makalah tentang perjanjian baku

23
Dasar Berlakunya Perjanjian Baku Ditinjau Dari Sudut Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak Dan Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kontrak Standar Disusun untuk Memenuhi Tugas Hukum Kontrak Dan Standar Jenis Baru Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun oleh : DENNY SULISTYO E 0009090

Upload: denny-sulistyo

Post on 13-Jan-2016

1.657 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Dasar Berlakunya Perjanjian Baku Ditinjau Dari Sudut Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak Dan Implementasi Asas Kebebasan BerkontrakDalam Kontrak Standar

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tentang Perjanjian Baku

Dasar Berlakunya Perjanjian Baku Ditinjau Dari Sudut

Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak Dan

Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak

Dalam Kontrak Standar

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Hukum Kontrak Dan Standar Jenis Baru

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh :

DENNY SULISTYO

E 0009090

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: Makalah Tentang Perjanjian Baku

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda),

contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah

yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”.

Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang

sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara

bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.

Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan

didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau

perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga

menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah

tersebut tidak diberikan.

Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah :

suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih.

Perjanjian yang dimaksud diatas adalah pengertian perjanjian yang

masih dalam arti yang masih sangat luas, karena pengertian tersebut hanya

mengenai perjanjian sepihak dan tidak menyangkut mengikatnya kedua belah

pihak. Perjanjian hendaknya menyebutkan bahwa kedua belah pihak harus

saling mengikat, sehingga timbul suatu hubungan hukum diantara para pihak.

Perjanjian yang di buat oleh para pihak berlaku sebagi Undang-Undang bila

terjadi pelanggaran isi perjanjian. Pada hal perjanjian, KUHPdt hanya bersifat

sebagai pelengkap dan bukan sebagai hukum yang utama.

Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian. Sebagaimana yang

telah disebutkan diatas bahwa pengertian perjanjian yang termuat dalam Pasal

Page 3: Makalah Tentang Perjanjian Baku

1313 KHUPdt adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari

suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian

adalah sifanya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan

bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh

para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara pihak yang satu

dan dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut,

pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak

yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat-syarat sah

yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPdt yaitu:

1)     Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2)     Cakap untuk membuat perjanjian;

3)     Mengenai suatu hal tertentu;

4)     Suatu sebab yang halal.

Dengan demikian apabila dalam pembuatan perjanjian, salah satu syarat

sah nya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum bisa

dikatakan sah, syarat-syarat tersebut pun berlaku dalam pembuatan suatu

kontrak.

Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,

yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu

asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan

suatu kontrak dengan siapa pun dan untuk hal apapun. Pasal 1338 ayat 1

memberikan dasar bagi para pihak akan adanya asas kebebasan berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak bukan berarti menghalalkan bagi para pihak untuk

mengingkari kontrak yang telah terlebih dahulu terjadi, maksudnya adalah

para pihak dapat bebas mengadakan kontrak berdasarkan yang diperlukan.

Page 4: Makalah Tentang Perjanjian Baku

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam

makalah ini adalah sebagai berikut :

1. apa yang menjadi dasar berlakunya perjanjian baku/standar

kontrak ditinjau dari sudut pengenyampingan asas kebebsan

berkontrak?

2. bagaimanakah implementasi asas kebebasan berkontrak dalam

kontrak standar?

Page 5: Makalah Tentang Perjanjian Baku

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Berlakunya Perjanjian Baku/Standar Kontrak Ditinjau Dari

Sudut Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak

Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu

standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan

dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara

sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi

lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah :1 Suatu kontrak tertulis

yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan

seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir

tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut

ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif

tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya

dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan

atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-

kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya

kontrak baku sangat berat sebelah.2 Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi

atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik

dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut

ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika

memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat

keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan

yang memeprburuk.3

Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada

dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan

1 Salim, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Hal. 148.

2 Op. cit. hal 463 Op. cit. hal 46

Page 6: Makalah Tentang Perjanjian Baku

bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh

para pihak: asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu

perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil

bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi

kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin

mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut

hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah

bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk

menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.4

Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian

yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan

sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in

terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin

dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu

untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak

mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi

yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan

berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.5

Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas.

Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.

Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan

pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh

Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang

dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena

berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption

clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua

pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum

(public interest).6

4 Syahdeni, Sutan Remi, Tanpa Tahun, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia. Hal. 39

5 Ibid. Hal. 466 Ibid. Hal. 61

Page 7: Makalah Tentang Perjanjian Baku

Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan

berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu

kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan

masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak

yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah

diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan

baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-

pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan

fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-

undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan

dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari

kebutuhan bisnis.7

Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang

merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara

buruh dan majikan/pengusaha.

Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat

membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau

peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai

kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.

Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan

kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap

praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya

perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :

1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda

Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :

Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan

dengan peraturan.

7 Ibid. Hal. 59

Page 8: Makalah Tentang Perjanjian Baku

Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh

Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk

itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-

undang.

Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya

mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan keputusan

raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.

Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui

isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum,

terikat kepada janji itu.

Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau

seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian

baku itu jika ia mengetahui isinya.

2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles

of International Comercial Contract).

Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak

dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan prinsip

kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak

diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip

UNIDROIT menentukan sebagai berikut :

Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan

syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang

pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.

Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan

terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang

oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi

dengan pihak lainnya.

Ketentuan ini mengatur tentang :

a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku

b. Pengertian kontrak baku.

3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :

Page 9: Makalah Tentang Perjanjian Baku

Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak

dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak

berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.

Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti

tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.

4. Pasal 2.21 berbunyi :

dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan

standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir

dinyatakan berlaku.

5. Pasal 2.22

Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan

standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa

persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan

perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-

persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi,

kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau

kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak

lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan

kontrak tersebut.

6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan.

7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas

menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang

diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak

karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk

melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk

kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat

kedua belah pihak yang membuatnya.

Page 10: Makalah Tentang Perjanjian Baku

B. Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kontrak Standar

Kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah

satu pihak dalam kontrak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat

berat sebelah. Untuk dapat membatalkannya perlu menonjolkan apakah

dengan kontrak tersebut telah terjadi penggerogotan terhadap posisi tawar-

menawar, sehingga eksistensi unsur “kata  sepakat” di antara para pihak

sebenarnya tidak terpenuhi.

Namun begitu, walupun banyak kelemahannya eksistensi dari kontrak

baku itu sendiri sangat diperlukan terutama dalam bisnis yang melibatkan

kontrak dalam jumlah banyak. Adapun kekurangan dari kontrak baku tersebut

adalah kurangnya kesempatan bagi pihak lawan untuk menegosiasi atau

mengubah klausula-klausula dalam kontrak. Sehingga kontrak tersebut sangat

berpotensi untuk terjadinya klausula yang berat sebelah. Sementara itu,

kontrak bakupun masih mempunyai kelebihan yakni kontrak tersebut lebih

efisien, dapat membuat praktek bisnis menjadi lebih simpel, serta dapat

ditandatangani seketika oleh para pihak.

Sebenarnya kontrak baku itu sendiri tidak begitu menjadi persoalan

secara hukum, mengingat kontrak baku sudah menjadi kebutuhan dalam

praktek dan menjadi kebiasaan sehari-hari. Yang menjadi persoalan adalah

ketika kontrak baku tersebut mengandung unsur yang  tidak adil bagi salah

satu pihak, sehingga apabila hal yang demikian dibenarkan oleh hukum sangat

menyentuh rasa keadilan dalam masyarakat.

Pada penerapannya sehari-hari dalam pembuatan kontrak baku sangat

minim menerapkan asaa kebebasan berkontrak. Padahal asa kebebasan

berkontrak mengandung makna bahwa masyarakat mempunyai kebebasan

untuk membuat perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Kebebasan tersebut meliputi:

1. kebebasan para pihak untuk memutuskan apakah akan membuat perjanjian

atau tidak

2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuatsuatu perjanjian

Page 11: Makalah Tentang Perjanjian Baku

3. kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian

4. kebebasan untuk menentukan isi perjanjian

5. kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian

Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak mengutamakan kebebasan dan

kesederajatan tiap manusia. Munculnya revolusi industri telah melahirkan

perusahaan-perusahaan raksasa yang memegang monopolidalam segala

bidang. Dalam melakukan kegiatannya mereka menggunakan kontrak baku

yang tidak menjadi kebebasan dan kesederajatan individu. Akibatnya asas

kebebasan berkontrak  yang menjadi cermin dari kebebasan dan kesedarajatan

individu kurang atau bahkan tidak digunakan lagi dalam hukum perjanjian.

Namun seiring dengan berkembangnya paham Welfare State

menyebabkan semakin besarnya keikutsertaan negara dalam mengatur dan

mengelola berbagai lapangan kehidupan masyarakat. Muncullah berbagai

peraturan yang dikeluarkan oleh negara, misalnya tentang perlindungan

terhadap buruh yang wajib dimasukkan dalam perjanjian. Gejala ini justru

juga mengakibatkan asas kebebasan berkontrak kurang atau bahkan tidak

dapat diwujudkan walapun perjanjian tersebut terjadi antar individu.

Adanya klausul eksenorasi dalam kontrak baku semakin menunjukan

ketidakbebasan dan ketidak sederajatan para pihak dalam menentukan

pemikul resiko,karena klausul eksenorasi disadari atau tidak wajib ditaatioleh

debitur.

 Jadi pada intinya makna dari asas kebebasan berkontrak harus

dihindarkan dari makna bebasnya para pihak untuk membentuk hukumnya

sendiri. Para pihak sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk membuat

Undang-undang bagi mereka. Mereka hanya diberi kebebasan untuk memilih

hukumnya, hukum mana yang hendak digunakan sebagai dasar dari kontrak

yang dibuat.

Penggunaan kontrak baku menyebabkan asas kebebasan berkontrak

kurang atau bahkan tidak diwujudkan, misalnya:

1. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena

perjanjian selalu berbentuk tertulis

Page 12: Makalah Tentang Perjanjian Baku

2. kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian, karena dalam

perjanjian standart sepihak, timbal balik, maupun berpola, isi perjanjian

sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, organisasi ataupun

ahli

3. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena cara

pembuatannya sudah ditetapkan oleh pihak, organisasi atau para ahli

Sementara itu kebebasan-kebebasan yang masih dapat diwujudkan

dalam implementasi Asas Kebebasan Berkontrak ini adalah:

1. kebebasan untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau

tidak

2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu perjanjian

Demikian analisis penulis mengenai implementasi asas kebebasan

berkontrak dalam kontrak standar pada dunia bisnis atau perdagangan.

Page 13: Makalah Tentang Perjanjian Baku

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dasar Berlakunya Perjanjian Baku/Standar Kontrak Ditinjau Dari Sudut

Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak

Dalam melihat dasar hukum pemberlakuan kontrak baku dalam

kaitannya dengan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan

kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu

terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang

dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena

berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya

exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku.

Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi

kepentingan umum (public interest). Hal ini berarti kontrak baku yang

dibuat oleh para pihak adalah sah dan mengikat kedua belah pihak. Selain

itu dengan dikeluarkannya beberapa peraturan oleh pemerintah Indoensia

yang mengatur menegani kontrak baku, maka kontrak baku

diperbolehkan untuk dilaksanakan dengan mengenyampingkan asas

kebebasan berkontrak.

2. Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kontrak Standar

Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak mengutamakan kebebasan

dan kesederajatan tiap manusia. Akan tetapi, pada penerapannya sehari-

hari dalam pembuatan kontrak baku sangat minim menerapkan asas

kebebasan berkontrak. Padahal asas kebebasan berkontrak mengandung

makna bahwa masyarakat mempunyai kebebasan untuk membuat

perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing. Kebebasan tersebut

meliputi:

Page 14: Makalah Tentang Perjanjian Baku

1. kebebasan para pihak untuk memutuskan apakah akan membuat

perjanjian atau tidak

2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu

perjanjian

3. kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian

4. kebebasan untuk menentukan isi perjanjian

5. kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian

Sementara itu kebebasan-kebebasan yang masih dapat diwujudkan

dalam implementasi Asas Kebebasan Berkontrak ini adalah:

1. kebebasan untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian

atau tidak

2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu

perjanjian

B. Saran

1. Hendaknya beberapa peraturan oleh pemerintah Indoensia yang mengatur

menegani kontrak baku dapat lebih tegas untuk melindungi para pihak

dalam berkontrak yang dianggap lemah meskipun kontrak baku

diperbolehkan untuk dilaksanakan dengan mengenyampingkan asas

kebebasan berkontrak. Karena masih banyak kejadian yan masih berat

sebelah. Missal antara pengusaha dengan pekerja.

2. Sebaiknya penerapan kontrak standar dalam dunia perdagangan sebaiknya

tidak secara mutlak pelaku usaha mendominasi dalam klausul-klausulnya,

namun juga harus memperhatikan hak-hak bagi pihak konsumen sehingga

masing-masing pihak merasa nyaman. Asas kebebasan berkontrak harus

tetap ada sekalipun dalam suatu kontrak standar dan konsumen sebaiknya

benar-benar mencermati manakah suatu kontrak yang masih terdapat asas

kebebasan berkontrak di dalamnya.

Page 15: Makalah Tentang Perjanjian Baku

DAFTAR PUSTAKA

Buku

1. Gunawan, Johannes dkk, Tanpa Tahun, Beberapa hal Tentang Itikad Baik

dan TanggungJawab Hukum, Bandung, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum

Universitas Katolik Parahyangan.

2. Salim, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta,

PT RajaGrafindo Persada.

3. Subekti, R, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa.

4. Syahdeni, Sutan Remi, Tanpa Tahun, Kebebasan Berkontrak dan

Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit

Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia.

5. Kartini Mulyadi, Gunawan Widjja,  Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,

Raja Grafindo, Jakarta, 2003

6. Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2007

7. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedi Widiasarana

Indonesia, Jakarta, 2004

Internet

1. http://ninyasmine.wordpress.com/2011/09/12/implementasi-asas-

kebebasan-berkontrak-dalam-kontrak-standart/

diakses pada 28 Juni 2012 pukul 20.00.

2. http://idilvictor.blogspot.com/2008/11/dasar-hukum-perjanjian-

standarkontrak.html

diakses pada 28 Juni 2012 pukul 20.10.