makalah minor ulser (traumatik ulser)

53
LAPORAN STUDI KASUS ILMU PENYAKIT MULUT TRAUMATIK ULSER Disusun oleh: SELVY CHAIRANI 160112130058 Pembimbing: Nanan Nur’aeni, drg.Sp.PM UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: selvychairani

Post on 09-Apr-2016

213 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

oral medicine

TRANSCRIPT

LAPORAN STUDI KASUS

ILMU PENYAKIT MULUT

TRAUMATIK ULSER

Disusun oleh:

SELVY CHAIRANI

160112130058

Pembimbing:

Nanan Nur’aeni, drg.Sp.PM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Ulser oral adalah keadaan patologis yang sering ditemukan pada rongga

mulut. Greenberg and Glick mendefinisikan ulser sebagai defek pada epitelium

berupa lesi cekung yang telah kehilangan lapisan epidermisnya. Hal ini dapat

disebabkan berbagai macam faktor, walaupun pada beberapa kasus penyebabnya

tidak dapat diidentifikasi. Kebanyakan penyebab terjadinya ulser adalah trauma

(Langlais, 2000). Selain itu, dapat juga disebabkan faktor mekanis dan reaktif,

penyakit infeksius, neoplasma, kelainan autoimun, dan kelainan darah (Laskaris,

2006)

Ulser traumatik biasanya ditemukan di mukosa labial, mukosa bukal,

palatum, dan tepi lidah (Langlais, 2000). Trauma yang terjadi dapat dikarenakan

trauma fisik (mekanis, panas, elektris) atau trauma kimia. Trauma mekanis paling

sering disebabkan gigi yang tajam, penggunaan kawat ortodontik atau gigi palsu,

dan tergigit (Field,2003).

Makalah laporan kasus ini membahas mengenai traumatic ulser yang

dialami seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Rumah Sakit

Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada tanggal 7

Maret 2013.

BAB II

STATUS KLINIK DAN KONTROL

2.1 Status Klinik IPM

2.1.1 Data Pasien

Tanggal : 7 Maret 2014

Nama Pasien : Nn. SB

Nomor Rekam Medik : 2012-07557

Usia : 23 tahun

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat Rumah : Jalan Kubang Selatan No 7

2.1.2 Anamnesis

Pasien 23 tahun datang dengan keluhan sariawan pada pipi dalam di dekat

gigi geraham kecil atas kiri sejak 1 minggu yang lalu. Sariawan muncul setelah

mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini pasien

sedang menggunakan obat kumur pepsodent untuk membersihkan rongga mulut

setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa sariawan tersebut mengganggu, sakit,

perih saat makan, menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur

dan buah-buahan dan saat ini sedang tidk stress serta tidak ada kebiasan merokok.

Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap

pertama. Pasien ingin sariawan tersebut diobati

2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA/TIDAK

Hipertensi : YA/TIDAK

Diabetes Melitus : YA/TIDAK

Asma/Alergi : YA/TIDAK

Penyakit Hepar : YA/TIDAK

Kelainan GIT : YA/TIDAK

Penyakit Ginjal : YA/TIDAK

Kelainan Darah : YA/TIDAK

Hamil : YA/TIDAK

Kontrasepsi : YA/TIDAK

Lain-lain : YA/TIDAK

2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu

Disangkal

2.1.5 Kondisi Fisik

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mm Hg

Denyut Nadi : 76 x / menit

Pernapasan : 16 x / menit

Suhu : Afebris

2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Mata : sklera non ikterik, konjungtiva non anemis, pupil isokhor

TMJ : kliking kiri, deviasi ke kanan

Bibir : TAK

Wajah :Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain : -

2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak + /-

Kalkulus +/ - stain +/ -

Gingiva : Terdapat periodontal pack pada gingiva a/r 13-15

Mukosa bukal : - Terdapat ulser, diameter 3 mm, berbentuk oval, dasar

cekung, berwarna putih dengan tepi irreguler dan

erytema.

- Terdapat makula pada mukosa bukal kiri dekat gigi

molar 2 berwarna kemerahan berdiameter 1 mm

(ptechiae)

Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK

Frenulum : Normal

Lidah : Terdapat tera gigitan pada lidah kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

Gigi Geligi :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Radiologi TDL

Darah TDL

Patologi Anatomi TDL

Mikrobiologi TDL

2.1.9 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14

DD/ RAS

D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27

DD/ Linea Alba

D/ crenated tongue

2.1.10 Rencana Perawatan dan Perawatan

Pro/ Oral Hygiene Instructions

Pro Resep Clorhexidine glukonate 0.2%

Pro kontrol 1 minggu

2.1.11 Gambar Traumatik ulser

Gambar 2.1 Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13

2.2 Status Kontrol IPM

2.2.1 Kontrol I

2.2.1.1 Anamnesis

Keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan sudah tidak terlalu sakit dan

mulai terasa sembuh sejak 5 hari yang lalu atau sejak periodontal pack dibuka,

keluhan berkurang seelah penggunaan chlorhexidine glukonate 0.2 % 2 kali

sehari.

2.2.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Bibir : TAK

Wajah : Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain : -

2.2.1.3 Pemeriksaan Intra Oral

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S

16

1

11

0

26

1

16

0

11

0

26

0

Baik/

sedang/

buruk

46

1

31

0

36

1

46

0

31

0

36

0

Stain +/-

Gingiva : terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 13-15

Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan

- Terdapat makula eritema reguler, diameter 2 mm

Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK

Frenulum : Normal

Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

2.2.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

TDL

2.2.1.5 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14

DD/ RAS

D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27

DD/ Linea Alba

D/ crenated tongue

2.2.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan

Pro/ Oral Hygiene Instructions

Pro Resep vit B complex ipi tab no X

S 1.d.d 1h.pc

Intruksi istirahat yang cukup, makan yang teratur dan bergizi.

2.2.1.7 Gambar Traumatik ulser

Gambar 2.2 Post traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14

2.3 Status Kontrol IPM

2.3.1 Kontrol II

2.3.1.1 Anamnesis

Keluhan sariawan 10 hari yang lalu sekarang sudah tidak terasa perih lagi namun

masih berwarna kemerahan. Mulai merasa sembuh setelah 7 hari yang lalu. Rajin

mengkonsumsi vit B komplex. Sekarang terdapat periodontal pack baru pada gusi

RA antaerior setelah bedah flap ke 3 ditempat yang berbeda dengan sebelumnya,

penggunaan periodontal pack sedikit kasar sehingga menimbulakan iritasi.

2.3.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Bibir : TAK

Wajah : Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain : -

2.3.1.3 Pemeriksaan Intra Oral

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S

16

0

11

0

26

0

16

0

11

0

26

0

Baik/

sedang/

buruk

46

0

31

0

36

0

46

0

31

0

36

0

Stain +/-

Gingiva : - terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 14-15

- Terdapat periodontal pack pada gingiva anterior RA

a/r 12-21

Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan

- Terdapat makula eritema reguler, diameter 2 mm

Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK

Frenulum : Normal

Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

2.3.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

TDL

2.3.1.5 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan)

D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27

D/ crenated tongue

2.3.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan

- OHI

- instruksikan untuk makan makanan bergizi yang mengandung vit B

- Instruksikan istirahat teratur

- instruksikan untuk memberikan wax pada periodontal pack a/r 14-15

- kontrol 1 minggu

2.3.1.7 Gambar Traumatik ulser

Gambar 2.3 Post traumatik ulser pada mukosa (Fase penyembuhan)

2.4 Status Kontrol IPM

2.4.1 Kontrol III

2.4.1.1 Anamnesis

Keluhan sariawan sudah tidak terasa sakit dan tidak perih lagi sejak 2 minggu

yang lalu. Sembuh sejak mengkonsumsi vit B komplex. Kemerahan sudah

berkurang. Sekarang masih terdapat periodontal pack pada gusi RA anterior.

Periodontal pack ada sejak 8 hari yang lalu. Periodontal pack itu tidak

mengganggu pada bibir bagian dalam hanya merasa gangguan estetik.

2.4.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Bibir : TAK

Wajah : Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain : -

2.3.1.3 Pemeriksaan Intra Oral

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S

16

1

11

1

26

1

16

0

11

0

26

0

Baik/

sedang/

buruk

46

1

31

1

36

1

46

0

31

0

36

0

Stain +/-

Gingiva : - terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 14-15 post

bedah flap

- Terdapat periodontal pack pada gingiva anterior RA

a/r 12-21

Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan

Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK

Frenulum : Normal

Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

2.4.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

TDL

2.4.1.5 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan)

D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27

D/ crenated tongue

2.4.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan

- OHI

- instruksikan untuk makan makanan bergizi yang mengandung vit B

- Instruksikan istirahat teratur

2.4.1.7 Gambar Traumatik ulser

Gambar 2.4 Post traumatik ulser pada

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Traumatic Ulcer

3.3.1 Definisi Traumatic Ulcer

Ulser adalah suatu defek pada jaringan epitel berupa lesi cekung berbatas

jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis (Greenberg dan Glick, 2003). Ulser

adalah suatu luka terbuka dari kuli atau jaringan muka yang memperlihatjkan

disintegritas dan nekrosis jaringan sedikit demi sedikit. Ulser meluas melewati

lapisan basal dari epitel dan ke dalam demisnya, penyembuhannya diikuti dengan

pembentukan jaringan parut (Langlais, 2000)

Ulser traumatik biasanya terasa sakit dan lesinya berupa ulser tunggal

berbatas eritema dengan dasar yang dilapisi pseudomembran. Menurut Mosby’s

Dental Dictionary (2008), Traumatic ulcer adalah bentukan lesi ulseratif yang

disebabkan oleh adanya trauma. Traumatic ulcer dapat terjadi pada semua usia

dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa

bibir, palatum, dan tepi perifer lidah.

3.3.2 Etiologi Traumatic Ulcer

Etiologi traumatik ulcer ini disebablan oleh Trauma oral bisa fisik ataupun

kimia. Trauma fisik yang biasa terjadi termasuk pipi atau lidah yang tergigit,

iritasi gigi tiruan yang tidak sesuai, trauma dari benda asing atau bahkan trauma

dari sebuah sikat gigi karena terlalu bersemangat menyikat gigi (Cunningham,

2002). Traumatic ulcer disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas,

listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000). Ulser traumatik terjadi

karena tergigit, adanya gigi yang tajam, atau gigi tiruan yang kasar (Thomas,

2010).

Menurut Houston (2009),traumatik ulser disebabkan oleh berbagai faktor:

Trauma mekanis : sering ditemukan di mukosa bukal, mukosa labial bibir

atas dan bawah, dan batas lateral lidah. Mocobucofold, gingiva dan

mukosan palatal juga dapat terlihat . contoh trauma mekanis : trauma saat

menyikat gigi, gigi yang patah atau tajam, tambalan yang kurang

sempurna, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat ortodonti, iritasi bahan

kedokteran gigi lainnya.

Trauma kimia : trauma kimia dapat merusak berbagai daerah pada

membran mukosa. Contoh trauma kimia : aspirin, hydrogen peroksida,

silver nitrat,dan fenol.

Suhu yang panas : lesi biasanya terjadi pada posterior mukosa bukal dan

palatum. Contoh : makanan atau minuman terlalu panas.

3.3.3 Patofisiologi Traumatic Ulcer

Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel

dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear juga mengelilingi

pembuluh darah (perivaskular), tetapi tidak terlihat adanya vaskulitis (Cawson dan

Odell, 2008).

Gejala ulser traumatik ini adalah sakit, ketidaknyamanan dalam 24 hingga

48 jam sesudah trauma terjadi. Gambaran lesi ulser bergantung pada faktor

iritannya. Mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu

singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya

hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrin

kekuningan dan apabila dasar ulser berubah warna menjadi merah muda tanpa

eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan. Mukosa

oral terdiri dari lapisan epitel gepeng berlapis yang tipis dan rapuh yang banyak

disuplai oleh pembuluh darah. Epitel oral mempertahankan integritas struktural

dengan proses pembaruan sel terus-menerus dimana sel-sel yang dihasilkan oleh

pembelahan mitosis dalam lapisan terdalam bermigrasi ke permukaan untuk

menggantikan sel yang terbuka. Pembaruan sel berlangsung cepat, sehingga

penyembuhan luka akan cepat terjadi, namun kemungkinan untuk kerusakan sel

juga tinggi. Suplai darah yang melimpah dan kerapuhan sel epitel, menjadi risiko

untuk terjadinya infeksi, inflamasi, dan trauma meningkat (Cunningham, 2002).

Ulser ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan jaringan

parut dalam waktu 10 hingga 14 hari apabila iritan penyebab dihilangkan karena

terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa oral

(Cunningham, 2002).

3.3.4 Gambaran Klinis Traumatic Ulcer

Gambaran klinis dari traumatic ulcer bervariasi dalam ukuran dan

bentuknya sesuai dengan penyebabnya. Biasanya traumatic ulcer mempunyai

gambaran khas berupa ulser tunggal dengan batas yang tidak teratur, tampak

sedikit cekung tidak ada indurasi, jika dipalpasi terasa lunak dan sakit. Pada

bagian tengah ulser biasanya berwarna kuning-kekuningan, dengan batas yang

tegas dan adanya membran fibrinopurulen. Sedangkan di perifer lesi pada awalnya

terdapat daerah eritematous, kemudian perlahan-lahan warnanya menjadi lebih

muda karena proses keratinisasi (Field, 2003).

Rasa sakit pada ulser biasanya timbul terutama saat memakan makanan

yang panas, pedas, atau asin. Mukosa yang rusak karena bahan kimia, seperti

terasa burn sensation oleh aspirin, lapisan epitel mukosanya menjadi nekrosis

dengan gambaran plak berwarna putih. Kemudian epitel yang mengalami nekrosis

ini mengelupas dan meninggalkan daerah ulserasi. Oleh sebab itu traumatic ulcer

yang disebabkan oleh bahan kimia bentuk lesinya memiliki batas yang tidak jelas

(Langlais dan Miller, 2000).

Lokasi, ukuran, dan bentuk lesi tergantung trauma yang menjadi

penyebab. Secara simtomatik, gambaran yang paling sering berupa ulser tunggal

dan sakit dengan permukaan lesi halus, berwarna putih kekuningan atau merah,

dengan tepi eritem tipis. Ulser biasanya lunak pada palpasi, dan sembuh tanpa

berbekas dalam 6-10 hari, secara spontan atau setelah menghilangkan penyebab.

(Laskaris, 2006)

3.3.5 Histologi traumatic ulser

Lesi traumatik ulser akut dan kronis memiliki perbedaan gambaran

histologis, yaitu keterlibatan sel makrofag antara kedua lesi tersebut. Pada lesi

akut, permukaan epithelium yang hilang digantikan oleh jaringan fibrin yang

banyak mengandung neutrophil, sedangkan pada lesi kronis sel makrofag yang

banyak terlihat adalah eosinophil, kemudian pada lesi akut regenerasi sel

epithelium dimulai pada tepi ulser dan pada lesi kronis regenerasi epithelium

mungkin tidak terjadi (Regezi et al., 2003).

3.3.6 Terapi Traumatic Ulser

Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor

etiologi atau penyebab (trauma) (Laskaris, 2008). Terapi simptomatik pasien

dengan traumatic ulcer yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti

khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikal anatesi. Terapi paliatif

pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif

dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma,

maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa

setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika

tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang

menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser

tersebut merupakan karsinoma .

Secara umum, pasien dengan keluhan traumatic ulcer dapat diterapi

dengan:

Jenis TerapiAntiseptik Topikal Clorhexidine gluconate 0,2%

Penggunaan :- Kumur selama 1 menit sebanyak 10 mlWaktu :- 2x sehari selama masih ada lesi sampai 2 hari

setelah lesi sembuh

Povidon iodine 1%Penggunaan :

- Kumur selama 30 detik sebanyak 10 mlWaktu :- 3 – 4 x sehari

Analgesik Topikal Benzydamine hydrochloridePenggunaan :- Kumur selama 1 menit sebanyak 15 mlWaktu :- 2 – 3 sehari (tidak boleh lebih dari 7 hari)

Kortikosteroid Topikal Triamcinolone acetonide 0,1%Penggunaan :- Keringkan permukaan ulser dengan cotton

bud, kemudian oles atau tekan (jangan digosok) sejumlah kecil pasta menggunakan cotton bud pada daerah ulser hingga pasta menempel, rata dan licin.

Waktu :- 2 – 3 sehari setelah makan dan sebelum tidur

Antibiotik Topikal ChlortetracyclinePenggunaan :- Larutkan 1 kapsul dalam 10 ml air, kumur

selama 3 – 5 menitWaktu :- 4x sehari (tidak untuk terapi jangka panjang)

Tabel 1. Pilihan Terapi Traumatik Ulser (Field, 2003)

3.4 DIAGNOSIS BANDING

3.4.1 Stomatitis Aphtosa Rekuren(SAR)

Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan

tidak menular. Namun bagi orang-orang yang menderita SAR dengan

frekuensi tinggi akan merasa sangat terganggu. SAR merupakan lesi oral

yang paling sering ditemui, terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe minor, mayor dan

herpetiformis. Berikut tabel yang merangkum gambaran klinis dari ketiga

jenis tipe SAR :

Lesi SAR mayor ukurannya lebih besar dan terjadi dalam waktu yang

lebih lama, hingga berbulan-bulan pada beberapa kasus, dibandingkan SAR

minor. Berdiameter 1 cm dan dapat mencapai 5 cm. Berdasarkan kedalaman

dan luasnya kerusakan jaringan penyembuhan lesi ini lambat (sekitar 2-6

minggu) dan biasanya meninggalkan jaringan parut. Lesi ini biasanya sakit

dan bertambah bila makan atau berbicara. SAR mayor dapat terjadi pada

seluruh rongga mulut, termasuk area palatum lunak dan tonsilar. Ulserasi juga

dapat mencapai orofaring (Greenberg and Glick, 2003).

Gambar 3.2 Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) mayor pada mukosa alveolar atas (Greenberg and Glick, 2003)

Tipe SAR herpetiform jarang terjadi, muncul berkelompok dapat puluhan

atau ratusan yang dapat bersatu menjadi ulser yang tidak teratur. Ulser

dikelilingi oleh lapisan erythem dan seringkali mengenai mukosa tidak

berkeratin, lebih sering pada dasar mulut dan permukaan lateral lidah.

Penyembuhan terjadi selama 7-14 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut

(Field et al., 2003).

Gambar 3.3 Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) herpetiform pada dasar lidah (Laskaris, 2006)

3.4.2 Behcet’s Disease

Behcet’s disease disebabkan oleh imun kompleks yang menyebabkan

inflamasi pada pembuluh darah dan epithelium, ditandai dengan gejala klinis

berupa lesi rekuren yang mengenai rongga mulut, mata, dan genital

(Chandra, etl al., 2007). Apabila memiliki 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor menjadi indikator diagnosis dari behcet’s disease. Kriteria mayor

berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata

(konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula,

pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan kriteria minornya

adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi

kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick, 2003 ; Laskaris,

2006). Lesi oral rekuren 90% terjadi pada pasien yang secara klinis mirip

dengan aphthous ulcers (Chandra et al., 2007). Eksudat serofibrinosa

menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas (Langlais and Miller,

2000).

Gambar 3.4 Lesi seperti Aphthous pada pasien Behcet’s Disease (Greenberg and Glick, 2003)

3.4.3 Oral Herpes Simpleks

Biasanya pasien dengan infeksi herpes simplex virus primer datang kepada

klinisi dalam keadaan full blown kelainan pada oral dan kondisi sistemik. Riwayat

onset terjadinya penyakit membantu dalam membedakan lesi primer infeksi HSV

dengan lesi multipel akut lainnya pada mukosa oral (Greenberg, 2003)

Masa inkubasi dari infeksi herpes simplex virus primer umumnya berkisar

antara 5-7 hari, namun dapat pula terjadi antara 2-12 hari. Pasien oral herpes

primer memiliki riwayat generalized prodromal symptom yang mendahului

terbentuknya lesi lokal 1- 2 hari sebelumnya.Hal inilah yang membedakan infeksi

ini dengan allergic stomatitis dan erythema multiform, dimana lesi lokal dan

sistemik muncul bersamaan. Generalized symptom ini meliputi demam, sakit

kepala, malaise, nausea, dan muntah-muntah. Tidak adanya riwayat herpes labialis

rekuren dan adanya riwayat kontak dengan penderita lain juga dapat membantu

kita dalam membuat diagnosis penyakit ini.(Greenberg,2003)

Lesi lokal muncul berupa vesikel kecil yang berdinding tipis dengan

inflammatory base (pinggiran ulser berwarna merah akibat inflamasi) yang dapat

muncul pada seluruh bagian dari mukosa oral. Dinding vesikel ini mudah sekali

pecah dan membentuk lesi ulser kecil bulat dan dangkal. Lesi dapat terjadi pada

semua bagian mukosa. Dengan bertambah parahnya penyakit, lesi ulser ini akan

bergabung satu sama lain membentuk ulser yang lebih besar dengan bentuk yang

tidak teratur. (Greenberg 2003)

Gambaran yang paling penting dari penyakit ini adalah adanya gambaran

gingivitis kronis akut generalisata, dimana seluruh gusi dalam keadaan oedem dan

inflamasi (gambar 4-3, A & B dan 4-4). Beberapa ulser kecil pada gusi juga dapat

muncul. Pada pemeriksaan juga ditemukan inflamasi pada faring posterior, serta

adanya pembengkakan dan rasa sakit pada nodus limfatikus submandibular dan

serfikal. Pada beberapa kasus, HSV primer dapat pula menimbulkan lesi pada

bibir dan wajah tanpa menimbulkan lesi intra oral.

Gambar 4-2 wanita 12 tahun dengan herpes gingivostomatis primer terdapat vasikel dan ulser dengan tepi yang terinflamasi (Greenberg, 2003)

Pada anak-anak, HSV primer merupakan penyakit yang bersifat self

limiting. Demam biasanya akan hilang dalam 3-4 hari, sedangkan lesi akan mulai

menyembuh dalam 7 sampai 10 hari, walaupun virus akan tetap berada dalam

saliva sampai selama 1 bulan setelah onset penyakit.

Tingkat rekurensi infeksi virus herpes simpleks adalah sekitar 20-40 %.

Rekurensi disebabkan oleh teraktivasinya virus yang bersembunyo di dalam

jaringan saraf. Virus teraktivasi disebabkan oleh trauma terhadap bibir,

demam,imun yang menurun, menstruasi, dll. Setelah pengobatan infeksi herpes

primer, virus biasanya masih tetap ada namun dalam keadaan inaktif. Untk

mencegahnya dengan menjaga daya tahan tubuh dan menghindari trauma agar

virus tidak teraktivasi.

Gambar 3.5 Lesi berupa vesikel pada pasien dengan herpes simpleks rekuren (Greenberg and Glick, 2003)

3.5 Periodontal Dressing

3.5.1 Definisi

Periodontal dressing merupakan bahan yang diaplikasikan untuk menutup luka

yang diakibatkan oleh prosedur bedah periodontal ( nield-Gehrig,2008). Periodontal

dressing merupakan barier fisik yang melindungi jaringan yang sedang dalam tahap

penyembuhan dari tekanan gaya mastikasi dan memberikan kesempatan jaringan untuk

beradaptasi pada proses penutupan luka (David, dkk., 2013). Penutupan luka dengan

periodontal dressing bertujuan untuk mengurangi Pendarahan dan infeksi pasca

pembedahan serta melindungi luka dari trauma selama proses pengunyahan.

3.5.2 Syarat Periodontal Dressing

Syarat ideal dari periodontal dressing dalam kedokteran gigi (Kale, 2014) :

1. Lembut, tetapi cukup plastis dan fleksibel agar penempatan lebih mudah dan

dapat beradaptasi dengan baik.

2. Mengeras dalam periode yang sesuai

3. Setelah setting harus cukup kaku untuk mencegah fraktur dan dislokasi

4. Memiliki permukaan halus setelah setting agar dapat mencegah iritasi pada

mukosa bibir dan mukosa pipi

5. Bersifat bekteriosid untuk mencegah penumpukan plak

6. Tidak mengganggu proses healing jaringan

7. Memiliki dimensional yang stabil untuk mencegah adanya kebocoran saliva

8. Tidak memicu penyakit sitemik dan reaksi alergi

9. Memiliki rasa yang dapat ditoleransi untuk kenyamanan pasien

10. Ekonomis

11. Biokompatibel yakni dapat diterima oleh jaringan tubuh

3.5.3 Fungsi Periodontal Dressing

Periodontal dressing merupakan bahan yang digunakan setelah tindakan bedah

periodontal yang memiliki fungsi sebagai berikut (Kale, 2014):

Melindungi luka pasca bedah. Bagian yang luka tertutup oleh periodontal

dressing sehingga melindungi luka saat makan dan minum

Kenyamanan pasien

Kontrol pendarahan pasca bedah

Reposisi jaringan lunak

Mencegah pembentukan jaringan granulasi yang berlebihan

Spilinting gigi yang goyang

3.5.4 Tipe Periodontal Dressing

Secara umum periodontal dressing dibedakan menjadi 2 jenis yaitu yang

mengandung eugenol dan non eugenol (David, 2013). Eugenol yang terkandung dalam

periodontal dressing dapat menginduksi reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan

nyeri terbakar pada beberapa pasien, sehingga periodontal dressing eugenol mulai

ditinggalkan ( David, 2013). Periodontal dressing eugenol mengandung 40-50 % eugenol

yang dapat menyebabkan inflamasi , jaringan nektoris, dan memicu reaksi alergi serta

menunda penyembukan luka (Patelin, 2003). Peneliti mengembangkan periodontal

dressing non eugenol yang berfungsi untuk memproteksi luka dari iritasi lokal tetapi tidak

dapat mempercepat proses penyembuhan luka.

a. Zink oxide eugenol

Zink oxide eugenol tersedia dalam dua bentuk yakni berupa powder liquid dan

berupa pasta. Dimana powder terdiri dari zink oxide, asam tanat, rosin, kaolin,

zincstearate, asbestos. Zinc oxide sendiri berfungsi sebagai bahan antiseptik dan

astringen, asam tanat berperan sebagai haemostasis, rosin sebagai bahan pengisi

yang meningkatkan kekuatan, mempercepat reaksi dan menghasilkan permukana

yang lebih halus dan homogen. Sedangkan liquidnya terdiri dari eugenol, minyak

kacang, rosin. Eugenol adalah bahan yang bersifat anastetik dan antiseptik. Minyak

kacang berfungsi untuk mengontrol waktu setting. Saat powder dan liquid tersebut

dicampurkan maka akan terjadi reaksi kimia antara zink oxide dan eugenol

membentuk zink eugenolate. Keuntungan dari bahan zink oxide eugenol memiliki

daya splintig yang kuat saat melekat pada gigi dan memiliki efek haemostasis

karena mengandung asam tanat. Kekurangan dari bahan ini yaitu memiliki

permukaan yang kasar saat setting yang dapat memudahkan akumulasi plak dan

proliferasi bakteri, memiliki rasa yang berbeda karena kandungan eugenolnya, dan

memungkinkan memicu reaksi alergi melalui sisa dari eugenol yang tidak bereaksi

yang dapat menyebabkan sensasi terbakar dan kemerahan pada area yang

diaplikasikan periodontal dressing jenis zinc oxide eugenol.

b. Zink oxide non-eugenol

Periodontal pack tipe ini terdiri dari 2 pasta yakni base dan akselerator. Akselerator

mengandung zinc oxide, minyak sayur/ minyak mineral (memberi sifat plastis) dan

magnesium oxide. Sedangkan base mengandung petrolatum dan alkohol yang telah

terdenaturasi. Reaksi settingnya merupakan hasil reaksi antara oksida logam dan

asam lemak. Kelebihan periodontal dressing ini memiliki warna dan rasa yang

netral, bersifat plastis sesuai dengan syarat dari periodontal dressing, dan tidak

mengandung eugenol. Namun kekurangan dari bahan ini yakni tidak dapat melekat

dengan baik dengan mukosa sehingga mudah mengalami lepas sebelum waktunya.

Daya slinting lebih rendah karena sifatnya yang lebih lunak.

Nama produk

1. Coe-pack

Pasta yang pertama mengandung oxide, minyak (memberi sifat plastis), karet

(bahan kohesif), lorothidol (fungisida). Sedangkan pasta yang lain

mengandung asam lemak, air kelapa, resina atau rosin , chlorothymol

(bakteriostatik).

2. Perioputty

Terdiri dari methyl dan prophyl parafens sebagai bakterisidal dan fingisidal,

benzocain sebagai anastesi topikal

3. Peripac

Tersedia dalam 1 pasta yang tekah dicampur. Komposisinya yakni kalsium

sulfat, zinc oxide, acylate,zinc sulfat, poly methyl metharylate, dimethoxy tetra

ethylene glycol, asam ascorbic, red dye sebagai pewarna.

4. Periocare

terdiri dari 2 pasta, memiliki elastisitas tinggi, bau dan rasanya netral, memiliki

waktu kerja 7 menit dan waktu setting 15 menit.

3.5.5 Alergi Pasien Dengan Penggunaan Periodontal Dressing

Beberapa case report menunjukan terdapat reaksi alergi dalam komponen periodontal

dressing. Dengan adanya kandungan terramycin, rosin, dan tannin menunjukkan

peningkatan reaksi alergi. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning sensation

pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel (David, 2013)

Fraleigh – menyatakan reaksi alergi terjadi oleh karena kandungan terramycin

pada periodontal dressing

Pulsion – dilaporkan terjadi reaksi anaphylactic setelah aplikasi periodontal

dressing yang mengandung eugenol

Lysell – melaporkan terjadi alergi karena kandungan rosin

Haugen dan hensten petterson- melakukan penelitian pada hewan, menyatakan

bahwa coe- pac, peri-pac, dan wonder- pac memiliki sifat sensitif terhadap

timbulnya alergi (Muthukumarasamy, 2012).

Pada dasarnya periodontal dressing yang mengandung eugenol lebih berisiko

timbulnya reaksi alergi dari pada dressing yang tidak mengandung eugenol.

BAB IV

PEMBAHASAN

Traumatik ulser merupakan kasus yang umum dikeluhkan pasien yang

datang ke bagian Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Sekeloa. Pada

kasus ini, pasien wanita usia 23 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan

pada pipi dalam di dekat gigi geraham kecil RA kiri sejak +- 1 minggu yang lalu.

Sariawan muncul setelah mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu

yang lalu. Pasien mengaku menggunakan obat kumur pepsodent untuk

membersihkan rongga mulut setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa

sariawan tersebut mengganggu,terasa sakit dan perih, terutama saat

makan,menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur dan buah-

buahan dan saat ini sedang tidak stres serta tidak ada kebiasan merokok.

Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap

pertama. Dari anamnesa pasien disimpulkan bahwa pasien menderita sariawan

karena trauma mekanis dan kimiawi dari periodontal dressing yang sedang

digunakan.

Pemeriksaan klinis pada pasien ditemukan ulser pada mukosa bukal a/r 13-

14 berdiameter ± 3 mm, dasar cekung, berwarna putih keabuan dengan tepi eritem

dan irreguler. Gambaran klinis ulser traumatikyang dialami pasien tersebut sesuai

dengan yang dikemukakan Langlais and Miller (2000) dan Field, et.al. (2003) ,

yaitu gambaran khas berupa ulser dengan dengan batas yang tidak teratur

(irregular) dan margin eritem dengan dasar kuning, tampak sedikit cekung, jika

dipalpasi terasa lunak dan sakit.

Dari Anamnesis dan pemeriksaan klinis, kemungkinan faktor predisposisi

pertama dari traumatik ulser ini adalah trauma mekanis bahan atau alat kedokteran

gigi, yang pada kasus ini adalah periodontal dressing. Diduga periodontal dressing

pada pasien ini memiliki permukaan yang sedikit kasar, sehingga mengiritasi

mukosa bukalnya. Syarat ideal periodontal dressing memiliki permukaan halus

setelah setting agar dapat mencegah terjadinya iritasi pada mukosa bibir dan

mukosa pipi (Kale, 2014). Menurut Houston (2009) , traumatic ulser pada pasien

ini merupakan trauma mekanis yang terjadi pada mukosa bukal kanan atas

dikarenakan iritasi dari periodontal dressing

Kemungkinan Faktor predisposisi kedua dari pasien ini adalah trauma

kimiawi dari bahan yang terkandung pada periodontal dressing. Menurut David

(2013) Eugenol yang terkandung dalam periodontal dressing dapat menginduksi

reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan nyeri terbakar pada beberapa

pasien. Selain eugenol bahan lain yang dapat menyebabkan terjadinya trauma

kimiawi dengan adanya kandungan terramycin, rosin, dan tannin menunjukkan

peningkatan reaksi alergi juga. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning

sensation pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel

(David, 2013). Hal ini sesuai dengan kasus pasien dimana ulser erytema, terasa

sakit dan perih pada mukosa bukal.

Kedua faktor predisposisi ulser disebabkan oleh periodontal dressing ini

juga diperkuat oleh pernyataan pasien yang mengatakan pada pengaplikasian

periodontal dressing setelah bedah flap pertama juga terdapat sariawan pada

bagian mukosa bukal dari periodontal dressing tersebut.

Gambaran klinis menunjukkan single ulser yang berada dekat dengan

faktor penyebabnya (periodontal dressing). Memiliki kedalaman dangkal yang

berwarna putih kekuning-kuningan dan tepi irregular kemerahan, tidak ada

indurasi, serta lunak ketika di palpasi (Laskaris, 2006).

Diagnosis banding dari ulser traumatik adalah Stomatitis Aphtous Rekuren

(SAR), Behcet’s disease dan Oral Herpes Simpleks. Hal yang membedakan

keempat lesi tersebut adalah faktor penyebab, angka kejadian rekurensi, serta

bentuk lesi. Pada SAR bentuk cenderung lebih simetris dibandingkan dengan

ulser traumatik, angka kejadiannya juga berulang umumnya setiap bulan . Ulser

biasa terdapat dasar mulut, mukosa bukal, mukosa labial atau di lidah (Regezi et

al., 2003; Laskaris, 2006). Gambaran lesi oral Behcet’s disease mirip dengan

aphtous ulcers (Chandra, et.al., 2007). Namun seperti yang diketahui bahwa

dalam penegakkan diagnosis Behcet’s disease apabila terdapat 2-3 kriteria mayor

dan 2 kriteria minor, kriteria mayor berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser

genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis),

lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan

kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis,

keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick,

2003 ; Laskaris, 2006). Pada kasus ini, tidak dipenuhi kriteria tersebut, karena

pasien hanya mengalami ulser oral yang disebabkan karena trauma dari

periodontal dressing. Kemudian untuk diagnosis banding berupa Oral herpes

simpleks , gambaran klinisnya berupa lesi vesikel berkelompok dan letaknya

biasanya pada mukosa berkeratin seperti palatum, gingiva, maupun alveolar ridge

(Greenberg and Glick, 2003), di samping itu biasanya diawali pula dengan adanya

gejala prodromal. Pada kasus ini, lokasi dari lesi tersebut pada mukosa bukal yang

merupakan lesi non-keratin dan tidak adanya riwayat gejala prodromal yang

dikeluhkan pasien, sehingga herpes simpleks rekuren bukan merupakan diagnosis

untuk pasien ini.

Terapi kasus ini adalah dengan dengan memberikan oral hygiene

instruction kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.

penatalaksanaan traumatik ulser dengan menghilangkan faktor etiologi atau

penyebabnya (Laskaris, 2008). Pasien ini diresepkan obat kumur berupa

Chlorhexidine garg 0,2% yang digunakan dua kali sehari setiap habis menyikat

gigi. Terapi simptomatik pasien traumatic ulser yaitu dengan pembeian obat

kumur antiseptik seperti chorhexidine gluconate 0,2 % diberikan 2x sehari selama

masih ada lesi hingga 2 hari setelah lesi sembuh (Field,2003) dan melanjutkan

peningkatan nutrisi berupa daging-dagingan (Vit B12), sayur-sayuran hijau (zat

besi), dan kacang-kacangan (asam folat) dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien

agar mempercepat proses penyembuhan.

Pada saat kontrol pertama keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan

sudah tidak terlalu sakit dan mulai terasa sembuh sejak periodontal dressing

dilepas. Keluhan berkurang berkurang setelah penggunaan chlorhexidine

glukonate 0,2% 2 kali sehari. Reaksi terapi sesuai dengan teori Field dan

Longman (2003) penatalaksaan traumatik ulser dengan menghilangkan faktor

etiologinya dan dengan pemberian antiseptik topikal.

Pada kontrol ke 2 yaitu 10 hari dari kontrol pertama, ulser sudah tidak

sakit dan dirasa sembuh. Namun secara tampilan klinis masih terlihat kemerahan.

Pada kontrol ke 3 yaitu 7 hari setelah kontrol ke2, ulser sudah sembuh karena

pasien mengikuti seluruh instruksi dan saran dengan baik, sehingga ulser telah

sembuh dan tidak terdapat keluhan lagi.

1

2

3

4

5

6

7 BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan intraoral dapat disimpulkan

diagnosis untuk pasien ini adalah traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14

etiologi traumatik ini disebabkan oleh trauma mekanis dan trauma kimiawi dari

periodontal dressing yang di pasang setelah bedah flap periodontal.

Perawatan yang diberikan pada pasien adalah pemberian OHI (Oral

Hygiene Instruction) mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut,

pemberian Chlorhexidin garg 0,2% dan vitamin B kompleks sebagai resep.

Pasien juga diintruksikan untuk istirahat, makan yang bergizi dan teratur.

Pada kontrol kedua yaitu 2 minggu setelah kedatangan pertama, traumatik

ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa

sakit. Pada minggu ketiga bekas lesi juga sudah terlihat normal tanpa bekas.

DAFTAR PUSTAKA

Cawson, R.A. and Odell, E.W. 2008. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. The University of Michigan : Churchill Livingstone.

Chandra, S. ; Chandra, G. ; Kamala, R. 2007. Oral Medicine. New Delhi : Jaypee Brother Medical Publishers. p. 53 – 54.

Cunningham, S. 2002. Ulcerative lesions of the oral cavity. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology.

David, K, et al. 2013. Periodontal Dressing : an Informed view. Available online http://www.researchgate.net/publication/237812595_periodontal_dressing_-_an_informed_view

Field, A., Longman, L., and William, R.T. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. London : Oxford University Press. p. 51 – 59.

Greenberg, M.S. and Glick, M. 2003. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and Treatment 10th ed. Ontario : BC Decker Inc. p.51 ; 63 – 68.

Houston, G. 2009. Traumatic Ulcers. Available online at http://emedicine.medscape.com/

Kale, Triveni. 2014. Periodontal Dressing. Available online at http://www.iosrjournals.org/iosr-jdms/papers/Vol13-issue3/Version-4/S013349498.pdf

Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.

Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2ndedition. Newyork : Thieme.

Mosby’s Dental Dictionary. 2008. Traumatic Ulser. Available online at

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/traumatic+ulcer

Muthukumaraswamy. 2012. Periodontal dressing. Review article. Available

online at http://www.jident.com/archives/47/Periodontal%20Dressing.pdf

Regezi, J.A. ; Sciubba, J.J. ; and Jordan, R.C.K. 2003. Oral Pathology : Clinical

Pathologic Correlations 4th Ed. USA : Saunders Elsevier Science.

Sarrami, 2002 . Adverse reactions associated with the use of eugenol in dentistry. Available online at http://www.nature.com/bdj/journal/v193/n5/full/4801539a.html

Khuntia, Annie, 2004. Contac dermatitis. The university of michigan . available online at https://www.med.umich.edu/intmed/allergy/edu/syllabus/TOPICS/Contact%20Dermatitis/contactderm.htm