makalah ispa
DESCRIPTION
gv nbTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terdapat pada
saluran nafas atas maupun saluran nafas bagian bawah. Penyakit infeksi ini dapat
menyerang semua umur, tetapi bayi dan balita paling rentan untuk terinfeksi
penyakit ini. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
antibiotik dapat mengakibat kematian.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara-negara
berkembang, seperti di Indonesia maupun di negara maju. ISPA dapat ditularkan
melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada cuaca dingin. ISPA yang berlanjut dapat menjadi pneumonia.
Hal ini sering terjadi pada anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan
keadaan lingkungan yang kurang bersih.
2
Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis cepat tidak
selalu tersedia, maka etiologi kadang sering tidak diketahui dengan segera.
Dengan demikian fasilitas pelayanan kesehatan, terutama Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) sebagai lini pertama, menghadapi tantangan untuk
memberikan pelayanan kepada pasien ISPA dengan etiologi dan pola penularan
yang diketahui atau pun tidak diketahui. Penting bagi petugas kesehatan untuk
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat saat menangani
pasien ISPA untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi
kepada diri sendiri, petugas kesehatan yang lain, pasien maupun pengunjung.
Tingginya kasus ISPA dapat menyebabkan “burden of disease”, dalam hal ini
penurunan tingkat ekonomi dan disabilitas fungsional dapat terjadi di masyarakat.
Beberapa kasus ISPA dapat juga menyebabkan Kejadian Luar Biasa dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga menyebabkan kondisi
darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi masalah internasional.
Dengan menyadari pentingnya penanggulangan ISPA di Indonesia, maka penting
bagi para petugas kesehatan untuk menggalakan program dalam menanggulangi
masalah kesehatan tersebut.
3
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengidentifikasi pengertian dari ISPA
2. Menganalisis klasifikasi ISPA
3. Menganalisis pencegahan dan pemberantasan ISPA
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ISPA
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan (Meadow, Sir Roy).
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris
Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta
organ adneksa seperti simrs-sinus, rongga tengah dan pleura ISPA secara
anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana,
2005:57).
5
B. Penyebab ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain.
1. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus
2. ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya
mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa
masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Bakteri tersebut
di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas
yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak
yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim
hujan. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Influenza, Sitomegalovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk
di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan
adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma
batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk
6
virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya sindroma saluran pernafasan
kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus
influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas
bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah. Secara etiologi, ISPA juga
disebabkan oleh Jamur seperti Aspergillus sp.,Candida Albicans, Hitoplasma,
dan lain-lain.
C. Gejala klinis
Menurut dr. Maulana Adrian dalam tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan
tanda-tanda yang tampak di pemeriksaan klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Tanda-tanda klinis tersebut antara lain:
1. Pada system pernapasan adalah nafas tidak teratur dan cepat, retraksi atau
tertariknya kulit kedalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak, kebiruan,
suara lemah atau hilang suara napas seperti ada cairannya sehingga terdengar
keras
2. Pada sistem peredaran darah dan jantung, meliputi : denyut jantung cepat atau
lemah, hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
3. Pada sistem Syaraf meliputi : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, kejang dan koma.
4. Pada hal umum, seperti : letih dan berkeringat banyak
7
5. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun,
meliputi : tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk.
6. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang
bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah
volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur,
mengi, demam dan dingin.
Sedangkan tanda dan gejala menurut Departemen Kesehatan RI 2002
1. Gejala ISPA ringan
Seorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika di temukan gejala sebagai
berikut :
a. Batuk
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis)
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 0C.
Jika menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah tidak
perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas.
8
2. Gejala ISPA sedang
Seorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan
dengan disertai gejala sebagai berikut :
a. Pernafasan lebih dari 50x/m pada anak umur kurang dari satu tahun atau
lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih
b. suhu lebih dari 390C.
c. tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. pernafasan berbunyi seperti mendengkur
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3. Gejala ISPA berat
Seorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau
sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
a. bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis pada waktu
bernafas.
b. tidak sadar atau kesadaran menurun.
c. Pernafasan berbunyi mengorok dan tampak gelisah.
d. Pernafasan menciut, sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
e. Nadi cepat lebih dari 60x/menit atau tidak teraba
f. Tenggorokan berwarna merah
9
ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas karenaperlu
mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen
dan infus
D. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan
sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
10
E. Distribusi penyakit ISPA
Distribusi penyakit ISPA yaitu :
1. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Orang (Person)
Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak
sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya
belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena
pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang
masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat. Dalam
setahun seorang anak rata-rata bisa mengalami 6-8 kali penyakit ISPA.
2. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Tempat (Place)
ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di
negara maju dan berkembang. ISPA merupakan penyebab morbiditas utama
pada negara maju sedangkan di negara berkembang morbiditasnya relatif
lebih kecil tetapi mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan oleh ISPA
bagian bawah atau pneumonia.
3. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Waktu (Time)
Berdasarkan hasil kesepakatan Declaration of the World Summit for Children
pada 30 desember 1999 di New York, AS ditargetkan bahwa penurunan
kematian akibat pneumonia balita sampai 33% pada tahun 1994-1999.
Sedangkan di Indonesia sendiri oleh Dirjen PPM & PL menargetkan bahwa
angka kematian balita akibat penyakit ISPA 5 per 1000 pada tahun 2000 akan
diturunkan menjadi 3 per 1000 pada akhir tahun 2005.
11
F. Riwayat Alamiah Penyakit ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang
paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,
12
1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
13
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
G. Epidemiologi penyakit ISPA
ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau
bernafas, bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada
orang lain (orang lain menghirup kuman tersebut).
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka
penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita
maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara
dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang
sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung
unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
14
HOST
AGENT ENVIRONMENT
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita
ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian
yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap
jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia
kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003).
15
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP,
ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga
menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa
imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti
dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-
bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
16
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang
kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan
saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Bibit Penyakit (Agent)
ISPA disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari 300 lebih
jenis virus, bakteri, ricketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah
dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Haemofilus,
Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain,
golongan Paramyksovirus termasuk didalamnya virus Influenza,
Parainfluenza, dan virus campak, adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Herpesvirus dan lain-lain.
Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang
yang tersering sebagai penyebab pneumonia pada anak ialah
Streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenza. Sedangkan di Negara
maju, dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
17
3. Faktor lingkungan (Environment)
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih
tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah
culsterdi Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi
yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara
status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi
18
yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian
kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran
udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar
(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah
pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak
ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah
pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran
19
menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran
tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di
dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
H. Upaya pencegahan
1. Primordial prevention ( pencegahan awal / tingakt dasar )
Terdiri dari:
a. Health promotion (promosi kesehatan)
1) Pendidikan kesehatan, penyuluhan
2) Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
3) Penyediaan perumahan yg sehat
4) Rekreasi yg cukup
5) Pekerjaan yg sesuai
6) Genetika
7) Pemeriksaan kesehatan berkala
20
b. Specific protection (perlindungan khusus)
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya ini adalah :
1) Imunisasi
2) Kebersihan perorangan
3) Sanitasi lingkungan
4) Perlindungan terhadap kecelakaan akibat kerja
5) Penggunaan gizi tertentu
6) Perlindungan terhadap zat yang dapat menimbulkan kanker
2. Primary prevention ( pencegahan tingkat pertama )
Ditujukan kepada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan
(health promotion) dan pencegahan khusus (specific prevention),diantaranya:
a. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga ksehatan dimana kegiatan in
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-
hal yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya ISPA.kegiatan
penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,penyuuhan ASI
eksklusif,penyuluhan gizi seimbang paa ibu dan anak,penyuluhan
kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.
b. Imunisasi
Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi agar anak memperoleh
kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT.
21
Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit
Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas
c. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
1) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
2) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
3) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral.
4) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi
atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan
mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
5) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui
apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah
ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir
rendah
e. Program penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi baik di dalam maupun di luar rumah. Perilaku hidup bersih
dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,
sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan
22
menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui
upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat
3. Secondary prevention (pencegahan tingkat ke dua)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan
diagnosis sedini mungkin.Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu
untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam)
1) Untuk orang dewasa, diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol.
2) Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi dengan
memberikan parasetamol dan dengan kompres.
3) Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan.
4) Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air biasa (tidak perlu air es).
5) Bayi di bawah 2 bulan dengan demam sebaiknya segera dibawa ke
pusat pelayanan kesehatan.
23
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman, yaitu ramuan tradisional
berupa jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari. Dapat digunakan obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan, dan antihistamin.
c. Pemberian makanan
1) Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
2) Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah, dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak dan
mencegah kekurangan cairan.
1) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam à
menghambat keluarnya panas.
2) Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah.
24
3) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang
berventilasi cukup, dengan pencahayaan yang memadai, dan tidak
berasap.
4) Apabila selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka
dianjurkan untuk membawa ke dokter.
5) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang
diperoleh tersebut harus diberikan dengan benar sampai habis.
6) Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan
agar setelah 2 hari kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang
4. Tertiary prevention ( pencegahan tingkat ke tiga )
Tingkat Pencegahan ini ditujukan kepada balita yang buka pneumonia
agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia)dan mengakibatkan kecacatan
dan berakhir kematian.Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan
penyakit bukan pneumonia pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila
timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi sesak,anak tidak mampu
minum,dan sakit bertambah menjadi parah,agar tidak menjadi parh bwalah
anak kembali ke petugas kesehatan dan melakukan perawatan spesifik
dirumah dengan memberikan asupangizi dan lebih sering memberikan
ASI
25
I. Perawatan / pengobatan ISPA
1. Banyak istirahat
2. Makan makanan bergizi untuk memperbaiki daya tahan tubuh.
3. Jika terjadi demam, berikan kompres hangat dan banyak minum. Untuk bayi
tetap diberikan ASI, pilih pakaian yang longgar / tipis, dan jika perlu
diberikan parasetamol untuk bayi.
4. Untuk bayi, bila hidung tersumbat (pilek) bersihkan lubang hidung dari lendir.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan
2. Pneumonia dibagi lagi atas derajat beratnya penyakit, yaitu pneumonia berat
dan pneumonia tidak berat.
Berikut ini adalah klasifikasi ISPA berdasarkan P2 ISPA :
a. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
b. Pneumonia Berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
ke dalam.
c. Bukan Pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
3. Pencegahan & Pemberantasan Penyakit
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan
cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
27
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisas
B. SARAN
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia,
maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat
diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA
perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan,serta pencegahan
dan pemberantasan penyakit ISPA yang sudah dilakukan sekarang ini perlu
ditingkatkan lagi
28
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan Penanggulangan Pneumonia Pada
Balita. Depkes RI: Jakarta.
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20483/4/Chapter%20II.pdf
http://www.bankdata.depkes.go.id/
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN
%20PNEUMONIA.pdf
Widoyono, 2005, Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya). Erlangga; Jakarta