hukum perjanjian kredit

Upload: fiqih-amalia-nurti

Post on 04-Mar-2016

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM EKSTENSI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

MAKALAH PENGANTAR HUKUM BISNIS

PERLUASAN KEGIATAN USAHAOleh:

Aldila Ayuningtyas (1306482331)Fiqih Amalia Nurti (1306482804)Lando Anania (1306483095)Rizki Rahmadani (1306483605)SALEMBA

2013

STATEMENT OF AUTHORSHIPKami yang bertanda dibawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini belum pernah disajikan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan dengan jelas menggunakannya.

Kami memahami bahwa makalah yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.Nama

: Aldila AyuningtyasNPM

: 1306482331Tandatangan:

Nama

: Fiqih Amalia Nurti

NPM

: 1306482804Tandatangan:

Nama

: Lando Anania

NPM

: 1306483095Tandatangan:

Nama

: Rizki Rahmadani

NPM

: 1306483605Tandatangan:

Mata Ajar: Pengantar Hukum Bisinis

Judul Makalah: Bentuk-bentuk Kegiatan UsahaTanggal: 29 Oktober 2013

Dosen

: Zoelkifli Siregar S.H., M.HKATA PENGANTARPuji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan anugerahNya,penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperluas wawasan dan menambah ilmu mengenai pengantar ilmu hukum dan sebagai pelengkap tugas untuk mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis.Mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis merupakan salah satu mata kuliah yang dipelajari oleh mahasiswa program ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada semester pertama. Dalam perkuliahan ini secara garis besar membahas tentang aspek hukum bisnis.Penulisan makalah kali ini secara khusus membahas tentang bentuk-bentuk kegiatan usaha secara luas.

Penulisan makalah ini tentunya belum sempurna.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.Jakarta, November 2013Penulis

DAFTAR ISIiiSTATEMENT OF AUTHORSHIP

KATA PENGANTARiiiDAFTAR ISI1BAB I PENDAHULUAN21.1Latar Belakang21.2Permasalahan31.3Tujuan Penulisan31.4Kerangka Teori41.4.1 Pengertian Kredit41.4.2Jaminan Kredit41.5Metode Penulisan6BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN72.1Pengertian Kredit72.2Jaminan Kredit112.2.1Jaminan Perseorangan112.2.2Jaminan Kebendaan152.2.2Jaminan Fidusia18BAB III PENUTUP203.1Kesimpulan20DAFTAR PUSTAKA21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKredit menurut menurut UU No.10 Pasal 1 ayat (11) Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.Perjanjian kredit sendiri merupakan perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan pemberian kredit antara pihak pemberi kredit dengan seseorang, bisa berupa perseorangan atau badan usaha. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Menurut pasal 1754 KUH Perdata proses pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.Proses pemberian kredit ini sangat penting sehingga ketentuannya, baik hak dan kewajiban para pihak harus tertulis dengan jelas dan disetujui kedua belah pihak. Ada beberapa fungsi dari perjanjian kredit ini sendiri, antara lain:

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya (misalnya perjanjian pengikatan jaminan).

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan- batasan hak dan kewajiaban diantara kreditor dan debitur.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Secara yuridis ada dua jenis perjanjian kredit yang digunakan bank, yaitu perjanjian kredit dibawah tangan atau akta dibawah tangan dan perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris (notaril) atau akta otentik.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan dalam makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut :a. Pengertian Kreditb. Jaminan Peroranganc. Jaminan Kebendaand. Jaminan Fidusia1.3Tujuan PenulisanAdapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat nilai salah satu tugas mata kuliah hukum bisnis, selain itu terdapat pula tujuan lain yang dapat diuraikan sebagai berikut :a. Untuk mengetahui pengertian kreditb. Untuk mengetahui jaminan peroranganc. Untuk mengetahui jaminan kebendaand. Untuk mengetahui jaminan fidusia1.4Kerangka Teori

1.4.1 Pengertian KreditMenurut Pasal 1(11) UU No.10/1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) sebagai berikut :

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

1.4.2 Jaminan KreditA. Jaminan Perseorangan

Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan imateriil.Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan) adalah:

Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah:

Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang tersebut

B. Jaminan Kebendaan

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).

Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).

Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

C. Jaminan FidusiaJaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.1.5Metode PenulisanMetode penulisan yang digunakan dalam makalah adalah :

1. Metode Pustaka

Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui metode kepustakaan. Data sekunder yang berfungsi sebagai penunjang dari penulisan makalah diperoleh internet dan buku. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder dibidang hukum :

Bahan hukum primer adalah data yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, contohnya yaitu UUD 1945.

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, contohnya yaitu RUU, Hasil penelitian, Jurnal, dan makalah.2. Diskusi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan melakukan diskusi di dalam kelompok.BAB IITINJAUAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN2.1Pengertian KreditA. Syarat Sah Perjanjian KreditKarena perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian pada umumnya, oleh karenannya syarat sah perjanjian tersebut sama halnya dengan syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPer yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Unsur Subjektifa) Sepakat;Dalam kontrak adalah perasaan rela atau ikhlas diantara pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan.b) Kecakapan;c) berarti orang orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah orang yang oleh hukum dapat dianggap subjek hukum, yang tidak cakap oleh hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dalam pengawasan / pengampuan, orang yang sakit kejiwaannya.2. Unsur Objektifa) Suatu hal tertentu: Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan;b) Suatu sebab yang halal.Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang lainnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.Pelanggaran terhadap Unsur Subjektif berarti perjanjian tersebut dapat diminta untuk dibatalkan melalui upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri. Pelanggaran terhadap Unsur Objektif berarti Perjanjian tersebut secara hukum batal dengan sendirinya (batal demi hukum), dan oleh karenanya perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa.

B. Jenis-Jenis KreditKredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa :1. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat umumnya;2. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi daripada usahanya. Sedangkan ditinjau dari jangka waktunya dapat berupa :1. Kredit Jangka Pendek;2. Kredit Jangka Menengah;3. Kredit Jangka Panjang.C. Pihak Pihak Dalam Perjanjian Kredit1. Pihak-pihak dalam perjnjian kredit antara lain :2. Pemberi Kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank misalnya perusahaan leasing;3. Penerima Kredit atau debitur, yaitu pihak yang bertindak sebagai subyek hukum.D. Fungsi Perjanjian Kredit

Fungsi perjanjian kredit, yaitu :1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;2. Sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur; 3. Sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.E. Bentuk Perjanjian KreditPerjanjian kredit ada 2 bentuk, yaitu :1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris;2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.F. Komposisi Perjanjian KreditKomposisi perjanjian kredit secara umum terdiri dari 4 bagian, yaitu :1. Judul;2. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum. 3. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang diperjanjikan para pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor; 4. Penutup.G. Akibat Perjanjian KreditAkibat hukum dari lahirnya suatu perjanjian kredit tidak ubahnya dengan akibat hukum terhadap lahirnya suatu perjanjian pada umumnya. secara umum hal ini menimbulkan suatu perikatan dalam bentuk hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak pada perjanjian tersebut. Dengan kata lain akibat hukum dari perjanjian Kredit tersebut adalah hal yang mengikat dan memaksa terhadap pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.2.2Jaminan Kredit2.2.1 Jaminan PerseoranganA. Unsur jaminan perorangan, yaitu:

1) mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu

2) hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan

3) terhadap harta kekayaan deitur umumnya.

B. Jenis-Jenis Jaminan Perorangan

1) jaminan penanggungan (borgtocht) adalah kesanggupan pihak ketiga untuk menjamin debitur

2) jaminan garansi (garansi bank) (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung jawab guna kepentingan pihak ketiga.

3) Jaminan Perusahaan.

Dari jenis jaminan perorangan tersebut, maka dalam sub-sub bab berikut ini hanya disajikan yang berkaitan dengan penanggungan utang dan garansi bank.

C. Penanggungan Utang

1) Pengertian dan Sifat Penanggungan Utang

Perjanjian penanggungan utang diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:

Suatu perjanjian, di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya (Pasal 1820 KUH Perdata).Apabila diperhatikan definisi tersebut, maka jelaslah bahwa ada tiga pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang, yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur di sini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang mendapat pinjaman uang atau kredit dari kreditur. Pihak ketiga adalah orang yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur, manakala debitur tidak memenuhi prestasinya.

Alasan adanya perjanjian penanggungan ini antara lain karena si penanggung mempunyai persamaan kepentingan ekonomi dalam usaha dari peminjam (ada hubungan kepentingan antara penjamin dan peminjam), misalnya si penjamin sebagai direktur perusahaan selaku pemegang seham terbanyak dari perusahaan tersebut secara pribadi ikut menjamin hutang-hutang perusahaan tersebut dan kedua perusahaan induk ikut menjamin hutang perusahaan cabang.

Sifat perjanjian penanggungan utang adalah bersifat accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang antara debitur dengan kreditur.

2) Akibat-akibat Penanggungan antara Kreditur dan Penanggung

Pada prinsipnya, penanggung utang tidak wajib membayar utang debitur kepada kreditur, kecuali jika debitur lalai membayar utangnya. Untuk membayar utang debitur tersebut, maka barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya (Pasal 1831 KUH Perdata).

Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya jika:

a) Ia (penanggung utang) telah melepasakan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual;

b) Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama secara tanggung menanggung; dalam hal itu akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas utang-utang tanggung menanggung;

c) Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;

d) Debitur dalam keadaan pailit; dan

e) Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim (Pasal 1832 KUH Perdata).

3) Akibat-akibat Penanggungan antara Debitur dan Penanggung dan antara Para Penanggung

Hubungan hukum antara penanggung dengan debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran hutang debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Di samping penanggungan utang juga berhak untuk menuntut:

a) Pokok dan bunga;

b) Pengantian biaya, kerugian, dan bunga.

Di samping itu, penanggung juga dapat menuntut debitur untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan, bahkan sebelum ia membayar utangnya:

a) Bila ia digugat di muka hakim untuk membayar;

b) Bila debitur berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu;

c) Bila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya;

d) Setelah lewat sepuluh tahun, jika perikatan pokok tidak mengandung suatu jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian sifatnya, sehingga tidak dapat diakhir sebelum lewat waktu tertentu.

Hubungan antara para penanggung dengan debitur disajikan berikut ini. Jika berbagai orang telah mengikatkan dirinya sebagai penanggung untuk seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka penanggung yang melunasi hutangnya berhak untuk menuntut kepada penanggung yang lainnya, masing-masing untuk bagiannya.

4) Hapusnya Penanggungan Utang

Hapusnya penanggungan utang diatur dalam Pasal 1845 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Di dalam Pasal 1845 KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya. Pasal ini menunjuk kepada Pasal 1381, Pasal 1408, Pasal 1424, Pasal 1420, Pasal 1437, Pasal 1442, Pasal 1574, Pasal 1846, Pasal 1938, dan Pasal 1984 KUH Perdata.

Di dalam Pasal 1381 KUH Perdata ditentukan 10 (sepuluh) cara berakhirnya perjanjian penanggungan utang, yaitu pembayaran; penawaran pembayaran tunai; diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; pembaruan utang; kompensasi; pencampuran utang; pembebasan utang; musnahnya barang yang terutang; kebatalan atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan

2.2.2Jaminan Kebendaan

Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya.Pemberian jaminan dari Debitur kepada Kreditur menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:a. Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya.b. Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privillege (preferent).Pemberian Jaminan oleh Debitur kepada Kreditur semata-mata hanya sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh Debitur apabila Debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut. Sehingga konsep dasar pemberian jaminan oleh Debitur adalah bukan untuk dimiliki oleh Kreditur. Namun untuk mengantisipasi praktek perbankan, dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 (UU Perbankan) Pasal 12A disebutkan bahwa Bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

1) Benda Tetap / Tidak BergerakYang dimaksud dengan benda tetap atau barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal terbang.

Tanah Yang Dapat Dijadikan Jaminan

Menurut pasal 4 Undang-undang No.4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah (UUHT) Tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah:

a. Tanah Hak Milikb. Tanah Hak Guna Usaha (HGU)c. Tanah Hak Guna Bangunan (HGB)d. Tanah Hak Pakai atas tanah NegaraPengikatan jaminan atas tanah hak tersebut di atas adalah dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) yang meliputi pula seluruh bangunan dan tanaman yang berada diatasnya dan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan PPAT dapat dipergunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan. Undang-undang mengatur bahwa SKMHT juga dapat dipergunakan dalam hal hak atas tanah belum bersertifikat serta khusus untuk pemberian kredit program.

2) Benda BergerakYang dimaksud dengan benda bergerak atau barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory), barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan sebagainya.

Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang Debitur. Sedangkan pengikatan jaminan atas benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau Fidusia.2.2.2 Jaminan Fidusia

A. Obyek FidusiaObyek Fidusia terdiri dari:

1) Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;2) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.B. Yang dapat Memberi Fidusia1) Harus Pemilik Benda2) Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang bersangkutan.C. Bentuk Pengikatan FidusiaHarus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU Fidusia.

D. Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima atau kepada Kuasa atau Wakil Penerima Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.

E. Larangan melakukan Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar1) Apabila benda obyek jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum Obyek Jaminan Fidusia telah beralih kepada Penerima Fidusia;

2) Sehingga pemberian Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.

F. Sifat Fidusia 1) Asas Droit De Suite :

Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.

2) Asas Hak Preferent:a) Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan Hak yang Didahulukan kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.b) Kualitas Hak Didahulukan Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.BAB IIIPENUTUP

3.1Kesimpulan

Perluasan kegiatan usaha dilakukan dengan tujuan agar usaha yang dijalankan semakin berkembang dan maju, serta untuk meningkatkan keuntungan/laba dari perusahaan. Salah satu langkah dalam perluasan kegiatan usaha adalah dengan melakukan kredit. Kredit sendiri merupakan suatu kegiatan yang melahirkan hubungan hutang dan piutang, dimana terdapat proses perjanjian peminjaman antara pihak perusahaan yang ingin meminjam dengan bank.Didalam perjanjian kredit terdapat jaminan kredit yang terbagi menjadi jaminan kredit perseorangan, jaminan kredit kebendaan, dan jaminan kredit fidusia. Jaminan ini berfungsi untuk memberikan dorongan kepada pihak peminjam untuk memenuhi perjanjian kredit yang telah dibuat, khusunya mengenai pembayaran kembali kredit yang dipinjam sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui.Penjelasan mengenai hukum perjanjian kredit juga dibahas di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, Undang-Undang No.4 Tahun 1996, Undang-Undang No.42 Tahun 1999 dan Undang-Undang KUHPerdata Pasal 1150 dan Pasal 1162.DAFTAR PUSTAKAJ. Satrio. 1997. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2. Bandung (ID) : PT Citra Adutya Bakti.C.S.T, Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2000. Hukum Perdata. Jakarta (ID) : PT Pradnya Paramita.

Untung, Budi. 2000. Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta : Andi.

R. Subekti dan Tjitrosudibio R. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta (ID) : Pradnya Paramita.2