makalah joe 2 peranan hukum
TRANSCRIPT
BAB I PERMASALAHAN
Apabila kita meneliti UUD 1945, kita akan menemukan unsur-unsur negara
hukum yaitu sebagai berikut : pertama, prinsip kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2),
kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945), ketiga, jaminan
terhadap hak-hak asasi manusia (pasal 27, 28, 29, 31), keempat, pembagian kekuasaan
(pasal 2, 4, 16, 19), kelima, pengawasan peradilan (pasal 24), keenam, partisipasi
warga negara (pasal 28), ketujuh, sistem perekonomian (pasal 33).
Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam
Penjelasan UUD 1945 : “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum
(rechtsstaat)”. Idelalitas negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi
memiliki karakteristik yang beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa,
ideologi negara, dan latar belakang historis masing-masing negara. Oleh karena itu,
secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti
negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara hukum
menurut konsep Anglo Saxon, konsep socialist legality, dan konsep negara hukum
Pancasila yang ada di negara kita, Indonesia.
Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas
hukum karena dalam negara hukum terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur atau
asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang
diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam
aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau
mengubah keadaan atau posisi hukum masyarakatnya. Meskipun demikian, dalam
kondisi tertentu terutama ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk menyelesaikan
persoalan konkret dalam masyarakat dan peraturan perundang-undangan belum
tersedia maka pemerintah diberi kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu
melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan
ruang gerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan
tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang
Dalam menciptakan produk hukum untuk menyelenggarakan kesejahteraan
umum dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
UUD 1945, perlu diperhatikan asas dan sistem hukum. Salah satu hal penting yang
harus mendapat perhatian lebih adalah sumber hukum.
Di dalam kehidupan masyarakat berlaku berbagai ketentuan, seperti moral,
sopan santun, agama, dan hukum. Seringkali produk hukum di bidang pemerintahan
atau bidang lainnya terdapat ketidaksesuaian antara ketentuan hukum yang telah
ditetapkan atau yang harus dilaksanakan dengan kenyataan kehidupan masyarakat yang
dihadapi. Atau bahkan tidak sesuai dengan falsafah bangsa, Pancasila. Sebagai contoh
Pemilihan Langsung baik Presiden atau Kepala Pemerintahan lainnya. Kemudian
pengambilan keputusan dengan metode suara terbanyak (voting). Sebagaimana
diketahui bahwa Pancasila mengamanatkan dalam sila keempatnya “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” agar
permusyawaratan/perwakilan digunakan dalam pengambilan keputusan, termasuk
pemilihan kepala pemerintahan tersebut.
Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya/ditinggalkannya penelitian
terhadap sumber-sumber hukum dalam menciptakan suatu produk hukum. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang sumber hukum dan peranannya dalam menciptakan
produk hukum agar produk hukum yang diciptakan dapat semaksimal mungkin efektif
pelaksanaannya dan mengurangi adanya pertentangan dengan ketentuan-ketentuan
yang ada dalam masyarakat.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Apakah yang disebut “sumber hukum”? Dalam bahasa Inggris, sumber hukum
disebut source of law. Perkataan sumber hukum berbeda dengan dasar hukum,
landasan hukum ataupun payung hukum. Dasar hukum adalah legal basis atau legal
ground yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum
tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan
perkataan sumber hukum lebih menunjuk kepada pengertian tempat darimana asal
muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.
Menurut Hans Kelsen source of law mengandung banyak pengertian. Pertama,
yang dapat dipahami sebagai source of law ada dua yaitu custom dan statute. Oleh
karena itu source of law biasa dipahami sebagai a method of creating law, custom, and
legislation, yaitu customary and statuary creation of law. Kedua, source of law juga
dapat dikaitkan dengan cara untuk menilai alasan atau the reason for the validity of
law. Ketiga, source of law dapat juga dipakai untuk hal-hal yang bersifat non-juridis,
seperti norma, moral, etika, prinsip-prinsip politik, ataupun pendapat para ahli, dan
sebagainya yang dapat mempengaruhi pembentukan suatu norma hukum, sehingga
dapat pula disebut sebagai sumber hukum atau the source of law.
Pengertian yang lain bahwa Sumber Hukum adalah segala apa yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu
aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Menurut
Prof. Soedikno ada beberapa arti sumber hukum :
1. Sebagai asas hukum
2. Hukum terdahulu yang memberi bahan
3. Dasar berlakunya
4. Tempat mengetahui hukum
5. Sebab yang menimbulkan hukum.
B. Pembagian Sumber Hukum
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi materiil dan dari segi formil. Sumber
hukum dalam arti materiil menurut Utrecht adalah perasaan atau keyakinan hukum
individu dan masyarakat yang menjadi determinan materiil membentuk hukum dan
menentukan isi hukum. Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum adalah
faktor idiil dan faktor kemasyarakatan. Sumber-sumber hukum materiil dapat ditinjau
dari berbagai sudut misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan
sebagainya.
Sumber hukum dalam arti formil adalah faktor yang menjadi determinan formil
membentuk hukum. Sumber hukum formil adalah sumber hukum dengan bentuk
tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal atau merupakan dasar
kekuatan mengikatnya peranan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh penegak
hukum (causa efficient dan hukum). Sumber-sumber hukum formil antara lain adalah :
Perundang-undangan (statute), Kebiasaan (costum), Keputusan-keputusan hakim
(jurisprudentie), Traktat (treaty), Pendapat sarjana hukum/ahli (doktrin).
1. Perundang-undangan (statute)
Undang-undang adalah peraturan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara
yang berwenang dan mengikat masyarakat. Undang-undang sebagai sumber hukum
mempunyai arti formil dan materiil. Dalam arti formil adalah setiap pertauran
peundangan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang berwenang melalui tata
cara dan prosedur yang berlaku. Sedangkan dalam arti materiil adalah setiap peraturan
perundangan yang berlaku mengikat kepada setiap orang (masyarakat secara umum).
Undang-undang akan mempunyai kekuatan mengikat apabila telah dimuat
dalam Lembaran Negara oleh Sekretaris Negara. Tambahan Lembaran Negara memuat
penjelasan resmi dari peraturan perundangan yang bersangkutan.
Sumber-sumber hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 :
- UUD 1945
- Undang-Undang/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Daerah (Perda Propinsi, Perda Kabupaten/Kota, Peraturan Desa).
Peraturan lain yang dibuat berdasarkan perintah peraturan perundangan yang lebih
tinggi diakui keberadaannya dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kekuatan berlakunya Undang-Undang (UU) ada tiga, yaitu :
1. Juridis, yaitu apabila UU dibuat dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
dan sesuai prosedur yang berlaku.
2. Sosiologis, yaitu berlakunya hukum sesuai dengan kenyataan dan diterima oleh
anggota masyarakat.
3. Filosofis, yaitu apabila berlakunya hukum sesuai dengan cita-cita hukum
sebagai nilai yang tertinggi.
Ruang lingkup berlakunya UU menurut waktu yaitu UU berlaku pada saat
dinyatakan berlaku UU yang bersangktan. Menurut tempat atau wilayah yaitu
kekuasaan Negara/daerah yang bersangkutan.Menurut orang yaitu setiap warga Negara
atau orang asing yang berada dalam suatu wilayah Negara atau karena penundukan
diri.
Berakhirnya UU apabila dinyatakan batas waktu berlakunya oleh UU yang
bersangkutan, dicabut/dinyatakan tidak berlaku oleh UU, terdapat UU baru atau
peraturan baru yang lebih tinggi atau UU ketentuan lain yang sejajar atau lebih tinggi
yang mengatur secara khusus, timbulnya kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan
dengan UU.
Asas-asas berlakunya UU adalah sebagai berikut :
1. Legalitas (nulum delictum noella poena sine pravia legi poenale) bahwa suatu
UU hanya berlaku pada saat UU yang bersangkutan sudah dinyatakan berlaku.
2. Tidak berlaku surut (non retroaktif). Pada prinsipnya UU tidak boleh berlaku
surut terlebih berlaknya UU tersebut menimbulkan suatu kewajiban, atau hal
lain yang menimbulkan beban bagi subyek yang dikenai peraturan.
3. UU yang berlaku kemudian membatalkan UU yang berlaku lebih dahulu (Lex
posteriore derogate legi priori). Apabila terdapat perbuatan yang dapat
dihukum, sedangkan terdapat pergantian peraturan sebelum perkara tersebut
diputuskan, maka akan diberlakukan ketentuan yang lebih menguntungkan.
4. Ketentuan yang lebig tinggi akan mengesampingkan ketentuan yang lebih
rendah (Lex superior derogate legi inferior). Berlakunya asas ini sekaligus
berarti bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih tinggi.
5. Ketentuan yang lebih khusus akan mengesampingkan ketentuan yang bersifat
umum (Lex specialis derogate legi generali). Asas ini dapat berlaku apabila
kedudukan produk hukum adalah sejajar.
2. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Yurisprudensi adalah keputusan hakim atau putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan beberapa kali dipergunakan sebagai dasar
memutuskan perkara yang sejenis. Keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum
tetap setelah 7 hari pada putusan Pengadilan Negeri tidak dilakukan upaya hukum,
atau 14 hari pada putusan Pengadilan Tinggi. Yurisprudensi dipakai di negara-
negara yang menganut sistem Anglo Saxon, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan
Singapura (The binding force of precedent). Sedangkan di negara-negara
Continental termasuk Indonesia, keputusan hakim yang telah diputuskan tidak
mengikat (The persuasive force of precedent).
3. Traktat (Treaty)
Traktat merupakan perjanjian antar negara, yaitu dua negara (bilateral) atau
lebih (multelateral). Traktat harus disetujui oleh kepala pemerintahan dan pihak
legislatif dari kedua negara. Masing-masing kepala negara meratifikasi dan
mengumumkan dalam lembaran negara. Dasar berlakunya menurut asas perjanjian
harus dihormati dan ditaati (Pacta Sunt Servanda).
4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan suatu peraturan yang tidak tertulis (tidak dibuat
pemerintah) namun diikuti oleh rakyat, karena mereka yakin dan menaati sebagai
hukum. Kebiasaan dapat merupakan sumber hukum apabila :
a. Ada perbuatan atau tindakan yang semacam yang dilakukan dan diikuti oleh
sebagian masyarakat secara terus menerus dan akhirnya juga diikuti oleh
masyarakat secara umum
b. Harus ada keyakinan tentang isi (makna) atas kebiasaan yang dilakukan dari
orang-orang atau golongan yang bersangkutan
5. Pendapat Sarjana Hukum/Ahli (Doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan
berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Dalam Jurisprudensi
terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seorang atau beberapa
sarjana hukum terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa
yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip)
pendapat sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya apalagi jika
sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar
keputusan hakim tersebut. Terlebih lagi dalam hukum internasional, pendapat ahli
hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.
C. Peranan Sumber Hukum Dalam Menciptakan Produk Hukum
Pada dasarnya untuk mengetahui apakah suatu ketentuan merupakan ketentuan
hukum yang berlaku atau tidak, kita berhadapan dengan ajaran sumber hukum. Dengan
kata lain, kita dapat mengetahui suatu ketentuan merupakan ketentuan hukum yang
berlaku atau tidak dengan mempelajari sumber hukum.
Sumber hukum dalam arti ajaran tentang ukuran untuk menentukan apakah
suatu ketentuan merupakan ketentuan hukum yang berlaku umum ada dua macam. Hal
itu disebabkan karena apakah suatu ketentuan hukum yang berlaku dapat diukur
dengan dua hal, yakni isi atau materi hukum yang bersangkutan dan proses
pembentukan ketentuan hukum tersebut.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, sumber hukum materiil adalah prinsip
yang menentukan isi ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan ukuran ini
ditentukan apakah suatu ketentuan merupakan ketentuan hukum yang berlaku umum
atau bukan. Suatu ketentuan yang isinya sesuai dengan isi prinsip yang
berlaku/diterima umum dalam kehidupan masyarakat adalah ketentuan hukum. Bagi
Indonesia misalnya sumber hukum materiil itu adalah antara lain prinsip menentukan
nasib sendiri, prinsip negara hukum, dan prinsip-prinsip yang terangkum dalam
Pancasila.
Sumber hukum formil merupakan suatu proses yang menjadi suatu ketentuan
menjadi ketentuan hukum positif (positieverings-proces). Ukuran yang kedua ini ialah
apakah suatu ketentuan itu merupakan ketentuan hukum yang berlaku umum
tergantung pada proses pemberlakuan ketentuan tersebut dalam kehidupan masyarakat.
Apabila berlakunya dalam kehidupan masyarakat itu melalui proses pembentukan
hukum yang berlaku dalam masyarakat, ketentuan itu adalah ketentuan hukum.
Proses pembentukan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat pada
umumnya ada dua macam, yakni perundang-undangan (wetgeving/legislation) dan
kebiasaan. Yang dimaksud perundang-undangan adalah proses pembentukan hukum
yang memenuhi dua syarat, yaitu dilakukan oleh organ negara yang berwenang dan
melalui prosedur yang telah ditentukan. Adapun kebiasaan adalah proses pembentukan
hukum yang tidak memenuhi dua syarat tersebut, salah satu atau kedua syarat tersebut.
Proses pembentukan hukum berupa kebiasaan harus memenuhi dua syarat pula, yaitu
syarat materiil dan psikologis. Yang dimaksud syarat materiil adalah adanya upaya
pengulangan perbuatan yang menimbulkan ketentuan kebiasaan itu. Adapun syarat
psikologis adalah adanya opinio juris sive necessitatis yakni adanya kesadaran bahwa
pengulangan itu merupakan akibat dari suatu keharusan (Starke, 1984,p. 36-37).
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa sumber hukum materiil menentukan
materi yang diperlukan bagi penetapan suatu ketentuan hukum. Sumber hukum formil
memproses materi yang diperlukan bagi penetapan suatu ketentuan hukum itu menjadi
suatu ketentuan hukum yang berlaku umum. Keseluruhan produk dari sumber hukum
formal itu merupakan kumpulan ketentuan hukum yang siap diterapkan dalam
kehidupan masyarakat.
Di bidang pemerintahan, penciptaan produk hukum akan lebih taat asas dan taat
sistem dengan mengetahui sumber-sumber hukum beserta penjelasannya. Penyusunan
peraturan perundang-undangan dalam pemerintahan harus sesuai tata urutan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disini dapat dicontohkan bahwa peraturan
perundang-undangan yang kedudukannya lebih rendah harus mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya, terlebih peraturan yang lebih
tinggi kedudukannya tersebut merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-
undangan yang kedudukannya lebih rendah.
Contoh lain adalah pembuatan peraturan peundang-undangan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam menjalankan hubungan luar negeri/internasional
akan memperhatikan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati (traktat) sebagai salah
satu sumber hukum, misalnya perlindungan hukum bagi wakil diplomatik di luar
negeri, perpajakan, kerjasama bilateral/multilateral dan lain-lain.
Pelaksanaan dalam sistem pemerintahan sekarang yang belum sesuai dengan
falsafah bangsa, dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila adalah
pelaksanaan Pemilihan Presiden atau Kepala Daerah secara langsung. Demikian juga
dengan pengambilan keputusan dengan metode suara terbanyak (voting). Hal ini tidak
sesuai dengan sila keempat Pancasila yang seharusnya menjadi sumber hukum yang
berkaitan dengan jiwanya.
Kedua contoh di atas hendaknya disesuaikan atau dikembalikan lagi pada jiwa
Pancasila, khususnya sila keempat sebagai sumber hukum di Indonesia karena sesuai
dengan kebiasaan yang telah tertanam sejak lama yang menjadi kepribadian bangsa
Indonesia melalui permusyawaratan/perwakilan bukan sekedar bersaing dalam
perolehan suara yang akan menimbulkan peluang yang semakin besar adanya
penyimpangan-penyimpangan seperti politik uang, suap, pembelian suara tanpa
memperhatikan kebenaran dan manfaat suatu keputusan atau produk hukum bagi
tujuan negara dalam mensejahterakan bangsa.
BAB III KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Masih terdapat peraturan perundang-undangan dalam pemerintahan yang belum
sesuai falsafah bangsa sekaligus pandangan hidup bangsa, Pancasila, misalnya
Pemilihan Presiden atau Kepala Daerah secara langsung dan pengambilan keputusan
dengan sistem suara terbanyak (voting). Hal ini dikarenakan dalam pembuatan produk
hukum tidak/kurang memperhatikan sumber-sumber hukum yang ada.
Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalu dilanggar
mengakibatkan sanksi yang nyata dan tegas. Sumber hukum dibagi menjadi dua
sumber hukum materiil dan sumber hukum formil Sumber hukum formil sendiri ada
lima yaitu Peraturan Perundang-undangan, Kebiasaan, Keputusan-keputusan Hakim,
Traktat, dan Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin). Dalam undang-undang terdapat
asas-asas yang menjadi pedoman berlakunya sebuah undang-undang.
Dengan mempelajari dan meniliti sumber hukum kita dapat mengetahui suatu
ketentuan merupakan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak, dan untuk
mengetahui suatu ketentuan merupakan ketentuan hukum yang berlaku umum atau
bukan. Di bidang pemerintahan, dengan memperhatikan sumber hukum akan dapat
tercipta produk hukum yang taat asas dan taat sistem, sesuai urutan perundang-
undangan dan meminimumkan adanya ketidaksesuain dengan ketentuan/norma-
norma yang ada dalam masyarakat sehingga produk hukum dapat dijalankan secara
efektif.
B. SARAN
Untuk menghasilkan produk hukum yang baik di bidang pemerintahan, penulis
menyarankan agar penyusunan produk hukum tersebut memperhatikan asas, sistem
hukum, dan sumber-sumber hukum yang berkaitan, termasuk latar belakang dan jiwa
yang mendasari dikeluarkannya produk hukum tersebut. Terutama falsafah dan
ideologi bangsa, Pancasila, hendaknya dibawa dalam setiap pembuatan produk
hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Iskatrinah, S.H., M.Hum., Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara,
2007
Istanto, Sugeng S.H., Prof. Dr, Bahan Kuliah Politik Hukum, Yogyakarta 2004
Kansil, C.S.T. Drs. SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta 1989
Kasdin Sihotang, Mengembalikan Moralitas Kebangsaan
Muchsan, S.H., Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah
dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945