makalah penyakit lupus 1

43
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini adalah “Systemic Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena itulah penyakit ini diberi nama “Lupus”. Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Penyakit ini tergolong misterius. Lebih dari 5 juta orang dalam usia produktif di seluruh dunia 1

Upload: kardana-putra

Post on 24-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

materi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Penyakit Lupus 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini

adalah “Systemic Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah Lupus berasal dari bahasa

latin yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam

bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit

kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini disebabkan oleh gigitan

anjing hutan. Karena itulah penyakit ini diberi nama “Lupus”.

Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker.

Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi

penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari 100 ribu kasus

baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit

dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika kekebalan tubuh justru

menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan dengan sistem

imunologi yang berlebih. Penyakit ini tergolong misterius. Lebih dari 5 juta orang

dalam usia produktif di seluruh dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau

SLE (Systemic Lupus Erythematosus), yaitu penyakit auto imun kronis yang

menimbulkan bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau

sistem yang terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.

Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai 50,8 per

100.000. Di Indonesia bisa dijumpai sekitar 50.000 penderitanya. Sedangkan di RS

Ciptomangunkusumo Jakarta, dari 71 kasus yang ditangani sejak awal 1991

sampai akhir 1996 , 1 dari 23 penderitanya adalah laki-laki. Saat ini, ada sekitar 5

juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000

pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki, dan perempuan. Sembilan puluh

persen kasus Lupus Eritematosus Sistemik menyerang wanita muda dengan

1

Page 2: Makalah Penyakit Lupus 1

insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduktif dengan rasio

wanita dan laki-laki 5:1.

Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit Lupus

biasanya menyerang wanita produktif. Meski kulit wajah penderita Lupus dan

sebagian tubuh lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak

menular. Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh organ

tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa kelelahan

berkepanjangan serta sensitif terhadap sinar matahari. Semua itu merupakan

sebagian dari gejala penyakit Lupus.

Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah faktor

lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan virus.

Oleh karena itu, bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul

09.00 atau sesudah pukul 16.00. Saat bepergian, penderita memakai sun block atau

sun screen (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang

akan terpapar. Oleh karena itu, penyakit lupus merupakan penyakit autoimun

sistemik dimana pengaruh utamanya lebih dari satu organ yang ditimbulkan.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam penyakit lupus ini antara lain:

1. Apa pengertian dari penyakit lupus?

2. Bagaimana patogenesis pada penyakit lupus?

3. Apa saja penyebabnya seseorang terkena penyakit lupus?

4. Bagaimana pencegahan yang harus dilakukan pada penyakit lupus?

5. Apa saja jenis-jenis penyakit lupus?

6. Bagaimana diagnosis (gejala) yang muncul pada penyakit lupus dan cara

membuktikan diagnosisnya?

7. Bagaimana tata laksana penyakit pada penderita lupus?

C. TUJUAN

2

Page 3: Makalah Penyakit Lupus 1

Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini mengenai penyakit lupus antara

lain:

1. Mampu mendeskripsikan pengertian penyakit lupus.

2. Mampu mengetahui patogenesis pada penyakit lupus.

3. Mampu mendeskripsikan penyebab timbulnya penyakit lupus.

4. Mampu menjelaskan cara pencegahan penyakit lupus.

5. Mampu mendeskripsikan jenis-jenis penyakit lupus.

6. Mampu mengetahui diagnosis/gejala-gejala yang ditimbulkan pada penyakit

lupus dan cara membuktikan diagnosisnya.

7. Mampu mendeskripsikan tata laksana penyakit lupus.

BAB II

3

Page 4: Makalah Penyakit Lupus 1

KAJIAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Lupus Eritematous Sistemik (SLE) atau dikenal dengan lupus adalah suatu

penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh.

Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam – macam, bersifat sementara,

dan sulit untuk didiagnosis karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang

yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLE menyerang perempuan kira-

kira delapan kali lebih sering dari pada laki-laki. Penyakit ini seringkali dimulai

pada akhir masa remaja atau awal dewasa. Di Amerika Serikat, penyakit ini

menyerang perempuan Afrika Amerika tiga kali lebih sering daripada perempuan

Kaukasia. Jika penyakit ini baru muncul pada usia di atas 60 tahun, biasanya

akan lebih mudah untuk diatasi (Sylvia & Lorraine, 2005).

Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun

1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-

kupu”, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai

gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti serigala).

Lupus discoid adalah nama yang sekarang diberikan pada penyakit ini apabila

kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit. SLE adalah salah satu

kelompok penyakit jaringan ikat difusi yang etiologinya tidak diketahui.

Kelompok ini meliputi SLE, scleroderma, polimiositis, artritis rheumatoid, dan

sindrom Sjogren. Gangguan – gangguan ini seringkali memiliki gejala yang

saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya dan dapat menjadi semakin slit

untuk ditegakkan secara akurat. (Sylvia & Lorraine, 2005).

Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan

sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem

tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara

jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena

4

Page 5: Makalah Penyakit Lupus 1

autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh

dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang

terikat pada antigen) di dalam jaringan (Underwood, 1999).

SLE merupakan prototipe kelainan autoimun sistemik, ditandai dengan

bermacam-macam antibodi, terutama antibodi antinukleus. Antibodi antinukleus

tidak memasuki sel utuh. Namun, nukleus sel yang rusak bereaksi dengan

antibodi antinukleus, kehilangan pola kromatinnya, dan menjadi badan LE yang

homogen, (badan hematoksilin). Fagositosis badan LE oleh neutrofil atau

makrofag in vitro akan membentuk sel LE smapai kira-kira 70 % penderita SLE.

Selain antibodi antinukleus, penderita SLE juga menunjukkan adanya berbagai

macam autoantibodi antara lain terhadap elemen darah (sel darah merah,

trombosit, leukosit). Juga antara 20%-40% mempunyai antibodi terhadap

fosfolipid (Robbins dkk; 1999).

Terlihat terutama pada wanita, SLE adalah suatu penyakit generalisata yang

mengekspresikan dirinya sebagai vaskulitis yang melibatkan beberapa sistem

organ. Sel sasaran primernya adalah sistem hematopoetik, kulit, sendi dan ginjal.

Organ-organ ini dilibatkan dalam aneka macam cara oleh banyak sekali antibodi.

Antibodi terhadap sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit masing-masing

menyebabkan anemia hemolitik, leukopenia dan trombositopenia (Joseph, 1993).

B. PATOGENESIS

Hubungan antara lupus dan patogenesis masih kontroversial, karena

komponen komplemen dan imunoglobulin, termasuk kompleks penghancur

membran, dapat dijumpai kedua kulit non-lesi dan lesi pada pasien lupus

eritematosus sistemik (Robbins dkk; 1999).

Pada manusia normal, sistem kekebalan tubuh biasanya akan membuat

anti-bodi yang fungsinya melindungi tubuh dari berbagai macam serangan virus,

kuman, bakteri maupun benda asing lainnya (anti-gen). Pada penyakit autoimun

seperti lupus, sistem kekebalan tubuh seperti kehilangan kemampuan melihat

perbedaan antara substansi asing dengan sel maupun jaringan tubuhnya sendiri.

5

Page 6: Makalah Penyakit Lupus 1

Pada lupus, produksi anti-bodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan.

Akibatnya, anti-bodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman atau

bakteri yang ada di tubuh, tetapi justru menyerang sistem kekebalan sel dan

jaringan tubuhnya sendiri. Anti-bodi seperti ini disebut auto anti-bodi. Ia bereaksi

dengan anti-gen membentuk immune complex/ komplek imun (Joseph, 1993).

Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan

pemrosesan komplek imun dalam hati dan penurunan uptake kompleks imun

pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit

kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini akan

mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi

komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen

yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang

inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau tempat

yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan

sebagainya (Joseph, 1993).

Patogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self-

tolerance bersama aktivasi sel B. Hal ini dapat terjadi sekunder terhadap

beberapa faktor:

a. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B.

b. Hiperaktivitas sel T helper.

c. Kerusakan pada fungsi sel T supresor (Robbins dkk; 1999).

C. PENYEBAB

Faktor yang diduga sangat berperan untuk seseorang terserang penyakit

lupus adalah faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa

jenis obat, dan virus. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor

kepekaan dan faktor pencetus yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-obatan,

terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB, dan stres. Penyakit ini

kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun namun ada juga

pria yang mengalaminya. Oleh karena itu diduga penyakit ini berhubungan

6

Page 7: Makalah Penyakit Lupus 1

dengan hormon estrogen (Aulawi, 2008).

Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga

berkaitan dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan

perkembangan janin atau pun bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang

berkebalikan juga mungkin atau bahkan memperburuk gejala lupus. Sering

dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau setelah melahirkan. Tubuh

memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun,

dalam penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat.

Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam

tubuh seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang sumber penyakit

yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang

terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang

sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas .

Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara

yaitu :

Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti

pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang

mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.

Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan

antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun. Gabungan antibodi

dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah

kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini

akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal,

kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Sel-sel radang tersebet bertambah

banyak sambil mengeluarkan enzim, yang menimbulkan peradangan di sekitar

kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan akan merusak

organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan terlihat

sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi

organ tubuh akan terganggu (Joseph, 1993).

7

Page 8: Makalah Penyakit Lupus 1

Telah diketahui secara luas bahwa penyebab lupus dapat dikategorikan

dalam 3 faktor yaitu: genetik, hormonal dan lingkungan. Namun sampai saat ini

masih menjadi perdebatan faktor mana yang menjadi penyebab utama sehingga

masih menjadi fokus utama penelitian.

1. Genetik

Tidak diragukan bahwa lupus terkait dengan faktor genetik. Orang yang

mempunyai riwayat keluarga dengan lupus memiliki 3-10% risiko menderita

penyakit tidak terbatas hanya Lupus, tapi juga penyakit auoimun lainnya

seperti arthritis reomathoid atau Sjorgen’s Syndrome. Pada kembar identik,

risiko lupus meningkat menjadi 25% pada saudara kembar dari pasien yang

menyandang lupus (Djoerban, 2002).

2. Hormon

Penyandang lupus wanita:pria adalah 9:1. Dan sebagian besar penyandang

wanita adalah mereka dalam usia produktif. Hal ini diduga disebabkan oleh

faktor hormonal. Estrogen terbukti sebagai hormon yang mempengaruhi

aktifnya lupus dalam penelitian hewan baik secara invitro maupun invivo.

Sehingga harus benar-benar dipertimbangkan pemberian terapi hormon dan

alat kontrasepsi yang mengandung estrogen pada Odapus (Djoerban, 2002).

3. Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan lupus,

diantaranya adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.

a. Infeksi

Beberapa infeksi diduga menyebabkan lupus, salah satu penyebab terkuat

adalah EBV (Epstein-Barr Virus), virus penyebab demam kelenjar

(mononucleosis). Sebagian besar odapus tercatat pernah terinfeksi virus ini

dalam riwayat penyakitnya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa system imun

mulai terganggu saat berusaha menyerang EBV juga menyerang sel

tubuhnya sendiri. Sehingga proses tersebut diduga kuat berhubungan

dengan penyebab lupus.

8

Page 9: Makalah Penyakit Lupus 1

b. Zat kimia dan racun

Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan terhadap zat kimia

dan racun termasuk pekerjaan yang berhubungan silika.

c. Merokok

Akhir-akhir ini, merokok telah terbukti berhubungan dengan

munculnya lupus. Merokok juga meningkatkan risiko penyakit autoimun

lainnya seperti arthritis reumathoid dan multiple sclerosis.

d. Sinar matahari

Paparan terhadap ultraviolet telah terbukti dapat menyebabkan

perburukan manifestasi lupus. Yaitu menyebabkan timbulnya ruam kulit

dan munculnya gejala lupus pada organ lainnnya. Menghindari sinar

matahari dan menggunaka tabir surya (sun block) adalah hal yang tidak

mudah namun mutlak harus dilakukan oleh odapus karena sangat

bermanfaat (Djoerban, 2002).

D. PENCEGAHAN

Dalam melakukan pencegahan ada berbagai masalah yang dihadapi

pengidap lupus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat

diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak

mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penyakit lupus dan dampak lupus

terhadap kesehatan. Di Indonesia, rendahnya kompetensi dokter untuk

mendiagnosis penyakit secara dini dan mengobati penyakit lupus dengan tepat

tercermin dari pendeknya survival 10 tahun yang masih sekitar 50 persen,

dibandingkan dengan negara maju, yang 80 persen (Djoerban, 2002).

Biasanya paramedis akan melakukan pemeriksaan ANA (Anti Nuclear

Antibodi) bisa positif, di laboratorium dan patologi. Bila sudah diketahui

diagnosanya lupus, maka pihak medis akan memberikan pengobatan berupa terapi,

theraphy sintomatik (penghilangan gejala), kortikortiroid (antipenurun kekebalan

tubuh), serta menekan daya tahan tubuh berlebihan, dengan pemberian obat

demam dan penghilang rasa sakit. Hanya saja, untuk terapi yang dilakukan

9

Page 10: Makalah Penyakit Lupus 1

berbeda-beda dengan setiap penderita. Penyembuhannya pun bisa memakan waktu

berbulan-bulan, itupun dengan catatan penderita rajin memeriksakan diri. Bahkan

tak jarang, terkadang diagnosa baru didapat justru setelah penderita meninggal.

Atau penyakit lupusnya tiba-tiba sembuh sendiri. Karena itulah, fokus pengobatan

dokter adalah dengan melakukan pencegahan dengan meminimalisir meluasnya

penyakit sehingga tidak menyerang organ vital tubuh lainnya. Oleh karena itu,

untuk melakukan upaya preventif terhadap penyakit lupus perlu ditingkatkan

pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun semua pihak

yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan kompetensi

petugas-petugas pelayan kesehatan juga harus di tingkatkan agar tidak terjadi

kesalahan-kesalahan yang akan membahayakan jiwa pasien (Djoerban, 2002).

Pengembangan metode pengobatan yang lebih baik dan efisien juga perlu

dilakukan. Pasien juga harus diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, apa

bahayanya dan bagaimana gejalanya agar pasien bisa turut berperan aktif dalam

upaya pencegahan penyakit lupus. Masalah berikutnya adalah belum terpenuhinya

kebutuhan pasien lupus dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan

dukungan yang terkait dengan lupus. Dirasakan penting sekali meningkatkan

kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit lupus terhadap

kesehatan. Masalah lupus tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan pasien,

namun juga mempunyai dampak psikologi dan sosial yang cukup berat untuk

pasien maupun keluarganya. Dalam hal ini peran sarjana kesehatan masyarakat

selaku tenaga kesehatan yang berorientasi pada upaya preventif dan promotif

sangat diperlukan. Masyarakat harus secara intensif diberi penyuluhan tentang apa

itu lupus, gejala yang ditimbulkan, dampak yang ditimbulkan,serta bagaimana cara

pencegahannya. Kebersihan dan kesehatan lingkungan juga harus diperhatikan

karena, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab “penyebab” bahwa faktor yang

diduga menyebabkan lupus ada berberapa macam diantaranya faktor lingkungan

(Djoerban, 2002).

Masalah lain adalah kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk

10

Page 11: Makalah Penyakit Lupus 1

menemukan obat-obat penyakit lupus yang baru, yang aman dan efektif,

dibandingkan dengan penelitian penyakit-penyakit lain, yang sebanding besaran

masalahnya. Upaya preventif yang harus dilakukan adalah berusaha

mengembangkan penelitian-penelitian mengenai penyakit lupus mengingat bahaya

dan dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh penyakit ini.

Hal yang harus dilakukan penderita lupus (odipus) agar penyakit lupusnya tidak

kambuh adalah :

1. Menghindari stress

2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari

3. mengurangi beban kerja yang berlebihan

4. menghindari pemakaian obat tertentu (Djoerban, 2002).

Odipus dapat memeriksakaan diri pada dokter-dokter pemerhati penyakit

ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultasi hematologi, rheumatology, ginjal,

hipertensi, alergi imunologi, jika lupus dapat tertanggulangi, berobat dengan

teratur, minum obat teratur yang di berikan oleh dokter (yang biasanya diminum

seumur hidup), odipus akan dapat hidup layaknya orang normal. Dukungan

keluarga juga sangat dibutuhkan, mengingat keluarga adalah orang yang paling

dekat dan yang selalu berinteraksi dengan odipus. Dukungan (social support)

dalam teori ilmu psikologi merupakan salah satu media bertahan dari stress

(coping stress) yang mampu memberi pengaruh besar (Djoerban, 2002).

E. JENIS-JENIS PENYAKIT LUPUS

1. Lupus Eritematosis Diskoid (DLE)

Paling sering menyerang dan merupakan lupus kulit dengan manifestasi

beberapa jenis kelainan kulit. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka

(terutama hidung, pipi), telinga atau leher. Penyakit yang terbatas pada lesi kulit

yang makroskopik dan mikroskopik menyerupai SLE. Hanya 35% penderita

mengalami antibodi antinukleus positip. Berbeda dengan SLE, hanya lesi kulit

yang menunjukkan deposit Ig-komplemen pada membran basal. Setelah

11

Page 12: Makalah Penyakit Lupus 1

beberapa tahun, 5%-10% penderita bermanifestasi sistemik. Diskoid Lupus

tidak serius dan jarang sekali melibatkan organ-organ lain (Robbins dkk; 1999).

2. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)

SLE merupakan penyakit demam sistemik, kronik, berulang dengan gejala

yang berhubungan dengan semua jaringan, terutama sendi, kulit, dan membran

serosa. Dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus paru-paru,

lupus pembuluh darah jari-jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal, lupus

jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan lain-lain

(Robbins dkk; 1999).

3. Lupus Eritematosus yang disebabkan obat

Obat-obatan seperti hidralazin (obat hipertensi), prokainamid (untuk

mengobati detak jantung yang tidak teratur), isoniazid, dan D-penisilamin

sering menyebabkan ANA positip, kurang sering menyebabkan sindrom seperti

LE. Pada sindrom seperti LE, meskipun melibatkan banyak organ, penyakit

ginjal dan susunan saraf pusat jarang terjadi. Penyakit mempunyai hubungan

dengan HLA-DR4. Penyakit ini timbul akibat efek samping obat dan akan

sembuh sendiri dengan memberhentikan obat terkait (Robbins dkk; 1999).

BAB III

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA PENYAKIT

A. DIAGNOSIS PENYAKIT LUPUS

Pasien dengan Lupus Eritematosus Sistemik bisa memiliki gejala yang

sangat bervariasi dan kombinasi keterlibatan organ yang berbeda, tidak ada

pengujian tunggal yang dapat mendiagnosa lupus sistemik. Untuk membantu

keakuratan diagnosis lupus eritematosus sistemik, sebelas kriteria diterbitkan

12

Page 13: Makalah Penyakit Lupus 1

oleh asosiasi reumatik Amerika.. Beberapa pasien yang dicurigai menderita lupus

eritematosus sistemik mungkin tidak pernah memenuhi kriteria yang cukup untuk

diagnosis defenitif. Pasien yang lain mungkin mengumpulkan kriteria yang

cukup hanya dalam beberapa bulan atau tahun setelah observasi. Jika seseorang

memenuhi empat atau lebih kriteria berikut, diagnosis lupus eritematosus

sistemik sangat mungkin. Namun demikian, diagnosis lupus eritematosus

sistemik dapat ditegakkan pada pasien dengan kondisi tertentu dimana hanya

sedikit kriteria yang dapat dipenuhi. Pada pasien-pasien tersebut, kriteria yang

lain dapat berkembang kemudian, tapi pada kebanyakan kasus tidak demikian

(Sjaiffoellah, 1996).

Kira-kira 65% dari pasien SLE akan mengalami gangguan pada ginjalnya.

Tetapi hanya 25% yang menjadi berat. Nefritis lupus diketahui dengan

melakukan pemeriksaan adanya protein dan eritrosit (RBC) atau silinder di

dalam air kemih. Untuk mendapatkan suatu diagnosis pasti mungkin perlu

dilakukan biopsy ginjal. SLE juga dapat menyerang system saraf pusat maupun

perifer. Gejala-gejala yang ditimbulkannya meliputi perubahan tingkah laku

(depresi, psikosis), kejang-kejang, gangguan saraf otak, dan neutropati panifer.

Perubahan-perubahan pada system saraf pusat seringkali diakibatkan oleh bentuk

penyakit yang ganas dan seringkali bersifat fatal. Antibody terhadap untai ganda

DNA (dsDNA) dan terhadap kompleks protein asam ribonukleat (RNA) yang

disebut Sm, hanya ditemukan pada pasien SLE. Gangguan reumatologik lain

dapat menyebabkan antibody antinuclear menjadi positif (ANA), namun anti-

dsDNAdan anti-Sm jarang ditemukan kecuali pada SLE (Sylvia & Lorraine,

2005).

Gejala-gejala penyakit lupus dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik

(LES). Eritomatosus artinya kemerahan, sedangkan sistemik bermakna menyebar

luas keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus. Gejala-gejala

yang umum dijumpai adalah:

1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan

13

Page 14: Makalah Penyakit Lupus 1

pencernaan.

2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan,

demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif,

sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.

3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip

kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai

cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang

bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah

terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.

4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh

penyakit lupus ini.

5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan (Sjaiffoellah, 1996).

Menurut American College Of Rheumatology 1997, diagnosis SLE harus

memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11

gejala spesifik tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada

bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.

2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang berhubungan

dengan scalling dan penyumbatan folikel rambut (Discoid Rash).

3. Fotosensitif, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar

matahari.

4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).

5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini

dijumpai pada 90 % odapus.

6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi

cairan.

7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.

8. Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan

lain-lain.

14

Page 15: Makalah Penyakit Lupus 1

9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit

berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia.

10. Tes ANA (Antinuclear Antibody), sebagai pertanda aktifnya lupus bila

ditemukan dalam darah pasien.

11. Gangguan sistem kekebalan tubuh (Sylvia & Lorraine, 2005).

Adapun gejala klinis yang sering muncul antara lain:

1. Kulit : Ruam, sariawan, rambut rontok

2. Persendian : Nyeri, kemerahan, bengkak

3. Ginjal : Kelainan urine, gagal ginjal

4. Membran (selaput organ) : Radang selaput paru (pleurisy), selaput jantung

(pericarditis), selaput dinding perut (peritonitis)

5. Darah : Anemia, Leukopenia, Trombositopenia

6. Paru-paru : Batuk, sesak nafas

7. Sistem Saraf : Kejang, psikosa (Djoerban, 2002).

Adapun gejala non spesifik antara lain:

1. Fatigue/lelah, merupakan gejala yang paling sering muncul.

2. Weight Loss/penurunan berat badan.

3. Weight Gain/penambahan berat badan, dapat disebabkan oleh pembengkakan

pada kedua tungkai atau pembersaran perut akibat organ ginjal yang terkena.

4. Fever/demam, indikasi saat lupus menjadi aktif.

5. Swollen Glands/pembengkakan kelenjar (Djoerban, 2002).

Cara diagnosis Lupus atau SLE (Lupus Eritematosus Sistemik)

a. Uji Imunologik

Sel lupus eritematosus (sel LE) adalah leukosit polimorfonuklear yang

telah mengingesti bahan-bahan nukleus yang bergabung dengan antibodi

antinuklear. Uji untuk adanya sel-sel ini dapat digunakan untuk membuktikan

diagnosis SLE. Darah perifer atau sumsum tulang diinkubasi pada suhu 37

derajat dan kemudian dicari sel LE. Yang lebih sering, dicari dalam diagnosis

SLE antibodi yang melawan protein atau bahan-bahan nukleus lain. Beberapa

15

Page 16: Makalah Penyakit Lupus 1

antibodi ditemukan dengan fluoresensi, yang lain ditemukan dengan teknik

presipitasi amonium sulfat (Joseph, 1993).

Antibodi antinuklear (ANA) mempunyai kemampuan bergabung dengan

antigen dan mengikat komplemen. Bila penyakitnya sangat aktif, terutama

bila ginjal terlibat, ada pengurangan komplemen dalam sirkulasi (misalnya

C3) yang mempunyai arti penting baik diagnosit maupun terapeutik karena

kadarnya menjadi normal bila terapi berhasil. Uji untuk ANA sekarang sedang

digunakan untuk menyaring SLE. Kadar komplemen dapat memberi pegangan

yang berguna dalam diagnosis maupun pengelolaan penyakit, terutama dengan

keterlibatan ginjal. Antibodi anti-DNA dan pengikatan DNA merupakan uji

tambahan yang mempunyai spesifitas yang tinggi untuk SLE dan digunakan

secara seri untuk menilai aktivitas penyakit. Di antara antibodi-antibodi ini

ada antibodi terhadap antigen nukleus yang diekstraksi (ENA), seperti antigen

ribonukleoprotein (RNP), antigen Sm, antigen Ro, dan antigen La (Joseph,

1993).

B. TATA LAKSANA PENYAKIT LUPUS

Penatalaksanaan lupus tidak mudah. Penyakit ini memiliki banyak

manifestasi dan setiap orang memiliki pola tersendiri yang berubah dari waktu

ke waktu, yang terkadang berlangsung cepat. Secara umum, pasien dengan

lupus berat, misalnya lupus ginjal atau sistem saraf pusat (SSP), dan mereka

yang menderita lebih dari satu jenis penyakit autoantibodi cenderung memiliki

gejala yang serius dan menetap. Pasien yang memiliki gejala ringan dapat terus

mengalami gejala ringan atau berkembang menjadi lebih serius. Sehingga

penting untuk memperhatikan semua gejala baru yang timbul sebagai

manifestasi dari penyakit tersebut karena penatalaksanaan lupus sangat

berkaitan dengan gejala klinis dan organ tubuh yang terkena (Michelle, 1998).

Sehingga pada prakteknya, Lupus dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu

16

Page 17: Makalah Penyakit Lupus 1

ringan, sedang, dan berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang muncul.

1. Lupus Ringan

Manifestasi yang umum adalah nyeri sendi, ruam, sensitif terhadap

cahaya matahari, sariawan di mulut, Raynaud’s syndrome (perubahan warna

pada ujung jari akibat suhu dingin), rambut rontok, dan kelelahan. Seringkali

gejala tersebut cukup dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparan sinar

matahari dengan menggunakan tabir surya. Hidroksikloroquin umumnya

digunakan dalam gejala ini. Kelelahan merupakan gejala lain dari tingkatan

ini yang terkadang menjadi alasan digunakannya steroid dosis rendah,

walaupun hasilnya kadang tidak maksimal. Nyeri sendi atau ruam kulit dapat

juga menggunakan dosis tersebut. Dosis steroid yang tinggi harus dihindari

jika resiko efek samping yang timbul cenderung lebih besar dari manfaatnya.

Hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam membuat keputusan

pemberian steroid karena efek samping obat lebih umum terjadi pada orang

dengan lupus dibandingkan populasi lainnya. Pola hidup sehat (makanan

sehat dan olah raga ringan yang teratur) juga sangat dianjurkan (Michelle,

1998).

2. Lupus Sedang

Tingkatan ini meliputi pleuritis (radang selaput paru), perikarditis

(radang selaput jantung), ruam berat dan manifestasi darah seperti

trombositopenia atau leukopenia. Dalam kasus ini, terapi steroid biasanya

sudah dibutuhkan, namun dengan penggunaan dosis yang cukup untuk

mengendalikan penyakit dan kemudian menguranginya menjadi dosis

pemeliharaan serendah mungkin. Agak sulit untuk menstandarisasi dosis,

namun pada umumnya Pleuritis dapat dikontrol dengan 20mg prednisolon

per hari, kelainan darah membutuhkan dosis 40mg atau lebih.

Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai tambahan steroid, tapi kadang

obat imunosuppressan juga dibutuhkan seperti: Azathioprine, dan

Methotrexate. Siklosporin juga dapat digunakan khususnya dalam

17

Page 18: Makalah Penyakit Lupus 1

pengobatan trombositopenia, tetapi karena kecendrungan menyebabkan

hipertensi dan merusak fungsi ginjal harus digunakan secara hati-hati. Obat-

obat immunosupresan ini membutuhkan waktu 1-3 bulan sampai efeknya

muncul, sehingga dalam periode tersebut steroid masih dibutuhkan dalam

dosis yang cukup untuk mengontrol penyakit. Jika pasien sudah dapat

distabilkan dengan obat imunosupresan, dosis steroid harus segera

diturunkan ke dosis terendah untuk pengendalian penyakit (Michelle, 1998).

3. Lupus Berat

Ginjal, SSP, dan manifestasi kulit berat atau kelainan darah berat

termasuk ke dalam tingkatan ini. Steroid sangat dibutuhkan dalam tahap ini

dengan tambahan obat immunosupresan. Prednisolon atau metilprednisolon

intravena mungkin dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit ini.

Azathioprin, methotrexate, atau mychophenolate dapat digunakan sebagai

imunosupresif dan dapat mengurangi dosis steroid yang diperlukan.

Pengobatan dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: induksi awal dimana penyakit

aktif dikendalikan, dan fase pemeliharaan agar penyakit tetap terkontrol.

Pengobatan tambahan yang digunakan untuk lupus berat meliputi

immunoglobulin intravena, plasma exchange, dan antibodi monoclonal (agen

biologi) mengalami penurunaan penggunaannya dibandingkan waktu yang

lalu tapi banyak yang masih percaya bahwa pengobatan tersebut sangat

membantu pada lupus akut, penyakit berat, dan sebagian lupus yang

mengenai otak. Antibodi monoklonal, terutama rituximab sangat

menjanjikan dan cenderung memainkan bagian penting dalam pengelolaan

penyakit sedang dan berat (Michelle, 1998).

Pengobatan Penyakit Lupus

Pengobatan Lupus tergantung dari :

1. Tipe Lupus.

2. Berat ringannya Lupus.

3. Organ tubuh yang terkena.

18

Page 19: Makalah Penyakit Lupus 1

4. Komplikasi yang ada (Wallace, 2007).

Tujuan pengobatan Lupus adalah :

1. Mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena.

2. Menekan ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh.

Pada pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat :

1. Kortikosteroid. Golongan ini berfungsi untuk mencegah peradangan dan

merupakan pengatur kekebalan tubuh. Bentuknya bisa salep, krem, pil

atau cairan. Untuk Lupus ringan, digunakan dalam bentuk tablet dosis

rendah. Jika kondisi sudah berat, digunakan kortikosteroid bentuk tablet

atau suntikan dosis tinggi. Bila kondisi teratasi maka penggunaan dosis

diturunkan hingga dosis terendah untuk mencegah kambuhnya penyakit

(Wallace, 2007).

2. Nonkortikosteroid. Kegunaan obat ini adalah untuk mengatasi keluhan

nyeri dan bengkak pada sendi dan otot (Wallace, 2007).

Adapun Obat-obat Lupus secara umum adalah :

1. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)

NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid) merupakan

pengobatan yang efektif untuk mengendalikan gejala pada tingkatan

ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati karena sering menimbulkan

efek samping peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi ginjal.

Bahkan beberapa jenis NSAID dapat meningkatkan resiko serangan

jantung dan stroke. Obat tersebut dapat juga mengganggu ovulasi dan jika

digunakan dalam 6 kehamilan (setelah 20 minggu), dapat mengganggu

fungsi ginjal janin (Djoerban, 2002).

2. Kortikosteroid

Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam

pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk

pengendalian penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi adalah

pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama. Osteoporosis yang

19

Page 20: Makalah Penyakit Lupus 1

disebabkan oleh steroid adalah masalah yang umumnya terjadi pada

Odapus. Sehingga dibutuhkan penatalaksanaan osteoprotektif seperti

pemriksaan serial kepadatan tulang dan obat-obat osteoprotektif yang

efektif seperti kalsium dan bifosfonat. Steroid juga dapat memperburuk

hipertensi, memprovokasi diabetes dan memiliki efek buruk pada profil

lipid yang mungkin berkontribusi pada meningkatnya kematian akibat

penyakit jantung. Steroid dosis tinggi meningkatkan risiko pendarahan

gastrointestinal dan terjadi pada pada dosis yang lebih rendah jika

digunakan bersama NSAID. Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga cukup

umum pada lupus dan tampaknya terkait terutama dengan penggunaan

steroid oral dosis tinggi atau metilprednisolon intravena. Meskipun

memiliki banyak efek samping, obat kortikisteroid tetap merupakan obat

yang berperan penting dalam pengendalian aktifitas penyakit. Karena itu,

obat ini tetap digunakan dalam terapi lupus. Pengaturan dosis yang tepat

merupakan kunci pengobatan yang baik (Djoerban, 2002).

3. Antimalaria

Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding

kloroquin karena risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah.

Toksisitas pada mata berhubungan baik dengan dosis harian dan kumulatif.

Selama dosis tidak melebihi, resiko tersebut sangat kecil. Pasien dianjurkan

untuk memeriksa ketajaman visual setiap 6 bulan untuk identifikasi dini

kelainan mata selama pengobatan. Dewasa ini pemberian terapi

hydroxychloroquine diajurkan untuk semua kasus lupus dan diberikan

untuk jangka panjang. Obat ini memiliki manfaat untuk mengurangi kadar

kolesterol, efek anti-platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko cedera

jaringan yang menetap serta cukup aman pada kehamilan (Djoerban, 2002).

4. Immunosupresan

a. Azathioprine

Azathioprine (Imuran) adalah antimetabolit imunosupresan:

20

Page 21: Makalah Penyakit Lupus 1

mengurangi biosintesis purin yang diperlukan untuk perkembangbiakan

sel termasuk sel sistem kekebalan tubuh. Mual adalah efek samping

yang umum terjadi, sedangkan leukopenia dan trombositopenia terjadi

hanya pada sekitar 4% kasus. Pemantauan efek obat bisa menjadi

masalah jika odapus sudah memiliki gejala klinis tersebut. Azathioprine

dianggap aman digunakan selama kehamilan (Djoerban, 2002).

b. Mycophenolate mofetil

Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat sintesis

purin, proliferasi limfosit dan respon sel T antibodi. Dibandingkan

siklofosfamid, MMF tidak menyebabkan kegagalan fungsi ovarium

(indung telur) dan lebih sedikit menyebabkan infeksi serius, leukopenia

atau alopecia (kebotakan). Obat ini juga diduga lebih efektif dan lebih

baik ditoleransi daripada azathioprine namun kontra indikasi dalam

kehamilan, sehingga hanya boleh digunakan pada wanita usia subur bila

disertai penggunaan kontrasepsi yang dapat diandalkan. Karena

panjangnya waktu paruh, pengobatan harus dihentikan sedikitnya enam

minggu sebelum konsepsi yang direncanakan (Djoerban, 2002).

c. Methotrexate

Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang

diklasifikasikan sebagai agen sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki

banyak efek pada sel-sel sistem kekebalan tubuh termasuk modulasi

produksi sitokin. Digunakan seminggu sekali dan jika diperlukan

diberikan pula asam folat sekali seminggu (tidak pada hari yang sama

dengan methotrexate) secara rutin untuk mengurangi risiko efek

samping. Mual dan sariawan cukup sering terjadi, leukopenia,

trombositopenia dan tes fungsi hati yang abnormal kadang-kadang dapat

terjadi. Obat ini tidak boleh digunakan selama kehamilan dan harus

dihentikan penggunaannya tiga bulan sebelum konsepsi (Djoerban,

2002).

21

Page 22: Makalah Penyakit Lupus 1

d. Cyclosporin

Cyclosporin menghambat aksi kalsineurin sehingga menyebabkan

penurunan fungsi efektor limfosit T. Hipertensi dan peningkatan

kreatinin serum merupakan efek samping yang paling sering terjadi

sehingga pemantauan tekanan darah dan kreatinin sangat penting. Obat

ini dianggap aman untuk digunakan selama kehamilan dalam dosis

efektif terendah dengan memonitor secara seksama tekanan darah dan

fungsi ginjal (Djoerban, 2002).

e. Cyclophosphamide

Obat ini telah digunakan secara luas untuk pengobatan lupus yang

mengenai organ internal dalam empat dekade terakhir. Telah terbukti

meningkatkan efek pengobatan terhadap pasien lupus ginjal

dibandingkan hanya diberikan steroid saja. Obat ini juga banyak

digunakan untuk pengobatan lupus susunan saraf pusat berat dan

penyakit paru berat. Dapat diberikan dalam dosis oral harian atau

sebagai infus intravena. Sesuai dengan keparahan penyakit. Efek

samping utama yang harus diperhatikan adalah peningkatan risiko

infeksi, kegagalan fungsi ovarium, toksisitas kandung kemih, dan

peningkatan risiko keganasan. Obat ini teratogenik dan mengganggu

fungsi organ reproduksi baik pada pria maupun wanita. Sehingga

penggunaan obat harus dihentikan tiga bulan sebelum konsepsi

(Djoerban, 2002).

f. Rituximab

Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel esensial

dalam perkembangan lupus. Sekarang ini Rituximab sering diberikan

kombinasi dengan methotrexate. Setelah infus rituximab ditemukan

penurunan tingkat autoantibodi. Rituximab telah menyebabkan

kemajuan dramatis pada beberapa odapus. Saat ini Rituximab termasuk

salah satu obat yang menjanjikan untuk Lupus (Djoerban, 2002).

22

Page 23: Makalah Penyakit Lupus 1

Obat-obat yang dapat digunakan sesuai manifestasi penyakit:

1. Ruam kulit

a. Sun block/tabir surya

b. Topikal kortikosteroids

2. Nyeri dan bengkak pada sendi

a. Analgesik sederhana seperti: Parasetamol, NSAID

b. Topikal analgesik

c. Amitriptiline: golongan antidepresan yang diresepkan bersama

analgesik pada pasien sekunder fibromyalgia untuk mengatasi stress

akibat rasa nyeri yang berkepanjangan

3. Mata kering

Tetes air mata buatan untuk mengatasi kekeringan bola mata

4. Sariawan dan kekeringan rongga mulut

a. Salivary substitute : air liur buatan dalam bentuk cair atau semprot

berbahan dasar methylcellulose atau gastric mucin

b. Obat kumur steroid

5. Trombositopeni

Danazol (Danocrine) atau vincristine (Oncovin) adalah terapi

jangka panjang bagi penderita trombositopenia berat.

6. Osteoporosis

a. Vitamin D

b. kalsium

7. Risiko penyakit jantung koroner

a. Asam folat

b. Obat penurun kadar lemak darah (Djoerban, 2002).

23

Page 24: Makalah Penyakit Lupus 1

BAB IV

KESIMPULAN

Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem

imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh.

Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh

sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi

yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan

terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam

jaringan. SLE atau lupus menyerang perempuan kira-kira delapan kali lebih sering

daripada laki-laki.

Hubungan antara lupus dan patogenesis masih kontroversial, karena komponen

komplemen dan imunoglobulin, termasuk kompleks penghancur membran, dapat

dijumpai kedua kulit non-lesi dan lesi pada pasien lupus eritematosus sistemik.

Patogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self-tolerance

bersama aktivasi sel B. Hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor antara

lain: efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B, hiperaktivitas sel T helper, dan

kerusakan pada fungsi sel T supresor.

24

Page 25: Makalah Penyakit Lupus 1

Penyebab lupus dapat dikategorikan dalam 3 faktor yaitu: genetik, hormonal

dan lingkungan. Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan

lupus, diantaranya adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.

Dalam upaya melakukan preventif terhadap penyakit lupus perlu ditingkatkan

pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun semua pihak yang

terkait dengan pelayanan kesehatan. Pasien juga harus diberi penyuluhan tentang apa

itu lupus, apa bahayanya dan bagaimana gejalanya agar pasien bisa turut berperan

aktif dalam upaya pencegahan penyakit lupus.

Adapun jenis-jenis penyakit lupus antara lain: Lupus Eritematosis Diskoid

(DLE), Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dan Lupus Eritematosus yang disebabkan

oleh obat.

Diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 gejala spesifik yang ditetapkan

seperti Malar Rash/Butterfly Rash, Discoid Rash, Fotosensitif, Luka di mulut dan

lidah seperti sariawan (oral ulcers), Nyeri pada sendi-sendi, Gejala pada paru-paru

dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan, gangguan pada ginjal.

Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-

lain. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit

berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia. Tes ANA (Antinuclear Antibody),

sebagai pertanda aktifnya lupus bila ditemukan dalam darah pasien, dan gangguan

sistem kekebalan tubuh. Cara diagnosis Lupus atau SLE (Lupus Eritematosus

Sistemik) dengan Uji Imunologik.

Penatalaksanaan lupus dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan

berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang muncul. Lupus ringan, gejala

tersebut cukup dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari

dengan menggunakan tabir surya, dan Hidroksikloroquin. Lupus sedang, terapi

steroid biasanya sudah dibutuhkan, Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai

tambahan steroid, tapi kadang obat imunosuppressan juga dibutuhkan seperti:

Azathioprine, dan Methotrexate. Lupus berat, steroid sangat dibutuhkan dalam tahap

ini dengan tambahan obat immunosupresan. Pengobatan tambahan yang digunakan

25

Page 26: Makalah Penyakit Lupus 1

untuk lupus berat meliputi immunoglobulin intravena, plasma exchange, dan antibodi

monoclonal (agen biologi) terutama rituximab. Pada pengobatan Lupus digunakan

dua kategori obat yaitu Kortikosteroid dan Nonkortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

Aulawi, Dede Farhan 2008, Mengenal Penyakit Lupus, Diakses 2 Mei 2014

(http://www.panduankesehatan.com).

Djoerban, Zubairi, Prof.dr.Sp.Pd.KHOM 2002, Systemic Lupus Erythematosus,

Yayasan Lupus Indonesia, Jakarta.

Joseph A. Bellanti, M.D. 1993, Imunologi III, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Michelle Petri, M.D., M.P.H. 1998, Treatment of Systemic Lupus Erythematosus,

Johns Hopkins University School of Medicine, Baltimore, Maryland.

Robbins, S.L, Cotran R.S & Kumar, V 1999, Dasar Patologi Penyakit, EGC, Jakarta.

Sjaiffoellah, Noer 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.

Sylvia, A.P & Lorraine, M.W 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit, EGC, Jakarta.

Underwood, J.C.E 1999, Patologi Umum dan Sistematik, EGC, Jakarta.

Wallace, J.D 2007, The Lupus Book: Panduan Lengkap Bagi Penderita Lupus dan

Keluarganya, B first, Jakarta.

26