makalah tentang perjanjian baku
DESCRIPTION
Dasar Berlakunya Perjanjian Baku Ditinjau Dari Sudut Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak Dan Implementasi Asas Kebebasan BerkontrakDalam Kontrak StandarTRANSCRIPT
Dasar Berlakunya Perjanjian Baku Ditinjau Dari Sudut
Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak Dan
Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak
Dalam Kontrak Standar
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Hukum Kontrak Dan Standar Jenis Baru
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh :
DENNY SULISTYO
E 0009090
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda),
contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah
yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”.
Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang
sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara
bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan
didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau
perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga
menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah
tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah :
suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih.
Perjanjian yang dimaksud diatas adalah pengertian perjanjian yang
masih dalam arti yang masih sangat luas, karena pengertian tersebut hanya
mengenai perjanjian sepihak dan tidak menyangkut mengikatnya kedua belah
pihak. Perjanjian hendaknya menyebutkan bahwa kedua belah pihak harus
saling mengikat, sehingga timbul suatu hubungan hukum diantara para pihak.
Perjanjian yang di buat oleh para pihak berlaku sebagi Undang-Undang bila
terjadi pelanggaran isi perjanjian. Pada hal perjanjian, KUHPdt hanya bersifat
sebagai pelengkap dan bukan sebagai hukum yang utama.
Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian. Sebagaimana yang
telah disebutkan diatas bahwa pengertian perjanjian yang termuat dalam Pasal
1313 KHUPdt adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari
suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian
adalah sifanya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan
bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh
para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara pihak yang satu
dan dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut,
pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak
yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat-syarat sah
yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPdt yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Cakap untuk membuat perjanjian;
3) Mengenai suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Dengan demikian apabila dalam pembuatan perjanjian, salah satu syarat
sah nya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum bisa
dikatakan sah, syarat-syarat tersebut pun berlaku dalam pembuatan suatu
kontrak.
Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,
yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu
asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan
suatu kontrak dengan siapa pun dan untuk hal apapun. Pasal 1338 ayat 1
memberikan dasar bagi para pihak akan adanya asas kebebasan berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak bukan berarti menghalalkan bagi para pihak untuk
mengingkari kontrak yang telah terlebih dahulu terjadi, maksudnya adalah
para pihak dapat bebas mengadakan kontrak berdasarkan yang diperlukan.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. apa yang menjadi dasar berlakunya perjanjian baku/standar
kontrak ditinjau dari sudut pengenyampingan asas kebebsan
berkontrak?
2. bagaimanakah implementasi asas kebebasan berkontrak dalam
kontrak standar?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Berlakunya Perjanjian Baku/Standar Kontrak Ditinjau Dari
Sudut Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu
standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan
dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara
sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi
lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah :1 Suatu kontrak tertulis
yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan
seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut
ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan
atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-
kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya
kontrak baku sangat berat sebelah.2 Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi
atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik
dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut
ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika
memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat
keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan
yang memeprburuk.3
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada
dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan
1 Salim, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Hal. 148.
2 Op. cit. hal 463 Op. cit. hal 46
bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh
para pihak: asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu
perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil
bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi
kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin
mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut
hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah
bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk
menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.4
Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian
yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan
sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in
terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin
dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu
untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak
mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi
yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan
berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.5
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas.
Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan
pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh
Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang
dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena
berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption
clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua
pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum
(public interest).6
4 Syahdeni, Sutan Remi, Tanpa Tahun, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia. Hal. 39
5 Ibid. Hal. 466 Ibid. Hal. 61
Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan
berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu
kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan
masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak
yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah
diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan
baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-
pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan
fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-
undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan
dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari
kebutuhan bisnis.7
Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang
merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara
buruh dan majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat
membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau
peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai
kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan
kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap
praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya
perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan
dengan peraturan.
7 Ibid. Hal. 59
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh
Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk
itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-
undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya
mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan keputusan
raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui
isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum,
terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau
seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian
baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles
of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak
dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan prinsip
kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak
diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip
UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan
syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang
pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang
oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi
dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak
dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak
berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti
tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :
dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan
standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir
dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan
standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa
persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan
perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-
persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi,
kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau
kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak
lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan
kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas
menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang
diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak
karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk
melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk
kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat
kedua belah pihak yang membuatnya.
B. Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kontrak Standar
Kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah
satu pihak dalam kontrak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat
berat sebelah. Untuk dapat membatalkannya perlu menonjolkan apakah
dengan kontrak tersebut telah terjadi penggerogotan terhadap posisi tawar-
menawar, sehingga eksistensi unsur “kata sepakat” di antara para pihak
sebenarnya tidak terpenuhi.
Namun begitu, walupun banyak kelemahannya eksistensi dari kontrak
baku itu sendiri sangat diperlukan terutama dalam bisnis yang melibatkan
kontrak dalam jumlah banyak. Adapun kekurangan dari kontrak baku tersebut
adalah kurangnya kesempatan bagi pihak lawan untuk menegosiasi atau
mengubah klausula-klausula dalam kontrak. Sehingga kontrak tersebut sangat
berpotensi untuk terjadinya klausula yang berat sebelah. Sementara itu,
kontrak bakupun masih mempunyai kelebihan yakni kontrak tersebut lebih
efisien, dapat membuat praktek bisnis menjadi lebih simpel, serta dapat
ditandatangani seketika oleh para pihak.
Sebenarnya kontrak baku itu sendiri tidak begitu menjadi persoalan
secara hukum, mengingat kontrak baku sudah menjadi kebutuhan dalam
praktek dan menjadi kebiasaan sehari-hari. Yang menjadi persoalan adalah
ketika kontrak baku tersebut mengandung unsur yang tidak adil bagi salah
satu pihak, sehingga apabila hal yang demikian dibenarkan oleh hukum sangat
menyentuh rasa keadilan dalam masyarakat.
Pada penerapannya sehari-hari dalam pembuatan kontrak baku sangat
minim menerapkan asaa kebebasan berkontrak. Padahal asa kebebasan
berkontrak mengandung makna bahwa masyarakat mempunyai kebebasan
untuk membuat perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Kebebasan tersebut meliputi:
1. kebebasan para pihak untuk memutuskan apakah akan membuat perjanjian
atau tidak
2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuatsuatu perjanjian
3. kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian
4. kebebasan untuk menentukan isi perjanjian
5. kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian
Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak mengutamakan kebebasan dan
kesederajatan tiap manusia. Munculnya revolusi industri telah melahirkan
perusahaan-perusahaan raksasa yang memegang monopolidalam segala
bidang. Dalam melakukan kegiatannya mereka menggunakan kontrak baku
yang tidak menjadi kebebasan dan kesederajatan individu. Akibatnya asas
kebebasan berkontrak yang menjadi cermin dari kebebasan dan kesedarajatan
individu kurang atau bahkan tidak digunakan lagi dalam hukum perjanjian.
Namun seiring dengan berkembangnya paham Welfare State
menyebabkan semakin besarnya keikutsertaan negara dalam mengatur dan
mengelola berbagai lapangan kehidupan masyarakat. Muncullah berbagai
peraturan yang dikeluarkan oleh negara, misalnya tentang perlindungan
terhadap buruh yang wajib dimasukkan dalam perjanjian. Gejala ini justru
juga mengakibatkan asas kebebasan berkontrak kurang atau bahkan tidak
dapat diwujudkan walapun perjanjian tersebut terjadi antar individu.
Adanya klausul eksenorasi dalam kontrak baku semakin menunjukan
ketidakbebasan dan ketidak sederajatan para pihak dalam menentukan
pemikul resiko,karena klausul eksenorasi disadari atau tidak wajib ditaatioleh
debitur.
Jadi pada intinya makna dari asas kebebasan berkontrak harus
dihindarkan dari makna bebasnya para pihak untuk membentuk hukumnya
sendiri. Para pihak sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk membuat
Undang-undang bagi mereka. Mereka hanya diberi kebebasan untuk memilih
hukumnya, hukum mana yang hendak digunakan sebagai dasar dari kontrak
yang dibuat.
Penggunaan kontrak baku menyebabkan asas kebebasan berkontrak
kurang atau bahkan tidak diwujudkan, misalnya:
1. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena
perjanjian selalu berbentuk tertulis
2. kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian, karena dalam
perjanjian standart sepihak, timbal balik, maupun berpola, isi perjanjian
sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, organisasi ataupun
ahli
3. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena cara
pembuatannya sudah ditetapkan oleh pihak, organisasi atau para ahli
Sementara itu kebebasan-kebebasan yang masih dapat diwujudkan
dalam implementasi Asas Kebebasan Berkontrak ini adalah:
1. kebebasan untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau
tidak
2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu perjanjian
Demikian analisis penulis mengenai implementasi asas kebebasan
berkontrak dalam kontrak standar pada dunia bisnis atau perdagangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dasar Berlakunya Perjanjian Baku/Standar Kontrak Ditinjau Dari Sudut
Pengenyampingan Asas Kebebsan Berkontrak
Dalam melihat dasar hukum pemberlakuan kontrak baku dalam
kaitannya dengan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan
kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu
terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang
dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena
berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya
exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku.
Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi
kepentingan umum (public interest). Hal ini berarti kontrak baku yang
dibuat oleh para pihak adalah sah dan mengikat kedua belah pihak. Selain
itu dengan dikeluarkannya beberapa peraturan oleh pemerintah Indoensia
yang mengatur menegani kontrak baku, maka kontrak baku
diperbolehkan untuk dilaksanakan dengan mengenyampingkan asas
kebebasan berkontrak.
2. Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kontrak Standar
Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak mengutamakan kebebasan
dan kesederajatan tiap manusia. Akan tetapi, pada penerapannya sehari-
hari dalam pembuatan kontrak baku sangat minim menerapkan asas
kebebasan berkontrak. Padahal asas kebebasan berkontrak mengandung
makna bahwa masyarakat mempunyai kebebasan untuk membuat
perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing. Kebebasan tersebut
meliputi:
1. kebebasan para pihak untuk memutuskan apakah akan membuat
perjanjian atau tidak
2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu
perjanjian
3. kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian
4. kebebasan untuk menentukan isi perjanjian
5. kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian
Sementara itu kebebasan-kebebasan yang masih dapat diwujudkan
dalam implementasi Asas Kebebasan Berkontrak ini adalah:
1. kebebasan untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian
atau tidak
2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu
perjanjian
B. Saran
1. Hendaknya beberapa peraturan oleh pemerintah Indoensia yang mengatur
menegani kontrak baku dapat lebih tegas untuk melindungi para pihak
dalam berkontrak yang dianggap lemah meskipun kontrak baku
diperbolehkan untuk dilaksanakan dengan mengenyampingkan asas
kebebasan berkontrak. Karena masih banyak kejadian yan masih berat
sebelah. Missal antara pengusaha dengan pekerja.
2. Sebaiknya penerapan kontrak standar dalam dunia perdagangan sebaiknya
tidak secara mutlak pelaku usaha mendominasi dalam klausul-klausulnya,
namun juga harus memperhatikan hak-hak bagi pihak konsumen sehingga
masing-masing pihak merasa nyaman. Asas kebebasan berkontrak harus
tetap ada sekalipun dalam suatu kontrak standar dan konsumen sebaiknya
benar-benar mencermati manakah suatu kontrak yang masih terdapat asas
kebebasan berkontrak di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Gunawan, Johannes dkk, Tanpa Tahun, Beberapa hal Tentang Itikad Baik
dan TanggungJawab Hukum, Bandung, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan.
2. Salim, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta,
PT RajaGrafindo Persada.
3. Subekti, R, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa.
4. Syahdeni, Sutan Remi, Tanpa Tahun, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit
Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia.
5. Kartini Mulyadi, Gunawan Widjja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,
Raja Grafindo, Jakarta, 2003
6. Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2007
7. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedi Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2004
Internet
1. http://ninyasmine.wordpress.com/2011/09/12/implementasi-asas-
kebebasan-berkontrak-dalam-kontrak-standart/
diakses pada 28 Juni 2012 pukul 20.00.
2. http://idilvictor.blogspot.com/2008/11/dasar-hukum-perjanjian-
standarkontrak.html
diakses pada 28 Juni 2012 pukul 20.10.