makalah kajian puisi

47
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Analisis mengenai puisi kebanyakan dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan sebuah puisi dalam mempengaruhi masyarakat. Kemampuan mempengaruhi sebuah puisi terjadi karena pengarang menyampaikan ide dan gagasan melalui kata yang dipilih pengarang untuk menimbulkan perasaan marah, benci, senang, gundah, cinta dan segala hal yang menimbulkan kedekatan emosional. Bahasa puisi yang dibuat sebagai sarana estetika untuk memberikan tenaga ekspresif serta emotif dalam mengungkapkan gambaran suasana batin seorang pengarang.Maka untuk dapat mengungkapkan nuansa konkretisasi pengalamannya, pengarang memunculkan kata-kata yang penuh dengan kiasan.Bahasa kiasan puisi dapat menunjukkan sejauh mana interaksi pengarang dengan lingkungannya. Kemampuan sebuah puisi dalam memberikan arti lain dari bahasa biasa, puisi memiliki aturan sendiri. Bentuk aturan tersebut berupa anggapan bahwa bahasa puisi merupakan sarana untuk menyatakan ekspresi secara tidak langsung, yaitu ekspresi pengarang di dalam kata-kata untuk menunjuk arti lain. Bahasa dalam puisi selain sebagai sarana ekspresi juga sebagai bentuk pengungkapan maksud dan tujuan.Maksud dan tujuan dapat tercapai karena bahasa puisi yang bersifat ekspresif itu dipahami sebagai bagian dari 1

Upload: henykw

Post on 28-Dec-2015

582 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

kajian puisi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kajian Puisi

BAB IPENDAHULUAN

a. Latar BelakangAnalisis mengenai puisi kebanyakan dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh

mana kemampuan sebuah puisi dalam mempengaruhi masyarakat. Kemampuan

mempengaruhi sebuah puisi terjadi karena pengarang menyampaikan ide dan gagasan

melalui kata yang dipilih pengarang untuk menimbulkan perasaan marah, benci, senang,

gundah, cinta dan segala hal yang menimbulkan kedekatan emosional.

Bahasa puisi yang dibuat sebagai sarana estetika untuk memberikan tenaga

ekspresif serta emotif dalam mengungkapkan gambaran suasana batin seorang

pengarang.Maka untuk dapat mengungkapkan nuansa konkretisasi pengalamannya,

pengarang memunculkan kata-kata yang penuh dengan kiasan.Bahasa kiasan puisi dapat

menunjukkan sejauh mana interaksi pengarang dengan lingkungannya.

Kemampuan sebuah puisi dalam memberikan arti lain dari bahasa biasa, puisi

memiliki aturan sendiri. Bentuk aturan tersebut berupa anggapan bahwa bahasa puisi

merupakan sarana untuk menyatakan ekspresi secara tidak langsung, yaitu ekspresi

pengarang di dalam kata-kata untuk menunjuk arti lain.

Bahasa dalam puisi selain sebagai sarana ekspresi juga sebagai bentuk

pengungkapan maksud dan tujuan.Maksud dan tujuan dapat tercapai karena bahasa

puisi yang bersifat ekspresif itu dipahami sebagai bagian dari stilistika.Analisis stilistika

digunakan dengan tujuan untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi

estetis dan makna.Hubungannya dengan manipulasi kebahasaan yang diciptakan

pengarang sebagai suatu sarana komunikasi antara pengarang dengan pembaca

(Aminudin, 1995:2).

Sesuai dengan kajian penelitian ini yaitu melihat ekspresi tidak langsung dalam

tiga puisi karya A. Mustofa Bisri (Gus Mus) yakni, "Bila Kutitipkan”, “Di Arafah”, dan

“Sujud”maka pendekatan stilistika digunakan untuk memaknai sajak yang terdapat pada

puisi karya A. Mustofa Bisri (Gus Mus) yang bukan hanya berwujud arti bahasa.

b. Rumusan Masalah

c. Tujuan Masalah

d. Manfaat Penelitian

1

Page 2: Makalah Kajian Puisi

2

Page 3: Makalah Kajian Puisi

BAB IILANDASAN TEORI

A. Puisi Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang

berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang

artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair.Dalam perkembangan

selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya

disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang

kata kiasan (Sitomorang, 1980:10).

Bahasa puisi yang bersifat ekspresif mengatur, memadatkan, dan kadang-kadang

menyimpang dari kaidah bahasa yang ada. Dengan demikian, pembaca akan lebih

memperhatikan sekaligus menyadari bahwa hal itu merupakan usaha pengarang untuk

menciptakan suasana tertentu.

B. Pengertian Stilistika Stile dan Unsur Stile

Stile (style atau gaya bahasa) menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 276)

adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarah

mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal

kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif,

penggunaan kohesi dan lain-lain.

Makna stile menurut Leech & Short (via Nurgiyantoro, 2007: 276-277), suatu

hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada

pengertian cara penggunaan bahasa dalam kontek tertentu, oleh pengarang tertentu,

untuk tujuan tertentu, dan sebagainya. Dengan demikian stile dapat bermacam-macam

sifatnya, tergantung konteks di mana dipergunakan, selera pengarang, namun juga

tergantung apa tujuan penuturan itu sendiri.

Stile pada hakikatnya merupakan teknik, teknik pemilihan ungkapan kebahasaan

yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Teknik itu sendiri dipihak

lain juga merupakan suatu bentuk pilihan dan pilihan itu dapat dilihat pada bentuk

ungkapan bahasa seperti yang dipergunakan dalam sebuah karya (Nurgiyantoro, 2007:

277). Stile atau wujud performansi kebahasaan, hadir kepada pembaca dalam sebuah

fiksi melalui proses penyeleksian dari berbagai bentuk linguistik yang berlaku dalam

3

Page 4: Makalah Kajian Puisi

system bahasa itu. Pengarang, dalam hal ini memiliki kebebasan yang luas untuk

mengekspresikan struktur maknanya ke dalam struktur lahir yang dianggap paling

efektif (Nurgiyantoro, 2007: 279).

Unsur stile (stylistics features) terdiri dari unsur fonologi, sintaksis, leksikal,

retorika (rhetorica, yang berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan,

dan sebagainya) (Nurgiyantoro, 2007: 289). Leech & Short dalam Nurgiyantoro (2007:

289) mengemukakan bahwa unsur stile (stylistic categories) terdiri dari unsur (kategori)

leksikal, gramatikal, figures of speech, konteks dan kohesi.

1. Fonologi

Bunyi dalam susunan sajak berkaitan erat dengan segi semantik.Kemiripan bunyi, baik

vokal maupun konsonan, menyarankan pada kesamaan makna.Bunyi-bunyi dalam sajak

juga mempunyai hubungan yang erat antara pengucapan dengan nilai

simboliknya.Bunyi vokal [a] yang diucapkan dengan bagian tengah lidah agak merata

dan mulut yang terbuka lebar dapat kesan sesuatu yang terbuka, lebar, dan lapang.

Bunyi vokal [i] yang diucapkan dengan kedua bibir agar terentang ke samping dengan

posisi tinggi di depan dapat memberi kesan sesuatu yang tinggi, kecil, mungil, sempit,

tajam, dan nyaring.

Bunyi vokal [u] yang diucapkan dengan kedua bibir agak maju ke depan dan sedikit

membundar dengan posisi lidah belakang yang tinggi dapat memberi kesan yang

murung, suram, sendu, dan haru. Bunyi vokal [e] yang diucapkan dengan daun lidah

dinaikkan dalam posisi yang lebih rendah dari [i] dan diiringi bentuk bibir yang netral,

tidak terentang dan tidak membundar, dapat memberi kesan sejuk, sedang, dan lemah

gemulai.Bunyi vokal [o] yang diucapkan dengan pangkal lidah dinaikkan dalam posisi

yang lebih rendah daripada vokal [u] memberi kesan sesuatu yang pokok dan kokoh

(Luxemburg via Santoso, 2009: 110).

2. Unsur leksikal

Unsur leksikal dalam stilistika fiksi ini mempunyai pengertian yang sama dengan kata. Kata

merupakan sesuatu yang mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja

dipilih oleh pengarang dalam karya yang diciptakan.Pemilihan kata-kata tersebut harus

melewati pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dimaksudkan untuk mendapatkan efek

4

Page 5: Makalah Kajian Puisi

estetis (keindahan).Ketepatan kata-kata tersebut dapat dipertimbangkan dari segi bentuk dan

makna atau isi.Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kata tersebut mampu mendukung

efek estetis dari karya itu sendiri, mampu mengkomunikasikan makna, pesan, dan gagasan

pengarang.

Menurut Chapman (via Nurgiantoro, 2007: 290-292), pemilihan kata dapat melalui

pertimbangan-pertimbangan formal tertentu yaitu pertimbangan fonologis,

pertimbangan mode, pertimbangan masalah sintagmatik, pertimbangan masalah

paradigmatik, dan identifikasi jenis kata.Setelah identifikasi selesai dilakukan masing-

masing bentuk dan makna yang muncul dihitung untuk menentukan jumlah frekuensi

masing-masing.

Pertimbangan fonologis biasanya terdapat dalam karya sastra yang berwujud

puisi.Pertimbangan fonologis digunakan untuk kepentingan aliterasi, irama, dan efek

bunyi tertentu.Dalam karya fiksi, unsur fonologi juga dipertimbangkan walaupun tidak

seintensif karya sastra yang berbentuk puisi.Pertimbangan dari segi mode, bentuk, dan

makna dimaksudkan sebagai media memusatkan atau mengkonsentrasikan gagasan.

Masalah pemusatan gagasan sangat penting, karena hal inilah yang membedakan bahasa

sastra dengan bahasa nonsastra.Penggunaan kata dalam karya sastra dapat menggunakan

ragam bahasa kolokial (keseharian) selama mampu mewakili gagasan yang ditawarkan

oleh si pengarang.Pertimbangan sintagmatik mengacu pada hubungan antarkata secara

linier untuk membentuk sebuah kalimat.

Pertimbangan paradigmatik mengacu pada kata atau pilihan kata di antara sejumlah kata

yang memilki hubungan makna.Pengarang harus mampu memilih kata-kata yang

konotasinya paling tepat untuk mengungkapkan gagasan sehingga pengarang mampu

mencapai efek yang diinginkan.Identifikasi jenis kata sangat diperlukan dalam analisis

leksikal sebuah karya fiksi.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 292), identifikasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis

kata. Identifikasi ini melibatkan disiplin ilmu morfologi.Kata-kata dalam wacana karya

sastra kemudian dapat dikaji berdasarkan kata benda, kata kerja, kata sifat, kata

bilangan, dan kata tugas.

3. Unsur Gramatikal

5

Page 6: Makalah Kajian Puisi

Unsur gramatikal pada kajian stilistika mengacu pada pengertian struktur kalimat.

Menurut Nurgiyantoro (2007: 292), bahwa dalam kegiatan komunikasi bahasa juga jika

dilihat dari kepentingan stile, kalimat lebih penting dan bermakna dari pada sekedar

kata meskipun gaya kalimat dalam banyak hal juga dipengaruhi oleh pilihan katanya

(kata). Sebuah gagasan atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang dapat

menggunakan berbagai kalimat yang berbeda-beda struktur dan kosa katanya. Jadi,

penyampaian isi yang sama dapat diungkapkan dengan bentuk yang berbeda-beda.

Setiap pengarang mempunyai kebebasan penuh dalam mengkreasikan bahasa.Oleh

karena itu, unsur deviasi atau penyimpangan dalam bahasa sastra menjadi suatu hal

yang wajar.Seperti yang diungkapkan oleh Chapman (via Nurgiyantoro, 2007: 293),

secara teoretis jumlah kata yang berhubungan secara sintagmatik dalam sebuah kalimat

tak terbatas, dapat berapa saja sehingga mungkin panjang sekali.Secara formal tak ada

batas berapa jumlah kata yang seharusnya dalam sebuah kalimat.

Penyimpangan struktur kalimat dalam karya sastra dapat berupa pembalikan,

pemendekan, pengulangan, penghilangan unsur tertentu, dan lain-lain.Penyimpangan

struktur kalimat dimaksudkan untuk memperoleh kesan estetis dan sebagai sarana utnuk

menekankan pesan tertentu. Menurut Nurgiyantoro (2007: 293), hal seperti di atas

dikenal sebagai pengendapan atau foregrounding yang dianggap oleh sebagian orang

sebagai salah satu bahasa sastra.

4. Sarana Retorika

Nurgiyantoro (2007: 295) menyatakan bahwa retorika adalah suatu cara penggunaan

bahasa untuk memperoleh efek estetis. Pengungkapan bahasa dalam sastra

mencerminkan sikap dan perasaan pengarang, tetapi sekaligus dimaksudkan untuk

memengaruhi sikap dan perasaan pembaca yang tercermin dalam nada. Retorika

berkaitan dengan pendayagunaan semua unsur bahasa, baik yang menyangkut masalah

pilihan kata dan ungkapan, struktur kalimat, segmentasi, penyusunan dan penggunaan

bahasa kias, pemanfaatan berntuk citraan, dan sebagainya yang semuanya disesuaikan

dengan situasi dan tujuan penuturan.

Menurut Abrams (via Nurgiyantoro (2007: 296), unsur retorika meliputi penggunaan

bahasa figuratif (figurative language) dan wujud pencitraaan (imagery). bahasa figuratif

(figurative language) dapat dibedakan ke dalam (1) figures of thought atau tropes,

6

Page 7: Makalah Kajian Puisi

dan(2) figures of speech, rhetorical figures, atau schemes. Yang pertama menyaran pada

penggunaan unsur kebahasaan yang menyimpang dari makna yang harfiah dan lebih

menyaran pada makna literal (literal meaning), sedang yang kedua lebih menunjuk pada

masalah pengurutan kata, masalah permainan struktur. Jadi, yang pertama

mempersoalkan pengungkapan dengan cara kias (pemajasan), sedang yang kedua

mempersoalkan cara penstrukturan (penyiasatan struktur).

1) Pemajasan

Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang

maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya,

melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, ia merupakan gaya

yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias

( Nurgiyantoro, 2007: 297).

Pengungkapan gagasan dalam dunia sastra banyak mendayagunakan pemakaian bentuk-

bentuk bahasa kias itu. Pemakaiannya di samping untuk membangkitkan suasana dan

kesan tertentu, tanggapan indera tertentu, juga dimaksudkan untuk memperindah

penuturan itu sendiri. Jadi, ia menunjang tujuan-tujuan estetis penulisan karya itu

sebagai karya seni khususnya karya sastra (Nurgiyantoro, 2007: 297).

Keraf (via Nurgiyantoro, 2007: 298) membagi gaya bahasa menjadi dua bagian yaitu

gaya langsung atau gaya retoris (rhetorical figures) dan bahasa kiasan (tropes). Untuk

mendapatkan efek estetis yang diharapkan gaya retoris dan bahasa kiasan tersebut harus

tepat dalam penggunaannya, gaya bahasa tersebut harus mampu mengarahkan

interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi, di samping juga dapat

mendukung terciptanya suasana dan nada tertentu.

a) Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris merupakna gaya bahasa yang mengacu pada makna yang diartikan

menurut nilai lahirnya. Oleh karena itu, tidak akan menemui kesulitan dalam pemakaian

selama katanya tepat. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk dari bahasa retoris.

7

Page 8: Makalah Kajian Puisi

Aliterasi

Aliterasi merupakan gaya bahasa yang memakai kata-kata yang dimulai dengan

konsonan yang sama. Biasanya digunakan dalam karya sastra berbentuk puisi.

Anastrof

Anastrof merupakan inversi atau pembalikan susunan kata-kata dalam sebuah kalimat,

berbeda dari susunan biasa.

Apostrof

Apostrof merupakan gaya bahasa yang berbentuk sebuah amanat yang disampaikan

kepada sesuatu yang tidak hadir. Makna apostrof adalah berpaling atau berputar.

Sesuatu yang tidak hadir dimaksudkan kepada mereka yang sudah meninggal, atau

kepada barang atau obyek khayalan atau abstrak.

Inuendo

Inuendo merupakan sindiran dengan mengecilkan kenyatan yang sebenarnya. Inuendo

menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung dan sering tampak tidak

menyakitkan hati pada mulanya.

Perifrasis

Perifrasis merupakan gaya atau acuan untuk menyatakan maksud secara tidak langsung

atau dapat dikatakan suatu cara yang abstrak untuk mengungkapkan suatu maksud.

Pleonasme atau tautology

Pleonasme atau tautalogi merupakan acuan yang mempergunakan kata-kata lebih

banyak daripada yang diperlukan.

Prolepsis

Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan

lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang

sebelumnya terjadi.

Pertanyaan retoris

Pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pembicaraan

atau penulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang baik dan penekanan yang

wajar, dan tidak menghendaki suatu jawaban.

Silepsis dan Zeugma

Silepsis atau zeugna adalah gaya di mana orang mempergunakan sepatah kata dalam

hubungannya dengan dua kata atau lebih yang disangka sama tapi sebenarnya tidak.

8

Page 9: Makalah Kajian Puisi

Apofais

Apofais merupakan gaya bahasa di mana pengarang menegaskan sesuatu tapi tampak

menyangkalnya.

Asindeton

Asindenton merupakan gaya bahasa yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa

kata yang sederajat berurutan, atau klausa-klausa yang sederajat, tidak dihubungkan

dengan kata sambung.

Kiasmus (Chiasmus)

Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang mengandung dua bagian, baik

frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang yang dipertentangan satu sama lain, tetapi

susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa, klausa, atau

lainnya.

Elipsis

Elipsis merupakan gaya bahasa dengan menghilangkan satu kata atau lebih yang dengan

mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga

struktur gramatikalnya memenuhi pola yang berlaku.

Eufemismus

Eufemismus merupakan acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung

perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk mengantikan acuan-acuan

yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan, atau mensugestikan sesuatu

yang tidak menyenangkan.

Histeron Portenon

Histeron portenon merupakan gaya bahasa kebalikan dari sesuatu yang logis atau

kebalikan dari urutan yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terakhir pada

awal.

Ironi

Ironi atau sindiran merupakan semacam acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan

makna atau maksud yang berlainan daripada yang terkandung dalam rangkaian kata-

katanya itu.

Litotes

Litotes merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan

merendahkan diri.

9

Page 10: Makalah Kajian Puisi

b) Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang dilihat dari segi makna dan tidak dapat

ditafsirkan sesuai dengan kata-kata yang membentuknya.

Persamaan atau simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan yang

bersifat eksplisit ini dimaksudkan bahwa ia langsung menyatakan sesuatu yang sama

dengan hal yang lain dan menggunakan kata-kata seperti, sama, sebagai, bagaikan,

laksana, dsb.

Personifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda

mati atau barang-barang yang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat

kemanusiaan.

Alusi

Alusi adalah semacam acuan yang berusaha untuk mensugestikan kesamaan antara

orang, tempat, atau, peristiwa.

Metonimia

Metonimia merupakan gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk

menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat erat.

Metafora

Metafora adalah perbandingan yang tanpa menggunakan kata-kata: bagaikan, seperti,

laksana, dsb. Jadi, pokok yang pertama langsung dihubungkan dengan pokok yang

kedua.

Sinekdoke

Sinekdoke merupakan bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal

untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk

menyatakan sebagian (totum pro parte)

Eponim

Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering

dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat

itu

10

Page 11: Makalah Kajian Puisi

Epilet

Epilet adalah acuan yang berwujud sebuah frasa deskriptif yang menjelaskan atau

menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

Pun atau paronomasia

Pun atau paranomasia adalah permainan kata-kata yang didasarkan pada kemiripan

bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya

Hiperbola

Hiperbol merupakan gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan

dengan membesar-besarkan segala sesuatu.

Paradoks

Paradoks merupakan gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan

fakta-fakta yang ada.

Oksimoron

Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha menggabungkan kata-kata untuk

mencapai objek yang bertentangan.

Hipalse

Hipalse merupakan semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu digunakan

untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain.

2) Penyiasatan Struktur

Menurut Nurgiyantoro (2007: 300-303) Pencapaian efek estetis yang diharapkan

dipengaruhi oleh bangunan struktur kalimat secara keseluruhan bukan semata-mata oleh

gaya bahasa tertentu. Namun dari keseluruhan unsur tertentu ada struktur yang

menonjol yang mampu menghadirkan kesan yang berbeda. Dalam sebuah karya fiksi,

pendayagunaan struktur kalimat pun menghasilkan suatu bentuk stile yang lain. Pertama

menekankan pengungkapkan melalui penyiasatan makna dan yang kedua melalui

penyiasatan struktur.Dalam pencapaian efek retoris, peranan penyiasatan struktur

(rhetorical figures/figure of speech) lebih menonjol dari pemajasan. Namun keduanya

bisa digabungkan untuk memperoleh suatu yang lebih segar. Dengan demikian, sebuah

kalimat penuturan dapat saja mengandung gaya pemajasan dan gaya penyiasatan

struktur.

Ada banyak hal yang biasa digunakan dalam penyiasatan struktur diantaranya repetisi,

paralelisme, anafora, polisindenton, asindenton, antitesis, aliterasi, klimaks, antiklimaks,

11

Page 12: Makalah Kajian Puisi

dan pertanyaan retoris. Repetisi dan anafora adalah dua bentuk gaya pengulangan

dengan menampilkan pengulangan kata atau kelompok kata yang sama. Kata atau

kelompok kata yang diulang bisa terdapat dalam satu kalimat atau lebih dan berada pada

posisi awal, tengah, ataupun akhir.Sementara itu, anafora menampilkan pengulangan

kata pada awal beberapa kalimat yang berurutan.

Di pihak lain, paralelisme mengacu pada penggunaan bagian-bagian kalimat yang

mempunyai kesamaan struktur gramatikal (dan menduduki fungsi yang sama pula)

secara berurutan. Bentuk-bentuk gramatikal yang paralel dapat berupa struktur kata,

frasa, kalimat, ataupun alinea. Di samping paralelisme, ada gaya lain yang

menggunakan unsur paralelisme dan dimaksudkan untuk menyampaikan gagasan yang

bertentangan. Bentuk gaya bahasa tersebut disebut antitesis. Bentuk gaya pengulangan

yang lain adalah polisendenton dan asindenton.

Polisindenton berupa penggunaan kata tugas tertentu, misalnya kata “dan”, sedangkan

asidenton yaitu pengulangan yang menggunakan pungtuasi yang berupa tanda

koma.Selain itu ada penggunaan aliterasi, aliterasi adalah penggunaan kata-kata yang

sengaja dipilih karena memiliki kesamaan fonem konsonan, baik yang berada di awal

maupun di tengah kata.

3) Pencitraan

Dunia kesusastraan dikenal istilah citra (image) dan pencitraan (imagery) yang

keduanya mengacu pada reproduksi mental. Citra adalah gambaran pengalamanindra

yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang

diangkat oleh kata-kata. Sementara itu, pencitraan merupakan kumpulan citra, the

collection of image, yang dipergunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan

indra yang dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah

maupun secara kias (Abrams via Nurgiyantoro, 2007 : 304).

Pencitraan terdiri dari lima bentuk yaitu citraan penglihatan (visual), pendengaran

(auditoris), gerakan (kinestetik), rabaan (taktik termal), dan penciuman (olfaktori).Akan

tetapi, kelima pencitraan tersebut berbeda intensitas pemanfaatannya dalam karya

sastra.Bentuk pencitraan dalam karya sastra tidak mutlak secara harfiah.Akan tetapi

bentuk pencitraan yang muncul dalam karya sastra dapat juga bersifat kiasan, misalnya

yang berupa perbandingan-perbandingan. Dengan demikain, bentuk atau gaya

12

Page 13: Makalah Kajian Puisi

pencitraan dapat muncul sekaligus lewat kalimat dengan gaya pemajasan, dan keduanya

pun dapat bergabung dalam satu kalimat dengan gaya penyiasatan struktur.

BAB IIIHASIL KAJIAN STILISTIKA PUISI “BILA KUTITIPKAN”, “DI ARAFAH”,

DAN “STASIUN”KARYA A. MUSTOFA BISRI (GUS MUS)

HASIL KAJIAN

1. Unsur Fonologi

Pengkajian puisi A. Mustofa Bisri mengenai unsur fonologi

akandideskripsikan satu persatu yang pertama puisi “Bila Kutitipkan”, yang

kedua, “ Di Arafah”, dan yang ketiga, “Stasiun”.

Puisi “Bila Kutitipkan” dari unsur fonologi dilihat dari pemilihan unsur

leksikalnya dapat dikategorikan menjadi 3 jenis yakni (1) Asonansi, (2)

Aliterasi, dan (3) penggabungan antara asonansi dan aliterasi. Permainan bunyi

yang pertama adalah asonansi, dalam puisi ini terdapat 5 jenis bunyi yang

berasonansi yakni bunyi-bunyi vokal [a], [i], [u],[e],dan [o]. Frekuensi bunyi

vokal [a] sebanyak 67kali, frekuensi bunyi vokal [i] sebanyak 44kali, frekuensi

bunyi vokal [u] sebanyak 31 kali, frekuensi bunyi vokal [e] sebanyak 20 kali,

dan frekuensi bunyi vokal [o] sebanyak 2 kali. Frekuensi tertinggi pada

13

Page 14: Makalah Kajian Puisi

permainan bunyi berjenis asonansi terjadi pada bunyi vokal [a] yakni 51 kali

sedangkan frekuensi terendah terjadi pada bunyi vokal [o] yang hanya muncul

sebanyak 2 kali.

Jenis permaianan bunyi yang kedua adalah aliterasi, dalam puisi ini terdapat

12 bunyi konsonan yakni,[b], [d], [g], [h], [k], [l], [m], [n], [p], [ŋ], [t], dan [s].

Frekuensi pemunculan yang sama oleh konsonan [d] dan [k] sebanyak 25 kali,

konsonan [s] dan [ŋ] sebanyak 15, dan konsonan [l] dan [p] sebanyak 22 kali.

Konsonan [h]dan [b] adalah frekuensi pemunculan dengan tingkat rendah yakni

7 kali. Berikut asonansi dan aliterasi dalam penggalan puisi “Bila Kutitipkan”

karya A. Mustofa Bisri (Gus Mus).

Bila kutitipkan dukakupadalangit

Pastilahlangitmemanggilmendung

Bila kutitipkan resahkupadaangin

Pastilahangin menyerubadai

Pada penggalan puisi di atas dapat dilihat deretan pengulangan bunyi

vokal dan bunyi konsonan.Dari larik satu dengan larik lainnya asonansi dan

aliterasi diulang-ulang sehingga menimbulkan efek keindahan dan

keharmonisan tiap fona yang diulang-ulang.A. Mustofa Bisri sangat pandai

dalam meracik fona-fona sehingga muncul efek estetis dalam wujud asonansi

dan aliterasi.Efek estetis ini dapat memanjakan para pembaca dan tidak

membuat bosan pembaca.

Jenis permainan bunyi selanjutnya adalah penggabungan antara asonansi dan

aliterasi.Terdapat 40 penggabungan antara asonansi dan aliterasi.Frekuensi

pemunculan penggabungan antara asonansi dan aliterasi yakni [ku] sebanyak 21

kali.Berikut penggabungan antara asonansi dan aliterasi dalam penggalan puisi

“Bila Kutitipkan karya A. Mustofa Bisri (Gus Mus).

Kusimpansendiribadairesahku

Dalam angin desahku

Kusimpansendirigelombanggeramku

14

Page 15: Makalah Kajian Puisi

Dalamlautpahamku

Kusimpansendiriapidendamkudalamgunung resamku

Kusimpansendiri

Seperti halnya asonansi dan aliterasi, penggabungan kedua pun memberikan

efek estetis pada tiap larik puisi yang ditulis oleh A. Mustofa Bisri.

Puisi yang kedua yakni “Di Arafah”.Pada puisi terdapat permainan bunyi

asonansi sebanyak 5 jenis bunyi yang berasonansi yakni bunyi-bunyi vokal [a],

[i], [u],[e],dan [o].Frekuensi bunyi vokal [a] sebanyak 142kali, frekuensi bunyi

vokal [i] sebanyak 55kali, frekuensi bunyi vokal [u] sebanyak 43 kali, frekuensi

bunyi vokal [e] sebanyak 45 kali, dan frekuensi bunyi vokal [o] sebanyak 3

kali. Frekuensi tertinggi pada permainan bunyi berjenis asonansi terjadi pada

bunyi vokal [a] yakni 142kali sedangkan frekuensi terendah terjadi pada bunyi

vokal [o] yang hanya muncul sebanyak 3 kali.

Jenis permaianan bunyi yang kedua adalah aliterasi, dalam puisi ini terdapat

13 bunyi konsonan yakni,[b], [d], [ny], [r],,[h], [k], [l], [m], [n], [p], [ŋ], [t], dan

[s]. Frekuensi pemunculan paling tinggi bunyi konsonan [ny] yakni sebanyak 78

kali. Frekuensi pemunculan yang sama oleh konsonan[d], [p] dan [l] sebanyak

17 kali, Konsonan [h] adalah frekuensi pemunculan dengan tingkat rendah yakni

14 kali. Berikut adalah penggalan asonansi dan aliterasi.

ratusanribuhatiputih

menggetarkanbibir,

melepas dzikir,

menjagamu

dari jutaanmilyarmalaikat

menyiramkanberkat.

(A. Mustofa Bisri, “Di Arafah” )

Pada penggalan puisi di atas dapat dilihat deretan pengulangan bunyi vokal

dan bunyi konsonan.Dari larik satu dengan larik lainnya asonansi dan aliterasi

diulang-ulang sehingga menimbulkan efek keindahan dan keharmonisan tiap

fona yang diulang-ulang.A. Mustofa Bisri sangat pandai dalam meracik fona-

fona sehingga muncul efek estetis dalam wujud asonansi dan aliterasi.Efek

estetis ini dapat memanjakan para pembaca dan tidak membuat bosan pembaca.

15

Page 16: Makalah Kajian Puisi

Jenis permainan bunyi selanjutnya adalah penggabungan antara asonansi dan

aliterasi.Terdapat penggabungan antara asonansi dan aliterasi yakni bunyi [me],

frekuensi kemunculannya sebanyak 7 kali.

Setan mengira dapat mengendarai

matahari,

mengusik khusukku apa tak melihat

ratusan ribu hati putih

menggetarkan bibir,

melepas dzikir,

menjagamu

dari jutaan milyar malaikat

menyiramkan berkat.

Seperti halnya asonansi dan aliterasi, penggabungan kedua pun memberikan

efek estetis pada tiap larik-larik puisi yang ditulis oleh A. Mustofa Bisri.

Puisi yang ketiga yakni “Stasiun”.Pada puisi ini terdapat permainan bunyi

asonansi sebanyak 4 jenis bunyi yang berasonansi yakni bunyi-bunyi vokal [a],

[i], [u],dan [e].Frekuensi bunyi vokal [a] sebanyak 54kali, frekuensi bunyi vokal

[i] sebanyak 22kali, frekuensi bunyi vokal [u] sebanyak 31 kali,dan frekuensi

bunyi vokal [e] sebanyak 38 kali. Frekuensi tertinggi pada permainan bunyi

berjenis asonansi terjadi pada bunyi vokal [a] yakni 54kali sedangkan frekuensi

terendah terjadi pada bunyi vokal [i] yang hanya muncul sebanyak 22 kali.

Jenis permaianan bunyi yang kedua adalah aliterasi, dalam puisi ini terdapat

13 bunyi konsonan yakni,[b], [d], [g], [r],,[h], [k], [l], [m], [n], [p], [ŋ], [t], dan

[s]. Frekuensi pemunculan paling tinggi bunyi konsonan [n] yakni sebanyak 18

kali.Frekuensi pemunculan yang sama oleh konsonan [g], [p] dan [h] sebanyak 9

kali, Konsonan [ŋ] adalah frekuensi pemunculan dengan tingkat rendah yakni 5

kali. Berikut asonansi dan aliterasi dalam penggalan puisi “Stasiun” karya A.

Mustofa Bisri.

keretarindukudatangmenderu

gemuruhnyameningkahigelisahdalamkalbu

membuatkumerasaterburu-buru

taklamalagibertemu, taklamalagibertemu

16

Page 17: Makalah Kajian Puisi

Pada penggalan puisi di atas dapat dilihat deretan pengulangan bunyi vokal

dan bunyi konsonan.Dari larik satu dengan larik lainnya asonansi dan aliterasi

diulang-ulang sehingga menimbulkan efek keindahan dan keharmonisan tiap

fona yang diulang-ulang.A. Mustofa Bisri sangat pandai dalam meracik fona-

fona sehingga muncul efek estetis dalam wujud asonansi dan aliterasi.Efek

estetis ini dapat memanjakan para pembaca dan tidak membuat bosan pembaca.

Jenis permainan bunyi selanjutnya adalah penggabungan antara asonansi dan

aliterasi. Terdapat3 penggabungan antara asonansi dan aliterasi yakni bunyi [ru],

[mu], dan [ku]. Contoh penggabungan antara asonansi dan aliterasi

kereta rinduku datang menderugemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbumembuatku semakin merasa terburu-burutak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemusudah kubersih-bersihkan dirikusudah kupatut-patutkan penampilankutetap saja dada digalau rindusabarlah rindu, tak lama lagi bertemu

(A. Mustofa Bisri “Stasiun”)

Seperti halnya asonansi dan aliterasi, penggabungan kedua pun memberikan

efek estetis pada tiap larik puisi yang ditulis oleh A. Mustofa Bisri.

2. Unsur Leksikal

a. Jenis kata

Pada puisi “Bila Kutitipkan” terdapat 48 kata yang sengaja dipilih

pengarang berdasarkan tujuan estetika tertentu. Tujuan estetika tersebut

antara lain, untuk memanfaatkan kata yang maknanya dapat terkesan pada

pembaca. Jenis kata yang terdapat dalam puisi ini adalah kata benda yang

berjumlah 17 kata, kata kerja berjumlah 13 kata, kata sifat berjumlah 9 kata,

dan kata tugas berjumlah 9 kata.Pilihan kata-kata tersebut dapat

menimbulkan efek estetis dan member kesan makna yang mendalam.

17

Page 18: Makalah Kajian Puisi

Pada puisi kedua “Di Arafah” terdapat 82 kata yang sengaja dipilih

pengarang berdasarkan tujuan estetika tertentu. Tujuan estetika tersebut

antara lain, untuk memanfaatkan kata yang maknanya dapat terkesan pada

pembaca. Jenis kata yang terdapat dalam puisi ini adalah kata benda yang

berjumlah 34 kata, kata kerja berjumlah 24 kata, kata sifat berjumlah 4 kata,

kata tugas berjumlah 12 kata, kata bilangan 6 kata, kata tanya berjumlah 1

kata, dan kata tunjuk berjumlah 1 kata. Pilihan kata-kata tersebut dapat

menimbulkan efek estetis dan member kesan makna yang mendalam.

Pada puisi ketiga “Stasiun” terdapat 28 kata yang sengaja dipilih

pengarang berdasarkan tujuan estetika tertentu. Tujuan estetika tersebut

antara lain, untuk memanfaatkan kata yang maknanya dapat terkesan pada

pembaca. Jenis kata yang terdapat dalam puisi ini adalah kata benda yang

berjumlah 7 kata, kata kerja berjumlah 13 kata, kata sifat berjumlah 5 kata,

dan kata tugas berjumlah 3 kata.. Pilihan kata-kata tersebut dapat

menimbulkan efek estetis dan member kesan makna yang mendalam.

b. Penggunaan kata berdasarkan tujuan

Berikut pemaparan kata dalam puisi “Bila Kutitipkan” yang

digunakan oleh pengarang berdasarkan tujuan estetis.

No. Kata Makna/maksud dalam

puisi

Tujuan Hubungan Paradigmatik

Penggalan dalam puisi

1. duka sedih dan lara Penulis menggunkan kata tersebut untuk mempertegas makna sedih atau lara sehingga memberikan makna yang mendalam.

Sedih dan lara /Bila kutitipkan dukaku pada langit/

2. Mendung

awan Penulis menggunkan kata tersebut untuk mempertegas makna sehingga menimbulkan makna yang mendalam.

Awan /Pastilah langit memanggil mendung/

3. Resah Perasaan yang tidak tentu

Penulis menggunakan kata tersebut untuk

gelisah, gundah, galau,

/Bila kutitipkan resahku pada angin/

18

Page 19: Makalah Kajian Puisi

mempertegas makna sehingga menimbulkan makna yang mendalam.

bimbang

4. Menyeru

menarik perhatian dengan suara nyaring

Penulis ingin menunjukkan adanya ironi, maksudnya kata “menyeru” yang bermakna menarik perhatian dengan suara nyaring disandingkan dengan badai yang bermakna bencana.

memanggil /Pastilahangin menyeru badai/

5. Geram marah sekali, kemarahan

Penulis ingin menunjukkan kemarahan dengan menggunkan kata “geram”. “geram” lebih bermakna mendalam dibanding “marah”.

Marah sekali, kemarahan

/Bila kutitipkan geramku pada laut/

6. Menggiring

menghalau, menghantarkan

Kata “menggiring” dipilih penulis untuk mempertegas makna.

menghalau, menghantarkan

/Pastilah laut menggiring gelombang/

7. Dendam

Keinginan keras untuk membalas

Penulis ingin menunjukan perasaan “dendam”nya

mendendam /Bila kutitipkan dendamku pada gunung/

8. Meluap

Menjadi banyak Kata “meluap” dipilih penulis untuk mempertegas makna.

Meluap /Pastilah gunung meluapkan api. Tapi/

9. Desah membuang napas kuat-kuat untuk menghilangkan kesal hati

Tujuan kata “desah” menunjukkan makna membuang napas kuat-kuat untuk menghilangkan kesal hati.

Mendesah, berdesah

/Dalam angin desahku/

10. Paham Mengerti benar Pemakaian kata tersebut bertujuan untuk menjelaskan pemahaman penulis.

Pengertian, pengetahuan, landasan

/Dalam laut pahamku/

Berikut pemaparan kata dalam puisi “Di Arafah” yang digunakan

oleh pengarang berdasarkan tujuan estetis.

19

Page 20: Makalah Kajian Puisi

No. Diksi Makna/maksud dalam puisi

Tujuan Hubungan Paradigmatik

Penggalan dalam puisi

1. Seenaknya Sesuka hati Penggunaan diksi “seenaknya” menunjukkan kebebasan si aku.

Sesuka hati / seenaknya dalam pelukan bukit-bukit /

2. Isyarat Segala sesuatu yang dipakai untuk tanda

Penggunaan diksi “isyarat” digunakan untuk menunjukkan suatu tanda-tanda

Tanda-tanda /isyarat bertanya-tanya/

3. Setan Yang selalu menggoda manusia untuk berlaku jahat

Penggunaan diksi “setan” tepat untuk membungkus makna yang selalu menggoda manusia untuk berlaku jahat.

Roh jahat / Setan mengira dapat mengendarai/

4. Mengendarai Mengemudikan kendaraan

Penggunaan diksi “mengendarai” lebih apik untuk melengkapi larik puisi daripada mengemudi atau pun menunggang.

Mengemudi, menunggang

/ Setan mengira dapat mengendarai//matahari/

5. Mengusik Mengganggu Penggunaan diksi “mengusik” lebih puitis sehingga timbul efek estetis.

Mengangggu, menggodai

/ mengusik khusukku apa tak melihat/

6. melihat Menggunakan mata untuk memandang

Penggunaan diksi “melihat” lebih umum dan tepat untuk larik puisi tersebut.

Memandang, menonton

/ seperti melihat arak-arakan/

7. arak-arakan iring-iringan orang dsb yang berarak

Penggunaan diksi “arak-arakkan” lebih terkesan dalam larik puisi tersebut.

Pawai /seperti melihat arak-arakan/

8. Riang Suka hati Penggunaan diksi “riang” lebih simpel untuk menggambarkan suasana yang bersuka hati.

Suka hati, girang sekali

/ karnaval menari-naridengan riangnya/

9. tumpukan barang yang ditumpuk

Penggunaan diksi “tumpukan” untuk stu diantara jutaan tumpukan, sesuatu yang bertumpuk-tumpuk.

Timbunan, onggokan

/satu diantara jutaan tumpukan/

10. Menindih menaruh sesuatu yg berat di atas

Penggunaan diksi “menindih” menunjukkan pekerjaan

Tekan, himpit /dosa yang mencoba menindih/

20

Page 21: Makalah Kajian Puisi

yang berat.11. Pulas Tertidur

nyenyakPenggunaan diksi “pulas” menunjukkan keadaan si anak yng tertidur nyenyak dalam pangkuan si aku.

Nyeyak / tertidur dipangkuankupulas sekali/

Berikut pemaparan kata dalam puisi “Stasiun” yang digunakan

oleh pengarang berdasarkan tujuan estetis.

No. Diksi Makna/maksud

dalam puisi

Tujuan Hubungan Paradigmatik

Penggalan dalam puisi

1. rindu sangat ingin dan

berharap benar

terhadap sesuatu

Penulis ingin

mengungkapkan

kerinduannya

rindu, kangen /kereta rinduku datang menderu/

2. datang tiba di tempat

yangg dituju

Tempat tujuan si penulis datang, hadir /kereta rinduku datang menderu/

3. menderu berbunyi keras

gemuruh

Penulis ingin

mengabarkan bahwa

kereta rindunya sudah

datang dengan adanya

suara yang menderu

gemuruh /kereta rinduku datang menderu/

4. meningkahi meningkah Penggunaan diksi

“meningkahi” lebih

puitis disbanding

“memukul’’

memukul / gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu/

5. gelisah tidak tenteram Penulis ingin

memberitahukan bahwa

ia sedang gelisah

was-was, resah, gundah

/ gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu/

6. kalbu pangkal

perasaan batin

Penggunaan diksi

“kalbu” dipilih penulis

untuk memberitahukan

bahwa rasa yang ia miliki

hati yang suci /gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu/

21

Page 22: Makalah Kajian Puisi

suci.

7. terburu-buru

simpulan

mutlak yg

ditarik

terlalu

tergesa-

gesa;

Menunjukkan bahwa ia

sedang terburu-buru.

tergesa-gesa / membuatku semakin merasa terburu-buru/

3. Unsur Gramatikal

Deviasi struktur gramatikal terjadi dalam bentuk pelesapan fonem dan

enjabemen. Pelesapan fonem berjumlah 3 dalam penggalan puisi “Bila

Kutitipkan” berikut ini.

Ku simpan sendiri badai resahku

Dalam angin desahku

Ku simpan sendiri gelombang geramku

Dalam laut pahamku

Ku simpan sendiriapi dendamku dalam gunung resamku

Ku simpan sendiri

Kata “Ku simpan” “ku” di sini seharusnya “(a)ku”. Pengarang sengaja

melesapkan fonem (a) untuk menciptakan efek estetis.Begitu juga dengan

penyimpangan dalam bentuk enjabemen.

Bila kutitipkan dendamku pada gunung

Pastilah gunung meluapkan api. Tapi

Akan kusimpan sendiri mendung dukaku

Dalam langit dadaku

Deviasi struktur gramatikal pada puisi “Di Arafah” terjadi dalam bentuk

enjabemen. Perhatikan penggalan puisi berikut!

“mengikuti anak matakudan dalam

22

Page 23: Makalah Kajian Puisi

isyarat bertanya-tanyakapan Tuhan turun?”

Kata “dan” “isyarat”, “kapan” sengaja di larik berikutnya adalah untuk

tujuan estetis.Hampir seluruh larik dalam puisi ini bentuk penyimpangannya

adalah enjabemen.

Deviasi struktur gramatikal pada puisi “Stasiun” terjadi dalam bentuk

pemendekan dan enjabemen. Perhatikan penggalan puisi berikut!

/tak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemu/

Kata “tak” yang seharusnya “tidak” merupakan pemendekan dengan

tujuan estetis.Begitu pula dengan enjabemen. Perhatikan penggalan puisi

berikut!

“meninggalkanku sendiri lagiTermangu”

No. Bentuk Majas Jenis Majas Keterangan1. /kereta rinduku datang menderu/ Hiperbola “kereta rinduku”

sesuatu yang berlebihan.

2. /gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu/

Personifikasi Menyematkan perilaku/kegiatan yang biasa dilakukan

23

Page 24: Makalah Kajian Puisi

oleh manusia

3. / sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu/

Personifikasi Menyematkan sifat yang biasa dilakukan oleh manusia

4. Sarana Retorika

a. Pemajasan

Puisi “Stasiun”

Puisi “Di Arafah”

No. Penggalan puisi Jenis majas Keterangan

1. /seenaknya dalam pelukan bukit-bukit/

Personifikasi Menyematkan

kegiatan yang biasa

dilakukan oleh

manusia.

2. /batu bertenda langit biru/ Hiperbola Hal ini berlebihan

karena batu tidak

mungkin

bertenda/mendirikan

tenda/

3. /ratusan ribu hati putih/ Hiperbola “ratusan ribu”

menunjukkan sesuatu

yang berlebihan.

4. /dari jutaan milyar malaikat/ Hiperbola “jutaan milyar”

menunjukkan sesuatu

yang berlebihan.

5. /entah berkebangsaan apaseperti melihat arak-arakankarnaval menari-naridengan riangnya/

Simile

Personifikasi

“seperti” merupakan

kata pembanding

yang menunjukkan

kiasan satu hal

24

Page 25: Makalah Kajian Puisi

dengan hal lain.

“menari-nari”

merupakan kegiatan

yang biasa dilakukan

oleh manusia.

6. / satu diantara jutaan tumpukan/ Hiperbola “jutaan tumpukan”

merupakan sesuatu

hal yang berlebihan.

7. /kiranya bertahan dari banjir//air mata penyesalan/

Hiperbola “banjir air mata”

merupakan sesuatu

yang berlebihan.

8. /Gunung-gunung batumenirukan tasbih kami/

Personifikasi Menyematkan

kegiatan yang biasa

dilakukan oleh

manusia.

9. /pasir menghitung wirid kami/ Personifikasi Menyematkan

kegiatan yang biasa

dilakukan oleh

manusia.

Pemajasan dalam Puisi “Bila Kutitipkan”

No. Bentuk Majas Jenis Majas Keterangan1. Bila kutitipkan dukaku pada langit Hiperbola Hal ini berlebihan

25

Page 26: Makalah Kajian Puisi

karena langit tidak mungkin dapat dititipi duka manusia.

2. Pastilah langit memanggil mendung Personifikasi Menyematkan kegiatan yang biasa dilakukan oleh manusia.

3. Bila kutitipkan resahku pada angin Hiperbola Hal ini berlebihan karena angin tidak mungkin dapat dititipi resah manusia.

4. Pastilah angin menyeru badai Personifikasi Menyematkan kegiatan yang biasa dilakukan oleh manusia.

5. Bila kutitipkan geramku pada laut Hiperbola Hal ini berlebihan karena laut tidak mungkin dapat dititipi geram manusia.

6. Pastilah laut menggiring gelombang Personifikasi Menyematkan kegiatan yang biasa dilakukan oleh manusia.

7. Bila kutitipkan dendamku pada gunung

Hiperbola Hal ini berlebihan karena gunung tidak mungkin dapat dititipi dendam manusia.

8. Pastilah gunung meluapkan api Hiperbola Diksi “meluap” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

9. Akan kusimpan sendiri mendung dukaku

Hiperbola Diksi “mendung dukaku” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

10. Dalam langit dadaku Hiperbola Diksi “langit dadaku”

26

Page 27: Makalah Kajian Puisi

menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

11. Kusimpan sendiri badai resahku Hiperbola Diksi “badai resahku” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

12. Dalam angin desahku Hiperbola Diksi “angin desahku” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

13. Kusimpan sendiri gelombang geramku

Hiperbola Diksi “gelombang” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

14. Dalam laut pahamku Hiperbola Diksi “laut pahamku” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

15. Kusimpan sendiri api dendamku dalam gunung resamku

Hiperbola Diksi “api dendamku, dan gunung resamku” menunjukkan sesuatu yang berlebihan.

b. Penyiasatan Struktur

Puisi “Bila Kutitipkan”

Repetisi

Bila kutitipkan dukaku pada langit

Pastilah langit memanggil mendung

27

Page 28: Makalah Kajian Puisi

Bila kutitipkan resahku pada angin

Pastilah angin menyeru badai

Bila kutitipkan geramku pada laut

Pastilah laut menggiring gelombang

Bila kutitipkan dendamku pada gunung

Pastilah gunung meluapkan api. Tapi

Aliterasi dan asonansi

Hampir seluruh baris dalam bait puisi mengunakan pengulangan

bunyi vokal dan konsonan. Bunyi vocal tersebut yaitu,bunyi vokal

[a] sebanyak 67 kali, bunyi vokal [i] sebanyak 44 kali, bunyi vokal

[u] sebanyak 31 kali, bunyi vokal [e] sebanyak 20 kali, bunyi vokal

[o] sebanyak 2 kali. Sedangkan pengulangan bunyi konsonan [b]

sebanyak 7 kali, bunyi konsonan [d] sebanyak 25 kali, bunyi

konsonan [g] sebanyak 8 kali, bunyi konsonan [h] sebanyak 7 kali,

bunyi konsonan [k] sebanyak 25 kali, bunyi konsonan [l] sebanyak

22 kali, bunyi konsonan [m] sebanyak 21 kali, bunyi konsonan [n]

sebanyak 24 kali, bunyi konsonan [p] sebanyak 22 kali, bunyi

konsonan [r] sebanyak 12 kali, bunyi konsonan [s] sebanyak 15 kali,

bunyi konsonan [t] sebanyak 19 kali, bunyi konsonan [ng] sebanyak

15 kali. Aliterasi dan asonansi yang digunakan dalam puisi tersebut

dapat menimbulkan efek estetis.

c. Citraan

#Pusi “Bila Kutitipkan”

Citraan kinestetik

Terdapat 10 citraan kinestetik dalam puisi “Bila

Kutitipkan”.Kesepuluh citraan tersebut seperti berikut.

28

Page 29: Makalah Kajian Puisi

1. /Bila kutitipkan dukaku pada langit/

2. /Bila kutitipkan resahku pada angin/

3. /Bila kutitipkan geramku pada laut/

4. /Pastilah laut menggiring gelombang/

5. /Bila kutitipkan dendamku pada gunung/

6. /Akan kusimpan sendiri mendung dukaku/

7. /Ku simpan sendiri badai resahku/

8. /Ku simpan sendiri gelombang geramku/

9. /Ku simpan sendiri api dendamku dalam gunung resamku/

10. /Ku simpan sendiri /

Citraan visual

Citraan visual seperti pada penggalan puisi berikut ini.

/Pastilah gunung meluapkan api. Tapi/

#Puisi “Di Arafah”

Citraan kinestetik

Terdapat 14 citraan kinestetik dalam puisi “Di

Arafah”.Keempatbelas citraan tersebut adalah seperti berikut.

1. /Terlentang aku/

2. /seenaknya dalam pelukan bukit-bukit/

3. /mengikuti anak mataku/

4. /Aku tersenyum/

5. / Setan mengira dapat mengendarai

matahari/

6. / mengusik khusukku/

7. / menggetarkan bibir/

8. /melepas dzikir/

9. /menyiramkan berkat/

10. /karnaval menari-nari

dengan riangnya/

11. /dosa yang mencoba menindih/

29

Page 30: Makalah Kajian Puisi

12. /Gunung-gunung batu

menirukan tasbih kami/

13. /pasir menghitung wirid kami/

14. /tertidur dipangkuanku/

Citraan visual

Terdapat 4 citraan visual dalam puisi “Di Arafah”.Citraan-citraan

tersebut seperti berikut.

1. /batu bertenda langit biru/

2. /ratusan ribu hati putih/

3. / Kulihat diriku/

/terapung-apung/

4. /seperti melihat arak-arakan/

#Puisi “Stasiun”

Citraan kinestetik

Terdapat 6 citraan kinestetik dalam puisi “Stasiun”.Citraan tersebut

adalah sebagai berikut.

1. /kereta rinduku datang menderu/

2. / membuatku semakin merasa terburu-buru/

3. / sudah kubersih-bersihkan diriku/

4. / sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu/

5. / stasiun persinggahan pun berlalu/

6. /meninggalkanku sendiri lagi/

Citraan visual

Terdapat 2 citraan visual dalam puisi “Stasiun”.Citraan tersebut

adalah sebagai berikut.

1. / sudah kupatut-patutkan penampilanku/

2. / tapi sekejap terlena/

Citraan auditoris

30

Page 31: Makalah Kajian Puisi

Terdapat 2 citraan visual dalam puisi “Stasiun”.Citraan tersebut

adalah sebagai berikut.

1. kereta rinduku datang menderu/

2. /gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu/

BAB IV

KESIMPULAN

Setiap kehidupan manusia tak lepas dari perjalanan yang indah, bahagia, cobaan,

dan masalah. Puisi merupakan karya sastra yang bisa menggambarkan perasaan,

masalah dimasyarakat bahkan masalah pada diri sendiri, mengungkapkan perasaan

dalam hati dengan sebuah sajak yang dipilih dengan diksi-diksi yang baik sehingga

dapat terbuat karya yang baik, mempunyai nilai seni yang tinggi merupakan sebuah

karya yang baik dapat menyentuh perasaan penulis dan pembaca.

Pembacapun dapat memahami karya puisi dengan  mudah dan tersentuh hatinya.

Maka dari itu penulis membuat karyanya dengan pemilihan kata (diksi) yang dapat

mewakili perasaan sang penulis dan diungkapkan dengan tulisan atau karya satra

puisi.Dapat diambil kesimpulan bahwa penulis A. Mustofa Bisri (Gus Mus) membuat

puisi sangat memperhitungkan arti, makna, dan diksi dalam pembentukan sajaknya.

Puisi “Bila Kutitipkan”, “Di Arafah”, dan “Stasiun” memiliki banyak diksi yang

digunakan berdasarkan tujuan tertentu untuk menciptakan permainan bunyi dan

memakai leksikon yang paling tepat dengan gagasan penulis. Puisi-puisi tersebut pun

penuh dengan permainan bunyi.

Selain itu, pencitraan yang paling dominan muncul adalah citra kinesik. Hal

tersebut karena stile penulis yang cenderung menciptakan Sementara, majas yang paling

dominan muncul adalah hiperbola, walaupun muncul majas lain seperti personifikasi,

aliterasi, dan lain-lain.

31

Page 32: Makalah Kajian Puisi

DAFTAR PUSTAKA

Budianta, Melani. 2002. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera Anggota IKAPI.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Nurgiyantoro,Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

KBBI offline

32