai demam berdarah ringan.

Berikutnya dapat muncul kecenderunganpendarahan, seperti memar, hidung dan

gusi berdarah, dan juga pendarahan dalamtubuh. Pada kasus yang sangat parah,

mungkin berlanjut pada kegagalan saluranpernapasan, shock dan kematian.1,2,3,4,5

1.6. Diagnosa

5

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul

gejala prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan

perasaan lelah.1

Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :1,2,6

1. Nyeri kepala

2. Nyeri retro orbital

3. Mialgia/ artralgia

4. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)

5. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan

pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang

sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997

diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi : 1,2,6

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bending positif

Ptekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),

atau perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

1. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

2. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan

DBD adalah pada DBD ditemukan kebocoran plasma.

6

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,4-7

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit danperdarahan

lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di sekitar mulut

kulit dingin dan lembab, tampakgelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidakterukur.

2.Hipertensi

2.1. Definisi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit

jantung koroner dan kecelakaan serebrovaskular, selain itu hipertensi juga dapat

menyebabkan hipertrofi jantung dan gagal jantung (penyakit jantung hipertensi),

diseksi aorta, dan gagal ginjal 12. Gejala-gejala hipertensi adalah: sakit kepala,

jantung berdebar-debar, sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat

berat dan mudah lelah. Penyebab hipertensi ada 2, yaitu:

a. Hipertensi essensial (hipertensi primer)

Adalah hipertensi yang penyebabnya belum diketahui dan merupakan penyebab

paling sering yaitu sekitar 90-95%. Penderita hipertensi ini banyak dipengaruhi

oleh pola hidup, misalnya makan-makanan tidak sehat, kurang olah raga, dan

sering minum alkohol.

b. Hipertensi sekunder

Adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti pada penyakit ginjal

(contoh glomerulonefritis akut) atau kardiovaskular (contoh peningkatan curah

jantung).

7

2.2. Patofisiologi Hipertensi

Berbagai hipertensi merupakan penyimpangan dari pengendalian

fisiologi normal tekanan darah.

Pengendalian tekanan darah normal adalah tingkatan tekanan darah

merupakan suatu sifat kompleks yang dibentuk oleh interaksi berbagai

faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi dua

variabel hemodinamik: curah jantung dan resistensi perifer total.

Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume

darah sangat bergantung pada homeostatis natrium. Resistensi perifer

total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek

saraf dan hormon. Peningakatn aliran darah memicu peningakatn

vasokontriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Ginjal berperan

penting dalam pengendalian tekanan darah, sebagai berikut:

1. Melalui sistem renin-angiotensin, ginjal memengaruhi resistensi

perifer dan homeostatis natrium. Renin yang dikeluarkan

mengubah angiotensi plasma menjadi angiotensi I, kemudian

diubah menjadi angiotensi II oleh bantuan enzim konverting

angiotensin (ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah

dengan meningkatakan resistensi perifer (efek langsung pada sel

otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron,

peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal).

2. Ginjal menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi

yang mungkin melawan efek vasopresor angiotensin.

3. Bila volume darah berkurang, laju filtrasi glomerulus menurun

sehingga meningkatkan reabsorpsi natrium oleh tubulus proksimal

sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat.

4. Faktor natriuretik yang tidak bergantung pada laju filtrasi

glomerulus, termasuk peptida natriumetik atrium yang disekresikan

oleh atrium jantung sebagai respon terhadap ekspansi volume,

menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal dan menyebabkan

vasodilatasi.

8

5. Bila fungsi ekskresi ginjal terganggu, mekanisme kompensasi yang

membantu memulihkan keseimbangan elektrolit dan cairan adalah

peningkatan tekanan arteri 12.

a. Hipertensi Primer

Hipertensi essensial atau hipertensi primer disebakan oleh berbagai

variasi genetik yang secara sendiri-sendiri tidak menimbulkan

konsekuensi bermakna. Namun, perlu dicatat bahwa walaupun efek

genetik penting, faktor lingkungan juga penting dan mempngaruhi curah

jantung, dan/atau resistensi perifer. Oleh karena itu beberapa faktor dapat

diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi essensial dan

mencakup baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Stadium pertama

dari hipertensi essensil adalah kenaikan tonus dari arteriol sehingga

tahanan bertambah. Tahanan akan sangat mempengaruhi terhadap

tingginya desakan darah. Tahanan ini terjadi pada pembuluh darah perifer.

Tahanan terbesar dialami oleh arteriole sehingga perbedaan desakan disini

besar (60mmHg), bila arteriole menyempit akan menaikan desakan. Saat-

saat berikutnya, hipertensi akan menyebabkan penebalan intima dan

hipertropi tunica medi perubahan-perubahan ini akan menyebakan

kenaikan desakan pembuluh darah akibat penyempitan lumen atreirole.

Meknaismenya, yaitu 12:

1. Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal

mungkin merupakan peristiwa awal dalam hipertensi essensial.

Penurunan ekskresi natrium dapat menyebabkan meningkatnya

volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga

tekanan darah meningkat.12

2. Faktor lingkungan memungkinkan moemodifikasi ekspresi gen pada

peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik

kurang dan konsumsi daram dalam julah besar dianggap sebagai

faktor eksogen dalam hipertensi 12. Pada orang normal yang emosi,

9

maka tekanan darahnya akan naik. Kenaikan ini pada penderita

hipertensi essensil akan lebih tinggi.

Secara singkat bahwa hipertensi essensil merupakan penyakit

multifaktorial kompleks. Faktor lingkungan (misal; stres, asupan garam)

mempengaruhi variabel yang mengendalikan tekana darah pada orang

yang secara genetis sangat rentan.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder berbeda dengan hipertensi essensial.

Hipertensi sekunder terjadi sebanyak 10%. Pada umunya kasus yang

menyebabkan hipertensi sekunder adalah kasus yang disebabkan oleh

penyakit ginjal kronik atau renovascular. Kondisi lain yang dapat

menyebakan hipertensi sekunder antara lain pheochromocytoma, sindrom

cushing, hipertiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruksif sleep apnea,

dan kerusakan aorta. Hipertensi sekunder ini paling sering terjadi akibat

proses penyakit seperti penyakit parenkim ginjal yang mengakibatkan

gangguan fungsi ginjal dan penyakit renovaskular yang menyebabkan

hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga terjadi hipoperfusi ginjal.

2.3. Diagnosis Hipertensi

Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum

check up, atau kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain -

kadang-kadang seseorang mungkin didiagnosis mengalami stroke atau

serangan jantung dan kemudian ditemukan memiliki tekanan darah

tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan menggunakan alat yang

disebut sphygmomanometer, yang memiliki manset karet yang

dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui bola

karet yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset

mendapat cukup tinggi, itu memotong aliran darah pada arteri utama

dari lengan atas - udara ini kemudian perlahan-lahan dilepaskan dari

manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam manset turun suara

10

darah mengalir deras melalui arteri didengar melalui stetoskop

ditempatkan di atas arteri. Tekanan di mana pertama kali mendengar

suara seperti manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan tekanan di

mana suara terakhir adalah mendengar seperti darah kembali ke

alirannya diam, tanpa hambatan - adalah tekanan diastolik. Otomatis

alat ukur elektronik melakukan hal yang sama tetapi lebih akurat, lebih

mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk pemantauan

tekanan darah di rumah.

Seorang dokter tidak akan mendiagnosa hipertensi berdasarkan

satu membaca abnormal karena tekanan darah berfluktuasi dan biasanya

memakan waktu tiga bacaan abnormal tinggi berturut-turut, yang

diambil pada kesempatan yang berbeda, sebelum diagnosis hipertensi

dapat dibuat. Titik di mana pembacaan tekanan darah tinggi dianggap

abnormal akan tergantung pada usia seseorang - ahli menyarankan

bahwa orang di bawah usia 65 tahun harus memiliki tekanan darah pada

sisa tidak lebih dari 130/85 mm Hg - dan mereka lebih dari 65 tahun

harus bertujuan untuk pembacaan tekanan darah tidak lebih dari 140/90

mm Hg. Ketika tekanan darah seseorang dipandang tinggi secara

konsisten, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa

apakah ada penyakit yang mendasarinya bisa pelakunya dan juga

memeriksa apakah ada tanda-tanda kerusakan pada organ-organ tubuh

seperti pulsa absen di anggota badan, bukti dari penyakit arteri di retina

mata, atau jejak mikroskopis darah dalam urin (tanda penyakit ginjal).

Bahkan jika tekanan darah menjadi normal ditemukan setelah

tiga cek itu masih harus diperiksa secara teratur karena dapat berubah

dan hipertensi sebelumnya didiagnosa dan dikendalikan, semakin

sedikit kerusakan akan ada pada, otak jantung, ginjal dan organ lainnya.

Mereka yang tidak memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari

kondisi harus memiliki memeriksa setiap dua tahun dan selama

kunjungan rutin ke dokter - mereka yang memiliki riwayat pribadi atau

11

keluarga tekanan darah tinggi, Stroke, atau serangan jantung harus

diperiksa lebih sering.

Untuk anak-anak, tekanan darah tinggi ditentukan dengan

membandingkan tekanan darah anak dengan distribusi tekanan darah

untuk anak-anak yang sama, usia jenis kelamin dan tinggi.

2.4. Etiologi

Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung,  dan seiring

dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung.

Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada

pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah

yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa

terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.

Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan

stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik

( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri

dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang

dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.

Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding

pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan

kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga

meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi

adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini

terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.2

3. HIV- AIDS

3 .1 DEFINISI

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau

penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya

infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili

retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. 15

12

3 .2 EPIDEMIOLOGI

Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari

25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009,

jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian besar

penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan dan 2,5

juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta jiwa.

Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada anak-

anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena AIDS.

(WHO,2010 )16

Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada

tahun 1990, jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat

ini, jumlahnya sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67%

diantaranya disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika. 16

Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di

Indonesia. Sebagian ODHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual.

Kemudian jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak

pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama

disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik. 15

Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat

di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-

populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika

suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa propinsi

seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai

daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic).

Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized

epidemic). 17

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan

kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana

terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15

13

tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju

peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352

kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110 kasus. 17

Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada

Desember 2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan.

Berdasarkan cara penularan, dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada

pengguna narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan 2,2% pada transmisi

perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok

homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus pada

kelompok penasun hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif

kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 20–29 tahun (50,82%),

disusul kelompok usia 30–39 tahun.18

Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama

jumlah kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888

kasus, disusul DKI Jakarta dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa

Timur, Papua, dan Bali dengan masing-masing jumlah kasus secara berurutan

sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS. 18

Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir

Desember 2008 adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah

penduduk Indonesia 227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005).

Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi

oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare

kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata

1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus.18

3 .3 ETIOLOGI

14

AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis

yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1). Strukturnya tersusun

atas beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120

yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi

terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit dan monosit atau

makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV

dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim

transkriptase reverse (reverse transcriptase enzyme). 19

Gambar 1: struktur virus HIV-1

Sumber : Fauci AS at al, 2005

Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV

global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas

penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan

beberapa negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat.19

3 .4 MODE PENULARAN

15

Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui

mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah melalui

jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang

terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan

adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.

Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh

.

Risiko tinggi Risiko masih sulit

ditentukan

Risiko rendah selama

tidak terkontaminasi

darah

Darah, serum

Semen

Sputum

Sekresi vagina

Cairan amnion

Cairan

serebrospinal

Cairan pleura

Cairan peritoneal

Cairan perikardial

Cairan synovial

Mukosa seriks

Muntah

Feses

Saliva

Keringat

Air mata

Urin

Sumber : Djauzi S, 2002

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan cairan

darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat

tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar

0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh yang tercemar HIV

pada mukosa sebesar 0,09%. 20

3 .5 PATOGENESIS

16

Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena

virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+

berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga

bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun

yang progresif. 15

Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara

in vitro dan invivo adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral

dendritik, folikular dendritik, mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks,

mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit CD8, sel retina dan epitel ginjal. 19

Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama

HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui

kompleks molekul adhesi pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal

sebagai dendritic-cell specific intercellular adhesion molecule-grabbing

nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui bahwa selain molekul CD4 dan

ko-reseptor kemokin, terdapat integrin 47 sebagai reseptor penting lainnya

untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan

dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CXCR5, dan dengan mediasi

antigen gp41 virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4,

sampul HIV akan terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA

dengan bantuan enzim transkriptase reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan

berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim integrase. DNA virus

yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi, provirus ini

akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi

mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur

sampai terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus.

Genomik RNA dan protein virus ini akan membentuk partikel virus yang

nantinya akan menempel pada bagian luar sel. Melalui proses budding pada

permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan

matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di

peredaran darah tepi. 15

17

Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.

Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV

Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat

defisiensi imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio

CD4-CD8 dan hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus

18

HIV dibentuk terhada berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul

virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah

infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3 bulan

setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela. Antigen gp120 dan

bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk

antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut

tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek.

Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T

sitolitik yang sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas

sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV. 15

4.ISPA

4.1. Definisi

ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang

berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang

bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-

sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan

infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan

berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit 21

4.2. Etiologi

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi

lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah

frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung,

nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan

oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh

bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari

300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut.WHO (1986), juga

mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus

dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan

distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak

ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah

19

Respiratory Syncytial Virus(RSV), adenovirus, parainfluenza, dan virus

influenza A & B. 22

4.3. Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan

umur 2 bulan sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2

bulan 21

1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5

tahun

a) Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan

dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik

napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang,

tidak menangis/meronta).

b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah

untuk umur 2 bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali

permenit atau lebih, untuk umur 1-5 tahun sama dengan 40 kali

permenit atau lebih.

c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan

tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2

bulan

4.3.1.1.Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding

dada bagian bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk

golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu 60 kali permenit atau

lebih.

4.3.1.2.Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan

tanda tarikan kuat dinding dada bagia bawah atau napas cepat.

4.4. Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan 22:

1) Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika

ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a) Batuk

20

b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).

c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C. ⁰

2) Gejala dari ISPA Sedang

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika

dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-

gejala sebagai berikut :

a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun :

frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan

40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.

b) Suhu lebih dari 39 C (diukur dengan termometer).⁰

c) Tenggorokan berwarna merah.

d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak.

e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

3) Gejala dari ISPA Berat

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika

dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a) Bibir atau kulit membiru.

b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.

d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.

e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

f) Tenggorokan berwarna merah.

4.3. Diagnosis

21

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan

yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara

langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan

dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan

karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan

imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan

adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi

atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat

diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.

Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan

menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi

lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika

(terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan

tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia

mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa

Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri

yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di

negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus.

Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan

atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)

sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung

frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat

adalah :

a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali

permenit atau lebih.

b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50

kali per menit atau lebih.

c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40

kali per menit atau lebih.

22

Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan

ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak

60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding

dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat

dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai

adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan

pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold),

pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.

5. TBC

5.1. Definisi

Tuberculosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan hewan

yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan

pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Spesies

penyebab yang paling sering adalah M. tuberculosis dan M. bovis.

Tuberkulosis bervariasi secara luas dalam hal manifestasinya dan mempunyai

kecenderungan kronisitas yang besar. Berbagai organ dapat terkena, walaupun

pada manusia paru adalah tempat utama penyakit ini dan biasanya merupakan

pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai organ lainnya.26 Jika diterapi

dengan benar, tubekulosis yang disebabkan drug-susceptible strain dapat

diobati pada semua kasus. Tanpa terapi, penyakit ini dapat berakibat fatal

dalam 5 tahun pada lebih dari setengah kasus tuberkulosis. Transmisi adalah

secara air-bourne yaitu dari droplet nuclei penderita tuberkulosis aktif.

5.2. Etiologi

Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobacteriaceae dan order

Actinomycetales. Dari spesies patologis kompleks M. tuberculosis, agen yang

23

paling penting dan sering menyerang manusia adalah M. tuberculosis sendiri.

Kompleks tersebut terdiri dari M. bovis, M. africanum dan M.microti.

M. tuberculosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, bakteri

anaerob tipis yang berukuran 0.5 x 3.0μm. Bakteri ini tidak dapat diwarnai

dengan pewarnaan Gram tetapi dapat diwarnai dengan asam alkohol ( bakteri

tahan asam ). Permeabilitas dinding sel sangat rendah, menyebabkan banyak

antibiotik yang tidak efektif terhadap bakteri tersebut.

Molekul lain pada dinding sel M. tuberculosis adalah protein

lipoarabinomannan yang berperan pada interaksi patogen-host dan

memfasilitasi survival bakteri di dalam makrofag.25

Kuman Tuberkulosis

Kuman ini berbentuk batang (basil), aerob, mempunyai sifat khusus

yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula

sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pertumbuhan lambat, dapat hidup

intraselular dalam makrofag, atau extrasellular pada kavitas. Kuman TB cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa

jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat

dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun.

5.3. Diagnosis

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti

tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium

tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua

pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan

paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa

membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit

berlanjut sekali.25

Diagnosis tuberculosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan

kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup

24

banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya

tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberculosis paru sebaiknya

dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status

kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberculosis paru :

Pasien dengan sputum BTA positif :

1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis

ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan, atau

2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai

dengan gambaran TB aktif, atau

3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.

Pasien dengan sputum BTA negatif :

1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak

ditemukan BTA sedikitpun pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran

radiologis sesuai dengan TB aktif, atau

2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak

ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.

Disamping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan

kelainan histologis atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau

pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil

bakteri M. tuberculosae.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk

pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang

belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.23

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis

25

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan

alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,

foto toraks dan lain-lain.23

Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah cryptic tuberculosis.

Disini pemeriksaan radiologis dan laboratorium/sputum menunjukkan hasil

negatif dan kelainan klinisnya sangat minimal (biasanya demam saja dan

dianggap sebagai fever of unknown origin). Diagnosis diberikan berdasarkan

percobaan terapi dengan obat anti tuberculosis seperti INH+Etambutol selama

2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberkulosis

diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat

diatas dihentikan.25

Standar diagnosis menurut International Standard of TB care :

Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2 – 3 minggu

atau lebih, yang jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

Untuk pasien anak, selain gejala batuk, berat badan yang sulit naik dalam

waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.23

Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat

mengeluarkan dahak) yang diduga menderita tuberkulosis paru harus

menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3

kali. Jika mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak

pagi hari.23

Standar 3 : Pada semua pasien yang diduga mendertia tuberkulosis

ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil

untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia fasilitas dan sumber

daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi. Sebaiknya

dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya

TB paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dialkukan, bila mungkin

pada anak.23

Standar 4 : Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis

seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.23

26

Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif, harus

didasarkan kriteria berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3

kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari); temuan foto

thoraks sesuai tuberkulosis dan tidak ada respons terhadap antibiotika

spektrum luas (catatan : fluorokuinolon harus dihindari karena aktif

terhadap M. Tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan

sesaat pada penderita TB). Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan

dahak seharusnya dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV

evaluasi diagnostik harus disegerakan.23

Standar 6 : diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni paru, pleura, dan

kelenjar getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala

namun sediaan apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan

radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan pajanan kepasa kasus TB yang

menular atau bukti infeksi TB (uji kulit tuberkulin positif atau interferon

gamma release assay). Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas,

bahan daka seharusnya diambil untuk dibiakkan (dengan cara batuk, bilas

lambung, atau induksi dahak).23

5.4. Pencegahan

Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:

Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.

Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan

yang sehat, dan berolahraga.

Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat).

Vaksin ini secara rutin diberikan pada semua bayi usia 3-14 bulan

Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati,

dapat kembali terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan

menjaga kesehatan tubuhnya.

Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin

Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan

(air sabun)

27

Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan

Menghindari udara dingin

Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke

dalam tempat tidur

Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari

Peringatkan agar jangan terlewat meminum obat dan memeriksakan

sputum sesuai dengan yang telah dijadwalkan.

28

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,

yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/

atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia

dan diathesis hemorragik. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg, dan

merupakan penyakit dengan julukan sebagai “The Silent Killer. AIDS adalah

kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan

tubuh akibat adanya infeksi oleh HIV. ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut yang berlangsung sampai 14 hari lamanya. Sedangkan yang

dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam

tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Tuberculosis adalah

setiap penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh spesies

Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa

pada jaringan-jaringan. Spesies penyebab yang paling sering adalah M.

tuberculosis dan M. bovis. Tuberkulosis bervariasi secara luas dalam hal

manifestasinya dan mempunyai kecenderungan kronisitas yang besar. Berbagai

organ dapat terkena, walaupun pada manusia paru adalah tempat utama penyakit

ini dan biasanya merupakan pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai

organ lainnya.

2. Saran

Sekarang ini banayak sekali penyakit yang mudah menyebar melalui

media dan cara apapun, untuk itu ada baiknya kita agar selalu menjaga kesehatan

dan kebersihan diri kita. Kita tak tahu kapan akan terjangkit penyakit maka

sebaiknya kita senantiasa mePmeriksakan kesehatan diri kita sebelum hal itu

terlambat dan akan mengakibatkan fatal.

29

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006 : 1709-1713

2. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran

Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-433

3. WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan,

dan Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999

4. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah

Dengue. Dalam : Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009

5. Isselbacher J Kurt dkk. Hemorrhagic Fever. Dalam : Harrison’s Principles

of Internal Medicine. 14th edition. United State of America : McGraw-Hill:

1998 : 1141-1143.

6. Mubin A Halim. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Panduan Praktis Ilmu

Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. 2001. 5-8

7. Murwani Arita. Perawatan Pasien Dengue Hemorrhagic Fever (Demam

Berdarah). Dalam : Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra

Cendikia Press. 2009. 125-132

8. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakata. FKUI: 2004

9. Katzung, betram. Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta. EGC:

1997

10. Laureen, Sheerwood. Fisiologi Manusia. EGC. Jakarta: 2011.

11. Price SA, Wilson LM. Fisiologi Sistem Kardiovaskular, Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis    Proses - Proses Penyakit. Jakarta. EGC:

2006.

12. Robbins, S.L, Kumar, V, Cotran, RS. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7.

Jakarta. EGC: 2007.

13. Robbins, S.L, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit Volume 2.

Edisi ke-5. Jakarta. EGC.

31

14. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., dkk. Ilmu Penyakit Dalam Edisi

5. Publishing Interna. Jakarta: 2006.

15. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI 2006

16. UNAIDS-WHO. Report on the global HIV/AIDS epidemic 2010:

executive summary. Geneva. 2010.

17. Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib

AA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV

infection in infants and children in Indonesia: current challenges in

management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

2009

18. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. “Panduan Tatalaksana Klinis

Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja” edisi ke-2, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan 2008

19. Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI 2006

20. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan

dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002.

21. DepKes RI.Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut

untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta:2000

22. WHO. Pengenalan dini, pelaporan, dan manajemen pencegahan dan

pengendalian infeksi ISPA yang berpotensi menimbulkan

kekhawatiran:2008

32

23. Aditama TY, Kamso S, Surya A, & Basri C. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis 2006. Kementrian kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta. 2006.

24. Aditama TY, Kamso S, Surya A, & Basri C. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis 2007. Kementrian kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta. 2007.

25. Amin Z & Bahar A. Tuberkulosis Paru : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam;

jilid III, ed.1, hlm 2230 – 2239. Internal Publishing. Jakarta Pusat 2009.

26. Amin Z & Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam; jilid III, ed.1, hlm 2240 – 2247. Internal Publishing.

Jakarta Pusat. 2009

33