tinjauan hukum terhadap pelaksanaan perjanjian

82
1 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN PERUMAHAN ANTARA BANK, DEVELOPER DAN KONSUMEN DI PT.BANK NIAGA,Tbk CABANG A.YANI SEMARANG T E S I S Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Kenotariatan OLEH : DYAH RAHMAWATI NIM : B4B004100 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006

Upload: vophuc

Post on 19-Jan-2017

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

1

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN PERUMAHAN

ANTARA BANK, DEVELOPER DAN KONSUMEN DI PT.BANK NIAGA,Tbk CABANG A.YANI SEMARANG

T E S I S

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Kenotariatan

OLEH : DYAH RAHMAWATI

NIM : B4B004100

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2006

Page 2: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

2

HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN PERUMAHAN

ANTARA BANK, DEVELOPER DAN KONSUMEN DI PT.BANK NIAGA,Tbk CABANG A.YANI SEMARANG

Disusun oleh :

DYAH RAHMAWATI, SH NIM : B4B004100

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 15 Agustus 2006 dan

Dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Tesis ini telah Diterima Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Pembimbing Utama Ketua Program Studi Magister Kenotariatan HERMAN SUSETYO, SH, MH H. MULYADI, SH, MS NIP. 130 702 192 NIP. 130 529 429

Page 3: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

3

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri

dan di dalamnya tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang,

Yang Menyatakan

DYAH RAHMAWATI, SH B4B 004 100

Page 4: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

4

ABSTRAKSI

Beberapa kasus perumahan yang terjadi pada umumnya memposisikan konsumen sebagai kelompok yang lemah dibandingkan dengan pengembang (Developer). Merebaknya kasus perumahan pada dasarnya diawali dengan ketidak sesuaian antara apa yang tercantum dalam brosur/iklan dengan yang tersurat dalam perjanjian jual beli yang ditandatangai oleh konsumen. Fakta-fakta yang ada semakin membuka mata bahwa posisi konsumen berada pada bagian yang lemah serta perlindungan hukum terhadapnya belum terjamin sebagaimana yang diharapkan. Realitas ini semakin dipertegas oleh Shofie yang mengatakan bahwa “Pemasaran yang dilakukan developer juga sangat tendensius, sehingga tidak jarang informasi yang disampaikan itu ternyata menyesatkan (misleading information) atau tidak benar, padahal konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pengembang atau bahkan sudah akad kredit dengan Bank pemberi kredit pemilikan Rumah (KPR).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Perjanjian dalam hal Pengadaan Perumahan, antara Developer, Konsumen dan PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.yani Semarang, mengetahui kendala-kendala yang dihadapi PT. Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang dalam hal Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Perumahan tersebut dan mengetahui jalan keluar yang harus ditempuh oleh PT.Bank Niaga, Tbk Cabang A.Yani Semarang apabila ada yang tidak memenuhi Isi Perjanjian Pengadaan Perumahan tersebut (baik developer maupuan konsumen).

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan hal-hal bahwa pada pelaksanaan pelaksanaan perjanjian kerja sama antara developer dengan Bank Niaga memiliki beberapa kelemahan yang dapat merugikan pihak Bank Niaga sebagai pihak kedua yang menanggung biaya atas pembelian rumah. Kelemahan tersebut tidak adanya dasar hukum yang jelas terhadap perjanjian tersebut sehingga perjanjian yang dimiliki tidak memiliki kekuatan hukum jika terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak Developer dan tidak adanya jaminan fisik dari developer kepada Bank Niaga sehingga apabila terjadi penyimpangan tidak dapat dilakukannya sangsi nyata kepada pihak developer.

Pada pelaksanaan pelaksanaan perjanjian kredit antara Bank Niaga dengan Konsumen memiliki beberapa kelemahan yang dapat merugikan pihak Bank Niaga sebagai pihak pemberi dana yang menanggung biaya atas pembelian rumah. Kelemahan tersebut adalah adanya dampak secara tidak langsung pada perjanjian yang dilakukan oleh konsumen dan Bank Niaga dari perjanjian jual beli rumah yang dilakukan konsumen dengan develope dan Kurang kuatnya dasar hukum yang melandasi perjanjian tersebut terutama jika terjadi kemacetan angsuran kredit yang disebabkan oleh developer.

Kata Kunci : Perjanjian dalam hal Pengadaan Perumahan

Page 5: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

5

ABSTRACT

Some cases of housing generally put the customers as a weak group compared to the developer. Those cases are basically started with inequality between what is in the brochure or advertisement and what is in the agreement signed by the customers. The existing facts will open our eyes that the customers’ position is in a weak side. Besides, law protection for customers is not as expected. Shofie criticized this reality as follows, “Marketing by the developer is so tendentious, that the information conveyed is misleading (misleading information) or not true. On the other side, the customers have signed the agreement of trading or even credit agreement with the bank giving credit of housing ownership”.

The purposes of this research are to investigate the undertaking of an agreement in housing project, between developer, customer, and PT. Bank Niaga, Tbk. Cabang A. Yani Semarang, to examine the problems faced by PT. Bank Niaga, Tbk Cabang A. Yani Semarang in undertaking agreement of housing project, and to recognize the ways to overcome the problems if there is one side that does not meet the contents of the agreement, developer or customers.

Based on the analyzed data, it can be concluded that in the undertaking of the agreement between developer and Bank Niaga there are some weaknesses that make Bank Niaga as the second side suffers from detriment. The detriment is caused by the imperceptible law in the undertaking of the agreement. Besides, there is no physical guarantee from the developer for Bank Niaga.

In undertaking the agreement of credit between Bank Niaga and customers, there are several weaknesses that make Bank Niaga suffers from loss, which are indirectly a bad effect in the agreement between the customers and Bank Niaga from the agreement of trading between customers and developer and a weak basic law in the agreement. Keyword : Investigate the undertaking of an agreement in housing project

Page 6: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

6

MOTTO

Apabila saya ingin mengubah sebuah keadaan, saya akan mengubah diri saya lebih dahulu. Dan untuk mengubah diri saya secara efektif, saya lebih dahulu harus mengubah persepsi saya. (Stephen R.Covey) Cara untuk menjadi di depan, adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu. (William Feather)

Jika kita mencoba melakukan yang lebih baik daripada yang kita pikir bisa kita lakukan, kita akan terkejut bahwa sebenarnya kita bisa melakukan hal itu.

(Anonim)

Page 7: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

7

PERSEMBAHAN

Meskipun penulisan tesis ini masih banyak kekurangan-kekurangannya,

tetapi penulis dengan penuh rasa haru dan bangga berharap semoga jerih payah

dalam penulisan tesis ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua dan

semoga dapat memberi tambahan masukan bagi dunia ilmu pengetahuan pada

umumnya.

Dan dengan persaan yang tulus dan ikhlas, sebagai tanda kenang-kenangan

dan sebagai tanda cinta kasih, tesis ini penulis persembahkan kepada :

1. Bapak dan Ibuku tercinta, yang dengan penuh kasih sayang dan

pengorbanan telah membesarkan, mendidik, mendorong dan

menghantarkan ke pintu keberhasilanku

2. Suami dan anak-anakku tercinta, yang telah banyak memberiku dorongan

dan motivasi demi kelancaran studiku ini

3. Sahabat-sahabat dekatku baik di kantor PT.Bank Niaga,Tbk cabang

A.Yani semarang, maupun di kampus Magister Kenotariatan Universitas

Diponegoro, yang telah berbagi dalam suka dan duka

4. Serta baktiku juga buat almamater Magister Kenotariatan Universitas

Diponegoro Semarang

---- Semoga ALLAH SWT senantiasa

melimpahkan berkah dan rahmat kepada mereka semua, Amin….. Amin…. Ya Robbal Alamin---

Page 8: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang

senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya, sehingga penulis mampu

menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul ”Tinjauan Hukum Terhadap

Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Perumahan Antara Bank, Developer dan

Konsumen di PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang” tepat pada

waktunya.

Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi

persyaratan dalam menempuh Sarjana Strata 2 (S2) pada Program Studi Magister

Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari

sempurna dan tidak terlepas dari keurangan, karena keterbatasan kemampuan dan

pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan senang hati

segala saran dan kritik yang bersifat membangun.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan petunjuk

dan bantuan yang tak ternilai harganya, dengan ini penulis menyampaikan terima

kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak H. Mulyadi, SH.MS, selaku Ketua Program Studi Magister

Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang

2. Bapak Herman Susetyo, SH.MH, selaku Dosen Pembimbing yang dengan

penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam

penyusunan tesis ini

3. Bapak Yunanto, SH.MHum, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang

4. Tim Review Proposal yang telah banyak memberikan masukan dan

penyempurnaan dalam penulisan tesis ini

5. Bapak A.Kusbiyandono, SH.Mhum dan Bapak Hendro Saptono,

SH.Mhum selaku dosen Penguji tesis yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan perbaikan dan penyempurnaan pada karya ilmiah ini

Page 9: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

9

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang, yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis

7. Bapak dan Ibu Staf Pengajaran Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang, yang telah

memberikan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan

8. Bapak Flory Santosa, AVP, selaku Jateng Area Mortgage PT.Bank

Niaga,Tbk

yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di

PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang dan bersdedia meluangkan

waktu untuk memberikan petunjuk, pengarahan dan keterngan-keterangan

yang sangat berguna dalam penyusunan tesis ini

9. Ibu Hamidah, Sr.Mgr, selaku Jateng Area Support PT.Bank Niaga,Tbk,

yang dalam kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

petunjuk, pengarahan dan keterangan-keterangan yang sangat berguna

dalam penyusunan tesis ini

10. Ibu Endang Susanti, AM, selaku Sales Mortgage PT.Bank Niaga,Tbk

cabang A.Yani Semarang, yang telah meluangkan waktu untuk

memperkenalkan developer-developer yang telah bekerja sama dengan

PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang

11. Ibu Nismawati Pulungan, SM, selaku Credam Head Consumer PT.Bank

Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang, yang telah meluangkan waktu

dalam membantu penulis memperoleh data

12. Notaris Tuti Wardhani, SH, selaku Notaris Approved PT.Bank Niaga,Tbk

Cabang A.Yani Semarang, yang selalu memberikan motivasi, dorongan

dan juga bantuan baik moril maupun materiil

13. Bapak Andi Firman Th, suamiku dan anak-anakku Andi Rizal dan Andi

Faisal, yang selalu mendoakan dan mendorongku untuk segera

menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini

14. Bapak H.Noor Fakih, Ibu H.Masrufah orangtuaku, kakakkku Mas Ayiek,

adik-adikku: Aniek, Amiek, Iffa dan Reza, yang telah memberikan do’a,

dorongan moril dan materiil yang sangat besar artinya bagi penulis

Page 10: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

10

15. Rekan-rekan kerja sekantor, Mbak Desi, Mbak Susi, Mbak Widjaja, Mbak

Nona, Mbak Fitri, Mas Iwan , Vanny, Dian, dan semua teman-teman yang

tidak bisa penulis sebutkan semuanya, yang selalu memberikan dorongan

dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi Sarjana S2 ini

16. Rekan-rekan mahasiswa angkatan tahun 2004, yang telah banyak

memberikan bantuan baik moril maupun materiil, terutama sahabat-

sahabatku yang selalu bersama-bersama : Dwi Purnama, Bintarwan,

Priyono, Nana Djunaedi, Yosep Gunawan dan Mbak Dwi Djati

17. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa penulis

sebutkan satu-persatu

Dengan diringi doa dan harapan semoga jasa dan budi baik semua pihak di

atas memperoleh balasan yang berlipat dari ALLAH SWT. Semoga penulisan

tesis ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi pengembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan pelaksanaan perjanjian pengadaan

perumahan pada khususnya

Semarang, 20 Agustus 2006

DYAH RAHMAWATI, SH

Page 11: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

11

DAFTAR ISI

halaman

Halaman Judul.................................................................................................. i

Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii

Halaman Pernyataan ........................................................................................ iii

Abstraksi .......................................................................................................... iv

Abstract ........................................................................................................... v

Motto ............................................................................................................... vi

Halaman Persembahan .................................................................................... vii

Kata Pengantar ................................................................................................. viii

Daftar Isi .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Pembatasan Masalah .............................................................. 7

C. Perumusan Masalah ............................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ................................................................... 8

E. Manfaat Penelitian ................................................................. 8

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ...................................... 11

A.1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya ........................ 11

A.2. Asas –asas dalam Hukum Perjanjian .......................... 12

A.3. Syarat Sahnya Perjanjian ............................................ 14

A.4. Wanpretasi dan Akibatnya .......................................... 16

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit .......................... 17

B.1. Pengertian Perjanjian Kredit dan Unsur-Unsur

Kredit .......................................................................... 17

B.2. Bentuk Perjanjian Kredit Perbankan ........................... 20

B.3. Kredit Sebagai Usaha Perbankan ................................ 23

Page 12: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

12

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Jual Beli Rumah

Antara Konsumen, Developer Dan Bank .............................. 24

C.1. Pengertian Umum Tentang Konsumen ....................... 24

C.2. Perlindungan Konsumen Perumahan .......................... 25

C.3. Pengertian Umum Tentang Developer

(Pengembang) ............................................................. 28

C.4. Perjanjian Dalam Jual Beli Rumah ............................. 30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ................................................................ 36

B. Jenis Penelitian ...................................................................... 36

C. Populasi ................................................................................. 37

D. Penentuan Sampel ................................................................. 37

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 38

F. Analisis Data........................................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang PT. Bank Niaga, Tbk ................ 40

B. Gambaran Umum tentang Pelaksanaan Perjanjian antara

PT.Bank Niaga, Tbk dengan Developer ............................... 42

C. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Bank Niaga dengan

Developer Aproved ................................................................ 46

D. Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan

Perjanjian Kerjasama Bank Niaga dengan Developer

Aproved ................................................................................. 54

E. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank Niaga dengan

Konsumen dalam Pembelian Rumah ..................................... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 66

B. Saran-saran ............................................................................ 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan akan Perumahan merupakan hak individu yang

sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing individu. Sebagian orang

beranggapan belum lengkap kehidupan seseorang apabila belum memiliki

rumah sendiri. Namun demikian pemenuhan kebutuhan itu tidak sekedar

syarat formal untuk berlindung. Setiap individu selalu berkeinginan agar

rumah yang dihuninya memenuhi standar kesehatan, standar konstruksi,

tersedianya fasilitas umum, fasilitas sosial dan prasarana lingkungan yang

memadai.

Tujuan pembangunan perumahan pun ditekankan pada pentingnya

lingkungan yang sehat serta terpenuhinya kebutuhan akan sarana kehidupan

yang memberi rasa aman, damai, tentram dan sejahtera. Tujuan ini menjadi

harapan ideal dari setiap individu konsumen perumahan.

Kendalanya kapasitas setiap individu sangat terbatas untuk memperoleh

rumah yang sesuai dengan keinginan dan harapan mereka, oleh karenanya

ketika berbicara masalah perumahan maka tanggung jawab terhadap

pemenuhan rumah yang layak bukan menjadi monopoli individu itu saja.

Memang telah ada Political Will dari Pemerintah untuk menyediakan

perumahan, terutama yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan

rendah, melalui pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas. Walaupaun

Page 14: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

14

demikian, laju kebutuhan masyarakat akan perumahan jauh melebihi

kemampuan pemerintah. Oleh karena terdapatnya peluang ini, maka

perusahaan pembangunan perumahan (Developer) swasta tumbuh menjamur

dan melihat usaha Perumahan ini sebagai pasar potensial untuk meraih

keuntungan.

Perusahaan ini bertujuan mendapatkan keuntungan dengan sasaran

pembangunan perumahan untuk masyarakat disegala sektor, baik menengah

keatas maupun kalangan menengah ke bawah. Perusahaan Pengembang

Perumahan (Developer) ini sebagian tergabung dalam organisasi REI (Real

Estate Indonesia) yang merupakan satu-satunya organisai pengusaha yang

bergerak dalam bidang Perumahan dan yang lain adalah pengusaha perumahan

perorangan.

Kenyataan ini semakin mempertegas tingginya tingkat kebutuhan akan

Perumahan, khususnya di Kota Semarang dan sekitarnya, meskipun demikian

pemenuhan kebutuhan perumahan ini bukan tanpa kendala, konsumen yang

keberadaanya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi

menyebabkan pengembang melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi

produk barang atau jasa tersebut dengan cara –cara yang seefektif mungkin

agar dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut.

Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan, sehingga mungkin

menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada

tindakan yang bersifat negative bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad

buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi antara lain menyangkut kualitas atau

Page 15: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

15

mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan

sebagainya.

Beberapa kasus perumahan yang terjadi pada umumnya memposisikan

konsumen sebagai kelompok yang lemah dibandingkan dengan pengembang

(Developer). Merebaknya kasus perumahan pada dasarnya diawali dengan

ketidak sesuaian antara apa yang tercantum dalam brosur/iklan dengan yang

tersurat dalam perjanjian jual beli yang ditandatangai oleh konsumen.

Fakta-fakta yang ada semakin membuka mata bahwa posisi konsumen

berada pada bagian yang lemah serta perlindungan hukum terhadapnya belum

terjamin sebagaimana yang diharapkan. Realitas ini semakin dipertegas oleh

Shofie yang mengatakan bahwa “Pemasaran yang dilakukan developer juga

sangat tendensius, sehingga tidak jarang informasi yang disampaikan itu

ternyata menyesatkan (misleading information) atau tidak benar, padahal

konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB) dengan pengembang atau bahkan sudah akad kredit dengan Bank

pemberi kredit pemilikan Rumah (KPR)1

Mengingat masyarakat yang kebanyakan membutuhkan rumah adalah

mereka yang tergolong berpenghasilan marginal, maka cara yang sering

dipilih mereka dalam rangka membeli rumah adalah dengan sistem angsuran,

yaitu menggunakan Fasilitas Kredit Pemilikan Perumahan melalui bank

pemberi kredit. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang menginginkan

perumahan tersebut, bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang salah

1 Shofie, Perlindungan konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Citra aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm 74

Page 16: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

16

satu kegiatan usahanya adalah memberikan kredit, dapat merealisasikan

keinginan konsumen tersebut.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 thn 1998 tentang Pokok-

Pokok Perbankan, yang disebut Bank adalah :

“Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang menguntungkan dan

membawa manfaat bagi konsumen/nasabah, namun kredit yang berkualitas

hanya dapat diperoleh dari suatu evaluasi yang tepat dan termasuk didalamnya

memahami resiko kredit. Bank juga diharuskan mengadakan analisis kredit

dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pemberian kredit sebagai upaya bank

untuk tetap berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian (Prudential).

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 thn 1998 tentang

Pokok-pokok Perbankan, dikatakan sebagai berikut :

“Untuk memperoleh keyakinan, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitor”

Penilaian secara seksama seperti yang tersebut di atas, kemudain dikenal

dengan sebutan The Five C’s of credit analysis atau 5 C’s, pada dasarnya

konsep 5 C’s ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik

(Willingness to pay) dan kemampuan membayar (Ability to pay) nasabah

untuk melunasi kembali pinjamannya.2

2 Dahlan Siamat, Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta, 1993, hlm 99

Page 17: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

17

The Five C’s of Credit analysis atau 5 C’s meliputi :

Penilaian watak (Character)

Penilaian kemampuan (Capacity)

Penilaian terhadap modal (Capital)

Penilaian terhadap agunan (Collateral)

Penilaian terhadap prospek usaha debitur (Condition)

Selain hal-hal tersebut di atas, bank harus pula mengetahui mengenai tujuan

penggunaan kredit dan rencana pengembangan kreditnya serta urgensi dari

kredit yang diminta.3

Dalam transaksi Pengadaan Perumahan dalam hal pemberian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR), melibatkan sekurang-kurangnya ada tiga pihak yang

berhubungan antara satu dengan lainnya dan tidak dapat dipisahkan , yaitu

konsumen, developer dan Bank pemberi kredit.

Bank akan membuat suatu Perjanjian Kerjasama (PKS/MOU) dengan

Developer, kemudian Bank akan membuat suatu Perjanjian Kredit dengan

Konsumen, Bank juga akan melihat apa yang telah disepakati antara

Konsumen dan Developer yang telah terjadi.

Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, dalam perjanjian Kerjasama

dengan developer Bank memasukkan beberapa klausula-klausula yang berisi :

Melindungi kepentingan Bank pemberi kredit dalam hal ini berkaitan

dengan asset Bank, yaitu rumah yang dijaminkan

Melindungi kepentingan konsumen/debitur, agar tetap lancar dalam

hal pembayaran angsuran dan tidak dirugikan oleh pihak developer 3 Edy Putra The Aman, Kredit Perbankan suatu tinjauan Yuridis, liberty, Yogjakarta, 1989, hlm 15

Page 18: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

18

Menjaga kualitas developer, jangan sampai developer tersebut

melakukan perbuatan yang tidak baik atau curang terhadap Bank

maupun konsumen/debitur

Sebelum bank menentukan apakah developer dapat dibiayai atau tidak ,

maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan harus dilakukan

penyelidikan (Investigasi) oleh bank sebagai pemberi kredit , yaitu :

Lokasi perumahan

Identitas developer/pengembang

Perizinan

Spesifikasi teknis bangunan

Fasilitas yang tersedia

Prasarana dan sarana lingkungan

Harga tanah

Bila tahapan-tahapan tersebut telah dilakukan dan memenuhi kriteria bank

pemberi kredit, maka akad kredit antara konsumen dengan bank pemberi

kredit dapat dilakukan dan dana pembelian rumah dapat diterima oleh

developer.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul yang

berkaitan dengan masalah Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Perumahan yang

dilakukan di PT. Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang , di sini yang

akan penulis fokuskan adalah masalah Perjanjian Pengadaan Perumahan

antara Tiga Pihak yaitu antara Developer, Konsumen dan PT.Bank Niaga,Tbk

Cabang A.Yani Semarang .

Page 19: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

19

Dari hal tersebut diatas penulis akhirnya mengangkat judul :

“Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Perumahan

antara Bank, Developer dan Konsumen di PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani

Semarang”

B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dengan mengingat bahwa bank

sebagai salah satu lembaga keuangan yang mempunyai salah satu kegiatan

usaha yaitu memberikan kredit, serta tingginya kebutuhan masyarakat untuk

mendapatkan perumahan dan banyaknya pelaku usaha dalam bidang

perumahan maka permasalahan dalam proposal tesis ini dibatasi pada

Pelaksanaan perjanjian Pengadaan Perumahan antara Developer, Konsumen

dan Bank, yang dilakukan pada PT. bank Niaga Semarang Cabang A.Yani

C. Perumusan Masalah Dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan maka permasalahan yang

dikemukanan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Perumahan antara

Developer, Konsumen dengan PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.yani

Semarang ?

2. Hambatan-hambatan apa yang timbul, bagaimana cara mengatasinya

dan bagaimana penyelesaiannya dalam Pelaksanaan Perjanjian

Pengadaan Perumahan pada PT.Bank Niaga, Tbk Cabang A.Yani

Semarang ?

Page 20: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

20

D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pelaksanaan Perjanjian dalam hal Pengadaan Perumahan ,

antara Developer, Konsumen dan PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.yani

Semarang .

2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi PT. Bank Niaga,Tbk

Cabang A.Yani Semarang dalam hal Pelaksanaan Perjanjian

Pengadaan Perumahan tersebut serta mengetahui jalan keluar yang

harus ditempuh oleh PT.Bank Niaga, Tbk Cabang A.Yani Semarang

apabila ada yang tidak memenuhi Isi Perjanjian Pengadaan Perumahan

tersebut (baik developer maupuan konsumen)

E. Manfaat Penelitian 1. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan untuk

mencegah seminimal mungkin terjadinya wanprestasi dalam pelaksaan

perjanjian , khususnya antara developer, konsumen dan PT. Bank

Niaga Semarang Cabang A.yani

2. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis berupa

sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum

Perdata yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian dan sanksi

apabila terjadi wanprestasi.

Page 21: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

21

F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini disusun secara sistematis dalam bentuk tesis

yang terdiri dari 5 (lima) bab yaitu:

Bab I : Pendahuluan yang menguraikan latar belakang mengapa penulis

mengangkat topik tentang Pelaksanaan perjanjian Pengadaan

Perumahan antara Developer, Konsumen dan Bank, yang

dilakukan pada PT. bank Niaga Semarang Cabang A.Yani.

Bab II : Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang Tinjauan Pustaka

mengenai berbagai pengertian serta uraian tentang hal hal yang

berkaitan dengan pokok pembahasan tesis yaitu uraian tentang:

1. Tinjauan umum tentang perjanjian yang meliputi pengertian

perjanjian, asas hukum perjanjian, syarat-syarat suatu

perjanjian, wanprestasi dan akibatnya

2. Tinjauan umum tentang Perjanjian kredit yang meliputi

Pengertian perjanjian kredit dan unsur-unsur kredit, bentuk

perjanjian kredit perbankan, kredit sebagai usaha perbankan

3. Tinjauan umum tentang perjanjian jual beli rumah antara

konsumen, developer dan bank yang meliputi pengertian

umum tentang konsumen, perlindungan konsumen

perbankan, pengertian umum tentang developer, dan

perjanjian dalam jual beli rumah.

Page 22: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

22

Bab III : Metode Penelitian, dalam bab ini berisi tentang metode

yang digunakan dalam menyusun tesis ini dan gambaran

tentang pelaksanaan penelitian itu senditi.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan

diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang

didapat dari lapangan.

Bab V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 23: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A.1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari

pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan keduanya mempunyai

kaitan yang erat, dimana perjanjian merupakan salah satu sumber atau yang

menjadi sebab lahirnya perikatan, disamping sumber lainnya yaitu undang-

undang. Jika kita berbicara mengenai perjanjian dalam aspek hukum, maka

peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku Ketiga KUH

perdata yang berjudul “Tentang Perikatan”. Dalam Buku Ketiga tersebut

ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian terdapat dalam Bab Kedua.

Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata, karena perjanjian

merupakan salah satu sumber dari perikatan.

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang hukum

Perdata dinyatakan bahwa suatu perjanjian adalah :

“Suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”

Namun demikian rumusan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tampaknya

kurang lengkap, karena yang mengikatkan diri dalam perjanjian hanya salah

satu pihak saja, padahal yang seringkali dijumpai adalah perjanjian dimana

kedua belah pihak saling mengikatkan diri satu sama lain, para pihak saling

Page 24: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

24

mengikatkan diri sehingga mempunyai hak dan kewajiban yang bertimbal

balik, oleh sebab itu rumusan dari pasal tersebut seharusnya ditambah “ atau

saling mengikatkan dirinya satu sama lain”

Pendapat dari Prof. Purwahid Patrik, bahwa Perjanjian adalah :

“Perbuatan yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak secara timbal balik” 4 Pada intinya, perjanjian ini menimbulkan perikatan diantara para pihak,

dengan demikian terlihat adanya hubungan antara perjanjian dengan perikatan

sebagai suatu hubungan sebab akibat (causalitas).

Perjanjian sering pula diistilahkan dengan persetujuan, hal demikian

disebabkan karena penekanan terhadap adanya unsur persetujuan para pihak

untuk melahirkan hubungan hukum diantara para pihak.

Dari uraian tentang pengertian perjanjian diatas, kiranya dapat ditarik

kesimpulan bahwa dalam suatu perjanjian sekurang-kurangnya terdapat dua

pihak, dimana pihak-pihak tersebut saling bersepakat untuk melahirkan

hubungan hukum diantara mereka.

A.2. Asas –asas dalam Hukum Perjanjian

Yang dimaksud dengan asas-asas di sini adalah dasar-dasar atau petunjuk

arah dalam pembentukan hukum positif. Dalam hukum perjanjian dapat

ditemui beberapa asas hukum, baik yang berhubungan dengan lahirnya

4 Purwahid Patrik, Hukum Perdata II, jilid I, 1998, hlm 1-3

Page 25: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

25

perjanjian, isi perjanjian, kekuatan mengikatnya perjanjian maupun yang

berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian itu sendiri.

Asas-asas hukum dalam perjanjian sangatlah perlu dikaji untuk lebih

mudah memahami berbagai ketentuan undang-undang mengenai sahnya suatu

perjanjian.

Hukum Perjanjian mengenal beberapa asas hukum, antara lain :

Asas Konsensualisme (Kesepakatan), yaitu suatu persesuaian

kehendak yang menyangkut saat lahirnya suatu perjanjian. Hukum

perjanjian menagnut asas konsensualisme berarti bahwa untuk

melahirkan suatu perjanjian, cukup dengan dicapainya kata sepakat

mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian tersebut.

Asas kebebasan berkontrak, asas ini tertuju pada isi dari perjanjiannya.

Asas ini mengandung maksud untuk memberikan kebebasan kepada

setiap orang untuk membuat perjanjian mengenai apa saja, asalkan

perjanjian yang dibuat tersebut disebabkan sesuatu yang halal.

Kebebasan tersebut tentunya harus dibatasi demi kepentingan hidup

bermasyarakat, pembatasan tersebut tertuang dalam pasal 1337 KUH

Perdata, yaitu selama tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan

kesusilaan.

Asas kekuatan mengikatnya perjanjian bagi para pihak. Perjanjian

mempunyai kekuatan mengikat sebagai suatu undang-undang bagi para

pihak yang mengadakannya, hal ini berarti bahwa para pihak yang

Page 26: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

26

mengadakan perjanjian tidak dapat melepaskan diri secara sepihak

terhadap perjanjian yang bersangkutan tanpa adanya kesepakatan dari

pihak lainnya. Jika salah satu pihak memutuskan perjanjian secara

sepihak tranpa adanya kesepakatan dari pihak lainnya, maka ia dapat

dinyatakan wanprestasi.

Asas Itikad baik (Kepercayaan), asas ini tertuju pada pelaksanaan dari

perjanjian yang diadakan para pihak, asas itikad baik ini mengandung

makna bahwa pelaksaaan perjanjian harus berjalan di atas jalur yang

benar. Itikad baik yang berkonotasikan kejujuran, merupakan salah

satu sendi terpenting dari hukum perjanjian. Undang-undang memang

hanya menyebutkan bahwa pelaksasan perjanjian harus diartikan itikad

baik, namun kiranya hal tersebut harus diartikan meliputi seluruh

proses dari perjanjian tersebut, mulai dari awal pembuatannya sampai

pada berakhirnya perjanjian tersebut.

A.3. Syarat Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu

perjanjian, diperlukan 4 (empat) syarat yaitu :

Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Suatu hal tertentu

Suatu sebab yang halal

Page 27: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

27

Di dalam ilmu hukum, syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat

subyektif, karena didalamnya menyangkut subyek-subyek atau pelaku dalam

suatu perjanjian, sementara itu syarat ketiga dan keempat disebut dengan

syarat obyektif, karena didalamnya menyangkut obyek dan yang diperjanjikan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas Subekti secara tepat telah

memperjelas keempat syarat itu dengan cara menggolongkan dalam 2 (dua)

bagian, yaitu:

Bagian ke-1 : mengenai subyek perjanjian yaitu :

Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu

melakukan perbuatan hukum tersebut.

Adanya kesepakatan (konsensus) yang menjadi dasar perjanjian

yang harus dicapai atas dasar kebebasan menentukan kehendaknya

(tidak ada paksaan, kekhilafan atau penipuan).

Bagian ke-2 : mengenai obyek perjanjian, ditentukan :

Apa yang dijanjikan oleh masing-masing harus cukup jelas untuk

menetapkan kewajiban masing-masing pihak.

Apa yang dijanjikan oleh masing-masing tidak bertentangan

dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Tidak dipenuhinya syarat-syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan

perjanjian itu kepada hakim, akan tetapi hal tidak dipenuhinya syarat-syarat

obyektif diancam dengan kebatalan perjanjiannya demi hukum.

Page 28: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

28

A.4. Wanpretasi dan Akibatnya Wanprestasi menurut bahasa hukum dapat diartikan apabila seseorang

yang berjanji terhadap orang lain dalam perjanjian tidak melakukan

prestasinya. Mashudi dan Moch. Chidir berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan prestasi adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh pihak pertama,

terhadap pihak lain yang mempunyai hak menuntut pelaksanaannya. Para ahli

hukum lain seperti Subekti berpendapat bahwa prestasi merupakan barang

sesuatu yang dapat dituntut.5

Bentuk prestasi sebagaiamana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata

terdiri atas kewajiban untuk :

Memberikan sesuatu

Melakukan sesuatu atau

Tidak melakukan sesuatu.

Ahli hukum seperti M.Yahya Harahap merumuskan wanprestasi sebagai

pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak

menurut selayaknya.6

Menurut R. Subekti7, bentuk wanprestasi dari para pihak itu dapat berupa :

Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang

diperjanjikan

Melakukan apa yang diperjanjikan namun terlambat

Melakukan sesuatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

5 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan VII, Intermasa, Jkt, 1987, hlm 45 6 M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1986, hl, 60 7 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Loc. cit

Page 29: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

29

Pihak yang wanprestasi dapat diberikan sanksi berupa :

Membayar kerugian yang diderita kreditor

Pembatalan perjanjian

Peralihan resiko

Membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan dimuka hakim

B. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT B.1. Pengertian Perjanjian Kredit dan Unsur-Unsur Kredit

Didalam Undang-Undang No. 10 Thn 1998, tentang perubahan Undang-

Undang No. 7 Thn 1992 Tentang Perbankan, pada Pasal 1 butir 11 ditegaskan

bahwa :

“Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”

Menurut Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang,

barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu

yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang

dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit

berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit antara

kreditur dan debitur, mereka menarik keuntungan dan saling menanggung

resiko.8

8 Simorangkir OP, Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan, cet.4, Yograt, Jakarta, 1983 hlm 91

Page 30: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

30

Menurut Untung, intisari dari kredit adalah unsur kepercayaan, unsur

lainnya adalah mempunyai pertimbangan tolong menolong. Selain itu dilihat

dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah

untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontra prestasi,

sedangkan dipandang dari segi debitur adalah adanya bantuan dari kreditur

untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi

dengan kontraprestasi ada suatu masa yang memisahkannya. Kondisi ini

mengakibatkan resiko yang berupa ketidaktentuan, sehingga oleh karenanya

diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.9

Menurut Djumhana, kredit yang diberikan oleh Bank didasarkan atas

kepercayaan sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan

pemberian kepercayaan kepada nasabah. Oleh karena pemberian kredit oleh

Bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha Bank untuk mendapatkan

keuntungan, maka Bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat

kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul yakin bahwa si

debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai jangka waktu

dan syarat-sayarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Hal tersebut

menunjukkan perlu diperhatikannya faktor kemampuan dan kemauan,

sehingga tersimpul kehati-hatian dengan menjaga unsur keamanan dan

sekaligus unsur keuntungan (Profitability) dari suatu kredit.10

Dari rumusan-rumusan tersebut di atas dapat diketahui bahwa kredit itu

merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara Bank sebagai kreditur 9 H Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogjakarta, 2000 hlm 2 10 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000 hlm 299

Page 31: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

31

dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini Bank sebagai pemberi

kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya

akan dikembalikan (dibayar) lunas. Dari uraian ini jelaslah bahwa perjanjian

kredit merupakan perjanjian pinjam pengganti. Perjanjian tersebut diatur

dalam Bab Ke tigabelas Buku Ketiga KUP Perdata.11

Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Undang-undang Perbankan

menunjuk pada perjanjian pinjam meminjam sebagai acuan dari perjanjian

kredit yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, yang menyebutkan :

“Perjanjian pinjaman meminjam ialah perjanjian di mana pihak yang satu memberikan pada pihak yang lain suatu jumlah tertentu, barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”

Dalam perjanjian ini pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta

kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan

berakhir (Pasal 1759 KUH Perdata), sedangkan pihak peminjam berkewajiban

mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam waktu

yang ditentukan (Pasal 1763 KUH Perdata), selain itu berkewajiban pula

membayar bunga, karena undang-undang memperbolehkan memperjanjikan

bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena

pemakaian (Pasal 1765 KUH Perdata)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur kredit adalah

sebagai berikut :

11 Ibid, hal 315

Page 32: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

32

Kepercayaan, setiap pemberian kredit dilandasi oleh keyakinan

Bank, bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur

sesuai jangka waktu yang telah diperjanjikan

Waktu, antara pemberian kredit oleh Bank dengan pembayaran

kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan

melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu

Resiko, setiap pemberian kredit jenis apapun akan terkandung

resiko dalam jangka waktu antara pemberian kredit dan

pembayaran kembali, ini berarti makin panjang jangka waktu

kredit makin tinggi resiko kredit tersebut

Prestasi, setiap kesepakatan yang terjadi antara Bank dan debitur

mengenai pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi

suatu prestasi dan kontraprestasi dan setiap kredit yang telah

disetujui dan disepakati antara pihak kreditur (Bank) dan pihak

debitur (nasabah), maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit

(Akad kredit) secara tertulis.

B.2. Bentuk Perjanjian Kredit Perbankan

Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak

dijumpai pengertian Perjanjian Kredit, istilah perjanjian kredit ditemukan

dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EKA/10/1996 jo Surat Edaran Bank

Indonesia Unit 1 no. 2/539/UPK/Pemb/1996 dan Surat Edaran Bank Indonesia

No. 2/643/UPK/Pemb/1996 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang

Page 33: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

33

Perkreditan diinstruksikan, bahwa dalam pemberian kredit bentuk apapun

|Bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.

Didalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang nomor 10 tahun 1998

tentang Perbankan, dinyatakan bahwa :“Pemberian kredit harus dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis”

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, bahwa Perjanjian Kredit Bank

adalah Perjanjian pendahuluan (Voorvereenkomst) dari penyerahan uang.12

Perjanjian pendahuluan yang dimaksud adalah hasil pemufakatan antara

pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara

keduanya. Perjanjian kredit perlu mendapatkan perhatian yang khusus, baik

oleh Bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah selaku debitur, karena setiap

kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur

wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.

Dalam praktek perbankan, bentuk dan format dari perjanjian kredit

diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan, namun demikian ada

hal-hal yang tetap harus dipedomani, yaitu perjanjian tersebut rumusannya

tidak boleh kabur atau tidak jelas, sekurang-kurangnya harus memperhatikan

keabsahan dan persyaratan secara hukum, serta harus memuat secara jelas

mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran

kembali dan persayaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.

Di dalam praktek hukum dikenal pula istilah perjanjian kredit dengan

Standard Contract. Menurut HJ. Sluyter sebagaimana disitir oleh Penggabean,

12 Mariam Darus Badrulzaman,Aneka Hukum Bisnis, Alumni cet.1, Jakarta, 1994 hlm 156

Page 34: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

34

pengertian Standard Contract merupakan kontrak yang bersifat paksaan,

bersifat lebih dipaksakan berdasarkan ketentuan ekonomi yang lebih kuat,

sedang salah satu pihak kurang cukup pengertian tentang kontrak tersebut atau

mungkin juga karena kecerobohan pada pihak lain, dengan pengertian itu ia

nampaknya mempersamakan standard contract dengan adhesie contract, di

mana salah satu pihak dipaksa oleh pihak lain.13

Perjanjian dalam bentuk standard contract biasanya tidak dapat berbentuk

lisan, karena kreditur akan mengalamai kesulitan untuk mengingat seluruh isi

perjanjian yang biasanya tidak sedikit. Dengan tertulis kreditur dapat

menentukan isi perjanjian satu kali untuk dipergunakan berkali-kali.

Sehubungan dengan standard contract tersebut di atas, maka seluruh

kalangan perbankan dalam memberikan kredit kepada nasabahnya telah

mempraktekkan penggunaan standard contract ini, ketika bank telah

mengambil keputusan menyetujui permohonan kredit, bank menyerahkan

blanko (formulir) perjanjian kredit kepada nasabah. Dalam blanko tersebut

pihak bank telah menyusun isi perjanjiannya.

Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang

digunakan bank dalam melepas kreditnya, yaitu :

Perjanjian kredit di bawah tangan atau akta dibawah tangan dan

Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaries (notariil) atau

akta otentik

13 Henry P Panggabean, Berbagai masalah Yuridis yang dihadapi Perbankan mengamanakan pengembalian kredit yang disalurkannya, Majalah Varia Peradilan No 80/1992, hlm 62

Page 35: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

35

B.3. Kredit Sebagai Usaha Perbankan Bank sebagai salah satu lembaga keuangan sangat besar peranannya dalam

kehidupan masyarakat, dalam menjalankan peranannya bank bertindak sebagai

salah satu lembaga keuangan yang mempunyai salah satu kegiatan usaha yaitu

memberikan kredit. Adapun pemberian kredit dilakukan baik dengan modal

sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan pada bank dari para

nasabahnya.

Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang

Perbankan, pengertian Bank adalah :

“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Dari pengertian tersebut di atas, maka kita melihat bahwa usaha bank

sangat erat hubungannya dengan kegiatan peredaran uang, dalam rangka

melancarkan seluruh aktivitas keuangan di masayarakat.

Dalam kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang peranan

yang sangat penting, oleh karena itu bank selalu diikutsertakan dalam

menentukan kebijakan moneter, pengawasan devisa dan bidang keuangan

lainnya. Hal ini disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit dan

kredit yang diberikan mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala

bidang kehidupan, khususnya bidang ekonomi.

Dengan demikian bank berfungsi sebagai :14

14 M.Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT Cita Aditya Bakti,2000, hlm 84

Page 36: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

36

Pedagang dana (Money Lender), yaitu tempat yang dapat menghimpun

dan menyalurkan dana masayarakat secara efektif dan efisien. Dalam

fungsinya sebagai penyalur dana, maka bank memberikan kredit atau

memberikannya dalam bentuk surat-surat berharga.

Lembaga yang melancarkan transaski perdagangan dan pembayaran

uang, Bank bertindak sebagai penghubung antara nasabah yang satu

dengan yang lainnya, jika keduanya melakukan transaksi, nasabah

cukup memerintahkan bank untuk menyelesaikan pembayaran.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI

RUMAH ANTARA KONSUMEN, DEVELOPER DAN BANK

C.1. Pengertian Umum Tentang Konsumen

Dalam Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa konsumen adalah :

“Setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 butir (2), Undang-undang Nomor

8 Tahun 1999, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen

akhir (Ultimate Consumer) yaitu pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu

produk.

Hal inipun diperkuat oleh pendapat Nasution, yang mengatakan bahwa

konsumen akhir, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

Page 37: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

37

pribadi, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk keperluan

komersial.15

Bertitik tolak dari definisi konsmuen dan penjelasan tentang konsumen

akhir, maka secara garis besar ada beberapa poin utama yang dapat dirangkum

mengenai konsmuen yaitu :

Konsumen adalah setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang

dan atau jasa yang tersedia di dalam masayrakat, baik bagi kepentingan

diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup

Barang dan atau jasa, diperoleh melalui mekanisme pemberian prestasi

dengan cara membayar uang, namun dapat juga barang atau jasa

diperoleh tidak melalui mekanisme pemberian prestasi dengan cara

membayar uang.

C.2. Perlindungan Konsumen Perumahan

Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya

kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap Warga

Negara Indonesia dan keluarganya, sesuai dengan harkat dan martabatnya

sebagai manusia.

Di samping itu pembangunan perumahan merupakan salah satu instrument

terpenting dalam strategi pengembangan wilayah yang menyangkut aspek-

aspek yang luas dibdang kependudukan dan berkaitan erat dengan

15 Nasution, AZ, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar harapan,Jakarta, 1999, hlm 73

Page 38: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

38

pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan

ketahan nasional.

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Pemukiman dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 bahwa :

“Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.” “Perumahan adalah kelompk rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Dapat diketahui bahwa rumah adalah bangunan di mana manusia tinggal

dan melangsungkan kehidupannya, di samping itu rumah juga merupakan

tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seseorang diperkenalkan

kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, maka

tidaklah mengherankan bila masalah perumahan menjadi masalah yang

penting bagi individu.16

Salah satu faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat

kesadaran akan haknya memang masih sangat rendah, hal ini terutama

disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari pihak konsumen itu sendiri dan

rendahnya pendidikan konsumen yang ada. Oleh karena itu Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang ada,

dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya

pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

16 Budihardjo, Sejumlah masalah Permukinan Kota, Alumni, Bandung, 1992, hlm 145

Page 39: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

39

Upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang

yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan

komprehensif, tetapi perlu juga tentang peraturan pelaksanaan, pembinaan

aparat, pranata dan perangkat-perangkat yudikatif, administratif dan edukatif,

serta sarana dan prasarana lainnya, agar nantinya undang-undang tersebut

dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Bertitik tolak dari pemahaman akan perlindungan konsumen perumahan,

maka dapat dikatakan bahwa :” Perlindungan konsumen perumahan adalah

serangkaian upaya yang dibingkai secara hukum, untuk melindungi konsumen

perumahan sebagai pengguna fasilitas perumahan, yang meliputi fasilitas

bangunan (konstruksi) yang sesuai standar, fasilitas lingkungan, fasilitias

sosial, fasilitas umum dan memenuhi standar kesehatan, serta mempu

memberi rasa aman kepada penghuninya, baik itu untuk kepentingan pribadi,

keluarga, institusi ataupun pihak lain, tetapi tidak untuk diperdagangkan

kembali.”

Mengenai hal ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian tentang perlindungan

konsumen secara cukup luas, perlindungan konsumen di definisikan sebagai

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen.

Menurut Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, Tentang

Perlindungan Konsumen, Perlindungan Konsumen bertujuan untuk :

Page 40: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

40

Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri

Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan atau jasa

Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi

Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung

jawab dalam berusaha

Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen

C.3. Pengertian Umum Tentang Developer (Pengembang)

Menurut Permendagri Nomor 3 Tahun 1987 Pasal 1 angka (1), pengertian

perusahaan pembangunan perumahan adalah “

Badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang berusaha dalam bidang perumahan di atas areal tanah yang merupakan suatu lingkungan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana sosial, utilitas umum dan fasilitas social, yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan pemukiman.”

Page 41: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

41

Perusahaan pembangunan perumahan dapat diklasifikasikan menjadi 2

golongan berdasarkan pemilikan dan sasaran pembangunan perumahan yaitu :

Perusahaan Pengembang Milik Negara

Perusahaan ini identik dengan Perum Perumnas, selain bertujuan

menjaring keuntungan, tetapi juga menjalankan misi sosial bagi

kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Perusahaan Pengembang Swasta

Perusahaan ini bertujuan mendapatkan keuntungan dengan sasaran

pembangunan perumahan untuk seluruh masyarakat, baik menengah

keatas maupun kebawah. Perusahaan pengembang perumahan ini

sebagian tergabung dengan organisasi REI (Real Estate Indonesia),

yang merupakan satu-satunya organisasi pengusaha yang bergerak

dalam bidang perumahan di Indonesia.

Usaha real esatate pada dasarnya adalah suatu usaha yang kegiatannya

berhubungan dengan soal-soal tanah, termasuk segala hal yang dilakukan

diatasnya, sehingga dari bidang real estate timbul spesialisasi-spesialisasi

profesi sebagai berikut : pengembangan tanah dan bangunan, penilaian real

estate, pengelolaan harta milik, usaha perantara, usaha pembiayaan real estate,

usaha penelitian dan lain-lain. Dari usaha-usaha real estate yang berkembang

pesat di Indonesia adalah usaha pengembangan tanah dan bangunan yang

dikenal sebagai profesi pengembang kawasan perumahan dan pemukiman atau

sering disingkat dengan profesi pengembang (Developer)

Page 42: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

42

C.4. Perjanjian Dalam Jual Beli Rumah

Sebagaimana syarat sahnya suatu perjanjian, pada dasarnya perjanjian itu

dibuat berdasarkan kesepakatan mereka yang mengikat dirinya, cakap untuk

membuat suatu perjanjian mengenai suatu hal tertentu dan didasari suatu sebab

yang halal.17

Dalam transaksi jual beli rumah melibatkan sekurang-kurangnya ada 3

pihak yang berhubungan antara satu dengan lainnya, yaitu konsumen,

pengembang dan bank pemberi kredit.

Adapun transaski jual beli rumah dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :

1. Pra Kontraktual

Tahap ini merupakan persiapan bagi konsumen dan bank pemberi kredit

sebelum memastikan apakah pembelian rumah yang diminati oleh

konsumen dapat dibiayai, ada beberapa hal penting yang perlu

diperhatikan oleh konsumen dan Bank pemberi kredit kepada pengembang

yang dipilih, yaitu

i) Lokasi Rumah, dalam hal ini seorang konsumen dan pemberi kredit

harus melakukan identifikasi terhadap lokasi rumah yang akan dibeli,

apakah lokasinya telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan

konsumen.

ii) Identitas Pengembang, mengenal identitas pengembang dapat

memberikan informasi tentang prestasi pengembang, sejauh mana

kiprahnya sebagai pengembang, apakah sering bermasalah atau

17 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1996, hlm17

Page 43: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

43

mungkin tipe pengembang yang mengeksploitasi hak-hak konsumen

dan apakah pengembang tersebut lancar dalam perputaran keuangan,

tidak masuk dalam daftar hitam bank Indonesia.

iii) Spesifikasi teknis bangunan, langkah ini ditempuh untuk menghindari

akibat samping yang ditimbulkan dari pembangunan rumah yang tidak

sesuai dengan prosedur teknis, hal ini juga akan membantu konsumen

dan bank pemberi kredit di dalam menentukan pilihan spesifiasi teknis

yang sesuai dengan keinginan konsumen, karena tidak dapat dipungkiri

seringkali spesifiasi teknis yang ada pada brosur menyimpang dari

standar spesifikasi yang senyatanya.

iv) Fasilitas yang tersedia dalam rumah, untuk menghindari hal yang tidak

diinginkan perlu kiranya ditanyakan berbagai fasilitas yang tersedia di

dalam rumah. Fasilitas yang tersedia dapat memberikan gambaran

kepada konsumen berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk

membeli rumah, jika dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia,

apakah fasilitas yang tersedia telah layak dengan harga jual yang

ditawarkan oleh pengembang.

v) Prasarana dan sarana lingkungan, kenyamanan sebuah rumah adalah

tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, karena ini juga

merupakan sebuah kebutuhan, jangan sampai konsumen dihadapkan

pada janji-janji palsu developer, untuk itu konsumen harus

menanyakan kepastian terhadap keseluruhan fasilitas yang ditawarkan

oleh pengembang.

Page 44: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

44

vi) Harga tanah dan bangunan rumah, informasi akan dua hal tersebut

akan memberikan gambaran kepada konsumen dan bank pemberi

kredit, karena hal tersebut berhubungan dengan berapa besar jumlah

pinjaman yang akan diberikan kepada konsumen oleh bank pemberi

kredit.

2. Kontraktual

Adalah tahap yang ditempuh apabila proses persiapan pada tahap

transaksi telah dilakukan, tahap selanjutnya adalah perjanjian jual beli,

yaitu setelah terjadi kata sepakat antara pengembang sebagai penjual

dengan konsumen sebagai pembeli dan bank sebagai pemberi kredit.

Tahap perjanjian jual beli ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT), serta ditandatangani oleh pengembang dan

konsumen, bagian ini merupakan tahap terjadinya penyesuaian pernyataan

kehendak (kata sepakat) antara pihak pengembang dengan konsumen,

maka terjadilah perjanjian jual beli dan dilanjutkan dengan tahap

pembayaran jual beli rumah tersebut. Pembayaran harga rumah beserta

dengan tanahnya dapat ditempuh dengan beberapa cara, tetapi lazimnya

digunakan dengan dua cara pembayaran, yaitu dengan sistem pembayaran

tunai dan sistem angsuran.

Sistem pembayaran tunai, mensyaratkan konsumen membayar

sejumlah uang sekaligus sesuai harga rumah yang telah disepakati dan

diserahkan pada saat serah terima rumah.

Page 45: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

45

Sistim pembayaran angsuran, mewajibkan konsumen membayar

uang muka harga rumah dan sisanya diangsur sesuai dengan kesepakatan

kedua belah pihak antara konsumen dan bank pemberi kredit.

Mengingat masyarakat yang kebanyakan membutuhkan rumah

adalah mereka yang tergolong berpenghasilan sedang, maka cara yang

seringkali dipilih adalah sistem angsuran dengan menggunakan fasilitas

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui bank pemberi kredit, dengan

pembayaran angsuran setiap bulannya selama jangka waktu perjanjian

kredit pemilikan rumah.

Pada saat konsumen menyetujui harga rumah berikut tanah untuk

dibelinya, selanjutnya konsumen melakukan akad kredit pemilikan rumah

(KPR) dengan prosedur yang telah ditentukan oleh bank pemberi kredit.

Dengan penandatangan perjanjian kredit ini sekaligus konsumen memberi

kuasa kepada bank pemberi kredit untuk membayarkan harga rumah

berikut tanahnya yang dibeli kepada pengembang sebagi penjual, tanah

dan bangunan rumah yang dibeli konsumen dari pengembang, menjadi

agunan/jaminan utama atas pinjaman kredit dari bank pemberi kredit.

3. Post Kontraktual

Pada tahap ini merupakan hasil realisasi transaksi jual beli rumah

yang telah diselenggarakan. Konsumen telah dapat menikmati atau

menempati tanah dan bangunan rumah yang telah dibeli dari pengembang.

Beberapa hal yang dilakukan konsumen dan diketahui oleh bank pemberi

kredit dalam fase post kontraktual antara lain :

Page 46: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

46

i) Peyerahan tanah dan bangunan rumah dari pengembang kepada

konsumen dengan menandatangani berita acara serah terima

ii) Sebelum menandatangani berita acara serah terima, konsumen dan

bank pemberi kredit harus mencocokkan kembali keadaan rumah yang

diperjanjikan, apakah sudah sesuai ukuran tanah dan bangunan rumah,

spesifikasi bangunan yang digunakan

iii) Penyerahan sertifikat ketika konsumen telah melunasi kredit yang

diberikan oleh bank pemberi kredit.

Page 47: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

47

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedang penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan

tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka

metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara

untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.18

Menurut Sutrisno Hadi, penelitian atau riset adalah usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,

usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.19

Dengan demikian penelitian yang dilaksanakan adalah untuk memperoleh

data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk mencapai kebenaran

ilmiah tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berpikir secara

rasional dan berpikir secara empiris atau melalui pengalaman. Oleh karena itu

untuk menemukan metode ilmiah, maka digabungkan metode pendekatan

rasional dan metode pendekatan empiris, di sini rasionalisme memberikan

kerangka pemikiran yang logis, sedangkan empiris memberikan kerangka

pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu kebenaran.20

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, Universitas Indonesi, Jakrta, 1986, hlm 6 19 Sutrisno Hadi, Metode Risearch, jilid I, Psikologi UGM, Yogjakarta, 1993, hlm 4 20 Ronny Hanitijo Soemitro, metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 36

Page 48: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

48

A. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris,

artinya pendekatan ini dimaksudkan untuk menjelaskan permasalahan yang

ada di masyarakat untuk diteliti dan hasil penelitian yang diperoleh

dihubungkan dengan aspek-aspek hukumnya.21

Yuridis dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa penelitian ini ditinjau

dari sudut ilmu hukum dan peraturan-peraturan tertulis sebagai data

sekunder.22

Sedangkan pendekatan empiris dipergunakan untuk menganalisis

hukum bukan semata-mata sebagai perangkat aturan perundang-undangan

yang bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dilihat sebagai perilaku

masyarakat yang menggejala dan mempola dalam kehidupan masyarakat,

selalu berinteraksi dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan seperti

politik, ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai temuan lapangan yang bersifat

individual akan dijadikan bahan utama dalam mengungkapkan permasalahan

yang diteliti dengan berpegang pada ketentuan yang normatif.23

B. Jenis Penelitian Dilihat dari sifatnya, peneltian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal didaerah

tertentu dan pada saat tertentu. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, agar dapat

21 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam praktek, sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm 15 22 Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1984, hal.4 23 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia,1982, hal.9

Page 49: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

49

membantu dalam memperkuat teori-teori lama, atau dalam rangka menyusun

teori-teori baru.

Dalam penelitian ini, penulis dapat menganalisa dan menyusun data yang

telah terkumpul yang diharapkan dapat memberikan gambaran atau realita

mengenai pelaksanaan perjanjian antara bank dengan developer, bank dengan

debitur/konsumen, developer dengan konsumen, di PT. Bank Niaga, Tbk

Cabang A. Yani Semarang. Kemudan dari gambaran tersebut akan dianalisa

untuk pemecahan masalah yang timbul.

C. Populasi

Pengertian populasi adalah keseluruhan objek atau seluruh individu atau

seluruh gejala atau seluruh unit yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini, yang menjadi Populasi adalah PT.Bank Niaga,Tbk

Cabang A.Yani Semarang dan para konsumen pembeli rumah dari developer

yang merupakan nasabah dari PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang ,

juga para developer yang telah bekerjasama dengan PT.Bank Niaga,Tbk

Cabang A.Yani Semarang , karena mereka dianggap mengetahui lebih banyak

mengenai permasalahan yang akan diteliti.

D. PENENTUAN SAMPEL

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purpose

Sampling, artinya penarikan sampel dengan cara mengambil objek didasarkan

pada tujuan tertentu, yaitu :

Page 50: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

50

a) 2 orang karyawan bagian kredit dari PT. Bank Niaga, Tbk Cabang A. Yani

Semarang

b) 2 orang debitur yang mengambil kredit pemilikan rumah di PT. Bank

Niaga, Tbk Cabang A. Yani Semarang

c) 2 Developer yang telah menjalin kerjasama dengan PT.Bank Niaga, Tbk

Cabang A.yani Semarang ( PT.Fasat dan PT.Duta Bangun Utama)

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut.24

a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati

dan dicatat oleh pihak pertama. Data primer diperoleh dengan metode :

Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab

kepada karyawan bagian kredit Bank tersebut di atas dan Notaris yang

membuat Akta jual beli pada PT.Bank Niaga, Tbk Cabang A.Yani

Sermarang, sebagai responden di objek penelitian

Metode angket/questioner, yaitu suatu pengumpulan data dengan

menggunakan daftar pertanyaan kepada responden

b) Data Sekunder, yaitu data yang secara tidak langsung diperoleh dari

sumbernya, tetapi melalui pihak kedua. Data sekunder ini bisa didapatkan

dengan cara :

24 Ronny Hanityo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,1990, hlm 34

Page 51: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

51

i) Riset Kepustakaan, yaitu : membaca buku-buku atau literatur-literatur

sehubungan dengan teori perkreditan, hukum perjanjian dan hukum

kenotariatan. Dan juga membaca baik majalah, jurnal, artikel media

massa maupun berbagai bahan bacaan termasuk bahan kuliah dan

kepustakaan lainnya.

ii) Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh langsung dari laporan yang

dimiliki oleh Kantor Bank Niaga Semarang A.yani, data yang

dipoeroleh antara lain :

Akta Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan

Daftar nama-nama debitur kredit pemilikan rumah

Daftar nama-nama developer yang telah kerjasama

Perjanjian Kerjasama antara Developer dengan Bank Niaga

Semarang A.yani

F. ANALISIS DATA

Analisis data yang dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif

kualitatif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dari individu tersebut

secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu

atau institusi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya

sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Page 52: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang PT.Bank Niaga, Tbk

Pertumbuhan dan perkembangan perbankan nasional selalu ditandai

dengan adanya berbagai penyempurnaan dalam kebijakan yang dituangkan dalam

paket deregulasi. Deregulasi perbankan nasional yang dilaksanakan secara

bertahap dan berkesinambungan pada dasarnya mempunyai tujuan untuk

menciptakan suatu tatanan perbankan nasional yang sehat sekaligus kuat. Hal

tersebut diperlukan agar perbankan nasional dapat tumbuh dan berkembang

dengan efisien dan efektif.

Dalam memasuki era deregulasi yang terus berlanjut tentunya telah banyak

perubahan yang terjadi dalam sistem perbankan nasional. Perubahan yang terjadi

baik sebagai akibat faktor eksternal maupun internal pada akhirnya menjadi alat

seleksi secara alamiah bagi kalangan perbankan nasional. Hal ini terbukti di saat

krisis ekonomi terjadi dimana bank yang memang tidak dikelola secara

professional dan hati-hati terpaksa harus dilikuidasi, dibekukan atau diambil alih.

Sejak Indonesia dilanda krisis moneter pada thn 1998 dan kemudian

diikuti dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan, perbankan nasional

menghadapi problema yang tidak ringan. Dalam krisis perekonomian yang

berkembang menjadi krisis multi dimensional ini, perbankanlah yang menderita

paling parah, PT.Bank Niaga,Tbk juga mengalami hal yang dialami oleh seluruh

perbankan nasional.

Page 53: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

53

PT.Bank Niaga,Tbk mengalami masa-masa sulit pada periode tahun 1998

sampai tahun 2002, dalam buku “Bank Niaga Pantang Menyerah Didera Krisis”

disebutkan Tahapan Restruktrisasi Bank Niaga adalah :

Tahun 1998 : Bank Indoensia memberitahukan bahwa Bank

Niaga termasuk Bank yang wajib ikut program rekapitulai, dengan

kewajiban untuk menyetor modal minimal 20% dari jumlah yang

dibutuhkan untuk mencapai CAR 4%.

Tahun 1999 : Pemegang saham Bank Niaga tidak sanggup

menyetor modal minimal 20% dari jumlah yang dibutuhkan untuk

mencapai CAR 4%, yang mengakibatkan Bank Niaga untuk sementara

waktu diambil alih oleh pemerintah (Bank Niaga menjadi bank

BTO/Bank Take Over).

Tahun 2002 : Commerce Asset Holding Berhard (CAHB) dari

Malaysia dinyatakan sebagai pemenang dalam divestasi Bank Niaga,

dan sejak saat itu kepemilikan saham Bank Niaga dimiliki oleh CAHB

lebih dari 50%.

PT.Bank Niaga,Tbk mempunyai lebih dari 200 cabang yang tersebar

diseluruh wilayah Indonesia, segmen yang diambil adalah Commercial untuk

kebutuhan perusahaan-perusahaan dan Consumer untuk kebutuhan

individu/perorangan. Cabang A.Yani di Semarang adalah salah satu dari segmen

consumer, yang lebih fokus pada pemberian kredit untuk produk Niaga Kredit

Rumah (NKR), Niaga Kredit Mobil (NKM) dan Kredit Serba Guna (KSG).

Page 54: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

54

Pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 peningkatan kredit untuk perumahan

sangat tinggi, yang paling banyak adalah pembelian rumah melalui developer.

B. Gambaran Umum tentang Pelaksanaan Perjanjian antara

PT.Bank Niaga, Tbk dengan Developer

Salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya

masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD’1945, seiring

dengan tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan

batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Salah satu unsur pokok

kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan perumahan, yang merupakan

kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara ndonesia dan keluarganya, sesuai

dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Disamping itu pembangunan perumahan merupakan salah satu instrument

terpenting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek

yang luas dibidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan

ekonomi dan kehidupan sisoal dalam rangka pemantapan ketahan nasional.

Bertitik tolak dari hal tersebut maka pembangunan perumahan dan

pemukiman sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor

4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, ditujukan untuk :

Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,

dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejateraan rakyat.

Mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam lingkungan

yang sehat, aman, serasidan teratur

Page 55: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

55

Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang

rasional

Menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-

bidang lainnya.

Dengan demikian sasaran pembangunan perumahan dan pemukiman

adalah untuk menciptakan lingkungan dan ruang hidup manusia yang sesuai

dengan kebutuhan hidup yang hakiki, yaitu agar terpenuhinya kebutuhan akan

keamanan, perlindungan, ketenangan, pengembangan diri, kesehatan dan

keindahan serta kebutuhan lainnya dalam pelestarian hidup manusiawi.

Tujuan itu menjadi harapan ideal dari setiap individu konsumen

perumahan, kendalanya kapasitas setiap individu sangat terbatas untuk

memperoleh rumah yang sesuai dengan keinginan dan harapan mereka, tantangan

masalah perumahan ini memang tidak sederhana, memang telah ada Political Will

dari pemerintah untuk menyediakan perumahan, terutama yang ditujukan kepada

masyarakat berpenghasilan rendah melalui pembangunan perumahan oleh perum

perumnas. Pemerintah juga telah memberi subsidi selisih bunga untuk kredit

pemilikan RS/RSS melalui Bank Tabungan Negara di seluruh daerah di Indonesia.

Walaupun demikian laju kebutuhan masyarakat akan perumahan jauh

melebihi kemampuan pemerintah, oleh karena terdapatnya peluang ini, maka

perusahaan pembangunan rumah (developer) swasta tumbuh menjamur dan

melihat usaha perumahan ini sebagai pasar potensial untuk meraih keuntungan.

Kota Semarang, merupakan salah satu daerah yang menjadi sasaran

developer untuk membangun perumahan, Kota Semarang dengan luas wilayah

Page 56: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

56

373,67 km2 dan berpenduduk 1.406.233, dengan jumlah rumah tangga 367.200,

secara geografis memang sangat potensial untuk didirikan lokasi perumahan.25

Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang tahun 2004

terhadap realisasi kumulaif pembangunan perumahan oleh pengembang swasta

melalui kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Tabungan Negara di Kota Semarang

sebanyak 111 dan non perum perumnas sebanyak 854.

Dengan kebutuhan perumahan yang sangat tinggi dari masyarakat, para

developer berlomba-lomba untuk membuat perumahan yang diminati oleh

masyarkat, developer dapat membuat perumahan dengan segmentasi menengah

keatas ataupun menengah kebawah dan dengan leluasa memilih bank-bank swasta

yang dapat diajak kerjasama dalam hal pembiayaan pembelian rumah (KPR).

PT. Bank Niaga, Tbk, sejak tahun 2004 fokus pada pembiayaan untuk

pembelian rumah baru dan bekerjasama dengan developer-developer yang

memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh PT.Bank Niaga. Pada prinsipnya

para developer yang telah menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS/MOU),

maka developer tersebut berhak mengajukan konsumen yang akan membeli

rumah, sebelum bank memberi fasilitas kredit pada konsumen tersebut, bank juga

berhak untuk menolak bila calon debitur tersebut tidak sesuai dengan aturan-

aturan yang ada.

Pada tahun 2004 posisi bulan maret, diselenggarakan pameran REI

Expo’2004 di Semarang dan PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang

sebagai salah satu penyelenggara acara tersebut, dalam acara tersebut banyak

25 Katalog BPS, Jawa Tengah Dalam Angka 2005,Bappeda dan BPS Propinsi Jateng,2005

Page 57: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

57

sekali developer yang berminat untuk bekerjasama dengan Bank Niaga,

khususnya dicabang A.Yani Semarang.

Sebelum Bank menentukan apakah developer tersebut dapat memenuhi

kriteria yang ditetapkan oleh Bank, bank akan melakukan visibility dengan cara :

Lokasi perumahan marketable dengan site plan sesuai tata kota

Tidak termasuk Daftar Hitam Bank Indonesia (DHBI), Daftar Kredit

Macet Bank Indonesia (DKMBI), daftar problem loan bank lain

Pengalaman developer minimal 3 tahun (sudah menyelesaiakan 1 proyek)

Infra strukutur memadai

Dilengkapi foto proyek, kelayakan harga (sesuai spesifikasi bangunan)

Terdapat IMB Induk

Uang Muka (DP) lunas dengan bukti yang akurat

Bangunan siap huni/ surat pernyataan dari debitur bahwa setuju realisasi

walaupun rumah belum selesai.

Bila developer tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan Bank,

maka dibuat suatu perjanjian kerjasama (PKS/MOU) antara bank dengan

developer, dan developer akan menjadi approved developer PT.Bank Niaga, Tbk

Cabang A.Yani Semarang.

Perjanjian kerjasama (PKS/MOU) yang dibuat tidak boleh bertentangan

dengan Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa sahnya suatu

perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu :

Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Page 58: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

58

Suatu hal tertentu

Suatu sebab yang halal

Aspek legal dari berbagai bentuk kerjasaama dengan developer, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan , antara lain :

Status subyek hukum developer

1) Badan hukum / badan usaha

2) Perorangan /perusahaan perorangan

Perizinan sebagai developer

1) SP3L (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan)

2) SIPPT (Surat ijin Penunjukan Penggunaan Tanah)

3) IP (ijin Pendahuluan)

4) IMB (ijin Mendirikan Bangunan)

Status Tanah

1) Hak Guna Bangunan (HGB)

2) Hak Milik (HM)

3) Hak Pakai atas tanah Negara (HP)

4) Hak Pengelolaan (HPL)

C. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Bank Niaga dengan

Developer Aproved

Setelah visibility untuk developer telah dilakukan dan developer yang

dimaksud masuk dalam kriteria yang ditentukan oleh Bank, developer tersebut

Page 59: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

59

akan melaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS/MOU) dengan

PT.Bank Niaga,Tbk Cabang A.Yani Semarang.

Menurut Endang Susanti, AM pihak Bank Niaga sangat ketat dalam

memilih developer yang diaproved untuk bekerja sama. Berbagai kriteria dan

pertimbangan tidak semata-mata hanya konsistensi developer saja melainkan juga

dipertimbangkan tentang prilaku developer pada kerjasama dengan bank lain.

Bank Niaga mempertimbangkan rekomendasi dari bank lain yang telah

melakukan kerjasama dengan developer.26

Pada pelaksanaan perjanjian kerja sama, menjadi pihak pertama adalah

developer. Hal ini disebabkan pihak developer yang meminta kepada pihak kedua

untuk membiayai pembelian rumah oleh konsumennya. Pada perjanjian ini Bank

Niaga akan memberikan jangka waktu pinjaman dengan jangka waktu maksimal

adalah 20 (dua puluh) tahun untuk pembelian rumah tinggal, 10 (sepuluh) tahun

untuk ruko. Selain itu juga persyaratan yang ditentukan oleh Bank Niaga dalam

perjanjian ini adalah sebagai berikut :

1) Besarnya pembiayaan oleh bank adalah 80% (delapan puluh)dari harga

jual ditambah dengan ppn untuk rumah tinggal, 70% (tujuh puluh) untuk

ruko

2) Realisasi KPR bila apabila rumah siap huni dan uang muka telah lunas

3) Pembiayaan hanya untuk tanah yang bersertifikat induk atas nama

developer

26 Endang Susanti, Wawancara Pribadi. AM. Assistant Manager Sales Lending Mortage Bank Niaga Cabang A. Yani tanggal 12 Juli 2006

Page 60: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

60

4) Pembelian tanah dan bangunan harus balik nama atas nama

pembeli/debitur, atau istri/suami atau anak kandung

5) Pembeli/debitur wajib mengasuransikan objek jaminan pada perusahaan

asuransi yang ditunjuk oleh pihak kedua

6) Pihak kedua mempunyai hak untuk melakukan evaluasi atas jumlah kredit

yang diberikan maupun persyaratan kredit

7) Bilamana pihak kedua menilai bahwa pelanggaran pihak pertama melebihi

5% dari total dokumen yang menyimpang yang wajib diserahkan, maka

untuk sementara kerjasama ini dihentikan sampai ketentuan dipenuhi 27

Pada perjanjian kerja sama ini adapaun kewajiban yang dimiliki oleh

developer adalah sebagai berkut :

1) Setiap realisasi KPR maka pihak pertama berkewajiban untuk

menyerahkan kepada Bank Niaga :

a. Surat pernyataan pengurusan pemisahan dan balik nama atas tanah dan

bangunan atas nama pembeli/debitur yang dikeluarkan oleh piahk

pertama

b. Kesemuanya harus diserahkan kpada pihak keduapada saat

ditandatanganinya perjanjian kredit atau pengakuan hutang antara

pihak kedua dengan pembeli/debitur

c. Berita acara serah terima rumah/ruko yang ditandatangani

pembeli/debitur dan atau surat pemberitahuan atas serah terima

27 Akte Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan Rumah Bank Niaga dengan Developer

Page 61: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

61

rumah/ruko kesemuanya hanya dilakukan bilamana rumah/ruko dalam

keadaan siap huni

2) Pihak developer dengan ini menjamin sepenuhnya dan menyatakan kepada

pihak bank :

a. Untuk menyerahkan kepada pihak bank atas Ijin Mendirikan

Bangunan (IMB) selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak

ditandatanganinya Akta Jual Beli, Pengakuan Hutang/perjanjian kredit

antara pembeli dan bank

b. Untuk mengurus pemisahan dan menyelesaiakan balik nama atas tanah

dan bangunan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak

ditandatanganinya Akta Jual Beli, pengakuan hutang/perjanjian kredit

anatar pembeli dan bank, serta menyerahkan sertifikat atas nama

pembeli kepada bank

c. Tanah berikut bangunan rumah/tanah berikut bangunan yang dijual

kapada pembeli/debitur adalah benar hak penuh pihak developer

sendiri tidak ada pihak lain yang turut memiliki atau mempunyai hak

apapaun juga, belum pernah dijual, dipindahtangankan,

disewakan/dioperkan haknya atau dijaminkan haknya dengan cara

apapaun juga kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis pihak bank,

tidak tersangkut dalam suatu perkara/sengketa, dan juga tidak dikenai

sitaan

d. Bahwa selama sertifikat induk atas nama pihak developer belum

dilakukan pemisahan dan sertifikat hasil pemisahan belum terbit atas

Page 62: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

62

nama pembeli/debitur sehingga masa berlaku SKMHT tersebut diatas

akan menjadi lewat waktu atau gugur, pihak developer dengan ini

tidak dapat ditarik kembali tanpa syarat, menyatakan bersedia untuk

menghadirkan kembali pembeli/debitur untuk menandatangani

SKMHT dihadapan notaris/PPAT , dan biaya-biaya yang timbul atas

beban pihak developer

e. Tanpa mengurangi maksud dan ketentuan lain dakan perjanjian ini,

selama Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), sertifikat atas nama

pembeli/debitur belum diserahkan kepada pihak bank dan belum

dilakukan penandatanganan APHT untuk kepentingan bank, terdapat

keadaan apabila pembeli/debitur:

o Menunggak kewajiban angsuran pinjaman sebanyak 3 (tiga) ulan

berturut-turut atau lalai memenuhi kewajiban pembelai/debitur

berdasarkan perjanjian kredit maka pihak developer wajib

melunasi/membayar tunggakan tersebut berikut denda

keterlambatan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah pihak developer

menerima surat dari pihak bank

o Bilamana setelah pihak developer melunasi tersebut, ternyata

pembeli/debitur dapat melanjutkan pembayaran atau pelunasan

angsuran pada bulan berikutnya, maka pihak bank dalam waktu

selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak pelunasan oleh

pembeli/debitur tersebut, wajib menyetorkan kerening pihak

developer sebesar jumlah yang telah dilunasi oleh pihak developer,

Page 63: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

63

namu bilamana dalam bulan berikutnya pembeli/debitur tetap tidak

dapat melunasi kewajibanyya maka pihak developer wajib

melunasi seluruh hutang pembeli/debitur kepada pihak bank

berikut bunga, denda dan biayta-biaya lain yang terhutang

berdasarkan ketentuan dalam perjanjian kredit 28

Sedangkan hak dan kewajiban Bank Niaga sebagai Pihak Kedua dalam

perjanjian tersebut adalah :

a. Pihak bank berhak seaktu-waktu sebelum perjanjian kredit dan Akta

Jual Beli ditandatangani untuk merubah plafond fasilitas kredit

sebagaimana ditentukan dalam pasal 2 perjanjian ini

b. Pihak bank berkewajiban untuk melakukan evaluasi atas diri

pembeli/debitur

c. Pihak bank berkewajiban pula untuk melakukan evaluasi terhadap

jaminan yang diserahkan dengan baik dan layak oleh pihak developer,

serta harus memenuhi yang ditentukan pihak bank29

Untuk mengajukan kredit rumah, prosedur yang harus dijalani oleh

Developer adalah sebagai berikut :

28 Akte Perjanjian Jual Beli Rumah Bank Niaga dengan Developer 29 Akte Perjanjian Jual Beli Rumah Bank Niaga dengan Developer

Page 64: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

64

Gambar 1.

Skema Prosedur Proses Kredit Rumah Bagi Developer

Keterangan Alur Proses :

1) Petugas marketing bank mengirimkan Surat Persetujuan Kredit (SPK)

kepada calon debitur dan developer. Format SPK telah lengkap

mencakup informasi :

Data dokumen-dokumen yang harus dilengkapi debitur

Total biaya dan perincian yang harus disediakan di rekening

debitur

2) Pihak developer mengirimkan copy Surat Pemesanan Rumah (SPR) dan

konfirmasi kepada bagian marketing Bank perihal kelengkaan dokumen

dan biaya sudah dibayarkan

Marketing Bank Developer Calon Debitur

Credit Compliance Bank

Kredit Signing Bank

Notaris

1 SPK

1 SPK

2 SPR

6

H+1 3 Credit File

H+2 H+6

6 5

4 Credit File

Order Pengikatan Jaminan

Order AJB

Page 65: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

65

3) Selanjutnya developer menginformasikan rencana akad kredit kepada

bagian kredit signing bank

4) Bila dokumen-dokumen telah lengkap dan biaya-biaya sudah disiapkan,

bagian marketing bank mengirimkan Credit File kepada bagian Credit

Compliance bank untuk dilakukan review

5) Setelah bagian Credit File Bank memenuhi persyaratan (Comply), Credit

Compliance bank mengirimkan Credit File ke bagian Credit Signing

bank

6) Pihak developer menginformasikan kepada bagian signing bank dan

notaris (developer/bank) untuk debitur yang telah siap dilakukan akad

kredit dan pengikatan jaminan

7) Penjadwalan akad kredit ditentukan oleh pihak developer, kemudian

petugas credit signing bank akan memberitahukan ke developer perihal

kesiapan data yang akan dilakukan akad kredit dan pengikatan jaminan

8) Developer memberikan pemberitahuan kepada calon debitur dan petugas

credit signing bank untuk kepastian jadwal waktu dan tempat

pelaksanaan akad kredit dan pengikatan jaminan

9) Setelah pelaksanaan akad kredit dan pengikatan jaminan, petugas credit

signing bank harus memastikan dokumen-dokumen yang disyaratkan

untuk pencairan kredit telah tersedia meliputi :

Covernote notaris pengurusan dokumen jaminan dan pengikatan

jaminan

Kwitansi pembayaran biaya noataris

Instruksi transfer dana dari developer

Page 66: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

66

Covernote developer untuk IMB

Kwitansi uang muka lunas dari developer

Adanya prosedur tersebut dapat mempermudah bagi developer untuk

mengajukan kredit pembelian rumah kepada Bank Niaga. Bank Niaga menetapkan

prosedur standar dalam pengajuan kredit dengan harapan akan mudah dilengkapi

oleh developer sehingga kerjasama kredit dapat terealisir. Setiap developer dapat

mengajukan seuai dengan keinginan developer atas konsumennya dalam

pembelian rumah miliknya. Bagi Bank Niaga sendiri, pengajuan dari developer

akan dikaji ulang sebelum terealisasinya perjanjian tersebut. 30

D. Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan

Perjanjian Kerjasama Bank Niaga dengan Developer

Aproved Pada pelaksanaannya, perjanjian tersebut seringkali mengamali hambatan.

Menurut Nismawati, P, SM kendala yang sering terjadi terutama setelah perjanjian

tersebut berjalan. Hambatan tersebut adalah : 31

1. Developer kurang bertanggung jawab kepada konsumennya dimana fasilitas

yang disediakan oleh developer tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

2. Adanya sengketa antara konsumen dengan developer yang berdampak

merugikan Bank Niaga.

3. Developer tidak bertanggung jawab atas tunggakan yang dilakukan oleh

konsumennya sesuai dengan perjanjian yang ada.

30 Nismawati, Wawancara Pribadi, SM. Sub Manager Credam Head Consumer Bank Niaga A. Yani tanggal 14 Juli 2006 31 Nismawati, Wawancara Pribadi, SM. Sub Manager Credam Head Consumer Bank Niaga A. Yani tanggal 14 Juli 2006

Page 67: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

67

Akibat dari adanya ulah developer yang kurang bertanggung jawab

terhadap pemenuhan kewajibannya terhadap konsumen berakibat pada

mangkirnya konsumen tersbeut untuk membayar angsuran rumah kepada Bank

Niaga. Hal senada diungkapkan oleh salah seorang konsumen Bank Niaga yang

mengatakan bahwa salah satu aksi protes konsumen adalah tidak membayar

angsuran, karena dengan tidak ada jalan lain untuk meminta haknya kepada

developer jika tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. 32

Hal tersebut tentunya sangat merugikan pihak Bank Niaga dimana adanya

kemacetan kredit pada pembelian rumah akibat dari ulah developer

mengakibatkan perputaran uang milik Bank Niaga menjadi terhambat dan jelas

merugikan Bank Niaga. Adanya kasus ini tidak dapat dipungkiri oleh Bank Niaga

dan pihak Bank Niaga juga tidak dapat menyalahkan konsumen sebagai

nasabahnya.

Menurut Endang Susanti, pihak Bank Niaga menjadi serba salah dengan

adanya hambatan tersebut dimana Bank Niaga tidak memiliki kekuatan yuridis

untuk menuntut Developer agar memenuhi tangung jawabnya kepada konsumen.

Hal ini disebabkan Bank Niaga tidak mengetahui perjanjian yang terjadi antara

Konsumen dengan Developer. 33

Konsekuensi bagi developer atas kasus ini adalah harus menyelesaikan

tuntutan konsumen sesuai dengan tuntutan konsumen. Adanya pemenuhan

tuntutan konsumen tentunya berdampak pada ketaatan konsumen dalam

32 Sasongko Dewanto, Wawancara Pribadi. Konsumen Developer PT. Fasat Indonusa tanggal 8 Juli 2006. 33 Endang Susanti, Wawancara Pribadi. AM. Assistant Manager Sales Lending Mortage Bank Niaga Cabang A. Yani tanggal 12 Juli 2006

Page 68: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

68

membayar karena merupakan kewajiban developer untuk memenuhi keinginan

konsumen atas fasilitas yang diberikan kepada konsumennya.34

Pihak developer sendiri dalam menjual rumah tentunya akan memberikan

garansi kepada konsumennya seperti kondisi atap, kerusakan fasilitas rumah,

kondisi bangunan dan kualitas bangunan itu sendiri. Sebelum memberikannya

kepada konsumen, terlebih dahulu konsumen diberi kebebasan untuk memilih dan

menilai rumah yang akan dimilikinya, jadi setiap adanya fasilitas yang tidak

sesuai biasanya jarang terjadi dan jika terjadi itu merupakan akibat dari

penyusutan bangunan oleh cuaca maupun kondisi alam serta pengembangan

bangunan oleh konsumen yang tidak sesuai dengan anjuran developer.35

Kerusakan yang biasanya terjadi adalah kebocoran atap dan kerusakan

pada daya tahan tembok rumah yang mudah hancur semennya. Setiap kerusakan

yang terjadi pada masa garansi, developer berkewajiban untuk memperbaikinya

sehingga konsumen merasa tidak dirugikan dalam melakukan pembelian rumah

pada developer. Jika ada developer yang kurang bertanggung jawab akan

kewajiban ini tentunya pihak Bank Niaga tidak dapat berbuat banyak karena

masalah ini merupakan bukan masalah perjanjian yang dilakukan oleh Bank

Niaga, melainkan masalah perjanjian antara konsumen dengan developer. 36

Adanya penyimpangan perjanjian antara Developer dan Konsumen akan

berakibat pada Bank Niaga di mana pihak Bank Niaga menerima dampak protes

konsumen dengan tidak melakukan pembayaran angsuran. Pada kejadian ini,

pihak Bank Niaga hanya dapat melakukan pengarahan kepada konsumen agar 34 Soetrisno Yuwono, Wawancara Pribadi. Pemilik PT. Andreputra Dutatama tanggal 20 Juli 2006. 35 Ismu Joko. Wawancara Pribadi Pemilik PT. Duta Bangun tanggal 25 Juli 2006 36 Soetrisno Yuwono, Wawancara Pribadi. Pemilik PT. Andreputra Dutatama tanggal 20 Juli 2006.

Page 69: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

69

masalah ini dibicarakan kepada developernya. Hal ini dilakukan karena Bank

Niaga tidak memiliki kekuatan hukum serta tidak dapat melakukan tindakan nyata

kepada developer untuk menyelesaikan masalah ini.

Adanya kesulitan pihak Bank Niaga dalam melakukan tindakan nyata

dengan pihak developer disebabkan dalam perjanjian kerja sama antara Bank

Niaga dan Developer tidak adanya pasal yang mengikat untuk dilakukannya

tindakan nyata. Pada perjanjian tidak ditetapkan sanksi yang jelas tentang

penyimpangan ini, karena sanksi masalah ini hanya bersifat kesepakatan yang

tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak tertuang dalam perjanjian. 37

Sebagai langkah atau upaya yang kali pertama untuk menyelesaikan kredit

macet dalam pembelian rumah, Bank Niaga tidak dapat melakukan penagihan

kepada Developer dengan tekanan psikologis menganjurkan untuk menjual barang

jaminan atau barang-barang miliknya yang tidak produktif. Hal ini disebabkan

developer tidak memberikan jaminan apapun kepada Bank Niaga.

Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh Bank Niaga hanya meminta

pengertian kepada developer agar menyelesaikan permasalahnnya dengan

konsumennya. Hal ini dilakukan agar konsumen pembeli rumah dapat

menjalankan kewajibannya kepada Bank Niaga dengan membayar angsuran

rumahnya. Selain itu sanksi lain yang biasanya dilakukannya adalah tidak

diberikannya kredit bagi konsumen developer di masa yang akan datang, karena

developer dinilai kurang bertanggng jawab kepada konsumennya. 38

37 Endang Susanti, Wawancara Pribadi. AM. Assistant Manager Sales Lending Mortage Bank Niaga Cabang A. Yani tanggal 12 Juli 2006 38 Nismawati, Wawancara Pribadi, SM. Sub Manager Credam Head Consumer Bank Niaga A. Yani tanggal 14 Juli 2006

Page 70: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

70

Melihat adanya kasus penyimpangan perjanjian dalam pembelian rumah

antara developer dengan Bank Niaga juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Hal ini disebabkan perjanjian yang terjadi merupakan perjanjian alih pembayaran

yang tidak terdapat dalam KUH Perdata. Perjanjian yang terjadi antara developer

dan Bank Niaga merupakan perjanjian yang tidak dapat mengikat developer

karena tidak adanya jaminan fisik dan dasar hukum yang jelas melandasi

perjanjian tersebut.

E. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank Niaga dengan

Konsumen dalam Pembelian Rumah

Dalam tahun 2004 PT.Bank Niaga,Tbk lebih fokus pada pemberian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) melalui developer-developer yang telah melakukan

kerjasama, sehingga bisnis kredit pemilikan rumah Bank Niaga berkembang

sangat pesat, dan diharapakan PT.Bank Niaga,Tbk menjadi penyedia Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) terbesar kedua di Indonesia setelah Bank Tabungan

Negara.

Developer dapat mengajukan konsumennya kepada Bank Niaga untuk

melakukan pengambilan kredit dalam membayar rumah milik developer. Untuk

kepentingan ini selanjutnya pembayaran angsuran yang dilakukan oleh konsumen

dilakukan kepada Bank Niaga. Secara umum, pada pembelian rumah yang

dilakukan oleh konsumen di mana pembayarannya dilakukan oleh Bank Niaga

sehingga konsumen menjadi nasabah Bank Niaga dan tidak memiliki hutang

kepada developer.

Adapun gambar alur prosedur pengajuan kredit rumah pada Bank Niaga

yang harus dilalui oleh konsumen adalah sebagai berikut :

Page 71: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

71

Gambar 2

Skema Prosedur Proses Pengajuan Kredit Rumah Bagi Konsumen

Sales Developer

Interview/Kelengkapan Doc.

Checking Verifikasi Income Appraisal Jaminan

Laporan

Pembuatan Proposal

Panitia Kredit

Surat Persetujuan Kredit

Persiapan Booking

Penandatanganan PK/Notaris

Review Pra Booking

Realisasi

Disetujui

Ditolak

Page 72: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

72

Dalam transaksi jual beli rumah melibatkan sekurang-kurangnya ada 3

pihak yang berhubungan antara satu dengan lainnya, yaitu konsumen,

pengembang dan bank pemberi kredit. Adapun transaski jual beli rumah dapat

dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :

1. Pra Kontraktual

Pada tahap kontraktual ini, persiapan yang dilakukan meliputi kesiapan-

kesiapan dokumen baik fisik maupun non fisik yang meliputi :

a. Keberadaan Lokasi Rumah, apakah lokasinya telah sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan konsumen.

b. Identitas Pengembang.

c. Spesifikasi teknis bangunan, adanya pengecekan terhadap spesifikasi

teknis akan membantu konsumen dan bank pemberi kredit di dalam

menentukan pilihan spesifiasi teknis yang sesuai dengan keinginan

konsumen.

d. Pengecekan Fasilitas yang tersedia dalam rumah, untuk menghindari hal

yang tidak diinginkan perlu kiranya ditanyakan berbagai fasilitas yang

tersedia di dalam rumah.

e. Prasarana dan sarana lingkungan, dengan melakukan pengecekan

terhadap tersedianya sarana dan prasarana yang memadai

f. Harga tanah dan bangunan rumah, pengecekan ini memberikan

gambaran kepada konsumen dan bank pemberi kredit, karena hal

tersebut berhubungan dengan berapa besar jumlah pinjaman yang akan

diberikan kepada konsumen oleh bank pemberi kredit.

Page 73: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

73

2. Kontraktual

Pada tahap kontraktual dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT), serta ditandatangani oleh developer dan konsumen, bagian ini

merupakan tahap terjadinya penyesuaian pernyataan kehendak (kata

sepakat) antara pihak pengembang dengan konsumen, maka terjadilah

perjanjian jual beli dan dilanjutkan dengan tahap pembayaran jual beli

rumah tersebut. Pada saat konsumen menyetujui harga rumah berikut tanah

untuk dibelinya, selanjutnya konsumen melakukan akad kredit pemilikan

rumah (KPR) dengan prosedur yang telah ditentukan oleh PT. Bank Niaga

Tbk Cabang Ahmad Yani.

3. Post Kontraktual

Pada tahap ini merupakan hasil realisasi transaksi jual beli rumah

yang telah diselenggarakan. Konsumen telah dapat menikmati atau

menempati tanah dan bangunan rumah yang telah dibeli dari pengembang.

Beberapa hal yang dilakukan konsumen dan diketahui oleh bank pemberi

kredit dalam fase post kontraktual antara lain :

a. Peyerahan tanah dan bangunan rumah dari pengembang kepada

konsumen dengan menandatangani berita acara serah terima

b. Sebelum menandatangani berita acara serah terima, konsumen dan bank

pemberi kredit harus mencocokkan kembali keadaan rumah yang

diperjanjikan, apakah sudah sesuai ukuran tanah dan bangunan rumah,

spesifikasi bangunan yang digunakan

c. Penyerahan sertifikat ketika konsumen telah melunasi kredit yang

diberikan oleh bank pemberi kredit.

Page 74: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

74

Pada pelaksanaan perjanijian kredit rumah dimungkinkan terjadinya kredit

macet, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana kredit macet tersebut dapat

diselesaikan atau kredit yang macet tersebut dapat dikembalikan oleh penerima

kredit pada masa tertentu. Sehingga kredit yang tadinya dikatakan macet tersebut

dapat diselesaikan dengan baik oleh debitur dan likuiditas bank tersebut juga akan

tetap terjamin.

Dengan demikian, nama baik penerima kredit atau debitur maupun pihak

bank akan tetap terjaga, sehingga tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup

(usaha) dari bank tersebut maupun kredibilitas dari debitur itu sendiri. Biasanya

hambatan yang dijumpai dalam menangani kreidt macet menurut Endang Susanti,

Assistant manager Sales Lending Mortage Bank Niaga Cabang Ahmad Yani,

dinyatakan bahwa hambatan dalam penyelesaian kredit macet antara lain adalah:39

a. Apabila nasabah mengalami konflik dengan developer ;

Biasanya dalam penyelesaian kredit macet hambatan yang paling kentara dan

sulit untuk dipecahkan adalah apabila debitur mengalami konflik dengan

developer. Konflik tersebut biasanya disebabkan tidak sesuainya fasilitas yag

diberikan oleh developer berdasarkan perjanjian jual beli rumah antara

developer dan konsumen. Sebagai akibat kejadian ini, konsumen melakukan

pemogokan dengan tidak membayar angsuran kepada Bank Niaga

b. Apabila debitur mengalami situasi yang menyebabkan tidak dapat membayar

angsuran

Salah satu penyebab terjadinya kredit macet adalah apabila debitur mengalami

suatu musibah sehingga tidak dapat membayar angsurannya. Kondisi tersebut

misalnya debitur sakit atau mengalami kerugian dalam usahanya. 39 Endang Susanti, Wawancara Pribadi. AM. Assistant Manager Sales Lending Mortage Bank Niaga Cabang A. Yani tanggal 12 Juli 2006

Page 75: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

75

c. Debitur meninggal dunia, dan ahli waris tidak mampu membayar kewajban

debitur ; Apabila debitur meninggal dunia dan pinjaman yang diterima tidak

diasuransikan, maka akan berdampak pada kredit macet juga. Hal ini

dimungkinkan apabila ahli waris dari debitur tersebut tidak mampu untuk

membayar utang yang ditinggalkan oleh debitur tersebut. Dapat juga

dimungkinkan karena karakter dari ahli waris yang memang tidak mau

menyelesaikan kredit macet tersebut.

Selanjutnya indikasi kredit macet dilihat dari catatan yang ada pada bank

mengenai debitur antara lain :

a. Kemampuan debitur memenuhi kewajiban terhadap bank seperti pembayaran

bunga kredit, kelancaran membayar cicilan dan lain-lain ;

b. Developer yang memiliki perjanjian jual beli rumah dengan debitur adalah

developer yang kurang bertanggung jawab terhadap konsumennya

Hambatan-hambatan penyelesaian kredit sebagaimana tersebut di atas,

pada dasarnya dapat diselesaikan dengan berbagai cara, sehingga hambatan

tersebut tidak akan mengurangi kinerja dari bank tersebut. Kelaziman atau

kebiasaan di dalam mekanisme perbankan tentang cara penanganan penyelamatan

kredit macet, dapat ditempuh dengan dua macam solusi, yaitu : Bargaining (Tawar

Menawar) dan Sue-Litigation (Berperkara).

Dalam mencari solution, lewat Bargaining, maka akan ditempuh antara

lain lewat : Restructuring (penataan kembali syarat dari kredit), Recheduling

(Penjadualan kembali pembayaran) atau Reconditioning (perubahan sebagian atau

keseluruhan syarat kredit). Kemudian jika ditempuh melewati beracara perkara,

maka dapat diselesaikan lewat Arbitrase atau berperkara Perdata.

Page 76: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

76

Dalam menyelesaikan kredit perumahan yang macet, Bank Niaga

disarankan untuk melakukan pola 3-R, yaitu Rescheduling, Resturcturing

ataupun Reconditioning. Namun dalam realitanya, pola penyelesaian semacam itu

ternyata kurang dapat dilaksanakan, hal ini karena kredit perumahan

macet/bermasalah sesungguhnya terjadi akibat adanya tidak sesuainya hak yang

seharusnya diperoleh konsumen atau disebabkan karena kondisi debitur yang

memang tidak memungkinkan untuk membayar angsuran.

Penyelesaian dalam kredit macet yang dilakukan sendiri oleh Bank Niaga

adalah melakukan penagihan debitur dengan tekanan psikhologis menganjurkan

untuk menjual barang jaminan atau barang-barang miliknya yang tidak produktif.

Seperti yang diungkapkan oleh Heri Kusmanto, Bank Niaga biasanya melakukan

penagihan ke rumah nasabah dan memberikan solusi yang bagi nasabahnya untuk

dapat lembali mengangsur pinjamannya. 40

Selain dilakukannya penagihan langsung, biasanya Bank Niaga juga

memberikan surat pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur untuk membayar

angsuran yang belum dilakukan debitur. Surat pemberitahuan ini biasanya datang

ke ruma debitur jika debitur belum membayar angsuran wajibnya selama 7 hari

setelah waktu jatuh tempo pembayaran. Adanya surat pemberitahuan ini menjadi

sebuah perigatan kepada debitur untuk segera melakukan pembayaran atas

angsurannya.41

Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh Bank Niaga dalam penyelesaian

kredit perumahan yang macet memiliki beberapa tingkatan. Bank Niaga tidak

akan melakukan tindakan nyata yang terlalu keras kepada debitur karena akan

40 Wawancara dengan Heri Kusmanto. Konsumen PT. Andreputra Dutatama tanggal 27 Juli 2006 41 Wawancara dengan Sasongko Dewanto. Konsumen PT. Duta Bangun tanggal 23 Juli 2006

Page 77: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

77

berdampak akan merugikan debitur. Bank Niaga memiliki prosedur yang bertahap

dimana pada awal terjadinya kemacetan kredit perumahan adalah memberikan

surat tegoran, penagihan langsung sampai dengan penarikan jaminan. 42

Adanya kredit yang macet memberikan dampak bagi Bank Niaga yaitu

terhambatnya Bank Niaga tersebut mendapatkan alat likuid karena dengan

adanya kredit macet berarti uang kas yang dimiliki oleh Bank Niaga menjadi

berkurang sehingga menghambat terjadinya perputaran uang.

Dengan adanya solusi-soluasi tersebut di atas, maka diharapkan

permasalahan kredit perumahan yang mengalami kemacetan yang ada di Bank

Niaga akan dapat teratasi dengan baik, sehingga likuiditas bank akan dapat

terjamin. 43

42 Nismawati, Wawancara Pribadi, SM. Sub Manager Credam Head Consumer Bank Niaga A. Yani tanggal 14 Juli 2006 43 Nismawati, Wawancara Pribadi, SM. Sub Manager Credam Head Consumer Bank Niaga A. Yani tanggal 14 Juli 2006

Page 78: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data di atas, maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara developer dengan Bank Niaga,

memiliki beberapa kelemahan yang dapat merugikan pihak Bank Niaga

sebagai pihak kedua yang menanggung biaya atas pembelian rumah.

Kelemahan tersebut adalah :

a. Tidak adanya dasar hukum yang jelas terhadap perjanjian tersebut,

sehingga perjanjian yang dimiliki tidak memiliki kekuatan hukum

jika terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak Developer.

b. Tidak adanya jaminan fisik dari developer kepada Bank Niaga,

sehingga apabila terjadi penyimpangan tidak dapat dilakukannya

sangsi nyata kepada pihak developer.

c. Perjanjian yang terjadi merupakan perjanjian secara tidak langsung

di mana developer hanya sebagai perantara antara konsumennya

dnegan Bank Niaga, sehingga jika terjadi penyimpangan hanya

berakibat secara nyata kepada Bank Niaga.

2. Pelaksanaan perjanjian kredit antara Bank Niaga dengan Konsumen

memiliki beberapa kelemahan yang dapat merugikan pihak Bank Niaga

Page 79: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

79

sebagai pihak pemberi dana yang menanggung biaya atas pembelian

rumah. Kelemahan tersebut adalah :

a. Adanya dampak secara tidak langsung pada perjanjian yang

dilakukan oleh konsumen dan Bank Niaga dari perjanjian jual beli

rumah yang dilakukan konsumen dengan developer.

b. Kurang kuatnya dasar hukum yang melandasi perjanjian tersebut

terutama jika terjadi kemacetan angsuran kredit yang disebabkan

oleh developer.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan hal-hal

sebagai berikut :

1. Perlu adanya kekuatan hukum yang dapat mengikat developer sehingga

developer tidak akan berani melakukan penyimpangan perjanjian yang

telah dilakukan dengan pihak Bank Niaga.

2. Perlu adanya jaminan aset fisik milik developer sebagai jaminan atas

perjanjian yang disepakati. Sehingga jika terjadi penyimpangan oleh

pihak developer, Bank Niaga memiliki kekuatan untuk menekan

developer.

3. Pada pelaksanaan perjanjian antara Bank Niaga dengan konsumen

diperlukan kesepakatan bersama apabila terjadi kemacetan dalam

pembayarn angsuran. Kesepakatan yang disetujui tidak memberatkan

Page 80: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

80

pihak konsumen sehingga konsumen dapat menyampaikan

keberatannya dengan kesepakatan tersebut.

4. Perlu adanya komunikasi yang terjalin antara konsumen dan Bank

Niaga sehingga setiap hambatan yang dialami oleh konsumen dapat

diterima oleh Bank Niaga dan dapat dicarikan pemecahan yang terbaik.

Page 81: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

81

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ali, A.Hasyumi, 1998, Dasar-dasar Operasional Bank, Bina Aksara, Jakarta Anwari, Achmad, 1983, Dasar-dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara,

Jakarta Arikanto, Suharsini, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Renika

Cipta, Cetakan kesepuluh, Jakarta Badrulzaman, Mariam Darus, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung Badrulzaman, Mariam Darus, 1989, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung Badrulzaman, Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Cetakan 1,

Jakarta Budihardjo, 1992, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Alumni, Bandung Djumhana, Muhammad, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya,

Bandung Fuady, Munir, 1999, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya,

Bandung Fuady, Munir, 2003, Hukum Kontrak, Buku Kedua, Citra Aditya, Bandung Laut Timbang, 2002, Suatu Kajian Tentang Klausula Eksenorasi Dalam Perjanjian

Kredit Bank, Universitas Sumatra Utara Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,

Yojakarta Moelong, L, J, 1990, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung Nasution, AZ, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Patrik, Purwahid, 1988, Hukum Perdata II- Perikatan yang lahir dari Perjanjian

dan Undang-Undang, Jilid I, Semarang Salim, 2003, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta Satrio, J, 1995, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjia, Buku I, PT. Cipta Aditya

Bakti, Bandung Setiawan, R, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung Shofie, Y, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,

Citra Aditya Bakti, Bandung Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta Simorangkir, OP, 1983, Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan, Cetakan ke-4,

Yograt, Jakarta Sinungan, Muchdarsyah, 2001, Uang dan Bank, Cetakan ketiga, Jakarta Sjahdeini, Sutan Remy, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta

Sjahroni, A. Wahab, 1997, Perjanjian Kredit Bank, Erlangga, Jakarta Soemitro, Rony Hanityo, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia

Indonesia, Jakarta

Page 82: TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

82

Subekti, 1991, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Citra Adhitya Bakti,

Bandung Supramono, Gatot, 1996, Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis,

Edisi Revisi, Penerbit Djambatan, Jakarta Untung, H.Budi, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogjakarta Widjaja, G dan Yani, A, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta B. Perundang-undangan

Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTSM/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Indonesia Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan, 1998,

Pustaka Tinta Mas, Surabaya Undang-Undang No 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman Undang-Undang No 8 Tahun 1992, tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 1999 dan No 24 tentang Bank

Indonesia, 1999, CV.Novindo Pustaka Mandiri, jakrta C. Makalah/ Surat Kabar/ Majalah

Panggabean, Henry P, 1992, Berbagai Masalah Yuridis yang di hadapi Perbankan Mengamankan Pengembalian Kredit yang disalurkannya, Majalah Varia Peradilan no. 80/1992