makalah(isi) oksigenasi kelompok 1
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh, secara
fungsional, mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan
kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang
paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut hierarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses
kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolism tubuh.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan
oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan
otak dan apila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. System
yang bereran dalam proses pemenuhan kebutuhan adalh system pernapasan,
persarafan, dan kardiovaskular.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem
pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali
individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses pernafasan
dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang
menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini,
individu merasakan pentingnya oksigen.
Masalah kebutuhan oksigen merupaka masalah utama dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang
kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan terjadi kematian.
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan
cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, membebaskan saluran
1
pernapasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan
dan memperbaiki organ pernapasan agar berfungsi secara normal.
Prosedur pmenuhan kebutuhan oksigen dalam pelayanan keperawatan
dapat dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan
masker, fisioterapi dada, dan cara pengisaan lender (suction).
Perawat mempunyai perang yang penting dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen. Oleh karena itu, perawat harus memahami konsep kebutuhan
oksigen. Selain itu, perawat juga harus terampil dalam melakukan intervensi
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigen.
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 3
diharapkan mahasiswa semester 2 dapat mengetahui proses pemenuhan
kebutuhan oksigenasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 3
diharapkan mahasiswa semester 2 dapat mengaplikasikan materi
tersebut dalam pemberian asuhan keperawatan.
1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh
pembaca dan penulis untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang
Kebutuhan Dasar Manusia (KDM), terutama kebutuhan dalam pemenuhan
oksigen.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi
Oksigen, suatu gas tak berwarna dan tak berbau yang terkandung dalam
sekitar 21 % udara yang kita hirup, sangat dibutuhkan bagi semua kehidupan
sel dan kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan
sangat vital bagi tubuh. Karena Tidak adanya oksigen akan menyebabkan
tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat
menimbulkan kematian. Walaupun penghantaran oksigen ke jaringan tubuh
dipengaruhi secara tidak langsung minimal oleh semua sistem tubuh, namun
sistem pernapasan adalah yang paling terlibat langsung dalam proses ini.
Gangguan pada fungsi sistem dapat secara bermakna mempengaruhi
kemampuan kita untuk bernapas, mengirimkan gas, dan berpartisipasi dalam
aktivitas sehari- hari.
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas (O2) lebih dari 21% pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentarsi oksigen meningkat dalam tubuh.
Sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah pada kondisi klien yang
membutuhkan. Tujuan dari pemberian oksigenasi yaitu untuk
mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan, untuk menurunkan
kerja paru-paru, serta menurunkan kerja jantung.
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Oksigenasi
2.1.1.1 Anatomi Sistem Oksigenasi
Gambar: anatomi pernapasan pada manusia
3
Anatomi komponen system pernapasan memungkinkan terjadinya
pendistribusian udara dan pertukaran gas pernapasan. Fungsi ganda ini
memungkinkan terjadinya pertukaran gas antara udara dilingkungan dan
darah dalam paru-paru, dan pertukaran gas antara darah dan sel-sel tubuh.
Cara memahami homeostasis organ tubuh di perlukan pemahaman tentang
hubungan struktur system pernapasan. Saluran pernapasan di bagi menjadi
dua devisi yaitu saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah.
A. Saluran Pernapasan Atas
1. Hidung
Hidung merupakan pintu masuk pertama udara yang kita
hirup. Udara masuk dan keluar system pernapasan melalui hidung,
yang terbentuk dari dua tulang hidung dan berbentuk kartilago.
Terdapat dua pintu pada dasar hidung-nostril (lubang hidung), atau
nares eksternal yang dipisahkan oleh spuntum nasal di bagian
tengahnya.
Lapisan mukosa hidung adalah sel epitel bersilia, dengan sel
goblet yang menghasilkan lender. Udara yang melewati rongga
hidung dihangatkan dan dilembabkan. Bakteri dan partikel polusi
udara akan terjebak dalam lendir, silia pada lapisan mukosa secara
kontinu menyapu lendir ke arah faring. Sebagian besar lendir ini
pada akhirnya akan tertelan dan setiap yang ada akan dihancurkan
oleh asam hidroklorida dalam getah lambung.
Rongga nasal berhubungan dengan beberapa ronga lain yang
terdapat dalam tulang tengkorak, yaitu sinus paranasal yang
berfungsi untuk meringankan tulang tengkorak dan memberikan
resonansi suara. Rongga ini berhubungan dengan rongga nasal
melalui saluran kecil yang juga dilapisi oleh membrane mukosa.
Karena saluran ini sempit, maka ia mudah tersumbat selama proses
inflamasi dan infeksi. Lendir dan cairan lainnya menjadi
terperangkap dan menumpuk di dalam sinus tersumbat,
4
menimbulkan tekanan yang terasa sangat nyeri. Kondisi ini disebut
sinusitis.
Gambar: anatomi hidung
2. Faring
Faring atau tenggorok adalah tuba muscular yang terletak di
posterior rongga nasal dan oral dan di anterior vertebra servikalis
(Asih, Nulih Gede Yasmin. 2003). Secara deskriptif, faring dapat
dibagi menjadi tiga segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh
segmen lainnya yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Bagian paling atas (superior) adalah nasofaring, terletak di
belakang rongga nasal. Nasofaring berhubungan dengan nares
internal dan ostium ke dua tuba auditorius, yang memanjang ke
telinga tengah. Adenoid atau tonsil faringeal terletak pada dinding
posterior nasofaring, yaitu nodulus limfe yang mengandung
makrofag. Nasofaring hanya dilalui oleh udara, tetapi bagian faring
lainnya dapat dilalui oleh udara maupun makanan, namun tidak
untuk keduanya pada saat bersamaan.
Bagian faring yang dapat dilihat ketika bercermin bengan
mulut tebuka adalah orofaring karena letaknya di belakang mulut.
5
Mukosa orofaring adalah epitel skuamosa bertingkat, dilanjutkan
dengan epitel yang terdapat pada rongga mulut. Pada dinding
lateralnya terdapat tonsil palatin yang juga nodulus limfe. Tonsil
adenoid dan lingual pada dasar lidah, membentuk cincin jaringan
limfatik mengelilingi faring untuk menghancurkan pathogen yang
masuk ke dalam mukosa.
Laringofaring merupakan bagian paling inferior dari faring.
Laringofaring membuka kea rah anterior ke dalam laring dank e
arah posterior ke dalam esophagus. Kontraksi dinding muscular
orofaring dan laringofaring merupakan bagian dari reflex menelan.
Gambar: anatomi faring
3. Laring
Laring sering disebut kotak suara, berfungsi untuk bicara.
Laring merupakan saluran pendek yang menghubungkan faring
dengan trakea. Laring memungkinkan udara mengalir di dalam
struktur ini dan mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam
trakea. Laring menjadi tempat pita suara, sehingga laring menjadi
sarana pembentukan suara. Dinding laring terutama dibentuk oleh
tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh
membrane mukosa berdilia. Kartilago laring terdiri atas Sembilan
buah yang tersusun sedemikian rupa sehimgga membentuk struktur
6
seperti kotak dan satu sama lainnya dihubungkan oleh ligamen.
Kartilago laring yang terbesar adalah kartilago tiroid, berada di
permukaan anterior leher.
Epiglottis atau kartilago epiglotik adalah kartilago yang
paling atas, bentuknya seperti lidah dan keseluruhannya dilapisi
oleh membrane mukosa. Selama menelan, laring bergerak ke atas
dan epiglottis tertekan ke bawah menutup glottis. Gerakan ini
mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam laring.
Pita suara terletak di kedua sisi glottis. Selama bernapas,
pita suara tertahan di kedua sisi glottis sehingga udara dapat masuk
dan keluar dengan bebas dari trakea. Selama berbicara otot-otot
intrinsic laring menarik pita suara menutupi glottis, dan udara yang
dihembuskan akan menggetarkan pita suara untuk menghasilkan
bunyi yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Sarag cranial
motorik mempersarafi faring untuk berbicara adalah nervus vagus
aksesoris.
Gambar: anatomi laring
B. Saluran Pernapasan Bawah
1. Trakhea
7
Trachea disebut juga dengan pipa udara adalah saluran udara
tubular yang mempunyai panjang sekitar 10 sampai 13 dengan lebar
sekitar 2,5 cm. Trachea terletak di depan esophagus dan saat palpasi
teraba sebagai struktur yang keras, kaku tepat di permukaan anterior
leher. Trachea memanjang dari laring kea rah bawah ke dalam rongga
toraks tempatnya terbagi menjadi brokhi kanan dan kiri.
Dinding trachea disangga oleh cincin kartilago, otot polos, dan
serat elastic. Cincin kartilago ini berujung terbuka yang menghadap
belakang seperti huruf C yang benyaknya sekitar 16 sampai 20 buah.
Ujung terbuka dari cincin ini dihubungkan oleh otot polos dan
jaringan ikat, memungkinkan pelebaran esophagus ketika menelan
makanan. Cincin kartilago memberikan bentuk kaku pada trachea,
mencegahnya agar tidak kolaps dan menutup jalan udara.
Bagian dalam trachea dilapisi oleh membrane mukosa bersilia.
Lapisan mukosa ini banyak mengandung sel yang menyekresi lendir
di sebut Pseudostratified Ciliated Columnar. Silia pada trachea juga
menyapu kea rah atas mengarah ke faring. Ketika mencapai faring,
mucus biasanya tertelan atau dikeluarkan sebagai spuntum.
Gambar: anatomi trakhea
8
2. Bronkhial dan Alveoli
Ujung distal trachea membagi menjadi bronchi primer kanan
dan kiri yang terletak di dalam rongga dada.. di dalam paru-paru,
masing-masing bronchus primer sedikit memanjang dari trachea kea
rah paru-paru membentuk cabang menjadi bronchus sekunder,.
Cabang bronchus kiri mempunyai sudut yang lebih tajam disbanding
dengan cabang bronchus kanan. Pada dinding bronkhiolus tidak
terdapat kartilago. Bronkhiolus paling kecil berakhir dalam kumpulan
alveoli- kantung udara di dalam paru-paru. Fungsi percabangan
bronchial untuk memberikan saluran bagi udara antara trachea dan
alveoli, untuk menjaga agar jalan udara ini tetap terbuka dan bersih.
Unit fungsi paru tau alveoli berjumlah 300-500 juta di dalam
paru-paru pada rata-rata orang dewasa. Fungsinya adalah sebagai satu-
satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran
darah. Setiap paru mempunyai area permukaan internal sekitar 80 kali
lebih besar dari luas permukaan tubuh eksternal atau sekitar 70 m2
(Thibodeau dan Patton, 1996).
Struktur alveoli sangat efisien untuk mendukung terjadinya
difusi gas. Setiap alveolus terdiri atas ruang udara mikroskopik yang
dikelilingi oleh dinding yang tipis, memisahkan satu alveolus dengan
alveolus lainnya, dan dari kapiler di dekatnya. Dinding ini terdiri atas
satu lapis epitel skuamosa. Diantara sel epitel terdapat surfaktan yang
dapt mensekresikan lapisan molekul lipid, normalnya melapisi
permukaan dalam dinding alveolar, bersamaan dengan selaput tipis
cairan encer. Cairan ini dibutuhkan untuk menjaga agar permukaan
alveolar tetap lembab, saat terjadinya difusi gas melalui dinding
alveolar.
9
Gambar: anatomi bronchial dan alveoli
3. Paru-Paru
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada
dan di kelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar paru
terletak di atas diafragma, bagian apeks paru terletak setinggi klavikula.
Pada permukaan tengah terdapat hilus yaitu tempat bronchus primer
dan masuknya arteri serta vena pulmonary ke dalam paru. Bagian kanan
dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk pohon
bronchial, jutaan alveoli dan jarring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat.
Fungsi paru-paru adalh sebagai tempat pertukaran gas antar udara
atmosfir dengan udara dalam aliran darah.
Paru di bagi menjadi dua lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri.
Lobus kanan terdiri dari tiga lobus dan lobus kiri terdiri dari dua lobus.
Setiap lobus dibatasi oleh yang disebut fisura. Lobus kemudian dibagi
menjadi kompartemen yang lebih kecil dikenal sebagai segmen yang
terdiri dari atas banyak lobus yang masing-masing mempunyai
bronchiole, arteriole, venula, dan pembuluh limfalik.
Paru dilapisi oleh selaput tipis yang disebut pleura, plerura
terdiri dari dua bagian yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Pleura
10
viseralis yaitu pleura yang mengelilingi paru-paru dan melekat kuat
pada permukaan paru-paru. Pleura parietalis adalah pleura yang
melapisi dinding dada dan mediastinum. Rongga pleura mengandung
cairan yang berguna unuk mengurangi gesekan ketika paru-paru
mengembang dan berkontraksi selama bernapas.
Gambar: anatomi paru-paru
4. Toraks
Rongga toraks terdiri dari rongga pleura kanan dan kiri dan
bagian tengan disebut mediastinum. Toraks mempunyai peranan
penting dalam pernapasan, karana bentuk elips dari tulang rusuk dan
sudut perlekatannya ke tulang belakang. Toraks menjadi lebih besar
ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih kecil ketika dikempiskan.
Perubahan ukuran rongga toraks ini terjadi juga karena pengaruh kerja
diafragma yang mengalami kontraksi dan relaksasi saat proses
pernapasan.
11
2.1.1.2 Fisiologi Pernapasan
Fisiologi pernapasan merupakan serangkaian proses interaksi
dan koordinasi yang kompleks yang mempunyai peranan sangat
penting dalam mempertahankan kestabilan atau homeostasis
lingkungan internal tubuh (Asih, Nulih Gede Yasmin. 2003).
System pernapasan yang berfungsi dengan baik dapat menjamin
jaringan memperoleh pasokan oksigen yang adekuat dan
pembuangan karbondioksida yang cepat. Proses ini sangat rumit,
sehingga mekanisme control harus mampu menjaga homeostasis
sepanjang lingkungan dan kebutuhan tubuh yang terus berubah.
Pengaturan pertukaran gas antara sel-sel tubuh dan darah yang
bersirkulasi adalah inti dari fisiologi pernapasan.
Pada Sistem Pernafasan terdapat 4 proses, yang meliputi:
1. Ventilasi Pulmonal
Ventilasi pulmonal adalah teknik dari bernapas, fasenya
meliputi inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah gerakan
perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru, sedangkan fase
ekspirasi adalah gerakan perpindahan udara meninggalkan paru-
paru (Asih, Nulih Gede Yasmin. 2003). Mekanisme ventilasi
pulmonal, yaitu udara mengalir masuk dan keluar dari peru-paru
dengan dasar hokum yang sama seperti halnya cairan, baik dalam
bentuk cairan maupun gas. Yang mengalir dari satu tempat ke
tempat lain karena adanya perbedaaan tekanan.
Cairan selalu mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan yang
lebih rendah.saat kondisi standar, udara atmosfir mengeluarkan
tekanan 760 mmHg. Udara dalam alveolipada akhir sau ekspirasi
dan sebelum dimulai inspirasi berikutnya juga mengeluarkan
tekanan 760 mmHg. Sehingga pada titik ini , udara tidak memasuki
maupun meninggalkan paru-paru. Mekanisme yang menyebabkan
ventilasi pulmonal adalah mekanisme yang menimbulkan tekanan
gradient antara udara atmosfir dan udara alveolar.
12
Gambar: mekanisme pernapasan
2. Distribusi
Setelah proses ventilasi, udara yang telah memasuki saluran
nafas didistribusikan ke seluruh paru, kemudian masuk ke dalam
alveoli. Distribusi merupakan proses pemerataan/pembagian udara
ke cabang-cabang bronchus. Udara volume tidal (volume udara
yang masuk dan kemudian keluar pada sekali bernafas) yang
besarnya kira-kira 500 mL, dibagi menjadi volume kecil-kecil
sebanyak alveoli yang ada, yaitu kira-kira 300 mL juta alveoli.
Udara ini tidak terbagi rata ke semua alveoli. Udara pertama yang
terhirup, masuk ke puncak paru, kemudian disusul oleh udara
dibelakangnya, masuk ke baris paru. Distribusi yang tidak merata
ini mengakibatkan nilai ventilasi di puncak paru lebih besar
dibandingkan nilai ventilasi di basis paru.
3. Perfusi
Perfusi adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler
paru. Rangkain pembuluh darah di paru sangat padat, terdapat kira-
kira 6 milyar kapiler yang mengelilingi 3 juta alveoli di kedua paru,
sehingga terdapat 2000 kapiler untuk satu alveolus. Sirkulasi darah
di dalam paru mendapat tahanan, terutama tahanan pada jala-
13
kapiler paru (capillary bed). Saat ada kenaikan cardiac output,
sirkulasi paru dapat mengakomodasinya tanpa terjadi perubahan
tekanan di arteri pulmonalis. Distribusi aliran darah di paru tidak
sama rata. Karena rendahnya tekanan darah di kapiler paru, aliran
darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga
perfusi di bagian dasar paru lebih besar dibandingkan perfusi di
bagian apex. Jika saluran napas normal (terbuka), tekanan udara
alveoli akan sama besarnya di seluruh paru.
4. Difusi
Secara umum difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan
molekul dari suatu daerah yang konsentrasi molekulnya tinggi ke
daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Peristiwa difusi
merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra.
Peristiwa difusi yang terjadi di dalam paru adalah perpindahan
molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membran kapiler
alveolar, kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus
dinding sel darah merah, dan akhirnya massuk ke interior sel darah
merah sampai berikatan dengan hemoglobin. Membran kapiler
alveolus sangat tipis, yaitu 0,1 µm atau sepertujuh puluh dari tebal
butir darah merah sehingga molekul oksigen tidak mengalami
kesulitan untuk menembusnya. Peristiwa difusi yang lain di dalam
paru adalah perpindahan molekul karbondioksida dari darah ke
udara alveolus. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding
alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi. Berarti
molekul kedua gas tadi bergerak tanpa menggunakan tenaga aktif.
Urut-urutan proses difusi terbagi atas :
a. Difusi pada fase gas
Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang
cepat, ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai
terhenti. Udara atau gas yang baru masuk dengan cepat
14
berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah ada di dalam
alveoli. Kecepatan gas berdifusi di sini berbanding terbalik
dengan berat molekulnya. Gas oksigen mempunyai berat
molekul 32 sedangkan berat molekul karbondioksida 44. Gerak
molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan dengan gerak
molekul gas karbondioksida sehingga kecepatan difusi oksigen
juga lebih cepat. Percampuran antara gas yang baru saja masuk
ke dalam paru dengan gas yang lebih dahulu masuk akan
komplit dalam hitungan perpuluhan detik. Hal semacam ini
terjadi pada alveoli yang normal, sedangkan pada alveoli yang
tidak normal, seperti pada emfisema, percampuran gas yang
baru masuk dengan gas yang telah berada di alveoli lebih
lambat.
b. Difusi menembus membran pembatas
Proses difusi yang melewati membran pembatas alveoli
dengan kapiler pembuluh darah meliputi proses difusi fase gas
dan proses difusi fase cairan. Dalam hal ini, pembatas-
pembatasnya adalah dinding alveoli, dinding kapiler pembuluh
darah (endotel), lapisan plasma pada kapiler, dan dinding butir
darah merah (eritrosit). Kecepatan difusi melewati fase cairan
tergantung kepada kelarutan gas ke dalam cairan. Kelarutan
karbondioksida lebih besar dibandingkan dengan kelarutan
oksigen sehingga kecepatan difusi karbondioksida di dalam
fase cairan 20 kali lipat kecepatan difusi oksigen. Semakin
tebal membran pembatas halangan bagi proses difusi semakin
besar.
Dalam proses pernafasan ada dua gerakan yang mempengaruhi,
antara lain:
1. Inspirasi (memasukkan udara)
15
Terjadi proses aktif otot, Kontraksi diafragma meluaskan rongga
dada, menaikkan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan kontraksi otot
interkostalis, meluaskan rongga dada. Paru-paru yang bersifat elastis
mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara
ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi
peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.
2. Ekspirasi (mengeluarkan udara)
Pada ekspirasi udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan
karena paru-paru kempis kembali yang disebabkan sifat elastis paru-
paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.
2.1.2 Gangguan Fungsi Pernapasan
1. Infeksi
a) Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan,
melembabkan, dan menyaring udara. Dalam proses ini, saluran
pernapasan atas terpajan terhadap berbagai jenis patogen yang
dapat masuk dan tumbuh pada berbagai area tubuh. Patogen
dapat bersarang dalam hidung, faring(terutama tonsil), laring,
atau trakhea dan dapat berproliferasi jika daya tahan tubuh
hospes rendah. Penyebaran infeksi bergantung pada resistensi
hospes dan virulensi organisme penyerang.
Secara klinis infeksi saluran pernapasan atas sering
ditemukan sebagai common cold (salesma). Kondisi ini
ditandai oleh inflamasi akut yang menyerang baik hidung,
sinus paranasal, tenggorok, atau laring. Infeksi saluran
pernapasan atas mempunyai kecenderungan meluas hingga
trakhea dan bronkhi dan pada sejumlah kecil klien, kondisi
dapat diperburuk oleh pneumonia. Pada anak-anak infeksi
16
sering meluas ke dalam telinga tengah sehingga menyebabkan
otitis media.
Virus, seperti halnya bakteri, juga dapat menyebabkan
infeksi saluran pernapasan atas. Misalnya influenza, yang
ditandai oleh inflamasi akut nasofaring, trakhea, dan
bronkhioles yang mengarah pada nekrosis jaringan. Infeksi
saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh virus adalah
penyakit yang bersifat self-limited yang dapat sembuh secara
spontan tanpa pengobatan spesifik. Namun demikian infeksi
saluran pernapasan atas dapat mempredisposisi pasien terhadap
superinfeksi bakteri, jenis yang dikenala dalah nasofaringitis
streptokokus. Bakteri ini dapat menyebar ke dalam struktur
anatomi yang berdekatan dan menyebabkan sinusitis
bakterialis, otitis media, atau bronkhitis mukopurulen.
b) Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Proses infeksi pada saluran pernapasan bawah dapat
disebabkan oleh segala patogen yang menyerang saluran
pernapasan atas. Hal ini mengarah pada berbagai gambaran
patologis dan klinis, yang keparahannya bergantung pada
resistensi hospes dan virulensi organisme penyerang. Sering
kali infeksi saluran pernapasan bawah terjadi akibat perluasan
dari infeksi saluran pernapasan atas ke bagian bawah sistem
pernapasan, dan umunya berkaitan dengan pneumonia dan
tuberkulosis.
2. Influenza
Influenza merupakan infeksi saluran pernapasan atas yang
disebabkan oleh virus yang menjangkiti pasien pada semua
tingkat usia. Penyebab dari timbulnya influenza adalah
Haemophillus influenza (tipe A, B dan C). Dengan tanda dan
gejala yang timbul pada pasien dengan influenza antara lain nyeri
kepala hebat, nyeri otot, demam dan menggigil, fatigue dan
17
weakness, anoreksia serta manifestasi klinik pada pasien
pernapasan yaitu sakit tenggorokan batuk, bersin, rinorrhea, dan
hidung hidung tersumbat, dan terdapat beberapa keluhan perasaan
lemas selama 1-2 minggu setelah periode akut.
3. Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan
ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas).
Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh
faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti.
Namun suatu hal yang sering kali terjadi pada semua penderita
asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkhus. Bronkhus penderita
asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun
nonimunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah
terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia,
alergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungjin
dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Alergen utama:debu rumah, spora jamur, dan tepung sari
rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrem
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain: seperti refluks gastro esofagus
4. Hipoksia (anoksia) adalah defisiensi oksigen, yaitu kondisi
berkurangnya kadar oksigen dibandingkan kadar normalnya secara
fisiologis dalam jaringan dan organ. Hipoksia dapat terjadi akibat
18
insufisiensi oksigen dalam atmosfer, anemia (insulfisiensi sel
darah merah): gangguan sirkulasi darah, penyakit paru, yang
mengganggu ventilasi pulmonar, atau keberadaan zat toksik,
seperti karbon monoksida atau sianida di dalam tubuh
5. Hiperkapnia adalah peningkatan kadar CO2 dalam cairan tubuh
dan sering disertai dengan hipoksia. CO2 berlebih meningkatkan
respirasi dan konsentrasi ion hidrogen, yang akan menyebabkan
asidosis (kadar asam berlebih).
6. Hipokapnia adalah penurunan kadar CO2 dalam darah, biasanya
terjadi akibat hiperventilasi (pernapasan cepat) dan penghembusan
CO2. Penurunan kadar CO2 menyebabkan terjadinya alkalosis
(jumlah bikarbonat) berlebih) dalam cairan tubuh.
7. Asfisia atau sufokasi, suatu kondisi hipoksia dan hiperkapnia
akibat ketidakcukupan ventilasi pulmonar.
8. Penyakit Pulmonar Obstruktif Menahun (Ppom) adalah kelompok
penyakit yang meliputi asma, bronjitis kronik, dan emfisema, juga
kelompok penyakit industrial seperti asbestosis , silikosis, dan
block lung. Pajanan terhadap rokok yang terus-menerus dan/atau
terhadap lingkungan serta polutan industri dapat menyebabkan
PPOM.
9. Kanker Paru (Karsinoma Pulmonar) sering dikaitkan dengan
merokok, tetapi dapat juga terjadi pada orang bukan perokok.
10. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang dapat
memengaruhi semua jaringan tubuh, tetapi paling umum
terlokalisasi di paru-paru.
11. Pneumonia adalah proses inflamasi infeksius akut yang
mengakibatkan alveoli penuh terisi cairan. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa, virus, atau zat kimia.
12. Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi
subjektif kesulitan bernapas, yang mencakup komponen fisiologis
19
dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis
dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen
fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya
lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada pernapasan
itu sendiri (Phipp, 1995).
Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi
akibat perubahan patologi yang meningkatkan tekanan jalan
napas, penurunan komplians pulmonal, perubahan sistem vaskular
pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan.
Klien yang mengalami dispnea sebagai gejala utama biasnya
mempunyai salah satu dari kondisi:
a). Penyakit kardiovaskular
b). Emboli pulmonal
c). Penyakit paru intersrisial atau alveolar
d). Gangguan dinding atau otot dada
e). Penyakit paru obstruktif, atau
f). Ansietas
13. Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi
pada percabangan trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk
merupakan mekanisme penting dalam membersihkan jalan napas
bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya batuk
beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan
trakhea dan faring dari sekresi yang telah menumpuk selama
tidur. Batuk juga merupakan gejala yang paling umum dari
penyakit pernapasan.
14. Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring
oleh silia paru.Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular,
mikrooganisme, darah, pus, dan benda asing akan dikeluarkan
20
dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan
tenggorok.
2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
Pemenuhan oksigen untuk bernapas sangat ditentukan oleh beberapa
faktor. Agar proses oksigenasi dalam tubuh terpenuhi diperlukan beberapa
faktor, antara lain:
1) Suplai oksigen yang adekuat
Tempat yang tinggi tidak mengubah komposisi udara, tetapi menyebabkan
tekanan O2 (PO2) menurun. Reaksi awal yang timbul pada tempat yang
tinggi berupa tanda dan gejala yang sama terlihat pada setiap orang yang
mengalami kekurangan oksigen. Hal- hal yang menyebabkan suplai O2
terganggu bisa juga dikarenakan inhalasi udara yang mengandung O2 pada
tekanan subnormal yang disebabkan oleh inhalasi asap, keracunan CO2
dan tercampurnya udara yang dihirup dengan gas- gas inert (nitrogen,
helium, hidrogen, metan, atau gas anestetik seperti nitro oksida).
2) Saluran udara yang utuh
Pernapasan dapat terganggu dan tidak berjalan normal bila saluran udara
yang mengalirkan O2 dari udara melalui trakheobronkhial menuju
membran alveolus kapiler dalam keadaan terhambat. Hambatan tersebut
umumnya disebabkan oleh obstruksi mekanik seperti tenggelam atau
adanya benda asing pada percabangan trakheobronkhial.
3) Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal
Fungsi pergerakan udara masuk dan keluar dari paru- paru dinamakan
ventilasi yang mengendalikan proses masuknya udara ke dalam paru- paru
agar pertukaran gas dapat berlangsung. Paru- paru dan dinding dada yang
mengelilingi paru berperan dalam pompa resiprokatif (timbal balik) yang
berwujud hembusan napas. Kelemahan fungsi dinding dada akan
mempengaruhi pola pernapasan. Penyebab utama terganggunya fungsi
21
tersebut adalah trauma pada dada yang menyebabkan fraktur iga atau luka
tembus pada dada.
4) Adanya alveoli dan kapiler yang bersama- sama berfungsi membentuk unit
pernapasan terminal dalam jumlah yang cukup
Pertukaran karbondioksida dan oksigen antara darah dan udara
berlangsung di alveoli paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan
dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada
difusi oksigen dari alveoli dan darah dari kapiler dinding alveoli (WHO,
1995). Dengan pengaturan yang baik maka akan memberi oksigenasi
yang cukup pada tubuh.
5) Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa O2 pada sel- sel tubuh
6) Suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif
7) Berfungsinya pusat pernapasan
Pusat pernapasan dikontrol oleh medula oblongata. Sebagai pusat kontrol
pernapasan, terdapt daerah ritmik medula oblongata (med. rythm area)
yang terdiri atas neuron inspirasi dan ekspirasi. Oleh karena itu jika organ
ini rusak maka proses oksigenasi terganggu.
2.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada sistem pernapasan adalah salah satu dari
komponen dari proses keperawatan yang merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan sistem
pernapasan klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status
kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat,
singkat, dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan terhadap
status oksigenasi terdiri atas pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik,
dan tinjauan data diagnostik yang relevan.
1) Riwayat keperawatan
Sebuah riwayat keperawatan komprehensif yang relevan dengan
status oksigenasi harus mencakup data tentang masalah pernapasan
22
saat ini dan masa lalu, gaya hidup, apakah ada batuk, sputum
(material yang dibatukkan), nyeri, pengobatan untuk pernapasan,
dan apakah ada faktor resiko gangguan status oksigenasi. Contoh
pertanyaan wawancara untuk mendapatkan informasi ini
ditunjukkan dalam wawancara pengkajian.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, saat melakukan teknik inspeksi, perawat melakukan
observasi dari kepala sampai ke ujung kaki klien untuk
mengkaji kulit dan warna membran mukosa, penampilan
umum, tingkat kesadaran, kedekuatan sirkulasi sistemik, pola
pernapasan, dan gerakan dinding dada. Setiap kelainan harus
diperiksa selama palpasi, perkusi, dan auskultasi.
b. Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah.
Dengan palpasi, jenis dan jumlah kerja thoraks, daerah nyeri
tekan dapat diketahui dan perawat dapat mengidentifikasi taktil
fremitus, getaran pada dada (thrill), angkatan dada (heaves),
dan titik implus jantung maksimal. Palpasi juga
memungkinkan perawat untuk meraba adanya massa atau
benjolan di aksila dan jaringan payudara. Palpasi pada
ekstremitas menghasilkan data tentang sirkulasi perifer, adanya
nadi perifer, temperatur kulit, warna, dan pengisian kapiler.
c. Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk
menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat jaringan
yang berada di bawah objek tersebut (malasanos, barkauskas,
dan stoltenberg-Allen, 1990).perkusi menimbulkan getaran
dari daerah di bawah area yang diketuk dengan kedalaman 4
sampai 6 cm (seidel dkk, 1995). Lima nada perkusi adalah
resonansi, hiperesonansi , redup, datar, dan timpani. Perkusi
memungkinkan perawat untuk menentukan adanya cairan yang
tidak normal, udara di paru-paru, atau kerja diafragma.
23
d. Auskultasi, penggunaan auskultasi memampukan perawat
mengidentifikasi bunyi paru dan jantung yang nomal maupun
yang tidak normal. Auskultasi sistem kardivaskular harus
meliputi pengkajian dalam mendeteksi bunyi S1dan S2 normal,
mendeteksi adanya bunyi S3 dan S4 yang tidak normal, dan
bunyi murmur, serta bunyi gesekan. Pemeriksaan harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas
bunyi murmur. Auskultasi juga digunakan untuk
mengidentifikasi bunyi bruit di atas arteri karotis, aorta
abdomen, dan arteri femoral.
3) Pemeriksaan Diagnostik
Dokter dapat memprogramkan berbagai pemeriksaan diagnostik
untuk mengkaji status pernapasan, fungsi, dan oksigenasi. Program
ini terdiri atas spesimen sputum, biakan tenggorok, dan prosedur
visualisasi, spesimen darah vena dan arteri, dan pemeriksaa/ uji
fungsi paru.
4) Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru mengukur volume dan kapasitas paru.
Klien yang menjalani pemeriksaan fungsi paru, yang biasanya
dilakukan oleh ahli terapi pernapasan, tidak elelahkan.
membutuhkan anestesi. Pemeriksaan ini tidak menyakitkan, tetapi
kerja sama klien sangat penting. Perawat sebelumnya perlu
menjelaskan pemeriksaan kepada individu dan membantu klien
untuk beristirahat setelahnya karena pemeriksaan sering kali
2.3.2 Diagnosis
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
mukus berlebih
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan posisi tubuh
24
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran
kapiler alveolar
2.3.3 Rencana Intervensi
Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan mukus berlebih
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TINDAKAN
1 TU : Untuk membersihkan
jalan napas
TK: Setelah pemberian
askep dalam 1x24 jam
pasien dapat batuk efektif
KH: Sekret dapat keluar
secara efektif
Mengeluarkan sekret dari
jalan napas dengan
memasukkan sebuah
kateter penghisap ke dalam
jalan napas oral dan /
trachea
Mengecerkan sekret
dengan cara memberikan
minum air hangat dan
membantu mengeluarkan
dengan menggunakan
kateter
Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
posisi tubuh
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TINDAKAN
TU : Untuk membuat pola
napas menjadi efektif
TK: Setelah pemberian
askep dalam 1x24 jam
pasien dapat merubah
frekuensi dan pola
pernapasan
KH: Mempunyai kecepatan
dan irama pernapasan
dalam batas normal
Memfasilitasi kepatenan
jalan napas
Mengatur posisi
pasien dengan
duduk tegak agar
organ abdomen
terdorong menjauhi
paru sehingga paru
dapat mengembang
dengan besar.
25
Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran kapiler alveolar
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TINDAKAN
1 TU: Untuk meningkatkan
aliran gas (oksigen dan
karbondioksida)
TK: Setelah pemberian
askep dalam 1x24 jam
pasien tidak mengalami
dispnea saat melakukan
aktivitas yang berat
KH:
1. Memiliki ekspansi paru
yang simetris
2. Mempunyai fungsi paru
dalam batas normal
Meningkatkan pola
pernapasan spontan yang
optimal dalam
memaksimalkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida
di dalam paru
Memberikan udara yang
dilembabkan (oksigen) dan
membersihkan alat- alat
pernapasan dari sekret yang
mengganggu pernapasan
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Keterangan diatas dapat disimpulkan :
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas (O2) lebih dari 21% pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentarsi oksigen meningkat dalam tubuh. Dan
oksigen sangat dibutuhkan bagi semua kehidupan sel sehingga kebutuhan
oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Karena tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Sistem
pernapasan adalah yang paling terlibat langsung dalam proses ini. Gangguan
pada fungsi sistem dapat secara bermakna mempengaruhi kemampuan kita
untuk bernapas, mengirimkan gas, dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari-
hari. Adapun anatomi pada sistem oksigenasi diantaranya yaitu hidung dan
nasal, faring, laring, trakea, percabangan bronkus dan paru-paru.
Apabila oksigenasi tidak terpenuhi dalam tubuh akan mengalami
gangguan pernafasan atau infeksi saluran pernafasan atas dan bawah
diantaranya influenza, asma, hipoksia, hiperkapnia, hipokapnia, asfisia,
kanker paru-paru, dsb.
Pemenuhan oksigen untuk bernapas sangat ditentukan oleh beberapa
faktor. Agar proses oksigenasi dalam tubuh terpenuhi diperlukan beberapa
factor diantaranya suplai oksigen yang adekuat, saluran udara yang utuh,
fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal, adanya alveoli
dan kapiler yang bersama- sama berfungsi membentuk unit pernapasan
terminal dalam jumlah yang cukup, jumlah hemoglobin yang adekuat untuk
27
membawa O2 pada sel- sel tubuh, suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa
jantung yang efektif, dan berfungsinya pusat pernapasan
3.2 Saran
Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis
maupun psikologis. Hal ini tentunya bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Untuk itu diharapkan bagi calon perawat agar dapat
meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan manusia dan menyusun
asuhan keperawatan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Alimul hidayat, A.Aziz dan Uliyah, Musrifatul.2005.kebutuhan dasar
manusia.Jakarta:EGC
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Djojodibroto, R.Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta :
EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul dan Uliyah, Musrifatul. 2005. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Karmana, Oman. 2008. Cerdas Belajar Biologi.Yogyakarta: Grafindo Media
Pratama.
Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arrif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi.
Jakarta : EGC.
O’brien Dr J A. 2011. South African Respiratory Journal.
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Potter, Patricia A. 2006. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta : EGC.
29
Setiadi.2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
30