makalah pbl blok 23
DESCRIPTION
Blok 23TRANSCRIPT
RHINOSINUSITIS AKUT MAKSILARIS
Lisa Ambalinggi
102012032
B9
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11510
PENDAHULUAN
Rhinosinusitis atau lebih sering kita kenal dengan sinusitis adalah peradangan pada salah
satu sinus paranasal dan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia. Penyebab utamanya ialah virus yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan etmoidal. Sinusitis bisa terbagi
menjadi akut, subakut, dan kronis. Pemeriksaannya bisa dengan pemeriksaan fisik seperti
inspeksi dan palpasi untuk melihat apakah ada pembengkakkan dan nyeri tekan, serta beberapa
pemeriksaan penunjang seperti transiluminasi, sinuskopi, rhinoskopi, dan pemeriksaan
radiologik.
Anamnesis
Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan
pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan (auto-anamnesis) atau melalui
keluarga maupun relasi terdekatnya (allo-anamnesis). Yang didapatkan adalah data subyektif
pasien. Tujuan anamnesis adalah untuk memperoleh informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Data anamnesis meliputi identitas dasar pasien meliputi nama lengkap, umur,
1
alamat, dan pekerjaannya. Selanjutnya keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang (RPS),
riwayat penyakit terdahulu (RPD), riwayat kesehatan keluarga, serta riwayat pribadi, social
ekonomi dan budayanya.
Yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah :
1. Secret
Apakah dari satu sisi atau keduanya?
Lamanya? Terus menerus atau intermiten, dan bagaimana terjadinya? Usia saat
awitan?
Apakah encer atau kental? Purulent atau berdarah?
Apakah ada hubungan dengan perubahan lingkungan atau musim?
2. Hidung tersumbat
Apakah satu sisi atau keduanya?
Lamanya? Terus menerus atau intermiten, dan bagaimana terjadinya? Usia saat
awitan?
Adakah riwayat trauma?
Adakah riwayat operasi hidung atau eprasi THT lainnya?
Adakah gangguan alergi terutama yang berkaitan dengan perubahan musim? Bila
ya, maka diperlukan riwayat alergi yang lengkap
Apakah pasien menggunakan semprot hidung atau obat – obatan?
3. Perdarahan
Berapa lama? Frekuensi? Kapan serangan yang terakhir?
Apakah perdarahan unilateral atau bilateral?
Apakah perdarahan dari nares anterior, posterior atau keduanya?
Apakah hanya terjadi pada musim dingin?
Adakah riwayat trauma?
Apakah pasien mempunyai kecendrungan berdarah?
Apakah pasien menggunakan suatu pengobatan?
Apakah ada hipertensi?
2
4. Kehilangan atau perubahan dalam menghidu (Anosmia)
Apakah berkaitan dengan trauma, infeksi saluran napas bagian atas, atau pen yakit
sistemik?
Apakah kehilangan atau perubahan penghiduan sebagian atau sama sekali?
Adakah riwayat penyakit hidung atau sinus?
Apakah ada gejala sistemik lainnya?1,2
Pemeriksaan Fisik
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paransal dilakukan inspeksi, palpasi, rinoskopi
anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic, dan sinoskopi.
Inspeksi : Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah –
merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan pada kelopak
mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut.Sinusitis etmoid menyebabkan
pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk abses.
Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan pada dasar sinus frontal, yaitu
pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius.2
Pemeriksaan Penunjang
Transiluminasi : Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai
untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak tersedia.
Bila ada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti
antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan
transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di
dalam sinus.
3
Pemeriksaan Radiologik : Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka
dilakukan pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan lateral.
Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid.
Posisi PA untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan
etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT Scan. Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial.
Indikasi utama CT Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur
frontobasal), dan tumor. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid
level) atau penebalan mukosa. CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis
karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi
sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
Sinuskopi : Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop
dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinuskopi
dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor
atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka. Sinuskopi dilakukan
dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat
endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi
sinus untuk terapi.
Pemeriksaan Mikrobiologik : Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan
dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat
guna. Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. 2
Working Diagnosis
Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa sinus
paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.
4
Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis
maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu
sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis akut bila
terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda dan
sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa sinus yang irreversible, sehingga untuk
menentukan sinusitis tersebut akut, subakut atau kronik diperlukan pemeriksaan histopatologis.3
Gambar 1: Perbandingan sinus maxillaris normal dengan sinusitis maxillaris
Differential Diagnosis
1. Sinusitis etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai
selulitis orbita. Pada dewasa, seringkali bersama – sama dengan sinusitis maksilaris, serta
dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri
dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase, dan sumbatan
hidung.
Pengobatan sinusitis etmoidalis berupa pemberian antibiotic sistemik, dekongestan hidung,
dan obat semprot atau tetes vasokonstriktor topical. Ancaman terjadinya komplikasi atau
perbaikan yang tidak memadai merupakan indikasi untuk etmoidektomi.
5
2. Sinusitis frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama – sama dengan infeksi sinusitis etmoidalis
anterior. Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan selain gejala infeksi yang umum,
pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan – lahan
mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbital. Tanda patognomonik adalah
nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi.
Pengobatan berupa pemberian antibiotic yang tepat, dekongestan, dan tetes hidung
vasokonstriktor. Kegagalan penyembuhan segera atau timbulnya komplikasi memerlukan
drainase sinus frontalis dengan teknik trepanasi.2,3
Epidemiologi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik sehari – hari, bahkan
dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis
menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang
didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya
rhinosinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa adalah 18 – 75 tahun dan kemudian
anak – anak berusia 15 tahun. Pada anak usia 5 – 10 tahun, infeksi saluran pernafasan
dihubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis jarang pada anak – anak berusia kurang dari 1 tahun
karena sinus belum berkembang dengan baik sebelum usia tersebut.
Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya karena :
1. Ukuran,
merupakan sinus paranasal yang terbesar
2. Posisi ostium,
posisi ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasarnya sehingga aliran secret/drainase
hanya tergantung gerakan silia
3. Letak ostium,
Letak ostium pada sinus maksilaris berada pada meatus nasi medius di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat
6
4. Letak dasar
Letak dasar sinus maksila berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (prosesus
alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.
Prevalensi sinusitis di bagian THT Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta,
pada tahun 1999 didapatkan sekitar 25% anak – anak dengan ISPA menderita sinusitis
maksila akut. Sedang pada Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok subbagian
Rinologi didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 149 orang terkena
sinusitis (50%).4
Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi ( penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar dan sinus maksilaris
ikut terangkat), infeksi nasofaring, kelainan imunologik,
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30 – 50%), Haemophylus influenza (20 – 40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering,
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia.5
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi
antimikroba dan zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.
7
Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang yang
salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang sempit.
Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, lendir
yang diproduksi oleh muksa sinus akan menjadi kental. Lendir yang kental tersebut menjadi
media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus menerus
maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.
Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,
yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. 5,6
Gejala Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan
pada muka dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Serta gejala lain seperti sakit kepala dan
anosmia.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua
bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis
frontalis, dan pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan
mastoid. Pada sinusitis maksila kadang – kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
Dapat disertai gejala :
Demam, malaise.
Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit
dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit
bertambah saat menunduk.
Wajah terasa bengkak dan penuh.
Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
8
Kadang ada batuk iritatif non-produktif.
Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.
Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus
media, dan nasofaring.
Penurunan atau gangguan penciuman.3,5
Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan, 2) mencegah komplikasi,
dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di
KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus – sinus pulih secara alami.
Terapi Medikamentosa
o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):
Lini pertama:
Amoxycilline 3x500mg.
Cotrimoxazole 2x1tablet.
Erythromycine 4x500mg.
Lini kedua:
Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau
cephalosporine generasi II atau III oral
o Dekogestan
Topikal:
Solusio Efedrin 1% tetes hidung
Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05%
semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari
Sistemik:
Fenil Propanolamine
Pseudoefedrine 3x60mg
o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
9
o Analgesik/antipiretik (bila perlu):
Parasetamol 3x500mg
Metampiron 3x500mg
o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)
CTM
Loratadine
Tindakan non invasif
o Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut
sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi
sinus.
o Irigasi sinus maxilla
Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat
Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan
irigasi melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan
melalul ostium, maka dinding antral dibawah concha inferior dibuan suatu
iubang dengan antral trokar.
Gambar 2: Gambar Irigasi Sinus
Tidakan pembedahan
o Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan yang
dilakukan adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.
10
Gambar 3: Operasi Caldwell-Luc
Teknik Operasi Caldwell-Luc:
Operasi ini dilakukan dibawah anastesi umum endotracheal atau dengan blok
syaraf maksila. Jika menggunakan anastes endotracheal maka dapat diberikan
injeksi lokal vaso konstriktor yang efeknya untuk mengurangi perdarahan di
daerah operasi.
Insisi dibuat pada batas gusi dibawah gingivo labial folg sisi posterior gigi C
sampai M1 dan M2. Mukosa periosteum diangkat dari fosa kanina dan dikaitkan
dengan 2 retraktor. Antrum dibuka dengan menggunakan pahat atau bor
kemudian selaput mukosa sinus diinsisi, sehingga tampak rongga sinus
maksilaris. Dinding atronasal pada meatus nasi inferior diangkat dan selaput
mukosa pada sisi hidung dari dinding antro nasal dibuka, sehingga terbentuk
suatu lubang. Sinus maksilaris terbuka dan dibuat hubungan antara rongga
hldung dan sinus maksilaris melalui dinding antro nasal dibawah turbinate
nasalis inferior, untuk menjamin drainage yang tetap kedalam hidung. Insisi sub
labial dijahit dengan jahitan interupted . teknik ini sudah tidak digunakan lagi.
o Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional (BSEF), yang telah menjadi tindakan pembedahan utama untuk
menangani sinus. Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah ostio-
meatal yang menJadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan
11
drainase menjadi lancar kembali melalui ostium alami. Tingkat keberhasilannya
mencapai 90% dengan tanpa meninggalkan jaringan parut.6
Komplikasi
1. Selulitis orbita dan abses
Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau karena
penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri disekitar mata
diikuti pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola mata terbatas. Pasien
mengeluh rasa sakit yang hebat dan bila mengenai N. Optikus akan menyebabkan
kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis orbita ini akan menjadi abses.
2. Meningitis
Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau
tromboflebitis yang menyebar.
3. Abses otak
Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya gangguan
ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.
4. Mukokel
Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid sehingga terjadi
penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus dikenal sebagai mukokel atau
piokel.
5. Trombosis sinus cavemosus
Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip
dengan abses orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini berlangsung
cepat dan pasien dapat meninggal.
6. Fistula oro antral
Fistula ori antral didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan selama lebih dari 48
jam, lubang ini terbentuk setelah pembedahan (sengaja atau tidak sengaja) dan akibat
trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan cacat perkembangan atau infeksi. Tidak
12
semua lubang kearah antrum akan menyebabkan fistula. Fistula lebih mungkin terjadi
bila lubang yang terbentuk lebih dari 3 mm dan melibatkan dasar, adanya sinusitas serta
bila perawatan yang dilakukan tidak memadai. Keluhan pasien biasanya adalah
masuknya isi rongga mulut kedalam hidung, keluarnya udara kedalam mulut dan rasa
tidak enak. Rasa sakit jarang dikeluhkan kecuali bila ada infeksi.
7. Osteomyelitis
Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris. menghasilkan
nanah yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat juga terjadi akibat
kesalahan perawatan pada sinusitis maksilaris akut. Bila keadaan ini tidak dirawat akan
menyebar keseluruh maksila, orbita dan dinding lateral rongga hidung. 3,6
Prognosis
Individu dengan sinusitis akut tanpa komplikasi dapat mengharapkan pemulihan penuh
dan kembali bekerja . Sekitar 70 % dari sinusitis bakteri akut sembuh spontan tanpa antibiotik ,
penggunaan antibiotik meningkatkan persentase ini pemulihan sampai 85 % ( Orlandi ) . Jarang ,
sinusitis rumit oleh penyebaran infeksi ke tulang wajah atau otak akan memperpanjang waktu
pengobatan dan memerlukan pemulihan yang lebih panjang . Sinusitis jamur jarang terjadi tetapi
dapat menyebar dengan cepat dan mengakibatkan kematian pada individu immunocompromised
( misalnya , pasien kanker , pasien HIV / AIDS , atau diabetes yang tidak terkontrol atau pasien
dialisis ) .
Sinusitis kronis bervariasi dalam ketajaman antara individu tetapi membutuhkan
pengobatan jangka panjang yang berkelanjutan untuk peradangan dan pengobatan berkala akut
flare-up. Individu dengan tidak ada penyakit yang mendasari signifikan dapat pulih
sepenuhnya. Individu dengan penyakit inflamasi, sistem kekebalan tubuh , atau kondisi alergi
tunduk pada episode sinusitis bakteri akut. Individu yang membutuhkan pembedahan sinus dapat
berharap untuk kembali ke aktivitas normal dalam waktu 5 sampai 7 hari pasca operasi dan
untuk mencapai pemulihan penuh di sekitar 4 sampai 6 minggu . Pengobatan gagal pada sekitar
10 % sampai 25 % dari pasien.6
Pencegahan
13
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena sinusitis.
Bagi perokok lebih baik menurangi rokok karena asap dapat mengiritasi saluran hidung dan
meningkatkan kemungkinan infeksi. Alergi hidung bisa memicu infeksi sinus, juga. Dengan
mengidentifikasi alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi) dan menghindari hal itu,
Jika memiliki kemacetan dari pilek atau alergi, berikut ini dapat membantu mengurangi
risiko mengembangkan sinusitis:
Minum banyak air. Hal ini menipis sekresi hidung dan membuat membran mukosa
lembab.
Menggunakan uap untuk menenangkan bagian hidung. Tarik napas panjang sambil
berdiri di mandi air panas, atau menghirup uap dari baskom berisi air panas sambil
memegang handuk di atas kepala.
Hindari membuang ingus dengan kekuatan besar, yang dapat mendorong bakteri ke
dalam sinus.
Beberapa dokter menyarankan periodik pencucian rumah hidung untuk membersihkan
sekresi. Hal ini dapat membantu mencegah, dan juga mengobati, infeksi sinus.5,6
Kesimpulan
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh
rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa
demam dan rasa lesu. Hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus
purulent, yang seringkali turun ke tenggorok. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh
dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan
kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa
berupa antibiotik selam 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan
pencucian.
Daftar Pustaka
14
1. Abdurrahman N, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta : Interna Publishing
FKUI 2007
2. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2013
3. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,
disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,
Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali
4. Soepardi, Efiaty Arsyad,dkk. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepada &
Leher Edisi Keenam. Jakarta : Badan Penerbit FKUI 2011
5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee
Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of
Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia,
2003
6. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005
15