makalah penyakit tidak menular kusta

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae , hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008, yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia , yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif , sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta. Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuna , Mesir kuna , dan India . Pada 1995 , Organisasi Kesehatan Dunia 1

Upload: rahma-yanti-casido

Post on 01-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

mic word

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah penyakit tidak menular kusta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai

penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya,

diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, hingga

ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada

tahun 2008, yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia,

yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy.

Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan

Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai

patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat

ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk

menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper

mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih

diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh

pasien kusta.

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal

oleh peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang

cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita

dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok

penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti India dan

Vietnam.

Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir

1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga,

bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan

menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan

multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan

permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan

1

Page 2: Makalah penyakit tidak menular kusta

seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja

tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam

keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat

dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap

kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat

mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan

ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di

lingkungan masyarakat.

Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta

mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi

masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular

yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa

daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang

ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis

tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan

sosial.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian,etiologi dan patofisiologi dari kusta ?

2. Bagaimana epidemiologi dari kusta ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian,etiologi dan patofisiologi dari kusta.

2. Untuk mengetahui epidemiologi dari kusta.

2

Page 3: Makalah penyakit tidak menular kusta

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Kushta yang berarti

kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus

Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kusta yaitu Dr. Gerhard

Armauwer Hansen pada tahun 1872 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen

(Zulkifli, 2003). Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit

granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi

pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta

dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota

gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak

menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit

tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.

Umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan

sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Penyakit ini

sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud

bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,

budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta bukan penyakit

keturunan atau kutukan Tuhan. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia

Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk

ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-

pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia

diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat.

Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga

dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan

agamanya dan berdagang.

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang

saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis

3

Page 4: Makalah penyakit tidak menular kusta

Reaksi : Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktif

disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati

dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.

Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan

bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata,otot, tulang, dan testis.

Penyakit Kusta adalah penyakit infeksi yang berlangsung dalam waktu

lama, penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae. Kuman ini dapat

menyebabkan gangguan kulit, saraf tepi, dan jaringan lain. Adapun penularan

penyakit kusta selama ini hanya diketahui melalui kontak langsung dengan

penderita penyakit kusta terutama yang sudah menahun.

Penyakit kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena dapat

menyebabkan pemendekan jari-jari atau cacat tubuh sehingga menimbulkan

masalah sosial, psikologis dan ekonomis. Penderita penyakit kusta bukan

menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga karena masyarakatnya.

Meski penyakit kusta tidak menyebabkan kematian, namun penderitanya

bisa mati karena sanksi sosial berupa tindakan diskrimanasi pengucilan dari

masyarakat. Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia sebagai penyumbang

penderita kusta terbanyak. Bahaya penyakit kusta adalah menyebabkan cacat

permanen pada anggota tubuh.

2.2 Etiologi

Penyebab kusta adalah kuman Mycobacterium leprae. Dimana

mikrobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk

batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies

Mycobacterium, berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya

berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan

asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan

tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu

dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit,

terdapat juga golongan organisme patogen (misalnya Mycrobacterium

4

Page 5: Makalah penyakit tidak menular kusta

Tuberculosis, Mycrobakterium Leprae) yang menyebabkan penyakit menahun

dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion. Mycobacterium leprae

belum dapat dikultur pada laboratorium.

(Gambar 2.2 Mycobacterium leprae)

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah

dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Dan diduga

faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan

pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula

mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti

berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan

adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa

inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan

pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan

kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa

masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

2.3 Epidemiologi

5

Page 6: Makalah penyakit tidak menular kusta

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas,

penularan di dalam rumah tangga dan kontak atau hubungan dekat dalam waktu

yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularan kusta.

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda

tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita,

yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan

penyakit kusta adalah :

1. Sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang

sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2-7 x 24 jam (2-7 hari)

2. Kontak kulit dengan kulit. Syaratnya dibawah umur 25 tahun karena

anak-anak lebih peka daripada orang dewasa, keduanya harus ada lesi

baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama

dan berulang.

3. Kontak dekat dan penularan dari udara (droplet).

4. Faktor tidak cukup gizi.

5. Kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat dalam jangka

waktu yang lama.

6. Lewat luka.

7. Saluran pernafasan atau inhalasi.

6

Page 7: Makalah penyakit tidak menular kusta

8. Air susu ibu (kuman kusta dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,

kelenjar keringat dan air susu).

Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu

ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :

1) Faktor Kuman Kusta

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh

(solid) bentuknya, lebih besar kemungkinan menyebabkan penularan

daripada kuman  yang tidak utuh lagi. Mycobacterium leprae bersifat

tahan asam, berbentuk batang dengan panjang 1-8 mikron dan lebar

0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu,

hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman kusta

dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung

suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman kusta  yang utuh (solid)

saja dapat menimbulkan penularan (Depkes RI, 2002).

2) Faktor Imunitas

Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil

penelitian menunjukan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang

yang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat dan 2

orang menjadi sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan pengaruh

pengobatan (Depkes RI, 2002).

3) Keadaan Lingkungan

Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan

kemiskinan, merupakan faktor penyebab tingginya angka kusta.

Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup dan perbaikan imunitas

merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.

4) Faktor Umur

Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Incidence Rate penyakit ini

meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun

dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan

umur dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara

perlahan-lahan menurun.

5) Faktor Jenis Kelamin

7

Page 8: Makalah penyakit tidak menular kusta

Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak daripada wanita,

kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor

fisiologis seperti pubertas, menopause, kehamilan, infeksi dan

malnutrisi akan mengakibatkan perubahan klinis penyakit kusta.

2.4 Tanda dan Gejala

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam tergantung dari tingkat atau

tipe dari penyakit tersebut. Secara umum tanda-tanda itu adalah :

Adanya bercak tipis seperti panu pada badan atau tubuh manusia.

Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin

melebar dan banyak.

Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,

aulicularis magnus serta peroneus.

Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.

Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit.

Alis rambut rontok.

Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka

singa).

Gejala-gejala umum pada kusta atau lepra, reaksi :

Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

Anoreksia.

Nausea kadang-kadang disertai vomitus.

Cephalgia.

Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.

Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan

Hepatospleenomegali.

Neuritis.

Bakteri penyebab kusta memiliki kemampuan yang lambat dalam

menginkubasi, maka gejala tidak akan muncul pada 1 tahun setelah seseorang

terinfeksi bakteri ini. Rata-rata gejala akan muncul pada kurun waktu 5 th – 7 th.

8

Page 9: Makalah penyakit tidak menular kusta

Gejala-gejala dari penyakit kusta antara lain:

1. Lesi di Kulit

Warna kulit lebih terang dari yang normal seperti panu.

2. Mati Rasa

Kulit yang berada di sekitar lesi menjadi kaku dan mati rasa yang

disebabkan karena kerusakan saraf tepi.

3. Kaku Otot

Disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyerang otot, sehingga

menyebabkan otot kaku.

4. Ada bagian tubuh yang tidak berkeringat.

5. Rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka

Gejala dan tanda dari penyakit kusta berbeda-beda pada tiap tipenya, namun

pada umumnya kelainan kulit dimulai dari bercak putih bersisik halus pada bagian

tubuh ialah awal penyakit kusta.

Faktor resiko antara lain :

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah

endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air

yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain

seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta

dua kali lebih tinggi dari wanita.

2.5 Patogenesis Penyakit Kusta

Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai

timbulnya gejala dan tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun-tahun, masa

inkubasinya bisa 3-20 tahun. Sering kali penderita tidak menyadari adanya proses

penyakit di dalam tubuhnya. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis

mudah terinfeksi, namun banyak orang punya kekebalan alamiah dan tidak

menjadi penderita kusta (Agusni, 2001).

Mycobacterium leprae seterusnya bersarang di sel schwann yang terletak di

perineum, karena basil kusta suka daerah yang dingin yang dekat dengan dengan

9

Page 10: Makalah penyakit tidak menular kusta

kulit dengan suhu sekitar 27-300C. Mycobacterium leprae mempunyai kapsul

yang dibentuk dari protein 21 KD, yang mampu berikatan dengan reseptor yang -

2 G receptor sejenis dipunyai sel schwann yaitu laminin-dystroglycam.

Kemampuan adesi tersebut merupakan cara invasi basil kusta pada perineum,

sel schwnn sendiri merupakan sejenis fagosit yang bisa menangkap antigen seperti

Mycobacterium leprae, tetapi tidak dapat menghancurkannya karena sel tersebut

tidak mempunyai MHC klas II yang mampu berikatan dengan SD4 limfosit,

akibatnya basil kusta dapat berkembang biak di sel schwann (Agusni, 2003).

Sel schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah, lalu basil kusta

dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi melalui 2

(dua) aspek yaitu imunitas non-sepesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif

memfagosit dan membersihkan dari semua yang tidak dikenali (non-self). Peran

Cell Mediated Immunity sebagai proteksi kedua tubuh mulai mengenali DNA

mengidentifikasi antigen dari M. leprae. Ternyata makrofag mampu menelan M.

leprae tetapi tidak mampu mencernanya. Limfosit akan membantu makrofag

untuk menghasilkan enzim dan juices agar proses pencernaan dan pelumatan

berhasil.

Keterkaitan Humoral Immunity dan Cell Mediated Immunity dalam

membunuh basil kusta dapat memunculkan rentangan spektrum gambaran klinik

penyakit kusta seperti tipe Tuberkuloid – Tuberkuloid (TT), tipe Borderline

Tuberkuloid (BT), tipe Borgerline – Borderline (BB), tipe Borderline

Lepromatous (BL) dan tipe Lepromatous – Lepromatous (LL) (Jopling, 2003).

2.7 Klasifikasi dan Gambaran Klinis Tipe Kusta

Penyakit kusta terdiri dari bermacam-macam tipe, berikut klasifikasi kusta

menurut Ridley Jopling berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo

patologik, dan status imun penderita menjadi : (Dirjen PPM & PLP, 1998)

1. Tipe Tuberkoloid (TT) : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa

dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah

biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan

10

Page 11: Makalah penyakit tidak menular kusta

sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA

( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

Mengenai kulit dan saraf.

Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas

jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).

Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama

dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer

yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda

adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkoloid (BT) : Lesi berupa makula/infiltrat

eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah,

gangguan sensibilitas ( + ).

Hampir sama dengan tipe tuberkoloid

Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas

tipe TT.

Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.

Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.

3. Tipe Mid Boderline (BB) : Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa

permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan

infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu

jelas pada tepi luarnya.

Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan

jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).

Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.

Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.

Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi

melebihi tipe BT, cenderung simetris.

Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.

11

Page 12: Makalah penyakit tidak menular kusta

Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk

oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas

tipe ini.

4. Borderline Lepromatous (BL) : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah

banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas

sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).

Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh

tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus

melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out.

Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi,

berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada

tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.

5. Lepromatous-Lepromatous (LL) : Lesi infiltrat eritematosa dengan

permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris.

BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung,

uji Lepromin ( - ).

Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma,

berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan

anhidrosis pada stadium dini.

Distribusi lesi khas :

o Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

o Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor

tingkat bawah.

Stadium lanjutan :

o Penebalan kulit progresif

o Cuping telinga menebal

o Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat

disertai madarosis, intis dan keratitis.

Lebih lanjut

o Deformitas hidung

12

Page 13: Makalah penyakit tidak menular kusta

o Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis

o Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.

o Penyakit progresif, makula dan popul baru.

o Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.

Stadium lanjut

Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis

menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.

6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley &

Jopling)

Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar

normal.

Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-

kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan

saraf.

Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

Sebagian sembuh spontan.

Gambaran klinis organ lain, yaitu :

Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana

Tulang dan sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

Lidah : ulkus, nodus

Laring : suara parau

Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi

Kelenjar limfe : limfadenitis

Rambut : alopesia, madarosis

Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis

interstitial.

WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT

13

Page 14: Makalah penyakit tidak menular kusta

2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

2.8 Bentuk-Bentuk Penyakit Kusta

Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni :

a. Bentuk Leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris

pada tubuh. Untuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung

banyak kuman.

b. Bentuk Tuberkoloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang

mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena

kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman.

Diantara bentuk leproma dan tuberkoloid ada bentuk peralihan yang bersifat

tidak stabil dan mudah berubah-ubah.

2.9 Pengobatan

Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-

an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri

penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian

menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal

1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122

negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA) ke-44 di Jenewa, 1991,

disetujui resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat

pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO

diberikan mandat untuk mengembangkan strategi penghapusan kusta.

Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan

merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah

pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin,

klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta

tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.

Obat terapi multiobat kusta.Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapi

kusta secara gratis pada negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi

ini akan bejalan hingga akhir 2010. Pengobatan multiobat masih efektif dan

14

Page 15: Makalah penyakit tidak menular kusta

pasien tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan pertama. Cara ini aman dan

mudah. Jangka waktu pemakaian telah tercantum pada kemasan obat.

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian

dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar

kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi

faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga

penularan dapat dicegah.(berbagai sumber/Ijs)

Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940-an,

tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat

bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan

tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960-an,

dapson tidak digunakan lagi.

Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya

menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960-an dan 1970-an.

Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi

kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri.

Terapi multi obat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali direkomendasi oleh

Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multi obat.

Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan

atau resistensi bakteri. Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit

untuk masuk ke negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA)

ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta

sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk

ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk

mengembangkan strategi penghapusan kusta.

Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan

merekomendasikan dua tipe terapi multi obat standar.[29] Yang pertama adalah

pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin,

klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta

tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.

15

Page 16: Makalah penyakit tidak menular kusta

Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapi kusta secara gratis pada

negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga

akhir 2010. Pengobatan multi obat masih efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi

pada pemakaian bulan pertama. Cara ini aman dan mudah. jangka waktu

pemakaian telah tercantum pada kemasan obat.

Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di

Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan

mono terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini

disebabkan oleh karena :

1. Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra

reaksi.

2. Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita

makan obat tidak teratur.

Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat

menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan

vitamin A (untuk menyehatkan kulit yarlg bersisik). Setelah penderita

menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka ia akan

menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu lagi

makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan

RFT, petugas kesehatan harus :

a. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT

secara teliti.

* Semua bercak masih nampak.

* Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan

* Semua syaraf yang masih tebal

* Semua cacat yang masih ada.

b. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita

Langsung dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).

3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.

Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi

penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :

a. Pengobatan telah selesai.

16

Page 17: Makalah penyakit tidak menular kusta

b. Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar jangan

sampai luka.

c. Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk

pemeriksaan ulang.

Diagnosa

Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta

menimbulkan berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat

disekitarnya). Bila ada keragu-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus

berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang

mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan

kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :

a. Klinis

b. Bakteriologis

c. Immunologis

d. Hispatologis

Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan anamnese dan

pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya

dilakukan pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit,

selaput lendir hidung bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan

mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit

atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang khas. Tes-tes

serologik bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada

lepra.

17

Page 18: Makalah penyakit tidak menular kusta

BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah mycobacterium

leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan

mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat menyebar ke organ-organ lain

kecuali susunan saraf pusat.

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh masyarakat

karena adanya ulserasi, mutilasi, dan deformitas yang disebabkannya, sehingga

merupakan masalah sosial, psikologis, dan ekonomis. Penderita kusta menderita bukan

karena penyakitnya saja, tetapi juga karena masyarakat yang pasti akan menjauhi si

penderita karena takut tertular dan tampilan yang menyeramkan.

Berapa jumlah penderita di dunia belum dapat diketahui pasti, diperkirakan

sebanyak 15 juta. Terutama pada daerah tropis dan sutropis serta pada wilayah yang

status kesehatannya rendah dan status sosial ekonominya rendah. Karena Mycobacterium

Leprae dapat berkembang dengan cepat pada daerah dan wilayah tersebut.

18