makalah pbl digestivus 2

14
Makalah PBL Inflammatory Bowel Disease Jessica Lawrence 102010227 C1 14 Mei 2012 Semester 4 blok 16 2012/2013 Fakultas Kedokteran Ukrida Jl. Arjuna utara no.6 - Jakarta Barat [email protected] PENDAHULUAN Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar 1

Upload: jessica-lawrence

Post on 13-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

makalah digestivus 2

TRANSCRIPT

Makalah PBLInflammatory Bowel Disease

Jessica Lawrence102010227C114 Mei 2012Semester 4 blok 162012/2013Fakultas Kedokteran UkridaJl. Arjuna utara no.6 - Jakarta [email protected]

PENDAHULUANUsus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi semakin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Inflammatory bowel disease adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas.1,2PEMBAHASANRumusan masalah1. Wanita 35 tahun BAB berdarah segar sejak 3 hari yang lalu2. Mencret sedikit-sedikit dan nyeri perut berulang 3 bulan yang lalu dan hilang timbul3. Nyeri perut hebat 1 minggu yang laluHipotesisWanita 35 tahun dengan gejala BAB berdarah segar sejak 3 hari yang lalu menderita IBD.AnamnesisMenanyakan identitas pasienApa keluhan utama pada pasien tersebut?Apa saja gejala yang dirasakan oleh pasien tersebut?Dimana saja letak gejala yang dirasakan tersebut?Kapan dimulainya gejala tersebut?Apabila mencret, bagaimana komposisi kotorannya (cair/padat/darah)Gejala-gejala penyerta lainnyaRiwayat penyakit dahuluRiwayat keluargaRiwayat sosialRiwayat obat

Pemeriksaan FisikSetelah melakukan anamnesis, dapat kita lakukan pemeriksaan fisik pada abdomen untuk lebih meyakinkan suatu diagnosis. Untuk melakukan pemeriksaan fisik abdomen yang baik, pasien harus rileks dan bagian abdomen dari bagian atas processus xyphoideus hingga simphisis pubis terlepas dari pakaian yang menempel. Bagian daerah inguinal harus dapat dilihat, tetapi daerah genital harus tetap ditutupi. Otot-otot abdomen harus dalam keadaan relaksasi untuk lebih memudahkan pelaksanaan semua aspek pemeriksaan, kecuali pada palpasi. InspeksiPemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah inspeksi. Seorang dokter harus berdiri di sebelah kanan pasien, ada baiknya jika seorang dokter membungkuk agar dapat melihat abdomen secara tangensial. Buatlah garis-garis imajiner berdasarkan regio-regio abdomen. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: Kulit yang meliputi warna kulit, jaringan parut (sikatriks), striae atau stretch marks, dan vena yang berdilatasi, serta ruam dan lesi. Beberapa vena kecil mungkin normalnya akan terlihat. Umbilicus. Amati apakah ada tanda-tanda inflamasi atau hernia. Kontur abdomen. Apakah abdomen tersebut rata, bulat, buncit, atau skafoid. Peristaltis. Amati apakah terdapat suatu peristaltis selama beberapa menit jika kita mencurigai kemungkinan obstruksi intestinal. Tetapi pada orang yang sangat kurus, peristaltik ini juga dapat terlihat. Pulsasi. Pulsasi dari aorta abdominalis yang normal sering terlihat di daerah epigastrium. AuskultasiAuskultasi adalah bagian yang paling penting dalam pemeriksaan fisik abdomen. Lakukan auskultasi abdomen sebelum melakukan perkusi dan palpasi karena kedua pemeriksaan tersebut dapat mengubah frekuensi bunyi usus. Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah bunyi usus. Bunyi usus dapat terdengar normal karena gerakan peristaltik usus tersebut atau abnormal karena obstruksi atau inflamasi. Auskultasi juga apakah ada bunyi bruits yaitu bunyi vascular yang menyerupai bising jantung di daerah aorta atau pembuluh arteri lainnya pada abdomen, terdengarnya bunyi ini menunjukkan adanya kemungkinan penyumbatan dalam pembuluh darah. Dengarkan bunyi usus dan frekuensi serta sifatnya. Bunyi normal terdiri atas bunyi dentingan (click) atau gemericik (gurgles) yang terdengar dengna frekuensi sebanyak 5-34 kali per menit. Terkadang juga dapat terdengar bunyi gemericik yang panjang (borborigmi) atau gurgles yang panjang, hal ini terjadi karena hiperperistaltik karena perut yang kosong. PerkusiPerkusi dapat membantu untuk mengetahui adanya massa padat atau cairan dalam abdomen. Penggunaannya dapat juga digunakan untuk mengetahui adanya besar dari organ-organ di dalam abdomen seperti hepar dan lien. Pada bagian abdomen terutama usus yang terdapat isi (biasanya makanan) maka akan terdengar bunyi yang redup. Sebaliknya bila usus atau lambung diperkusi, maka akan terdengar bunyi timpani. PalpasiPalpasi biasanya dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri pada abdomen. Tanyakan pada pasien dimanakah letak nyeri tersebut, dan lakukan palpasi pada bagian tersebut di terakhir. Lakukan palpasi dalam untuk mengetahui batas-batas massa abdominal pada kuadran-kuadaran. Lakukan palpasi ringan untuk mengidentifikasikan nyeri tekan pada abdomen, resistensi otot, dan beberapa organ serta massa yang letaknya superficial.3

Pemeriksaan PenunjangAdanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar hemoglobin, leukosit, LED, trombosit, C-reactive protein, kadar besi serum dapat terjadi pada kasus IBD, tetapi gambaran demikian juga ada pada kasus infeksi. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk IBD. Penurunan kadar Hb, Ht, dan besi serum dapat menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan C-reactive protein yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin mencerminkan status nutrisinya rendah.Pemeriksaan feses, sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan pemeriksaan radiologi (USG, CT scan, MRI) diperlukan untuk penilaian lengkap pada kasus kecurigaan adanya penyakit kolon. Pemeriksaan USG, CT scan, dan MRI merupakan pemeriksaan diagnostik terbaru yang digunakan untuk penilaian kolon, terutama masa abdomen.1,5

Working diagnosis Diagnosis kerja yang diambil adalah inflammatory bowel disease (IBD).

Gambar 1.1 ulseratif kolon

Differential DiagnoseKanker kolorektal (KKR)Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien kanker di AS. Kanker ini timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Kandungan dari makronutrien dan mikronutrien berhubungan dengan kanker kolorektal. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa lemak hewani, terutama dari sumber daging merah, berpengaruh pada kejadian kanker kolorektal. Penelitian pada binatang yang diberikan diet lemak tinggi meningkatkan proliferasi kolonosit dan pembentukan tumor. Transformasi sel tampaknya melalui peningkatan konsentrasi empedu dalam kolon ini telah diketahui sebagai promotor kanker. Keseringan minum alkohol meningkatkan 2 sampai 3 kali lipat kejadian kanker kolon. Sebaliknya masyarakat yang mengkonsumsi ikan laut memiliki insiden kanker kolorektal yang rendah, diet folat tinggi berhubungan dengan risiko mendapat kanker kolorektal yang lebih rendah.Kebanyakan kasus KKR didiagnosis pada usia 50 tahun dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering diraskan pasien KKR diantaranya: perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (heematokezia dan konstipasi). KKR umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Obstruksi kolon biasanya terjadu di kolon transversum. Kolon descenden dan kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang lebih proksimal. Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen. Namun bila obstruksi total terjadi akan menyebabkan nausea, muntah, distensi, dan obstipasi. KKR dapat berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya tersamar namun hematokezia timbul pada sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematokezia atau darah tumor dalam deses tetapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi. Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria,infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikterus dan hipertensi portal.1,5Kolitis infeksiKolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon. Menurut etiologinya, terdapat beberapa kolitis. Kolitis amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa.1. Kolitis amebikPeradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica. Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimptomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut: Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. 90% pasien sembuh sendiri dalam waktu 1 tahunm sisanyan berkembang menjadi kolitis ameba. Disentri ameba ringan: kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik. Disentri ameba sedang: kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri spontan. Disentri ameba berat: diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia. Disentri ameba kronik: gejala menyerupai disentri ameba ringan, diselingi dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurastenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.2. Disentri basiler (shigellosis)Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oelh bakteri genus Shigella. Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigelosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40oC. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih menganding darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. 3. Kolitis tuberkulosaInfeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae. Keluhan paling sering adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksia, demam ringan, penurunan berat badan, atau teraba massa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dan kuman yang tertelan bersama sputum.1,2,5

EtiopatogenesisSampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti namun penjelasannya yang memadai mengenai pola distribusinya. Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetik memainkan peran penting dengan adanya kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterliabatan familial. Teori adanya peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrofil sitoplasmic autoantibodi, peran nitrik oksida, dan riwayat infeksi banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa yang mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD 8,9-14. Secara umum diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri, atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus.1,2EpidemiologiPenyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan dan laki-laki. Dari segi ras, IBD banyak terdapat pada orang Yahudi. IBD cenderung terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakai kontrasepsi oral, dan diet rendah serat.1

Gambaran KlinisDiare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestais klinis IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstraintestinal seperti artritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodusum, dan kolangitis. Di samping itu tentunya disertai dengan gambaran sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti gangguan nutrisi. gambaran klinis KU relatif lebih seragam dibandingkan gambaran klinis pada PC. Hal ini disebabkan distribusi anatomik saluran cerna yang terlibat pada KU adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau terjadi pada semua segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal. Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi ini dapat disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan, dengfan sifat perjalanan klinik IBD yang kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik sebagai gambaran aktivitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase remisi. derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang, dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah. Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangna pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.Pada PC selain gejala umum di atas adanya fistula merupakan hal yang karakteristik (termasuk perianal). Nyeri perut relatif mencolok. Hal ini disebabkan oleh sifat lesi yang transmural sehingga dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya bacterial over-growth. Secara endoskopik penilaian aktivitas penyakit KU relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada PC hal tersebut lebih sulit, terlebih bila ada keterlibatan usus halus, sehingga dipakai kriteria yang lebih spesifik yang didasari oleh adanya penilaian demam, data laboratorium, manifestasi ekstraintestinal, frekuensi diarem nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan, terabanya masa intraabdomen dan rasa sehat pasien.1,4PenatalaksanaanMengingat bahwa etiologi dan patogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi. Dengan dugaan adanya faktor/agen proinflamasi dalam bentuk bakteri intralumen usus dan komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada kelompok orang yang rentan, maka diusahakan untuk mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberian antibiotik, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan usus, dan perubahan pola diet. Metronidazole cukup banyak diteliti dan cukup banyak diteliti dan cukup banyak bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif. Sedangkan pada KU jarang digunakan antibiotik sebagai terapi terhadap agen proinflamasinya. Di samping beberapa konstituen diet yang harus dihindarai karena dapat mencetuskan serangan, terdapat pulas konstituen yang bersifat antioksidan yang dalam penelitian dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD yaitu glutamin dan asam lemak rantai pendek.Obat golongan KortikosteroidSampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupaka obat pilihan untuk PC dan KU derajat sedang dan berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada prednison, merilprednisolon atau steroid enema. Pada keadaan berat, diberikan kortikosteroid parenteral.1Komplikasi1. Perforasi usus yang terlibat2. Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis3. Megakolon toksik (terutama pada KU)4. Perdarahan5. Degenerasi maligna.1Prognosis Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.1,2DAFTAR PUSTAKA1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.567-97.2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta:EGC; 2006.h.32-3.3. Hartono A. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Terjemahan. Lynn SB. Bates guide to physical examination & history taking. Edisi ke- 8. Jakarta: EGC;2009.h.339-44.4. Hyams J, Richard EB, Robert MK, Hal BJ, editors. Inflammatory bowel disease elson texbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004.h.1248-1255.5. Saunders WB. Sabiston textbook of surgery. 17th ed. Philadelphia; 2002.p.888 95.

10