makalah peranan agama dalam bp2

Upload: muhammad-ropia

Post on 10-Jul-2015

1.140 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PERANAN AGAMA DALAM BIMBINGAN KONSELING

Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN

Landasan relegius bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliannya menjadi focus sentral upaya bimbingan dan konseling (Prayitno dan Erman Amti,2003).

Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi didalam dimensi agama,ternyata sangat disenangi oleh masyarakat Amerika dewasa ini.Ini didasarkan pada hasil polling Gallup pada tahun 1992 yang menunjukkan: 1. sebanyak 66% masyarakat menyenangi konselor yang professional,yang memiliki nilai-nilai keyakinan dan spiritual. 2. Sebanyak 81% masyarakat menyenangi proses konseling yang memperhatikan nilai-nilai keyakinan (agama)

Terkait dengan perlunya pengintegrasian nilai-nilai agama dalam konseleing, Marsha Wiggins Frame (2003) mengemukakan bahwa agama sepatutnya mendapat tempat dalam praktek-praktek konseling atau psikoterapi. Pemikiran ini didasarkan kepada beberapa alas an (kasus di Amerika). 1. Mayoritas orang mereka meyakini Tuhan, dan mereka banyak yang aktif di gereja, sinagog, masjid, atau tempat lainnya. 2. Terdapat tumpang tindih dalam nilai dan tujuan antara konseling dengan agama, seperti menyangkut upaya membntu individu agar dapat mengelola berbagai kesuliatn hidupnya. 3. banyak bukti empiric yang menunjukkan bahwa keyakinan beragama teleh berkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental.

2

4. Agama sudah patut diintegrasikan ke dalam konseling dalam upaya mengubah pola berfikir yang berkembang di akhir abad-20. 5. Kebutuhan yang serius untuk mempertimbangkan konteks dan latar belakang budaya klien, mengimplikasikan bahwa konselor harus memperhatikan secara sungguh-sungguh tentang peranan agama dalam budaya.

3

BAB II PERANAN AGAMA DALAM BIMBINGAN KONSELING

Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan dan

pengembangan mental (rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut. a. Memelihara Fitrah Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Namun manusia mempunyai hawa nafsu (naluri atau dorongan untuk memenuhi

kebutuhan/keinginan), dan juga ada pihak luar yang senantiasa menggoda atau menyelewengkan manusia dari kebenaran, yaitu setan, manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar terhindar dan dapat

mengendalikan hawa nafsu dari godaan setan (sehingga dirinya tetap suci), maka manusia harus beragama, atau bertaqwa kepada Allah, yaitu beriman dan beraqmal shaleh, atau melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Apabila manusia telah bertaqwa kepada Tuhan, berarti di telah memelihara fitrahnya, dan juga berarti dia termasuk orang yang akan memperoleh rahmat Allah.

b.

Memelihara Jiwa Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemuliaan

manusia. Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan penganiayaan, panyiksaan, atau

pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

4

c.

Memelihara Akal Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan

kepada makhluk lain, yaitu akal. Dengan akalnya inilah, manusia memeiliki (a) kemampuan membedakan yang baik dan buruk, atau memahami dan menerima nilai-nilai agama, dan (b) mengembangkan ilmu dan teknologi, atau mengembangkan kebudayaan. Karena pentingnya peran akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya manusia (a) mensyukuri nikmat akal itu,dengan cara memenfaatkan seoptimal mungkin untuk berfikir, belajar, atau mencari ilmu; dan (b) menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal, seprti minum miniman keras (miras), menggunakan obat-obatan terlarang, menggunakaan narkoba (naza),dan halhal lain yang dapat merusak fungsi akal yang sehat.

d.

Memelihara Keturunan Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara

keturunan atau system regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk untuk memelihara keturunan itu dengan pernikahan. Pernikahn merupakan upacara agama yang sakral (suci), yang wajib ditempuh oleh sepasang suami istri. Perniakhan ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah (tentram, nyaman), mawaddah (cinta kasih), dan rahmah (mendapat curahan karunia dari Allah). Menurut Zakiah Darajat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi ganguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, semakin banyak ibadahnya,

5

maka akan semakin tentram jiwanya, serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran dalam hidup. Demikian pula sebaliknya, semakin jauh orangitu dari agama akan semakin susahlah mencari ketentraman batin. M. Surya (1977) mengemukakan bahwa agama memegang peranan sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Hal ini diakui oleh ahli klinis, psikiater, pendeta, dan konseloar bahwa agam adalah faktor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan mental. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya, dan memberi akan suasana yang damai dan tenang. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberiakn tuntunan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Kehidupan yang efektif menuntut adanya tuntunan hidup yang mutlak. Sholat dan doa merupakan medium dalam agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti. Pemberian layanan bimbingan semakin diyakini kepentingannya bagi anak dan siswa, mengingat dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini cenderung lebih kompleks. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta praktik-praktik kehidupan politik dan ekonomi yang tidak berlandaskan moral agama telah menyebabkan berkembangnya gaya hidup tersebut adalah merebaknya dekadensi moral atau pelecehan nilai-nilai agama, baik di kalangan orang dewasa, remaja, maupun anak-anak. Mengapa dekadensi moral (delinquency), khususnya dikalangan remaja, itu semakin marak? Dalam hal ini Zakiah Darajat (1973: 12) mengemukakan bahwa masalah itu disebabkan oleh beberapa faktor.

6

Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Menyimpang 1. Kurang tertanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam

masyarakat. 2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi,

social, maupun politik. 3. 4. Suasana rumah tangga yang kurang baik. Banyaknya tulisan, gambar, siaran, dan kesenian yang tidak

mengindahkan dasar dan tuntunan moral. 5. Pendidikan moral tidak terlaksana dengan mestinya, baik dirumah

tangga, sekolah, maupun masyarakat. 6. 7. Diperkenalkan secara popular obat-obat, dan alat-alat anti hamil. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang, dengan

cara yang baik dan yang membawa kepada pembinaan moral. 8. Dan tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan

konseling (konseling) bagi anak-anak dan pemuda.

Berikut akan dikemukakan pendapat para ahli tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental. 1) William James (seorang filosof dan ahli ilmu jiwa Amerika)

berpendapat sebagai berikut. a. Tidak diragukan lagi bahwa terapi yang terbaik bagi

keresahan adalah keimanan kepada Tuhan. b. Keimanan kepada Tuhan merupakan salah satu kekuatan

yang harus terpenuhi untuk menopang seseorangdalam hidup ini. c. Antara kita dengan Tuhan terdapat suatu ikatan yang tidak

terputus apabila kita menundukkan diri di bawah pengarahan-Nya.

7

d.

Gelombang lautan yang menggelora, sama sekali tidak

membuat keruh ketenangan relung hati yang dalam dan tidak membuatnya resah. Demikian halnya dengan individu yang

keimanannya mendalam, ketenangannya tidak akan terkeruhkan oleh gejolak superficial yang sementara sifatnya. Sebab individu yang benar-benar religius akan terlindung dari keresahan, selalu terjaga keseimbangannya, dan selalu siap untuk menghadapi segalai malapetaka yang terjadi.

2)

Carl G. Jung (ahli psikoanalisasis dari Jerman) menemukan

sebagai berikut. a. Selama tiga puluh tahun yang lalu, pribadi-pribadi dari

berbagai bangsa di dunia telah mengadakan konseling denganku dan aku pun telah banyak menyembuhkan pasien, tidak kudapatkan seorang pasien pun di antara yang telah di antara yang telah ada pada penggal kedua umur mereka, yakni dari 35 tahun yang problem esensialnya kehidupan. b. Dapat kukatakan bahwa masing-masing mereka telah bukan kebutuhan akan wawasan agama tentang

menjadi mangsa penyakit, sebab mereka telah kehilangan sesuatu yang telah diberikan oleh agama-agama yang ada di setiap masa. Sungguh, tidak ada seorang pun di antara mereka yang menjadi sembuh kecuali setelah ia kembali pada wawasan agama tentang kehidupan.

3)

A.A. Briel (psikoanalisis) mengatakan bahwa, individu yang

benar-benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa.

8

4)

Henry Link (ahli ilmu jiwa Amerika) mengatakan bahwa

berdasarkan pengalamannya yang dalam menerapkan percobaan-percobaan kejiwaan atas kaum buruh dalam proses pemulihan dan pengarahan profesi, ia mendapatkan bahwa pribadi-pribadi yang religius dan sering mendatangi tempat ibadah menikmati kepribadian yang lebih kuat dan baik ketimbang pribadi-pribadi yang tidak beragama yang sama sekali tidak menjalankan suatu ibadah. 5) Arnold Toynbee (sejarahan Inggris) mengemukakan bahwa

krisis yang diderita orang-orang Eropa pada zaman modern ini satu-satunya bagi penderita yang sedang mereka alami ialah kembali kepada agama. 6) Dadang Hawari Idries (psikiater) mengemukakan, bahwa dari

sejumlah penelitian para ahli bias disimpulkan (1) komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari pnyakit, meningkatan kemampuan mengatasi penyakit, dan mempercepat pemulihan penyakit, (2) agama lebih bersifat protektif daripada problem producing, dan (3) komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif dengan clinical benefit. 7) Larson berpendapat bahwa: in navigating the complexities of

human health and relationship,religious commitment is a force to consider. (Untuk mengemudikan atau mengendalikan kompleksitas hubungan dan

kesehatan manusia, maka komitmen terhadap agama merupakan suatu kekuatan yang patut diperhatikan. 8) Zakiah Darajat (1982: 58) mengemukakan bahwa apabila

manusia ingin terhindar dari kegelisahan, kecemasan, dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenag, tentram, bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia percaya kepada Tuhan dan hidup mengamalkan ajaran agama. Agama bukanlah dogma, tetapi agama adalah kebutuhan jiwa yang perlu dipenuhi.

9

9)

Carrel Aulia, 1980:19,20) mengemukan bahwa Apabila doa itu

dibiasakan dan bersungguh-sungguh, maka pengaruhnya menjadi sangat jelas. Ia merupakan semacam perubahan kejiwaan dan kebadanan. Ketentraman ditimbulkan oleh doa itu merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki mental yang sehat tanpa agama.

10

BAB III PENUTUP (KESIMPULAN)

1. Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat kelak. Karena agama sebagai pedoman hidup, maka dalam semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk kepada nilai-nilai agama. 2. Manusia adalah makhluk yang mempunyai fitrah beragama, homo religius, yang berpotensi untuk dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama. 3. Hakikat manusia adalah makhluk Allah, yang berfungsi sebagai hamba dan khalifah-Nya. Sebagai hamba, manusia mempunyai tugas suci untuk beribadah kepada-Nya. Sebagai khalifah, manusia mempnyai kewajiban atau amanah untuk menciptakan dan menata kehidupan yang bermakna bagi kesejahteraan hidup bersama (rahmatan lilalamiin). 4. Berdasarkan pendapat para ahli dan temuan-temuan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa agama sangat berperan terhadap pencerahan diri dan kesehatan mental individu. Bertitik tolak dari hal ini, maka pengintegrasian atau penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling merupakn suatu keniscayaan yang harus ditumbuh kembangkan. 5. Agar penerapan nilai-niali agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung secara baik, maka konselor dipersyaratkan untuk memiliki pemahaman dan pengamalan agama yang dianutnya, dan menghormati agama klien yang berbeda dengan agama yang dianutnya.

11

Peran Agama Dalam Bimbingan KonselingBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan agama islam pastilah terdapat berbagai macam problem baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini sangatlah memerlukan perhatian khusus dari guru agama, karena guru agama dianggap sebagai kunci sentral dalam membendung dan memfilter pengaruh negatif dari luar, karena kita mengetahui suatu hal yang paling urgen dampaknya. Dalam hal ini adalah kenakalan remaja. Oleh karena itulah kelompok kami akan membahas dan mengupas peranan agama dan psikologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, sesuai dengan referensi yang kami dapatkan dan bermanfaat untuk kami kembangkan, pertamanya kami acuh tak acuh terhadap pokok bahasan ini karena teori- teori yang banyak dikembangkan di buku- buku bimbingan dan konseling adalah teori barat yang sangat minim sekali pada peribahan bimbingan dan konseling dalam sudut pandang islam.tapi rasab acuh tak acuh itu berkembang menjadisebuah kesadaran untuk memotifasi kami membuat suatu makalah yang sangat urgen ini,karena kami menganggap diri kami sebagai kaum intelektual muslim yang masih tahap belajar sering mendapat suatu pertanyaan-pertayaan dimnakah peranan agama dan nilai budaya (Moral) dalam pengembangan anak?. Dan diri kami tersentuh dan bertanya tiada henti, ketika seorang remaja muslim sudah tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam dirinya dan menghianati apa yang telah ia pelajari mulai awal tentang agama norma tersebut. Oleh karena itu kami merumuskan beberapa masalah diantaranya adalah B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah peran agama dalam bimbingan dan konseling? 2. Bagaimanakah pendekatan agama dalam bimbingan dan konseling? C. Tujuan 1. Mengetahui sejauh mana peran agama dalam bimbingan dan konseling? 2. Mengetahui kedekatan agama dalam bimbingan konseling?

12

BAB II PEMBAHASAN A. Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini : y9$#ur b) z`|SM}$# s9 Az w) t%!$# (#qZtB#u (#q=Jtur Mys=9$# (#q|#uqs?ur d,ys9$$/ (#q|#uqs? ur 99$$/ Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran. (Al-Ashr :1-3) Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya. Aq)tur t%!$# (#r xx. Iwqs9 tAR& mn=t pt#u `iB mn/ 3 @% c) !$# @ `tB !$to kuur ms9) `tB z>$tRr& Berkata orang-orang tiada beriman:Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari Tuhannya? Jawablah :Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepadaNya. (Ar-Rad :27) Dari ayat-ayat diatas sehingga dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai bimbingan dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.

13

Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut : s)s9 $uZ)n=y{ z`|SM}$# `|mr& 5Oq)s? OO mtRyu @xr& t,#y Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya (At-Tiin :4-5)

)ur xs{r& y7/u .`B _t/ tPy#u `B Odqg NktJh Ndy pkr&ur #n?t NkRr& Ms9r& N3n/t / ( (#q9$s% 4n?t/ ! $tRgx cr& (#q9q)s? tPqt pyJu)9$# $R) $Z2 `t #xyd t,#x Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Al-ARaf :172)

3tF9ur N3YiB pB& tbqt n