makalah kelompok 1

Download MAKALAH KELOMPOK 1

If you can't read please download the document

Upload: fatwa-kasipahu

Post on 16-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah ASP Semester 1

TRANSCRIPT

14

Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor PublikKelompok 1

BAB 1PENDAHULUAN

Latar BelakangAkuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.

Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian dan cara pandang. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo, 2006). Tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut dan melaporkan hasil operasi serta penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006).Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya. Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah tidak akuntabel, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi.Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999 dalam Mardiasmo, 2006).Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan suatu aturan atau regulasi dan standar akuntansi yang merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang mengatur pemberlakuan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan pada sektor publik. Penetapan regulasi dan standar akuntansi sangat diperlukan untuk memberikan jaminan dalam aspek konsistensi pelaporan keuangan. Tidak adanya regulasi dan standar akuntansi yang memadai akan menimbulkan implikasi negatif berupa rendahnya reliabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan pengauditan.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

Bagaimana perkembangan standar akuntansi sektor publik?Bagaimana perkembangan regulasi terkait keuangan negara?Bagaimana perkembangan regulasi terkait organisasi nirlaba?

BAB 2PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan Standar Akuntansi Sektor Publika. Standar Internasional Akuntansi Sektor PublikSaat ini, banyak entitas yang termasuk dalam kategori organisasi sektor publik yang telah mengimplementasikan akuntansi dalam sistem keuangannya. Akan tetapi, praktik akuntansi yang dilakukan oleh entitas-entitas tersebut memiliki banyak perbedaan khususnya dalam proses pelaporan keuangan. Hal tersebut sangat dimungkinkan oleh belum banyaknya pemerintah suatu negara yang menerbitkan standar baku akuntansi untuk mengatur praktik akuntansi bagi organisasi sektor publik.Berdasarkan kebutuhan tersebut, International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Akuntan Internasional) membentuk sebuah komite khusus yang bertugas menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional yang kemudian disebut International Public Sector Accounting Standards-IPSAS (Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik). Dalam pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya menyusun standar tetapi juga membuat program yang sistematis yang mendorong aplikasi IPSAS oleh entitas-entitas publik di seluruh dunia.IPSAS meliputi serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual (accrual basis), namun juga terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci kebutuhan untuk basis kas (cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh organisasi sektor publik yang sedang dalam proses perubahan dari cash basis ke akrual basis. Jika demikian, maka organisasi sektor publik yang telah memutuskan untuk mengadopsi basis akrual menurut IPSAS, harus mengikuti ketentuan waktu mengenai masa transisi dari basis kas ke basis akrual yang diatur oleh IPSAS.Pada akhirnya, cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor publik termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah regional (provinsi), pemerintah daerah (kabupaten/kota), dan komponen-komponen kerjanya (dinas-dinas).IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional dan dapat dijadikan acuan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya. IPSAS bertujuan ;Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor publik.Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang dilakukan oleh entitas sektor publik.Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik.

International Federation of Accountants Public Sector Comitte (IFAC-PSC) merupakan lembaga yang didirikan di Munich pada tahun 1977 terdiri atas organisasi akuntan internasional yang telah menerbitkan International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) yang terdiri dari :IPSAS 1 (Presentation of Financial Statements)IPSAS 2 (Cash Flow Statements)IPSAS 3 (Accounting Policies, Change in Accounting Estimates and Errors)IPSAS 4 (The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates)IPSAS 5 (Borrowing Cost)IPSAS 6 (Consilidated Financial Statements and Accounting for Controlled Entities)IPSAS 7 (Accounting for Investment in Associates)IPSAS 8 (Financial Reporting of Interest in Joint Venture)IPSAS 9 (Revenue from Exchange Transactions) IPSAS 10 (Hyperinflationary Economies)IPSAS 11 (Construction Contracts) IPSAS 12 (Inventories)IPSAS 13 (Leases)IPSAS 14 (Event After the Reporting Date)IPSAS 15 (Financial Instruments : Disclosure and Presentation)IPSAS 16 (Investment Property)IPSAS 17 (Property, Plant, and Equipment)IPSAS 18 (Segmen Reporting)IPSAS 19 (Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets)IPSAS 20 (Related Party Disclosures)IPSAS 21 (Impairment of Non-Cash-Generating Assets)IPSAS 22 (Disclosures of Finncial Information)IPSAS 23 (Revenue from Non-Exchange Transaction, Taxes and Transfer)IPSAS 24 (Presentation of Budget Information in Financial Statement)IPSAS 25 (Employee Benefit)IPSAS 26 (Impairment of Cash and Generating Assets)

b. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memerlukan waktu yang lama. Awalnya, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, daerah diberi kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangannya sendiri. Hal ini tentu saja menjadikan daerah provinsi, kabupaten, dan kota menjadi entitas-entitas otonom yang harus melakukan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangannya sendiri sehingga mendorong perlunya standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam pasal 35 mengamanatkan bahwa penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah, meskipun belum ada standar akuntansi pemerintahan yang baku.Belum adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu perdebatan siapa yang berwenang menyusun standar akuntansi keuangan pemerintahan. Sementara itu, pelaporan dan penyajian keuangan harus tetap berjalan sesuai dengan peraturan perundangan meskipun standar belum ada. Untuk mengisi kekosongan sambil menunggu penetapan yang berwenang menyusun dan menetapkan standar akuntansi pemerintahan dan terutama upaya untuk mengembangkan sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel maka pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan mengambil inisiatif untuk membuat pedoman penyajian laporan keuangan. Maka lahirlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.07/2001 tanggal 5 Juni 2001 tentang sistem akuntansi keuangan daerah, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 18 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertangungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kemudian pada tanggal 13 Juni 2002 Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 308/KMK.012/2002 tentang Penetapan Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD). Keanggotaan Komite ini terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Organisasi Profesi Akuntan IAI, dan juga kalangan perguruan tinggi. Dalam keputusan tersebut diatur bahwa standar akuntansi pemerintahan akan disusun oleh KSAPD tetapi pemberlakuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. KSAPD yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun berdasarkan proses yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan.Tahap-tahap penyiapan SAP yaitu :Identifikasi Topik untuk Dikembangkan menjadi StandarPembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KomiteRiset Terbatas oleh Kelompok KerjaPenulisan Draf SAP oleh Kelompok KerjaPembahasan Draf oleh Komite KerjaPengambilan Keputusan Draf untuk DipublikasikanPeluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Publik Hearings)Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf PublikasianFinalisasi Standar

Dari proses tersebut dihasilkanlah Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor Publik yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ada enam exposure draft yang dikeluarkan :1. Penyajian Laporan Keuangan2. Laporan Arus Kas3.Koreksi Surplus Defisit, Kesalahan Fundamental, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi4. Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Luar Negeri5. Kos Pinjaman6. Laporan Keuangan Konsolidasi dan Entitas KendalianSelanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, penetapan Komite SAP dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan pada Tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal 5 Januari 2005.KSAP bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.Dengan demikian, KSAP bertujuan untuk mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan mempromosikan penerapan standar tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, SAP telah disusun dengan berorientasi pada IPSAS. Selain itu dalam penyusunannya, SAP juga telah diharmoniskan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia.Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh :International Federation of Accountant (IFAC).International Accounting Standards Committee (IASC).International Monetary Fund (IMF).Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).Government Accounting Standards Board (GASB).Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku di Republik Indonesia.Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.

Pengembangan SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat internasional, dengan tetap mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan perundangan dan praktik-praktik akuntansi yang berrlaku maupun kondisi sumber daya manusia. Selain itu, strategi peningkatan kualitas pelaporan keuangan pemerintahan dilakukan dengan proses transisi menuju basis akrual. Saat ini, pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berbasis kas; sementara aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual.SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen-departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya. Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka konseptual dan 11 pernyataan, yaitu:PSAP 01 : Penyajian Laporan KeuanganPSAP 02 : Laporan Realisasi AnggaranPSAP 03 : Laporan Arus KasPSAP 04 : Catatan atas Laporan KeuanganPSAP 05 : Akuntansi PersediaanPSAP 06 : Akuntansi InvestasiPSAP 07 : Akuntansi Aset TetapPSAP 08 : Akuntansi Konstruksi dalam PengerjaanPSAP 09 : Akuntansi KewajibanPSAP 10 : Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar BiasaPSAP 11 : Laporan Keuangan Konsolidasi

c. Standar Akuntansi Organisasi NirlabaSampai saat ini, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 45 merupakan satu-satunya pernyataan standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang mengatur pelaporan keuangan organisasi nirlaba. Standar ini dadopsi dari Statement of Financial Accounting Standard (FAS) Nomor 117 tentang Financial Statements of Not-for-Profit Organizations.PSAK 45 disusun dengan pemikiran bahwa organisasi nirlaba memiliki karakteristik organisasi yang berbeda dengan organisasi bisnis. Dengan perbedaan karakteristik tersebut, dalam organisasi nirlaba timbul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis. Namun demikian, pada praktiknya, organisasi nirlaba sering tampil dalam berbagai bentuk sehingga seringkali sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada umumnya. Dengan demikian, acuan yang jelas dibutuhkan agar pelaporan keuangan organisasi nirlaba dapat diatur, lebih mudah dipahami, memiliki relevansi dan daya banding yang tinggi.Dalam PSAK 45, dijelaskan bahwa pernyataan ini berlaku bagi laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi nirlaba yang memenuhi karakteristik berikut :Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba. Kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis. Hal itu berarti kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.

Berikut beberapa hal yang diatur dalam PSAK 45 :Tujuan Utama Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan bagi organisasi nirlaba adalah menyediakan informasi yang relevan yang memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, kreditur dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba. PSAK 45 juga menjelaskan beberapa tujuan laporan keuangan organisasi nirlaba yang spesifik dan lebih detail.Jenis-Jenis Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba

Laporan keuangan organisasi nirlaba meliputi laporan posisi keuangan pada akhir periode tahunan, laporan aktivitas, serta laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan, dan catatan atas laporan keuangan. Pada setiap jenis laporan ini, diberikan penjelasan mengenai tujuan dan klasifikasi komponen-komponennya.

2.2. Perkembangan Regulasi terkait Keuangan Negaraa. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan NegaraPengertian Keuangan Negara secara umum merupakan, semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Namun jika ditinjau dari sudut pandang sebagai obyek, subyek, proses dan tujuan memiliki pengertian yang berbeda pula, yakni :Dari sisi obyek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Dari sisi subyek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.Ruang lingkup keuangan negara, mencakup beberapa hal yakni :Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;Penerimaan negara/daerah;Pengeluaran negara/daerah;Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ruang lingkup terakhir dari keuangan negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.UU Nomor 17 Tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali reformasi keuangan negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern. Berikut beberapa hal penting yang diatur dalam undang-undang ini, yaitu :Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negaraPenyusunan dan penetapan APBNPenyusunan dan penetapan APBDHubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah serta pemerintah/lembaga asingHubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakatPertaggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan NegaraPerbendaharaan Negara dalam UU ini adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut, UU Nomor 1 Tahun 2004 ini mengatur :Ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan NegaraKewenangan pejabat perbendaharaan NegaraPelaksanaan pendapatan dan belanja dan belanja Negara/daerahPengelolaan uang Negara/daerahPengelolaan piutang dan utang Negara/daerahPengelolaan investasi dan barang milik Negara/daerahPenatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBDPengendalian intern pemerintahPenyelesaian kerugian Negara/daerahPengelolaan keuangan Badan Layanan Umum

c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan NegaraPemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban.Tanggung jawab keuangan negara adalah kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.Adapun lingkup pemeriksaan meliputi :Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 dan 2 di atas terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (6) dan (7).Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (3) dan (4) dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (9) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.

Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/ DPRD sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dengan memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.

d. Undang-Undang terkait Otonomi DaerahOtonomi daerah dilaksanakan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini menjelaskan bahwa pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Lalu, pemerintah merasa UU Nomor 22 Tahun 1999 tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU baru, yaitu :Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahUndang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Undang-Undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan otonomi daerah lebih jelas dan terperinci, khususnya tentang pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawaban. Perubahan undang-undang tersebut merupakan salah satu hal yang signifikan dalam perkembangan otonomi daerah. Perubahan itu sendiri dilandasi oleh beberapa hal, antara lain :Adanya semangat desentralisasi yang menekankan pada upaya efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya daerahAdanya semangat tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan pendanaan (money follows function) yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait dengan keuangan daerahPerlunya penyelarasan dengan paket Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peraturan perundangan terus bergerak dinamis khususnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan berbagai undang-undang di atas, antara lain :PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan UmumPP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi PemerintahanPP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman DaerahPP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana PerimbanganPP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan DaerahPP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada DaerahPP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengeloalaan Keuangan DaerahPP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan MinimalPP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh.Secara definisi, sistem akuntansi akrual adalah suatu metode pencatatan transaksi atau peristiwa dan pengakuan biaya (beban) berdasarkan periode terjadinya peristiwa atau transaksi tersebut. Sedangkan menurut metode single entry atau cash basis pencatatan dan pengakuan peristiwa dilakukan saat pembayaran dilakukan.Isu tentang pentingnya timing dalam pengakuan/recognition suatu transaksi atau peristiwa ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan sistem akrual, sehingga lebih membantu dalam meningkatkan akuntabilitas pengambilan keputusan. Angka-angka akuntansi berdasarkan sistem akrual dianggap lebih informatif, membawa implikasi yang signifikan untuk pimpinan daerah dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki.

2.3. Perkembangan Regulasi terkait Organisasi Nirlabaa. Regulasi Tentang YayasanYayasan adalah badan hukum yang diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan kegiatan yayasan yang terkait dengan kesejahteraan sosial masyarakat luas, regulasi yang detail diperlukan untuk mengatur pelaksanaan yayasan. Regulasi yang terkait dengan yayasan adalah Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001, yang dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat. Berikut isi Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001 :Ketentuan umum yayasan yang meliputi pengertian yayasan beserta organ-organ yang membentuknya, persyaratan kegiatan usaha yang dapat dilakukan dan kekayaan yayasanTata cara pendirian yayasan sejak pengajuan pendirian, pembuatan akta, sampai dengan permohonan pengesahannya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi ManusiaTata cara perubahan anggaran dasar yayasanKewajiban pengumuman akta pendirian yayasan dalam tambahan berita negara Republik IndonesiaKekayaan yayasanOrgan yayasan yang terdiri atas pembinaan pengurus dan pengawasLaporan tahunan yang harus disampaikanTata cara pemeriksaan dan pembubaran yayasan

Undang-Undang ini kemudian diperbarui dalam beberapa aspek dengan UU Nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan.Berikut beberapa hal yang diubah pada UU 28/2004 :Memperjelas larangan pengalihan atau pembagiaan kekayaan yayasan. Pada UU 28/2004 ini ditambahkan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan baik gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang dengan beberapa pengecualian yang diatur lebih detail.Perubahan proses perolehan status badan hukum. Pada UU 28/2004 permohonan diajukan kepada notaris yang membuat akta pendirian yayasan. UU ini juga menjelaskan secara lebih detail dalam hal perspektif waktu tata cara pengesahan pendirian yayasan.Ketentuan baru mengenai tanggung jawab pengurus yayasan untuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status badan hukum.Jangka waktu pengumuman pendirian yayasan yang telah disetujui diperpendek dari jangka waktu 30 hari (UU 16/2001) menjadi 14 hari (UU 28/2004) terhitung sejak tanggal akta pendirian yayasan disahkan.Pembagian kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan sebelumnya diatur hanya diberikan pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara. UU 28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan dapat diberikan pada badan hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan sebelum opsi diserahkan pada negara.

Selain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 untuk lebih menjamin kepastian hukum, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan. PP ini memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang tetang yayasan, antara lain:Pemakaian nama yayasanKekayaan awal yayasanTata cara pendirian yayasan oleh orang asingTata cara perubahan anggaran dasarSyarat dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasanSyarat dan tata cara yayasan yang melakukan kegiatan di IndonesiaSyarat dan tata cara penggabungan yayasan

Regulasi tentang Partai Politik

Regulasi tentang partai politik mulai berkembang pesat sejak era reformasi dengan sistem multipartainya. Undang-Undang yang pertama ada setelah era reformasi adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang partai politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang dinamis di awal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang partai politik.UU No. 31 tahun 2002 mengatur pondasi dan hal-hal pokok mengenai partai politik antara lain :Pembentukkan partai politikAsas, ciri, tujuan, fungsi, hak dan kewajiban partai politikKeanggotaan dan kedaulatan anggota partai politikKepengurusan partai politikPeradilan perkara jika terjadi masalah di partai politikKeuanganLarangan-larangan untuk partai politikPenggabungan partai politikPengawasan partai politik

Undang-Undang 31/2002 kembali diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik yang sifatnya lebih melengkapi dan menyempurnakan UU 31/2002. Menurut UU 2/2008 partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.Undang-Undang 31/2002 belum memiliki ketentuan mengenai kewajiban partai politik untuk menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan, sedangkan UU 2/2008 mengatur bahwa rekening kas umum partai politik dan kewajiban pengurus di setiap tingkatan organisasi untuk menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berakhir dan bersifat terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini sejalan dengan semakin tingginya tuntutan akuntabilitas dan transparansi keuangan partai politik dari masyarakat.

Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara (BHMN)

Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk badan hukum di Indonesia yang dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka otonomi lembaga pendidikan dalam arti seutuhnya yaitu kewenangan dan kemampuan untuk mengelola kegiatan secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun non akademik.Penetapan sebuah universitas menjadi berstatus BHMN ditetapkan melalui peraturan pemerintah. Universitas yang ditetapkan berstatus BHMN oleh pemerintah :Universitas Indonesia (UI) melalui Peraturan Pemerintah No. 152 tahun 2000Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Peraturan Pemerintah No. 153 tahun 2000Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Peraturan Pemerintah No. 154 tahun 2000Institut Tekhnologi Bandung (ITB) melalui Peraturan Pemerintah No. 155 tahun 2000Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2003Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2004Universitas Airlangga (Unair) Surabaya melalui peraturan pemerintah No. 30 tahun 2006

Pada tahun 2010, ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 66 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Melalui peraturan ini, BHMN kemudian menyesuaikan pengelolaannya dengan mengurangi porsi otonomi dari yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Adapun otonomi yang dimaksudkan dalam PP 66/2010 hanya memberikan kewenangan dan kemampuan untuk mengelola kegiatan secara mandiri dalam bidang terbatas khususnya bidang akademik. Adapun pengelolaan keuangan BHMN mengikuti pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sebagaimana dijelaskan pada pasal 220B dimana sebelumnya dikelola secara mandiri.

Regulasi tentang Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yarg sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.Adapun yang dapat menjadi BLU adalah satuan kerja pemerintah operasional yang melayani publik seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, pengelolaan dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, lisensi dan lain-lain. Pada Bagian Kesembilan PP 23/2005 tentang akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan pasal 26 ayat 2 disebutkan bahwa Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.

BAB 3PENUTUP

Kesimpulan

Standar akuntansi sektor publik adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan organisasi sektor publik, baik organisasi pemerintah maupun organisasi nirlaba. Adapun regulasi sektor publik berupa peraturan-peraturan yang memuat tentang pengelolaan keuangan negara/daerah berdasarkan standar akuntansi yang telah ditetapkan, dan dilaksanakan secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Saran

Regulasi dan standar akuntansi yang telah ditetapkan perlu diterapkan secara konsisten untuk memberikan jaminan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan organisasi sektor publik.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Wuryan, 2007. Akuntansi Sektor Publik. Bayu Media Publishing, Malang. Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas, Hertianti, 2010. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta.Mardiasmo, 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik melalui Akuntansi Sektor Publik : Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol.2 No.1, Mei 2006.Ikatan Akuntan Indonesia, 2010. Standar Akuntansi Keuangan, PSAK No. 45. Salemba Empat, Jakarta. , 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. , 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. , 2013. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

Internet dengan alamat :http://knnisaa.blogspot.com/2014/03/regulasi-dan-standar.html" http://knnisaa.blogspot.com/2014/03/regulasi-dan-standar.html (diakses 17 Januari 2015)http://gratiscatanku.blogspot.com/2013/03/regulasi-keuangan-sektor-publik-di.html" http://gratiscatanku.blogspot.com/2013/03/regulasi-keuangan-sektor-publik-di.html (diakses 17 Januari 2015)