makalah pbl blok 23

14
Makalah PBL Blok 23 Special Sense Sindroma Kongenita Rubella BobArvianto NIM 102011365-A7 Fakultas Kedokteran Ukrida Tahun Ajaran 2013/2014 1

Upload: frans-lei

Post on 14-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Mata dan lain lain

TRANSCRIPT

Makalah PBL Blok 23Special SenseSindroma Kongenita Rubella

BobArviantoNIM 102011365-A7Fakultas Kedokteran UkridaTahun Ajaran 2013/2014

Special SenseSindroma Kongenital RubellaBob ArviantoNIM 102011365Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

* Alamat korespondensiBob ArviantoFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510No. Telp 085890036494, e-mail : [email protected]

PendahuluanSeorang ibu membawa bayinya yang beruisa 1bulan, karena khawatir bayinya menderita kelainan bawaan. Ibu waktu hamil menderita German measles.German measles merupakan sebutan lain dari penyakit rubella, atau yang dikenal di indonesia dengan sebutan campak jerman. Penyakit ini tidak berbahaya bagi manusia, kecuali kepada bayi dalam kandungan dimana sang ibu yang sedang mengandung terkena rubella.Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui dan memahami bahaya virus rubella terhadap ibu dan bayi dalam masa kehamilan, cara penanganan neonatal yang terkena rubella, etiologi dan epidemiologi dari rubella, pencegahan sebelum dan setelah kehamilan, komplikasi kepada bayi yang terkena rubella.Hipotesis: Ibu yang membawa bayi berusia 1 bulan untuk check-up karena takut bayinya mengalami sindroma rubella kongenital.AnamnesisPasien seorang ibu yang takut akan bayinya yang berumur 1 bulan mengalami kelainan kongenital akibat penyakit rubella yang dideritanya selama masa kehamilan perlu ditanyakan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap untuk memeriksa bayi tersebut. Perlu ditanyakan kepada ibu pada usia kehamilan berapakah pertama kali terkena rubella, apakah sebelumnya pernah diimunisasi MMR, dan obat apa yang diminum selama masa kehamilan tersebut. Bagaimanakah keadaan pasien setelah meminum obat tersebut, apakah ada keluhan lain selama masa kehamilan, apakah pernah berobat ke dokter dan dilakukan cek laboratorium sebelumnya.Selain hal-hal tersebut juga perlu ditanyakan keadaan kesehatan dan pekembangan bayi selama masa post-partum sampai hari berobat. Apakah ada hal yang dirasa janggal pada bayi, apakah peka terhadap rangsangan cahaya dan juga rangsangan bunyi pada bayi, apakah ada kekuningan pada mata dan kulit bayi, dan apakah lahir secara prematur atau normal. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dilakukan kepada bayi merupakan pemeriksaan fisik pada umumnya. Apakah ada tanda-tanda ruam kemerahan pada kulit bayi yang khas pada sakit campak rubella. Apakah ada refleks fisiologis terhadap rangsangan cahaya pada bola mata, dan juga rangsangan terhadap bunyi pada alat pendengaran. Pemeriksaan suhu, pernapasan, frekuensi nadi juga perlu dilakukan terhadap bayi tersebut.Pemeriksaan PenunjangPada kasus ini, pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mengetahui apakah bayi terkena sindrom kongenital rubella dapat dilakukan beberapa tes, diantaranya adalah Kultur dari isolasi sel Rubella virus dapat ditemukan dengan kultur sel dengan metode RT-PCR. Sample diambil dari urin, air liur, darah EDTA, cairan serebrospinal, aspirasi lensa mata. IgM rubella pada tali pusar/serum/air liur bayi Antibodi IgM rubella-spesifik dapat ditemukan pada janin, dan dapat diambil pada saat kelahiran. Metode yang dilakukan adalah dengan IgM-apture assay dengan menggunakan tali pusar bayi. IgM juga dapat ditemukan pada air liur bayi. IgM yang spesifik ini dapat ditemukan sejak kelahiran ampai usia 3 bulan. Deteksi Respon IgG rubella IgG spesifik bisa ditemukan saat bayi lahir, namun akan hilang pada usia 6 bulan.1EtiologiRubella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus rubella, yang termasuk dalam genus Rubivirus dan famili Togaviridae. Virus ini hanya bisa menyerang manusia. Replikasi dari virus ini berada pada beberapa organ lewat hantaran cairan tubuh dan aliran darah. Virus masuk ke dalam sel dengan menempel pada permukaan luar sel, lalu menembus sel menggunakan protein yang berada pada envelope virus. Capsid dan genom virus kemudian masuk ke dalam plasma sel. Replikasi dari virus belum diketahui secara pasti, sehingga mempersulit dunia pengetahuan dalam menangani dan mengobati kasus rubella.2Rubella virus berukuran 70 nm. Virus rubella merupakan virus RNA, yang bersifat poten, infeksius, dan teratogenik, yang menyebabkan sindrom kongenital rubella di seluruh dunia. 3EpidemiologiManusia merupakan satu-satunya hospes alamiah dari virus Rubella, yang disebarkan melalui droplet oral, atau transplasental pada kasus rubella kongenital. Sebelum ditemukan vaksin terhadap virus rubella pada tahun 1969, insiden tertinggi didapatkan pada anak berusia 5-14 tahun, Namun sekarang lebih menyerang remaja dan dewasa muda yang rentan. Rubella juga dapat menjadi infeksi nosokomial terhadap pasien, dokter, perawat, staff kesehatan, dan juga penderita yang rentan. Virus ini endemik pada daerah tropis dan subtropis dan biasa endemik pada musim semi. Satu serangan dari virus Rubella biasanya menimbulkan kekebalan permanen terhadap virus ini.4PatofisiologiPada kasus rubella kongenital, jika ius didapat pada kehamilan awal,maka rubella akan mengakibatkan generalisasi dan infeksi janin secara persisten, yang mengakibatkan penyakit multisistem. Ini merupakan akibat ketidak mampuan dari plasenta yang berfungsi sebagai barier, dalam menahan infeksi untuk masuk ke dalam janin, dimana pada janin tidak terdapat sistem pertahanan dan respons imun untuk membunuh virus selama kehamilan. Lesi yang paling awal terjadi dapat ditemukan di dalam plasenta, dimana infeksi terdapat dalam tahap maternal viraemic phase. Namun virus rubella yang diekskresi dari cervix pada saat 6 hari setelah adanya ruam kemerahan, tidak menutup kemungkinan bahwa virus dapat bermultiplikasi pada saluran genital, sehingga infeksi ascending dari genital tidak dapat dikesampingkan. 1Virus rubella dicurigai masuk ke dalam janin melalui korion, diaman terdapat perubahan pada sel epitel dan endotel dari pembuluh darah apat ditemukan 10 hari setelah terjadinya ruam kemerahan pada ibu berupa nekrosis sel. Sel endotel yang rusak akan dimasukan ke dalam lumen dan ditransport ke dalam sistem janin dala bentuk emboli virus. Karena ketidakmampuan janin dalam merespons terhadap infeksi, maka janin dapat mengalami infeksi rubella, karena itu gejala inflamasi pada janin tidak terlihat. Anomali yang terjadi dapat terlihat pertama kali saat terjadi kontraksi pada trimester pertama, dengan adanya anomali dan kerusakan sel pada jantung, lensa mata, telinga dalam, gigi, dan otot lurik. Selain itu dapat juga mengenai hati, miokardium, dan organ korti yang berasal dari kerusakan pada sel endotel, yang mengakibatkan pendarahan dalam pembuluh darah kecil dan neksrosis pada waktu yang lama.1Virus juga dapat mengakibatkan nekrosis jaringan melalui protein spesifik yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi mitosis dari sel yang terinfeksi. Jika terjadi pada saat tahap organogenesis pada janin, maka organ tersebut akan mengalami pengurangan sel dalam organ tersebut dan menjadi defek pertumbuhan. Walaupun mekanisme dari teratogenik belum dapat diketahui, namun dapat dikatakan bahwa virus rubella dapat mengakibatkan retardasi pada sel dan gangguan pada kehidupan sel.1Resiko Kepada JaninJika rubella mengenai ibu hamil pada trimester pertama, maka dapat mengakibatkan abortus spontan, janin yang lahir dengan malformasi buruk, ataupun janin dengan kerusakan minim sampai janin sehat yang kemudian akan berkahir pada kematian janin. Jika rubella menginfeksi pada 10 minggu pertama kehamilan, maka defek yang terjadi insidennya mencapai 90%. Jika terinfeksi pada 8 minggu pertama, maka 20% kasus akan terjadi abortus spontan. Kelainan jantung dan mata merupakan akibat dari infeksi masa kehamilan saat fase kritis organogenesis, dalam 8 minggu pertama kehamilan, diaman terjdi retinipati dan defek pendengaran lebih sering terjadi pada kehamilan usia 16 minggu.1Organogenesis selesai pada minggu ke 12 dalam kehamilandan pada janin yang lebih dewasa dapat membatasi dan melawan infeksi. Tuli dan retinopati meupakan anomali yang timbul pada infeksi post-trimester pertama.1Gejala Klinis5Gejala klinis pada sindrom kongenital rubella bergantung pada kelainan organ yang dialami oleh bayi yang terinfeksi rubella pada saat kehamilan, diantaranya adalah: Lesi Mata Katarak kongenital yang disebabkan infeksi rubella bisa bilateral maupun unilateral. Mata bayi yang baru lahir mungkin terlihat normal pada saat kelahiran dan beberapa hari kemudian, katarak disebabkan karena microphtalmia dan miopia. Glaukoma kongenital juga dapat terjadi walaupun tidak terlihat pada awal kelahiran dan timbul pada minggu-minggu awal kehidupan. Hal yang sering paling terjadi adalah penggmpalan pigmen retina yang disebut salt-and-pepper retinopathy bukanlah suatu renitis, karena bukan merupakan inflamasi retina tetapi salah satu contoh perubahan pertumbuhan. Lesi jantung Dukturs Arteriosus merupakan akibat paling sering infeksi rubella maternal pada organ jantung yang dapat dilakukan pembedahan. Ketulian Hilangnya pendengaran dapat terjadi pada infeksi usia sebelum 10 minggu. Telinga bagian dalam juga rentan mengalami kerusakan. Kehilangan pendengaran bersifat sensorineural, bilateral maupun unilateral, sedang sampai buruk. Infeksi Rubella pada SSP Manifestasi dari infeksi rubella yang paling buruk jika infeksi mengenai sistem saraf pusat dari bayi. Gejala dapat berupa retardasi mental yang mengenai semua aspek pertumbuhan. Selain itu bayi juga bisa memiliki intelejensi yang normal, namun defek terhadap gerakan motorik seperti spastic diplegia. Sindrom kongenital rubella juga dapat berupa autisme. Kejanggalan pada sistem endokrin Insulin-dependent diabetes melitus ( IDDM) Disfungsi kelenjar tiroid didapatkan pada 5% pasien, dengan gejala hipertiroid, hipotiroid, dan tiroiditis karena sistem autoimun abnormal. Dicurigai terdapat defisiensi growth hormone pada bayi yang menyebabkan tumbuh-kembang anak terganggu.PenatalaksanaanPada wanita hamil, terutama pada awal kehamilan dan juga sampai melahirkan, harus melakukan tindakan prevensi terhadap penularan rubella tanpa memandang riwayat penyakit selama masa anak atau riwayat imunisasi aktif. Jika wanita hamil dengan riwayat imun yang tidak diketahui terhadap rubella, maka uji antibodi harus segera dilaksanakan dan dilakukan imunisasi pasif dengan GIS, 20-30 mL instramuskular. Imunisasi aktif pada wanita hamil tidak dianjurkan. Selain itu, kaitan janin yang terlah mendapat vaksin rubella dengan timbulnya malformasi kongenital tetap harus dimonitor dan melakukan upaya untuk menghindari pemajanan terhadap rubella.4Sejauh ini belum ada obat spesifik yang digunakan untuk mengobati infeksi rubella, sehingga pengobatan dilakukan secara simtomatis. Adamantanamin hidrokhlorida (amantadin) dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakan. Namun upaya ini tidak berhasil pada janin, karena amantadin tidak dianjurkan pada masa kehamilan. Interferon dan isoprinosin digunakan dengan hasil yang terbatas.4Selain itu evaluasi neurologis, cardialogis, oftalmologik, tes audiologik, complete blood count, radiografi tulang, dan aspirasi CSS juga dilakukan untuk mengetahui apakah adanya defek pada organ bayi dan mengetahui tingkat kerusakan organ.6PrognosisPrognosis pada kasus sindroma kongenital rubella bergantung pada malformasi yang terjadi. Secara keseluruhan, mortalitas neonatus dengan rubellsa sekitar 6%, namun lebih tinggi jika ada purpura trombositopenik, penyakit jantung kongenital, katarak kongenital, atau ensefalitis. Orang tua dan keluarga juga haru mendapatkan suppor emosional dan petunjuk dalam menghadapi kasus ini dalam komunitas dan organisasi.7

KesimpulanPasien bayi yang mengalami infeksi virus rubella dapat mengakibatkan abnormalitas pada pembentukan beberapa organyang dapat menimbulkan defek organ tertentu. Sebaiknya dilakukan vaksinasi dan tes antobodi sebelum dan selama kehamilan untuk mengurangi insiden sindroma kongenital rubella.

Daftar Pustaka1. Zukerman AJ. Principles and practice of clinical virology. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd., 2009.h.561-84.2. Shmaefsky BR. Rubella dan rubeola. New York: Infobase Publishing, 2009.h.50-61.3. Banatvala J, Peckham C. Rubella virus. Amsterdam: Elsevier B.V., 2007.h.1-4.4. Behrman, Kliegman, Arvin ,Nelson. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol. II. E/15. Jakarta: Penerbut Buku Kedokteran EGC, 2000.h.1072-7.5. de Quadros CA. Vaccines: Preventing disease & protecting health. Washington: Pan Ameican Health Organiation, 2004.h.56-60.6. Sachdeva A, Dutta AK, Jain MP, Yadav SP, Goyal RK. Advance in pediatrics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd., 2012.h.158.

2