makalah pengujian hipotesis statsitik farmasi

26

Click here to load reader

Upload: aipriutami

Post on 10-Jul-2016

131 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

ini mata kuliah Matematika dan Statistika

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

MAKALAH MATEMATIKA dan STATISTIK

PENGUJIAN HIPOTESIS STATISTIK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

ANISTIA TERA PERMATA 151650005

ARIEFA URBACH 151650004

FENI AFRIYANI 151650044

QASTHARI FADLILLAH NURJANNAH 151650053

ROSA MEIDINA 151650008

SRIWULAN AYUNINGTYAS 151650017

WENTI ADYA SILVANI 151650006

PROGRAM STUDI

DIII FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

KHARISMA PERSADA

Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan

TANGERANG SELATAN

2016

Page 2: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

PENGUJIAN HIPOTESIS STATISTIK

A. Teori Dasar Hipotesis

Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai dua kata “hupo”

(sementara) dan “thesis” (pernyataan atau teori). Karena hipotesis merupakan pernyataan

sementara yang masih lemah kebenarannya, maka perlu diuji kebenarannya. Kemudian

para ahli menafsirkan arti hipotesis adalah dengan terhadap hubungan antara dua variabel

atau lebih. Atas dasar definisi tersebut dapat diartikan bahwa hipotesis adalah jawaban

atau dugaan sementara yang harus di uji kebenarannya.

1. Fungsi hipotesis dalam penelitian kuantitatif

a. Hipotesis menjelaskan masalah penelitian dan pemecahannya secara rasional

b. Hipotesis menyatakan variabel – variabel penelitian yang perlu di uji secara

empiris

c. Hipotesis digunakan sebagai pedoman untuk memilih metode pengujian data

d. Hipotesis menjadi dasar untuk membuat kesimpulan penelitian

2. Kriteria Rumusan Hipotesis

a. Berupa pernyataan yang mengarah pada tujuan penelitian

b. Berupa pernyataan yang dirumuskan dengan maksud untuk dapat diuji secara

empiris

c. Berupa pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teori2 yang lebih kuat

dibandingkan dengan hipotesisrivalnya

B. Konsep Hipotesis Dalam merumuskan hipotesis ada beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan, antara lain:

1. Hipotesis harus mengekspresikan satu fenomena (satu variabel) atau mengekspresikan

hubungan? pengaruh antara dua variabel atau lebih. Maksudnya, dalam merumuskan

hipotesis untuk mengekspresikan hubungan atau pengaruh seorang peneliti harus

setidak – tidaknya mempunyai dua variabel yang akan dikaji. Kedua variabel tersebut

adalah variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Jika variabel

lebih dari dua, maka biasanya satu variabel terikat dan dua variabel bebas.

2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, artinya rumusan

hipotesis harus bersifat spesifik dan mengacu pada satu makna dan tidak boleh

1

Page 3: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

menimbulkan penafsiran lain. Jika hipotesis dirumuskan secara umum, maka hipotesis

tersebut tidak dapat diuji secara empiris.

3. Hipotesis harus dapat diuji sacara empiris, maksudnya memungkinkan untuk

diungkapkan dalam bentuk operasionalisasi yang dapat dievaluasi berdasrkan data

yang didapatkan sacara empiris.

Menurut bentuknya, hipotesis dibagi menjadi tiga:

1. Hipotesis Penelitian/Kerja (Ha)

Hipotesis penelitian merupakan anggapan dasar peneliti terhadap suatu

masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini, peneliti menganggap benar

hipotesisnya, yang kemudian akan dibuktikan secara empiris melalui pengujian

hipotesis dengan mempergunakan data yang diperoleh selama melakukan penelitian.

Misalnya, ada hubungan anatara formulasi suatu tablet dengan pemecahan tablet

(cracking).

2. Hipotesis Operasional (H0)

Hipotesis operasional merupakan hipotesis yang bersifat objektif. Artinya,

peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya,

tetapi juga berdasarkan objektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat belum

tentu benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada. Untuk itu, peneliti

memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat objektif dan netral atau secara teknis

disebut hipotesis nol (H0). Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan

ketidak benaran dari suatu fenomena, atau menyatakan tidak ada hubungan antara dua

variabel atau lebih.

H0 digunakan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian,

karena peneliti meyakini dalam penguji nanti benar atau salahnya hipotesis penelitian

tergantung dari bukti – bukti yang diperoleh selama melakukan penelitian.

Contohnya: tidak ada hubungan antara formulasi suatu tablet dengan pemecahan

tablet (cracking).

3. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk

notasi statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap

populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif). Misalnya: H0; r = 0; atau Ha p = 0.

2

Page 4: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

C. Jenis Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Deskriptif

Hipotesis deskriptif, yaitu hipotesis yang tidak membandingkan dan

menghubungkan dengan variabel lain, atau hipotesis yang dirumuskan untuk

menggambarkan suatu fenomena, atau hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab

permasalahan taksiran. Statistik deskriptif juga digunakan untuk memberikan

informasi statistik umum tentang sifat – sifat rangkaian data, yaitu suatu sampel atau

suatu populasi. Namun, statistika deskriptif tidak dapat langsung digunakan untuk

menjawab banyak permasalahan yang ditemui oleh para ilmuwan dalam keseharian.

Contoh: Dalam suatu studi klinis, seseorang mungkin menginginkan untuk

membandingkan ketersediaan hayati suatu produk komersial dengan setara

generiknya menggunakan parameter – parameter farmakokinetik yang sesuai.

2. Hipotesis Analitik

a. Hipotesis Komparatif

Hipotesis komparatif adalah hipotesis yang dirumuskan untuk memberikan

jawaban pada permasalahan yang bersifat membedakan atau membandingkan

antara satu dengan data lainnya.

Contoh:

1) perbedaan stabilitas Bisolvon elixir pada pabrik PT. Nirwana dan PT.

Combiphar.

2) perbandingan tablet Paracetamol dari nama dagang Bodrex dengan tempra.

b. Hipotesis Asosiatif

Hipotesis asositif adalah hipotesis yang dirumuskan untuk memberikan

jawaban pada permasalahan yang bersifat hubungan atau pengaruh.

Contoh :

1) ada hubungan antara zat pewarna mahal dengan penampilan.

2) pengalaman training dan tingkat keamanan secara bersama-sama berhubungan

dengan pengendalian mutu pada suatu sediaan.

3

Page 5: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

D. Cara merumuskan dan menguji hipotesis

1. Merumuskan hipotesis

Ada beberapa tahap cara merumuskan hipotesis, yaitu rumuskan hipotesis

penelitian, hipotesis operasional, dan hipotesis statistik.

a. hipotesis penelitian ialah hipotesis yang dibuat dan dinyatakan dalam bentuk

kalimat.

Contoh:

1) ada hubungan antara bahan obat dengan eksresi pengeluaran obat.

2) ada hubungan antara bobot badan pasien dengan penyakit yang di derita.

b. hipotesis operasional ialah mendefinisikan hipotesis secara operasional variabel –

variabel yang ada di dalamnya agar dapat di operasionalkan.

Contoh :

1) “gaya kepemimpinan” dioperasionalisasikan sebagia cara memberikan intruksi

terhadap bawahan.

2) “kinerja pegawai” diopersionalisasikan sebagai tinggi rendahnya pemasukkan

perusahaan

Hipotesis operasional ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1) hipotesis kerja/alternatif (Ha) merupakan anggapan dasar peneliti terhadap

suatu masalah yang sedang dikaji bersifat tidak netral.

Sehingga bunyi hipotesisnya; Ha : ada hubungan antara gaya kepemimpinan

dengan kinerja pegawai

2) Hipotesis nol (H0) yang bersifat netral atau dapat juga didefinisikan suatu

pernyataan tentang parameter yang bertentangan dengan keyakinan peneliti

atau kebalikan Ha. Sehingga bunyi hipotesisnya; H0 : Tidak ada hubungan

antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pegawai.

c. Hipotesis statistik ialah hipotesis operasional yang diterjemahkan ke dalam bentuk

angka-angka statistik sesuai dengan alat ukur yang dipilih oleh peneliti. Dalam

contoh ini, asumsi kinerja pegawai tidak ada hubungannya dengan gaya

kepemimpinan, maka hipotesisnya sebagai berikut:

Ha : r = 0

Ho : r ≠ 0

4

Page 6: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

2. Menetukan Risiko Kesalahan (Taraf Signifikan)

Pada tahap ini, kita menentukan seberapa besar peluang membuat risiko

kesalahan mengambil keputusan menolak hipotesis yang benar. Biasanya

dilambangkan dengna istilah taraf signifikan

3. Menentukan Uji Statistik

Dalam melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik dapat

digunakan beberapa metode tergantung dari perumusan masalah dan jenis data yang

digunakan. Misalnya digunakan uji untuk hipotesisnya.

4. Kaidah Pengujian

H0 diterima, jika : −t tabel dan ≤ t hitung ≤ + t tabel

H0 ditolak, jika : t hitung > t tabel

5. Membandingkan t tabel dan t hitung

Tujuan membandingkan t tabel dan t hitung adalah mengetahui, apakah H0 ditolak

atau diterima berdasarkan kaidah pengujian di atas.

6. Membuat Kebputusan

Langkah terakhir dalam penelitian ini mengambil atau membuat suatu

keputusan dengan mengambil salah satu dari alternatif di atas.

E. Langkah-Langkah Pengujian Hipotesis :

Dalam suatu pengujian hipotesis, langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman dapat

diringkaskan sebagai berikut :

1. Rumusan Ho yang sesuai.

2. Rumusan hipotesis tandingannya (H1) yang sesuai.

3. Pilih taraf nyata pengujian sebesar α

4. Pilih uji statistik yang sesuai dan tentukan daerah ktitisnya.

5. Hitung nilai statistik dari contoh acak berukuran n.

6. Buat keputusan : Tolak Ho jika statistik mempunyai nilai dalam daerah kritis, selain

itu terima Ho.

5

Page 7: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

F. Menentukan Batas Kemaknaan

Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa tingkat kemaknaan merupakan

kesalahan tipe 1 dalam pengujian hipotesis yang dilambangkan dengan α. Tujuan

pengujian hipotesis adalah untuk membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara

nilai sampel (statistik) dengan keadaan populasi (parameter) sebagai suatu hipotesis.

Langkah berikutnya setelah merumuskan hipotesis 0 dan hipotesis alternatif, adalah

menentukan kriteria atau batasan yang digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis 0

ditolak atau gagal ditolak yang disebut dengan tingkat kemaknaan (level of significance).

Tingkat kemaknaan sering disebut dengan nilai α merupakan nilai yang menunjukan

besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis 0. Dalam ungkapan yang lebih

sederhana, nilai α merupakan nilai batas maksimal kesalahan menolak H0. Bila kita

menolak H0, berarti menyatakan adanya perbedaan atau hubungan. Dengan demikian nilai

α dapat diartikan juga sebagai batas maksimal kita salah menyatakan adanya perbedaan.

Penentuan besarnya nilai α tergantung dari tujuan dan substansi penelitian. Nilai α

yang sering digunakan adalah 10%, 5%, dan 1%. Untuk penelitian bidang kesehatan (gizi,

keperawatan, kebidanan, dan kesehatan masyarakat) lazimnya menggunakan nilai α

sebesar 5%. Sementara dalam bidang farmasi, untuk pengujian obat-obatan digunakan

batas toleransi kesalahan yang lebih kecil, misalnya 1%, sebab mengandung resiko yang

fatal. Sebagai contoh, seorang peneliti yang hendak menentukan apakah suatu obat bius

berkhasiat, akan menggunakan nilai α yang sangat kecil. Peneliti tersebut tidak

mengambil resiko bahwa kegagalan obat bius yang besar akan berdampak terhadap

keselamatan jiwa orang yang akan dibius dalam tindakan pembedahan.

G. Uji (hasil) satu arah dan dua arah

Dalam proses pengujian hipotesis statistik, umum untuk menyatakan hipotesis nol

dan alternatif serta nyata, dan untuk mendefinisikan apakah rancangan percobaan (uji)

adalah satu arah atau dua arah. Konsep uji satu arah dan dua arah ini mengacu pada hasil

– hasil studi yang mungkin di dapat. Jika ada dua hasil statistik, uji dua arah yang harus

digunakan: sebaliknya, jika hanya ada satu hasil yang diinginkan oleh penyidik, uji

statistik harus di interpretasikan suatu hasil satu arah.

Bagian pengendalian mutu dari suatu perusahaan farmasi telah menyatakan bahwa

beberapa bets sediaan Antasida perusahaan tersebut gagal melewati uji kemanfaatan

pengawet, seperti yang ditetapkan oleh British Pharmacopoeia. Bagian formulasi telah

6

Page 8: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

disarankan untuk memformulasi kembali produknya sedemikian rupa sehingga produk

yang baru mengandung kurang dari 1 x 102 mikroorganisme/ml setelah penyimpanan pada

suhu 20ºC selama 2 minggu. Berdasarkan hal tersebut, bagian formulasi telah

memproduksi formulasi baru untuk dinilai kemanjuran pengawetnya. Hasil – hasilnya,

ditampilkan sebagai jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup dalam 10 botol,

ditunjukkan dalam tabel 5.2Tabel 5.2 Kandungan mikroorganisme (jumlah mikroorganisme/ml) dalam masing – masing dari 10 botol sediaan Antasida

Nomor Botol Jumlah mikrooganisme yang bertahan hidup/ml1 752 803 1014 825 846 987 938 1009 7810 89

Dalam situasi ini, hipotesis nol ditetapkan sebelum pengumpulan data, dan dapat

dinyatakan sebagai berikut: tidak ada perbedaan antara rerata yang diharapkan (100

mikroorganisme/ml) dan rerata sampel. Artinya H0 = 100 mikroorganisme/ml.

Sebaliknya, hipotesis alternatif menyatakan bahwa ada suatu perbedaan negatif antara

rerata sampel yang diamati dan rerata yang diharapkan, dan produk baru tersebut

memenuhi spesifikasi British Pharmacopoeia, artinya Ha < 100 mikroorganisme/ml.

Satu – satunya hal yang diinginkan penyidik dalam analisis ini adalah untuk

mengetahui apakah kandungan mikroba rerata dari formulasi baru lebih rendah daripada

rerata yang di tentukan (diharapkan). Karena hanya ada satu hasil yang diinginkan, uji ini

disebut uji satu arah.

Sebagai alternatif, ahli formulasi mungkin mengetahui lebih banyak mengenai

kinerja formulasi tersebut. Jika kandungan mikroba lebih besar daripada baku, produk

tersebut telah gagal memenuhi spesifikasi yang disetujui. Hal ini akan tetap memberikan

informasi yang berguna mengenai arah dari program formulasi ulang kemungkinan besar

mengidentifiksi pengawet-pengawet yang tidak efektif. Hipotesis nol yaitu tidak ada

perbedaan antara rerata yang diharapkan (100 mikroorganisme/ml) dan rerata sampel,

H0=100 mikroorganisme/ml. namun, hipotesis alternatif telah berubah dan ditetapkan

sebagai: ada perbedaan antara rerata yang diharapkan dan rerata yang diamati, yaitu Ha ≠

100 mikroorganisme/ml. Sumber perbedaan ini ada dua, yaitu perbedaan mungkin

7

Page 9: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

disebabkan oleh rerata sempel yang lebih besar atau kurang dari rerata yang diharapkan.

Pada kondisi ini, hasil dari analisis memiliki dua arah karena ada dua kemungkinan hasil

yang akan berakibat pada penolakan hipotesis nol.

Keputusan mengenai apakah statistik uji hitung harus dievaluasi sebagai uji satu

arah atau dua arah merupakan hal yang sangat penting pemilihan yang tidak tepat akan

berakibat pada penafsiran analisis statistik yang tidak tepat karena suatu perbedaan yang

nyata antara pengobatan dapat dinyatakan tidak datang dan sebaliknya.

H. Kesalahan dalam pembuatan keputusan (kesalahan tipe I dan tipe II)

Salah satu aspek penting dalam pembuatan keputusan statistik adalah bahwa analisis

harus mempunyai keperayaan dalam hasil dan penafsiran analisis statistik. Dalam

statistik, keputusan – keputusan juga diambil dengan melibatkan penerimaan dan

penolakan hipotesis nol. Meskipun demikian, tidak dapat mengandalkan perasaan untuk

mendefinisikan hasil : sebaliknya. Probabilitas pembuatan keputusan yang salah dapat di

hitung secara statistik. Sebagai contoh, probabilitas penolakan hipotesis nol ketika

hipotesis ini sesungguhnya benar. Sebaliknya, probabilitas salah menerima hipotesis nol

dapat di tentukan. Metode untuk menghitung probabilitas – probabilitas ini merupakan

dasar.

Ada 2 tipe kesalahan, di istilahkan tipe I dan tipe II yang dapat terjadi ketika

menentukan hasil dari percobaan – percobaan statistik. Perbedaan – perbedaan antara ke

dua kategori kesalahan ini dan kepentingannya dapat di jelaskan dengan mengacu pada

situasi hipotesis tersebut. Dalam suatu studi klinis, efek suatu ᵦ- bloker terhadap

penurunan tekanan darah diastolic pada 100 pasien di periksa. Penurunan rerata didapat

sebesar 30± 3 mmHg dan di distribusi pengambilan sampel penurunan tekanan darah.

Jika seorang pasien yang di sampel menunjukkan penurunan tekanan darah sebesar 34,95

mmHg atau lebih, walaupun pasien tersebut adalah bagian dari suatu distribusi

pengambilan sampel normal, analisis statistik akan secara otomatis menolak hipotesis nol.

Oleh karena itu dianggap bahwa pasien tersebut tidak berasal dari distribusi asal tetapi

dari distriusi statistik lain yang memiliki nilai rerata yang berbeda. Sebuah kesalahan

statistik telah dibuat ketika hipotesis nol telah di tolak padahal dalam kenyataannya benar

yang disebut kesalahan tipe I. probabilitasnya merupakan area dari daerah penolakan.

Probabilitas merupakan suatu kesalahan tipe I di lambangkan dengan α. Oleh sebab itu,

8

Page 10: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

probabilitas melakukan kesalahan tipe I sebenarnya merupakan probabilitas penolakan

hipotesis nol.

Jika hipotesis nol diterima padahal sebenarnya salah, sebuah kesalahan tipe II telah

dilakukan. Maka umunya probabilitas membuat suatu kesalahan tipe II dihitung jika

hipotesis nol diterima. Suatu hubungan timbal balik terjadi antara kesalahan – kesalahan

tipe I dan tipe II. Jadi, jika probabilitas melakukan suatu kesalahan tipe I dikurangi

(dengan meningkatkan nilai α). Probabilitas melakukan suatu kesalahan ke II akan

meningkat.

Jika selanjutnya dianggap bahwa hipotesis nol tersebut salah sesuai dengan

hipotesis alternatif diterima. Masalah – masalah yang berkaitan dengan kesalahan tipe II

dapat dijelaskan.

Distribusi pengambilan sampel dari hipotesis alternatif diberikan untuk menjelaskan

hubungan saling mempengaruhi antara kesalahan tipe I dan tipe II Karena dalam situasi

sebenarnya tidak akan mengetahui rerata dan simpangan baku dari hipotesis alternatif.

Ada beberapa konsekuensi berbeda tipe I dan tipe II yang mencerminkan hasil-hasil

berbeda ketika hipotesis nol diterima atau ditolak. Jika hipotesis nol ditolak, hipotesis

penelitian dterima sebuah usulan telah diubah dari pemikiran menjadi pengamatan.

Namun, jika hipotesis nol telah ditolak padahal dalam kenyataannya telah benar,

kesalahan tipe I dilakukan. Dalam situasi ini, suatu kesimpulan yang tidak tepat (dan

mungkin berbahaya) telah dibuat. Sebaliknya, penerimaan hipotesis nol ketika sebenarnya

salah akan berakibat pada penolakan suatu hipotesis penelitian yang dapat diterima secara

sempurna. Situasi berikut menyoroti bahaya – bahaya potensial dari kesalahan statistik

dalam pembuatan keputusan.Tabel 5.3 Ringkasan hubungan antara hasil statistik dan kesalahan statistikHasil Statisik(Keputusan)

Hasil sebenarnya

Hipotesis nol benar(yaitu H0:µ = 30 mmHg)

Hipotesis nol salah(yaitu H0: > 30 mmHg)

Bukan penolakan terhadap hipotesis nol

Keputusan yang benar Kesalahan tipe II (ᵦ)

Penolakan hipotesis nol/penerima hipotesis alternatif

Kesalahan tipe I (α) Keputusan yang benar

9

Page 11: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

Sebuah perusahaan pembuat antibiotik telah mengembangkan suatu antibiotik ᵦ-

laktam baru yang telah dipatenkan dan telah dirancang untuk pengobatan pneumonia bagi

pasien dalam unit gawat darurat rumah sakit. Sebuah uji klinis telah dirancang untuk

menilai apakah antibiotik tersebut lebih berkhasiat daripada antibiotik untuk pengobatan

pneumonia yang ada saat ini. Hipotesis nol dari studi ini adalah bahwa tidak ada

perbedaan antara kemanfaatan klinis dari antibiotik – antibiotik tersebut: hipotesis

alternatif menyatakan bahwa antibiotik yang baru menunjukan pemanfaatan yang lebih

besar daripada antibiotik yang ada sekarang. Ada dua hasil yang mungkin terjadi:

hipotesis yang benar atau salah. Jika hipotesis nol benar, ini menandakan bahwa tidak ada

perbedaan dalam kemampuan kedua antibiotik tersebut. Namun setelah penyelesaian

studi dan analisis statistik setelahnya ada dua keputusan statistik yang mungkin terjadi.

1. Pertama, analis mungkin telah menerima (tidak menolak) hipotesis nol dan karenanya

keputusan yang benar telah didapatkan.

2. Kedua, sebaliknya analis mungkin menyimpulkan bahwa hipotesis nol harus ditolak

dan dengan demikian membuat kesalahan tipe I. Konsekuensi – konsekuensi dari hal

ini cukup menarik dan secara klinis berkaitan karena hipotesis alternatif diterima.

Perusahaan sekarang menyakini bahwa mereka telah menyediakan pengobatan

saluran pernafasan dengan suatu obat baru yang luar biasa dan karenanya berharap

bahwa obat ini diresepkan untuk pengobatan pneumonia, menggantikan pengobatan –

pengobatan yang sudah ada. Kenyataannya, obat tersebut tidak lebih dari pada

antibiotik – antibiotik yang telah ada. Perusahaan-perusahaan antibiotik pesaing akan

berusaha untuk memperbaiki kesalahan tipe I dalam batas – batas yang ditetapkan

oleh pengadilan hukum.

Jika hipotesis alternatif benar suatu kesalahan tipe II maka analisis statistik

memutuskan bahwa tidak ada pebedaan statistik antara kemanfaatan antibiotik –

antibiotik yang di teliti ketika dalam kenyataanya ada perbedaan antara kemampan

koparatif keduanya untuk mengobati pneumonia. Analisis statistik telah menerima

hipotesis nol ketika dalam kenyataannya hipotesis alternatif menunjukkan siatuasi

sebenarnya berdasarkan temuan analisis statistik ini, perusahaan yang mendanai uji klinis

akan menyimpulkan bahwa obat ini tidak memberikan keuntungan dan kemungkinan

besar akan menghentikan perkembangan selanjutnya. Masyarakat tidak akan

berkesempatan untuk merasakan keuntungan dari antibiotik dan perusahaan tidak akan

menerima keuntungan financial seharusnya.

10

Page 12: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

Kesalahan-kesalahan terdapat dalam semua pengujian hipotesis statistik dan dengn

berusaha untuk mengurangi satu jenis kesalahan, kemungkinan jenis kesalahan yang lain

akan meningkan maka tepat kiranya untuk memberikan saran mngenai batas tiap jenis

kesalahan yang dapat diterima dalam pengujian hipotesis statistik.

I. Pemilihan uji statistik

Dalam proses pengujian hipotesis statistik, beberapa tahap kunci telah di identifikasi :

1. pernyataan hipotesis nol dan alternatif.

2. pemilihan aras nyata (α) dan pertimbangan probabilitas melakukan kesalahan tipe II.

3. identifikasi sifat hasil percobaan, yaitu apakah hasilnya adalah satu arah atau dua

arah.

4. identifikasi statistik kritis yang menentukan area penolakan hipotesis nol.

Salah satu langkah utama dalam proses pengujian hipotesis statistik meliputi

pemilihan uji statistik. Ini merupakan tahap yang sangat penting karena hasil analisis akan

menentukan nasib dari suat hipotesis penelitian dan karenanya uji statistik harus dipilih

berdasarkan ciri – ciri rancangan percobaan. Uji statistik yang paling sesuai dipilih

berdasarkan kekuatan studi yang di inginkan. Kombinasi faktor – faktor ini umumnya

disebut sebagai model statistik. Anggapan – anggapan uji statistik dipenuhi melalui

kondisi – kondisi rancangan percobaan.

J. Analisis parametrik dan nonparametrik

Secara khas, uji-uji statistik dapat dibedakan menjadi dua kategori, dikenal sebagai

analisis parametrik dan non parametrik, pemilihan hal ini dilakukan berdasarkan model

statistik. Dalam banyak kasus, dibuat anggapan-anggapan yang berkenaan dengan model

statis karena informasi ini tidak tersedia jarak untuk ahli statistik. Akibatnya, ketika

metode statistik tertentu direkomendasikan untuk membandingkan dua rangkaian data,

kemampuan uji tersebut untuk menolak hipotesis nol ketika dalam kenyataanya salah

merupakan suatu fungsi dari sifat anggapan-anggapan model statistik. Jika ada sedikit

anggapan yaitu jika ciri-ciri rancangan percobaan diketahui sepenuhnya, kesimpulan yang

dihasilkan dengan uji statistik bersifat valid dan keluaran analisis tersebut meyakinkan.

Sebaliknya, jika beberapa anggapan telah dibuat berkenaan sifat dari model statistik,

keluaran analisis statistik kemungkinan akan lebih umum. Kondisi-kondisi percobaan

11

Page 13: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

(model statistik) dan uji statistik selanjutnya harus dipastikan sesuai karena ini akan

meningkatkan kinerja analisis.

Analisis-analisis statistik parametrik dan nonparametrik terutama berbeda dalam

sifat anggapan-anggapan yang berkaitan dengan penggunaanya. Uji-uji parametrik (yaitu

uji t, uji F, dan uji z) hanya dapat digunakan ketika sejumlah anggapan telah sesuai. Jika

anggapan-anggapan ini valid, penggunaan uji-uji parametrik dibutuhkan karena ini akan

menjamin kualitas keluaran analisis statistik akan optimal. Dalam keadaan seperti ini,

kekuatan analisis meningkat disebabkan oleh probabilitas yang tinggi untuk menolak

hipotesis nol ketika sebenarnya salah. Kondisi (anggapan) percobaan berikut ini harus

ditetapkan sebelum sebuah metode statistik parameter dipilih dan digunakan :

1. sampel harus diambil dari suatu populasi yang terdistribusi normal.

2. sampel harus bebas, yaitu prose pengambilan sampel tidak boleh memengaruhi proses

pengambilan sampel lainnya. Ini merupakan sebuah anggapan untuk semua uji

statistik.

3. variance populasi yang diperiksa harus seragam. Ini disebut homoskedastistitas.

4. variabel yang diperiksa harus diukur pada suatu interval atau sklala rasio dan nilai-

nilai yang diperoleh dapat dengan mudah dimanipulasi menggunakan aritmetika

konvensional. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting yang berhubungan secara

langsung dengan sifat variabel yang diselidiki.

Dalam pengumpulan data yang normal, biasanya mengumpulkan sejumlah kecil

sampel replikat suatu variabel untuk analisis. Dalam situasi ini, sulit untuk memeriksa

apakah pengamatan (data) didapat dari suatu distribusi normal. Akibatnya, dalam analisis

parametrik yang melibatkan ukuran sampel yang kecil, sebuah anggapan dibuat mengenai

sifat populasi tempat tiap rangkaian data berasal. Namun, hal ini mungkin tidak secara

langsung menghambat penggunaan metode – metode parametrik karena umumnya dapat

diterima bahwa uji – uji ini toleran terhadap penyimpangan minor dari anggapan –

anggapan diatas tanpa menghilangkan validitas hasil analisis statistik seiring

penyimpangan dari anggapan – anggapan menjadi makin nyata. Kesimpulan-kesimpulan

yang didapatkan dari analisis menjadi kurang kuat dan dapat diikuti dengan kesimpulan

yang tidak tepat.

Satu anggapan mengenai uji-uji parametrik yang terdefinisi dengn baik adalah sifat

data. Dalam analisis parametrik, data (variabel) bersifat kontinyu dan dapat dimanipulasi

secara matematis untuk menghasilkan statistik deskriptif (rerata, variansi, simpangan

baku).

12

Page 14: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

K. Data nominal

Data nominal dibagi kedalam kelompok-kelompok yang diberi sebuah nama atau

judul. Contoh-contohnya meliputi :

1. pengelompokkan pasien-pasien yang mengikuti suatu studi klinis berdasarkan usia.

2. pengelompokkan pasien-pasien yang mengikuti suatu studi klinis berdasarkan jenis

kelamin.

3. kategorisasi kerusakan tablet, misalnya retak-lepas (capping), berkeping (chipped),

berceruk (pitting).

4. kategorisasi penyakit, misalnya kanker usus, colitis ulseratif, penyakit Chron’s,

diverticulitis.

Efek samping yang berkaitan dengan pengobatan, misalnya mual, muntah, diare dan sakit

kepala. Data nominal biasanya dinyatakan dalam bentuk frekuensi-frekuensi pengamatan

yang berkaitan dengan tiap kategori. Analisis statistik terhadap data tersebut dapat

dilakukan menggunakan suatu analisis x2 atau suatu uji berdasarkan binomial.

L. Data ordinal

Data ordinal dianggap mewakili tingkat pengaturan yang lebih tinggi di banding

data nominal ada persamaan yang nyata antara kedua tipe data ini yaitu keduanya

terususun atas katergori- kategori namun, kategori – kategori dalam data ordinal tidak

bebas, tetapi berbeda satu sama lain dalam hal besarnya. Contohnya :

1. Kategori nyeri menggunakan skala analog visual (0 = tidak ada rasa nyeri, 10 = nyeri

luar biasa).

2. Kategori peradangan (misalnya peradangan gusi, artritis reumatoid, osteoarthritis)

menggunakan indeks.

3. Kategori rasa (tidak pahit, agak pahit, sangat pahit) contoh di atas ini, data sekali lagi

di atur kedalam kategori-kategori tertentu,tetapi terdapat suatu hubungan antara

kategori- kategori individual (yang tidak ada dalam skala- skala nominal). Jadi,

kategorisasi nyeri atau contoh yang lain merupakan proses pemeringkatan dengan

indikasi kepentingan relatif setiap kategori ditentukan.

13

Page 15: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

M. Data interval dan rasio

Data interval dan rasio mewakili suatu tingkat pengaturan yang lebih tinggi di

bandingkan data nominal atau ordinal. Keduanya dapat dikarakterisasi dengan

mengetahui jarak antara dua nilai telah ditetapkan dalam suatu unit pengukuran. Dalam

suatu skala interval tidak ada 0 hakiki, ttapi data rasio memiliki suatu titik 0 tertentu.

Contoh klasik mengenai skala interval adalah pengukuran suhu (baik dalam pengukuran

Celcius atau Fahrenheit). Contoh dalam bidang farmasi bentuk dari ibuprofen (1520) lebih

tinggi dari pada ibuprofen sendiri (760), tidak tepat untuk menyatakan bahwa produk

memiliki titik leleh yang besarnya 2 kali lipat titik leleh obat induk karena sifat

sembarang dari nilai 0 pada skala derajat celcius.

Skala interval disebut skala kuantitatif dan informasi yang terdapat dalam skala ini

dapat secara berarti di manipulasi menggunakan prosedur- prosedur aritmatika skala rasio

juga merupakan suatu skala kuantitatif tetapi berbeda dari skala interval dalam suatu sifat

yang penting : skala rasio ini memiliki sifat 0 hakiki. Contoh dalam bidang farmasi yaitu

meliputi masa, tinggi, konsentrasi, tekanan darah, kecepatan penyaringan glomerulus,

daerah di bawah pulva dan sebagainya. Dalam contoh – contoh ini 0 melambangkan

ketiadaan suatu nilai yang dapat diukur sama halnya data yang berasal dari skala rasio

dapat di manipulasi menggunakan aritmatika konvensional dan karenanya dapat dengan

mudah di analisis baik dalam metode parametik ataupun non parametik.

14

Page 16: Makalah Pengujian Hipotesis Statsitik Farmasi

DAFTAR PUSTAKA

Jones, David. Statistik Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.

Rachmat, Mochamad. Buku Ajar Biostatistika. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.

Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2010

Siregar, Syofian. Statistika Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara;

2012