makalah pbl print.doc

25
Kode Etik Kedokteran Happy Angelia Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VII Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia menyadari sedemikian besar kerugian yang ditimbulkan oleh sesuatu tindak terorisme serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia. Oleh karena itu, kewajiban pemerintah untuk mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengancara memidanakan pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukaan pengusutan diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada pengaturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ASPEK HUKUM Hak terbebas dari penyiksaan secara tegas ditetapkan dalam hukum internasional. Pernyataan Universal tentang Hak Asasi manusia, Konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik serta konvensi anti penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan

Upload: oky-lampe

Post on 25-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

print

TRANSCRIPT

Kode Etik KedokteranHappy Angelia

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VIIUniversitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Pemerintah Indonesia menyadari sedemikian besar kerugian yang ditimbulkan oleh sesuatu tindak terorisme serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia. Oleh karena itu, kewajiban pemerintah untuk mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengancara memidanakan pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukaan pengusutan diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada pengaturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).ASPEK HUKUM

Hak terbebas dari penyiksaan secara tegas ditetapkan dalam hukum internasional. Pernyataan Universal tentang Hak Asasi manusia, Konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik serta konvensi anti penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat (The Manual on the Effective Investigation and Documentation of Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) seluruhnya dengan jelas melarang penyiksaan. Demikian pula beberapa perangkat di tingkat regional yang dengan jelas menetapkan hak untuk bebas dari penyiksaan.

Perjanjian internasional yang menengahi konflik menetapkan hukum internasional tentang kemanusiaan. Larangan penyiksaan di bawah hukum internasional sememangnya tidak banyak tetapi merupakan bagian penting yang disediakan oleh perjanjian ini uuntuk perlindungan ang lebih luas.

Pasal Umum 3 menyatakan :

perbuatan-perbuatan berikut dilarang dan akan selalau dilarang kapanpun dan dimanapun kekerasan yang membahayakan kehidupan dan manusia khususnya pembunuhan makhluk hidup, pemotongan anggota badan, perlakuan kejam dan penyiksaan penghinaan terhada harga diri seseorang khususnya mempermalukan dan perlakuan yang merendahkan martabat

ASPEK HUKUM TERSANGKATersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai tindak pidana. Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa. Pasal 52 KUHAP Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.Dalam penjelasan pasal itu, jelas yang dimaksud yaitu tersangka tidak boleh dipaksa atau ditekan. Penjelasan itu mengatakan : Supaya pemeriksaan mencapai hasil yang tidak menyimpang dari pada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.

Bagaimanapun baiknya peraturan, ia masih akan di uji dalam praktek. Menurut Wirjono Prodjodikoro kebiasaan memaksa bahkan menyiksa tersangka agar mengaku tetap ada dan sukar menghilangkannya.Tersangka diberikan perangkat hak-hak oleh KUHAP mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Hak-hak itu meliputi :

1). Hak-hak untuk diperiksa, diajukan ke pengadilan dan diadili ( Pasal 50 ayat (1),(2)dan (3) 2). Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan ( Pasal 51 butir a dan b )3). Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim seperti tersebut dimuka ( Pasal 52 )

4). Hak untuk mendapat juru bahasa ( Pasal 53 ayat (1) )

5) . Hak untuk mendapat bantuan hukum ( pasal 54 )

6). Hak untuk mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi pidana mati dengan biaya cuma-cuma

7). Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya ( Pasal 57 ayat (2) )

8). Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang ditahan ( Pasal 58 )9). Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau bagi jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga yang dimaksud yang sama diatas ( Pasal 59 dan 60)10). Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa. Untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan ( Pasal 61 )11). Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat menyurat dengan penasihat hukumnya ( Pasal 62 )

12). Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan ( Pasal 63 )

13). Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi ahli (Pasal 68)14). Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian ( Pasal 68 )15). Hak terdakwa ( pihak yang diadili ) untuk ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya ( Pasal 27 ayat ( 1) Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman )

ASPEK HUKUM DOKTER

Fungsi dokter sama dengan aparat penegak hukum yaitu profesinya bersifat melayani masyarakat. Dalam menjalankan profesinya, dokter memiliki aturan, yaitu Kode Etik dan UU. Dari pedoman itulah kemudian timbul hak dan kewajiban bagi dokter maupun masyarakat pengguna jasa kesehatan. Seorang dokter dalam menjalankan tugasnya mempunyai alasan yang mulia, yaitu berusaha untuk menyehatkan tubuh pasien, atau setidak-tidaknya berbuat untuk mengurangi penderitaan pasien. Oleh karenanya dengan alasan yang demikian wajarlah apabila apa yang dilakukan oleh dokter itu layak untuk mendapatkan perlindungan hukum sampai batas-batas tertentu.Pengaturan hukum seperti yang tercantum dalam KUH Perdata masih bersifat terlalu umum. Untuk itu diperlukan adanya suatu pengaturan yang isinya mengatur hubungan antara pasien dengan dokter. Dalam kaitannya dengan hal ini Van der Mijn (1989 : 57) mengemukakan adanya sembilan alasan tentang perlunya pengaturan hukum yang mengatur hubungan antara pasien dengan dokter.

Hubungan antara pasien dengan dokter mempunyai aspek etis dan aspek yuridis. Artinya hubungan itu diatur oleh kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan demikian baik pasien maupun dokter mempunyai kewajiban dan tanggung jawab secara etis dan yuridis, sebagai konsekuensinya mereka juga bertanggung jawab dan bertanggung gugat secara hukum.HAK ASASI MANUSIA

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda bedakan statusm golongan, keturunan, jabatan dan lain sebagainya. Melanggar Hak Asasi Manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. 1Hak Asasi Manusia terbagi atas:

1. Hak Asasi Pribadi (Personal Right)

a. Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah pindah tempat

b. Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat

c. Hak kebebasan memilih dan aktif diorganisasi atau perkumpulan

d. Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing masing

2. Hak Asasi Politik (Political Right)

a. Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan

b. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintah

c. Hak memuat dan mendirikan parpol atau partai politik dan organisasi politik

d. Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Right)

a. Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan

b. Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil

c. Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak Asasi Ekonomi (Property Right)

a. Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli

b. Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

c. Hak kebebasan menyelenggarakan sewa menyewa, hutang piutang, dll

d. Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu

e. Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan (Procedural Right)

a. Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan

b. Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum

6. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Right)

a. Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan

b. Hak mendapatkan pengajaran

c. Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minatHAM adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia seperti pada pasal 27 (ayat 1), pasal 28, pasal 29 (ayat 2), pasal 30 (ayat 1), dan 31 (ayat 1). Pasal 27(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 29(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal 31(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pasal 33(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.Contoh: Hak untuk hidup

Hak untuk memperoleh pendidikan

Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain

Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama

Hak untuk mendapatkan pekerjaan 1KETERLIBATAN DOKTER POLISI

Prinsip Etika Kedokteran yang berhubungan dengan Peranan Petugas Kesehatan, terutama Dokter, dalam Perlindungan terhadap Narapidana atau Tahanan terhadap Penyiksaan :

1. Petugas kesehatan berkewajiban untuk memberikan perlindungan kesehatan fisik dan mental dan bertanggung jawab untuk memberikan perawatan kesehatan bagi narapidana dan tahanan dengan mutu dan standar yang sama dengan yang diberikan kepada orang-orang yang tidak dipenjara atau ditahan.

2. Partisipasi aktif atau pasif yang mendukung penyiksaan atau tidak memberikan perawatan medis adalah tindakan pelanggaran berat terhadap etika kedokteran.3. Apabila petugas kesehatan ikut menginterogasi narapidana atau tahanan atau menyatakan bahwa keadaan tahanan cukup fit untuk menerima perlakuan hukuman yang akhirnya bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan mental tahanan tersebut, maka ini juga digolongkan dalam bentuk pelanggaran berat.4. Bentuk pelanggaran lainnya adalah apabila petugas kesehatan berpartisipasi dalam menahan seorang narapidana atau tahanan kecuali apabila ada kepentingan perlindungan kesehatan orang tersebut, tahanan lainnya atau para penjaga, dan tidak mengakibatkan ancaman terhadap kesehatan fisik dan mental tahanan. 2KEWAJIBAN DOKTERKewajiban MoralJenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau rambu-rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip-prinsip moral profesi.

Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistik hingga ke sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa sebelum tahun 1950-an paternalistik dianggap sebagai sifat hubungan yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan prinsip beneficence (semua yang terbaik untuk kepentingan pasien, dipandang dari kedokteran). Prinsip ini telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sampai kemudian pada tahun 1970-an dikembangkanlah sifat hubungan kontraktual antara dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada hak otonomi pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadapnya. Kemudian sifat hubungan dokter-pasien tersebut dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menjadi hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nila-nilai keutamaan (virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual dianggap meminimalkan mutu hubungan karena hanya melihatnya dari sisi hukum dan peraturan saja, dan disebut sebagai bottom line ethicts. 3Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama yaitu :1. Prinsip autonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Pasien berhak menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri sebagai mahluk bermartabat.2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Melindungi dan mempertahankan hak pasien, mencegah terjadi kerugian, menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain. Mengutamakan kepentingan pasien, memandang pasien tak hanya sejauh menguntungkan dokter atau pihak lain, maksimalisasi akibat baik.3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm. Tidak boleh berbuat jahat atau membuat derita pasien, minimalisasi akibat buruk.

Kewajiban dokter menganut ini berdasarkan pada pasien yang dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting, dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut, tindakan kedokteran tadi terbukti efektif, manfaat bagi pasien lebih banyak dari kerugian dokter.4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya, memberikan perlakuan yang sama untuk setiap orang.Autonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights dan individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk memutuskan nasibnya sendiri, sedangkan John S Mills berkata bahwa kontrol sosial atas seseorang individu hanya sah apabila dilakukan karena terpaksa untuk melindungi hak orang lain.Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical Association (WMA) adalah the rights to accept or to refuse treatment after receiving adequate information. Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga menyebutkannya demikian Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,... dst. Selanjutnya UU No 23/1992 tentang kesehatan juga memberikan hak kepada pasien untuk memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hak ini kemudian diuraikan di dalam Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis.Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum.Prinsip autonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan. 3Kewajiban Dokter secara SosialManusia hidup sebagai makluk social dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Hal ini pun terjadi dalam tenaga medis. Tanggung jawab keluarga besar tenaga medis termasuk dokter terhadap kesejahteraan keseluruhan masyarakat tidak hanya besifat kurati, yakni menyembuhkan penyakit yang sudah ada, melainkan juga bersifat preventif, menghindarkan masyarakat dari penyakit yang dapat menyerang para anggotanya. Segala sesuatu yang diketahui dokter tentang seorang penderita merupakan rahasia yang tidak boleh diungkapkan kepada siapapun. Pandangan yang beritikad baik ini sering dihadapkan pada tantangan, terutama sejak ditemukannya kuman-kuman penyebab penyakit menular.Jika tidak diungkapkan bagaimana kalau kemudian ia menulari sesama masyarakat dalam lingkungan sosial.

Pandangan ini mau tidak mau menghadapkan dokter pada dilemma, antara kewajiban merahasiakan penyakit pasien dan kewajibannya kepada masyarakat, karena itu meskipun kode etik kedokterann yang ditetapkan World Medical Association tidak menjelaskan penyelesaiannya, British Medical Association, misalnya, telah mencoba menguraikan beberapa pengecualian dari kewajiban memegang rahasia tersebut. Dalam Handbook of Medical Ethics yang diterbitkan persatuan dokter Inggris terdapat lima pengecualian, yaitu:

1. Jika penderita sendiri mengizinkan pengungkapan rahasia tersebut.

2. Jika ada alas an medis yang kuat untuk mengungkapkannya tanpa izin pasien.

3. Jika kewajiban terhadap masyarakat mengharuskan pengungkapan rahasia seorang penderita .

4. Jika pengungkapan rahasia diperlukan untuk kepentingan penelitian yang sudah disetujui (approved purposes of medical research).

5. Jika peradilan menghendakinya.

Kesehatan seluruh masyarakat hanya dapat dicapai apabila ada hubungan baik antara pemerintah, tenaga medis dan masyarakat.Karena itu , komunikasi harus di kembangkan agar masyarakat semakin memahami apa yang perlu mereka lakukan supaya anggota nya dapat sehat dan sejahtera. Jadi tenaga medis tidak boleh menyimpan pengetahuan tentang penyakit dan penyembuhannya bagi lingkungan mereka sendiri semata-mata, tetapi harus membagikan pengetahuan itu pada masyarakat luas.Hal ini berlaku baik dalam menghindarkan penyakit maupun dalam menyembuhkan penyakit yang sudah ada.

Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusian akan selalu mengutamakan kewajiban di atas hak-hak. Kewajiaban dokter terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri.

Kewajiban Umum yang berkaitan dengan Aspek Sosial

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat.

Menurut Fred Ameln, kewajiban seorang dokter dalam profesi medic dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yakni:

1. Kewajiban yang berkaitan dengan fungsi social pemeliharaan kesehatan (health care). Kategori ini menekankan kepentingan masyarakat luas, bukan hanya kepentingan pasien saja.

2. Kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak pasien

3. Kewajiban yang berkaitan dengan Standar Profesi Medik dan yang timbul dari SPM tersebut. Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makluk insani. Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, rehabilitative) baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.Pasal 9Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan di bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.HAK DAN KEWAJIBAN

Hak Seseorang (Tersangka)

Perlindungan Hak Asasi Tersangka/Terdakwa dalam Hukum Nasional1. Perlindungan Hak Asasi Tersangka/Terdakwa dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara PidanaUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang sering disebut KUHAP, diberlakukan mulai tahun 1981 untuk menggantikan hukum acara pidana yang terdapat dalam HIR 1941 (het Herziene Inlandsh Reglement diterjemahkan sebagai Reglemen Indonesia yang dibaharui, disingkat RIB). Apa yang ingin diganti oleh bangsa Indonesia dari HIR melalui KUHAP dalam proses pembentukan KUHAP (1969-1981) menunjukkan bahwa yang ingin diperjuangkan adalah pemahaman untuk melihat proses peradilan pidana itu sebagai berlandaskan proses hukum yang adil (due process of law), dimana hak-hak tersangka, terdakwa dan terpidana dilindungi serta dianggap sebagai bagian dari hak-hak warga negara (civil rights) dan karena itu bagian dari hak asasi manusia.Ada sepuluh asas yang ditegaskan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Kesepuluh asas ini dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus, yaitu :Asas-asas umum :a. Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun;b. Praduga tidak bersalah;c. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;d. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum;e. Hak pengadilan terdakwa di muka pengadilan;f. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana;g. peradilan yang terbuka untuk umum.Asas-asas khusus :a.Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis);b.Hak seorang tersangka untuk diberitahukan tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya;c.Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusannya.2. Perlindungan Hak Asasi Tersangka/Terdakwa dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat ManusiaPerlindungan HAM agar warga negara terhindar dari segala bentuk penyiksaan dan kekerasan baik berupa fisik maupun psikis adalah dengan melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Merendahkan Martabat Manusia dengan secara serius dan konsekuen. Beberapa pasal dalam kaitannya untuk melindungi hak asasi tersangka/terdakwa antara lain : a. Kewajiban negara untuk mencegah penyiksaan dengan langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum, atau langkah-langkah efektif lainnya (Pasal 2);

b. Kewajiban negara untuk menjamin bahwa pendidikan dan informasi mengenai larangan terhadap penyiksaan seluruhnya dimasukkan dalam pelatihan bagi para petugas penegak hukum, sipil atau militer, petugas kesehatan, pejabat publik, dan orang-orang lain yang ada kaitannya dengan penahanan, interogasi, atau perlakuan terhadap setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara (Pasal 10 ayat (1));

c. Kewajiban negara untuk senantiasa mengawasi secara sistematik peraturan-peraturan tentang interogasi, instruksi, metode, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan untuk melakukan penahanan serta perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara dalam setiap wilayah kewenangan hukumnya, dengan maksud untuk mencegah terjadinya kasus penyiksaan (Pasal 11);

d. Kewajiban negara untuk menjamin agar instansi-instansi yang berwenang harus melakukan suatu penyelidikan dengan cepat dan tidak memihak, setiap ada alasan yang cukup kuat untuk mempercayai bahwa suatu tindak penyiksaan telah dilakukan di dalam wilayah kewenangan hukumnya (Pasal 12);

e. Kewajiban negara untuk menjamin agar setiap orang yang menyatakan bahwa dirinya telah disiksa dalam wilayah kewenangan hukumnya mempunyai hak untuk mengadu, dan agar kasusnya diperiksa dengan segera dan tidak memihak oleh pihak-pihak berwenang. Langkah-langkah harus diambil untuk menjamin bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksi dilindungi dari segala perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat dari pengaduannya atau setiap kesaksian yang mereka berikan (Pasal 13);

f. Kewajiban negara untuk menjamin agar dalam sistem hukumnya korban dari suatu tindak penyiksaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi yang adil dan layak, termasuk sarana untuk rehabilitasi sepenuh mungkin. Dalam hal korban meninggal dunia sebagai akibat tindak penyiksaan, ahli warisnya berhak mendapatkan kompesasi (Pasal 14).

3. Perlindungan Hak Asasi Tersangka/Terdakwa dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Suatu terobosan sejak jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998 berkaitan dengan penghormatan dan penegakan Hak Asasi Manusia adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini mendorong dimasukkannya beberapa pasal mengenai HAM tersebut ke dalam Amandemen kedua UUD 1945 pada tahun 2002, yang mana perdebatan mengenai perlu tidaknya dimasukkannya pasal-pasal tentang HAM tersebut ke dalam kostitusi sudah berlangsung sejak jaman kemerdekaan Republik Indonesia. Perlindungan HAM dibuat oleh negara dalam bentuk undang-undang untuk melindungi warga negaranya dari setiap pelanggaran HAM. Oleh karena itu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, diharapkan agar negara melaksanakan fungsi pemenuhan dan penegakan HAM bagi warga negara. Khusus terkait dengan perlindungan hak asasi tersangka/terdakwa, yakni agar dapat membatasi penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan aparat maupun pejabat pemerintah. Beberapa ketentuan dalam undang-undang terkait perlindungan hak asasi tersangka/terdakwa antara lain :

a.Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 3 ayat 2);

b. Hak atas perlindungan HAM dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi (Pasal 3 ayat 3);

c.Hak untuk hidup, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, persamaan di muka hukum, dan tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (Pasal 4);

d.Hak untuk menuntut dan memperoleh perlindungan hukum (Pasal 5 ayat 1);

e.Hak untuk mendapat bantuan hukum dan proses pengadilan yang adil, objektif dan tidak berpihak (Pasal 5 ayat 2);

f.Hak untuk hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin (Pasal 9 ayat 2);

g.Hak mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan baik perkara perdata, pidana, maupun administrasi melalui proses peradilan yang bebas, tidak memihak dan objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar (Pasal 17);

h.Hak untuk dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan kesalahannya melalui sidang pengadilan yang sah dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya (Pasal 18 ayat 1);

i.Hak tidak dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya (Pasal 18 ayat 2);

j.Hak setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka (Pasal 18 ayat 2);

k.Hak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 18 ayat 4);

l.Hak tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Pasal 18 ayat 5);

m.Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya (Pasal 29 ayat 1);

n.Hak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada (Pasal 29 ayat 2);

o.Hak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30);

p.Hak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya (Pasal 33 ayat 1);

q.Hak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa (Pasal 33 ayat 2);

r.Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM (Pasal 90);

4. Perlindungan Hak Asasi Tersangka/Terdakwa dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan induk dan kerangka umum yang meletakkan dasar serta asas-asas peradilan dan pedoman bagi semua lingkungan peradilan. Undang-Undang ini mengatur pula perihal perlindungan HAM tersangka/terdakwa, antara lain : a. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat 2);b.Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 5 ayat 1);c. Hak setiap orang untuk tidak dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 7);d. Hak untuk dianggap tidak bersalah bagi setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 8)e.Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi bagi setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya (Pasal 9 ayat 1)f.Hak untuk memperoleh bantuan hukum terhadap setiap orang yang tersangkut perkara (Pasal 37);g.Hak tersangka menghubungi dan meminta bantuan advokat sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan (Pasal 38). 4,6Hak Publik

KEBEBASAN DAN KETERTIBAN TERSANGKAAspek Kebebasan dan Ketertiban

1. Segi budaya hukum

Budaya hukum sebagai sub sistem hukum yang berpengaruh terhadap sub sistem lainnya. Inti budaya hukum adalah gagasan, sikap, pandangan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang bersumber dari nilai-nilai yang dianut masyarakat. Agar operasional nilai-nilai hukum sebagai suatu konsepsi yang abstrak, maka dalam pelaksanaannya harus dijabarkan ke dalam asas. Kemudian asas harus pula diwujudkan ke dalam norma hukum yang merupakan batasan, patokan atau pedoman bagi warga masyarakat untuk berperilaku/bersikap tindak.

Keragaman yang terdapat pada masyarakat Indonesia mengakibatkan keragaman budaya hukum yang dianut oleh masing-masing kelompok masyarakat yang bersangkutan. Akibatnya timbul beberapa gejala negatif antara lain adanya kecenderungan kuat suatu kelompok atau golongan tertentu melindungi anggota kelompok atau golongannya apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum, yang pada akhirnya mengakibatkan tidak efektifnya hukum.

Pada kasus ini, tersangka diduga seorang teroris yang juga diduga berasal dari kelompok tertentu dimana dengan perspektif mereka tentang budaya hukum bisa saja melenceng dari yang seharusnya dan dianggap oleh kelompok mereka sebagai suatu bentuk kebebasan , namun dapat merugikan masyarakat umum dan mengganggu ketertiban umum.

2. Segi nilai hukum

Nilai merupakan konsepsi abstrak tentang sesuatu yang dianggap baik sehingga dianut/diturut; atau bisa juga sebagai sesuatu yang dianggap buruk sehingga dihindari. Sesuatu yang dianggap baik oleh manusia mungkin menyenangkan, memenuhi keinginan, atau dianggap penting. Oleh sebab itulah nilai merupakan suatu penggerak manusia untuk berprilaku atau bersikap tindak tertentu dalam usaha memenuhi keinginan, kesenangan, atau kepentingannya. Namun demikian dalam merealisasikan sesuatu yang dianggap baik itu tidak boleh merugikan pihak lain.

Dengan demikian nilai dalam hukum itu selalu berpasang-pasangan, satu nilai tidak berdiri sendiri, ia dibatasi oleh nilai pasangannya. Sebagai contoh kebebasan itu dianggap baik oleh seseorang, akan tetapi kebebasan itu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain. Kebebasan itu dibatasi oleh ketertiban sehingga kebebasan orang lain juga terjamin.

Pada kasus ini, tersangka diduga seorang teroris yang diduga polisi meletakkan bom di pasar pada siang hari saat situasi sedang ramai. Mungkin menurut tersangka dan kelompoknya tindakan ini bernilai baik. Namun bagi masyarakat umum tindakan ini sudah jelas bernilai buruk dan dapat merugikan banyak pihak, baik dari segi moral-material dan juga dapat mengganggu ketertiban umum, mengancam keselamatan jiwa bahkan kematian. 7Terorisme menurut definisi yang dihasilkan AS dan Inggris dalam konferensi di Irlandia, beberapa tahun silam , merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok orang yang mengganggu ketertiban sipil.DAFTAR PUSTAKA1. Undang-undang HAM. Cetakan 1. Visimedia; Jakarta. 20072. Dokter Polisi. Diunduh www.biddokpol.dokkes. Polri.go.id, 10 Januari 2012.3. Sampurna B, Zulhasmar S, Tjetjep D. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Cetakan kedua. Jakarta; Pustaka Dwipar, 2007. hal. 8, 77-9.4. Purwa Hadiwardoyo. Etika Medis. Kanisius; Jogjakarta, 1989.5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia dan Penjelasannya. Cetakan 1. Jakarta; Visimedia. 2007.6. Etika Medis. Ensiklopedi Etika Medis terjemahan bahasa Indonesia. , Jakarta;Cipta Loka Caraka, 1979. hal. 252-253.7. Hanafiah Jusuf, Amir Amria. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Edisi IV. Jakarta; EGC; 2008.