makalah hukum perjanjian

14
MAKALAH HUKUM PERJANJIAN Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Hukum Komersial yang diasuh oleh Bapak Agus Y KELAS CA KELOMPOK 1 Gita Sarastya Widayanti 115020300111047 Fery Handoko 115020300111053 Denny Cahyo Prasetyo 115020300111058 Dita Widya Putri 115020300111059 Nurvita Anggraeni 115020300111070 JURUSAN AKUNTANSI

Upload: fery-handoko

Post on 05-Aug-2015

333 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

makalah matkul hukum komersial

TRANSCRIPT

Page 1: makalah hukum perjanjian

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Hukum Komersial yang diasuh

oleh Bapak Agus Y

KELAS CA

KELOMPOK 1

Gita Sarastya Widayanti 115020300111047

Fery Handoko 115020300111053

Denny Cahyo Prasetyo 115020300111058

Dita Widya Putri 115020300111059

Nurvita Anggraeni 115020300111070

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012

Page 2: makalah hukum perjanjian

HUKUM PERJANJIAN

1. Pengertian Hukum Perjanjian

a. Hukum perjanjian adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu

secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak

terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan

kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)

b. Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda),

contract/agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang

dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan

bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak

mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut

sesuatu konstruksi hokum

c. Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam

ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping

istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan,

perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.

d. Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

e. Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan

dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal

mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang

Page 3: makalah hukum perjanjian

menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-

janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

f. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit,

dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat

hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan,

perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan

kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti

yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.

g. Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi

siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih

dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada

pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi

penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang

dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.

2. Syarat Sah-nya Perjanjian

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh

undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract).

Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut:

1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)

2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)

4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh

undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract).

Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut:

1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)

Page 4: makalah hukum perjanjian

2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)

4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian

dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif.

Keempat syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :

1. Sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat

perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang

diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena

kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang dimaksud

dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni

sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau

pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan

tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu

perbuatan tertentu. Dan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan

perbuatan hukum yaitu : orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330

KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;  orang-orang

yang ditaruh dibawah pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUPerdata; serta

orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum

tertentu seperti orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.

3. Suatu Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan

harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.

4. Suatu Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang

halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, yaitu : • Tidak bertentangan dengan ketertiban umum; • Tidak

bertentangan dengan kesusilaan; dan • Tidak bertentangan dengan undang-undang.

Page 5: makalah hukum perjanjian

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat

subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga

dan keempat dinamakan syarat objektif, karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan

dalam sebuah perjanjian. Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi

maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap

atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian

tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi

maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya batal demi hukum bahwa, dari semula

dianggap tidak pernah ada  perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di

pengadilan.

3. Saat Lahirnya Perjanjian

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:

a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)

Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis

surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain

menyatakan penerimaan/akseptasinya.

b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).

Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.

Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui

isinya oleh pihak yang menawarkan.

d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli

apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat

tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat

lahirnya kontrak.

4. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Page 6: makalah hukum perjanjian

Batalnya Perjanjian

1. Batal demi hukum  : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila syarat objektif

bagi  sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara yuridis  perjanjian tersebut

dianggap tidak pernah ada.

2. Atas permintaan salah satu pihak :  pembatalan dimintakan oleh salah satu pihak

misalnya dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut hukum. Harus ada

gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal hal itu, maka harus ada

pembuktian.

o UU memberikan kebebasan kepada para pihak apakah akan menghendaki

pembatalan atau tidak – oleh UU pembatalan tersebut dibatas sampai 5 thn, diatur

oleh pasal  1454 KUHPer  tetapi pembatasan waktu tersebut tidak berlaku bagi

pembatalan yang diajukan selaku pembelaan atau tangkisan.

*Asas konsensus yang terdapat dalam pasal  1320 KUHPer  tidak berlaku secara keseluruhan 

tetapi  ada pengecualiannya. Undang-undang  menetapkan suatu formalitas untuk perjanjian

tertentu, misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus dibuatkan dengan akta notaris,

perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila perjanjian dengan diharuskan dibuat

dengan bentuk tertentu tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu  BATAL DEMI HUKUM.

Pelaksanaan

Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai

pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma

kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan

perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah di perjanjikan oleh pihak-pihak supaya

perjanjian itu mencapai tujuannya.

Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah di buat

secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh di atur atau dibatalkan secara

sepihak saja.

Page 7: makalah hukum perjanjian

5.Macam – Macam Hukum Perjanjian

Macam-macam perjanjian

(a)   perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

(b)   Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.

(c)    Perjanjian bernama dan tidak bernama

(d)   Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

(e)    Perjanjian konsensual dan perjanjian real

(a)   perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak

dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang

paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-

menyewa, pemborongan bangunan, tukar-menukar.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak

dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu

berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lain berhak

menerima benda yang diberikan itu.

Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah

pihak atau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun

tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni

rumah.

Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal

pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal ini salah satu syarat

adalah pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.

(b)   Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu

pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak

yang membenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu

selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada

hubungannya menurut hukum.

Page 8: makalah hukum perjanjian

Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu

syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan B sejumlah uang, jika B

menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A.

Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan undang-

undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan pasal

1341 KUHPdt).

(c)    Perjanjian bernama dan tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang

dikelompokan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya

jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah

perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.

(d)   Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian

untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai

pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan

perikatan, artinya sejak perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli

berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.

Pentinganya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian itu ada

penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum

atau tidak.

(e)    Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karna adanya persetujuan

kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan

kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli

barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPdt).

Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat

hukum adat bahwa setiap pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya benda tertentu,

seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjdi peralihan hak. Hak ini

disebut “kontan atau tunai”.

Page 9: makalah hukum perjanjian