makalah hukum bisnis (perjanjian)

37
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat marak terjadi di indonesia, salah satunya adalah masalah kontak kerja atau perjanjian kerja antara pihak perusahaan dan pekerja yang bermasalah. Masalah ini terkadang diselesaikan dengan jalan damai dan tak jarang pula diselesaikan dengan cara anarkisme. Permasalahan ini jika dibiarkan berlarut-larut tentu akan menimbulkan dampak bagi opersional perusahaan, dan secara tidak langsung akan menimbulkan dampak bagi sistem perekonomian indonesia. Kita tentu ketahui bahwa suatu sistem akan bekerja dengan baik apabila semua unsur yang ada dalam sistem tersebut bekerja dengan baik. Begitu pula dengan sistem perekonomian Indonesia, ketika salah satu unsur dalam hal ini adalah perusahaan -perusahaan nasional yang tidak beroprasi 1

Upload: aqtums

Post on 28-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah Hukum dan Bisnis perjanjian

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat marak terjadi di

indonesia, salah satunya adalah masalah kontak kerja atau perjanjian kerja antara

pihak perusahaan dan pekerja yang bermasalah. Masalah ini terkadang

diselesaikan dengan jalan damai dan tak jarang pula diselesaikan dengan cara

anarkisme. Permasalahan ini jika dibiarkan berlarut-larut tentu akan menimbulkan

dampak bagi opersional perusahaan, dan secara tidak langsung akan menimbulkan

dampak bagi sistem perekonomian indonesia. Kita tentu ketahui bahwa suatu

sistem akan bekerja dengan baik apabila semua unsur yang ada dalam sistem

tersebut bekerja dengan baik. Begitu pula dengan sistem perekonomian Indonesia,

ketika salah satu unsur dalam hal ini adalah perusahaan -perusahaan nasional yang

tidak beroprasi tentu akan mengganggu jalannya sistem. Terlebih lagi kondisi

perekonomian indonesia saat ini yang masih kurang stabil. Apabila terus berlarut

– larut maka tidak menutup kemungkinan sistem tersebut akan rusak.

Selain uraian diatas, masalah ini juga dapat memperburuk kepercayaa

investor asing terhadap iklim berbisnis di Indonesia, karena mereka bisa saja

mencap negara kita sebagai negara yang tidak aman dan nyaman untuk berbisnis.

Hal ini juga berkaiatan dengan kekuatan hukum yang berlaku di Indonesia.

1

Page 2: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan perjanjian kerja ini adalah

kasus PT X, di Batam. Kasus ini berkaitan dengan adanya ketidak sepakatan

antara pihak beberapa pekerja dengan pihak perusahaan berkaitan dengan status

pekerja. Kasus inilah yang akan menjadi bahan pembahasan kita didalam makalah

ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang menjadi alasan PT X ingin mengubah status karyawan dari

pekerja menjadi tenaga kontrak?

2. Apa yang menjadi alasan karyawan tidak menyetujui kontrak yang

menyatakan pengalihan status dari pekerja menjadi tenaga kontrak?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui alasan PT X ingin mengubah status karyawan dari

pekerja menjadi tenaga kontrak

2. untuk mengetahui alasan karyawan tidak menyetujui kontrak yang

menyatakan pengalihan status dari pekerja menjadi tenaga kontrak

2

Page 3: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

BAB II

PEMBUKAAN

A. PENGERTIAN PERJANJIAN

Dalam kitab undang undang hukum Perdata terjenahan R. subekhi dan R.

Tjitrosudibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipaki adalah

perikatan sebagaimana disebut dalam pasal 1233 KUH Perdata

Jadi kedua istilah tersrbut sama artinya . tetapi menurut pendapat R.Wirjno

Prodjodikoro bahwa:

Perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Persetujuan adalah suatu kata

sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang

bertujuan mengikat kedua belah pihak ,sedangkan perjanjian adalah suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak ,dalam

mana satu pihak berjanji atau di anggap berjanji ntuk melakukan sesuatu. Hal

sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu

Dari kedua definisi yang di kemukakan aleh R. subekti dan R. Wirjono

prodjodikoro pada dasarnya tidak ada perbedaan yang tidak prinsipil Adanya

perbedaan tersebut hanya terletak pada redaksi kalimat yang dipilih untuk

mengutarakan maksud dan pengertianya saja . yang pasti dari perjanjian itu

kemudian akan menimbulkan suatu hubungan antara kedua orang atau keduapihak

tersebut.

3

Page 4: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Jadi perjanjian dapat menerbitkan perikatan di antara kedua orang atau

kedua pihak yang membuatnya itu, didalam menampakkan atau mewujudkan

bentuknya ,perjanjian dapat berupa suatu dangkain perkataan yang mengandung

janji janji atau kesangupan yang diucapkan atau dituliskan.

Dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah

bahwa perjamjian itu dapat menimbulkan perikatan dikalangan para pihak yang

mengadakan perjanjiawn itu. Jadi perjajian adalah merupakan salah satu sumber

perikatan disamping sumber-sumber perikatan lainya, perjanjian disebut sebagai

persepakatan atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentunya

menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksanakan sesuatu prestasi

tertentu.

B. SYARAT SAH PERJANJIAN

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya

perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu:

1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para

pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia

sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus

diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak

ada gangguan;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat

suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian

4

Page 5: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah

dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum;

3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat

ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi

perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian

harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan

jenisnya;

4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang

mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337

KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang

Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal

1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak

mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut

syarat-syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat

objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum

yang dilakukan.

Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi:

a. kesempatan penarikan kembali penawaran;

b. penentuan resiko;

c. saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;

d. menentukan tempat terjadinya perjanjian.

5

Page 6: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Di dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara jelas tentang momentun

terjadinya kontrak. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata hanya disebutkan cukup

dengan adanya konsensus para pihak. Di berbagai literatur disebutkan empas teori

yang membahas momentum terjadinya kontrak, yaitu teori pernyataan.

pengiriman, pengetahuan, dan penerimaan Keempat hal itu dijelaskan berikut ini.

1. Teori Perrnyataan (Uitingstheorie)

Menurut teori pernyataan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak

yang menerima menawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran

itu. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru

menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah

terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoretis karena dianggap

terjadinya kesepakatan secara otomatis.

2. Teori Pengiriman (Verzending Theori)

Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya

kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya

kontrak.

3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi

diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.

4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie)

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya

jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak

6

Page 7: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si

penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata

merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya

pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan

kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.

Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah

diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.

Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.

Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut

tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

C. SYARAT BATALNYA PERJANJIAN

Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu

pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang

dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:

1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki

dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki;

2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami

kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya;

3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan;

4. Terlibat hukum;

D. BENTUK – BENTUK PERJANJIAN

7

Page 8: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata dapat diketahui bahwa perikatan di

bagi menjadi dua golongan besar yaitu:

1. Perikatan perikatan yang bersumber pada persetujuan (perjanjian);

2. Perikatan prikatan yang bersumber pada undang undang;

Selanjutnya menurut pasal 1352 KUH .Perdata terhadap perikatan-

perikatan yang bersumber pada undang undang di bagi lagi menjadi dua golongan

yaitu:

1. Perikatan perikatan yang bersumber pada undang undang ,timbul dari

undang undang sebaai akibat perbuatan orang;

2. Perikatan perikatan yang bersumber pada undang undang bedasarkan

perbuatan seseorang manusia;

Menurut pasal 1353 KUH Perdata perikatan tersebut diatas dapat dibagi

lagi menjadi dua macam atau dua golongan yaitu sebagai berikut:

1. Perikatan perikatan yang bersumber pada undang undng berdasarkan

perbuatan seseorang yang tidak melanggar hukum. Misalnya sebagai mana

yang di atur dalam pasal 1359 KUH Perdata yaitu tentang mengurus

kepentingan orang lain secara sukarela dan seperti yang si atur dalam pasal

1359 KUH Perdata tentang pembayaran yang tidak di wajibkan;

2. Perikatan perikatan yang bersumber pada undang-undang berdasarkan

perbuatan seseorang yang melanggar hukum . hal ini diatur didalam pasal

1365 KUH Perdata.

E. PERJANJIAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13

TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (UUTK)

8

Page 9: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

1. Pengertian

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(UUTK) pada prinsipnya telah memberikan defenisi normatif mengenai

perjanjian kerja. Pasal 1 angka 14 UUTK mendefenisikan perjanjian kerja

sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi

kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak,

Atas pengertian tersebut, maka dapat dijelaskan beberapa unsur penting

perjanjian kerja sebagai berikut:

1. Adanya perbuatan hokum/peristiwa hokum berupa perjanjian

2. Adanya subjek atau pelaku yakni pekerja/buruh dan

pengusaha/pemberi kerja yang masing-masing membawa kepentingan;

3. Memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak

Peristiwa hokum perjanjian merupakan tindakan yang dilakukan oleh

pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja untuk saling mengikatkan diri

dalam suatu hubungan yang bersifat normative atau saling mengikat.

Dalam berbagai teori ilmu hokum perikatan, perjanjian merupakan bentuk

dari perikatan dimana 2 (dua) pihak mengikatkan diri untuk berbuat,

memberikan sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu yang dituangkan

dalam suatu perjanjian baik secara lisan maupun secara tertulis. Perjanjian

selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pelaku yang terlibat di

dalamnya. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya hak dan kewajiban

tersebut dapat berupa batal atau kebatalan terhadap perjanjian tersebut dan

bahkan memungkinkan menimbulkan konsekuensi penggantian kerugian

9

Page 10: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

atas segala bentuk kerugian yang timbul akibat tidak terpenuhinya prestasi

yang diperjanjikan.

Dalam UUTK hubungan kerja baru dapat timbul setelah

pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja mengikatkan diri dalam suatu

perjanjian kerja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 50 UUTK yang

menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja

antara pengusaha dan pekerja/buruh. Dengan demikian tidak ada

keterkaitan apapun yang menyangkut pekerjaan antara pekerja/buruh dan

pengusaha tertentu apabila sebelumnya tidak ada perjanjian yang mengikat

keduanya.

Pelaku atau merupakan syarat subjektif untuk pemenuhan keabsahan

suatu perjanjian. Dalam konteks ketenagakerjaan, pelaku berkedudukan

sebagai pewujud perjanjian kerja. Tanpa pelaku, maka tentunya tidak akan

ada perjanjian yang terjadi. Karena secara prinsip pelakulah yang

berinisiatif, bertindak dan bertanggungjawab atas dimulainya keterikatan

sampai pada berakhirnya keterikatan.

2. Bentuk dan Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Pada prinsipnya perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun

lisan. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 angka 1 UUTK maka bentuk tertulis

maupun lisan dari suatu perjanjian kerja dimungkinkan untuk dilakukan

oleh para pihak yang menjadi pelaku. Meskipun demikian terdapat

batasan-batasan yang harus terpenuhi dalam pembuatan perjanjian kerja

baik lisan maupun tertulis tersebut.

10

Page 11: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Perjanjian Kerja pada prinsipnya dapat dibuat secara lisan dan

tertulis dengan syarat terpenuhinya syarat-syarat keabsahan perjanjian

kerja sebagaimana dicantumkan dalam UUTK. Pasal 53 mensyaratkan

beberapa hal untuk absahnya suatu perjanjian kerja sebagai berikut:

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Kesepakatan diartikan sebagai bentuk persetujuan para pihak atas

apa yang diperjanjikan dan hal-hal yang termuat dalam perjanjian. Apabila

perjanjian itu dibuat dalam bentuk tertulis seperti kontrak, maka tentunya

dinyatakan dalam draft kontrak tersebut. Namun apabila dibuat secara

lisan, maka cukup dengan pernyataan yang secara bersama disetujui oleh

kedua belah pihak dan sebaiknya disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua

orang saksi. Sepakat (konsensualitas) dalam teori hokum perjanjian

merupakan azas yang sangat penting existensinya. Sebab suatu perjanjian

belum dapat dikatakan utuh sebagai suatu perjanjian apabila tidak

disepakati oleh pihak lainnya. Dengan kata lain subjektifitas perjanjian

tersebut belum terpenuhi seutuhnya dan tentunya belum dapat

diimplementasikan dan belum berkekuatan hokum. Oleh karena itu

perjanjian tersebut belum dapat dianggap sebagai suatu peristiwa hokum

11

Page 12: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

yang secara otomatis belum menimbulkan hak dan kewajiban antara satu

pihak dengan pihak lainnya.

Syarat kedua yakni kemampuan atau kecakapan melakukan

perbuatan hokum memberikan batasan terhadap orang-orang yang belum

dapat mengemban tanggungjawab. Sebagai contoh adalah anak-anak atau

orang yang belum dewasa dan masih dalam pengawasan atau pengampuan.

Selanjutnya mengenai keharusan adanya objek yang diperjanjikan.

Secara logis kita dapat menyimpulkan bahwa tidak mungkin akan ada

kesepakatan apabila tidak ada hal yang disepakati. Dalam perjanjian kerja,

yang menjadi substansi kesepakatan adalah pekerjaan dan berbagai hal

yang terkait dengannya. Apabila substansi tersebut tidak dikemukakan

maka tentunya tidak dapat dikatakan sebagai perjanjian kerja.

Pasal 54 UUTK mensyaratkan pemenuhan hal-hal sebagai berikut

untuk terpenuhinya keabsahan suatu perjanjian kerja:

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha

dan pekerja/buruh ;

g. Memulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

12

Page 13: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa perjanjian kerja dapat

buat dalam bentuk tertulis dan lisan. UUTK memberikan batasan-batasan

tertentu mengenai pelaksanaan bentuk-bentuk perjanjian kerja sebagai

bentuk perlindungan hokum terhadap para pihak dalam perjanjian.

Berdasarkan waktu berlakunya perjanjian, UUTK mengenal

perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak

tertentu (PKWTT). PKWT dan PKWTT diatur dalam Pasal 56 UUTK dan

secara terperinci pelaksanaannya diatur dalam Kepmenakertrans No. 100

Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah bentuk perjanjian

kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. UUTK

maupun Kepmenakertrans memberikan batasan tertentu terhadap

pelaksanaan bentuk perjanjian kerja ini. Pasal 59 UUTK membatasi hal-

hal tertentu yang dapat diberlakukan dengan PKWT sebagai berikut:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

13

Page 14: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Pengaturan lebih lanjut mengenai PKWT dijabarkan lebih lanjut

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100 Tahun

2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Secara garis besarnya terdapat beberapa jenis PKWT yang dapat

diuraikan sebagai berikut:

Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya

Pasal 3 Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu membatasi jenis pekerjaan

dimaksud yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu yang lamanya

tidak melebihi masa 3 (tiga) tahun dengan pengecualian tertentu. Sebagai

contoh adalah proyek pekerjaan tertentu yang masa penyelesaiannya

dibatasi oleh waktu tertentu dan tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Dalam jenis

perjanjian kerja jenis ini, pengusaha diwajibkan untuk mencantumkan

syarat formil perjanjian kerja tertulis (Pasal 54 UUTK) dan

batasan/indikator selesainya pekerjaan yang diperjanjikan. Jenis perjanjian

kerja ini dapat diperpanjang dan apabila pekerjaan yang diperjanjikan

tidak dapat terselesaikan dalam waktu yang telah disepakati, maka

dimungkinkan untuk dilakukan pembaharuan PKWT. Pembaharuan

sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu

30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang

waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh

dan pengusaha. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam

14

Page 15: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT

tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.

PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman

Jenis pekerjaan ini sangat tergantung pada musim dan atau cuaca.

PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud hanya

dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau

target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman.

PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan dimaksud hanya diberlakukan

untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Pengusaha

diwajibkan untuk membuat daftar nama-nama pekerja/buruh yang

melakukan pekerjaan tambahan. Jenis PKWT ini tidak dapat diperbaharui.

PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru

Untuk jenis PKWT ini disyaratkan penerapannya pada pekerjaan

yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru dan atau produk

tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Jenis PKWT ini

hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun

dengan kemungkinan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali selama 1

(satu) tahun.

15

Page 16: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Perjanjian kerja harian lepas

Jenis perjanjian kerja ini dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan

tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta

upah didasarkan pada kehadiran. Perjanjian kerja jenis ini mensyaratkan

waktu bekerja yang kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam sebulan.

Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian

lepas berubah menjadi PKWTT. Dalam perjanjian kerja ini pengusaha

diwajibkan untuk membuat perjanjian tertulis harian lepas dengan para

pekerja/buruh dengan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai

berikut:

a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja;

b. nama/alamat pekerja/buruh;

c. jenis pekerjaan yang dilakukan;

d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.

Sebagaimana jenis PKWT pertama, maka pengusaha diwajibkan

membuat daftar yang kemudian disampaikan kepada instansi yang

bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.

16

Page 17: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

BAB II

PEMBAHASAN

A. ALASAN PT X MENGUBAH STATUS KARYAWAN

Menurut pihak PT X, perusahaan mereka merupakan perusahaan musiman.

Yakni perusahaan Jenis pekerjaan ini sangat tergantung pada musim dan atau

cuaca. Sesuai undang-undang, perusahaan musiman dapat mempekerjakan

karyawan dengan status sebagai pegawai kontrak dan bukan pegawai tetap.

Dengan mempekerjakan karyawan dengan status sebagai karyawan kontrak

dengan masa kontrak 6 bulan, perusahaan mendapatkan keuntungan yaitu

perusahaan dapat melakukan pemutusan kontrak (PHK) tanpa memberikan

pesangon kepada karyawaannya.

Pihak perusahaan bepatokan pada undang-undang Tenaga Kerja tentang

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Berdasarkan waktu berlakunya

perjanjian, UUTK mengenal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan

perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). PKWT dan PKWTT diatur dalam

Pasal 56 UUTK dan secara terperinci pelaksanaannya diatur dalam

Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah bentuk perjanjian kerja

antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam

waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. UUTK maupun Kepmenakertrans

17

Page 18: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

memberikan batasan tertentu terhadap pelaksanaan bentuk perjanjian kerja ini.

Pasal 59 UUTK membatasi hal-hal tertentu yang dapat diberlakukan dengan

PKWT sebagai berikut:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Seperti dijelaskan diatas PT Raja Tungga mengklaim perusahaan mereka

masuk pada perusahaan yang besifat musima. Tetapi hingga saat berita tersebut

diterbitkan belum ada kepastian dari pihak Mendakertrans tentang status

perusahaan tersebut.

Perusahaan mengambil langkah seperti ini kemungkinan untuk

mengantisipasi kemungkinan terburuk yaitu bangkrutnya perusahaan. Karena

dengan mengubah status semua karyawan, perusahaan dapat melakukan

penghematan terhadap pengeluaran perusahaan, apabila sewaktu-waktu

perusahaan mengalami kebangkrutan.

B. ALASAN KARYAWAN MENOLAK TANDA TANGAN

KONTRAK

18

Page 19: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Alasan mengapa karyawan ada yang menolak menandatangani kontrak

adalah karena dengan status sebagai pegawai kontrak maka mereka akan

kehilangan hak mereka mendapat pesangon jika mereka di PHK. Dengan alasan

tersebut beberapa pegawai bersikeras mempertahankan status mereka, akibatnya

mereka harus rela tidak bekerja selama sehari di perusahaan tersebut.

Pesangon merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh pegawai tetap ketika

mereka di PHK. Akan tetapi jika status mereka adalah pegawai kontrak, maka

perusahaan akan bisa melakukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT).

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah bentuk perjanjian kerja antara

pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu

tertentu atau untuk pekerja tertentu. UUTK maupun Kepmenakertrans

memberikan batasan tertentu terhadap pelaksanaan bentuk perjanjian kerja ini.

jika PWKT ini berlaku, maka jika pekerja di PHK maka pekerja tidak akan

mendapatkan pesangon.

Namun banyak kejanggalan dari pernyataa pihak PT X tentang status

mereka sebagai perusahaan musiman, sebab status itu mereka nyatakan secara

sepihak dan tanpa persetujuan dari pihak Mendakertrans.

19

Page 20: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

C. ANALISIS MASALAH

Dalam permasalahan dalam artikel tersebut, pihak yang sangat dirugikan

sebenarya adalah karyawan. Karyawan yang sejak awal masuk perusahaan

tersebut menendatangani kontrak sebagai pegawai tetap di perusahaan tersebut

secara sepihak dan tiba-tiba diminta menandatangani kontrak sebagai pegawai

kontrak yang berakibat pada hilangnnya hak pesangon mereka. Selain itu pihak

perusahaan juga melakukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT) yaitu

selama 6 bulan. Itu artinya mereka hanya aka dipekerjakan selama 6 bulan

kedepan dan setelah itu belum ada kepastian apakah kontrak mereka akan

diperpanjang atau tidak.

Jika melihat dari hal Pasal Undang – Undang Tenaga Kerja, tentang syarat

sahnya perjanjian, kontak yang dilakukan oleh pihak PT Raja Tungga sebenarnya

tidak dapat dinyatakan sah. Menurut Pasal 53 UUTK, suatu perjanjian dinyatakan

sah apabila adanya kata sepakat oleh kedua belah pihak. Kontrak tersebut jelas

tidak memenuhi persyaratan tersebut karena dibuat tanpa adanya pemberitahuan

atau negosiasi dengan pihak buruh sndiri.

Selain itu, jika memang pihak perusahaan menginginkan karyawan dengan

status sebagai pegawai kontrak saja, semestinya mereka melakukan hal ini sejak

awal perekkrutan karyawan. Dengan begitu karyawan yang bekerja mengetahui

dengan pasti status mereka sebagai pegawai kontrak.

Seperti yang telah dipaparkan diatas pihak yang paling dirugikan adalah

pihak karyawan, berkaitan dengan penghapusan pesangon ketika mereka di PHK.

20

Page 21: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Jika dilihat sebenarnya ini merupakan strattegi perusahaan untuk menghemat

biaya pesangon, karena mereka menyadari kondisi perusahaan mereka saat ini

yang tidak sehat yang mungkin mengharuskan mereka akan melakukan PHK.

Namun untuk mengurangi pengeluaran, sebelum melakukan PHK mereka

mengubah status karyawan menjadi pegawai kontrak.

Sampai artikel tentang masalah ini dimuat, pihak pekerja masih terus

berjuang untuk mempertahankan hak mereka mereka melalui perundingan anara

pihak serkat buruh, perusahaan dan Diknakertrans. Keputusan untuk memutuskan

apakah perusahaan tersebut termasuk perusahaan musiman atau tidak diserahkan

kepada Disnakertran. Disnakertrans memutuskan perusahaan termasuk musiman,

status karyawan akan berubah menjadi kontrak, namun jika bukan perusahaan

musiman, perusahaan harus tetap mempekerjakan buruh seperti biasanya.

21

Page 22: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Alasan Pihak PT X membuat kontrak pengubahan status karyawan dari

pegawai tetap menjadi pegawai swasta adalah karena mereka mengklaim

perusahaan mereka sebagai perusahaan yang bersifat musiman. Dengan

hal tersebut perusahaan dapat mempekerjakan karyawan dengan status

pegawai kontrak dan jika terjadi PHK maka karyawan tersebt tidak berhak

memperoleh pesangon. Tentunya jika hal ini terjadi, maka perusahaan

dapat menghemat pengeluarannya.

2. Alasan Pihak Karyawan menolak menandatangani kontrak tersebut adalah

karena mereka merasa kontrak tersebut sangat merugikan terkait tentang

pesangon mereka yang hilang. Selain itu kontrak ini dinilai tidak sah

karena tidak dibuat melalui perundingan atau kesepakatan kedua belah

pihak. Kontak tersebut juga dibuat secara sepihak oleh pihak persahaan.

B. SARAN

Kasus yang dialami karyawan PT X hanyalah satu diantara banyak kasus

sepura yang terjadi di Indonesia. Begitu banyak perlakuan tidak adil yang diterima

oleh para buruh yang pada hakikatnya merupakan unsur yang paling menentukan

berjalannya perekonomian. Itulah yang menyebabkan banyak dari tenaga kerja

indonesia yang lebih memilik mencari pekerjaan di luar negeri.

22

Page 23: Makalah Hukum Bisnis (Perjanjian)

Sebenarnya hal semacam ini dapat dihindari dengan adanya kontrol dari

pemerintah. Pemerintah seharusnya menjadi penengah diatara pihak perusahaan

dangan pihak tenaga kerja, melalui peratutan atau Undang – Undang yang dibuat.

Peraturan dan Undang – Undang disini haruslah jelas, tegas dan tidak memihak.

Peraturan seyogyanya dapat memberikan simbiosismutualisme antara kedua

pihak. Selain itu peraturan dan Perundang – undangan tersebut haruslah

dijalankan dan dipertegas sanksinya bagi yang melakukan pelanggaran

Selain peran pemerintah peran dari lembaga – lembaga seperti serikat buruh

haruslah terus aktif dan menjadi wadah bagi para buruh untuk memperjuangkan

hak mereka. Serikat – serikat buruh seperti ini juga dibutuhkan agar para buruh

tidak melakukan tindakan sepihak yang dapat merugikan pihak lain.

Akan tetapi hal yang paling penting dilakukan adalah menyadarkan semua

pihak akan tanggung jawab, hak dan kewajiban mereka masing – masing.

Sehingga dengan begitu semua pihak akan melakukan hal – hal yang dapat

merugikan pihak lain.

23