bab ii tinjauan umum tentang perjanjian baku dan … ii.pdf · penjabat pembuat akta tanah,...
TRANSCRIPT
24
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT
2.1 Perjanjian Baku
2.1.1 Pengertian Perjanjian Baku
Istilah perjanjian baku adalah terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu
standard contract. Sedangkan hukum inggris menyebutkan sebagai standard
form of contract. Marian Darus Badrulzaman menterjemahkan dengan istilah
perjanjian baku. Baku berarti patokan atau acuan. Jadi perjanjian baku menurut
definisi beliau adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir.17
Dari uraian diatas, jelas bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan
perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila
dibitur menerima isi perjanjian tersebut, ia akan menandatangani perjanjian
tersebut, tetapi apabila ia menolak, perjanjian dianggap tidak ada karena debitur
tidak menandatangani perjanjian tersebut.
2.1.2 Ciri-Ciri Perjanjian Baku
Sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka ciri-ciri
perjanjian baku/standar mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan
tuntutan masyarakat, yang antara lain adalah sebagai berikut :
17 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, h. 32.
25
1. Bentuk Perjanjian Tertulis
Perjanjian yang dimaksud adalah naskah perjanjian keseluruhan dan
dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. Kata-kata
atau kalimat pernyataan kehendak yang termuat dalam syarat-syarat baku
dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau akta dibawah tangan.
Karena dibuat secara tertulis , maka perjanjian yang memuat syarat-syarat
baku itu mengunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan
rapi. Jika huruf yang dipakai kecil-kecil, kelihatan isinya sangat padat dan
sulit dibaca dalam waktu singkat. Ini merupakan kerugian bagi konsumen.
Contoh perjanjian baku adalah perjanjian jual beli, polis asuransi, dan
kredit dengan jaminan, sedangkan contoh dokumen bukti perjanjian
adalah konosemen, nota pesanan, nota pembelian, dan tiket
pengangkutan.18
1. Format Perjanjian Dibakukan.
Format perjanjian meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini
dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya,
sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena
sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian
lengkap atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat
perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat
baku.
18Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 6.
26
Rumusan syarat-syarat perjanjian dapat dibuat secara rinci dengan
menggunakan nomor/pasal atau secara singkat berupa klausula tertentu
yang mengandung arti tertentu yang hanya dipahami oleh pengusaha,
sedangkan konsumen sulit/tidak memahaminya secara singkat sehingga
dapat merugikan bagi konsumen. Ukuran kertas perjanjian ditentukan
menurut model, rumusan isi perjanjian, bentuk huruf dan angka yang
dipergunakan. Contoh format perjanjian baku adalah polis asuransi, akta
Penjabat Pembuat Akta Tanah, perjanjian sewa beli, penggunaan kartu
kredit dan obligasi.19
2. Syarat-syarat Perjanjian Ditentukan oleh Pengusaha
Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak
ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusaha atau organisasi
pengusaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh
pengusaha dari pada kosumen, maka sifatnya cenderung lebih
menguntungkan pengusaha. Hal ini tergambar dalam klausula eksonerasi
berupa pembebasan tanggung jawab perusahaan, dimana tanggung jawab
itu menjadi beban konsumen.20
3. Konsumen Hanya Menerima atau Menolak
Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang
diberikan padanya, maka ditanda tanganilah perjanjian itu.
Penandatanganan tersebut menunjukan bahwa konsumen bersedia
memikul tanggung jawab walapun mungkin konsumen tidak bersalah.
19 Ibid, h.7.
20
Ibid, h. 8.
27
Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang
disodorkan itu, konsumen tidak boleh menawar syarat-syarat yang sudah
dibakukan itu. Menawar syarat-syarat baku berarti menolak perjanjian.
Pilihan menerima ini dalam bahasa inggris diungkapkan dengan take it or
leave it.21
4. Penyelesaian Sengketa Melalui Musyawarah/Peradilan
Dalam syarat-syarat perjanjian terdapat klausula standar (baku)
mengenai penyelesaian sengketa. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan
perjanjian, maka penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase. Tetapi jika
ada pihak yang menghendaki, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian
sengketa melalui Pengadilan Negeri. Sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
maka pengusahan di Indonesia sebelum menyelesaikan sengketa di
pengadilan, penyelesaian sengketa melalui musyawarah.
5. Perjanjian Baku Menguntungkan Pengusaha
Kenyataan ini menunjukan bahwa kecenderungan perkembangan
perjanjian adalah dari lisan ke bentuk tulisan, dari perjanjian tertulis biasa
ke perjanjian tertulis yang dibakukan, syarat-syarat baku dimuat lengkap
dalam naskah perjanjian, atau ditulis sebagai lampiran yang tidak
terpisahkan dari formulir perjanjian, atau ditulis dalam dokumen bukti
perjanjian. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perjanjian baku yang
dirancang secara sepihak oleh pengusaha akan menguntungkan pengusaha
berupa :
21 Ibid, h.9.
28
a. Efisiensi biaya, waktu dan tenaga;
b. Praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir
atau blangko yang siap diisi dan ditandatangani;
c. Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui dan atau
menandatangani perjanjian disodorkan kepadanya;
d. Homogenitas perjanjian yang dibuat dengan jumlah yang
banyak.22
2.1.3 Jenis-Jenis Perjanjian Baku
Secara kuantitatif, jumlah perjanjian baku yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat sangat banyak karena masing-masing perusahaan atau
lembaga, baik yang bergerak di bidang perbankan dan nonbank maupun
lainnya, selalu menyiapkan standart baku dalam mengelola usahanya. Ini
disebabkan untuk mempermudah dan mempercepat lalu lintas hukum.23
Hondius mengemukakan bahwa kiranya tidak tepat kalau ada kesan
seakan-akan hampir semua transaksi dibuat atas syarat-syarat baku. Selalu
masih banyak perjanjian, yang dibuat sama sekali atau semata-mata dalam
bentuk syarat-syarat kontrak individual. Tidak semua transaksi cocok untuk
dibakukan.24
Berbagai contoh kontrak yang tidak cocok untuk dibakukan,
yaitu:
1. Jenis-jenis kontrak baku dan hubungan-hubungan hukum baru;
22 Ibid, h.10.
23
Salim HS, Op.cit, h.154.
24
Salim HS, Op.cit, h.155.
29
2. Transaksi antara pengusaha dan seorang partikelir, yang segera
dilaksanakan dalam hal pengusaha tidak ada resiko besar (misalnya
penjualan makanan);
3. Transaksi antar golongan swasta satu dengan swasta yang lain (sewa-
menyewa, penjualan mobil bekas);
4. Perjanjian-perjanjian, kedua belah pihak segan mempergunakan dokumen-
dokumen (misalnya transaksi-transaksi gelap, tidak diberikan nota karena
kedua belah pihak hendak mengelakan Undang-Undang pajak peredaran);25
Penyebab keempat hal itu tidak dibuatkan syarat-syarat baku adalah karena :
1. Biaya, waktu dan kesulitan dari penerapan syarat-syarat umum tidak
seimbang dengan keuntungan;
2. Tidak ada pengetahuan tentang syarat-syarat baku atau karena kurang
pengalaman;
3. Karena kedua belah pihak mengelakan Undang-Undang pajak peredaran.26
Hondius tidak mengklarifikasikan jenis-jenis standar kontrak tersebut,
baik berdasarkan usahanya maupun lainnya. Namun, Marian Darus
Badrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi empat jenis yaitu
sebagai berikut :
1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh
pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian itu. Pihak yang kuat
disini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi)
kuat dibandingkan pihak debitur.
25 Salim HS, Loc.cit
26
Salim HS, Loc.cit
30
2. Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya
ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang pihak-
pihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak lainnya buruh
(debitur). Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya
pada perjanjian buruh kolektif.
3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah ialah perjanjian baku
yang lazimnya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan
hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai objek
hak-hak atas tanah. Dalam bidang argaria, lihatlah misalnya formulir-
formulir perjanjian sebagaimana yang diatur dalam SK Menteri Dalam
Negeri tanggal 6 Agustus 1977 Nomor 104/d\d\Dja/1977 antara lain akta
jual beli.
4. Perjanjian baku yang ditentukan dilingkungan notaris atau advokad
adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang
meminta bantuan notaris atau advokad yang bersangkutan. Didalam
perpustakaan Belanda, jenis keempat ini disebut dengan contract model.27
Mariam Darus Badrulzaman tidak menyebutkan dengan jelas perjanjian
baku yang berlaku di kalangan perbankan, namun ia hanya menyebutkan
bahwa perjanjian baku yang dibuat oleh pihak ekonominnya kuat terhadap
debitur yang kedudukan ekonominnya lemah. Pihak ekonominya kuat ini,
dapat ditafsirkan sebagai pihak pemberi kredit atau lembaga perbankan yang
27 Salim HS, Op.cit, h.156.
31
memberikan kredit pada debitur. Memang didalam lembaga perbankan
syarat-syarat baku itu telah disiapkan oleh lembaga perbankan, sedangkan
nasabah atau debitur hanya tinggal menerima atau menolak isi perjanjian.
Apabila ia menerima, maka ia menandatangani isi perjanjian tesebut.28
Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai jenis perjanjian yang berlaku
di Indonesia, Salim HS, telah menginventariskan berbagai kontrak yang telah
dibakukan. Kontrak itu dapat dikaji dari objeknya. Jenis-jenis kontrak
tersebut disajikan sebagai berikut :
1. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang pertambangan umum dan
minyak dan gas bumi, seperti kontrak baku pada kontrak karya, kontrak
production sharing, perjanjian karya pengusahaan batu bara, kontrak
bantuan teknis, dan lain-lain;
2. Kontrak baku yang dikenal dalam praktik bisnis, seperti kontrak baku
dalam perjanjian leasing, beli sewa, franchise, dan lain-lain;
3. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang perbankan, seperti perjanjian
kredit bank, perjanjian bagi hasil pada bank syariah;
4. Kontrak baku yang dikenal dalam perjanjian pembiayaan non-bank,
seperti perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil pada perusahaan
modal ventura, perjanjian pembiayaan konsumen; dan
5. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang asuransi, seperti perjanjian
asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi.29
28 Salim HS, Op.cit, h.157.
29
Salim HS, Loc.cit.
32
Disamping itu, dikenal juga perjanjian baku yang dikenal dalam
pembebanan jaminan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan,
fidusia, dan gadai. Perjanjian ini telah dibakukan oleh pemerintah dan
lembaga pegadaian.30
2.2 Kredit
2.2.1 Pengertian Kredit
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang
berarti kepercayaan. Misalkan, seseorang nasabah debitur yang memperoleh
kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank.
Hal ini menunjukan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank
kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit
adalah pinjam meminjam uang dengan pembayaran pengembalian secara
mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh
bank atau badan lain.
Menurut Drs. OP. Simorangkir, “kredit adalah pemberian prestasi dengan
balas prestasi yang akan terjadi pada waktu akan datang”.31
Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan dirumuskan bahwa kredit adalah “Penyedian uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
30 Salim HS, Loc.cit.
31
H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garasi, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.123.
33
meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Berkaitan dengan pengertia kredit di atas, menurut ketentuan Pasal 1
angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah
Penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga,
termasuk : (a) ceruka (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro
nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b)
pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak-piutang; dan (c)
pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Dari pengertian tersebut, setidaknya terdapat empat (4) unsur pokok kredit,
yaitu kepercayaan, waktu, resiko, dan prestasi. Sebagaimana diketahui bahwa
unsur esensial dari kredit bank adalah kepercayaan dari bank sebagai kreditur
terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan timbul karena
dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank
oleh debitur antara lain : jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda
jaminan atau agunan, dan lain-lain.32
Dengan demikian unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah :
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan
datang.
32 Hermansyah, Op.cit, h.58.
34
2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu
uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan
diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari.
Semakin lama kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat
resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos
masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang
tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur
resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah, maka timbullah jaminan
dalam pemberian kredit.
4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan
modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi
kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktik
perkreditan.33
2.2.2 Jenis-Jenis Kredit
Jenis kredit perbankan dapat dibedakan dengan mengacu pada kreteria
tertentu. Pengklasifikasian jenis-jenis tersebut bermula dari klasifikasi yang
33 Hermansyah, Op.cit, h. 59.
35
dijalankan oleh perbankan dalam rangka mengontrol portofolio kredit secara
efektif. Dari kegaiatan pengklasifikasian tersebut maka saat ini dikenal jenis-jenis
kredit yang didasarkan kepada :
1. Penggunaanya
2. Tujuan penggunaan kredit
3. Jangka waktu
4. Jaminanya
5. Aktivitas perputaran sektor usaha
6. Kelembagaanya
7. Objek yang di transfer34
Berdasarkan penggunaanya kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang
diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitasi, moderenisasi, perluasan ataupun pendirian proyek
baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik,
yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang
dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau
pajang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang
diperlukan untuk rehabilitasi, moderinisasi, perluasan, proyek penempatan
kembali dan/atau pembuatan proyek baru.
2. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan baik dalam rupiah
maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu
34Hermansyah, Op.cit, 59.
36
siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kesepakatan antara para pihak yang
bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk
membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang
diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.
3. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan
kepada debitur untuk pembiayaa barang-barang kebutuhan atau konsumsi
dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan
bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan kata lain, kredit
konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk
kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk
membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama
lainnya.35
Berdasarkan dari segi tujuan kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu:
1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha
atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan
barang dan atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangunan
pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang, kredit pertanian yang
menghasilkan produk pertanian atau kredit pertambangan yang
menghasilkan bahan tambang atau kredit industri lainnya.
35 Hermansyah, Op.cit, h.60.
37
2. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk konsumsi secara
pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang
dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang
atau badan usaha. Sebagai contoh kredit perumah, kredit mobil pribadi,
kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.
3. Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk perdagangan,
biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering
di berikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan uang akan
membeli barang jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor
dan impor.36
Berdasakan dari segi jangka waktu kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
jenis, yaitu :
1. Kredit Jangka Pendek, yaitu merupakan kredit yang memiliki jangka
waktu kurang dari 1 (satu) tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya
digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk perternakan
misalnya kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya
tanaman padi atau palawija.
2. Kredit Jangka Menengah, yaitu jangka waktu kreditnya berkiran antara 1
tahun sampai 3 tahun, biasanya untuk investasi. Sebagai contoh kredit
pertanian seperti jeruk, atau pertenakan kambing.
36 Kasmir, 2015, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi Cetakan Keenam,
Rajawali Pers, Jakarta, h.92.
38
3. Kredit Jangka Panjang, yaitu merupakan kredit yang masa
pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu
pengembaliannya diatas tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk
investasi jangka panjang seperti perkebunan karet,kelapa sawit atau
manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.37
Berdasarkan dari segi jaminan kredit dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Kredit dengan Jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan,
jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud
atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan
dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.
2. Kredit tanpa Jaminan, yaitu merupakan kredit yang diberikan tanpa
jaminan barang atau orang tertentu. Kredi jenis ini diberikan dengan
melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon
debitur selama ini.38
Berdasarkan dari segi kelembagaanya kredit dapat digolongkan menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu :
1. Kredit perbankan yang diberikan oleh Bank Milik Negara, atau Bank
Swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan/atau konsumsi.
Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai pembelian
kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
37 Ibid
38
Ibid
39
2. Kredit liquidasi, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentrak kepada
bank-bank yang beroprasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan
sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.
3. Kredit langsung, kredit ini diberika oleh Bank Sentral kepada lembaga
pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya Bank
Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka
pelaksanaan program pelaksanaan pangan, atau pemberian kredir langsung
kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.
4. Kredit (pinjam antar bank), yaitu kredit ini diberikan oleh bamk yang
kelebihan dana kepada bank yang kekuarangan dana. Pinjaman model ini
merupakan sarana yang paling mudah dilakukan olegh bank yang
memerlukan tambahan dana baik dalam keadaa darurat maupun keadaan
biasa arti sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar
kembali.39
2.2.3 Tujuan dan Fungsi Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan
pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut
didirikan.
Adapun tujuan utama dari pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut :
1. Mencari keuntungan
Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.
Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank
39 Muhamad Djumhana, 2008, Hukum Perbankan di Indonesia, cetakan ke III, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h.368.
40
sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada
nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh kredit
pun bertambah maju dalam usahanya.
Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang
terus menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank
tersebut akan dilikuidasi.
2. Membantu usaha nasabah, yaitu membantu usaha nasabah yang
memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana modal kerja. Dengan
dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan
memperluas usahanya.
3. Membantu pemerintah, yaitu bagi pemerintah semakin banyak kredit
yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat
semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di
berbagai sektor.40
Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarkan pemberian kredit adalah :
a. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dari bank.
b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan
usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru
sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menggangur.
c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar
kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa
yang beredar di masyarakat.
40 Kasmir, Op.cit h.88.
41
d. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri
dengan fasilits kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa
negara.
e. Meningkatan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai
untuk keperluan ekspor.41
Kemudian disamping tujuan dari fasilitas kredit, adapun fungsi kredit secara
luas. Fungsi kredit secara luas antara lain sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya
dari uang jika hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu
yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi
berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu
wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan
uang dapat memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh
tambahan yang dari daerah lainnya.
3. Untuk meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan si debitur untuk
mengolah barang yang tidak berguna atau bermanfaat.
41 Kasmir, Loc.cit.
42
4. Meningkatkan peredaran uang
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari
satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula
meningkatkan jumlah barang yang beredar.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi
karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah
barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula
membantu dalam mengekspor barang dalam negeri ke luar negeri
sehingga meningkatkan devisa negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
Bagi si penerima kredit tentu akan meningkatkan kegairahan berusaha,
apalagi bagi si nasabah yang memegang modal pas-pasan.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pedapatan.
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik,
terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit
diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu
membutuhkan tenaga kerja sehingga, dapat pula mengurangi
penganguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga dapat
meningkatkan pendapatannya seperti membukaan warung atau menyewa
rumah kontrakan atau jasa lainnya.
43
8. Untuk meningkatkam hubungan internasional
Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningatkan saling
membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit.
Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di
bidang lainnya.42
2.2.4 Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)
Kredit umum pedesaan atau disingkat dengan Kupedes adalah kredit
yang diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil
yang sudah ada di pedesaan, baik usaha-usaha yang sebelumnya pernah
dibantu dengan fasilitas kredit mini atau midi dan jenis kredit lain maupun
usaha-usaha dari calon nasabah baru.43
Tujuan dari Kredit umum pedesaan yaitu untuk membiayai keperluan
investasi maupun modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua
sektor ekonomi di pedesaan.44
Kredit umum pedesaan merupakan suatu fasilitas kredit yang disediakan
oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Desa untuk mengembangkan/meningkatkan
usaha kecil yang layak di pedesaan, baik yang telah dibantu dengan fasilitas
kredit. Namun demikian untuk memperluas jangkauan pelayanan, maka
Direksi Bank Rakyat Indonesia telah mengambil kebijakan agar kredit umum
pedesaan dapat diberikan pula pada pegawai berpenghasilan tetap. Perlu
42 Kasmir, Op.cit, h.90.
43
Thomas Suyatno dkk, 2003, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Kesepuluh, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, h.47
44
Ibid
44
ditekankan disini bahwa kredit umum pedesaan hanya disediakan oleh Bank
Rakyat Indonesia Unit dan bukan bank lain termasuk Kantor Cabang Bank
Rakyat Indonesia dan sasarannya adalah orang-orang yang mempunyai usaha
selain dari pegawai yang berpenghasilan tetap.
Sasaran kredit umum pedesaan adalah dua golongan masyarakat pedesaan
yaitu :
a. Pengusaha
Semua pengusaha yang bergerak dalam berbagai sektor ekonomi dalam
wilayah kerja Bank Rakyat Indonesia Unit seperti pada sektor : pertanian,
perdagangan, jasa-jasa salah satunya jasa kecantikan salon dan lain-lain.
b. Golongan Berpenghasilan Tetap
Semua pegawai yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor. 6 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1. Pegawai negeri yang dimaksud
adalah
- Pegawai Negeri Sipil
- Anggota TNI/POLRI
- Pegawai BUMN
- Pegawai Perusahaan Daerah
b) Pensiunan Dari :
- Pegawai Tetap
- Perusahaan Swasta
- Janda/Duda Pensiunan
Jenis-Jenis Kredit Umum Pedesaan
45
1. Kredit Umum Pedesaan Modal Kerja
Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk
membiayai modal kerja yang bersangkutan.
2. Kredit Umum Pedesaan Investasi
Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk
membelian barang-barang modal yang diperlukan guna rehabilitasi,
moderenisasi, ekspansi atau pendirian usaha baru.
3. Kredit Umum Pedesaan Pengganti Modal Kerja
Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur untuk mengganti modal
kerja.
4. Golongan Perpenghasilan Tetap
Merupakan kredit yang diberikan debitur/calon debitur golongan
berpenghasilan tetap, baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif.45
2.3 Agunan
2.3.1 Pengertian dan Fungsi Agunan
Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal
pemberian fasilitas kredit. Hal demikian sesuai dengan pengertian agunan yang
termuat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, yaitu bahwa aguanan adalah jaminan tambahan yang diserahkan
nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarka prinsip syariah.46
45 Gunawan Sri Nugroho, 2012, “Evaluasi Sistem Pemberian Kredit Umum Pedesaan
(KUPEDES) Pada Bank Rakyat Indonesia unit klenco”, URL : http://digilib.uns.ac.id. Diakses
tanggal 11 Januari 2016.
46 TB. Irman, Op.cit. h.90.
46
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak
disebutkan lain secara tegas mengenai kewajiban dan keharusan tersedianya
jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh debitur, seperi yang diatur dalam
Undang-undang Perbankan sebelumnya.
Dengan kedudukannya sebagai jaminan tambahan maka bentuk agunan
menurut penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahub 1998 tentang
Perbankan, dapat berupa :
“…barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat,
yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain
yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib
meminta agunan yang berupa barang yang tidak terkait langsung dengan
obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.”
Fungsi agunan adalah :
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan
dari agunan apabila debitur melakukan wanprestasi yaitu untuk membayar
kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan.
b. Menjamin agar debitur perperan serta dalam transaksi untuk membiayai
usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya
dengan merugikan diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sukurang-
kurangnnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.
c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya
mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah
disetujui agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikyt menjamin tidak
kehilangan kekayaanya yang telah dijaminkan kepada bank.47
47 Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkereditan Pada Bank, Cetakan Kedua, Alfabeta,
Jakarta, h.149.