makalah analisis struktur fisik puisi ”penyapu”
DESCRIPTION
penyapuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap penelitian terhadap karya sastra selalu dilatarbelakangi oleh hal-
hal yang menarik pada karya sastra itu. Begitu pula dengan penelitian
terhadap puisi yang berjudul “Penyapu” karya Dian Sastro. Karya sastra
lahir sebagai hasil inspirasi atau imajinasi penulis ketika menyikapi gejala-
gejala sosial yang terjadi di masyarakat.
Menurut Horatius dalam sudjiman (1991:12) karya sastra bersifat
“Dulce et utilite “ yaitu menyenangkan dan bermanfaat. Karya sastra
memang harus dapat menyiratkan hal-hal yang baik dan indah aspek
kebaikan dan keindahan dalam satra belumlah lengkap kalau tidak dikaitkan
dengan kebenaran. Kebenaran dan keindahan dalam sastra hendaknya
dikaitkan dengan nilai-nilai yang benar dan indah. Sebaliknya bila yang
dikemukakan itu pengalaman yang sesuai dengan kebenaran tetapi
diungkapkan dengan cara yang buruk, maka tidak akan menarik hati. Oleh
sebab itu orang kurang yakin dan kurang dapat merasakan kegunaanya.
Menurut Dr.Herman J.Waluyo (1987:1) puisi adalah bentuk
kesusastraan yang paling tua. Karya - karya besar dunia yang bersifat
monumental ditulis dalam bentuk puisi, karya-karya pujangga besar seperti
: Oedipus, Antigone, Hamlet, Macbeth, Mahabarata, Ramayana, Bharata
yudha, dan sebagainya ditulis dalam bentuk puisi. Bentuk puisi yang paling
1
2
tua adalah mantra. Di dalam mantra tercermin hakikat sesungguhnya dari
puisi, yakni bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan
oleh penciptanya untuk menimbulkan daya magis atau kekuatan gaib. Dalam
perkembangannya di Indonesia, kita kenal berbagai jenis tipografi dan
model puisi yang menunjukkan perkembangan struktur puisi tersebut. Ciri-
ciri struktur puisi dari jaman ke jaman dan dari periode ke periode tidak
hanya ditandai oleh perbedaan struktur fisik, tetapi juga oleh struktur makna
atau tematiknya. Sehingga timbul juga puisi kontemporer yang mana puisi
ini sangat memperhatikan bentuk dari tipografi, diksi, rima, ritmenya. Sastra
kontemporer adalah sastra inkonvensional yaitu menyimpang dari pola
karya sastra pada umumnya oleh karena menyimpang dari pola karya sastra
pada umumnya cara memahami maknanya juga berbeda.
Nyanyian-nyanyian yang kita dengarkan tidaklah semata-mata hanya
lagunya yang indah, tetapi terlebih lagi isi puisinya mampu menghibur
manusia. Puisi-puisi cinta didendangkan oleh para penyanyi dari berbagai
kurun waktu dan anehnya tidak pernah membosankan karena selalu
diperbaharui oleh penyairnya (dalam hal ini penulis lirik lagu itu). Setiap
puisi pasti berhubungan dengan penyairnya karena puisi diciptakan dengan
mengungkapkan diri penyair sendiri. Di dalam puisi Penyapu lirik
memberikan tema, nada, perasaan dan amanat. Rahasia di balik majas, diksi,
imaji, kata konkret, dan vertifikasi akan dapat ditafsirkan dengan tepat jika
kita berusaha memahami rahasia penyairnya.
2
Puisi yang berjudul “Penyapu” Karya : DIAN SASTRO ini
mengisahkan cinta seorang ibu terhadap anaknya, meski sang anak tersebut
banyak sekali melakukan kesalahan dan dosa dengan kata lain durhaka
terhadap ibunya selama hidupnya namun hati seorang ibu sangatlah mulia
cintanya yang tulus terhadap anaknya mengalahkan kemarahannya sehingga
seorang ibu tersebut dengan ikhlas hati memaafkan segala kesalahan
anaknya.
Sejauh pengetahuan penulis, puisi “Penyapu” merupakan puisi pilihan
dari puisi-puisi karya Gus Mus yang lain seperti : Bila Senja, Tantangan,
dan lain sebagainya yang ditulis oleh Gus Mus karena kata-kata yang
ditulisnya terapat rima dan ritma yang sangat bagus sehingga menghasilkan
suatu makna. Dan bagi Gus Mus sendiri menulis seenaknya seperti tidak
memperhatikan bentuk dan tidak lagi berupaya untuk memperindah kata-
kata akan tetapi ingin menyatakan cinta dan kebenaran.
Dalam sajak-sajaknya Gus Mus menyarankan manusia untuk
memandang segalanya dengan kacamata ‘cinta’. Puisi yang berjudul
“Penyapu” karya : Dian Sastro yang penulis analisis ini sangatlah menarik
karena puisi tersebut merupakan puisi kontemporer. Kenapa kontemporer
karena dari tipografi tidak menunjukkan uraian yang berkesinambungan
seperti dalam prosa, terdapat pemilihan kata yang maknanya tepat dan
selaras, serta pengulangan kata yang menghasilkan rima, ritma, ekspresi
bahasa yang penuh dengan daya pikat, menggunakan bahasa pilihan yakni
bahasa yang benar-benar diseleksi penentuanya secara ketat oleh penyair,
3
bentuk pengucapanya bahasa yang ritmis yang mengungkapkan pengalaman
intelektual yang bersifat imajinatif yang menimbulkan efek keindahan yang
diungkapkan kebenaranya.
1.2. Masalah
1.2.1. Ruang Lingkup Masalah
Objek penelitian ini adalah karya sastra. Adapun karya sastra yang
dijadikan objek penelitian ini adalah puisi yang berjudul “Penyapu”
Karya : Dian Sastro. jika kita menghadapi sebuah puisi, kita tidak hanya
berhadapan dengan unsur kebahasaan yang meliputi serangkaian kata-kata
indah, namun juga merupakan kesatuan bentuk pemikiran atau struktur
makna yang hendak diucapkan oleh penyair. Pada pokoknya puisi dibangun
oleh dua unsur pokok, yakni struktur fisik yang berupa bahasa yang
digunakan dan struktur batin/makna, yakni pikiran dan perasaan yang
diungkapkan oleh penyair.
L.A.Richards menyebutkan adanya hakekat puisi untuk mengganti
bentuk batin atau isi puisi dan metode puisi untuk mengganti bentuk fisik
puisi. Bentuk batin yang meliputi perasaan (feeling), tema (sense), nada
(tone), dan amanat (intension). Sedangkan bentuk fisik atau metode puisi
terdiri atas diksi (diction), berkata konkret (the concreta word), majas atau
bahasa figumtif (figurative language). Dan bunyi yang menghasilkan rima
dan ritma (rhime and rhitm). (1976:129-225)
Selanjutnya penelitian ini mengambil struktur fisik dan bentuk fisik
atau metode puisi yang dijadikan obyek penelitian dalam puisi “Penyapu”
4
Karya : DIAN SASTRO meliputi : Tipografi, Ritme, Diksi, Asonansi, Majas,
Aliterasi, Rima, dan Makna
1.2.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian dalam puisi kontemporer yang berjudul
“Penyapu” Karya DIAN SASTRO, dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Menganalisis bentuk fisik/metode puisi dalam puisi “Penyapu”
karya : DIAN SASTRO.
2. Apakah makna puisi yang terkandung dalam puisi “Penyapu”
karya : DIAN SASTRO.
3. Bagaimanakah hubungan kontemporer dalam puisi “Penyapu” Karya :
DIAN SASTRO.
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian bertujuan untuk menemukan atau mengganti
(ekplore), mengembangkan (develop) dan menguji teori (Extention). Setiap
penelitian tentunya tidak lepas dari tujuan. Dengan adanya tujuan yang telah
ditetapkan, makna suatu penelitian akan lebih terarah sehingga dapat
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan apa yang diinginkan.
Berkaitan dengan tujuan tersebut, maka dalam penelitian ini ada dua tujuan
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang kontemporer dalam puisi “Penyapu” kiarya : DIAN SASTRO.
5
1.3.2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai :
1. Mendiskripsikan bentuk fisik atau metode puisi dalam puisi “Penyapu”
Karya : DIAN SASTRO.
2. Mendeskripsikan makna dalam puisi “Penyapu” Karya : DIAN
SASTRO.
3. Mendeskripsikan Biografi pengarang dalam puisi “Cinta Ibu “ Karya :
DIAN SASTRO.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan teori yang akan digunakan dalam penelitian
teori adalah seperangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi
sebagai wacana untuk meramalkan atau menjelaskan sesuatu fenomena, teori juga
tidak dapat dilepaskan dari fakta atau data penelitian.
2.1. Pengertian Puisi dan Sastra Kontemporer
Puisi adalah karya sastra semua karya sastra bersifat imajinatif. Bahasa
sastra bersifat konotatif karena banyak digunakan makna kias dan makna
lambang (majas), dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi
lebih bersifat konotatif, bahasanya melebihi banyak kemungkinan makna.
Hal ini disebabkan terjadinya pengkosentrasian atau pemadatan segenap
kekuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi juga
padat, keduanya bersenyawa secara padu bagaikan telur dalam adonan roti. (
Reeves, 1978 : 26 )
Menurut J. Prapta Diharja, SJ Sastra kontemporer adalah karya sastra
yang muncul sekitar tahun 70-an, bersifat eksperimental, memiliki sifat-sifat
yang “menyimpang” dari konvensi-konvensi sastra yang berlaku biasa atau
umum. Sastra kontemporer muncul sebagai reaksi terhadap sastra
konvensional yang sudah beku dan tidak kreatif lagi.
Sastra kontemporer merambah pada seluruh jenis karya sastra, seperti
novel, puisi, dan drama. Tokoh-tokoh sastra ini pada zamanya termasuk
7
sastrawan mudah pada tahun 70-an. Munculnya sastra kontemporer
merupakan reaksi terhadap sastra konvensional yang dianggap telah
mondominasi eksistensi karya sastra. bahkan sastrawan mudah merasa
“sumpeg” dengan karya sastra yang telah ada karena merasa terbelenggu
daya kreasinya.
Karya sastra kontemporer adalah sastra inkonvesional yaitu
menyimpang dari pola karya sastra pada umumnya oleh karena
menyimpang dari pola karya sastra pada umumnya cara memahami
maknanya pun berbeda. (Nur Faizah, 2001:80)
Adapun ciri-ciri puisi kontemporer adalah sebagai berikut :
a.Penulisan kata – baris dan bait menyimpang dari penulisan puisi pada
umumnya
b. Terjadi kemacetan bunyi, bahkan hampir tidak dapat dibaca, karena
kadang-kadang hanya berupa tanda baca yang disejajarkan
c.Banyak pengulangan kata, frasa atau yang kelompok kata
d. Menggunakan idiom-idiom yang inkonvesional
e.Memperhatikan kemerdekaan bunyi
f. Kadang-kadang mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing atau
daerah
8
2.2. Konvensional Puisi
2.2.1. Tipografi
Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan
bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual. (Aminuddin, 1984 :
60)
Peranan tipografi dalam puisi selain untuk menampilkan aspek
artistik visual, juga berperanan dalam rangka menciptakan nuansa makna
dan suasana tertetentu, selain itu, tipografi juga berperan dalam
menunjukkan adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan
penyairnya.
Menurut Dr. Herman J. Waluyo (1987:97). Tipografi merupakan
pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama, larik-larik puisi
tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk
bait, baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ketepi kanan baris.
Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu
terpenuhi tulisan, hal mana tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa.
Ciri yang demikian eksistensi sebuah puisi.
Dalam puisi – puisi kontemporer karya DIAN SASTRO yang salah
satunya berjudul “Penyapu”, tipografinya dipandang begitu penting,
sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.
Sebagai contoh penggalan puisi DIAN SASTRO menulis
tipografinya sebagai berikut:
9
PENYAPUPenyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
Dari tipografinya nampak jelas bahwa bentuk karangan diatas adalah
puisi. Tema yang diungkapkan juga menunjukkan struktur tematik puisi,
karena tulisan diatas tidak menunjukkan uraian yang berkesinambungan
seperti didalam prosa. Baris-baris yang diciptakan bukan kesatuan sintaktik,
namun baris-baris yang intens (terkonsentrasikan). Sehingga ketika
membaca puisi tersebut akan timbul pertanyaan dalam hati kita
Contoh pusi A.Mustofa Bisri tersebut menunjukkan bahwa semua
unsur puisi dikosentrasikan untuk menyatakan maksud penyair yakni
kebesaran cinta seorang ibu kepada anaknya, pemilihan kata, bunyi, kiasan,
dan sebagainya diabdikan untuk kepentingan perwujudan makna tersebut.
2.2.2. Diksi
Menurut kamus istilah sastra kata diksi berarti pemilihan kata untuk
mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan
kata yang maknanya tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan
10
pokok pembenaan, peristiwa, dan khalayak pembaca atau pendengar.
(Suroto, 1993 : 112)
Menurut Dr. J.Waluyo (1987 : 72). Diksi merupakan pemilihan kata
yangmana penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata yang ditulis harus
dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama,
kedudukan kata itu ditengah konteks kata lainya, dan kedudukan kata dalam
keseluruhan puisi itu. Disamping memilih kata yang tepat, penyair juga
mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-
kata tersebut, kata-kata diberi makna baru dan yang tidak bermakna diberi
makna menurut kehendak penyair
Ketepatan pemilihan dan penggunaan kata tersebut meliputi
ketepatan makna, ketepatan bentuk, ketepatan bunyi, dan ketepatan
penempatan dalam urutan. Kesemuanya itu harus merupakan suatu paduan
yang pas dan harmonis.
Berikut ini contoh salah satu baris puisi DIAN SASTRO yang
berjudul “Sajak Cinta untuk Kentut Sutami ”
Penyapu yang ku kenali dulu
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
Penggantian urutan kata dan penggantian kata-kata akan merusak
konstruksi puisi itu sehingga kehilangan daya ghaib yang ada dalam puisi,
dan kata-kata dalam puisi itu bersifat konotatif artinya memiliki
kemungkinan makna yang lebih dari satu, kata – katanya juga dipilih yang
11
puitis artinya mempunyai efek keindahan dan berbeda dari kata-kata yang
kita pakai dalam kehidupan sehari-hari, dengan pemilian kata yang cermat
ini, orang akan langsung tahu bahwa yang dihadapi itu puisi setelah
membaca kata-kata yang dibacanya itu kata-kata yang tepat untuk puisi.
Selanjutnya akan dibahas perbendaharaan kata, ungkapan, urutan kata-kata,
dan daya sugesti dari kata-kata.
2.2.3. Majas
Bahasa Figuratif (Majas) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak
langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau
makna lambang. (Dr.Herman J.Waluyo, 1987 : 83)
Diatas telah dinyatakan bahwa bahasa figuratif terdiri atas
pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang
menimbulkan makna lambang. Pengiasan disebut juga simile atau
persamaan, karena membandingkan/menyamakan sesuatu hal dengan hal
lain. Dalam pelambangan sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal
lain. Untuk memahami bahasa figuratif ini. Pembaca harus menafsiran
kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik lambang yang konvensional
maupun yang nonkonvensional.
Gaya Bahasa yang dikemukakan oleh Prof. Dr. H.G. Tarigan bahwa
gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
12
Kiasan (Gaya Bahasa) kiasan yang dimaksud di sini mempunyai
makna lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang
secara tradisional disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Dalam gaya
bahasa, suatu hal dibandingkan dengan hal lainya. Seperti telah dijelaskan
tujuan penggunaan kiasan ialah untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih
efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi. (Dr.Herman J.Waluyo, 1987 :
83)
Banyak kita jumpai kiasan tradisional yang kita sebut gaya bahasa.
Penyair modern membuat kiasan yang baru dan tidak menggunakan kiasan-
kiasan lama yang sudah ada. Dalam bagian ini akan dibicarakan metafora
(kiasan langsung), persamaan (kiasan tidak langsung), personifikasi,
hiperbola (Overstatement), suphemisme (understatement), sinekdoce, dan
ironi.
Pada puisi “Penyapu” DIAN SASTRO telah mengkiaskannya dalam
majas depersonifikasi.
Depersonifikasi adalah jenis gaya bahasa perbandingan yang
melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan.
Jadi di sini perbandingan dibalikkan, tidak seperti personifikasi. Biasanya
gaya bahasa ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang memanfaatkan
kata-kata.
Contoh :
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
13
Hal ini digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa dan
keadaan itu, yangmana seorang anak disini didepersonifikasikan sebagai
cahaya.
2.2.4. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi
merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga
mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi
mendukung perasaan dan suasana puisi. (Dr. Herman J.Waluyo, 1987 : 91)
Marjorie boulton menyebut rima sebagai phonetic form. Jika bentuk
fonetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna
puisi (1979:42). Dalam rima terdapat onomatope, bentuk intern pola bunyi,
intonasi, repetisi bunyi, dan persamaan bunyi. Jadi rima tidak khusus berarti
persamaan bunyi atau dalam istilah tradisional disebut sajak. Rima lebih luas
lagi karena menyangkut perpaduan bunyi konsonan dan vokal untuk
membangun orkestrasi atau musikalitas. Marjorie Boulton menyatakan
bahwa dengan repetisi bunyi akan diperoleh efek intelektual dan efek magis.
N.J. Kennedy menyebutkan adanya aliterasi dan asonansi (1971:42). Brooks
menyatakan bahwa musikalitas dapat dimasukkan sebagai salah satu jenis
rima (1975:524).
Berdasarkan letak kata dalam baris puisi “Penyapu” karya : DIAN
SASTRO. Rima terletak pada kata: sebutlah namaNya, sebutlah namaNya
14
Dan terdapat juga rima kembar ialah rima akhir yang letaknya
beruntun dua-dua, dalam suatu bait.
Contoh :PENYAPU
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
Berdasarkan bunyinya, puisi “Penyapu” terdapat rima sempurna
ialah rima pada seluruh suku kata akhir
Contoh: - sekarat - pucat
- cahaya - dirinya
- terpaku - kaku
2.2.5. Ritme
Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan
dengan pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat. Ritma juga dapat
dibayangkan seperti tembang mocopat dalam tembang Jawa. Dalam
tembang tersebut irama berupa pemotongan baris-baris puisi sehingga
menimbulkan gelombang yang teratur. Dalam situasi semacam ini irama
disebut periodisitet yang berkorespondensi, yakni pemotongan frase-frase
yang berulang.
15
Ritma berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan-gerakan
air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus).
Slametmuljana menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi:
tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan
teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. (Dr. Herman
J.Waluyo, 1987 : 91)
Tiap penyair, aliran, periode, dan angkatan mempunyai perbedaan
cara mengulang hal-hal yang dipandang membentuk ritma tersebut. Berikut
ini contoh ritma dalam puisi “Penyapu” karya : DIAN SASTRO
Sebutlah namaNya, sebutlah namaNya
Dalam puisi “Penyapu” frase yang dimulai “sebutlah namaNya,
sebutlah namaNya” mengikat bait-bait sebelumnya, sehingga mempunyai
irama yang padu.
2.2.6. Asonansi
Asonansi adalah gaya bahasa repetisi yang berjudul perulangan
vokal pada suatu kata atau beberapa kata, biasanya dipergunakan dalam
puisi untuk mendapatkan efek penekanan. (Suroto, 1993:130).
Asonansi ialah persamaan atau pengulangan bunyi vokal yaitu
a,e,i,o,u dalam baris yang sama. (internet).
Contoh : - Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
16
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
2.2.7. Aliterasi
Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang berujud perulangan
konsonan suatu kata atau beberapa kata. (Suroto, 1993:130)
Aliterasi ialah persamaan atau pengulangan bunyi konsonan seperti
j,k,l,m,n dan sebagainya dalam baris yang sama. (internet).
Contoh: - Adinda tersayang kakanda tercintaAh ketut Rumput liar tumbuh di manapun
2.2.8. Makna
Makna dalam puisi, kata-kata, frasa, dan kalimat mengandung
makna tambahan atau makna konotatif. Bahasa figuratif yang digunakan
menyebabkan makna dalam baris-baris puisi itu tersembunyi dan harus
ditafsirkan. Proses mencari makna dalam puisi merupakan proses pergulatan
terus-menerus. Bahasa puisi adalah bahasa figuratif yang bersusun-susun.
Sebuah kata memiliki kemungkinan makna ganda. Kata yang nampaknya
tidak bermakna diberi makna oleh penyair. Makna kata mungkin diberi
makna baru. Nilai rasa diberi nilai rasa baru. Tidak semua kata, frasa, dan
kalimat bermakna tambahan. Kalau keadaanya demikian, puisi akan menjadi
gelap. Sebaliknya, puisi tidak mungkin tanpa makna tambahan (transparant)
sehingga kehilangan kodrat bahasa puisi.
17
Kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada aturan logis sebuah kalimat,
namun tunduk pada ritma larik puisi. Hal ini disebabkan karena kesatuan
kata-kata itu bukanlah kalimat akan tetapi lark-larik puisi itu. Kata-kata
tidak terikat oleh struktur kalimat dan lebih terikat pada larik-larik puisi.
Dalam larik-larik puisi yang lebih pendek, kesatuan kata atau kata-kata yang
mandiri membentuk makna puisi. (Dr. Herman J.Waluyo, 1987:103)
Bahasa figuratif, pengimajian, kata konkret, dan diksi khas dari
penyair menyebabkan pembaca puisi harus mencari makna yang hendak
disampaikan penyair dengan cara lebih sulit daripada makna di dalam
bahasa prosa. Pengetahuan tentang latar belakang penyair akan
mempermudah mengungkapkan makna yang bersifat khas itu.
Lima kode bahasa menurut Rolland Barthes dapat membantu
pembaca memahami makna karya sastra. Kode-kode itu melatarbelakangi
makna karya sastra. Meskipun pandangannya itu diterapkan untuk prosa,
namun prinsip-prinsipnya dapat digunakan untuk puisi juga. Lima kode itu,
ialah :
1. Kode hermeneutik (penafsiran)
Dalam puisi, makna yang hendak disampaikan tersembunyi,
menimbulkan tanda tanya bagi pembaca. Tanda tanya itu menyebabkan
daya tarik karena pembaca penasaran ingin mengetahui jawabanya.
Misalnya, dalam puisi “Penyapu”, pembaca akan bertanya apa maksud
penyair dengan judul itu? Apa makna Penyapu. Penyapu yang
bagaimana dan untuk siapa. Dengan latar belakang pengetahuan yang
18
cukup tentang bahasa sastra, pembaca akan mampu menafsirkan makna
puisi itu. Begitu pula menghadapi baris-baris/baitnya seperti:
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....Siapakah nama itu? Kenapa si anak gelepotan lumpur dan darah? Sia-sia
yang bagaimana? Apa maksud sebelum semuanya terpaku kaku?
2. Kode proatretik (perbuatan)
Dalam karya sastra perbuatan atau gerak atau alur pikiran penyair
merupakan rentetan yang membentuk garis linear. Pembaca dapat
menelusuri gerak batin dan pikiran penyair melalui perkembangan
pemikiran yang linear itu. Baris demi baris membentuk bait. Bait
pertama dan kedua serta seterusnya merupakan gerak
berkesinambungan. Gagasan yang tersusun merupakan gagasan runtut.
Jika dipelajari dengan seksama, maka kita akan menemukan kesamaan
gerak batin penyair yang sama dalam berbagai puisinya. Ciri khas itu
akan nampak karena seorang penyair mempunyai metode yang hampir
sama dalam proses penciptaan puisi. Sulit kiranyan seorang penyair
19
mengubah teknik pengucapan puisi yang sudah dimilikinya. Seperti
halnya dalam puisi “Penyapu” karya: Dian Sastro sebagai berikut:
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
Dari contoh puisi diatas jika diperhatikan dengan seksama, maka akan
dapat kita temukan sesuatu gerak batin penyair dalam hidupnya
3. Kode semantik (sememe)
Makna yang kita tafsirkan dalam puisi adalah makna konotatif. Bahasa
kias banyak kita jumpai. Sebab itu, menafsirkan puisi berbeda dengan
menafsirkan prosa. Menghadapi bentuk puisi, pembaca sudah harus
bersiap-siap untuk memahami bahasanya yang khas. Misalnya dalam
menafsirkan makna sebuah bait puisi DIAN SASTRO “Penyapu” ini :
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
20
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
Menghadapi kata-kata durhaka, sekarat, gelap dan pucat, cahaya, dosa-
dosamu, namaNya, lumpur dan darah, sia-sia, terpaku, serta kaku, dari
sini dapat dilihat bahwa yang dikemukakan penyair bukan makna
harfiah. Ada kias lambang sebagai semantik bahasa puisi. Sebagai
contoh, penyair mengungkapkan kata /seorang ibu mendekap anaknya
yang durhaka saat sekarat/ maksudnya adalah seorang ibu yang dengan
sayangnya mendekap anaknya saat nyawanya diujung tanduk meski
anaknya durhaka. /airmatanya menetes-netes di wajah yang gelap dan
pucat/ maksudnya adalah seorang ibu yang menangis dengan
meneteskan airmata di dalam kesedihan dan kedukaan. /anaknya yang
sejak di rahim diharap-harapkan menjadi cahaya/ maksudnya adalah
seoarang ibu yang sangat mengharapkan anaknya menjadi sosok yang
baik yang dapat memberikan sinar kebahagiaan dan bisa menjadi
pelindungnya. /anakku jangan risaukan dosa-dosamu kepadaku/
maksudnya adalah janganlah kamu berfikir tentang semua kesalahan
yang kamu perbuat pada ibu. /sebutlah namaNya/ maksudnya adalah
disini kata namaNya terdapat sufiks –Nya sehingga nama tersebut
ditujukan kepada dia Tuhan sang pencipta alam semesta. /mulut
gelepotan lumpur dan darah/ maksudnya adalah mulut yang penuh
21
dengan kotoran lumpur dan darah karena luka akibat suatu kejadian..
Kata /terdengar desis mirip upaya sia-sia/ maksudnya adalah berusaha
berkata dengan suara pelan/bisikan akan tetapi semua itu sia-sia
(percuma). /sebelum semuanya terpaku,kaku/ maksudnya adalah
sebelum nafas dan darah yang mengalir ditubuh itu berhenti dan mati.
4. Kode Simbolik
Kode semantik berhubungan dengan kode simbolik; hanya kode
semantik lebih luas. Kode simbolik lebih mengarah pada kode bahasa
sastra yang mengungkapkan/melambangkan suatu hal dengan hal lain.
Makna lambang banyak kita jumpai dalam puisi. Peristiw-peristiwa yang
dilukiskan dalam puisi belum tentu bermaksud hanya untuk bercerita,
namun mungkin merupakan lambang suatu kejadian. Bahkan mungkin
merupakan lambang kejadian yang akan datang. Misalnya, puisi
“Penyapu” merupakan lambang dari kasih sayang seorang ibu terhadap
anaknya. Secara khusus, kata-kata dalam puisi tersebut merupakan suatu
lukisan peristiwa yang dialami seorang ibu yang penyabar, pemaaf
terhadap seorang anak yang durhaka, seperti halnya cerita rakyat
“Malin Kundang” telah menjadi lambang anak durhaka dalam dongeng
dunia.
5. Kode budaya
Pemahaman suatu bahasa akan lengkap jika kita memahami kode budaya
dari bahasa itu. Banyak kata-kata dan ungkapan yang sulit dipahami
secara tepat dan langsung jika kita tidak memahami latar belakang
22
kebudayaan dari bahasa itu. Memahami bahasa dieperlukan “cultural
understanding” dari pembaca. Misalnya “ Penyapu” dalam puisi DIAN
SASTRO kata Penyapu sebenarnya mudah sekali diterjemahkan dalam
bahasa Inggris akan tetapi karena sistem budaya yang ada di Indonesia
sehingga kata tersebut tidak boleh dirubah. Kata tersebut telah mewakili
suatu makna dalam budaya di Indonesia.
23
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis terhadap puisi “Penyapu” karya : DIAN SASTRO
ini terdapat suatu hubungan kontemporer dimana puisi tersebut merupakan
puisi yang inkonvensional. Karena pada puisi Penyapu penyair menulisnya
dengan bentuk tipografi yang nampak jelas. Tema yang diungkapkan juga
menunjukkan struktur tematik puisi, karena tulisan diatas tidak
menunjukkan uraian yang berkesinambungan seperti didalam prosa. Baris-
baris yang diciptakan bukan kesatuan sintaktik, namun baris-baris yang
intens (terkonsentrasikan). Sehingga akan menimbulkan pertanyaan dalam
hati kita. Disamping itu pemilihan kata-katanya sangat cermat dan tepat,
bunyi dalam rima dan ritmenya sangat selaras sehingga menghasilkan suatu
makna yang selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembenaan,
peristiwa, dan khalayak pembaca atau pendengar.
Disamping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan
urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut, kata-
kata diberi makna baru dan yang tidak bermakna diberi makna menurut
kehendak penyair.
Puisi Penyapu juga dibangun oleh unsur lain yakni asonansi, aliterasi
dan gaya bahasa (Majas), Diatas telah dinyatakan bahwa bahasa figuratif
(majasa) terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan
24
pelambangan yang menimbulkan makna lambang. Pengiasan disebut juga
simile atau persamaan, karena membandingkan/menyamakan sesuatu hal
dengan hal lain.
Dari beberapa konvensional puisi atau struktur fisik dalam puisi
Penyapu memiliki hubungan yang erat. Kekonvensionalan tersebut sangat
berkaitan dengan totalitas makna serta adanya kesatuan dari seluruh isi
cerita. Hal dan keterjalinan itu nampak dari bentuk tipografi, peristiwa
maupun selalu bergerak sesuai dengan tuntutan dan perkembangan cerita hal
ini didasarkan bukti dari puisi “Penyapu” karya DIAN SASTRO sebagai
berikut :
Penyapu
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
25
DAFTAR PUSTAKA`
Dr. Herman J. Waluyo, 1987. Teori dari Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga.
Aminuddin, 1984. Pengantar Memahami Unsur-unsur dalam Karya Sastra.
Malang : IKIP Malang.
Suroto, 1993. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta :
Erlangga.
Nur Faizah dkk, 2001. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jombang : Kinara Offset.
DIAN SASTRO, 2000. Sajak-sajak Cinta Gandrung. Rembang : Yayasan Al-
Ibriz.
Aplikasi Internet.
26
PUISI
Penyapu
Penyapu yang ku kenali duluadalah penyapu yang menggiring sampahmenuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali duludikenderai ahli-ahli sihirmenuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kinimenggiring satu wawasanpembersihan kawasanmemartabat suatu daulahpembersihan minda dan akalmenuju satu destinasi....
27
ANALISIS STRUKTUR FISIK PUISI“Penyapu”
Karya : DIAN SASTRO
Dosen Pembimbing :
MU’MININ M.A
Oleh :
LINA AZKIYAH NIM : 076092
BINA 2007 C
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2009 / 2010
28
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ANALISIS PUISI PENYAPU KARYA DIAN
SASTRO”.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk salah satu tugas akhir Semester
jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Jombang. Dan atas tersusunnya
makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak. MU’MININ M.A yang telah memberikan bekal ilmu kepada
penulis.
Dalam penulisan makalah ini penulis telah berusaha menyusun dengan
sebaik-baiknya, namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
Dengan demikian penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
Jombang, Januari 2010
Penulis
ii29
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Masalah........................................................................................ 4
1.2.1. Ruang Lingkup Masalah ................................................. 4
1.2.2. Rumusan Masalah............................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 5
1.3.1. Tujuan Umum.................................................................. 5
1.3.2. Tujuan Khusus................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................ 7
2.1. Pengertian Puisi dan Puisi Kontemporer .................................... 7
2.2. Konvensional Puisi ..................................................................... 9
2.2.1. Tipografi ......................................................................... 9
2.2.2. Diksi ..............................................................................10
2.2.3. Majas ..............................................................................12
2.2.4. Rima ..............................................................................14
2.2.5. Ritme ..............................................................................15
2.2.6. Asonansi........................................................................... 16
2.2.7. Aliterasi ........................................................................... 17
2.2.8. Makna ............................................................................. 17
BAB III PENUTUP............................................................................................. 24
3.1. Simpulan ..................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 26
PUISI ................................................................................................................... 27
iii30