makalah pbl (2)

Upload: cameliaseravina

Post on 13-Jul-2015

1.193 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

SINDROM METABOLIK Juan Rollin Manu NIM 10.2008.017 Mahasiswa Semester 5 FK UKRIDA Angkatan 2008 [email protected] / +62 85641 090 716

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanpa kita sadari, perkembangan penyakit dewasa ini sudah berubah dari penyakit infeksi kearah penyakit degeneratif dan penyakit metabolik. Salah satu kondisi gangguan metabolik yang mendapat perhatian khusus adalah Sindroma Metabolik. Sindroma metabolik adalah sekumpulan faktor risiko metabolik yang secara bersamasama ataupun sendiri-sendiri akan meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik, stroke, diabetes, dan berbagai penyakit metabolik lainnya. Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor resiko pada pasien-pasein dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X. selanjutnya, sindrom X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindroma metabolik. 1 Pada makalah ini akan membahas tentang sindrom metabolik. Kemudian anamnesis yang diperlukan, pemeriksaan apa yang di butuhkan, diagnosis bandingnya sampai etiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan dan pencegahan, epidemologi, dan prognosisnya.

1

Rumusan Masalah1. Bagaimana batasan dan klasifikasi sindrom metabolik ? 2. Bagaimana diagnose dini terhadap sindrom metabolik ? 3. Bagaimana upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap sindrom metabolik ?

Hipotesis: Tn. A 55 tahun, obesitas, sering lelah, dan mudah haus dengan riwayat hipertensi dan DM dalam keluarga merupakan gejala dari sindrom metabolik.

Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Mengetahui batasan dan klasifikasi sindrom meatbolik 2. Mengetahui diagnose dini terhadap sindrom metabolik 3. Mengetahui upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap sindrom metabolik

Manfaat Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca tentang upaya pengelolaan dan pencegahan sindrom metabolik beserta komplikasinya berdasarkan batasan, klasifikasi, dan diagnosa dini sindrom metabolik.

2

BAB II ISI Kasus: Pasien Tn.A 55 thn datang ke poli Penyakit Dalam ingin memeriksakan kesehatannya. Pasien merasa dirinya terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 30 tahunan. Pekerjaan pasien adalah sebagai karyawan suatu kantor swasta. Sebelumnya pasien sangat jarang memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan karena di rasakan dirinya tidak memiliki keluhan seputar kesehatannya. Pasien menambahkan bahwa dirinya agak sering lelah dan mudah haus pada 1 tahun belakangan ini. Pasien mengatakan ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit kencing manis. PF: KU: baik, kesadaran: compos mentis, BB: 88 kg, TB: 169 cm, waist hip ratio: 1,5, Lingkar perut: 118 cm. TD: 160/90, N: 80x/menit, RR: 16x/menit, Suhu: 36,5 C, mata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. Laboratorium: GDP: 108 mg/dl GD 2PP : 180 mg/dl Profil lipid: Chol total: 362 mg/dl, LDL chol: 266 mg/dl, HDL: 36 mg/dl, TG: 300 mg/dl

3

ANAMNESA Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara autoanamnesis yaitu anamnesia dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter. Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Berdasarkian kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis: Identitas mencakup : Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat Pendidikan terakhir dll

Keluhan utama pasien

Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Adapun keluhan utama pasien yaitu: gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 30 tahunan. Keluhan tambahan pasien

Sering lelah dan mudah haus pada 1 tahun belakangan ini. Riwayat Penyakit Terdahulu dan Perjalanan penyakit

Tidak ada, tapi riwayat penyakit turunan (faktor genetik) yaitu ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit kencing manis. Sebelumnya4

pasien jarang memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan karena tidak merasakan ada keluhan seputar kesehatannya.

PEMERIKSAAN a. Fisik Keadaan Umum: baik Kesadaran: kompos mentis TB: 169 cm BB: 88 kg Tekanan Darah: 160/90 ( Hipertensi Waist hip ratio: 1,5 (Meningkat) Lingkar Perut: 118 cm (Meningkat) Nadi: 80x/menit: RR: 16x/menit: Suhu: 36,5 0 C Mata: Konjungtiva tidak anemis

b. Penunjang Antropometrik Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus : Berat badan (kg) 5

Tinggi badan (m)2 IMT: 88 (169) 2 Pengukuran lingkaran pinggang: merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio. = 30, 81 (Buruk)

Laboratorium GDP: 108 mg/dl (Normal) GD 2PP : 180 mg/dl (Meningkat) Profil lipid: - Chol total: 362 mg/dl (Meningkat) - LDL chol: 266 mg/dl (Meningkat) - HDL: 36 mg/dl (Menurun) - TG: 300 mg/dl (Meningkat) Pemeriksaan yang di pakai: Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa. Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment)

untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis. Highly sensitive C-reactive protein Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.6

Radiologi: Lemak daerah abdomen terdiri dari lemak subkutan dan lemak intraabdominal yang dapat dinilai dengan cara CT atau MRI.

ETIOLOGI Sindroma metabolik terdiri dari resistensi insulin/ hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/ diabetes mellitus, dislipidemia, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan hipertensi. Pada kebanyakan orang didapatkan sindroma metabolik terjadi akibat obesitas, gangguan profil lipid (dislipidemia) dan hipertensi dengan meningkatkan faktor risiko untuk kelainan kardiovaskular. 1 Faktor lain pencetus sindrom metabolic yaitu 1. Diet yang salah Pada sindrom metabolik yang menjadi perhatian adalah bukan berapa banyak makanan yang dimakan, tapi apa jenis makanan yang dimakan. Konsumsi makanan dengan tinggi karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung terigu menyababkan terjadinya sindrom metabolik dalam masyarakat modern sekarang ini. 2. Kelebihan berat badan Sindrom metabolic lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan berat badan, dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas. Jadi sindrom metabolic banyak ditemui pada orang dengan bentuk tubuh seperti apel. Timbunan lemak pada daerah7

aras tubuh mempermudah produksi hormone pria seperti androstenedione. Bila kadar hormone tersebut meningkat maka dapat menyebabkan resistensi insulin. 3. Sindrom ovarium polikistik Sindrom ini merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering ditemui pada wanita, diderita oleh 6-10% wanita premenopause. Pada keadaan ini produksi hormone wanita meningkat, sehingga ovulasi dihambat. Karena ovulasi tidak terjadi, maka produksi hormone wanita progesterone menjadi terhambat, menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Wanita dengan sindrom ovarium polikistik mempunyai tendensi mengalami sindrom metabolic lebih besar, dan tujuh kali lebih sering mengalami diabetes mellitus tipe 2, terutama jika ,mereka juga mengalami kelebihan berat badan.4.

Faktor Genetic Bila diantara anggota keluarga mempunyai riwayat obesitas, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, sindrom ovarium polikistik atau penyakit jantung, maka resiko untuk mengalami sindrom metaboolik meningkat.

5.

Fitness dan Exercise Resistensi insulin lebih umum ditemui pada orang yang biasa hidup dengan cara sedentary lifestyle dan tidak melakukan olahraga secara teratur. Kekurangan latihan olahraga akan meningkatkan resiko sindrom metabolic sebanyak 20-25%. Meskipun latihan olahraga teratur akan menurunkan resistensi insulin, manfaatnya akan hilang bila latihan olahraga tersebut dihentikan. Merokok dapat sedikit meningkatkan

8

resistensi insulin, sedangkan minuman beralkohol 1-2 gelas/hari tidak meningkatkan tendensi sindrom metabolic. 2,3

EPIDEMOLOGI Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolic. Prevalensi sindrom metabolic pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemik sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan bahwa kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia, dan pada penelitiannya didapatkan prevalensi sindrom metabolik adalah 13,13%. Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP II) dengan modifikasi Asia, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Sugondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13 % dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Masa Tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m 2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). 1

PATOFISIOLOGIS Obestitas Sentral9

Obesitas yang digambarkan dengan massa indeks tubuh tidak begitu sensitive dalam menggambarkan resiko kardiovaskular dan gangguan metabolic yang terjadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut lebih sensitif dalam memprediksikan gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adipose subkutan dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak visceral lebih berhubungan dengan kompilkasi metabolik dan kardivaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas beresiko pada peningkatan kejadian resiko kardivaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari obesitas. Seorang obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin dan sebaliknya resitensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes. Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatau resistensi insulin maupun obesitas. Jaringan adipose merupakan sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai faktor pro ana anti inflamasi seperti leptin, adinopektin, Tumor nekrosis faktor alfa (TNF-a), Interleukin-6, dan resistin. Konsentrasi adinopektin plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini diprediksikan dapat memiliki antiaterogenik pada hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan berhubungan dengan resiko kejadian kardiovaskular tidak bergantung dari faktor risiko tradisional, IMT, dan konsentrasi CRP. Sejauh ini belum diketahui apakah pengukuran marker hormonal dari jaringan adipose lebih baik daripada pengukuran secara anatomi dalam mempridiksikan resiko kardivaskular dan kelainan metabolik yang terkait. Resistensi Insulin Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. teknik clamp merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis. Pemeriksaan glukosa plasma puasa juga tidak ideal mengingat toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada 10% sindroma metabolik. Pengukuran Homeostatis Model Assesment (HOMA) dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Indeks (QUICKI) dibuktikan berkolerasi erat dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resitensi insulin. bila melihat dari10

patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adipose dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin di klinis disarankan maupun disepakati. Displidemia Displidemia yang khas pada sindroma metabolik ditandai dengan peningkatan TG dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi TG plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi TG. Namun pada studi manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan TG tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati. Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan TG sehingga terjadi transfer TG ke HDL. Namun pada subjek dengan resistensi insulin dan konsentrasi TG normal dapat ditemukan pada penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan TG. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resitensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati yang selanjutnya melibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resitensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subjek dengan resistensi insulin. studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, respetor, dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubagan konsentrasi profil lipid. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin Inflamasi subklinis kronis juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. CRP dilaporkan menjadi data prognosis tambahan pada wanita sehat dengan sindrom11

metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan fibrinolisis dalam memprediksikan resiko kardiovaskular. Hipertensi Resitensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorbsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertfrofi otot polos pembuluh darah. Pemeberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan efek pressor dan depressor. The insulin Resistance Atherosclerosis Study melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subjek normal namun tidak pada subjek dengan DM tipe 2. 1,7

DIAGNOSA a. Working Diagnosis Sindrom Metabolik Kriteria Sindrom metabolic dikenal pertama kali sebagai sindrom X yang mengkaitkannya dengan resistansi insulin (Reaven 1988). Namun dalam perkemangannya, berkembang beberapa criteria yang sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolic sebelum seseorang jatuh dalam keadaan sakit. Beberapa criteria sindrom metabolic adalah sebagai berikut World Health Organization (WHO) 1999.

12

The World Health Organization kriteria (1999) memerlukan kehadiran diabetes mellitus, gangguan toleransi glukosa, gangguan puasa glukosa atau resistansi insulin, dan 2 dari criteria berikut ini: - Tekanan darah: 140/90 mmHg - Dyslipidemia: trigliserida (TG): 1,695 mmol / L dan high-density lipoprotein kolesterol (HDL-C) 0,9 mmol / L (laki-laki), 1,0 mmol / L (wanita) - Sentral obesitas: pinggang: pinggul rasio > 0,90 (laki-laki); > 0,85 (wanita), dan atau indeks massa tubuh> 30 kg / m 2 - Mikroalbuminuria: rasio ekskresi albumin urin 20 mg / menit atau albumin: rasio kreatinin 30 mg / g

EGIR (European Group for the study of Insulin Resistance) 1999 European Group for the study of Insulin Resistance (1999) memerlukan 2 atau lebih hal berikut: - obesitas sentral: lingkar pinggang 94 cm (laki-laki), 80 cm (wanita) - dislipidemia: TG 2,0 mmol / L dan atau HDL-C 100 mg / dL (5,6 mmol / L), atau sebelumnya didiagnosis diabetes tipe 2. Jika FPG > 5,6 mmol / L atau 100 mg /

14

dL, OGTT Glucose tolerance tes sangat disarankan tetapi tidak perlu untuk mendefinisikan adanya Syndrome.#

Jika BMI> 30 kg / m, obesitas sentral dapat diasumsikan dan lingkar pinggang

tidak perlu diukur.

American Heart Association / Diperbarui NCEP Ada kebingungan mengenai apakah AHA / NHLBI dimaksudkan untuk menciptakan seperangkat pedoman lain atau hanya memperbarui definisi NCEP ATP III. Menurut Scott Grundy, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas, Texas, niatnya hanya untuk memperbarui definisi NCEP ATP III dan tidak menciptakan definisi baru.

Peningkatan lingkar pinggang:o o

Pria - 40 inci (102 cm) Wanita - 35 inci (88 cm)

Peningkatan trigliserid: Sama dengan atau lebih besar dari 150 mg / dL Penurunan HDL (kolestrol baik):o o

Pria 135/85 mm Hg) dan peningkatan glikosa puasa (>100mg/dL), tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada, sebab terdapat individu yang tidak obes, tetapmemiliki resistensi insulin dan factor risiko metabolic, terutama pada individu yang memiliki kesua orang tua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes. Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi insulin Obesitas abdominal/sentral Hipertensi Dislipidemia : Peningkatan kadar trigliserida Penurunan kadar HDL kolesterol16

Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfibrinogenemia, peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol. Akhir-akhir ini diketahui pula bahwa resistensi insulin juga dapat menimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non Alcoholic Steato Hepatitis (NASH). 1-6

17

Tabel .1 : Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut WHO (World Health Organization) & NCEP-ATP III (The National Cholesterol Education Program- Adult Treatment Panel III) b. Differential DiagnosisKomponen Kriteria diagnosis WHO : Resistensi insulin plus : Obesitas abdominal/ sentral Waist to hip ratio : Laki2 : > 0.90; Wanita : > 0.85, atau IMB > 30 kg/m2 Hipertrigliseridemia HDL Cholesterol 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L) < 35 mg/dl (< 0.9 mmol/L) < 39 mg/dl (< 1.0 mmol/L 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L) < 40 mg/dl (< 1.036 mmol/L) < 50 mg/dl (< 1.295 mmol/L) Kriteria diagnosis ATP III : 3 komponen dibawah ini Lingkar pinggang : Laki2 : > 102 cm (40 inchi) Wanita : > 88 cm (35 inchi)

Hipertensi

TD 140/90 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif

TD 130/85 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensi 110 mg/dl atau 6.1 mmol/L

Kadar glukosa darah tinggi

Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu, resistensi insulin

Mikroalbuminuri

Ratio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju ekskresi albumin 20 mg/mnt

18

Pada kasus sindrom metabolik, penulis tidak mendapatkan differential diagnosis yang bisa dijadikan pembanding. Alasannya karena sindroma merupakan suatu kumpulan gejala, sehingga gejala penyakit tidak ada yang mirip dengan gejala sindrom metabolik.

KOMPLIKASI Kegemukan (obesitas), tekanan darah tinggi, diabetes mellitus dan dislipidemia secara sendiri-sendiri sudah sejak lama diketahui sebagai factor resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Demikian pula adanya factor-faktor tersebut secara bersamaan pada seseorang telah sangat dikenal akan jauh meningkatkan kemungkinan terjadinya Penyakit jantung Koroner. Dengan demikian penderita dengan Sindroma Metabolik kemungkinan untuk mendapatkan / terkena penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler lainnya akan meningkat. 3,-5

PENATALAKSANAAN a.Non medikamentosa Terapi diet untuk obesitas Terapi diet direncanakan berdasarkan individu. Hal ini bertujuan untuk membuat deficit 500 hingga 1000kcal/hari menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun. Sebelum menganjurkan deficit kalori sebesar 500 hingga kcal/hari sebaiknya diukur kebutuhan energy basal dapat menggunakan rumus dari Harris-Benedict: Laki-laki: B.E.E = 66.5 + (13,75 kg) + (5.003 cm) (6.775 age) Perempuan: B.E.E = 655.1 + (9.563 kg) + 1.850 cm) (4.676 age)19

Kebutuhan kalori total sama dengan BEE dikali dengan jumlah factor stress dan aktivitas. Factor stress ditambah aktivitas berkisar dari 1.2 sampai lebih dari 2. Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan sama dengan 30 persen dari total kalori. Pengurangan persentase lemak dalam menu sehari-hari saja tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan, kecuali total kalori juga berkurang. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan untuk mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk menurunkan kolesterol-LDL.3

Aktivitas Fisik Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan, walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan penguranan berat badan tanpa aktivitas fisik saja. Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka waktu panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur. Untuk pasien obes, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitasnya sebaiknya, ditingkatkan secara bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada satu saat atau secara bertahap sepanjang hari. Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energy tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari dapat dicapai. Regimen ini dapat diadaptasi kedalam berbagai bentuk aktivitas fisik lain, tetapi jalan kaki lebih menarik karena keamananya dan kemudahannya. Pasien harus dimotivasi untuk meningkatkan aktivitas sehari-hari seperti naik tangga daripada naik lift. Seiring waktu, pasien dapat melakukan aktivitas yang lebih berat.20

Terapi perilaku Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contingency management, cognitive restructuring dan dukungan social.

Terapi bedah Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya memberikan pada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI 40 atau 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan dengan alternative terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrem. Bedah gastrointestinal (restriksi gastric [banding vertical gastric] atau bypass gastric [Roux-en Y]) adalah suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek yang bermotivasi dengan resiko operasi yang rendah. Suatu program yang terintegrasi harus dilakukan baik sebelum maupun sesudah untuk memberikan panduan diet, aktivitas fisik, dan perubahan perilaku serta dukungan social. 5,6

Untuk Dislipemia Terapi Nutrisi Medis Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan seseorang dengan dislipidemia, oleh karena itu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau21

Makanan Total lemak

Komposisi Makanan untuk Hiperkolesterolemia Asupan yang Dianjurkan 20-25% dari kalori total